BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2013, WHO, (2013) memperkirakan terdapat 235 juta orang yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003 berdasarkan hasil survei pada anak SD usia 6 sampai 12 tahun di beberapa kota (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar) berkisar antara 3.7% sampai dengan 6.4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat 5.8%. Pada bulan April 2007 Subdit Penyakit Kronik dan Degeneratif melakukan pengamatan pada 5 provinsi di Indonesia (Sumatra Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan) hasilnya menunjukkan bahwa pada umumnya upaya pengendalian asma belum terlaksana dengan baik (Depkes RI, 2009). Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat di semua negara, baik negara berpenghasilan tinggi maupun negara berkembang. Sebagian besar kematian yang diakibatkan oleh asma terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. Jika asma kurang terdiagnosis dan kurang terawat, dapat menjadi beban besar bagi individu dan keluarga dengan keterbatasan aktivitas individu dalam seumur hidupnya. Pengelolaan asma yang tepat dapat mengontrol penyakit dan menjadikan kualitas hidup penderita semakin baik (WHO, 2013). 1
Orang dengan derajat asma persisten diharuskan menggunakan obat jangka panjang setiap hari untuk mencegah gejala dan eksaserbasi serta mengontrol peradangan yang mendasari terjadinya asma (WHO, 2013). Berdasarkan penelitian Badan Kesehatan Dunia (WHO), kepatuhan pada terapi pencegahan reguler di negara berkembang sangat rendah, yaitu sebesar 28% (Sabate, 2003). Imelda et. al., (2007) dalam studinya mengenai hubungan derajat keparahan asma dengan kualitas hidup meneliti beberapa variabel yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seperti, lama sakit asma, tingkat pendidikan, riwayat merokok, indeks massa tubuh, gejala batuk, gangguan saat tidur malam, aktivitas sehari-hari, mengi, frekuensi penggunaan obat bronkodilator, frekuensi penggunaan inhalasi kortikosteroid dan fungsi paru. Pengukuran kualitas hidup dalam penelitian tersebut menggunakan Asthma Quality of Life Questionnaire (AQLQ) versi Bahasa Indonesia. AQLQ merupakan kuesioner spesifik untuk pasien asma. AQLQ memiliki minimal perbedaan yang bermakna klinis atau Minimum Clinically Important Difference (MCID) sebesar 0,5 poin. Salah satu variabel frekuensi penggunaan inhalasi kortikosteroid menunjukkan bahwa pasien asma yang teratur menggunakan inhalasi kortikosteroid memiliki skor kualitas hidup 0,46 poin lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang tidak teratur menggunakan inhalasi kortikosteroid. Pengukuran penggunaan obat asma inhalasi kortikosteroid dibagi dalam 3 kategori; tidak pernah menggunakan, menggunakan 2
inhalasi kortikosteroid tetapi tidak teratur dan menggunakan inhalasi kortikosteroid secara teratur. Studi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan telah dilakukan oleh Smet et. al., (2006), dimana 26% kepatuhan dipengaruhi oleh kemampuan menghindari faktor pemicu, persepsi pada kemanfaatan terapi, lama sakit asma, jumlah pelatih penggunaan Matered Dose Inhaler (MDI), persepsi pada keparahan penyakit dan skor yang tinggi pada Short Form-36 (SF-36) sebagai alat ukur kualitas hidup generik. Buruknya hasil terapi juga dapat dipengaruhi oleh penggunaan kortikosteroid inhalasi. Pada penelitian Williams et. al., (2004) diperoleh hasil bahwa kepatuhan berkorelasi negatif dengan jumlah kunjungan ke unit gawat darurat (R= -0,159) dan tiap 25% peningkatan terapi tanpa inhalasi kortikosteroid mengakibatkan dua kali lipat kejadian rawat inap di rumah sakit (RR = 2,01; 95% CI: 1,06-3,79). Pengukuran kepatuhan menggunakan rekam medik dan klaim farmasi. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, ada banyak faktor mempengaruhi kualitas hidup, salah satunya yaitu, kepatuhan. Pasien yang teratur menggunakan obat kortikosteroid inhalasi telah terbukti memilki kualitas hidup yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pasien yang tidak teratur menggunakan kortikosteroid inhalasi. Namun, pengukuran kepatuhan penggunaan kortikosteroid inhalasi yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya, belum menggunakan alat ukur kepatuhan yang spesifik untuk penggunaan inhalasi kortikosteroid. Berdasarkan 3
variabel yang mempengaruhi kepatuhan dan variabel yang mempengaruhi kualitas hidup dapat diketahui variabel selain kepatuhan yang mempengaruhi kualitas hidup sehingga penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian mengenai perbedaan kualitas hidup antara pasien yang kurang patuh menggunakan obat sama inhalasi dengan pasien yang lebih patuh menggunakan obat asma inhalasi serta faktor-faktor selain kepatuhan yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. Untuk mengukur kepatuhan penggunaan obat asma kortikosteroid inhalasi, Horne et. al., (2002) membuat Medication Adherence Report Scale for Asthma (MARS-A) yang merupakan salah satu alat ukur kepatuhan dengan cara pengisian mandiri (self reported) pada penggunaan obat hisap pencegah asma yang terdiri dari 10 aitem. MARS-A menunjukkan hasil psikometrik yang baik sebagai alat ukur kepatuhan penggunaan obat asma inhalasi pada penduduk berbahasa Inggris dan Spanyol dengan Cronbach alpha berturut-turut sebesar 0,85 dan 0,86 (Cohen dkk., 2009). MARS-A-10 digunakan dalam penelitian ini karena merupakan alat ukur yang spesifik pada penggunaan obat asma inhalasi. Untuk memperoleh data rasio dan perubahan skor dengan sensitivitas yang tinggi, digunakan Visual Analogue Scale (VAS) sebagai pilihan respon pada tiap aitem MARS-A-10. Dalam studi Briggs et. al., (1999), penggunaan VAS sangat luas untuk menguji pengalaman yang bersifat subyektif, termasuk pada nyeri. VAS akan menghasilkan kategori respon yang sangat luas sehingga akan dihasilkan data yang lebih sensitif. 4
Untuk mengukur kualitas hidup pada penelitian ini menggunakan AQLQ karena merupakan kuesioner yang spesifik untuk penderita asma. AQLQ juga telah digunakan untuk penelitian di RSUP Dr. Sardjito oleh Gul et. al., (2012) dengan reliabilitas 0,93. B. Perumusan masalah 1. Apakah pasien asma yang kurang patuh memiliki skor kualitas hidup 0,5 poin lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang lebih patuh pada penggunaan obat asma inhalasi? 2. Faktor-faktor apa sajakah selain kepatuhan yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien asma yang menggunakan obat asma inhalasi? C. Keaslian penelitian Beberapa penelitian terkait pengaruh kepatuhan terhadap kualitas hidup pasien asma yang menggunakan inhalasi kortikosteroid disajikan pada Tabel 1. 5
Tabel 1. Beberapa penelitian terkait pengaruh kepatuhan terhadap kualitas hidup Kategori Williams et. al., (2004) Smet et. al., (2006) Imelda et.al., (2007) Penelitian ini Lokasi Michigan bagian tenggara Amerika Serikat Michigan bagian tenggara Amerika Serikat RS. Persahabatan Jakarta Indonesia RSUP Dr.Sardjito dan RSUD Sleman Subyek Pasien asma usia 18 hingga 50 tahun Pasien asma usia 18 tahun atau lebih Pasien asma yang tidak menggunakan kortikosteroid oral usia 18 hingga 60 tahun Pasien asma usia 18 hingga 65 tahun yang menggunakan obat asma inhalasi minimal 1 tahun sebelum penelitian Tujuan penelitian Untuk memperkirakan proporsi ketidakpatuhan pada penggunaan kortikosteroid inhalasi yang mempengaruhi hasil terapi asma yang buruk Untuk mengetahui hubungan antara variabel predisposing, enabling dan need dengan kepatuhan pada oabat pengontrol asma Untuk mengetahui korelasi derajat asma dan kualitas hidup yang dinilai menggunakan AQLQ Untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup antara pasien asma yang kurang patuh dan yang lebih patuh pada penggunaan obat asma inhalasi dan faktor-faktor lain selain kepatuhan yang mempengaruhi kualitas hidup Jumlah sampel 405 subyek 573 responden 130 subyek 53 subyek 6
Tabel 1. lanjutan Kategori Williams et. al., (2004) Smet et. al., (2006) Imelda et.al., (2007) Penelitian ini Variabel penelitian Variabel dependen : kepatuhan Variabel independen: 1. Asma yang menyebabkan kunjungan rawat jalan 2. Asma yang menyebabkan kunjungan ke Unit Gawat Darurat 3. Asma yang menyebabkan kejadian rawat inap di rumah sakit 4. Penambahan steroid oral 5. Steroid oral harian Variabel dependen: kepatuhan Variabel independen: 1. Faktor predisposing, usia, jenis kelamin, ras, lama menderita sama, komorbiditi, tingkat kepercayaan pada kesehatan, tingkat pendidikan. 2. Faktor enabling, pendapatan, akses layanan kesehatan, jumlah pelatih penggunaan inhaler, teknik inhalasi 3. Faktor need, persepsi keparahan penyakit, keparahan gejala, AQLQ, SF-36 Variabel dependen: kualitas hidup Variabel indpenden: 1. Lama sakit asma, 2. tingkat pendidikan, 3. penggunaan obat asma inhalasi, 4. riwayat merokok, 5. indeks massa tubuh, 6. derajat asma, 7. gejala klinis (batuk, gangguan saat tidur malam, aktivitas sehari-hari, mengi, frekuensi penggunaan bronkodilator) Variabel dependen: kualitas hidup Variabel independen: kepatuhan 8. fungsi paru 7
Tabel 1. lanjutan Kategori Williams et. al., (2004) Smet et. al., (2006) Imelda et.al., (2007) Penelitian ini Alat Data klaim farmasi 4 pertanyaan yang khusus digunakan pada penggunaan pengontrol asma bentuk inhaler dan oral AQLQ versi Bahasa Indonesia 1. AQLQ versi Bahasa Indonesia 2. MARS-A-10 versi Bahasa Indonesia dengan pilihan respon aitemnya berupa VAS Metode analisis Retrospektif Potong lintang Kohort Observasional Potong lintang Keterangan: AQLQ = Asthma Quality of Life Questionnaire SF-36 = Short Form 36 MARS-A-10 = Medication Adherence Rating Scale for Asthma 10 VAS = Visual Analogue Scale 8
Penelitian ini menganalisis adanya perbedaan kualitas hidup antara pasien asma yang kurang patuh dan pasien yang lebih patuh pada penggunaan obat asma inhalasi dan menganalisis faktor-faktor selain kepatuhan yang mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Data diperoleh melalui pengisian kuesioner secara mandiri dan wawancara secara langsung pada pasien asma usia dewasa yang menggunakan obat asma inhalasi saat melakukan kontrol di poliklinik Paru RSUP Dr. Sardjito dan di poliklinik Penyakit Dalam RSUD Sleman Yogyakarta Indonesia. D. Kepentingan penelitian Penelitian perlu dilakukan untuk mengetahui bahwa pasien asma yang kurang patuh memiliki skor kualitas hidup 0,5 poin lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang lebih patuh pada penggunaan obat asma inhalasi dan selain kepatuhan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah pasien asma yang kurang patuh memiliki skor kualitas hidup 0,5 poin lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang lebih patuh pada penggunaan obat asma inhalasi di poliklinik paru RSUP Dr. Sardjito dan RSUD Sleman Yogyakarta. Dan faktor-faktor apa sajakah selain kepatuhan yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. 9