IDENTIFIKASI ADVERSE DRUG REACTIONS

dokumen-dokumen yang mirip
SKRIPSI NIKO PRASETYO K Oleh:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EVALUASI TERAPI OBAT ANTIDEPRESAN PADA PASIEN DEPRESI DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI

TINJAUAN FARMAKOVIGILAN PADA TERAPI OBAT ANTIHIPERTENSI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIDEPRESAN DI RUMAH SAKIT JIWA Prof. Dr. SOEROJO MAGELANG PERIODE JANUARI SEPTEMBER TAHUN 2015 SKRIPSI

Oleh : Ery Rossatriaa M SURAKARTAA

Farmakoterapi Obat Gangguan Mental. Alfi Yasmina

Farmakoterapi Obat Gangguan Mental

PERBANDINGAN SKOR DISFUNGSI SEKSUAL ANTARA PENGGUNAAN AMITRIPTILIN DAN FLUOXETINE TERHADAP PENDERITA DEPRESI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan data retrospektif dengan. Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Juni 2015.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa.

Evaluasi Adverse Drug Reaction Antidiabetes... ( Woro Supadmi, dkk) 205

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

EVALUASI KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIPSIKOTIK ORAL PASIEN SKIZOFRENIA DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

JUMLAH PASIEN MASUK RUANG PERAWATAN INTENSIF BERDASARKAN KRITERIA PRIORITAS MASUK DI RSUP DR KARIADI PERIODE JULI - SEPTEMBER 2014

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran.

I. PENDAHULUAN. yang aneh dan tidak beraturan, angan-angan, halusinasi, emosi yang tidak tepat,

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB 1 PSIKIATRI KLINIK

DRUG RELATED PROBLEMS

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental. Orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang Undang No. 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, mampu memberikan kontribusi pada komunitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. fisilogis organ tubuhnya (Wahyunita, 2010). Banyak kelainan atau penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INTISARI IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI PADA RESEP PASIEN UMUM DI UNIT RAWAT JALAN INSTALASI FARMASI RSUD DR. H.

BAB I PENDAHULUAN. serta adanya gangguan fungsi psikososial (Sukandar dkk., 2013). Skizofrenia

Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi Farmasi Nasional Surakarta Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. 1

Gangguan Bipolar. Febrilla Dejaneira Adi Nugraha. Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI PADA MURID YANG AKTIF DAN TIDAK AKTIF BEROLAHRAGA DI KELAS II SMA AL-ISLAM I SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. unipolar, penggunaan alkohol, gangguan obsesis kompulsif (Stuart & Laraia,

POTENSI INTERAKSI OBAT PADA RESEP PASIEN PEDIATRI STUDI RETROSPEKTIF DI 3 APOTEK KOTA SURAKARTA PERIODE JULI - DESEMBER 2014 SKRIPSI

Diagnosis & Tatalaksana Gangguan Depresi & Anxietas di Layanan Kesehatan Primer Dr. Suryo Dharmono, SpKJ(K)

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan seseorang hidup secara produktif dan harmonis.

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 BAB I PENDAHULUAN. Mood disorders atau gangguan emosional merupakan. salah satu gangguan mental yang umum terjadi. Sekitar 3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan masa berhentinya menstruasi yang terjadi

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi noneksperimental

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. penduduk dunia seluruhnya, bahkan relatif akan lebih besar di negara-negara sedang

Gangguan Suasana Perasaan. Dr. Dharmawan A. Purnama, SpKJ

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. berpikir abstrak) serta kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari (Keliat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

PENGARUH TERAPI MUSIK DANGDUT RITME CEPAT TERHADAP PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN DEPRESI DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

Lampiran 1 Form PIO 209

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

Sinonim : - gangguan mood - gangguan afektif Definisi : suatu kelompok ggn jiwa dengan gambaran utama tdptnya ggn mood yg disertai dengan sindroma man

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI DAN KESESUAIANNYA PADA PASIEN GERIATRI RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN PERIODE APRIL

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

b. Tujuan farmakoekonomi...27 c. Aplikasi farmakoekonomi...28 d. Metode farmakoekonomi Pengobatan Rasional...32

Lampiran 1. Ethical Clearance

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian non eksperimental dan

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. epistemologi dan perbedaan status ontologi sekaligus basis aksiologis antara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI (TAKS) TERHADAP TINGKAT DEPRESI DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PHARMACY, Vol.08 No. 03 Desember 2011 ISSN

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

KARAKTERISTIK PASIEN DAN PENGOBATAN PENDERITA SKIZOFRENIA DI RSJD ATMA HUSADA MAHAKAM SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian studi non-eksperimental dengan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Depresi merupakan gangguan emosional dan jiwa yang terjadi akibat adanya

BUNUH DIRI DAN GANGGUAN BIPOLAR

BAB I PENDAHULUAN. dan penarikan diri dari lingkungan (Semiun, 2006). Skizofrenia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi depresi di dunia diperkirakan 5-10% per tahun dan life time prevalence

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar dulunya dikenal sebagai gangguan manik

Transkripsi:

IDENTIFIKASI ADVERSE DRUG REACTIONS (ADR) PENGGUNAAN OBAT ANTIDEPRESAN PADA PASIEN DEPRESI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA PERIODE AGUSTUS TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI Oleh: NIKO PRASETYO K 100120130 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2015

IDENTIFIKASI ADVERSE DRUG REACTIONS (ADR) PENGGUNAANOBAT ANTIDEPRESAN PADA PASIEN DEPRESI RAWAT JALANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA PERIODE AGUSTUS TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Farmasi (S.Farm) pada Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta di Surakarta Oleh : NIKO PRASETYO K 100120130 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2015 ii

IDENTIFIKASI ADVERSE DRUG REACTIONS (ADR) PENGGUNAAN OBAT ANTIDEPRESAN PADA PASIEN DEPRESI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA PERIODE AGUSTUS TAHUN 2015 IDENTIFICATION OF ADVERSE DRUG REACTIONS (ADR) ANTIDEPRESSANT DEPRESSION PATIENT AT PSYCHIATRIC HOSPITAL SURAKARTA PERIOD AUGUST 2015 Niko Prasetyo, EM Sutrisna, dan Ratna Yuliani Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Tromol Pos I, Pabelan Kartasura Surakarta 57102 E-mail : Niko.prasetyo@gmail.com ABSTRAK Salah satu penatalaksanaan terapi penderita depresi adalah pemberian obat antidepresan. Masalah dari penggunaan obat adalah reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reactions). ADR dapat memperburuk penyakit dasar yang sedang diterapi hingga menyebabkan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi ADR pada penggunaan obat antidepresan terhadap pasien depresi rawat jalan di RSJD Surakarta periode Agustus Tahun 2015 dan mengetahui obat antidepresan apa yang paling banyak menyebabkan ADR. Metode penelitian ini menggunakan jenis non eksperimental yang dilakukan dengan wawancara langsung terhadap pasien dan dilanjutkan monitoring pasien selama 7 hari kedepan menggunakan telpon seluler serta ditunjang dengan data sekunder berupa kartu rekam medis. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan algoritma Naranjo. Setelah dilakukan penelitian terhadap 21 subyek penelitian ditemukan 13 subyek penelitiian (61,9%) mengalami ADR. Terapi obat amitriptilin paling banyak menimbulkan ADR sebanyak 5 subyek penelitian (38,46%) dengan derajat kepastian probable (besar kemungkinan) manifestasi berupa ngantuk, mulut kering dan kenaikan berat badan. Terapi obat maprotilin menimbulkan ADR sebanyak 4 subyek penelitian (30,76%) dengan derajat kepastian probable (besar kemungkinan) manifestasi berupa ngantuk, mulut kering dan sulit buang air besar. Terapi obat antidepresan fluoksetin menimbulkan ADR sebanyak 4 subyek penelitian (30,76%) dengan derajat kepastian possible (mungkin) manifestasi berupa mulut kering. Kata kunci : depresi, antidepresan, Adverse Drug Reactions, algoritma Naranjo ABSTRACT One of the therapeutic management of patients with depression is antidepressant drug. The problem of medication is Adverse Drug Reaction (ADR)). ADR can exacerbate underlying disease being treated to cause death. The purpose of this study was determine the antidepressant drug that caused the ADR in outpatient at RSJD Surakarta during August 2015 and knowing which antidepressant drugs mostly caused ADR. This research method using non experimental type of direct interviews conducted with the patients and continued monitoring of the patient during the next 7 days use cell phones and supported with secondary data from medical record. The data were analyzed using the Naranjo algorithm. There were 21 subjects of research, 13 subjects (61.9%) experienced ADR event. Amitryptylin medication was the most medicine that caused ADR there were 5 subjects (38.46%) with probable ADR manifestations such as drowsiness, dry mouth and weight gain. Maprotilin medication caused ADR on 4 subjects (30.76%) with probable ADR manifestations such as drowsiness, dry mouth and constipation. Fluoxetine medication caused ADR on 4 subjects (30.76%) with possible ADR manifestation such as dry mouth. Keywords: depression, antidepressants, Adverse Drug Reactions, the algorithm naranjo 1

PENDAHULUAN Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental utama saat ini, yang mendapatkan perhatian serius. Orang yang mengalami depresi umumnya mengalami gangguan yang meliputi keadaan emosi, motivasi, fungsional, dan tingkah laku serta kognisi bercirikan ketidakberdayaan yang berlebihan (Kaplan et al., 1997). Depresi dapat terjadi pada anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua. Orang yang mengalami depresi akan memunculkan emosi-emosi yang negatif seperti rasa sedih, benci, iri, putus asa, kecemasan, ketakutan, dendam dan memiliki rasa bersalah yang dapat disertai dengan berbagai gejala fisik (Korff and Simon., 1996). (WHO, 2012) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan keempat penyakit paling sering di dunia. Depresi sering ditemui dalam kasus gangguan jiwa. Pravalensi pada wanita diperkirakan 10-25% dan laki-laki 5-12%. Walaupun depresi lebih sering pada wanita, bunuh diri lebih sering terjadi pada laki-laki terutama usia muda dan usia tua (Nurmiati, 2005). Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia sebesar 1,7 per mil. Penderita gangguan jiwa berat paling banyak terdapat di Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali dan Jawa Tengah. Proporsi rumah tangga yang pernah memasung anggota rumah tangga gangguan jiwa berat sebesar 14,3% serta pada kelompok penduduk dengan indeks kepemilikan terbawah sebesar 19,5%. Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia sebesar 6%. Provinsi dengan prevalensi gangguan emosional paling tinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur (Depkes RI, 2013). Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk pengobatan depresi. Kadar nontransmiter terutama norepinefrin dan serotonin dalam otak sangat berpengaruh dalam keadaan depresi dan gangguan Sistem Safar Pusat. Rendahnya kadar norepinefrin dan serotonin didalam otak yang menyebabkan gangguan depresi, dan apabila kadarnya terlalu tinggi menyebabkan mania. Oleh karena itu antideresan adalah obat yang mampu meningkatkan kadar norepinefrin dan serotonin didalam otak (Prayitno, 2008). Salah satu masalah dari penggunaan obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki (adverse drug reactions). Adverse Drug Reactions (ADR) dapat memperburuk penyakit dasar yang sedang diterapi serta menjadikan bertambahnya permasalahan baru bahkan kematian. Keracunan dan syok anafilatik merupakan contoh ADR berat yang dapat menimbulkan kematian. Rasa gatal dan mengantuk adalah sebagian contoh ringan akibat ADR. Sebuah penelitian di Perancis dari 2067 orang dewasa berusia 20-67 tahun yang mendatangi pusat kesehatan untuk pemeriksaan kesehatan dilaporkan bahwa 14,7 % 2

memiliki efek samping terhadap satu atau lebih obat (Mariyono dan Suryana, 2008). Diantara 160 pasien yang menggunakan obat antidepresan dilaporkan 26,87 % mengalami ADR. ADR paling banyak disebabkan oleh obat antidepresan golongan Trisiklik dengan persentase 58,84 % dan politerapi sebanyak 14,37% (Mishra, 2013). Dari uraian diatas perlu diadakan penelitian tentang potensi ADR (Adverse Drug Reactions) karena penggunaan jangka panjang obat antidepresan memicu timbulnya ADR (Adverse Drug Reactions) dan untuk mencegah reaksi obat yang tidak dikehendaki terhadap pasien depresi rawat jalan di RSJD Surakarta periode Agustus tahun 2015. METODE A. Jenis Penelitian Metode penelitian ini menggunakan jenis non eksperimental yang dilakukan dengan wawancara langsung terhadap pasien dan memberikan quisoner tertutup yang sudah disediakan jawabannya, dan dilanjutkan monitoring pasien selama 7 hari kedepan menggunakan telpon seluler untuk memantau kondisi klinis pasien serta ditunjang dengan data sekunder yaitu data diambil dari kartu rekam medis. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan algoritma Naranjo. B. Definisi Operasional Penelitian 1. Adverse Drug Reactions adalah respon terhadap obat yang tidak diinginkan yang terjadi pada dosis lazim dan digunakan manusia untuk terapi maupun diagnosis. 2. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan skala probabilitas Naranjo. Skala pengukuran ADR adalah total nilai skala probabilitas Naranjo (kategori ordinal). 3. Obat antidepresan dalam penelitian ini merupakan obat yang termasuk dalam golongan Trisiklik, Tetrasiklik, SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) dan (Monoamine Oxidase Inhibitor) MAO. C. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa kartu rekam medis di RSJD Surakarta dan lembar kuisoner berupa pertanyaan tertutup yang jawabannya telah disediakan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jawaban kuisioner dari subjek uji di RSJD Surakarta periode Agustus-September tahun 2015. D. Subjek dan Sampel 1. Subjek dalam penelitian ini adalah semua pasien yang terdiagnosis depresi dan mendapatkan obat antidepresi di RSJD Surakarta selama bulan Agustus tahun 2015. 2. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian populasi yang memenuhi inklusi subyek penelitian sebagaimana berikut: 3

a. Semua pasien yang mengalami depresi dan menjalani rawat jalan. b. Pasien yang mendapatkan terapi obat antidepresan golongan Trisiklik, Tetrasiklik, SSRI dan MAOI minimal 3 bulan. c. Pasien yang bersedia menjadi subjek penelitian dengan menjalani serangkaian kegiatan penelitian sebagaimana yang tertulis dalam lembar persetujuan dan pengisian form pasien. d. Data lengkappasien meliputi : 1. Identitas pasien meliputi nama pasien, jenis kelamin, umur dan alamat. 2. Riwayat penyakit terdahulu. 3. Profil peresepan : nama obat, dosis, frekuensi dan indikasi. E. Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel menggunakan metode non probability purposive sampling yaitu besaran sampel tidak dipersoalkan, ukuran sampel merujuk pada kriteria inklusi berdasarkan kebutuhan untuk menjawab tujuan penelitian (Nawawi, 1995). E. Tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di RSJD Surakarta. G. Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer yang diperoleh dari hasil pernyataan subyek penelitian yang telah disampaikan langsung kepada peneliti menggunakan kuisoner. Wawancara pada pasien dilakukan sebagai konfirmasi kebenaran dan validitas pernyataan dengan bantuan algoritma Naranjo. H Analisis Data Analisis dilakukan setelah semua bahan yang diperlukan oleh peneliti sudah terpenuhi. Hasil dari wawancara kemudian dilakukan penilaian (scoring) berdasarkan ketentuan Naranjo. Hasil total penilaian akan menjadi dasar penentuan kategori ADR dan derajat kepastian ADR. Kategori penggolongan ADR disajikan dalam tabel berikut ini : Tabel 1 ketentuan skor penilaian ADR dengan algoritma Naranjo >9 Definite ADR (pasti) 5-8 Probable ADR (Besar kemungkinan) 1-4 possible ADR (mungkin) 0 Doubtful (meragukan) (Naranjo et al., 1981) 4

HASIL DAN PEMBAHASAN Proses pengambilan data dilakukan selama periode Agustus tahun 2015. Selama periode tersebut didapatkan jumlah subyek penelitian sebesar 27 orang, tetapi yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 21 orang. Proses pengambilan data pasien menggunakan wawancara langsung terhadap pasien dan memberikan kuisoner tertutup yang sudah disediakan jawabannya, dan dilanjutkan monitoring pasien selama 7 hari kedepan menggunakan telpon seluler untuk memantau kondisi klinis pasien. Untuk data sekunder menggunakan kartu rekam medis pasien rawat jalan di RSJD Surakarta periode agustus tahun 2015. Setelah mengumpulkan data dari subjek penelitian kemudian peneliti mengelompokan subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, lama menderita depresi. Tabel 2. Distribusi demografi subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, dan lama menderita depresi Karakteristik Variabel Jumlah Total Persentase Jenis kelamin Laki laki 3 14,28 % Perempuan 18 85,71 % Usia 18-40 tahun 11 52,4 % 40-65 tahun 9 42,9 % > 65 tahun 1 4,7 % Lama menderita depresi < 1 tahun 13 61,9 % 2-5 tahun 6 28,5 % 5-10 tahun 1 4,7 % 10-20 tahun 1 4,7 % >20 tahun - - Dari Tabel 2 dapat dilihat subyek penelitian yang paling banyak menderita episode depresi berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan yakni sebesar 18 orang (85,71%) sedangkan laki-laki sebanyak 3 orang (14,28 %). Perempuan dua kali lipat beresiko mengalami depresi dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini diperkirakan adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan dan perbedaan stressor psikososial (Ismail and Siste, 2010). 5

Pengelompokkan pada rentan usia ditujukan untuk mengetahui pada rentan usia berapa yang paling banyak mederita episode depresif. Berdasarkan pada penggolongan usia dari tabel 2 hasil yang didapat yaitu pada rentang usia 18-40 tahun sebanyak 15 pasien (52,4%), dan pada rentang usia 40-65 tahun sebanyak 5 pasien (42,9%), pada >65 tahun sebanyak 1 pasien (4,7%). Dari data tersebut bisa dilihat pada rentang usia 18-45 tahun paling banyak mengalami episode depresif yakni sebesar 15 pasien (71,42 %) pada usia 18-40 tahun yang termasuk usia produktif yang masih bisa bekerja dan bisa menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga pada usia tersebut memungkinkan timbulnya masalah-masalah yang kompleks serta urusan yang dapat menimbulkan terjadinya episode depresif. Sedangkan untuk pasien pada usia >65 tahun hanya terjadi 1 kasus episode depresif, karena pada rentang usia diatas 65 tahun pasien sudah berusia lanjut selain urusan dan masalah kehidupan sudah berkurang kemungkinan juga berkurangnya fungsi organ fisiologis. Menurut Ismail dan Site (2010) hampir 50% lebih di rentang usia 20-50 tahun mengalami episode gangguan depresi. Berdasarkan lama menderita depresi didapatkan subyek penelitian yang paling banyak menderita episode depresif berada pada <1 tahun yaitu sebanyak 13 pasien (61%), 2-5 tahun sebanyak 6 pasien (28%), 5-10 tahun sebanyak 1 pasien (4,7%) dan 10-20 tahun sebanyak 1 pasien (4,7%). Dari data tersebut bisa disimpulkan bahwa pasien rawat jalan di RSJD Surakarta yang menjalani rawat jalan rata-rata menderita depresi kurang dari 1 tahun yaitu ada 13 pasien (61%). Tabel 3. Distribusi penggunaan obat antidepresan di RSJD Surakarta tahun 2015 dikelompokan berdasarkan golongan dan jenis antidepresan yang digunakan Golongan Nama antidepresan Jumlah Persentase SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) Fluoksetin 12 57,1% Antidepresan Trisiklik Amitriptilin 5 23,8% Antidepresan Tetrasiklik Maptrotilin 4 19,1% Dari Tabel 3 dapat dilihat profil peresepan obat antidepresan pada pasien depresi rawat jalan di RSJD Surakarta tahun 2015 bulan Agustus. Pasien yang mendapatkan terapi antidepresan golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) Fluoksetin sebanyak 12 pasien (57,1%), antidepresan lain yang digunakan sebagai terapi antidepresan adalah 6

golongan TCA (Tricyclic Antidepresan) yaitu amitriptilin sebanyak 5 pasien (23,8%) dan maptrotilin 4 pasien (19,1%). Dari data yang dihasilkan tersebut dapat disimpulkan penggunaan antidepresan yang paling digunakan adalah fluoksetin yaitu sebanyak 12 pasien (57,1%). Selective Serotonin Reuptake Inhibitor dipilih sebagai golongan antidepresan lini pertama untuk mengobati depresi karena keamananya dan toleransi yang tinggi (Teter et al, 2007). fluoksetin mempunyai waktu paruh yang paling panjang diantara antidepresan golongan SSRI yang lain sehingga fluoksetin dapat digunakan sekali dalam sehari (Mann, 2005). Pada pasien episode depresi selain mendapatkan profil pengobatan antidepresan subjek penelitian juga mendapatkan pengobatan lain. Profil peresepan obat lain dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Penggunaan obat selain antidepresan yang diresepkan kepada subjek penelitian di RSJD Surakarta tahun 2015 Kelas terapi Nama Generik Jumlah pasien Persentase (%) Antipsikotik Risperidon 13 61,9 Clorpromazin 6 28,5 Trifluoperazin 2 9,5 Haloperidol 5 23,8 Olanzapin 2 9,5 Seroquel 1 4,8 Antimuskarinik Triheksifenidil 14 66,6 Antisietas Clobazam 6 28,6 Sumber: Data sekunder Instalasi Rekam Medis RSJD Surakarta Tahun 2015-10-15 Keterangan: Presentase dihitung terhadap total pasien Merlopam 2 9,5 Terapi pada Tabel 4 adalah terapi tambahan yang diberikan pada pasien yang menderita episode depresif selain terapi antidepresan yang diberikan, hal ini kemungkinan pasien menderita penyakit lain selain penyakit depresi dan adanya riwayat penyakit terdahulu dan obat-obatan yang digunakan sebagai terapi pendukung antidepresan. Tabel 3 menunjukan bahwa pasien depresi mendapatkan variasi dalam pengobatanya. Adapun obat yang diberikan selain obat antidepresan adalah antipsikotik dan antimuskarinik. Menurut Mann (2005) terapi tambahan sering digunakan untuk meningkatkan efek antidepresan serta mencegah terjadinya gangguan bipolar. Obat-obatan yang digunakan sebagai terapi tambahan pada pengobatan depresi yaitu mood stabilizer (penstabil suasana hati) dan antipsikotik. Pemberian antipsikotik ditujukan untuk pengobatan pada pasien depresi yang disertai dengan gejala sikotik 7

(halusinasi), serta untuk meningkatkan efek dari penggunaan obat antidepresan. Pada Tabel 4 bisa dilihat terapi antipsikotik yang paling banyak digunakan yaitu risperidon. Risperidon termasuk antipsikotik atipikal, disebut atipikal karena golongan obat ini sedikit menyebabkan reaksi ekstrapiramidal. Golongan antipsikotik atipikal diduga efektif untuk gejala positif (seperti bicara kacau, halusinasi, delusi) maupun gejala negatif (miskin katakata, efek yang datar, menarik diri dari lingkungan, inisiatif menurun) pasien skizofrenia (Gunawan et al., 2008). Terapi tambahan lain yang digunakan adalah antimuskarinik. Pemberian antimuskarinik untuk mencegah dan mengatasi efek samping ekstrapiramidal akibat penggunaan obat antipsikotik (Wijono et al., 2013). Pada tabel 3 antimuskarinik yang paling banyak digunakan adalah triheksifenidil. Beberapa pasien selain mendapatkan terapi antidepresan juga mempunyai penyakit lain yang menyertai depresi, hal ini memungkinkan potensi terjadinya interaksi obat. Interaksi obat sendiri adalah peristiwa dimana kerja obat dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan atau hampir bersamaan sehingga efek obat antara satu dan yang lain akan berkurang atau bahkan meningkat (Depkes, 2010). Tabel 5. ADR yang ditimbulkan oleh penggunaan obat antidepresan Golongan Obat Kasus ADR yang ditimbulkan Derajat kepastian SSRI Fluoksetin 4 Mulut kering Possible Antidepresan trisiklik Amitriptilin 5 Antidepresan tetrasiklik Maprotilin 4 Keterangan: BB naik: Berat Badan naik BAB susah: Buang Air Besar susah 5 2 4 4 Ngantuk Mulut kering, BB naik Ngantuk Mulut kering, BAB susah Probable Probable Possible Probable Probable Possible Berdasarkan Tabel 5 bisa dilihat profil kejadian adverse drug reactions (ADR) yang terjadi pada pasien depresi rawat jalan di RSJD Surakarta. Dari 21 subyek penelitian ditemukan 61,9 % subyek penelitian yang mengalami ADR dan 38,1 % subyek penelitian tidak mengalami ADR. ADR yang terjadi pada subyek penelitian dapat disebabkan oleh terapi obat antidepresan atau terapi obat non depresan. Kelompok terapi obat antidepresan yang paling banyak menyebabkan ADR adalah golongan trisiklik yaitu amitriptilin sebanyak 38,46 % yaitu sebanyak 5 kasus sedangkan golongan terapi obat antidepresan golongan SSRI dan golongan tetrasiklik 30,76 % sebanyak 4 kasus. 8

Lima subyek penelitian yang menggunakan obat antidepresan golongan trisiklik yaitu amitriptilin mengalami ADR. ADR yang ditimbulkan berupa ngantuk, mulut kering, dan mengalami kenaikan berat badan. Lima subyek penelitian mengeluh ngantuk, ngantuk yang dialami memiliki derajat kepastian Naranjo probable (besar kemungkinan) ngantuk yang dialami pasien akibat penggunaan obat amitriptilin. Lima subyek penelitian mengeluh mulut terasa kering, mulut kering yang dialami pasien memiliki derajat kepastian Naranjo probable (besar kemungkinan) mulut kering yang dialami pasien akibat dari penggunaan obat amitriptilin. Dua subyek penelitian mengeluh berat badan naik dan bertambah nafsu makan, kenaikan berat badan yang dialami subyek penelitian memiliki derajat kepastian Naranjo possible (mungkin) kenaikan berat badan yang dialami subyek penelitian akibat dari penggunaan amitriptilin. Unutzer (2007) mengatakan bahwa penggunaan antidepresan trisiklik yaitu amitriptilin memunculkan ADR berupa sedasi, mulut kering, konstipasi, pandangan buram, retensi urin, takikardi dan kerusakan konduksi kardiak. Mulut kering yang dialami subyek penelitian setelah menggunakan obat antidepresan ini kemungkinan terjadi karena efek anti kolinergik yang memblokade reseptor muskarin yang menimbulkan ADR berupa mulut kering, obstipasi, retensi urin, takikardi serta keringat berlebih (Depkes, 2007). Kenaikan berat badan yang dialami subyek penelitian ini karena penggunaan efek antiserotonin dan berakibat blokade reseptor serotonin post sinaps yang berupa bertambahnya nafsu makan dan kenaikan berat badan (Depkes, 2007). Empat subyek penelitian yang menggunakan obat antidepresan golongan tetrasiklik mengalami ADR. ADR yang ditimbulkan berupa ngantuk, mulut terasa kering, dan sulit buang air besar. Empat subyek penelitian mengeluh ngantuk, ngantuk yang dialami subyek penelitian memiliki derajat kepastian Naranjo Probable (besar kemungkinan) ngantuk yang dialami subyek penelitian diakibatkan penggunaan obat maprotilin. Empat subyek penelitian mengeluh mulut terasa kering, mulut kering yang dialami subyek penelitian memiliki derajat kepastian Naranjo probable (besar kemungkinan) mulut kering yang dialami pasien akibat dari penggunaan obat maprotilin. Empat subyek penelitian mengeluh sulit buang air besar, sulit buang air besar yang dialami subyek penelitian mempunyai derajat kepastian Naranjo Possible (mungkin) sulit buang air besar yang dialami pasien akibat dari penggunaan maprotilin. Penelitian lain yang dilakukan oleh Unutzer (2007) menunjukkan adanya kejadian ADR yang tidak dikehendaki dalam penggunaan maprotilin yaitu sedasi, mulut kering, konstipasi, pandangan buram, retensi urin, takikardi dan kerusakan konduksi kardiak dan 9

mulut kering. Efek antikolinergik berupa mulut terasa kering dan sulit buang air besar yang terjadi pada subyek penelitian ini dimungkinkan karena blokade reseptor muskarin (Depkes, 2007). Empat subyek penelitian yang menggunakan terapi obat golongan SSRI yaitu fluoksetin mengalami ADR berupa mulut kering yang memiliki derajat kepastian Naranjo Possible (mungkin) mulut kering yang dialami pasien adalah akibat dari penggunaan fluoksetin. Cara kerja obat golongan SSRI adalah menghambat reuptake serotonin dan norepineprin di dalam otak (Kando et al., 2005). Kando et al (2005) menyatakan bahwa ADR yang ditimbulkan oleh penggunaan obat antidepresan golongan SSRI yaitu fluoksetin adalah mual, muntah, diare, disfungsi seksual bagi pria maupun wanita, sakit kepala, insomnia, dan kelelahan. Mulut kering akibat penggunaan fluoksetin terjadi karena adanya blokade reseptor muskarin sehingga terjadi efek antikolinergik berupa mulut kering, obstipasi, retensi urin, takikardi dan keringat berlebih (Depkes, 2007). Evaluasi ADR pada penggunaan obat antidepresan pada pasien depresi rawat jalan di RSJD Surakarta periode Agustus tahun 2015 dari 21 subyek penelitian ditemukan 13 subyek penelitiian (61,9%) mengalami ADR. Terapi obat amitriptilin paling banyak menimbulkan ADR sebanyak 5 subyek penelitian (38,46%) dengan derajat kepastian probable (besar kemungkinan) manifestasi berupa ngantuk, mulut kering dan kenaikan berat badan. Terapi obat maprotilin menimbulkan ADR sebanyak 4 subyek penelitian (30,76%) dengan derajat kepastian probable (besar kemungkinan) manifestasi berupa ngantuk, mulut kering dan sulit buang air besar. Terapi obat antidepresan menimbulkan ADR sebanyak 4 subyek penelitian (30,76%) dengan derajat kepastian possible (mungkin) manifestasi berupa mulut kering. Kelemahan penelitian ini adalah hasil dari penelitian ini tidak bisa dijadikan gambaran umum ADR yang terjadi akibat penggunaan obat antidepresan pasien depresi rawat jalan di RSJD Surakarta, karena keterbatasan peneliti yang tidak dapat memberi perlakuan langsung pada subyek penelitian sehingga algoritma Naranjo tidak terjawab semua. Penelitian ini hanya dilakukan monitoring selama 7 hari kedepan sehingga tidak bisa mendeteksi adanya ADR tipe C dan D maka diperlukan monitoring dalam jangka waktu yang lebih lama. 10

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa 1. Dari 21 subyek penelitian yang ada ditemukan 13 subyek penelitian (61,9 %) yang mengalami ADR. 2. Terapi obat amitriptilin paling banyak menimbulkan ADR sebanyak 5 subyek penelitian (38,46%) dengan derajat kepastian probable (besar kemungkinan) manifestasi berupa ngantuk, mulut kering dan kenaikan berat badan. Terapi obat maprotilin menimbulkan ADR sebanyak 4 subyek penelitian (30,76%) dengan derajat kepastian probable (besar kemungkinan) manifestasi berupa ngantuk, mulut kering dan sulit buang air besar. Terapi obat antidepresan menimbulkan ADR sebanyak 4 subyek penelitian (30,76%) dengan derajat kepastian possible (mungkin) manifestasi berupa mulut kering. B. SARAN Setelah melakukan penelitian tentang identifikasi ADR peneliti menyampaikan saran sebagai berikut : 1. Perlu dilakukan pengembangan tentang penelitian ini yaitu dengan melakukan perlakuan langsung terhadap subyek penelitian untuk bisa menjawab semua algoritma Naranjo dan memastikan ADR yang terjadi berasal dari obat antidepresan. 2. Perlu dilakukan pemantauan dan monitoring dalam periode yang lebih lama untuk mengetahui efek jangka panjang kejadian ADR tipe C dan D yang ditimbulkan oleh penggunaan obat antidepressan. DAFTAR PUSTAKA Depkes, R.I., 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penderita Gangguan Depresif,. Departemen Kesehatan Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Depkes, R.I., 2010. Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI). Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Gunawan, S.G., Setyabudi, R., Nafrialdi., Elysabeth., 2008. Farmakologi dan Terapi : Psikotropik, 5th ed. Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta. Ismail, R.I., Siste, K., 2010. Buku Ajar Psikiatri. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Kando, J.C., Wells, B.G., Hayes, P.E., 2005. Pharmacoterapy A Pathophysiologic 11

Approach : Depressive Disorders, 6 th. ed. Appleton and Lange. Kaplan, H.I., Sadock, B.J., Grebb, J.A., 1997. Sinopsis psikiatri: Ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis, 7th ed. Bina Rupa Aksara, Jakarta. Korff, M. V., SimonD., G.M.., 1996. The relationship between pain and depression. Br. J. Psychiatry, 168 (30), 101 108. Mann, J.J., 2005. The Medical Management of Depression. N. Engl. J. Med. 353, 1819 1834. Mishra, S., 2013. Adverse Drug Reaction Monitoring of Antidepressants in the Psychiatry Outpatients Department of a Tertiary Care Teaching Hospital. J. Clin. Diagnostic Res. 7, 1131 1134. Naranjo.C.A., Busto, U., Sellers, E.M., Sandor, P., Ruiz, I., Robert, E.A., 1981. A Method For Estimating the Probability od Adverse Drug Reactions. Clin. Pharmacol. Ther. 30:2, 239 45. Nawawi, H., 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada Univerity Press, Yogyakarta. Nurmiati, A., 2005. Depresi: Aspek Neurologi, Diagnosis dan Tatalaksana. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Prayitno, 2008. Farmakologi Dasar. Lenskopi, Jakarta. WHO, 2012. Medicines [WWW Document]. www.who.int. Wijono, R., Nasru, M.W., Damping, C.E., 2013. Gambaran dan Karakteristik Penggunaan Trihexypenidil Pada Pasien Yang Mendapat Terapi Antipsikotik. J Indon Med Assoc 63, 14 20. 12