19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan penyimpangan dalam hubungan intermaksila dan atau intramaksila pada gigi dan atau rahang. Banyak penelitian dilakukan mengenai prevalensi maloklusi pada berbagai kelompok etnis. 1,2,3,4 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wahab pada populasi Deutro-Melayu Indonesia tahun 2013, prevalensi paling tinggi ditemukan pada maloklusi Klas I yaitu 48,8%, diikuti dengan maloklusi Klas II yaitu 33,1% dan maloklusi Klas III sebanyak 18,1%. 5 Maloklusi Klas I, II dan III memiliki 3 pola morfologi vertikal skeletal wajah yaitu hipodivergen (short face/low angle), normodivergen (normal face/normal angle) dan hiperdivergen (long face/high angle). Pola pertumbuhan wajah merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan dalam perawatan ortodonti. 6,7 Secara menyeluruh radiografi sefalometri lateral digunakan untuk menilai posisi maksila dan mandibula dalam arah anteroposterior dan vertikal. 3,4,5 Ilmu ortodonti kontemporer mengharuskan ortodontis tidak hanya peduli pada keadaan jaringan periodontal tetapi juga pada pola pertumbuhan wajah, morfologi simfisis mandibula dan inklinasi insisivus. Kepedulian ini dapat menurunkan resiko kerusakan yang potensial ketika dilakukan pergerakan gigi secara ortodonti. 8,9,10
20 Morfologi simfisis mandibula berkontribusi terhadap outline wajah terutama profil dan keseimbangan harmonisasi wajah. 8,11 Struktur simfisis mandibula terdiri dari tulang kortikal dan tulang konselus. Tulang kortikal merupakan tulang yang melapisi bagian paling luar permukaan labial dan lingual mandibula dan dianggap sebagai orthodontic wall (batas anatomi pergerakan gigi). 11,12 Ketebalan simfisis mandibula berpengaruh terhadap diagnosa dan rencana perawatan pasien ortodonti, apakah akan dilakukan ekstraksi atau tidak. 8 Pada kasus simfisis mandibula yang tebal, gerakan memprotrusifkan gigi insisivus mandibula masih dapat diterima secara estetis, 12,13 sedangkan pada simfisis mandibula yang tipis gerakan ini dapat menyebabkan defect tulang labial. 13,14,15 Posisi dan pergerakan insisivus mandibula juga memainkan peran penting terhadap diagnosa, rencana perawatan, terapi dan stabilitas hasil perawatan. 8,9,16,17 Pergerakan insisivus mandibula yang ekstensif terkadang diperlukan untuk mencapai tujuan perawatan. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan untuk melakukan hal ini, terutama dari faktor biologis dan biomekanik. Faktor biologis antara lain struktur, morfologi, ketebalan simfisis mandibula, posisi gigi insisivus mandibula dan kondisi jaringan lunak. 8,16 Sedangkan faktor biomekanika meliputi arah pergerakan gigi (labial atau lingual) dan tipe pergerakan gigi (tipping atau bodily). 10 Secara umum ketebalan tulang pada simfisis mandibula yang paling besar adalah pada regio apeks dibandingkan regio servikal. 11,18 Garib dkk melaporkan jarak dari apeks akar ke permukaan tulang kortikal labial dan lingual lebih tebal pada pasien
21 hipodivergen dibanding pasien hiperdivergen. 13 Gama melaporkan bahwa individu dengan pola pertumbuhan wajah ke arah vertikal memiliki simfisis mandibula tinggi dan tipis, sedangkan individu dengan pola pertumbuhan ke arah horizontal memiliki simfisis mandibula lebih pendek dan tebal. 9,16 Graco dkk melaporkan bahwa bagian labial tulang konselus simfisis mandibula lebih tebal pada pasien hipodivergen dibandingkan dengan pasien hiperdivergen. 11,19 Yatabe dkk membandingkan pasien hiperdivergen dengan hubungan maksilomandibula dalam arah sagital yang berbeda. Penelitian ini membuktikan bahwa pasien Klas III memiliki simfisis mandibula lebih tipis dibandingkan pasien Klas I dan Klas II. Yamada dkk melaporkan bahwa inklinasi insisivus mandibula berpengaruh terhadap ketebalan tulang konselus simfisis mandibula. 18,20 Dari perspektif tersebut, rencana perawatan pasien hipodivergen memiliki lebih sedikit keterbatasan untuk menggerakkan insisivus mandibula dalam arah labiolingual. Sebaliknya pada pasien hiperdivergen, jika diperlukan pergerakan labiolingual, biomekanika pergerakan insisivus mandibula harus sangat dipertimbangkan dan lebih mengutamakan gerakan bodili daripada gerakan tipping. 13 Dari ulasan di atas penulis ingin mengetahui perbedaan dan hubungan pola morfologi vertikal skeletal wajah pada maloklusi Klas I, II dan III dengan ketebalan simfisis mandibula. Selain itu juga untuk mengetahui hubungan inklinasi insisivus mandibula dengan ketebalan simfisis mandibula menurut metode Yamada.
22 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah ada perbedaan pola morfologi vertikal skeletal wajah pada tiap-tiap 2. Apakah ada hubungan pola morfologi vertikal skeletal wajah pada maloklusi Klas I, II dan III dengan ketebalan simfisis mandibula. 3. Apakah ada hubungan antara inklinasi insisivus mandibula pada berbagai pola morfologi vertikal skeletal wajah dengan ketebalan simfisis mandibula. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui ketebalan simfisis mandibula pada maloklusi Klas I, II dan III dengan berbagai pola morfologi vertikal skeletal wajah. 2. Untuk mengetahui perbedaan pola morfologi vertikal skeletal wajah pada tiap-tiap 3. Untuk mengetahui hubungan pola morfologi vertikal skeletal wajah pada 4. Untuk mengetahui hubungan antara inklinasi insisivus mandibula pada berbagai pola morfologi vertikal skeletal wajah dengan ketebalan simfisis mandibula. 1.4 Hipotesis Penelitian 1. Ada perbedaan pola morfologi vertikal skeletal wajah pada tiap-tiap maloklusi Klas I, II dan III dengan ketebalan simfisis mandibula. 2. Ada hubungan pola morfologi vertikal skeletal wajah pada maloklusi Klas I, II dan III dengan ketebalan simfisis mandibula.
23 3. Ada hubungan antara inklinasi insisivus mandibula pada berbagai pola morfologi vertikal skeletal wajah dengan ketebalan simfisis mandibula. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Memberi informasi kepada praktisi mengenai ketebalan simfisis mandibula pada maloklusi Klas I, II dan III dengan berbagai pola morfologi vertikal skeletal wajah. 2. Memberi informasi kepada praktisi mengenai perbedaan pola morfologi vertikal skeletal wajah pada tiap-tiap maloklusi Klas I, II dan III dengan ketebalan simfisis mandibula. 3. Memberi informasi kepada praktisi mengenai hubungan pola morfologi vertikal skeletal wajah pada maloklusi Klas I, II dan III dengan ketebalan simfisis mandibula 4. Memberi informasi kepada praktisi mengenai hubungan antara inklinasi insisivus mandibula pada berbagai pola morfologi vertikal skeletal wajah dengan ketebalan simfisis mandibula. 5. Penelitian ini diharapkan memberi kontribusi terhadap diagnosa, rencana perawatan, penggunaan mekanisme ortodonti, dan pencegahan pergerakan yang tidak sesuai pada regio anterior mandibula. 6. Penelitian ini diharapkan meningkatkan pengetahuan praktisi terhadap jaringan periodontal sehingga menurunkan resiko kerusakan yang potensial pada akar-akar gigi dan simfisis mandibula ketika dilakukan pergerakan gigi secara ortodonti.