IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI WILAYAH STUDI. Kondisi DAS Citarum Propinsi Jawa Barat mempunyai beberapa sungai besar, antara lain Sungai Cisadane, Sungai Cimanuk, Sungai Citanduy, Sungai Cimandiri, dan Sungai Citarum termasuk diantaranya. Citarum adalah sungai terbesar dan terpanjang di daerah Jawa Barat (± kilometer). Berhulu di Cisanti, lereng Gunung Wayang salah satu anak Gunung Malabar daerah Bandung Selatan. Alur sungai melalui cekungan Bandung ke arah utara, melewati daerah kabupaten-kabupaten Cianjur, Purwakarta dan Karawang, bermuara di Laut Jawa, tepatnya di daerah Ujung Karawang. Daerah aliran sungai (DAS) Citarum merupakan salah satu DAS penting di Indonesia dan merupakan sungai terbesar dan terpanjang di Jawa Barat, di dalamnya terdapat Waduk yang sangat penting : Waduk Jatiluhur, Cirata dan Saguling. Ke (tiga) waduk tersebut berfungsi sebagai pemasok air dan pembangkit tenaga listrik yang sangat penting bukan hanya bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya, tapi juga masyarakat Pulau Jawa dan Madura. DAS Citarum terbagi : DAS Ciatrum Bagian Hulu, Tengah dan Hilir. DAS Citarum Hulu merupakan wilayah Cekungan Bandung. Luas DAS Citarum terbesar. Km², berasal dari Mata Air Gunung Wayang melalui ). Kabupaten Bandung, ) Kota Bandung, ) Kota Cimahi, ) Kab. Sumedang, ). Kab.Cianjur, ) Kab. Purwakarta, ). Kab. Bogor dan ). Kab. Karawang muara sungai Citarum.. Kondisi Tiga Buah Waduk di DAS Citarum DAS Citarum memiliki daerah tangkapan hujan dari buah waduk dengan total luas area., km. Waduk ini merupakan sumber untuk pembangkit tenaga listrik (PLTA) untuk daerah Jawa Barat dan sekitarnya. Selain itu waduk juga merupakan reservior air pertanian daerah Pantura, sumber air bersih Jakarta, dimanfatkan penduduk untuk budidaya ikan dengan teknik jala terapung (japung) di waduk. Ekosistem waduk juga menarik untuk kegiatan wisata.

2 a. Waduk Saguling Sumber: Perum Jasa Tirta II Gambar. Waduk Saguling Waduk Saguling yang berada di Kabupaten Bandung merupakan satu dari tiga waduk yang dibangun untuk memanfaatkan air Sungai Citarum. Luas Waduk ini adalah km. Meski dibangun belakangan, Waduk Saguling kondisinya lebih mengkhawatirkan ketimbang dua waduk lainnya di Sungai Citarum, yaitu Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur. Sebagai pintu pertama Sungai Citarum, di Saguling inilah semua kotoran disaring untuk pertama kali sebelum kemudian disaring kembali oleh Waduk Cirata dan terakhir oleh Waduk Jatiluhur. Matinya ribuan hingga jutaan ekor ikan yang diusahakan dengan sistem jaring apung di kawasan Waduk Saguling sudah menjadi hal yang biasa dan kecenderungannya semakin parah. Penyebab matinya ikan itu antara lain karena kekurangan oksigen dalam air, yang salah satunya dikarenakan sudah tingginya kandungan limbah di sekitar Waduk Saguling. Pada saat-saat tertentu, ketika pasokan air dari Citarum sangat besar, limbah yang semula mengendap di dasar itu bisa terangkat naik sehingga meracuni ikan-ikan yang berada di waduk itu. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air Waduk Saguling yang dilaksanakan bekerja sama dengan Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) Universitas Padjadjaran Bandung,, kualitas air Waduk Saguling sudah mengalami penurunan. Meningkatnya pencemaran di Waduk Saguling ditandai dengan meningkatnya populasi eceng gondok dan bau tidak

3 sedap yang disebabkan menguapnya HS (asam belerang). Penurunan kualitas air itu jelas membawa dampak pada operasional PLTA Saguling. Penurunan kualitas air antara lain disebabkan meningkatnya kandungan HS yang mengakibatkan kerusakan PLTA. Permasalahan utama kualitas air ini sesungguhnya dipicu oleh rendahnya komitmen pelaksanaan pengelolaan lingkungan dari industri-industri yang mengeluarkan limbah di sepanjang aliran Citarum. b. Waduk Cirata Sumber: Perum Jasa Tirta II Gambar. Waduk Cirata Waduk ini terdapat di kabupaten Purwakarta dengan luas waduk km. Waduk ini sangat penting manfaatnya karena menghasilkan produksi listrik paling besar diantara waduk lain yang mengalir di sepanjang sungai Citarum. Di Waduk Cirata, saat ini terdapat sekitar. petak jaring apung. Padahal berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat No. Tahun tentang Pengembangan Pemanfaatan Perairan Umum, Lahan Pertanian, dan Kawasan Waduk Cirata disebutkan bahwa jumlah jaring apung dibatasi hanya. petak saja dan harus seizin instansi terkait. Berbeda dengan Cirata, di Waduk Saguling jaring apung penduduk jumlahnya tidak banyak karena mutu air Saguling sudah tidak memungkinkan ikan jenis tertentu, seperti ikan emas, hidup. Hal ini tentu saja menambah jumlah polutan yang masuk ke dalam waduk, terutama disebabkan oleh pakan ikan yang digunakan. Kondisi seperti ini apabila didiamkan terus-

4 menerus, maka kualitas Waduk Cirata maupun Sungai Citarum yang berhubungan langsung dengan waduk akan semakin menurun. c. Waduk Jatiluhur Sumber: Perum Jasa Tirta II Gambar. Waduk Jatiluhur Waduk Jatiluhur dibangun pada sungai Citarum di daerah Kab. Purwakarta, Jawa Barat pada tahun. Bendungan ini mulai dioperasikan tahun. Pemanfaatan utama mula-mula untuk pembangkit tenaga listrik, namun kemudian konsep pembangunannya diintegrasikan untuk pemanfaatan segala keperluan sektor-sektor yang menyangkut air. Luas Waduk Jatiluhur adalah km. Saat ini kondisi waduk terus mengalami penurunan. Secara kuantitas, muka air waduk sudah mulai mengkhawatirkan. Pengukuran pada tanggal September tinggi muka air waduk adalah, meter. Artinya, apabila muka air waduk menurun, meter lagi sehingga mencapai meter, dipastikan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jatiluhur tidak dapat beroperasi dan harus dipasok oleh pembangkit listrik interkoneksi Pembangkit JawaBali untuk melakukan kegiatan sehari-hari, seperti tenaga untuk pompa listrik Saluran Tarum Timur pemasok air ke daerah irigasi, domestik, dan industri dari Subang sampai dengan Indramayu. Bahkan, Jakarta sebagai ibu kota negara akan terkena dampak langsungnya, seperti penurunan pasokan air minum, listrik yang implikasi dan

5 biaya ekonomi, sosial, dan politiknya sangat luar biasa. Dilihat dari kualitasnya, Waduk Jatiluhur juga tidak jauh berbeda dengan kedua waduk lain yang berada di aliran Citarum. Limbah yang masuk ke dalam waduk sudah sangat banyak, melebihi kemampuan waduk dalam mendegradasi sehingga kualitasnya selalu menurun dari waktu ke waktu.. Kondisi Hidrologi Berdasarkan informasi dari Perum Jasa Tirta II Jatiluhur), diketahui bahwa selama periode -, curah hujan (CH) tahunan rata-rata di wilayah hulu sebesar. mm (rata-rata dari pos penakar hujan), di wilayah tengah sebesar. mm (rata-rata dari pos penakar hujan), dan di wilayah hilir sebesar. mm (rata-rata dari pos penakar hujan). Sebaran curah hujan bulanan rata-rata tahun yang diambil pada pos di titik inlet Jatiluhur disajikan pada Gambar. mm jan feb mar apr mei jun jul agust sep okt nop des Sumber: Perum Jasa Tirta II Gambar. Curah Hujan Bulanan Rata-rata Tahun Berdasarkan data sebaran curah hujan bulanan rata-rata (Gambar ), terlihat bahwa bulan-bulan basah (CH > mm/bulan) terjadi pada bulan Oktober sampai April; sedangkan bulan yang lain (Juni sampai September) termasuk bulan kering (CH < mm/bulan). Potensi curah hujan yang cukup tinggi terutama dari hulu DAS akan berdampak pada tingginya potensi debit air sungai yang dihasilkan. Kondisi debit air yang cukup tinggi akan berpotensi

6 membawa/mengangkut polutan air dari limbah praktek pertanian dan limbah industri maupun domestik ke dalam badan air sungai yang kemudian terakumulasi dan terendapakan dalam waduk. Debit aliran Citarum yang diambil pada titik inlet Waduk Jatiluhur disajikan pada Gambar. m /det jan feb mar apr mei jun jul agust sep okt nop des Sumber: Perum Jasa Tirta II Gambar. Debit Aliran Citarum Tahun Berdasarkan data hasil pemantauan aliran Sungai Citarum yang dilakukan oleh Perum Jasa Tirta (PJT) II di stasiun pengambilan data debit yang terdapat di inlet Jatiluhur, diperoleh data debit harian rata-rata tiap bulan pada tahun yang ditampilkan pada Gambar. Dari gambar tersebut terlihat bahwa debit ratarata harian tertinggi terdapat pada bulan Maret-April dan November- Desember yang pada bulan tersebut curah hujannya tinggi atau mengalami musim hujan. Sedangkan debit rata-rata harian terendah terjadi pada bulan Agustus-September yang pada bulan tersebut curah hujannya sedikit atau mengalami musim kemarau. Jadi terdapat hubungan antara curah hujan dan debit yaitu semakin tinggi curah hujan maka debit aliran sungai semakin meningkat karena banyaknya air yang masuk ke sungai.

7 . Topografi dan Bentuk Wilayah Derajat kemiringan dan panjang lereng merupakan dua sifat yang utama dari topografi yang dapat mempengaruhi erosi, dengan makin curam dan makin panjang lereng maka makin besar kecepatan run-off dan bahaya erosi yang akan mempengaruhi sedimentasi yang masuk ke DAS Citarum. a. Kelerengan Wilayah DAS Identifikasi lebih lanjut terhadap kelerengan lahan DAS Citarum adalah mengelompokkan seluruh Sub DAS dalam DAS Citarum dengan melihat lerengan mana yang dominan. Dalam hal ini yang diperhatikan adalah kelerengan datarlandai (-%) dan kelerengan Curam-sangat Curam (>%),dengan kriteria sebagai berikut: Sub DAS yang >% luas lahannya berlereng >% dikategorikan dalam tipe morfologi lereng berat; Sub DAS yang luas lahannya -% berlereng >% dikategorikan dalam tipe morfologi lereng sedang; dan Sub DAS yang luas lahannya -% berlereng <% dikategorikan dalam tipe morfologi lereng landai. Identifikasi menghasilkan pengelompokan Sub DAS dalam DAS Citarum sebagai berikut, dan disajikan pada Tabel. Sub DAS Cikaso, Cimeta, Ciminyak dan Ciwidey: tipe morfologi lereng berat; Sub DAS Cibeet, Cicalengka, Cikundul, Cirasea, Cisangkuy, Ciosokan, Citarik dan Citarum Hulu: tipe morfologi lereng sedang; dan Sub DAS Cikapundung dan Citarum Hilir: tipe morfologi lereng landai. Secara keseluruhan DAS Citarum bertipe morfologi lereng Sedang, seluas, % dari luas lahannya kelerengannya kurang dari % dan,% dari luas lahannya kelerengan diatas %.

8 Tabel. Kelerengan Lahan DAS Citarum No Sub DAS % Luas Lereng Datar- Landai % Luas Lereng Curam-Sangat Curam Luas Sub DAS (ha) Tipe Morfologi DAS Cibeet,,., Sedang Cikapundung,,., Landai Cikaso,,,, Berat Cikundul,,., Sedang Cimeta,,., Berat Ciminyak,,., Berat Cirasea,,., Sedang Cisangkuy,,., Sedang Cisokan,,., Sedang Citarik,,., Sedang Citarum Hilir,,., Landai Ciwidey,,., Berat Sumber: BPDAS Citarum-Ciliwung b. Karakteristik Sungai Hasil analisa spatial terhadap sungai di DAS Citarum yang dilakukan BPDAS Citarum-Ciliwung disajikan dalam tabel berikut Tabel. Panjang Sungai dan Kepadatan Aliran Tiap Wilayah DAS/Sub Dalam DAS Citarum No Sub DAS Panjang Sungai Luas DAS Kerapatan Sungai (km) (km ) (km/km ) Cibeet.,.,, Cikapundung,,, Cikaso.,,, Cikundul,,, Cimeta,,, Ciminyak,,, Cirasea,,, Cisangkuy,,, Cisokan.,.,, Citarik,,, Citarum Hilir.,.,, Ciwidey,,, JUMLAH.,.,, Sumber: BPDAS Citarum-Ciliwung

9 . Penggunaan Lahan Data penggunaan lahan diperoleh dari proses digitasi Peta Citra Landsat dan Peta Thematic DAS Citarum. Atribut data yang digunakan sebagaimana penggabungan kedua peta tersebut. Tabel. Penggunaan Lahan DAS Citarum Penutupan Lahan Luas (ha) % Thd Luas DAS. Hutan Lahan Kering Sekunder.,,. Hutan Tanaman.,,. Ladang,,. Pemukiman.,,. Pertanian Lahan Kerig.,,. Pertanian Lahan Kering Campuran.,,. Sawah.,,. Semak/ Belukar.,,. Tanah Terbuka.,,. Tubuh Air,,. Hutan Lahan Kering Primer.,,. Perkebunan.,,. Tambak., JUMLAH.,, Sumber: BPDAS Citarum-Ciliwung. Sosial Ekonomi Penduduk a. Kependudukan Jumlah penduduk di DAS Citarum dalam tahun adalah.. dengan kepadatan penduduk. jiwa/ km. Sebaran penduduk di dalam kabupaten/ kota di wilayah DAS Citarum disajikan pada Tabel. Laju pertumbuhan penduduk rata-rata diseluruh DAS Citarum diperkirakan sebesar, % s/d, % pertahun (Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS Citarum). Tekanan penduduk antara, s/d, %. Dengan asumsi pertumbuhan penduduk mengikuti model exponential, dengan laju pertumbuhan penduduk dan tekanan penduduk yang paling tinggi berada di wilayah Citarum Hulu.

10 b. Mata Pencaharian Perekonomian utama penduduk di DAS Citarum adalah petani. Mata pencaharian lainnya yaitu pedagang, PNS/ TNI, buruh/ swasta, pengrajin, dan lain-lain. Pendapatan tahunan rata-rata penduduk di DAS Citarum adalah sebesar Rp..,- perkapita pertahun. Tabel. Kepadatan Penduduk Tiap Kabupaten/ Kota di DAS Citarum No Kabupaten/ Kota Jumlah Penduduk (jiwa) Jumlah KK Luas Wilayah (km ) Kepadatan Penduduk (jiwa/km ) Bandung....,. Kota Bandung...,. Kota Cimahi...,. Subang..., Purwakarta.., Karawang....,. Cianjur....,, Bogor..., Bekasi....,. JUMLAH..... Sumber : Survey Lapangan ()BPDAS Citarum-Ciliwung

11 B. KUALITAS AIR DAS CITARUM Kualitas Air DAS Citarum ditentukan dari parameter-parameter yang menentukan kualitas tersebut. Parameter-parameter tersebut sudah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor Tahun. Dalam Penelitian ini kualitas air diperoleh dari data sekunder dari Perum Jasa Tirta II. Perum Jasa Tirta II sudah melakukan pengukuran kualitas air dengan emngambil sampel air di tiap titik pantau. Perum Jasa Tirta II memiliki titik pantau yang tersebar di sepanjan galiran Citarum dari hulu di Mata Air Wangisagara sampai ke hilir di Muara Gembong. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana kualitas air Sungai Citarum dan kemudian akan dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor Tahun. Data yang sudah dibandingkan kemudian dibuat pola perubahannya atau trendline untuk mengetahui dititik mana saja terjadi perubahan kualitas air. Pola perubahan kualitas air ini dibuat dengan menggunakan software Microsoft Excel. Pola perubahan ini dibuat dengan menggunakan grafik regresi nonlinier dengan jarak sebagai variabel x dan adalah parameter kualitas air sebagai variabel y. Dari pola ini bisa dibuat Model Persamaan Kualitas air yang bisa digunakan untuk menentukan kualitas air pada titik yang tidak diketahui jaraknya. Pembagian wilayah hulu, tengah dan hilir dalam penelitian ini dibagi menjadi wilayah, antara lain: Bagian hulu : mata air wangisagara - inlet saguling Bagian tengah : outlet saguling - inlet jatiluhur Bagian hilir : outlet jatiluhur - muara gembong Titik pengukuran yang dilakukan PJT II adalah sebanyak titik yang tersebar dari hulu mata air sungai Citarum di Gunung Wayang sampai ke muara laut di Muara Gembong. Dalam skripsi ini titik pemantauan yang diambil sebanyak titik Titik-titik tersebut diambil karena ingin mengetahui pola perubahan kualitas air dan hubungannya terhadap jarak dari garis pantai. Penentuan titik-titik tersebut juga dibuat karena ingin melihat fenomena yang terjadi karena perubahan alam atau karena keadaan alam disekitar DAS Citarum seperti adanya waduk apakah mempengaruhi kualitas air. Jarak titik-titik

12 pemantauan ditentukan menggunakan software Map info. berdasarkan jarak dari garis pantai, antara lain:. Mata air Wangisagara :, km dari garis pantai. Inlet Saguling :, km dari garis pantai. Outlet Saguling :, km dari garis pantai. Inlet Cirat :, km dari garis pantai. Outlet Cirata :, km dari garis pantai. Inlet Jatiluhur :, km dari garis pantai. Outlet Jatiluhur :, km dari garis pantai. Bendung Curug :, km dari garis pantai. Rengasdengklok :, km dari garis pantai. Muara Gembong :, km dari garis pantai Parameter yang digunakan untuk pembuatan model adalah parameter BOD, COD dan TSS. Parameter BOD dan COD dipilih karena merupakan parameter kunci untuk menentukan tingkat pencemaran air dilihat dari banyaknya jumlah oksigen yang digunakan bahan organik untuk metabolisme kehidupannya. Nilai BOD dan COD berbanding terbalik dengan jumlah oksigen dalam air. Semakin tinggi jumlah BOD dan COD maka semakin buruk kualitas air karena jumlah oksigen yang terkandung dalam air semakin sedikit. Total Suspended Solid atau TSS dipilih karena nilai TSS dapat mengetahui seberapa total zat padat yang tidak terlarut dalam air. TSS dapat menentukan tingkat sedimentasi suati perairan. Semakin tinggi TSS maka semakin tinggi juga sedimentasi yang terdapat di perairan tersebut. Sedimentasi yang ada di air bisa berasal dari limbah pertanian dan perkebunan yang banyak terdapat di sepanjang aliran sungai. Erosi juga mempengaruhi tingkat sedimentasi. Berikut adalah pola perubahan kualitas air DAS Citarum tiap bulan pada tahun yang disajikan dalam grafik regresi non linear.

13 . BOD dan COD di DAS Citarum a. Januari.. (mg/l)..... R² COD =, R² BOD =, Gambar. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Januari Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan Januari didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:. Parameter BOD adalah y = E-x - E-x +,x +, dengan R =,. Parameter COD adalah y = E-x - E-x +,x +, dengan R =, Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD pada bagian hulu naik, kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi sampai titik (Rengasdengklok) kemudian turun sampai titik (MuaraGembong). Penigkatan nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke sungai. Pada bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya:

14 Tabel. Kelas Air Bulan Januari Bulan Bagian BOD (mg/l) Kelas COD (mg/l) Kelas hulu,-, II, III,-, I,II Januari tengah,-, II, III, IV,-, I,II,III hilir,-, II, III, IV,-, I,II,III b. Februari. (mg/l) R² COD =, R² BOD =, Gambar. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Februari Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan Februari didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:. Parameter BOD adalah y = E-x - E-x +,x +, dengan R =,. Parameter COD adalah y = - E-x +,x +, dengan R =, Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD pada bagian hulu naik, kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi dan kemudian turun sampai titik (MuaraGembong). Penigkatan nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke sungai. Pada bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya:

15 Tabel. Kelas Air Bulan Februari Bulan Bagian BOD (mg/l) Kelas COD (mg/l) Kelas Februari hulu,-, III,-, I,II tengah,-, I,II,III -, I hilir,-, I,II,III,IV -, I,II c. Maret (mg/l) R² COD =, R² BOD =, Gambar. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Maret Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan Maret didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:. Parameter BOD adalah y = E-x - E-x +,x +, dengan R =,. Parameter COD adalah y y = E-x - E-x +,x +, dengan R =, Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD pada bagian hulu naik, kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi sampai titik (Rengasdengklok) kemudian turun sampai titik (MuaraGembong). Penigkatan nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke sungai. Pada

16 bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya: Tabel. Kelas Air Bulan Maret Bulan Bagian BOD (mg/l) Kelas COD (mg/l) Kelas hulu, -, III -, I,II Maret tengah, -, II,III,IV,-, I,II hilir,-, III,-, I,II d. April... (mg/l) R² COD =, R² BOD=,. Gambar. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan April Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan April didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:. Parameter BOD adalah y = E-x - E-x + E-x +, dengan R =,. Parameter COD adalah y = - E-x + E-x +, dengan R =, Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD pada bagian hulu naik dengan drastis, kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi secara perlahanlahan. Penigkatan nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke

17 sungai. Pada bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya. Tabel. Kelas Air Bulan April Bulan Bagian BOD (mg/l) Kelas COD (mg/l) Kelas April hulu,-, III,IV, -, I,II tengah,-, II,III,IV,-, I,II hilir, -, III,-, I,II e. Mei. (mg/l) R² COD=, R² BOD=, Gambar. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Mei Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan Mei didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:. Parameter BOD adalah y = E-x - E-x +,x +, dengan R =,. Parameter COD adalah y = E-x - E-x +,x -, dengan R =, Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD pada bagian hulu naik, kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi dan kemudian turun sampai

18 titik (MuaraGembong). Penigkatan nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke sungai. Pada bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya. Tabel. Kelas Air Bulan Mei Bulan Bagian BOD (mg/l) Kelas COD (mg/l) Kelas hulu, -, III,IV, -, I,II Mei tengah, -, I,II,III -, I hilir, -, I,II,III,IV -, I,II f. Juni (mg/l) R² COD=, R² BOD =, Gambar. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Juni Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan Juni didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:. Parameter BOD adalah y = E-x -,x +, dengan R =,. Parameter COD adalah y = E-x - E-x +, dengan R =, Pada bulan Juni berbeda dengan bulan-bulan lain. Di titik mata air Wangisagara nilai BOD dan COD sudah tinggi, kemudian turun sampai ke titik

19 (Inlet Saguling). Pada bagian tengah naik dan pada bagian hilir turun. Perbedaan ini bisa diakibatkan berbagai macam penyebab, salah satunya mungkin kesalahan saat pengukuran. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya. Tabel. Kelas Air Bulan Juni Bulan Bagian BOD (mg/l) Kelas COD (mg/l) Kelas Juni hulu,-, III,IV, -, II tengah, -, I,II,III -, I,II hilir,-, III,-, I,II g. Juli (mg/l) R² COD=, R² BOD=, Gambar. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Juli Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan Juli didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:. Parameter BOD adalah y = E-x -,x +, dengan R =,. Parameter COD adalah y = E-x -,x +, dengan R =, Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD dan COD pada bagian hulu naik, kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi sampai titik

20 (Rengasdengklok) kemudian turun sampai titik (MuaraGembong). Penigkatan nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke sungai. Pada bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya Tabel. Kelas Air Bulan Juli Bulan Bagian BOD (mg/l) Kelas COD (mg/l) Kelas hulu,-, I,II,III,IV -, I,II Juli tengah, -, III,IV, -, I,II hilir, -, I,II,III,IV -, I,II h. Agustus (mg/l) R² COD =, R² BOD=, Gambar. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Agustus Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan Agustus didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:. Parameter BOD adalah y = E-x - E-x +,x +, dengan R =,. Parameter COD adalah y = - E-x +,x +, dengan R =,

21 Pada bulan Agustus juga berbeda dengan bulan lain. Pada bulan ini di titik hulu tidak terjadi kenaikan nilai BOD dan COD. Pada bagian tengah malah terjadi kenaikan nilai BOD dan COD sampai ke bagian hilir di Rengasdengklok.. Kemudian turun setelah melewati titik Rengasdengklok. Setelah melewati Rengasdengklok terjadi penurunan nilai parameter, hal ini mungkin diakibatkan semakin berkurangnya debit air. Tapi kemungkinan ini perlu ditinjau lagi dengan penelitian yang lebih mendalam. Perbedaan pola ini dengan pola pada bulan lain mengkin diakibatkan kesalahan saat pengukuran. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya: Tabel. Kelas Air Bulan Agustus Bulan Bagian BOD (mg/l) Kelas COD (mg/l) Kelas hulu, -, I I Agustus tengah,-, III,IV, -, I,II hilir, -, III-diluar kelas -, I,II i. September. (mg/l)..... R² COD=, R² BOD=, Gambar. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan September Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan September didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:

22 . Parameter BOD adalah y = - E-x +,x +, dengan R =,. Parameter COD adalah y = - E-x +,x -, dengan R =, Sama seperti bulan Agustus, pada bulan September berbeda dengan bulan-bulan lain. Pada bulan ini di titik hulu malah terjadi penurunan nilai BOD dan COD. Pada bagian tengah terjadi kenaikan nilai BOD dan COD sampai ke bagian hilir di Rengasdengklok.. Kemudian turun setelah melewati titik Rengasdengklok. Setelah melewati Rengasdengklok terjadi penurunan nilai parameter, hal ini mungkin diakibatkan semakin berkurangnya debit air Perbedaan ini mengkin diakibatkan kesalahan saat pengukuran. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya: Tabel. Kelas Air Bulan September Bulan Bagian BOD (mg/l) Kelas COD (mg/l) Kelas hulu,-, II,III,IV, -, I sep tengah, -, II,III,IV, -, I,II hilir,-, I,II,III,IV -, I,II j. Oktober R² =, (mg/l) R² =, Gambar. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Oktober

23 Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan Oktober didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:. Parameter BOD adalah y = - E-x + E-x +, dengan R =,. Parameter COD adalah y = - E-x + E-x +, dengan R =, Bulan Oktober pola perubahan kualitas airnya relatif konstan. Perubahan yang terjadi tidak terlalu drastis seperti bulan-bulan lain. Pada bulan ini dibagian hulu nilai parameter naik, pada bagian tengah nilai parameter turun dan pada bagian hilir nilai parameter naik lagi. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya Tabel. Kelas Air Bulan Oktober Bulan Bagian BOD (mg/l) Kelas COD (mg/l) Kelas hulu,-, II,III, -, I Oktober tengah,-, I,II,III -, I,II hilir, -, I,II,III -, I k. November... R² COD=, (mg/l)... R² BOD =,. Gambar. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan November Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan November didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:

24 . Parameter BOD adalah y = E-x - E-x +,x +, dengan R =,. Parameter COD adalah y = E-x - E-x +,x +, dengan R =, Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD dan COD pada bagian hulu naik, kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi sampai titik (Rengasdengklok) kemudian turun sampai titik (MuaraGembong). Penigkatan nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke sungai. Pada bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya Tabel. Kelas Air Bulan November Bulan Bagian BOD (mg/l) Kelas COD (mg/l) Kelas hulu, -, III,IV, -, II tengah, -, III,IV,-, I,II,III hilir, -, III,IV, -, I,II l. Desember November (mg/l) R² COD =, R² BOD=, Gambar. Pola Penyebaran BOD dan COD Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Desember Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak titik pantau dari garis pantai bulan Desember didapat model matematis perubahan kualitas air sebagai berikut:

25 . Parameter BOD adalah y = - E-x + E-x + E-x +, dengan R =,. Parameter COD adalah y = -E-x + E-x + E-x +, dengan R =, Dari grafik terlihat bahwa nilai BOD dan COD pada bagian hulu naik, kemudian pada bagian tengah turun, pada bagian hilir naik lagi sampai titik (Rengasdengklok) kemudian turun sampai titik (MuaraGembong). Penigkatan nilai BOD diakibatkan adanya bahan pencemar yang masuk ke sungai. Pada bagian hulu terdapat banyak industri tekstil sehingga kualitas air menurun. Berikut adalah tabel kelas air yang dibagi berdasarkan wilayahnya Tabel. Kelas Air Bulan Desember Bulan Bagian BOD (mg/l) Kelas COD (mg/l) Kelas hulu,-, I,II,III,IV -, I,II Desember tengah,-, II,III, -, I,II hilir, -, II,III,IV,-, I,II Pada bulan-bulan dengan curah hujan tinggi (>mm) menurut klasifikasi Schmidth-Ferguson, yaitu dari November-Mei terlihat bahwa pola perubahannya hampir sama yaitu pada bagian hulu naik, pada bagian tengah turun dan pada bagian hilir naik lagi. Sedangkan pada bulan-bulan dengan curah hujan sedikit (<mm) yaitu dari Juni-Oktober terjadi perbedaaan dengan bulan basah. Fenomena ini terjadi karena perubahan debit yang mengalir di sungai tersebut. Debit ini dapat mempengaruhi perubahan parameter kualitas air karena limbah yang masuk ke sungai akan tercampur dengan air sehingga limbah tersebut terjadi pengenceran. Nilai COD yang terjadi pada perubahan kualitas air nilainya lebih tinggi dari nilai BOD karena bahan yang stabil (tidak terurai) dalam uji BOD dapat teroksidasi dalam uji COD. Misalnya, selulosa sering tidak terukur dalam uji BOD karena sulit dioksidasi/ diuraikan, tetapi dapat dioksidasi melalui uji COD. Umumnya, besar nilai COD kira-kira dua kali lipat nilai BOD karena senyawa kimia yang dapat dioksidasi secara kimiawi lebih besar dibandingkan dengan oksidasi secara biologis.

26 Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam maupun dari aktivitas rumah tangga dan industri, misalnya pabrik bubur kertas (pulp), pabrik kertas dan industri makanan. Makin besar nilai BOD atau COD, makin tinggi tingkat pencemaran suatu perairan. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan da pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari mg/l, sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari mg/l dan pada limbah industri dapat mencapai. mg/l Dari pola penyebaran BOD dan COD terhadap jarak dari garis pantai pada tahun dari bulan Januari-Desember terlihat bahwa pola penyebarannya fluktiatif dan tidak terpengaruh terhadap jarak. Perubahan kualitas air ternyata sangat berpengaruh terhadap sumber pencemar. Sumber pencemar bisa berasal dari limbah industri maupun domestik. Perubahan kualitas air juga berpengaruh terhadap perubahan curah hujan dan debit karena akan terjadi pengenceran limbah dengan air yang mengalir di sungai. Hal ini dibuktikan dengan grafik perubahan kualitas air pada bulan kering (Juni-Oktober). Pada bulan ini pola perubahan kualitas airnya berbeda dengan bulan basah (September-Mei). Pada bagian tengah nilai BOD dan COD cenderung menurun karena pada daerah tersebut terdapat waduk-waduk dimana waduk tersebut bisa menurunkan polutan limbah yang masuk ke waduk. Sehingga pada waduk Saguling yang merupakan pintu masuk ke bagian tengah kondisinya sangat parah. Ini membuktikan bahwa waduk memiliki fungsi self purification yaitu fungsi waduk yang dapat memperbaiki sendiri kualitas air yang masuk karena bisa mengendap ke dasar waduk. Sehingga air yang keluar dari waduk kandungan bahan polutannya mangalami penurunan. Pada bagian hilir dari outlet Jatiluhur sampai ke Muara Gembong rata-rata nilai BOD dan COD mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena setelah keluar dari outlet Jatiluhur sungai Citarum melewati daerah masyarakat dan daerah industri sehingga kualitas airnya kembali menurun. Ini terlihat dari meningkatnya nilai BOD dan COD yang terdapat pada titik tersebut.

27 . TSS di DAS Citarum TSS (Total Suspended Solid) adalah jumlah berat (mg/l) kering lumpur yang ada di dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran, mikron. Total Suspended Solid atau TSS dipilih karena nilai TSS dapat mengetahui seberapa total zat padat yang tidak terlarut dalam air. TSS dapat menentukan tingkat sedimentasi suati perairan. Semakin tinggi TSS maka semakin tinggi juga sedimentasi yang terdapat di perairan tersebut. Sedimentasi yang ada di air bisa berasal dari limbah pertanian dan perkebunan yang banyak terdapat di sepanjang aliran sungai. Erosi juga mempengaruhi tingkat sedimentasi. Berikut adalah pola perubahan kualitas air DAS Citarum tiap bulan pada tahun yang disajikan dalam grafik regresi non linear. a. Januari TSS (mg/l) y = - E-x + E-x -.x +. R² =. Gambar. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Januari Dari grafik diatas terlihat bahwa pada bagian hulu di mata air Wangisagara nilai TSS sudah tinggi, kemudian menurun sampai ke titik inlet Saguling. Pada bagian tengah nilai TSS meningkat. Pada bagia hilir nilai TSS menurundari outlet Jatiluhur sampai ke titik Bendung Curug, kemudian meningkat kembali sampai Muara Gembong.

28 b. Februari TSS (mg/l) y = - E-x + E-x -.x +. R² =. Gambar. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Februari Sama seperti bulan Januari, pada bulan Februari pola perubahan kualitas airnya hampir sama hanya saja pada bahian hilir nilai TSS menurun. Pada bagian hulu niali TSS sudah tinggi, hal ini dikarenakan pada mata air Wangisagara keadaan lahan disana sudah sedikit pohon dan tanahnya kritis sehingga dimungkinkan terjadi erosi yang dapat menambah bahat yang tidak terlarut dalam air (TSS) menjadi meningkat. c. Maret TSS (mg/l) y = E-x - E-x +.x +. R² =. Gambar. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Maret

29 Pada Bulan Maret nilai TSS bagian hulu cenderung menurun sampai ke bagian tengah di titik inlet Cirata. Pada bagian tengah kemudian meningkat sampai ke bagian hilir di Muara Gembong. d. April TSS (mg/l) y = - E-x + E-x -.x +. R² =. Gambar. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan April Pada bulan April nilai TSS bagian hulu menurun sampai ke bagian tengah di titik outlet Jattiluhur kemudian meningkat lagi sampai di outlet Jatiluhur. Pada bagian hilir di titik Bendung Curug nilai TSS menurun sampai di Rengasdengklok, kemudian meningkat lagi di Muara Gembong. e. Mei TSS (mg/l) y = E-x - E-x -.x +. R² =. Gambar. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Mei

30 Pada bulan Mei nilai TSS bagian hulu meningkat sampai di titik inlet Saguling. Kemudian pada bagian tengah menurun dan pada bagian hilir meningkat lagi secara drastis sampai ke Muara Gembong. f. Juni TSS (mg/l) y = E-x + E-x -.x +. R² =. Gambar. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Juni Pada bula Juni sama seperti bulan Mei, pada bagian hulu nilai TSS meningkat kemudian menurun pada bagian tengah dan meningkat lagi secara dratis sampai ke Muara Gembong g. Juli y = E-x - E-x +.x +. R² =. TSS (mg/l) Gambar. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Juli

31 Bulan Juli sama seperti bulan Mei dan Juni, pada bagian hulu nilai TSS meningkat kemudian menurun pada bagian tengah dan meningkat lagi secara dratis sampai ke Muara Gembong. h. Agustus TSS (mg/l) y = -E-x + E-x -,x +, R² =, Gambar. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Agustus Pada bulan Agustus merupakan bulan kering dimana curah hujan sedikit dan debit kecil memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan nilai TSS yang dilihat pada bagian hulu dimana pada titik inlet Saguling nilai TSS meningkat drastis sampai melebihi baku mutu dan tidak masuk dikelas manapun. Setelah masuk ke waduk pada bagian tengah nilai TSS menurun kemudian pada bagian hilir meningkat lagi sampai ke Muara Gembong

32 i. September TSS (mg/) y = - E-x + E-x -.x +. R² =. Gambar. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan September Pada bulan September pola perubahannya sama sepertu bulan Agustus, tetapi pada bulan ini tidak terjadi kenaikan nilai TSS yang drastis di titik inlet Saguling. Setelah masuk ke waduk pada bagian tengah nilai TSS menurun kemudian pada bagian hilir meningkat lagi sampai ke Muara Gembong j. Oktober y = E-x - E-x +.x +. R² =. TSS (mg/l) Gambar. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Oktober

33 Pada bulan Oktober nilai TSS bagian hulu sama sampai di titik inlet Saguling. Kemudian pada bagian tengah menurun dan pada bagian hilir meningkat lagi secara drastis sampai ke Muara Gembong. k. November TSS (mg/l) y = - E-x + E-x -.x +. R² =. Gambar. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan November Pada bulan November nilai TSS pada bagian hulu menurun sampai di titik inlet Cirata kemudian pada bagian tengah naik lagi sampai ke titik outlet Jatiluhur. Pada bagian hilir menurun sampai di Rengasdengklok kemudian meningkat lagi sampai di Muara Gembong l. Desember TSS (mg/l) y = - E-x + E-x -.x +. R² =. Gambar. Pola Penyebaran TSS Terhadap Jarak dari Garis Pantai Bulan Desember

34 Pada bulan Desember polah perubahan nilai TSS adalah; pada bagian hulu meningkat sampai di inlet Saguling, kemudian pada bagian tengah dan hilir terus menurun sampai ke Muara Gembong Berikut adalah data parameter TSS yang menentukan kualitas air sungai Citarum akan disajikan pada tabel. Tabel. Kelas Air TSS Tahun TSS Bulan Bagian (mg/l) Kelas Bulan TSS (mg/l) Kelas Januari hulu - III,IV Juli - III,IV tengah - III,IV - III,IV hilir - III,IV - III,IV III,IV III,IV-diluar Februari hulu - - kelas Agustus tengah - III,IV - III,IV hilir - III,IV - III,IV Maret hulu - III,IV September - III,IV April Mei Juni tengah - III,IV - III,IV III,IV III, IV-diluar hilir - - kelas hulu - III,IV - III,IV tengah - III,IV Oktober - III,IV hilir - III,IV - III,IV hulu III,IV - III,IV tengah - III,IV November - III,IV hilir - III,IV - III,IV hulu - III,IV - III,IV tengah - III,IV Desember - III,IV hilir - II, III,IV - III,IV Kelas ini sebenarnya bertujuan untuk membagi kualitas air berdasarkan peruntukannya. Tapi apabila air telah memenuhi beberapa parameter fisika, kimi dan biologi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Tapi karena dalam penelitian ini hanya dilihat parameter TSS saja maka data yang telah dibandingkan dengan Baku Mutu PP Tahun maka belum bisa dimasukkan ke dalam kelas-kelas sesuai peraturan menurut peruntukannya. Pemilihan parameter TSS sebenarnya untuk melihat sejauh mana tingkat sedimentasi dari sungai Citarum. Dari tabel diatas terlihat bahwa nilai TSS tiap bulan tahun pada tiap bagian hulu, tengah dan hilir sebagian besar dalam

35 kelas III dan IV. Hal ini menunjukkan bahwa sungai Citarum tingkat sedimentasinya tinggi karena bahan yang tidak terlarut dalam airnya juga tinggi. Pada bulan Agustus pada bagian hulu dan bulan September pada bagian hilir nilai TSS melebihi baku mutu sehingga tidak masuk ke kelas manapun. Dari data diatas maka dapat disimpulkan tingkat sedimentasi dari sungai Citarum sudah mengkhawatirkan. Pola perubahan TSS nilainya fluktuatif dan tidak berpengaruh terhadap perubahan jarak. Nilai TSS berpengaruh terhadap adanya sumber pencemar atau tidak. Sumber pencemar yang mempengaruhi nilai TSS adalah limbah paertanian, perkebunan dan tingkat erosi. Curah hujan dan debit juga mempengaruhi nilai TSS. Pada bulan-bulan basah yang terjadi pada bulan November-Mei nilai TSS pada titik dan (Outlet Cirata dan Inlet Jatiluhur) terjadi peningkatan. Hal ini terjadi karena pada daerah tersebut merupakan lahan kering yang memungkinkan untuk terjadinya erosi dan sedimentasi sehingga pada daerah tersebut terjadi peningkatan nilai TSS. Nilai TSS juga berpengaruh pada bulan-bulan kering yang terjadi pada bulan Juni-Oktober dimana curah hujan dan debit menurun. Pada bulan ini di bagian hulu terjadi peningkatan nilai TSS. Hal ini terjadi karena pada bagian hilir debit air semakin kecil, ditambah lagi adanya bahan yang tidak larut dalam air (TSS) sehingga nilai TSS tinggi pada bulan kering.

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 23 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini memanfaatkan data sekunder yang tersedia pada Perum Jasa Tirta II Jatiluhur dan BPDAS Citarum-Ciliwung untuk data seri dari tahun 2002 s/d

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI IV. 1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Daerah Aliran sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat dengan luas 6.614 Km 2 dan panjang 300 km (Jasa Tirta

Lebih terperinci

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003 LAMPIRAN 34 Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003 Bulan Cikapundung Citarik Cirasea Cisangkuy Ciwidey mm Januari 62,9 311 177 188,5 223,6 Februari 242,1 442 149 234 264 Maret 139,3 247 190

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Untuk melangsungkan kehidupannya itu, manusia banyak melakukan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Untuk melangsungkan kehidupannya itu, manusia banyak melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk hidup, tidak lepas dari lingkungan sebagai sumber kehidupan. Untuk melangsungkan kehidupannya itu, manusia banyak melakukan caranya

Lebih terperinci

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen pokok dan mendasar dalam memenuhi kebutuhan seluruh makhluk hidup di bumi. Menurut Indarto (2012) : Air adalah substansi yang paling melimpah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4. 1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat. Sungai Citarum berhulu dari mata air di Gunung Wayang,

Lebih terperinci

7. PERUBAHAN PRODUKSI

7. PERUBAHAN PRODUKSI 7. PERUBAHAN PRODUKSI 7.1. Latar Belakang Faktor utama yang mempengaruhi produksi energi listrik PLTA dan air minum PDAM adalah ketersedian sumberdaya air baik dalam kuantitas maupun kualitas. Kuantitas

Lebih terperinci

Bab III Studi Kasus. Daerah Aliran Sungai Citarum

Bab III Studi Kasus. Daerah Aliran Sungai Citarum Bab III Studi Kasus III.1 Daerah Aliran Sungai Citarum Sungai Citarum dengan panjang sungai 78,21 km, merupakan sungai terpanjang di Propinsi Jawa Barat, dan merupakan salah satu yang terpanjang di Pulau

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Tititk Pemantauan DAS Citarum

Lampiran 1. Peta Tititk Pemantauan DAS Citarum 9 Lampiran 1. Peta Tititk Pemantauan DAS Citarum Sumber: Kementrian Lingkungan Hidup 2010 60 S. C itarum S. C ileu ngsi S. C ikeas S. C inangka S. C ikem bang S. C iasem S. C ipam ingkis S. C ibeet S.

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI Metode Mann-Kendall merupakan salah satu model statistik yang banyak digunakan dalam analisis perhitungan pola kecenderungan (trend) dari parameter alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sub DAS Cikapundung 4.1.1 Letak dan luas Daerah Sungai Cikapundung terletak di sebelah utara Kota Bandung Provinsi Jawa Barat, dan merupakan bagian hulu Sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kawasan yang berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan sampai akhirnya bermuara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Lokasi Studi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Lokasi Studi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Waduk Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta (±9 km dari pusat Kota Purwakarta). Bendungan itu dinamakan oleh pemerintah Waduk Ir. H. Juanda,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) Citarum merupakan salah satu DAS terbesar di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas 11.44 ribu kilometer persegi. Curah hujan tahunan 3 ribu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejalan dengan hujan yang tidak merata sepanjang tahun menyebabkan persediaan air yang berlebihan dimusim penghujan dan kekurangan dimusim kemarau. Hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIS PERUBAHAN KUALITAS AIR SUNGAI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CISADANE. Oleh NURLEYLA HATALA F

MODEL MATEMATIS PERUBAHAN KUALITAS AIR SUNGAI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CISADANE. Oleh NURLEYLA HATALA F MODEL MATEMATIS PERUBAHAN KUALITAS AIR SUNGAI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CISADANE Oleh NURLEYLA HATALA F14103004 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

KAJIAN KUALITAS AIR UNTUK AKTIFITAS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KRUENG ACEH Susi Chairani 1), Siti Mechram 2), Muhammad Shilahuddin 3) Program Studi Teknik Pertanian 1,2,3) Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Perikanan Kabupaten Bandung Secara astronomi Kabupaten Bandung terletak pada 107 22-108 50 Bujur Timur dan 6 41-7 19 Lintang Selatan. Berdasarkan tofografi, wilayah

Lebih terperinci

PENYUSUNAN MASTER PLAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DAS MUSI BERBASIS DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG

PENYUSUNAN MASTER PLAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DAS MUSI BERBASIS DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG PENYUSUNAN MASTER PLAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DAS MUSI BERBASIS DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG Oleh Budi Kurniawan Kasubdit Inventarisasi dan Alokasi KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DITJEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah dataran yang dibatasi oleh punggung bukit yang berfungsi sebagai daerah resapan, penyimpanan air hujan dan juga sebagai pengaliran

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Objektif Kota Bekasi 5.1.1 Keadaan Geografis Kota Bekasi Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15 LS dengan ketinggian 19 meter diatas

Lebih terperinci

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I Jl. Surabaya 2 A, Malang Indonesia 65115 Telp. 62-341-551976, Fax. 62-341-551976 http://www.jasatirta1.go.id

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN 4.1 Topografi dan Tata Sungai DAS Citarum Hulu merupakan suatu cekungan yang dikelilingi oleh pegunungan Tangkuban Perahu di daerah utara dengan puncaknya antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub DAS Cikapundung berada di bagian hulu Sungai Citarum dan merupakan salah satu daerah yang memberikan suplai air ke Sungai Citarum, yang meliputi Kab. Bandung Barat,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 18 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi Umum Waduk Cirata Waduk Cirata merupakan salah satu waduk dari kaskade tiga waduk Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Waduk Cirata terletak diantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH

ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH Nurmalita, Maulidia, dan Muhammad Syukri Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Syiah Kuala, Darussalam-Banda Aceh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009. Lokasi penelitian berada di wilayah DAS Cisadane segmen Hulu, meliputi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah dan Perkembangan Untuk memenuhi kebutuhan listrik maka pada tahun 1957 PLN bertugas menyelenggarakan rencana Pembangunan Waduk Ir.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KEADAAN UMUM DAERAH 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Saluran Tarum Barat di mana saluran ini merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem di Pulau Jawa. Dieng berada di ketinggian antara 1500

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem di Pulau Jawa. Dieng berada di ketinggian antara 1500 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Dieng merupakan salah satu kawasan penting dalam menyangga keseimbangan ekosistem di Pulau Jawa. Dieng berada di ketinggian antara 1500 sampai dengan 2093

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Waduk adalah genangan air dalam suatu cekungan permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun sengaja dibuat oleh manusia untuk berbagai kepentingan, yang airnya

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI III.1 LETAK DAN KONDISI WADUK CIRATA Waduk Cirata merupakan salah satu waduk dari kaskade tiga waduk DAS Citarum. Waduk Cirata terletak diantara dua waduk lainnya, yaitu

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH Oleh : Sri Harjanti W, 0606071834 PENDAHULUAN Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan wilayah tata air dan ekosistem yang di dalamnya

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA Hendra Kurniawan 1 1 Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Jakarta ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

Gambar 3 Peta lokasi penelitian terhadap Sub-DAS Cisangkuy

Gambar 3 Peta lokasi penelitian terhadap Sub-DAS Cisangkuy 19 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Lokasi penelitian berada di wilayah Desa Mangun Jaya Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. Desa ini terletak kurang lebih 20 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi 54 IV. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN IV.1. Deskripsi Umum Wilayah yang dijadikan objek penelitian adalah kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Muara Gembong berjarak

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

RENCANA TINDAK PENGELOLAAN DAS CITARUM

RENCANA TINDAK PENGELOLAAN DAS CITARUM RENCANA TINDAK PENGELOLAAN DAS CITARUM Oleh : Dr. Nana Mulyana Arifjaya, MS. Idung Risdiyanto, M.Sc Kegiatan Sosialisasi Rencana Tindak Pengelolaan DAS Citarum terpadu Bandung, 2013 LATAR BELAKANG Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di dunia saat ini sudah menekankan pada prinsip berkelanjutan (sustainable development). Hal ini ditunjukkan dengan adanya World Summit on Sustainable Development

Lebih terperinci

TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT

TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT TEKNOLOGI HUJAN BUATAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN WADUK IR. JUANDA, DAS CITARUM. JAWA BARAT Oleh : Sri Lestari *) Abstrak Dengan adanya kemajuan bidang industri dan bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan, hutan, air, dan mineral.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan, hutan, air, dan mineral. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan, hutan, air, dan mineral. Sumber daya alam ini mempunyai peranan penting dalam kelangsungan hidup manusia sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1) A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Cisangkuy merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu yang terletak di Kabupaten Bandung, Sub DAS ini

Lebih terperinci

Eka Wirda Jannah Astyatika. Pengelolaan DAS CITANDUY

Eka Wirda Jannah Astyatika. Pengelolaan DAS CITANDUY Eka Wirda Jannah Astyatika 0606071393 Pengelolaan DAS CITANDUY ABSTRAK Daerah aliran sungai merupakan bentang lahan yang dibatasi oleh topografi pemisah aliran yaitu punggung bukit/gunung yang menangkap

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN peubah dalam model yang akan membatasi keberhasilan model. Beberapa batasan yang dijadikan sebagai asumsi dalam model ini adalah : a. Laju pertambahan limbah dari industri yang masuk ke sungai mengikuti

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tanggal 22 Maret, dunia memperingati Hari Air Sedunia (HAD), hari dimana warga dunia memperingati kembali betapa pentingnya air untuk kelangsungan hidup untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran Sungai yang mengalir meliputi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Bandung dan Sumedang yang mempunyai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian Kondisi curah hujan di DAS Citarum Hulu dan daerah Pantura dalam kurun waktu 20 tahun terakhir (1990-2009) dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990 LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990 50 Lampiran 2. Peta Penutupan Lahan tahun 2001 51 Lampiran 3. Peta Penggunaan Lahan tahun 2010 52 53 Lampiran 4. Penampakan citra landsat untuk masing-masing

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

Pencirian Debit Aliran Sungai Citarum Hulu. (The Characteristics of River Discharge of Citarum Hulu)

Pencirian Debit Aliran Sungai Citarum Hulu. (The Characteristics of River Discharge of Citarum Hulu) Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Agustus 213 ISSN 853 4217 Vol. 18 (2): 19 114 Pencirian Debit Aliran Sungai Citarum Hulu (The Characteristics of River Discharge of Citarum Hulu) Yayat Hidayat*,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara kita semakin hari semakin pesat. Pesatnya laju

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara kita semakin hari semakin pesat. Pesatnya laju 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di negara kita semakin hari semakin pesat. Pesatnya laju pembangunan ini menimbulkan dampak negatif yang tidak dapat dielakkan (inevitable) terhadap kualitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang merupakan salah satu DAS pada DAS di Kota Bandar Lampung. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 A. PEMANTAUAN KUALITAS AIR DANAU LIMBOTO Pemantauan kualitas air ditujukan untuk mengetahui pengaruh kegiatan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dengan luas ,30 ha. Tujuan penetapan kawasan ini untuk melindungi dan melestarikan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dengan luas ,30 ha. Tujuan penetapan kawasan ini untuk melindungi dan melestarikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 670/Kpts-II/1999 telah mengukuhkan kawasan register 9 dan sekitarnya sebagai Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA 4.1 Tinjauan Umum Dalam merencanakan normalisasi sungai, analisis yang penting perlu ditinjau adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan industri mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan dapat menciptakan lapangan kerja. Akan tetapi kegiatan industri sangat potensial untuk menimbulkan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa

BAB I PENDAHULUAN. air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa pencucian barang

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF

PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF DI DAS KEMONING KABUPATEN SAMPANG Agus Eko Kurniawan (1), Suripin (2), Hartuti Purnaweni (3) (1) Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan, UNDIP,

Lebih terperinci

Judul Penelitian: GAMBARAN KUALITAS AIR SUNGAI DI KAWASAN DAS CITARUM

Judul Penelitian: GAMBARAN KUALITAS AIR SUNGAI DI KAWASAN DAS CITARUM Judul Penelitian: GAMBARAN KUALITAS AIR SUNGAI DI KAWASAN DAS CITARUM 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAS Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat, memiliki luas sebesar 6.614 km 2 dan panjang 300

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air permukaan (water surface) sangat potensial untuk kepentingan kehidupan. Potensi sumber daya air sangat tergantung/berhubungan erat dengan kebutuhan, misalnya untuk

Lebih terperinci

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS MONEV TATA AIR DAS ESTIMASI KOEFISIEN ALIRAN Oleh: Agung B. Supangat Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Jl. A.Yani-Pabelan PO Box 295 Surakarta Telp./fax. (0271)716709, email: maz_goenk@yahoo.com

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane) PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane) Oleh : Edy Junaidi Balai Penelitian Kehutanan Ciamis ABSTRAK Luasan penggunaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

Bab V Analisa dan Diskusi

Bab V Analisa dan Diskusi Bab V Analisa dan Diskusi V.1 Pemilihan data Pemilihan lokasi studi di Sungai Citarum, Jawa Barat, didasarkan pada kelengkapan data debit pengkuran sungai dan data hujan harian. Kalibrasi pemodelan debit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data 5.1.1 Analisis Curah Hujan Hasil pengolahan data curah hujan di lokasi penelitian Sub-DAS Cibengang sangat berfluktuasi dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR R Rodlyan Ghufrona, Deviyanti, dan Syampadzi Nurroh Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Situ

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang terletak di kawasan utara Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Subang yaitu 2.051.76 hektar atau 6,34% dari

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penutupan Lahan dan Penggunaan Lahan Berkaitan dengan evaluasi karakteristik hidrologi DAS yang mendukung suplai air untuk irigasi maka wilayah DAS Citarum dibagi menjadi

Lebih terperinci