Flora yang secara normal terdapat di dalam saluran pencernaan manusia.

dokumen-dokumen yang mirip
KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TOKSIN MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak,

MIKROORGANISME PATOGEN. Prepare by Siti Aminah Kuliah 2. Prinsip Sanitasi Makanan

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disantap mentah. Lalap biasanya terdiri dari kol, ketimun, daun kemangi,

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging

Sumber penularan penyakit. Penerima. Diagram Penularan Penyakit

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia.

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika dan

: Clostridium perfringens

BAB IV RESPONS MIKROBIA TERHADAP SUHU TINGGI

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

Gambar 6. Hasil uji biokimia Bacillus cereus pada nasi putih non organik: (a) metode tradisional (dandang) (b) Dengan metode modern (rice cooker)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. selesai. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium FIKKES Universitas. Muhammadyah Semarang, Jl. Wonodri Sendang No. 2A Semarang.

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah: zat organik yang terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob

XII. FOOD BORNE MICROBIAL DISEASE (Penyakit oleh Mikrobia Asal Pangan)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif,

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

DASAR KEHIDUPAN MIKROORGANISME DI LINGKUNGAN. ZAENAB, SKM, M.Kes. HP : /

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009).

I. PENDAHULUAN. ikan yang terinfeksi akan mati dan sulit untuk diobati. Sebagai ilustrasi pada tahun

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN PANGAN DENGAN SUHU TINGGI SITI AMINAH FIKKES - UNIMUS

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

KONTAMINASI DAN FOODBORNE (PERSPEKTIF SANITASI)

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. xvii

Bacillius cereus siap meracuni nasi anda

o Archaebacteria o Eubacteria

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB 1 PENDAHULUAN. mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda-benda yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATA PELAJARAN : PRAKARYA SEMESTER : II Tema : Pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

Prinsip pengawetan. Mencegah/memperlambat kerusakan mikrobial. Mencegah/memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel dilakukan di pasar di sekitar kota Bandar Lampung,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN

Pengawetan pangan dengan pengeringan

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui

: Vibrio vulnificus. Klasifikasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BERBAGAI JENIS BAHAYA SERTA CARA PENGENDALIANNYA

Pangan dengan potensi bahaya. Bahan Pangan Apa yang Mudah Terkontaminasi? BERBAGAI JENIS BAHAYA SERTA CARA PENGENDALIANNYA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. unit perinatologi di Rumah Sakit Abdoel Moeloek dengan melakukan uji coliform pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah dimasak

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan

BIOKIMIA HISTAMIN. DINI SURILAYANI S.Pi., M.Sc

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut:

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikarenakan agar mudah mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Seiring

Transkripsi:

BAB VII PENYAKIT IKAN BAKTERIAL 1. Aeromonas salmonicida 2. Renibacterium salmoninarum 3. Mycobacterium 4. Nocardia 5. Edwardsiella tarda & E. ictaluri 6. Streptococcus 7. Pasteurella 8. Yersinia ruckeri 9. Vibrio anguilarum & V. ordalii 10. Aeromonas hydrophila 11. Flexibacter collumnaris 12. Pseudomonas 13. Cytophaga psychrophylla 14. Sporocytophaga 15. Lactobacilus 16. Eubacterium terentellus 17. Streptomyces PENYAKIT MANUSIA BAKTERIAL TERBAWA IKAN - PRODUK IKANI 1. Eschericia coli 2. Salmonella 3. Shigella 4. Vlbrio cholerae 5. Vibrioparahaemolyticus 6. Clostridium botuilnum ESCHERICHIA COLI: Flora yang secara normal terdapat di dalam saluran pencernaan manusia.

Ditemukan strain yang dapat menyebabkan diare pada manusia (E. coli enteropatogenic) ~ EPEC (E. coli Enteropatogenic) 1. PATOGEN: tak dapat memproduksi toksin 2. PATOGEN: memproduksi toksin (enterotoksigenic F. cob) ~ ETEC penyebab traveller s diarrhea SIFAT-SIFAT E. coli : 1. Gram negatif 2. Termasuk kelompok enterobacteriaceae 3. Koliform fekal 4. Indikator terhadap kontaminasi faeces pada air dan susu. 5. Ukuran 1,1-1,5 µ x 2,0-6,0 µ 6. Fakultatif anaerob 7. Dapat memfermentasi laktosa 8. Uji IMVIC bereaksi ++ -- -- 9. Tumbuh pada suhu 10 o - 40 C opt 37 C 10. ph optimum 7,0-7,5 (mm. 4,0, max. 9,0) 11. Peka terhadap panas dan inaktif pada suhu pasteurisasi atau pemasakan makanan. GEJALA INFEKSI EPEC (NON-ETEC) Demam, pusing, kejang perut dan diare GEJALA INFEKSI ETEC Menyebabkan sekresi berlebihan dan elektrolit dan air saluran pencernaan. Diare dehidrasi dan shock tanpa demam. TOKSIN YANG DIBENTUK: Toksin yang stabil terhadap panas (ST) tahan terhadap pemanasan pada suhu 100 C 15. Toksin yang labil terhadap panas (LT) inaktif dengan pemanasan pada suhu 60 C 30. KONTAMINASI F. COLI PADA MAKANAN:

Karena merupakan flora normal dalam saluran pencernaan dan mudah meng- Mengkontaminasi air kontaminasi daging (penyambelihan) atau meng kontaminasi susu (pemerahan) Mengkontaminasi ikan dan hasil laut Mengkontaminasi alat-alat pengolahan. SALMONELLA Bakteri penyebab infeksi Salmonelosis SIFAT-SIFAT SALMONELLA: 1. Gram negatif 2. Bentuk batang 3. Tidak membentuk spora 4. Fakultatif anaerob 1. Mereduksi NO 3 - NO 2-5. Memfermentasi glukosa 6. Katalase positif 7. Motil

8. Mempunyai flagela 9. Tidak dapat memfermentasi laktosa 10. Suhu optimum 35-37 C 11. ph optimum 6,5-7,5 12. Aw 0,945-0,999 KONTAMINASI SALMONELLA PADA MAKANAN Mengkontaminasi: Telur dan hasil olahannya Ikan dan hasil olahannya Daging ayam Daging sapi Susu dan hasil olahannya Biasanya terdapat dalam kotoran, telur dan daging unggas. GEJALA INFEKSI SALMONELLA: Sejumlah sel Salmonella masuk ke dalam saluran pencernaan, ke saluran usus dan berkembang biak dengan baik. Dapat melakukan penetrasi pada saluran usus sehingga menimbulkan inflamasi. Endotoksin yang merupakan hopolisakarida pada dinding sel bakteri merupakan penyebab timbulnya gejala demam. Gejala-gejala infeksi yang timbul setelah tertelannya sel Salmonella bervariasi tergantiing virulen dan strain jumlah sel bakteri yang tertelan dan daya tahan tubuh yang dipengaruhi oleh umur dan kesehatan penderita.

Waktu inkubasi semakin cepat jika jumlah sel semakin tinggi. 9 hari : dosis 10 5 sel 3 hari : dosis 10 9 sel PENCEGAHAN KONTAMINASI Pencucian telur dengan air hangat 65,6 C selama 3 menit. Pencucian dengan larutan detergent pada suhu 49 C. Tetapi perlakuan panas berpengaruh terhadap (perubahan) sifat produknya, sehingga dilakukan usaha lain: Mengatur ph Penambahan bahan kimia Detergent

Nilai D dan Salmonella bervariasi tergantung substrat tempat pemanasannya 0,06-11,33 menit pada suhu 60 C (D60 C). Untuk mengurangi kontaminasi Salmonella pada daging ayam dapat dilakukan dengan: Semprot 200 ppm larutan khlorin Pencelupan 3% larutan asam suksinat Pencelupan 0,5% glutaraldehid (Kelemahan: mempengaruhi bau dan rasa) Perlakuan lain: Dengan asam asetat, H 2 O 2, radiasi UV, pemasakan dengan microwave. Sanitasi yang baik terhadap alat pengolahan. Penyimpanan pada suhu rendah

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI PRE ENRICHMENT LACTOSE BROTH Pengenceran 1 : 10 35 C, 24 jam Selenite cystein broth 35 C, 24 jam Samonefla - Shigella Agar 35 24 jam Koloni: tak berwarna coklat muda merah muda kuning bagian tengah berwarna hitam UJI PENDUGA TSI (Triple Sugar Iron) 35 C, 24 jam Reaksi : Alkali (merah) permukaan asam (kuning) gas bagian bawah tabung H 2 S warna hitam (FeS) UJI PENGUAT UJI UREASE UJI LENGKAP BIOKIMIA DAN SEROLOGI

SIFAT: SHIGELLA Gram negatif Bentuk batang Non motil Suhu optimum 37 C Tahan konsentrasi garam 5-6% Tidak dapat menggunakan sitrat dan malonat Memfermentasi glukosa 4 SUB GRUP: S. dysenteriae (10 serotipe) S. flexneri (6 serotipe) S. boydii (15 serotipe) S. sonnei (1 serotipe) GEJALA DISENTRI BASILER: Shigelosis bervariasi dan ringan parah Waktu inkubasi 1-7 hari Bila dosis tinggi, gejala lebih cepat lagi (12-34 jam) gejala : mulas, kejang perut, diare bercampur darah, muntah. Diare parah luka pada saluran pencernaan S. dysenteriae - paling virulen Disebut juga : Bacillus shiga di Amerika : S. sonnei - 65% S. flexneri - 25% Infektif S. dysenteriae : 10 S.flexneri(1): 10 2 S. flexneri (2): 10 4 S.flexneri(3): 10 8-10 10

KONTAMINASI SHIGELLA PADA MAKANAN : Dibandingkan dengan Salmonella, Shigella lebih sering ditemukan dalam air. Mengkontaminasi ikan, susu, udang, salad, dan puding. Tidak mengkontarninasi hewan piaraan. PENGEGAHAN: Pasteurisasi makanan SIFAT-SIFAT: VIBRIO CHOLERAE Gram negatif Tak berspora Motil, flagela polar tunggal Bentuk batang melengkung (S, spiral) Fakultatif anaerob ph optimum 7,3-8,0 Suhu optimum 18-- 37 C Konsentrasi NaCl optimum 3% (dapat hidup dalam air laut) Dapat hidup pada pangan hasil laut: 2-4 hari -- suhu 30-32 C 4-9 hari -- suhu 5 10 o C Menghasilkan enterotoksin GEJALA KOLERA: Waktu inkubasi 6-9 jam sampai 2-3 hari (tergantung jumlah bakteri) Pada infeksi parah, diare sampai 20-30 kali Tekanan darah menurun Kejang, kehilangan cairan Kotoran penderita mengandung 10k - 10 sel/ml

KONTAMINASI VIBRIO CHOLERAEPADA MAKANAN: Ikan Udang Kerang Kepiting Lobster Sayuran Buah-buahan Air PENCEGAHAN: Pemanasan pada suhu 55 C selama 15 menit VIBRIO FARAHAEMOLYTICUS SIFAT-SIFAT Gram negatif Fakultatif anaerol, Batang pendek, melengkung Memproduksi indol, katalase Fermentasi glukosa, maltosa, trehalosa Menghidrolisa pati dan khitin Suhu optimum 35 -- 37 C Waktu generasi 12-15 menit ph optimum 7,5-8,6 ADA 2 BIOTIPE Biotipe I : Vibrioparahaemolyticus Biotipe 2 : Vibrio alginolyticus

GEJALA INFEKSI: Diare encer (28%) Kejang perut (82%) Mual (71%) Muntah, pusing, demam Waktu inkubasi 4-96 jam (rata-rata 12-24 jam) KONTAMINASI V. FARAHAEMOLYTICUS PADA MAKANAN: Air dengan kadar b.o. tinggi Udang Ikan Kepiting Kerang Lobster PENCEGAHAN: D 47 o C 5,3 menit Suhu 21 C 48 menit suhu 37 o C CLOSTRIDIUM BOTULINUM (INTOKSIKASI) Menghasilkan : racun botulinum (neurotoksin) Bakteri ini bersifat saprofit Sifat-sifat: Gram positif Batang Spore - forming Fermentasi glukosa dan maltosa Menghasilkan H 2 S Tidak memfermentasi laktosa Tidak mereduksi NO 3 Tidak menghasilkan indol

TOKSIN BOTULINUM DIBEDAKAN : 1. TOKSIN A : dapat menyebabkan botulisme pada manusia 2. TOKSIN B : sering terdapat di dalam tanah kurang beracun <Toksin A 3. TOKSIN Cl keduanya dapat menyebabkan intoksikasi pada ternak sapi, ayam, atau hewan lain 4. TOKSIN C2 (tidak pada manusia). 5. TOKSIN D : penyebab intoksikasi pada ternak sapi. 6. TOKSIN E : penyebab intoksikasi bukan pada ternak sapi, tetapi pada manusia. Sering ditemukan pada ikan dan hasil olahannya. 7. TOKSIN F : penyebab intoksikasi pada manusia. 8. TOKSIN G : sering ditemukan di dalam tanah, tetapi belum diketahui daya racunnya. CLOSTRIDIUM BOTULINUMDIKELOMPOKKAN: 1. GRUP I : semua strain proteolitik termasuk semua strain A dan beberapa B dan F. 2. GRUP II : strain yang tidak bersifat proteolitik tetapi dapat menyebabkan intoksikasi pada manusia, termasuk semua strain E dan beberapa B dan F. 3. GRUP III : strain yang tidak bersifat proteolitik dan tidak menimbulkan gejala intoksikasi pada manusia, termasuk semua strain C dan D. PEMBENTUKAN RACUN BOTULINUM DALAM MAKANAN Karena anaerob Strain A dan B Strain E : ditemukan dalam makanan yang dikalengkan atau dibotolkan. : buncis, jagung, air, asparagus, dan bayam yang dikalengkan. : ikan, ikan asap. Daging, ikan dan makanan yang berasam rendah merupakan substrat yang baik untuk pembentukan racun. Pembentukan toksin akan terhambat pada ph di bawah 4,6, sehingga jika ada makanan yang berasam tinggi dapat ditumbuhi kacang ph naik Clostridium botulinum dapat tumbuh dan membentuk toksin.

Produksi toksin menurun pada kadar air 40% dan pada kadar air 30% terhambat. Konsentrasi NaC1 8% atau > akan menghambat pembentukan toksin. Strain yang bersifat proteolitik mempunyai suhu optimum 35 C (tumbuh dan toksin) Strain non-proteolitik suhu optimum 26-28 C. SIFAT DAN CARA KERJA RACUN BOTULINUM Diproduksi dalam bentuk toksin progenitor. Toksin tersebut dapat diaktifkan oleh enzim tertentu dalam tubuh manusia atau hewan menjadi komponen beracun. Toksin yang telah aktif dalam tubuh akan dibawa melalui pembuluh darah ke sistem syaraf kholmergik dimana toksin tersebut bekerja pada bagian akhir sistem syaraf dengan cara mencegah bagian sineptik untuk melepaskan asetilkholin yang dapat menggerakkan otot-otot melalui reaksi dengan ujung-ujung otot lumpuh.

Manusia lebih peka dari pada kera. Jika untuk kera dibutuhkan: 180 MLD Toksin/kg BB kera, maka untuk manusia dibutuhkan: 34,6 MLD Toksin/kg B.B. manusia Dosis toksin yang dapat menyebabkan kematian adalah: 0,1-1/.µg Bersifat antigenik, yaitu dapat memproduksi antibodi/antitoksin jika disuntikkan ke dalam tubuh hewan/manusia Untuk membuat antitoksin digunakan formaldehid yang dapat menginaktifkan racun menjadi torsoid yang tidak beracun untuk imunisasi hewan/manusia. Gejala : 12 jam --> satu minggu Perut mulas, muntah, diare, dilanjutkan dengan serangan syaraf kelumpuhan otot. Lidah dan leher tidak dapat digerakkan dan tekanan darah menurun. PENCEGAHAN: PEMANASAN Spora C botulinum sangat tahan panas. Panas yang dibutuhkan untuk menginaktifkan spora tsb tergantung dari : -- Substrat -- Strain C botulinum -- Jumlah dan umur spora.

Sel vegetatif tidak tahan panas, sehingga jika spora telah diinaktifkan, sel sudah mati. Strain A & B > tahan dan pada C, D dan E Strain A & B -D 121 C = 0,21 menit Strain E -D 100 C = 0,003-0,017 menit Nilai D menurun dengan semakin tingginya pemanasan: D 111 C = 2,1 menit Nilai D dan E digunakan untuk menghitung panas yang dibutuhkan dalam pengalengan makanan. Konsep 12 D = pengurangan jumlah spora dan 10 kurang dan 1 (sebanyak 12 LOG). Biasanya 2,5-3,0 menit pada suhu 121 C. Toksin yang terlanjur terbentuk juga dapat diinaktifkan dengan pemanasan: Toksin A : 80 C - 5-6 menit Toksin B : 20 C - 15 menit PENDINGINAN: Penyimpanan pangan pada suhu 3,3 C atau Iebih rendah dapat mencegah pertumbuhan dan pembentukan toksin. IRRADIASI: RADIASI SINAR GAMMA DA dan DB : 0,224 -- 0,336 Mrad DE : 0,125-9,138 Mrad. (untuk sel vegetatif) UNTUK TOKSIN 7,3 MRAD (Medium padat) 4,9 MRAD (Medium cair) PENGERINGAN: Mengeringkan pangan Aw 0,92 atau <

NITRIT: Nitrit tidak mencegah germinasi spora, tetapi sel muda hasil germinasi spora tidak dapat tumbuh dan berkembang biak dengan adanya NO 2 -. Selama penyimpanan NO 2 - akan berkurang, sehingga akhirnya c.botulinum dapat tumbuh. ASAM: ph 4,6-5,0 (tergantung jenis substrat) kalau ada NO2- ph lebih tinggi (5,5 6,6). GARAM NaCl. Kadar NaCl 10% Aw 0,935 Tetapi untuk produk curing (NaC1 2-4%; NO2 - atau aditif yang lain dapat menghambat pertumbuhan c. botulinum. ANTIBIOTIK: NISIN sangat efektif (dihasilkan oleh Streptococcus lactis) STRAIN A: 1000-2000 ig/m1 menghambat germinasi spora 50%. STRAIN E: 50-100 ig/m1 menghambat germionasi spora 50% STRAIN B: 500-1000 tg/m1 menghambat germinasi spora 50%. BAHAN PENGAWET LAIN: Metil, etil, propil dan butil pada hidroksibenzoat 0,1% (medium cair). 0,2% asam sorbat (medium cair) Asam sorbat + NO 2 - dengan kadar rendah memperlambat pembentukan toksin. Minyak bawang putih dan bawang merah (1500 µg/g) mengurangi pembentukan toksin.