BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Provinsi Kalimantan Tengah memiliki luas km 2 atau 1,5 kali luas

dokumen-dokumen yang mirip
Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

Setitik Harapan dari Ajamu

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1995 TENTANG PENGEMBANGAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KALIMATAN TENGAH

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

PENDAHULUAN Latar Belakang

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan

INDONESIA - AUSTRALIA FOREST CARBON PARTNERSHIP (IAFCP)

Memanen padi tanpa asap di gambut Lamandau

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

PENGEMBANGAN DAN KONSERVASI LAHAN GAMBUT

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

Konservasi dan Rehabilitasi Lahan dan Hutan Gambut di Area PT Hutan Amanah Lestari Barito Selatan dan Barito Timur

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POTRET GAMBUT KALIMANTAN

Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

RENCANA INDUK (MASTER PLAN)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

BAB III PROBLEM LINGKUNGAN DI SUMATERA SELATAN. penjelasan mengenai keterlibatan INGO World Agroforestry Centre (ICRAF) di Indonesia

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

ULASAN KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lahan rawa untuk budidaya tanaman pangan berwawasan lingkungan Sholehien

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

Reklamasi Rawa (HSKB 817)

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

Kapuas dan Pelestarian Kerusakan

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

Pembangunan Kehutanan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

Judul. Rehablitasi Lahan Dan Hutan Melalui Pengembangan Hkm Untuk Peningkatan Daya Dukung DAS Moyo Kabupaten Sumbawa Lembaga Olah Hidup (Loh)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. pada lahan gambut di Indonesia ha (18% dari seluruh luas gambut).

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadikan Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan fakta

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi

PENDAHULUAN. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera

LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

RINGKASAN. Pulang Pisau STRATEGI PERTUMBUHAN EKONOMI HIJAU. Sektor terpilih untuk pertumbuhan ekonomi hijau

IMPLEMENTASI PP 57/2016

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Provinsi Kalimantan Tengah memiliki luas 153.567 km 2 atau 1,5 kali luas Pulau Jawa, terletak di garis ekuator atau di tengah-tengah kawasan Asia Pasifik dengan hamparan kawasan hutan tropis yang luas sehingga Provinsi Kalimantan Tengah sering dijuluki dengan sebutan paru-paru dunia atau the Lung of the World. Luas lahan gambut di Kalimantan Tengah mencapai 3.010.640 hektar dari luas Provinsi Kalimantan Tengah dengan estimasi kandungan karbon mencapai 6.351,47 juta ton atau 6,3 gita ton karbon (Bappeda Kalteng, 2011). Lahan gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dibentuk oleh adanya penimbunan/akumulasi bahan organik di lantai hutan yang berasal dari reruntuhan vegetasi di atasnya dalam kurun waktu lama. Akumulasi ini terjadi karena lambatnya laju dekomposisi dibandingkan dengan laju penimbunan bahan organik di lantai hutan yang basah/tergenang tersebut. Sebagai sebuah ekosistem lahan basah, gambut memiliki sifat yang unik dibandingkan dengan ekosistemekosistem lainnya. Gambut mulai gencar dibicarakan orang sejak lima belas tahun terakhir, ketika dunia mulai menyadari bahwa sumberdaya alam ini tidak hanya sekedar berfungsi sebagai pengatur hidrologi, sarana konservasi keanekaragaman hayati, tempat budidaya dan sumber energi, tetapi juga memiliki peran yang lebih besar lagi dalam perubahan iklim global karena kemampuannya dalam menyerap dan menyimpan cadangan karbon dunia (Najiyati et al., 2005:6-8). 1

Gambar 1.1. Lahan Gambut Sumber: Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia (CCFPI), http://www.indo-peat.net Saat ini, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Provinsi Kalimantan Tengah dalam pengelolaan gambut berkelanjutan adalah persoalan bekas Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar yang terbengkalai. Program 2

ini merupakan program gagasan dari Presiden Soeharto pada tahun 1995 untuk menjawab tantangan pembangunan pertanian yang semakin berat (Notohadiprawiro, TT:1). Luas keseluruhan wilayah PLG adalah 1.462.296 hektar (Rencana Induk Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Eks-PLG, 2008). Sejarah singkat program ini dilampirkan pada Lampiran E. Program PLG Sejuta Hektar meninggalkan beberapa masalah, yaitu: konversi lahan gambut, kebakaran hutan dan lahan, drainase, pembalakan kayu, dan keadaan masyarakat lokal serta warga transmigran yang memprihatinkan: Gambar 1.2. Perubahan yang drastis. Kondisi sebelum dan sesudah Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Sumber: Ditjen Bina Bangda 1. Konversi lahan gambut untuk lahan pertanian melalui program Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar yang tidak memperhatikan aspek daya dukung lahan dan karakterisitik fisik dan kimia gambut menjadi pemicu awal terjadinya degradasi lahan gambut yang cukup masif. Tidak seluruh kawasan PLG cocok untuk lahan budidaya pertanian. Karena dihadapkan pada keterbatasan daya dukung dan karakteristik fisik-kimia dan biologi lahan yang tidak mendukung untuk dijadikan areal kegiatan budidaya pertanian sehingga proyek yang dulunya 3

punya tujuan cukup mulia tersebut justru berimplikasi negatif terhadap persoalan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. 2. Kebakaran hutan dan lahan gambut hampir terjadi setiap datangnya musim kemarau. Kebakaran hutan dan lahan gambut ini berimplikasi luas terhadap deplesi gambut, emisi karbon dioksida (CO2), hilangnya biodiversitas serta menimbulkan berbagai dampak negatif secara sosial, ekonomi dan kesehatan masyarakat. Gambar 1.3. Kebakaran hebat yang terjadi pada tahun 1997 Sumber: Ditjen Bina Bangda 3. Drainase kawasan hutan dan lahan gambut yang berlebihan akibat pembangunan saluran-saluran air di kawasan PLG telah mengakibatkan pengurasan air gambut secara berlebihan (overdrained), sehingga muka air di lahan gambut mengalami penurunan sangat signifikan di musim kemarau. Akibatnya lahan gambut mengalami kekeringan berlebihan yang menyebabkan lahan gambut menjadi sangat rentan terhadap bahaya 4

kebakaran. Drainase berlebihan berimplikasi negatif terhadap laju subsidensi gambut, kekeringan tak balik dan emisi gas karbon dioksida (CO2) ke atmosfir sehingga berkontribusi terhadap meningkatnya pemanasan global (global warming). Gambar 1.4. Saluran Primer Induk (SPI) sepanjang 187 km yang menghubungkan Sungai Kahayan, Sungai Sebangau, Sungai Kapuas, dan Sungai Barito dan memotong banyak anak sungai. (Sumber: Ditjen Bina Bangda) 4. Pembalakan khususnya pembalakan liar (illegal logging) di kawasan hutan rawa gambut merupakan salah satu faktor terjadinya akserelasi degradasi lahan gambut. Implikasi dari kegiatan pembalakan secara ilegal adalah kehilangan sumber pendapatan daerah berupa pajak-pajak, 5

menurunnya biodiversitas, meningkatnya jumlah keluarga miskin dan lainlain. Pembalakan di kawasan hutan terjadi karena tersedianya saluransaluran air PLG yang memudahkan pembalak untuk menghanyutkan/ membawa kayu hasil tebangan. Gambar 1.5. Kanal-kanal pencurian kayu Sumber: Ditjen Bina Bangda 5. Kondisi ekonomi dan sosial masyarakat lokal dan transmigran yang memprihatinkan disebabkan perubahan ekosistem. Usaha tradisional masyarakat lokal khususnya Suku Dayak yang telah diandalkan sebagai penopang ekonomi secara berkelanjutan, menjadi rusak hingga hilang atau tidak lagi produktif seperti sebelumnya. Hilangnya beje dan tatah (teknik penangkapan ikan secara tradisional) di beberapa desa seperti di Dadahup, Terantang, dan Lamunti. Sebelum proyek PLG dilaksanakan produksi ikan dari beje dan tatah di daerah kajian sekitar 500 2000 kg/beje/tahun dengan total produksi sekitar 2000 ton/tahun atau senilai 10 miliar rupiah. Namun setelah proyek PLG dilaksanakan, pada tahun 2000 produksi beje yang masih tersisa menurun sangat drastis antara 5 150 kg ikan/beje atau 6

sekitar 10 20 ton ikan senilai 75 juta rupiah (Bappeda Kalteng, 2006). Pembuatan kanal yang sangat panjang, besar dan dalam serta penempatan warga pada lahan gambut tebal mengabaikan pengetahuan lokal (local knowledge) masyarakat yang telah turun temurun. Pembuatan Saluran Primer Induk memotong kubah gambut tebal dan beberapa Saluran Primer Utama mengiris memanjang punggung kubah gambut, sehingga menyebabkan kekeringan pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan. Masyarakat Dayak sebelumnya hanya memanfaatkan gambut tipis (disebut petak luwau) yang terdapat di belakang tanggul sungai (permukiman Suku Dayak terkonsentrasi pada daerah lahan kering atau tanah mineral di daerah pedalaman), dan sistem handel di daerah pasang surut, pembuatan handel (kanal berdimensi kecil), yaitu sempit (1-2 m), dangkal (1-2 m) dan pendek (0,5-2 km) dilakukan berdasarkan kemampuan air masuk ke daerah bagian dalam sebagai akibat dorongan air laut. Gambar 1.6. Rumah masyarakat lokal dan transmigran di Kawasan PLG yang dilanda banjir Sumber: Bappeda Provinsi Kalimantan Tengah 7

Penempatan masyarakat lokal dan warga transmigran di atas lahan gambut tebal dan di daerah antara dua sungai yang aspek hidrologinya bermasalah menyebabkan mereka sangat kesulitan mengembangkan usahataninya, sehingga banyak diantara mereka memilih pindah, bekerja sebagai buruh di perkotaan dan melakukan kegiatan liar (usaha kayu dan tambang), sedangkan mereka yang menempati lahan gambut tipis kesulitan untuk memasarkan hasil pertaniannya, karena jarak pasar yang jauh, dan transportasi yang sulit dan mahal. Akibatnya, hasil pertanian mereka menjadi tidak bernilai. Selama tahun penempatan 1996 hingga 1999 jumlah transmigran yang ditempatkan sebanyak 15.600 keluarga transmigran. Akibat kesulitan hidup yang dialami, sebanyak 7.100 KK meninggalkan Unit Permukiman Transmigrasi (UPT). Sehingga pada 30 Juni 2007 transmigran yang masih menetap di UPT sebanyak 8.500 KK dan pada Maret 2012 jumlah keluarga transmigran yang menetap di UPT terus berkurang menjadi 7.839 KK (Dinas Nakertrans, 2012). Lahan usaha tani (lahan produktif) yang diserahkan kepada transmigran seluas 2 Ha/KK, 80% di antaranya kini menjadi lahan tidur. Berbagai upaya pengelolaan dampak lingkungan, sosial dan ekonomi PLG telah dilakukan, demikian juga berbagai kebijakan sehubungan dengan pengembangan kawasan PLG telah dikeluarkan. Mulai dari Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 1998 yang menghentikan untuk sementara waktu proyek pengembangan PLG, Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 1998, Keputusan 8

Presiden Nomor 133 Tahun 1998, dan terakhir Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 1999 tentang Pedoman Umum Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan PLG di Kalimantan Tengah. Pemerintah juga telah memiliki konsep Rencana Rehabilitasi Kawasan PLG di Kalimantan Tengah yang disusun oleh Tim Ad Hoc Penyelesaian Proyek Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Negara Percepatan Pembangunan KTI No. SK/004/KH.DP-KTI/IX/2002. Berbagai upaya ini ternyata belum cukup untuk menyelesaikan berbagai permasalahan ekologi, sosial ekonomi, dan politik kawasan pengembangan PLG. Pada tanggal 16 Maret 2007 dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2007 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah yang menginstruksikan kepada 15 lembaga pemerintah yaitu: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Pertanian, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Negara Lingkungan Hidup, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Ketua Bappenas, Gubernur Kalimantan Tengah, Walikota Palangka Raya, Bupati Kapuas, Bupati Barito Selatan dan Bupati Pulang Pisau untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangannya dalam rangka pelaksanaan Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah. 9

Untuk pelaksanaan proyek tersebut, Presiden menunjuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Boediono sebagai Ketua, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan / Ketua Bappenas Paskah Suzetta sebagai Sekretaris, serta Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang sebagai penanggung jawab pelaksanaan program secara terpadu di kawasan PLG. Inpres 2/2007 ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 188.44/144/2007 Tanggal 8 April 2007 tentang Organisasi dan Tatalaksana Tim Pelaksana Provinsi Inpres Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan PLG. Namun setelah berakhirnya Inpres 2/2007 pada 16 Maret 2011, banyak kegiatan yang belum terealisasi. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam hal ini Gubernur Kalimantan Tengah terus berjuang agar Program Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan PLG terus dilanjutkan mengingat betapa pentingnya peran ekosistem gambut. Berikut ini petikan wawancara Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang pada Harian Redaksi Kota, 6 September 2010: Jika Proyek PLG Sejuta Hektar tersebut diabaikan, kondisi dunia akan berbahaya. Kalau tiba musim kemarau, lahan gambut seluas 1,4 juta hektar itu akan mengalami kerusakan. Pentingnya penyelamatan kawasan PLG bukan hanya masalah Kalimantan Tengah, tapi masalah dunia. Hal inilah yang mendasari peran penting dari negara-negara lain seperti Pemerintah Belanda yang telah memberi anggaran grant/hibah sebesar 20 juta Euro untuk membuat Rencana Induk Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Eks- PLG, kedatangan George Soros (Penasihat Khusus Sekjen PBB Bidang Perubahan Iklim) pada awal agustus 2010 untuk bersedia berpartisipasi membantu program rehabilitasi PLG dan Australia yang turut membantu dengan Program Kalimantan Forest Climate Partnership (KFCP). (Redaksi Kota, 6 September 2010) 10

Pada setiap tahun pelaksanaannya, Program Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah memiliki keluaran (output) yang harus dihasilkan. Selama periode 2007 2011, kegiatan yang dapat dilaksanakan berjumlah 103 kegiatan dari seluruh kegiatan yang berjumlah 186 kegiatan. Namun keluaran (output) yang dihasilkan jauh di bawah target pencapaian. Misalnya target pencetakan sawah seluas 123.000 Ha, baru dapat dilaksanakan kegiatan penyiapan jaringan irigasi seluas 6.500 Ha dan SID cetak sawah 6.500 Ha. Kekurangan tersebut menimbulkan sebuah pertanyaan mengenai kinerja proses pelaksanaan Program Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah. Dengan latar belakang tersebut, penelitian ini akan mencoba mengidentifikasi faktor-faktor atau mekanisme yang sudah berjalan maupun belum berjalan dalam pelaksanaan Program Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah pada periode 2007 2011. 1.2. Pertanyaan Penelitian Dari latar belakang penelitian di atas, maka studi ini adalah untuk menjawab kebenaran terhadap pertanyaan utama penelitian sebagai berikut: Bagaimana pelaksanaan Program Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaannya? 11

Dalam menjawab pertanyaan utama tersebut, beberapa pertanyaan penelitian lainnya yang muncul adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan Program Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah? 2. Bagaimana faktor-faktor yang dipertimbangkan mempengaruhi pelaksanaan Program Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian Program Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah yang ingin dicapai adalah: 1. Mendeskripsikan pelaksanaan Program Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah. 2. Menganalisis dan menilai faktor-faktor yang dipertimbangkan mempengaruhi pelaksanaan Program Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah. 12

1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti. Diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti mengenai implementasi program, serta memberikan pengalaman yang berbeda dalam melakukan penelitian khususnya terkait Program Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah, sehingga pengalaman ini pada gilirannya dimaksudkan dapat menjadi keterampilan khusus peneliti di samping tugas pokok yang digeluti. 2. Bagi lingkungan akademik. Di bidang keilmuan, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan bahan kajian lanjutan bagi penelitian sejenis yang dilakukan kemudian, dimana upaya replikasi dengan sejumlah penyempurnaan akan sangat bermanfaat bagi penelitian berikutnya, khususnya penelitian yang berhubungan dengan program rehabilitasi dan revitalisasi lahan gambut. 3. Bagi objek penelitian. Bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan dalam mengambil kebijakan lebih lanjut dalam pelaksanaan program rehabilitasi dan revitalisasi lahan gambut, atau program sejenis yang melibatkan banyak instansi atau departemen, sehingga dapat berjalan dengan baik dan efektif sesuai konsep program. 13

1.5. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis belum ada penelitian mengenai Program Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah yang dilakukan sebelumnya menggunakan metode analisis seperti yang penulis gunakan. Penelitian sebelumnya mengenai evaluasi implementasi program adalah Evaluasi Efektivitas Implementasi Program Bantuan Stimulan Bahan Baku Rumah (BBR) untuk Rehabilitasi/Rekonstruksi Rumah Pengungsi di Kecamatan Jailolo dan Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera, Tesis MPKD Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2008 oleh Guntur Sudirman yang menggunakan parameter yang sama namun dengan metode penelitian yang berbeda. 14

Latar Belakang: Rehabilitasi dan revitalisasi kawasan PLG sangat penting dan mendesak. Keluaran (output) Program Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan PLG di Kalimantan Tengah jauh di bawah target pencapaian. Pertanyaan Penelitian: Bagaimana Pelaksanaan Program Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan PLG di Kalimantan Tengah dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaannya? Tujuan Penelitian: Mendeskripsikan pelaksanaan Program Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah. Menganalisis dan menilai faktor-faktor yang dipertimbangkan mempengaruhi pelaksanaan Program Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah. Menemukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kegagalan program sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki pelaksanaan program di masa mendatang. Kerangka Teori Gambar 1.7. Kerangka Pendekatan Penelitian 15