MULTIPLE MYELOMA Oleh : Andre Prasetyo Mahesya, S. Ked 1018011109 Assyifa Anindya, S. Ked 1018011043 Pembimbing : Dr. Juspeni Kartika, Sp.PD KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT DALAM RSUD DR.H. ABDUL MOELOEK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2014
PENDAHULUAN Multiple myeloma kanker sel plasma di sumsum tulang, dimana sebuah klon dari sel plasma yang abnormal berkembang biak membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah antibodi yang abnormal yang terkumpul di dalam darah atau air kemih. Myeloma memadati sumsum tulang dan merusak tulang. Hingga akhirnya, mereka berkumpul dan membentuk tumor di sebuah multiple (kumpulan) daerah di tulang.
INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI Inggris diperkirakan 60-70 juta jiwa. Rata-rata usianya sekitar 70 tahun. Hanya 15% pasien yang berumur kurang dari 60 tahun.diestimasikan sekitar 19.920 kasus baru dari multipel mieloma akan terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2008. Terdiri dari 11.190 pria dan 8.730 wanita. Rata-rata diagnosis umur 65 sampai 70 tahun. Sekitar 10.690 orang Amerika diramalkan akan meninggal karena multipel mieloma pada tahun 2008.
ETIOLOGI Paparan radiasi, benzena, dan pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida Sel limfosit B yang agak dewasa yang termasuk klon sel maligna di darah dan sumsum tulang, yang dapat menjadi dewasa menjadi sel plasma. Beragam perubahan kromosom seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan predominan kelainan pada 11q. 1,5. Terpapar bakteri (terutama virus) atau bahan kimia, serta makanan tertentu, atau menjadi gemuk (obesitas) masih dalam penelitian
FAKTOR RESIKO Usia, >65 thn Jenis kelamin L>P Ras, kulit hitam>putih Radiasi Genetik, meningkat 4xlipat Paparan kerja, herbisida dan insektisida Infeksi, virus HPV 8 yang menyerang sel dendrite pada sumsum tulang Obesitas Penyakit plasma sel yang lain, dengan monoclonal gammopathy of undetermined significance (MGUS)
ANATOMI DAN FISIOLOGI
PATOFISIOLOGI Munculnya sel plasma clonal MGUS (monoclonal gammanopathy of undetermined significance). Adanya serial perubahan gen yang mengakibatkan penumpukan sel plasma maligna, adanya perkembangan perubahan di lingkungan mikro sumsum tulang, dan adanya kegagalan sistem imun untuk mengontrolpenyakit. Melibatkan aktivasi onkogen selular, hilangnya atau inaktivasi gen supresor tumor, dan gangguan regulasi gen sitokin
PATOFISIOLOGI Pada kondisi normal, tubuh hanya memproduksi sel plasma untuk melawan infeksi. Ketika infeksi teratasi, maka sel plasma tua akan mati. Jika terjadi mutasi genetic, maka sel plasma menjadi abnormal dan tetap bertahan membentuk tumor yang dinamakan plasmacytoma. Plasma sel abnormal, yang dinamakan sel myeloma merupakan sel kanker yang memproduksi antibody spesifik (antibody monoklonal) yang dinamakan protein M. Antibodi monoklonal yang biasanya diproduksi berlebihan oleh myeloma adalah IgG atau IgM, dapat dideteksi pada darah atau urine pasien melalui elektroforesis protein dan immunofiksasi IL-6 memiliki peran dalam menstimulus pertumbuhan sel myeloma secara in vitro. Selain IL-6, sitokin lain yang berperan adalah tumor nekrosis faktor dan IL-1b.
PATOFISIOLOGI Sistem skeletal Perombakan tulang oleh osteoklas serta mekanisme humoral akan meningkatkan jumlah kalsium dalam darah (hiperkalsemia. Destruksi tulang dan penggantiannya dengan masa tumor akan mengakibatkan nyeri, kompresi jaras spinal yang disebabkan oleh massa epidural, massa ekstradural, atau kompresi korpus vertebrta oleh multiple myeloma, dan fraktur patologis. Sistem hematologic Multiple myeloma akan menempati 20% populasi tulang sehingga menekan produksi sel-sel darah menyebabkan timbulnya neutropenia, anemia, dan trombositopenia. Dalam hal perdarahan, monoclonal antibody yang dihasilkan multiple myeloma dapat berinteraksi dengan faktor pembekuan, sehingga terjadi agregasi yang tidak sempurna. Sistem renal Multiple myeloma menyebabkan cedera pada tubulus ginjal, amiloidosis, atau invasi dari plasmasitoma. Kondisi kerusakan ginjal yang dapat diamati antara lain neuropati hiperkalsemik, hiperurisemia oleh karena infiltrasi sel plasma pada ginjal, nefropati rantai utama, amiloidosis, dan glomerulosklerosis. Sistem neurologi Kelainan pada sistema nervosa merupakan akibat dari radikulopati dan atau kompresi jaras dan destruksi tulang (infiltrasi amyloid pada syaraf)
DIAGNOSIS Diagnosis multiple myeloma dapat ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan patologi anatomi. Gejala klinis Asimptomatik myeloma dan simptomatik (myeloma aktif).
Anamnesis Lemah nyeri pada tulang dengan atau tanpa fraktur ataupun infeksi nyeri tulang Kerusakan ginjal Perdarahan yang diakibatkan oleh trombositopenia Fraktur patologis : seperti fraktur kompresi vertebra dan juga fraktur tulang panjang Gejala-gejala hiperkalsemia berupa somnolen, nyeri tulang, konstipasi, nausea, dan rasa haus kompresi vertebra : nyeri punggung, kelemahan, mati rasa, atau disestesia pada ekstremitas
Pemeriksaan Fisik Pucat yang disebabkan oleh anemia Ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni Gambaran neurologis seperti perubahan tingkat sensori, lemah, atau carpal tunnel syndrome. Amiloidosis dapat ditemukan pada pasien multiple myeloma seperti makroglossia dan carpal tunnel syndrome. Gangguan fungsi organ visceral seperti ginjal, hati, otak, limpa akibat infiltrasi sel plasma (jarang).
Darah rutin : anemia normositik normokrom, leukosit normal, dapat pansitopenia, peningkatan LED. Laboratorium Urin rutin : proteinuria Apusan darah tepi : formasi reuleaux
Gambaran radiologi 1) Foto polos x-ray Fraktur kompresi pada corpus vertebra, tidak dapat dibedakan dengan osteoprosis senilis. Lesi-lesi litik punch out lesion yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping. Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks, menghasilkan massa jaringan lunak. Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik punch outlesion yang khas pada calvaria, yang merupakan karakteristik dari gambaran multiple myeloma.
Foto pelvic yang menunjukkan fokus litik kecil yang sangat banyak sepanjang tulang pelvis dan femur yang sesuai dengan gambaran multiple myeloma.
Foto femur menunjukkan adanya endosteal scalloping (erosi pada cortex interna) pada pasien dengan multiple myeloma.
2) CT-Scan Diffuse osteopenia dapat memberi kesan adanya keterlibatan myelomatous sebelum lesi litik sendiri terlihat. Pada pemeriksaan ini juga dapat ditemukan gambaran sumsum tulang yang tergantikan oleh sel tumor, osseous lisis, destruksi trabekular dan korteks. Lytic expansile mass dari C5. Pada CT Scan tranversal C5 menunjukkan adanya perluasan massa jaringan lunak (expansile soft-tissue mass) pada sepanjang sisi kanan Vertebra Cervikal 5 dengan kerusakan tulang terkait. CT Scan sagital T1 gambaran weighted pada vertebra lumbalis me- 9 nunjukkan adanya infiltrasi difus sumsum yang disebabkan oleh multiple myeloma.
3) MRI Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang. Foto potongan sagital T1 weighted-mri pada lumbarsakral memperlihatkan adanya diffusely mottled marrow yang menunjukkan adanya diffuse involvement pada sumsum tulang dengan multiple myeloma. Juga didapatkan gambaran fraktur kompresi pada seluruh vertebra yang tervisualisasi. Pada V-T10 terdapat adanya focal mass-like lesion yang menunjukkan suatu plasmacytoma.
4) Radiologi Nuklir FDG PET scan pada pasien multiple myeloma dengan difuse yang berat disertai focal disease.
Patologi Anatomi Sel plasma berproliferasi di dalam sumsum tulang. Sel-sel plasma memiliki ukuran yang lebih besar 2 3 kali dari limfosit, dengan nuklei eksentrik licin (bulat atau oval) pada kontur dan memiliki halo perinuklear. Sitoplasma bersifat basofilik. Aspirasi sumsum tulang memperlihatkan sel-sel plasma multiple myeloma. Tampak sitoplasma berwarna biru, nukleus eksentrik, dan zona pucat perinuclear (halo).
Biopsi sumsum tulang menunjukkan lembaran sel-sel plasma ganas pada multiple myeloma.
Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosis multiple myeloma pada pasien yang memiliki gambaran klinis multiple myeloma adalah sumsum tulang dengan >10% sel plasma atau plasmasitoma dengan salah satu dari kriteria berikut : Protein monoclonal serum (biasanya >3g/dL) Protein monoclonal urine Lesi litik pada tulang
Salmon Durie staging : a) Stadium I Level hemoglobin lebih dari 10 g/dl Level kalsium kurang dari 12 mg/dl Gambaran radiograf tulang normal atau plasmositoma soliter Protein M rendah (mis. IgG < 5 g/dl, Costa < 3 g/dl, urine < 4g/24 jam) b) Stadium II Gambaran yang sesuai tidak untuk stadium I maupun stadium III c) Stadium III Level hemoglobin kurang dari 8,5 g/dl Level kalsium lebih dari 12 g/dl Gambaran radiologi penyakit litik pada tulang Nilai protein M tinggi (mis. IgG >7 g/dl, Costa > 5 g/dl, urine > 12 g/24 jam) Subklasifikasi A meliputi nilai kreatinin kurang dari 2 g/dl Subklasifikasi B meliputi nilai kreatinin lebih dari 2 g/dl
International Staging System untuk multiple myeloma a) Stadium I β2 mikroglobulin 3,5 g/dl dan albumin 3,5 g/dl CRP 4,0 mg/dl Plasma cell labeling index < 1% Tidak ditemukan delesi kromosom 13 Serum Il-6 reseptor rendah durasi yang panjang dari awal fase plateau b) Stadium II Beta-2 microglobulin level >3.5 hingga <5.5 g/dl, atau Beta-2 microglobulin <3.5g/dL dan albumin <3.5 g/dl c) Stadium III Beta-2 microglobulin >5.5 g/dl
DIAGNOSIS BANDING Metastasis tumor ke tulang : Disebabkan keganasan primer payudara, paru, prostat, ginjal dan kelenjar gondok Penyebaran ini ternyata ditemukan lebih banyak di tulang skelet daripada ekstremitas Gambaran "blastic" adalah apabila kita temukan lesi dengan densitas yang lebih tinggi dari tulang sendiri. Keadaan yang lebih jarang ini kita temukan pada metastasis dari tumor primer seperti prostat, payudara, lebih jarang pada karsinoma kolon, paru, pankreas Selain gambaran radiologik, ditemukannya proteinuri Bence Jones pada pemeriksaan urin rutin dapat menyingkirkan adanya metastasis tumor ke
Foto pelvic pada metastasis tumor payudara ke tulang memberikan gambaran osteolytic.
PENGOBATAN Kemoterapi regimen awal yang paling sering digunakan adalah kombinasi antara thalidomide dan dexamethasone. Kombinasi lain berupa agen nonkemoterapeutik bartezomib dan lenalidomide sedang diteliti. Pasien usia <70 tahun bisa dilakukan transplantasi stem sel autolog. Radioterapi terlokalisasi dapat berguna sebagai terapi paliatif nyeri pada tulang atau untuk mengeradikasi tumor pada fraktur patologis. Hiperkalsemia dapat diterapi secara agresif, imobilisasi dan pencegahan dehidrasi. Bifosfonat mengurangi fraktur patologis pada pasien dengan penyakit pada tulang.
PROGNOSIS Menurut Salmon Durie System, angka rata-rata pasien bertahan hidup sebagai berikut : Stadium I > 60 bulan Stadium II, 41 bulan Stadium III, 23 bulan Stadium B memiliki dampak yang lebih buruk. Menurut the International staging system maka ratarata angka bertahan hidup pasien dengan multiple myeloma sebagai berikut : Stadium I, 62 bulan Stadium II, 44 bulan Stadium III, 29 bulan
THANK YOU FOR YOUR ATTENTION