BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Curah Hujan (mm) Debit (m³/detik)

BAB VII. TINGKAT KESEHATAN DAS

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) , , , S E M A R A N

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

BAB IV PENGOLAHAN DATA

PROYEK AKHIR PERENCANAAN TEKNIK EMBUNG DAWUNG KABUPATEN NGAWI

ANALISIS DEBIT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANGHARI PROPINSI JAMBI

3. METODOLOGI PENELITIAN

7. PERUBAHAN PRODUKSI

KATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini.

BAB I PENDAHULUAN. Mojokerto, Gresik dan Kodya Surabaya, Propinsi Jawa Timur. DAS Lamong

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dari tahun pada stasiun pengamat yang berada di daerah Darmaga, Bogor.

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB II LANDASAN TEORITIS

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN

5. PERUBAHAN KARAKTERISTIK DEBIT, VOLUME DAN SEDIMEN

PERUBAHAN WATAK HIDROLOGI SUNGAI-SUNGAI BAGIAN HULU DI JAWA

BAB IV ANALISA DATA CURAH HUJAN

Sungai dan Daerah Aliran Sungai

PENDAHULUAN Latar Belakang

TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT

PERKEMBANGAN TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR HOTEL BINTANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS

I. PENDAHULUAN. Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) di wilayah sungai, seperti perencanaan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

homogen jika titik-titik tersebar secara merata atau seimbang baik di atas maupun dibawah garis, dengan maksimum ragam yang kecil.

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

PENERAPAN TEORI RUN UNTUK MENENTUKAN INDEKS KEKERINGAN DI KECAMATAN ENTIKONG

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ABSTRAK Faris Afif.O,

EVALUASI POTENSI SUMBERDAYA AIR SUNGAI UNTUK PENGAIRAN DI PROVINSI JAWA BARAT DAN BANTEN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

HASIL DAN PEMBAHASAN

NERACA AIR METEOROLOGIS DI KAWASAN HUTAN TANAMAN JATI DI CEPU. Oleh: Agung B. Supangat & Pamungkas B. Putra

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SKRIPSI KAJIAN PENGARUH CURAH HUJAN TERHADAP LIMPASAN CILIWUNG DENGAN MENGGUNAKAN METODE REGRESI. Oleh: AHMAD LUTFI F

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN

BAB III METODA ANALISIS

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990

BAB III. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

III. MATEMATIKA DAN STATISTIKA APLIKASI (S.1) EFEK PERUBAHAN POLA CUACA PADA DEBIT AIR MASUK DI WADUK SAGULING

BAGAIMANA MEMPREDIKSI KARST. Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung)

PERTUMBUHAN SIMPANAN *) BANK UMUM POSISI NOVEMBER 2011

Gbr1. Lokasi kejadian Banjir dan sebaran Pos Hujan di Kabupaten Sidrap

Bab III Studi Kasus. Daerah Aliran Sungai Citarum

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

STUDI SIMULASI POLA OPERASI WADUK UNTUK AIR BAKU DAN AIR IRIGASI PADA WADUK DARMA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT (221A)

Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam Perencanaan Embung

Lampiran 1 Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub DAS Melamon

Transkripsi:

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI Metode Mann-Kendall merupakan salah satu model statistik yang banyak digunakan dalam analisis perhitungan pola kecenderungan (trend) dari parameter alam seperti debit dan iklim. Tingkat signifikasi dari kecenderungan penurunan debit tersebut diindikasikan dari nilai Z dan nilai α. Makin besar nilai Z negatif maka semakin kuat bukti adanya penurunan. Sebaliknya jika nilai Z positif maka menunjukkan adanya kenaikan debit. 6.1. Kecenderungan Debit Sungai di Hulu 6.1.1. Kecenderungan Debit Tahunan Dalam analisis kecenderungan dengan metode Mann-Kendall ini, untuk hulu DAS Bengawan Solo dilakukan di dua stasiun untuk mewakili dua sub DAS yang luas yaitu Stasiun Padas untuk sub DAS hulu Bengawan Solo (SOL-1A) dan Stasiun Nambangan untuk DAS Bengawan Madiun (SOL-1B). Pada Stasiun Gadang mewakili hulu DAS Brantas (BRA-1), meskipun data yang tersedia cukup panjang yaitu 1974-25, pada perhitungannya dilakukan pemisahan waktu yaitu periode tahun 1974-1987 dan 1991-21. Hal ini disebabkan pada tahun 199 peralatan pengukur debit di stasiun Gadang diganti dengan peralatan otomatis dan hasil pencatatan debit yang dihasilkan lebih besar jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pencatatan data tersebut berlangsung hingga tahun 23, sehingga dalam perhitungan kecenderungan periode waktu tersebut dipisahkan. Berdasarkan hasil perhitungan kecenderungan debit sungai dengan menggunakan metode Mann-Kendall dari data debit sungai rata-rata tahunan untuk daerah hulu, menunjukkan bahwa semua sungai di daerah penelitian mempunyai kecenderungan menurun dengan nilai signifikasi yang cukup tinggi. Tiga stasiun di bagian hulu yang memiliki nilai signifikan yang tinggi dengan α =,1 atau tingkat kepercayaan 99,99% yaitu di stasiun CIU-1, CIM-1, SER-1, SOL-1A, dan BRA-1A (Tabel 24). 18

Tabel 24. Pola kecenderungan debit sungai tahunan di bagian hulu DAS No Stasiun - Mann-Kendall Regresi Linier Kekritisan Sungai Z Nilai Signifikasi a (m 3 /detik/thn) b (m 3 /detik/thn) (a/b) 1 CIU-1-2,82 ** - 11,72 417,17 -,28 2 CIS-1-2,23 * - 1,51 185,75 -,8 3 CIT-1 -,13 -,3 39,45 -,1 4 CIM-1-2,91 ** - 2,95 162,62 -,18 5 CID-1-1,14-1,49 12,87 -,12 6 SER-1-2,76 ** - 7,68 748,3 -,1 7 SOL-1A - 2,91 ** -,37 16,2 -,23 8 SOL-1B - 2,43 * - 1,56 511,24 -,21 9 BRA-1A - 2,78 ** - 16,89 33,88 -,51 1 BRA-1B - 1,79 * - 8,13 554,31 -,15 Keterangan: Z = tingkat signifikasi trend; a = nilai slope/kemiringan garis regresi; b = nilai intersep atau nilai debit saat t = ; dan a/b = tingkat kekritisan, dimana makin kecil nilai rasionya maka makin kecil tingkat kekritisannya Besarnya penurunan debit dari kecenderungan yang ditunjukkan oleh nilai a dalam metode Mann-Kendall pada masing-masing sungai bervariasi -,3 m 3 /detik/tahun hingga -16,36 m 3 /detik/tahun, yaitu terendah terjadi di Citarum hulu sebesar -,3 m 3 /detik/tahun dan terbesar di Brantas hulu sebesar -16,89 m 3 /detik/tahun. Berturut-turut penurunan debit terjadi di stasiun CIU-1 sebesar - 11,72 m 3 /detik/tahun, CIS-1-1,51 m 3 /detik/tahun, CIM-1-2,95 m 3 /detik/tahun, CID-1-1,49 m 3 /detik/tahun, SER-1-7,68 m 3 /detik/tahun, SOL-1A -1,56 m 3 /detik/tahun, SOL-1B 1,56 m 3 /detik/tahun, dan BRA-1B -8,13 m 3 /detik/tahun (Tabel 24). Nilai b yang menyatakan intersep dalam regresi linier atau kapasitas debit awal berkisar antara 16,2 m 3 /detik/tahun di SOL-1A hingga 748,3 m 3 /detik/tahun di SER-1. Tingkat kekritisan yang dinyatakan dalam rasio antara nilai a dan b berkisar antara -,1 hingga -,51. Semakin kecil nilai rasionya maka semakin kecil tingkat kekritisan yang ada karena laju penurunan terhadap kapasitas awal semakin kecil yang berarti trend penurunan debit tidak terlalu besar dibandingkan dengan kapasitas awal debit. Dari indikator ini, BRA-1A memiliki tingkat kekritisan tertinggi, sedangkan terendah terjadi di CIT-1. Meskipun sungai Brantas memiliki pengelolaan sumberdaya air yang lebih baik dibandingkan dengan sungai-sungai lainnya di Jawa, namun ternyata wilayah hulu memiliki tingkat kekritisan yang lebih buruk. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kecilnya prosentase luas hutan yang hanya kurang lebih 8% dari luas keseluruhan DAS 19

Brantas. Pola kecenderungan debit di bagian hulu dari 8 sungai di daerah penelitian disajikan pada Gambar 39. 6.2.2. Kecenderungan Debit Bulanan Metode Mann-Kendall digunakan untuk melihat perubahan pola kecenderungan debit secara bulanan dari masing-masing stasiun dapat diamati dari nilai Z bulanan. Pada Tabel 25 dan Gambar 6.2 disajikan nilai Z pada masing-masing stasiun per bulan. Berdasarkan nilai Z dengan tingkat signifikasi yang cukup tinggi yang digunakan untuk analisis yaitu pada α =,1 hingga α =,1, maka terlihat bahwa semua stasiun pengamatan debit memiliki penurunan kecenderungan pada bulan-bulan tertentu. Secara umum dapat dikatakan bahwa kecenderungan bulanan debit sungai di bagian hulu mempunyai kecenderungan turun dengan tingkat signifikasi yang bervariasi. Kecenderungan penurunan debit secara signifikan terjadi selama musim penghujan hingga musim transisi dari hujan ke kemarau yaitu dari Desember hingga Mei. Pada musim kemarau yaitu dari Juni hingga November juga terjadi penurunan debit namun tingkat signifikasinya cukup kecil, kecuali di CIT-1, CIM-1 dan BRA(Tabel 25 dan Gambar 4). 11

5 45 4 6 3 Z = -2,82 Z = -2,23 Z = -,13 5 25 35 3 25 2 15 1 5 1975 198 1985 199 1995 2 25 2 15 1 5 1975 198 1985 199 1995 2 25 4 3 2 1 1975 198 1985 199 1995 2 25 CIU-1 CIS-1 CIT-1 25 2 15 1 3 1 Z = -2,91 Z = -1,14 Z = -2,76 9 25 8 2 15 1 7 6 5 4 3 5 1975 198 1985 199 1995 2 25 5 1975 198 1985 199 1995 2 25 2 1 1975 198 1985 199 1995 2 25 CIM-1 CID-1 SER-1 4 35 3 25 2 15 1 7 35 Z = -2,91 Z = -2,43 Z = -2,78 6 3 5 25 4 2 3 15 2 1 5 1975 198 1985 199 1995 2 25 1 1975 198 1985 199 1995 2 25 5 1975 198 1985 199 1995 2 25 SOL-1A SOL-1B BRA-1A Gambar 39. Kecenderungan debit sungai di bagian hulu DAS 111

Tabel 25. Nilai Z hasil perhitungan metode Mann-Kendall yang menunjukkan kecenderungan naik (+) dan turun (-) dari debit bulanan di bagian hulu DAS No Stasiun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 1 CIU-1-1,13 -,14-1,76-2,3-1,8 -,23-1,13 -,59 -,77 -,41 -,86-1,8 2 CIS-1-1,3-1,19-1,57-1,92-2,7-1,58 -,86-1,1-1,73-1,11-1,97-1,48 3 CIT-1 -,94-1,3-1,43-1,78-1,54-1,62-2,35-2,68-2,6-1,31-1,99-1,55 4 CIM-1 -,75-1,76-1,78-2,37-2,91-2,4-2,6-1,6-1,96-1,4-2,1-2,71 5 CID-1-1,31-2,62,86,37 -,7 -,28, -,49-1,45-1,1 -,54 -,63 6 SER-1-2,88-1,27-1,6,5 -,62-1,52-1,92 -,55-1,55,, -1,75 7 SOL-1A -4, -4,48-2,75-3,71-3,78-4,34-3,3-3,42-2,91-2,43-2,77-2,98 8 SOL-1B -2,24-2,14-3,6-2,2-2,17 -,68 -,91-1,4-2,17-1,19-1,18-2,87 9 BRA-1A -1,26-2,25-1,71-1,51-1,22 -,92 -,92-2,8-1,87-1,47-2,32-1,1 1 BRA-1B -1,85-3,22-1,71-2,26, -1,58 -,69,7 -,21,34,75 -,75 Keterangan: 1,645 Z < 1,96 ditandai arsir; 1,96 Z < 2,576 ditandai dengan cetak tebal; 2,576 Z < 3,292 ditandai dengan cetak tebal garis bawah; Z 3,292 ditandai dengan cetak tebal arsir Pada stasiun SOL-1A, tingkat signifikasi kecenderungan penurunan debit sangat tinggi di sepanjang tahun. Terdeteksinya nilai Z yang demikian besar disebabkan oleh ukuran DAS dari stasiun SOL-1A yang lebih kecil dibandingkan dengan stasiun-stasiun lainnya. Luas DAS dari stasiun SOL-1A hanya 35 km 2 sehingga respon perubahan aliran dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti curah hujan dan penggunaan lahan secara langsung memberikan perubahan pada debit sungai. Stasiun SOL-1A merupakan salah satu stasiun pengamatan mikro DAS yang dikelola oleh Balitbang Departemen Kehutanan sehingga data debit yang terekam cukup panjang dari tahun 1974 hingga sekarang. Nilai Z 1.5 1..5. -.5-1. -1.5-2. -2.5-3. -3.5-4. -4.5-5. Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep CIU-1 CIS-1 CIT-1 CIM-1 CID-1 SER-1 SOL-1A SOL-1B BRA-1A BRA-1B Gambar 4. Pola nilai Z dari debit bulanan di bagian hulu DAS 112

Kecenderungan penurunan debit sungai yang telah terjadi tersebut memiliki nilai yang sangat kecil dibandingkan dengan stasiun-stasiun lain yang mewakili DAS dengan luas lebih besar. Kecilnya luas DAS dari stasiun SOL-1A menyebabkan debit sungai yang ada juga kecil. Besarnya penurunan debit sungai di bagian hulu dari 8 DAS utama di Jawa, ratarata -,46 m 3 /detik (Tabel 26). Penurunan debit yang tertinggi terjadi di SOL-1B. Penurunan rata-rata debit kurang lebih 1,1 m 3 /detik yang terbesar terjadi selama bulan Desember hingga Mei dengan nilai penurunan berkisar antara 1,24 m 3 /detik hingga 2,43 m 3 /detik. Secara musiman, puncak penurunan debit terjadi masa transisi dari penghujan ke kemarau yaitu pada bulan Juni-Juli. Tabel 26. Besarnya kenaikan (+) atau penurunan (-) debit bulanan dari nilai kemiringan garis regresi hasil perhitungan metode Mann-Kendall di bagian hulu DAS (m 3 /detik) No Stasiun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Qr 1 CIU-1 -,28 -,2-1,67-1,79 -,78 -,9 -,58 -,26 -,98 -,21 -,73-1,35 -,74 2 CIS-1 -,18 -,17 -,19 -,17 -,17 -,7 -,6 -,1 -,1 -,11 -,13 -,12 -,13 3 CIT-1 -,2 -,5 -,4 -,5 -,4 -,4 -,4 -,3 -,2 -,2 -,6 -,4 -,4 4 CIM-1 -,13 -,2 -,23 -,38 -,29 -,22 -,13 -,8 -,8 -,14 -,35 -,38 -,22 5 CID-1 -,18 -,31,13,3 -,9 -,6, -,3 -,18 -,19 -,7 -,8 -,9 6 SER-1-1,47 -,6 -,58,4 -,25 -,97-1,8 -,12 -,74 -,8 -,2 -,92 -,56 7 SOL-1A -,13 -,18 -,8 -,6 -,3 -,3 -,1 -,1 -,1 -,1 -,3 -,7 -,5 8 SOL-1B -2,23-2,24-2,43-1,64-1,86 -,32 -,5 -,5 -,25 -,1 -,78-1,24-1,1 9 BRA-1A -1,2-1,88-1,75-1,4-1,21 -,43 -,7 -,61 -,45 -,31-1,63-1,9 -,99 1 BRA-1B -2,5-2,37-1,94-1,45,2 -,53 -,19,6 -,1,11,57 -,68 -,71 Rerata -,7 -,37-1,7-1,43-1,32-1,68-1,48 -,89 -,28 -,23 -,12 -,31 -,46 Terjadinya pola kecenderungan penurunan debit di bagian hulu dari sungaisungai di daerah penelitian mengindikasikan bahwa tingkat kerusakan lahan sudah sangat mengkhawatirkan. Debit sungai semakin mengecil yang berlangsung sepanjang tahun. Terlebih pada musim kemarau di saat curah hujan jarang dan aliran air tanah (base flow) sudah sangat kecil. Implikasi dari penurunan kecenderungan debit sungai tersebut adalah berkurangnya pasokan air sungai sehingga timbul kekeringan, meningkatnya pencemaran air sungai, dan kerusakan lingkungan. Dbit sungai sangat bermanfaat bagi penyediaan air irigasi, kebutuhan air domestik, sanitasi lingkungan, dan penyokong kehidupan biota perairan dan serta lingkungan, namun debit tersebut secara langsung akan dipengaruhi oleh makin berkurang debit sungai. 113

Debit (m3/detik) 1..5. -.5-1. -1.5-2. -2.5 Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep CIU-1 CIS-1 CIT-1 CIM-1 CID-1 SER-1 SOL-1A SOL-1B BRA-1A BRA-1B Gambar 41. Pola perubahan debit per bulan dari masing-masing sungai di bagian hulu DAS 6.2. Kecenderungan Debit Sungai di Tengah 6.2.1. Kecenderungan Debit Tahunan Debit tahunan aliran sungai-sungai di bagian tengah daerah penelitian menunjukkan terjadi penurunan dengan tingkat signifikan yang lebih rendah dibandingkan dengan bagian di hulunya (Tabel 27). Besarnya penurunan debit yang ditunjukkan oleh kemiringan garis regresi berkisar antara -,66 m 3 /detik/tahun (CIT-2) hingga -36,63 m 3 /detik/tahun (SOL-2). Berturut-turut penurunan debit di masingmasing stasiun adalah sebagai berikut: CIU-2-14,11 m 3 /detik/tahun, CIS-2 11,49 m 3 /detik/tahun, CIM-2-13,1 m 3 /detik/tahun, CID-2-1,9 m 3 /detik/tahun, SER-2 31,23 m 3 /detik/tahun, dan BRA-2-18,56 m 3 /detik/tahun. Nilai b yang menyatakan intersep dalam regresi linier atau kapasitas debit awal berkisar antara 857,67 m 3 /detik di CIT-2 hingga 462,4 m 3 /detik/tahun di SOL-2. Jika dibandingkan dengan bagian hulu, nilai b di bagian tengah DAS mempunyai nilai yang lebih besar. Tingkat kekritisan yang dinyatakan dalam rasio antara nilai a dan b berkisar antara -,1 hingga -,13. Semakin kecil nilai rasionya maka semakin kecil tingkat kekritisan yang ada karena laju penurunan terhadap kapasitas awal semakin juga kecil. Dari indikator ini, CIS-2 memiliki tingkat kekritisan terbesar, sedangkan terendah 114

terjadi di CID-2. Pola kecenderungan debit dari sungai-sungai di bagian tengah DAS di daerah penelitian disajikan pada Gambar 42. Tabel 27. Pola kecenderungan debit sungai tahunan di bagian tengah DAS No Stasiun Mann-Kendall Regresi Linier Kekritisan Z Nilai a b (a/b) Signifikasi (m 3 /detik/thn) (m 3 /detik/thn) 1 CIU-2-2,23 * -14,11 1.31,5 -,1 2 CIS-2-2,33 * -11,49 898,75 -,13 3 CIT-2 -,28 -,66 857,67 -,1 4 CIM-2-1,54-9,94 1.97,2 -,1 5 CID-2-1,8 * -1,9 1.537,7 -,1 6 SER-2-2,1 * -31,23 3.282,2 -,1 7 SOL-2-1,9 + -36,63 4.62,4 -,9 8 BRA-2 -,99 - -1,22 1.888, -,1 Keterangan: Z = tingkat signifikasi trend; a = nilai slope/kemiringan garis regresi; b = nilai intersep atau nilai debit saat t = ; dan a/b = tingkat kekritisan, dimana makin kecil nilai rasionya maka makin kecil tingkat kekritisannya 6.2.2. Kecenderungan Debit Bulanan Sebagian besar pola kenderungan debit bulanan juga mengalami penurunan. Berbeda dengan di bagian hulu yang polanya hampir seragam, pola di bagian tengah cukup bervariasi. Berdasarkan Tabel 28 dan Gambar 43 penurunan debit aliran secara signifikan umumnya terjadi pada bulan Maret - Mei dan Oktober November. Pada bulan Mei seluruh stasiun debit menunjukkan adanya penurunan dengan tingkat signifikan yang tinggi, kecuali di stasiun CIT-2 dan CID-2. Pola yang ditunjukkan sama yaitu dari April ke Mei terjadi penurunan kemudian Mei ke Juni mengalami kenaikan. 115

18 16 14 12 1 8 6 4 2 12 14 Z = -2,23 Z = -2,33 Z = -,28 12 1 1 8 8 6 6 4 4 2 2 197 1975 198 1985 199 1995 2 25 Year 197 1975 198 1985 199 1995 2 25 197 1975 198 1985 199 1995 2 25 CIU-2 CIS-2 CIT-2 18 16 14 25. 45 Z = -1,54 Z = -1,8 Z = -2,1 4 2. 35 12 1 8 6 15. 1. 3 25 2 15 4 5. 1 2 5 197 1975 198 1985 199 1995 2 25. 197 1975 198 1985 199 1995 2 25 197 1975 198 1985 199 1995 2 25 CIM-2 CID-2 SER-2 8 7 6 4 Z = -1,9 Z = -,99 35 3 5 4 3 2 25 2 15 1 1 197 1975 198 1985 199 1995 2 25 5 197 1975 198 1985 199 1995 2 25 SOL-2 BRA-2 Gambar 42. Kecenderungan debit sungai di bagian tengah DAS 116

Tabel 28. Nilai Z hasil perhitungan metode Mann-Kendall yang menunjukkan kecenderungan naik (+) dan turun (-) dari debit bulanan di bagian tengah DAS No Stasiun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 1 CIU-2-1,82 -,81-2,5-2,27-1,82 -,97 -,81-1,4-1,1 -,45-1,23-1,39 2 CIS-2-1,61-2,11 -,63-1,43-2,43-1,56 -,23 -,53 -,3-1,14,11 -,71 3 CIT-2,96,17,32-1,24,,63,1 -,39-1,6, -,5-1,16 4 CIM-2,67,18,47 -,87-2,63-1,56 -,79-1,61 -,92-1,6-1,71 -,55 5 CID-2 -,3 -,59-1,61 -,85 -,65,71 -,6, -1,61-2,65-2,37,45 6 SER-2-1,3 -,9-2,31-1,91-1,91 -,74 -,23 -,42-1,35-1,92-1,81-1,29 7 SOL-2-1,26 -,32-1,7 -,92-2,16 -,82,,27 -,2,46 -,36-1,53 8 BRA-2-2,21 -,31,2 -,86-2,46-1,38-1,7-2,63-3,2-2,85-1,91-1,73 Keterangan: 1,645 Z < 1,96 ditandai arsir; 1,96 Z < 2,576 ditandai dengan cetak tebal; 2,576 Z < 3,292 ditandai dengan cetak tebal garis bawah; Z 3,292 ditandai dengan cetak tebal arsir Nilai Z 1.5 1..5. -.5-1. -1.5-2. -2.5-3. -3.5 Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov CIU-2 CIS-2 CIT-2 CIM-2 CID-2 SER-2 SOL-2 BRA-2 Gambar 43. Pola nilai Z dari debit bulanan di bagian tengah DAS Besarnya penurunan debit rata-rata sebesar 1,66 m 3 /detik/tahun di seluruh stasiun. Penurunan debit rata-rata terbesar terjadi di SER-2 2,96 m 3 /detik/tahun sedangkan terkecil rata-rata penurunan debit di CIT-2 yaitu,2 m 3 /detik. Sepanjang tahun, semua stasiun sungai mengalami penurunan, dimana secara musiman, rata-rata penurunan terbesar terjadi antara bulan April hingga Juni yaitu berkisar antara 2,13 m 3 /detik hingga 2,97 m 3 /detik dan antara bulan November Desember sebesar 2,16 2,39 m 3 /detik. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penurunan debit rata-rata terjadi selama masa peralihan musim, baik dari penghujan ke kemarau dan sebaliknya dari kemarau ke penghujan (Tabel 29 dan Gambar 44). 117

Tabel 29. Besarnya kenaikan (+) atau penurunan (-) debit bulanan dari nilai Q hasil perhitungan metode Mann-Kendall di bagian tengah DAS (m 3 /detik) No Stasiun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Qr 1 CIU-2-2,58 -,77-2,44-1,83-1,33 -,46 -,45 -,62 -,84 -,29 -,65-1,44-1,14 2 CIS-2-1,34-1,49 -,5-1,1-1,59-1,3 -,14 -,35 -,9 -,6,28 -,6 -,71 3 CIT-2,67,18,17-1,24 -,1,52,6 -,12 -,5 -,13 -,68-1,31 -,2 4 CIM-2,82,12,56-1,13-1,56 -,94 -,27 -,43 -,24 -,83 -,9 -,59 -,45 5 CID-2, -1,15-1,13 -,73 -,62,8 -,5,5-1,72-3,6-3,,44 -,89 6 SER-2-3, -2,35-4,3-3,27-4,16-1,58 -,31 -,64-3,19-4,75-4,67-3,29-2,96 7 SOL-2-6,8-1,14-7, -2,9-7,44-1,15,1,15 -,12,44 -,94-5,78-2,66 8 BRA-2-2,46 -,37,4-1,92-2,98-1,66-1,49-1,5-1,79-2,66-2,65-3,26-1,89 Rerata -1,91-1,58 -,63-2,37-2,13-2,97-1,15 -,8 -,57-1,28-2,39-2,16-1,66 2. 1.. -1. -2. -3. -4. -5. -6. -7. -8. Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov CIU-2 CIS-2 CIT-2 CIM-2 CID-2 SER-2 SOL-2 BRA-2 Gambar 44. Pola perubahan debit per bulan dari masing-masing sungai di bagian tengah DAS 6.3. Kecenderungan Debit Sungai di Hilir 6.3.1. Kecenderungan Debit Tahunan Tingkat signifikasi dari data debit tahunan di bagian hilir yang ditunjukkan oleh nilai Z terlihat bahwa semua stasiun memiliki nilai negatif, kecuali di CIT-3 dengan tingkat signifikansinya lebih rendah dibandingkan dengan di bagian hulu dan tengah. Kondisi ini memperlihatkan bahwa sebagian besar debit tahunan di bagian hilir memiliki kecenderungan menurun. Nilai Z dengan tingkat signifikasi terbesar terdapat di stasiun CIU-3 bernilai -2,96 (Tabel 3 dan Gambar 45). Nilai Z di CIT-3 bernilai positif yaitu,35. Artinya, kecenderungan debit di sungai Citarum di bagian hilir justru mengalami peningkatan debit selama periode tahun 1971-21 sebesar 1,66 m 3 /detik/tahun. Hal ini tentunya sangat dipengaruhi oleh 118

adanya pengaturan tata air dari waduk-waduk besar yang terdapat di DAS Citarum yaitu Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Dibandingkan dengan stasiun lainnya, fenomena ini hanya terjadi di stasiun CIT-3, sedangkan stasiun lain yang juga memiliki waduk besar seperti di DAS Brantas, kecenderungan debit tetap menunjukkan penurunan tetapi dengan tingkat signifikasi yang cukup rendah dibandingkan dengan stasiun-stasiun lainnya. Besarnya kenaikan dan penurunan debit tahunan bervariasi antara 1,66 m 3 /detik/tahun (CIT-3) hingga -45,76 m 3 /detik/tahun (SER-3), seperti yang disajikan pada Tabel 3. Pada stasiun-stasiun lain yang mengalami penurunan kecenderungan debit adalah CIU-3-14,3 m 3 /detik/tahun, CIS-3-2,94 m 3 /detik/tahun, CIM-3-8,74 m 3 /detik/tahun, CID-3-19,44 m 3 /detik/det, SOL-3-44,18 m 3 /detik/tahun, BRA-3A -17,82 m 3 /detik/det dan BRA-3B -15,92 m 3 /detik/tahun. Tabel 3. Pola kecenderungan debit sungai tahunan di bagian hilir DAS No Stasiun Mann-Kendall Regresi Linier Kekritisan Z Nilai a b (a/b) Signifikansi (m 3 /detik/thn) (m 3 /detik/thn) 1 CIU-3-2,96 ** -15,24 1.311,6 -,12 2 CIS-3-2,53 * -11,88 1.32, -,1 3 CIT-3,35 1,66 2.32,,1 4 CIM-3 -,4-5,56 1.588,7 -,1 5 CID-3-1,75 + -19,44 1.894,6 -,1 6 SER-3-2,42 * -56,11 4.129,3 -,14 7 SOL-3-1,92 + -44,18 5.681,4 -,8 8 BRA-3A -1,16-17,82 734,13 -,24 9 BRA-3B -,16-15,92 1.769,9 -,9 Keterangan: Z = tingkat signifikasi trend; a = nilai slope/kemiringan garis regresi; b = nilai intersep atau nilai debit saat t = ; dan a/b = tingkat kekritisan, dimana makin kecil nilai rasionya maka makin kecil tingkat kekritisannya 119

2 18 16 14 12 1 8 6 4 16 Z = -2,96 Z = -2,53 35 Z =,35 14 3 12 25 1 2 8 15 6 1 4 2 197 1975 198 1985 199 1995 2 25 2 197 1975 198 1985 199 1995 2 25 5 197 1975 198 1985 199 1995 2 25 CIU-3 CIS-3 CIT-3 25 2 25 5 Z = -,4 Z = -1,75 Z = -2,42 45 2 4 15 1 15 1 35 3 25 2 15 5 5 1 5 197 1975 198 1985 199 1995 2 25 197 1975 198 1985 199 1995 2 25 197 1975 198 1985 199 1995 2 25 CIM-3 CID-3 SER-3 9 8 7 12 3 Z = -1,92 Z = -1,16 Z = -,16 1 25 6 5 4 3 8 6 4 2 15 1 2 1 2 5 197 1975 198 1985 199 1995 2 25 197 1975 198 1985 199 1995 2 25 197 1975 198 1985 199 1995 2 25 SOL-3 BRA-3A BRA-3B Gambar 45. Kecenderungan debit sungai di bagian hilir DAS 12

6.3.2. Kecenderungan Debit Bulanan Berdasarkan Tabel 31 dan Gambar 46 terlihat bahwa pola kecenderungan debit bulanan memiliki pola yang berbeda dengan bagian hulu dan tengah. Tingkat signifikasi dari nilai Z bulanan juga lebih rendah daripada di bagian hulu dan tengah. Pada bulan Januari dan Februari sebagian besar nilai Z positif. Artinya kecenderungan debit semakin meningkat. Puncak kenaikan tersebut terjadi pada puncak musim penghujan yaitu bulan Januari. Hal ini merupakan salah satu indikasi penjelasan mengapa pada bulan Januari di bagian hilir daerah penelitian sering mengalami banjir. Pada bulan Maret, pola debit menurun kecuali di stasiun BRA-3B yang justru naik. Selanjutnya pada bulan April terjadi kenaikan nilai Z daripada bulan sebelumnya, namun masih mempunyai nilai negatif. Pada bulan Mei seluruh stasiun memiliki pola turun dengan nilai signifikasi yang cukup besar. Pada musim kemarau pola debit terus menurun, kecuali di stasiun CIT-3 yang debit sungainya dipengaruhi oleh pasokan dari waduk-waduk besar di DAS Citarum. Tabel 31. Nilai Z hasil perhitungan metode Mann-Kendall yang menunjukkan kecenderungan naik (+) dan turun (-) dari debit bulanan di bagian hilir DAS No Stasiun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 1 CIU-3-2,9,2-2,22-2,61-2,57 -,96-1,1-1,4-1,86 -,42 -,43-1,49 2 CIS-3,28 -,39-1,94-1, -,9 -,84-1,3-1,24 -,88-2,94 -,95,46 3 CIT-3 -,17,61,53 -,8 -,4,45 1,12,22,1 -,2,1 -,65 4 CIM-3,46-1,75-2,36-1,5-1,5 -,12 -,68-1,36-1,78, 1,22 -,98 5 CID-3 -,16 -,74 -,26-2,11-2,1 -,4 -,34 -,97 -,84-1,64-2,14 -,93 6 SER-3,49, -1,4-1,11-2,13-1,24 -,95 -,6-1,34-1,6-2,86-2,69 7 SOL-3 -,34 1,18-1, -,39-2,71-1,14-1,5-2,3-1,53 -,46, -1,21 8 BRA-3A -1,28-1,4 -,31 -,92 -,55-1,4-2,38-1,77-1,89-1,4 -,92 -,31 9 BRA-3B,, 1,4 -,93, -1,4-1,87-2,8-1,56-2,18, -,31 Keterangan: 1,645 Z < 1,96 ditandai arsir; 1,96 Z < 2,576 ditandai dengan cetak tebal; 2,576 Z < 3,292 ditandai dengan cetak tebal garis bawah; Z 3,292 ditandai dengan cetak tebal arsir 121

Nilai Z 2. 1.5 1..5. -.5-1. -1.5-2. -2.5-3. -3.5 Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov CIU-3 CIS-3 CIT-3 CIM-3 CID-3 SER-3 SOL-3 BRA-3A BRA-3B Gambar 46. Pola nilai Z dari debit bulanan di bagian hilir DAS Ditinjau dari besarnya debit yang mengalami perubahan kecenderungan, secara umum dapat dikatakan perubahan debit yang terjadi tidak terlalu ekstrem antar musimnya, kecuali untuk stasiun Porong (Tabel 32 dan Gambar 47). Meningkatnya debit Sungai Porong selama bulan Januari hingga Maret yaitu antara 4,99 m 3 /detik hingga 15,64 m 3 /detik sangat berkaitan dengan sistem pengaturan debit Sungai Brantas, dalam hal ini debit Sungai Porong dikendalikan di Mojokerto sebelum Sungai Brantas bercabang dua menuju ke laut. Kurang lebih 8% debit Sungai Brantas selama musim penghujan dialirkan ke Sungai Porong sedangkan 2% ke Sungai Surabaya (Hoekstra, 1989). Pada bulan April terjadi penurunan debit secara drastis mencapai -14,16 m 3 /detik. Pada bulan selanjutnya terjadi perubahan yakni debit naik pada bulan Mei dan selanjutnya mengalami penurunan debit hingga -8,72 m 3 /detik selama musim kemarau. Hal ini diduga karena debit Sungai Brantas tidak dialirkan ke Sungai Porong. 122

Tabel 32. Besarnya kenaikan (+) atau penurunan (-) debit bulanan dari nilai Q hasil perhitungan metode Mann-Kendall di bagian hilir DAS (m 3 /detik) No Stasiun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Qr 1 CIU-3-4,18,2-2,26-1,86-2,16 -,3 -,37 -,58-1,2 -,29 -,2-1,9-1,26 2 CIS-3,8 -,11 -,54 -,34 -,1 -,16 -,2 -,22 -,26 -,81 -,22,8 -,23 3 CIT-3 -,13,7,69 -,13 -,3,23,59,9,,,15 -,56,13 4 CIM-3 1,33-3,43-3,62-1,33 -,96 -,5 -,11 -,17 -,34, 1,69-1,14 -,68 5 CID-3 -,25-1,6 -,61-3,61-3,15 -,47 -,6 -,34 -,38-4,49-5,97-1,43-1,86 6 SER-3 1,86,4-2,6-3,78-5,25-2,54-1,41 -,5-2,27-6,32-11,36-6,19-3,32 7 SOL-3-1,58 5,13-6,6-2,19-8,85-2,66-1,13 -,95-1, -,88 -,17-5,54-2,16 8 BRA-3A -2,61-2,62 -,51-1,43 -,42-1,1-1,8-1,18-1,26 -,75-1,2 -,38-1,12 9 BRA-3B 4,89 6,75 15,64-14,16 1,24-4,61-5,3-5,81-4,97-8,72,61-3,64-1,51 Rerata -,7,56,2-3,2-2,18-1,3-1,9-1,2-1,3-2,47-1,83-2,3-1,33 Debit (m3/detik) 16 12 8 4-4 -8-12 -16 Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov CIU-3 CIS-3 CIT-3 CIM-3 CID-3 SER-3 SOL-3 BRA-3A BRA-3B Gambar 47. Pola perubahan debit per bulan dari masing-masing sungai di bagian hilir DAS 6.4. Karakteristik Hidrologi Perubahan trend debit sungai, baik di hulu, tengah dan di hilir dari 8 sungai-sungai utama di Jawa merupakan salah satu indikator dari kenyataan bahwa hidrologi sungai telah mengalami perubahan, namun demikian sungaisungai di Indonesia umumnya telah mengalami perubahan watak hidrologi. Perkembangan penggunaan lahan di sejumlah daerah aliran sungai-sungai di Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir ini telah memberi dampak berupa peningkatan frekuensi, debit, dan volume banjir dari sungai-sungai yang ada (Pawitan, 24). Selain itu, perubahan iklim global juga sangat mempengaruhi perubahan pola aliran yang ada, seperti terjadinya penurunan kecenderungan (trend) curah hujan tahunan (Aldrian, 27b). Proses perubahan yang terjadi 123

secara terus menerus tersebut jelas berimplikasi terhadap perubahan aliran sungaisungai di Jawa. Koefisien rejim sungai (KRS) yang merepresentasikan rasio antara debit maksimum dan minimum dalam periode waktu merupakan salah satu indikator watak hidrologi sungai yang sering digunakan. Idealnya KRS tersebut dihitung setiap tahun selama periode pengamatan yang panjang sehingga diketahui perubahan KRS. Namun keterbatasan data debit harian menyebabkan perhitungan KRS tersebut tidak dapat dihitung secara menyeluruh untuk tiap stasiun debit. Berdasarkan beberapa studi pustaka yang ada, maka KRS untuk delapan sungai utama di Jawa berturut-turut adalah Sungai Ciujung (189,5), Cisadane (143), Citarum (92), Cimanuk (713), Citanduy (111,2), Serayu (165), Bengawan Solo (541), dan Brantas (25). Stasiun debit sungai yang digunakan untuk menghitung KRS tersebut sebagian besar berada di hilir. Berdasarkan KRS tersebut, maka seluruh sungai di daerah penelitian tergolong kritis karena nilainya lebih dari 8 sesuai klasifikasi yang ditetapkan Beccera (1995). Trend debit tahunan sungai-sungai di Jawa menunjukkan penurunan, namun trend KRS menunjukkan adanya kenaikan. Berdasarkan data debit harian dari tahun 1974-23 di stasiun Padas (SOL-1A) di hulu Bengawan Solo dengan luas DAS kurang lebih 35 km 2, maka trend KRS terjadi kenaikan yang cukup besar (Gambar 48). Implikasi dari perubahan debit tahunan dan KRS tersebut memperlihatkan bahwa telah terjadi penurunan debit tahunan dengan distribusi debit secara musim yang makin besar disparitasnya. Debit musim penghujan meningkat namun debit musim kemarau berkurang. Kejadian-kejadian debit ekstrim pada saat musim hujan menghasilkan banjir sedangkan debit ekstrim kemarau mengindikasikan menurunnya debit sungai yang berasal dari mata air atau seepage air tanah. Kejadian di stasiun Padas ini menunjukkan bahwa kinerja dari debit sungai tersebut semakin buruk kondisinya. 124

16, 14, 12, 1, KRS 8, 6, 4, 2, - 1972 1974 1976 1978 198 1982 1984 1986 1988 199 1992 1994 1996 1998 2 22 24 Gambar 48. Trend KRS di stasiun Padas dari tahun 1974-23 Indikator lain yang sering digunakan untuk mengkaji karakteristik hidrologi sungai adalah koefisien variasi limpasan (CV = coefficent of variation) yang menunjukkan perbandingan varians dari beberapa harga rata-rata yang berbeda (Asdak, 1995). Berturut-turut CV sungai-sungai di daerah penelitian adalah sungai Ciujung (28,2), Cisadane (2,6), Citarum (9,6), Cimanuk (27,2), Citanduy (15,8), Serayu (13), Bengawan Solo (18,7), dan Brantas (14,4). Dengan menggunakan klasifikasi dari Walker and Reuter (1996), maka sungai Citarum tergolong baik; sungai Ciujung, Cisadane, Cimanuk, Citanduy, Serayu, Bengawan Solo dan Brantas tergolong sedang. Jika disandingkan dengan KRS ada indikasi bertolak belakang, karena dengan indikator KRS seluruhnya kritis namun dengan CV ada sungai yang tergolong baik hingga sedang. Oleh karena itu maka penggunaan metode kesehatan DAS yang mampu menggabungkan berbagai indikator yang dapat digunakan untuk penentuan klasifikasi baik-buruknya kondisi sungai yang ada menjadi sangat penting. 125