BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terpenting di dalamnya. Tanpa adanya manusia, organisasi tidak mungkin dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan salah satu aset berharga yang dimiliki sebuah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja sebagai sumberdaya manusia (SDM) utama perusahaan yang

BAB I PENGANTAR 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Konsentrasi dari sumber daya manusia berpusat pada orang-orang yang memiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis keuangan global tak hanya berdampak pada sektor riil, tapi juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah peletak dasar pelaksana sistem

BAB I PENDAHULUAN. berjalansecara berkesinambungan, maka sangat dibutuhkan karyawan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam organisasi tersebut memiliki sumber daya manusia yang menunjukkan komitmen yang

BAB 2 KAJIAN TEORETIS

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan senantiasa membutuhkan manajemen yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tertinggal dari masyarakat lainnya, pembangunan di. berdampak positif bagi peningkatan berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi baik itu organisasi profit. maupun non profit memiliki kebijakan mutasi.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut werther (2002:5). Yang menyatakan bahwa Kunci memenangkan. senantiasa melakukan investasi untuk merekrut, menyeleksi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sangat dibutuhkan sistem manajamen yang dapat mendorong organisasi agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, tanpa aspek manusia sulit kiranya instansi untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. organisasi adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. yang dikehendaki, serta mempertahankan guru yang berkualitas.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian M.Anas Hendrawan, 2014 Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Kesiapan Kerja Pegawai

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan medis (McGuire, Hasskarl, Bode, Klingmann, & Zahn, 2007).

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peluang baru bagi proses pembangunan daerah di Indonesia. Di dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai komitmen pada organisasi biasanya mereka menunjukan sikap kerja

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang terlibat dalam kegiatan operasional perusahaan mulai dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. harus mengembangkan lebih dahulu perencanaan strategis. Melalui perencanaan

BAB 1 PENDAHULUAN. karyawan ini merupakan kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam era globalisasi sekarang ini, tantangan terhadap perubahan

Judul : Pengaruh Komitmen Organisasional dan Kepuasan Kerja terhadap Turnover Intention

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini peranan sumber daya manusia berkembang semakin

BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang pesat membawa dampak pada persaingan usaha yang semakin

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Masalah. Dengan bertambah pesatnya industri perbankan membuat persaingan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. buku berjudul Door Duisternis Tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Kartini

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan akan selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawan

BAB I PENDAHULUAN. ini, oleh karena itu perusahaan membutuhkan manusia-manusia yang berkualitas tinggi, memiliki

BAB I PENDAHULUAN. maupun kinerja organisasi secara keseluruhan. Satu hal yang harus diperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. pengujian komitmen organisasi terhadap variabel lain terkait sikap kerja karyawan

BAB I PENDAHULUAN. dalam sebuah organisasi, adalah perilaku extra-role atau perilaku baik warga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peran sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian kalangan organisasi. Perputaran karyawan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. turnover intention serta karyawan terlibat perilaku kerja kontraproduktif.

BAB I PENDAHULUAN. jasa tersebut berkualitas atau tidak, dengan harapan perusahaan asuransi tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Karyawan merupakan makhluk sosial yang menjadi kekayaan utama bagi

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia sangat berperan dalam usaha organisasi dalam mencapai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bagi pegawai dimana perusahaan atau organisasi sekarang berusaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dengan tujuan utama untuk mencari keuntungan semaksimal. keuntungan yang lebih besar. Akan tetapi permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas SDM yang ada (Ambarwati, 2002), karena itu Sumber daya Manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia dipandang sebagai salah satu aset perusahaan yang penting,

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan persaingan yang ketat diantara perusahaan-perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap organisasi beroperasi dengan mengkombinasikan sumber dayanya

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Globalisasi, liberalisasi perdagangan, deregulasi dan. organisasi dihadapkan pada lingkungan yang serba tidak pasti.

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

a. Latar Belakang Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan pesat pada kondisi ekonomi secara keseluruhan, telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rina Hanifah, 2013

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi global yang semakin maju membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan organisasi/perusahaan dalam menjawab tantangan bisnis di masa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. karyawan memihak organisasi tertentu beserta tujuan-tujuannya dan adanya

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk mencapai tujuannya. Menurut Waspodo dan Minadaniati (2012),

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karyawan yang tidak puas dengan kerja mereka cenderung kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. organisasi (Arthur, 1994). Menurut Samad (2006) bahwa karakteristik pekerjaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan Lembaga. kepada Presiden. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86

BAB I PENDAHULUAN. berjalan dengan sangat efektif dan efisien. Efektifitas dan efisiensi proses kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Komitmen organisasi selalu menjadi isu penting dalam dunia kerja, baik dalam organisasi profit maupun organisasi non profit. Hal ini penting sebab suatu organisasi akan menunjukan eksistensi dalam menjalankan roda organisasi secara efektif dan efisien sangat ditentukan oleh komitmen individu terhadap organisasi tersebut. Dengan demikian, komitmen organisasi menjadi fenomena yang menarik untuk dikaji guna mengetahui sejauh mana individu menyatakan komitmennya bagi organisasi. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka pada bab ini penulis akan menguraikan pentingnya komitmen organisasi yang difokuskan pada komitmen pendeta bagi Gereja Protestan Maluku. 1.1 Latar Belakang Pesatnya arus globalisasi memberikan dampak bagi peningkatan kompleksitas tantangan serta munculnya persaingan yang lebih kompetitif dalam berbagai bidang kehidupan manusia, salah satunya adalah dalam bidang organisasi. Menurut Suwatno dan Priansa (2011), salah satu dampak yang paling nyata adalah dunia kerja di Indonesia berkembang dengan sangat pesat, baik dalam organisasi sektor formal maupun informal. Kondisi ini menuntut setiap organisasi kerja di dalam negeri untuk membenahi diri. Salah satu upaya yang dapat di lakukan untuk memenangkan persaingan adalah dengan mengelola dan mengembangkan sumber daya manusia secara tepat dan optimal. 1

Pada suatu kesempatan, Darwito (2008) menjelaskan bahwa sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dan utama sebagai penggerak dalam sebuah organisasi, baik organisasi dalam skala besar maupun organisasi dalam skala kecil. Dengan kata lain, sumber daya manusia dipandang sebagai unsur yang sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Hal ini semakin dipertegas oleh Noermijati dan Risti (2010), bahwa keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan tidak dapat dilepaskan dari peran sumber daya manusia karena sumber daya manusia bukan hanya semata-mata menjadi objek pencapaian tujuan, tetapi sekaligus menjadi pelaku untuk mewujudkan tujuan organisasi. Dengan demikian, setiap organisasi termasuk organisasi gereja harus mampu mengembangkan sumber daya manusia sehingga dapat menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas. Adapun kualitas sumber daya manusia pekerja yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja organisasi adalah komitmen (Robbins, 2001). Ada beberapa fenomena yang menarik terkait dengan komitmen pegawai bagi organisasi gereja. Salah satunya adalah komitmen pendeta bagi Gereja Protestan Maluku. Berdasarkan data Laporan Umum Pelayanan dan Keuangan Persidangan Majelis Pekerja Lengkap (MPL) Sinode GPM tahun 2013, menunjukan ada beberapa fenomena yang nampak terkait dengan komitmen pendeta bagi GPM. Secara positif, pada tahun 2013 semua pendeta yang telah diangkat sebagai pegawai organik menyatakan kesedianya untuk melayani jemaat-jemaat di berbagai tempat yang selama ini mengalami kekosongan karena terisolir. Dengan kata lain, semua jemaat yang berada di berbagai pelosok daerah telah dapat terlayani dengan baik. Lebih lanjut dikatakan bahwa secara umum, para pendeta tidak menunjukan sikap penolakan terhadap SK 2

penempatan sekalipun wilayah pelayanannya berada jauh di daerahdaerah pedalaman. Adanya kesediaan pendeta untuk melakukan tanggung jawab pelayanan mengindikasikan bahwa pendeta memiliki sikap komitmen bagi organisasi gereja. Hal ini berdampak positif bagi kinerja organisasi yang dapat dilihat pada table 1.1 sebagai berikut: Tabel 1.1 Data Pelaksanaan Program Pelayanan GPM Tahun 2013 NO 1 DEP / NON DEP Keesaan dan Hubungan Agama-Agama JUMLAH REALISASI BELUM REALISASI PROG KEG PROG % KEG % PROG % KEG % 16 53 14 87.5 41 77.36 2 12.5 12 22.64 2 PELPPEM 8 17 8 100 13 76.47 0 0 4 23.53 3 PIKOM 6 26 4 67 18 69.23 2 33 8 30.77 4 FINEK 7 15 4 57.14 12 80 3 42.86 3 20 5 RUMGA 1 15 1 100 10 66.67 0 0 5 33.33 6 LPJ 6 20 5 83.33 15 75 1 16.67 5 25 7 Balitbang 3 25 3 100 21 84 0 0 4 16 8 Ina Ama 1 7 1 100 4 57.14 0 0 3 42.86 9 LKAK Inahaha 1 9 1 100 9 100 0 0 0 0 10 Parpem 1 3 1 100 3 100 0 0 0 0 11 YPPK Dr. J. B. Sitanala 16 17 16 100 16 94.12 0 0 1 5.88 12 Yaperti 5 39 5 100 14 35.9 0 0 25 64.1 13 Tim Nyanyian Gerejawi 1 3 1 100 3 100 0 0 0 0 14 Percetakan 1 2 1 100 1 50 0 0 1 50 Rekomendasi 15 66 51 77.28 15 22.72 MPL Rekomendasi 16 38 35 92.11 3 7.89 Sid. Sinode Sumber: Laporan Umum Pelayanan dan Keuangan Persidangan MPL Sinode GPM tahun 2013 Data di atas menunjukan bahwa pada tahun 2013, berbagai pogram pelayanan gereja yang ditetapkan berdasarkan visi dan misi serta tujuan organisasi dapat terealisasi dengan baik, dengan persentase 3

untuk semua program pelayanan pada masing-masing departemen/non departemen sebesar 57,14 % - 100 %. Kondisi ini tidak terlepas dari peran dan tanggungjawab pendeta untuk terlibat dalam pelaksanaan program-program pelayanan GPM sebagai manifestasi dari sikap komitmen terhadap organisasi tersebut. Fenomena lain yang berkaitan dengan komitmen pendeta bagi GPM adalah para pendeta masih diwarnai oleh hal-hal yang bersifat negatif. Data Laporan Umum Pelayanan dan Keuangan MPL Sinode GPM tahun 2013 tentang problematika pelayan di jemaat menunjukan bahwa, sebagian pendeta memiliki perilaku yang tidak sesuai dengan peraturan organik GPM antara lain: sering meninggalkan jemaat dalam waktu yang cukup lama (lebih dari 2 minggu sesuai dengan peraturan organik GMP) bahkan tanpa melalui prosedur perijinan surat perintah jalan (SPJ) dari pimpinan klasis setempat; ketidakmampuan untuk bekerjasama dengan sesama rekan pendeta dan juga dengan para pemimpin dalam masyarakat; perilaku yang tidak etis seperti kekerasan dan umpatan; rendahnya komitmen untuk melayani dan belajar melengkapi diri dengan berbagai pengetahuan dan peraturan-peraturan gereja yang berlaku. Adanya penyimpangan perilaku menyebabkan beberapa pendeta harus mendapatkan sanksi organisasi. Data menunjukan bahwa pada tiga tahun terakhir terjadi peningkatan pemberian sanksi bagi para pendeta. Berikut ini adalah data pendeta GPM yang mendapatkan sanksi organisasi dari tahun 2010 s/d tahun 2013. 4

Tabel 1.2 Data sanksi organisasi GPM Tahun 2010 2013 Sanksi Organisasi Skorsing 2011 2012 2013 Nop. 2010 s/d Okt. 2011 Nop. 2011 s/d Sep. 2012 Jan s/d Sep. 2013 5 orang 10 orang 13 orang Pecat - 1 orang - Total 5 11 13 Sumber: Laporan Umum Pelayanan dan Keuangan Persidangan MPL Sinode GPM tahun 2012 & 2013 Atas dasar data empirik yang menunjukan adanya komitmen yang positif dan negatif, dapat dikatakan bahwa ada masalah yang terkait dengan komitmen organisasi beberapa pendeta GPM yang berkaitan dengan sikap dan perilaku yang menyimpang dari nilai-nilai organisasi. Oleh sebab itu, komitmen organisasi merupakan isu penting yang perlu dikaji lebih lanjut. Seorang pegawai yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasinya ditunjukan dengan memberikan usaha yang besar secara sukarela bagi kemajuan organisasi, dan menunjukan komitmennya pada tujuan-tujuan dan nilai-nilai organisasi, serta mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk berpartisipasi demi kemajuan organisasi. Komitmen organisasi yang dimiliki oleh seorang pegawai membuatnya merasa mempunyai tanggung jawab besar dengan bersedia memberikan segala kemampuannya sehingga timbulnya rasa memiliki organisasi. Rasa memiliki yang kuat ini akan membuat pegawai bekerja lebih giat dan menghindari perilaku yang kurang produktif, seperti perilaku tidak disiplin dan lamban dalam menyelesaikan tugas. Selain itu, rasa memiliki yang kuat ini akan membuat pegawai merasa berguna dan nyaman berada dalam organisasi (Yuwono, 2005). 5

Pernyataan di atas didukung oleh penelitian dari Lee dan Olshfski (Khan.,et al, 2010), bahwa komitmen organisasi menawarkan janji yang patut dipertimbangkan dalam menggambarkan perilaku positif. Selain itu, individu mengambil pekerjaan dengan mengidentifikasi peran yang melekat pada pekerjaan yang ada pada organisasi, sehingga mereka menjadi berkomitmen untuk melakukan pekerjaan, dan berperilaku sesuai dengan harapan yang melekat pada pekerjaan itu. Dengan demikian, komitmen merupakan suatu bentuk loyalitas yang lebih konkrit yang dapat dilihat dari sejauh mana individu mencurahkan perhatian, gagasan, dan tanggungjawab dalam upaya mencapai tujuan organisasi (Alwi, 2001). Adanya komitmen yang tinggi menunjukan kepatuhan bersedia melakukan kebijakan organisasi, memiliki motivasi kerja yang tinggi, dan kinerja yang positif (Meyer.,et al & Newstrom, dalam Olesia.,et al, 2013). Dengan demikian, komitmen pendeta bagi organisasi gereja memberikan kontribusi yang produktif terhadap kinerja dan produktifitas organisasi yang berkaitan dengan pelaksanaan programprogram pelayanan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan gereja. Pernyataan ini didukung oleh penelitian McIntos (Rimes, 2011), bahwa komitmen pendeta bagi gereja berhubungan dengan tanggung jawab pelayanan untuk tujuan, visi, dan nilai-nilai gereja dimana mereka melayani. Komitmen menjadi penting bagi seorang pendeta dalam membangun hubungan dengan staf gereja dan menghindari konflik yang berpotensi menggangu keseluruhan visi dan pelayanan gereja. Hal tersebut di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang komitmen pendeta bagi GPM dengan berbagai pertimbangan antara lain; 1). Sebagai pegawai organik GPM, pendeta bertanggungjawab penuh dalam pelaksanaan program-program 6

pelayanan sesuai dengan visi, misi dan tujuan GPM. 2). Tanggungjawab tersebut ditunjukan lewat perilaku yang sesuai dengan ketentuan dan nilai-nilai organisasi, memiliki keyakinan untuk tetap mengabdikan diri secara utuh terhadap organisasi, serta kepatuhan bersedia melakukan kebijakan organisasi sebagai wujud dari sikap komitmennya terhadap gereja. 3). GPM akan menunjukan eksistensi dalam menjalankan roda organisasi secara efektif dan efisien sangat ditentukan oleh komitmen organisasi pendeta. Ada berbagai dampak dari komitmen organisasi. Secara positif, pegawai yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi, yaitu pegawai yang produktif sehingga pada akhirnya akan lebih menguntungkan bagi organisasi (Greenberg & Baron, dalam Dewi, 2011). Ketika pegawai memiliki komitmen organisasi yang tinggi, maka efektivitas organisasi akan lebih tinggi (Arthur; Wood & De Menezes; Whitener, dalam Nambudiri, 2012). Sementara itu, menurut Olesia.,et al (2013), orangorang yang berkomitmen biasanya akan memiliki catatan kehadiran yang baik, menunjukkan kepatuhan bersedia untuk melakukan kebijakan organisasi dan memiliki turnover yang lebih rendah. Demikian juga, komitmen organisasi telah ditemukan memiliki dampak positif bagi peningkatan motivasi dalam pekerjaan, kewarganegaraan organisasi, serta kinerja yang lebih tinggi (Meyer.,et al; Newstrom; dan Wasti, dalam Olesia, 2012). Pernyataan ini didukung oleh penelitian dari Khan.,et al (2010); Fu dan Despane (2014), bahwa komitmen organisasi memiliki dampak yang positif terhadap kinerja pegawai. Temuan ini memberikan perhatian khusus bagi organisasi untuk lebih mendorong peningkatan komitmen organisasi pegawai dalam menghadapi masalah produktivitas dan peningkatan kinerja. 7

Sebaliknya, rendahnya komitmen pegawai bagi organisasi menyebabkan sikap dan perilaku pegawai menjadi tidak baik dalam pekerjaan sehingga berdampak pada kinerja yang buruk, dan rendahnya motivasi kerja. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Boal dan Blau; Martin dan Shore (Kumar & Eng, 2012), bahwa komitmen organisasi pegawai yang rendah akan menyebabkan pekerjaan yang berhubungan dengan sikap dan perilaku pegawai menjadi tidak baik atau buruk. Hal ini akan menyebabkan kinerja yang buruk dan rendahnya motivasi pegawai untuk melanjutkan pekerjaan mereka. Komitmen organisasi yang rendah juga ditunjukan lewat sikap beberapa pendeta untuk tidak lagi memiliki kelekatan dan melibatkan diri dengan GPM. Beberapa pendeta memilih untuk menjadi PNS, tenaga dosen, serta menjadi pendeta non organik (pelayan umum). Hal ini mengindikasikan bahwa ada keinginan untuk berpindah (turnover intention). Keinginan berpindah (turnover intention) digambarkan oleh Abelson (Yessica, 2004) sebagai tindakan penarikan diri (withdrawal cognition) yang meliputi adanya pikiran untuk keluar, keinginan untuk mencari lowongan pekerjaan, mengevaluasi kemungkinan menemukan pekerjaan di tempat lain, dan adanya keinginan untuk berpindah yang belum diwujudkan dalam perilaku nyata. Pernyataan ini didukung oleh penelitian dari Yessica (2004); Kumar dan Eng (2012), bahwa pegawai yang memiliki tingkat komitmen organisasi rendah akan berdampak pada keinginan untuk berpindah (turnover intention), sebaliknya ketika komitmen organisasi tinggi, maka niat untuk berpindah menjadi rendah. Sementara itu, penulis menduga ada beberapa faktor yang memengaruhi komitmen organisasi, diantaranya dijelaskan oleh: Hodge dan Anthony (Ristaniar, 2010), mengemukakan beberapa faktor yang memengaruhi komitmen organisasi antara lain: kepuasan kerja, 8

identifikasi dan keterlibatan kerja. Selain itu, Adeoye dan Torubelli (2011); Akomolafe dan Olatomide (2013); serta Johar dan Shah (2014) menyatakan, kecerdasan emosional juga menjadi faktor yang memengaruhi komitmen organisasi. Sementara Mowday, Poters, dan Steers (Prasetyo.,et al, 2005) menyatakan, faktor karakteristik personal yang meliputi: usia, masa kerja, tingkat pendidikan, jenis kelamin, ras serta kepribadian juga menjadi faktor penentu komitmen organisasi. Dalam dunia kerja, kepuasan kerja pegawai merupakan salah satu faktor yang turut memberikan kontribusi besar kepada organisasi. Dengan demikian, tanggungjawab organisasi adalah berupaya semaksimal mungkin untuk mengakomodir kebutuhan pegawai. Salah satu cara untuk mengetahui apa yang dibutuhkan dan diharapkan oleh pegawai adalah dengan mengetahui tingkat kepuasan kerja pegawai. Selanjutnya, Mangkunegara (2002) menyatakan bahwa sebagian pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Jadi, semakin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya, makin sedikit kebutuhan pegawai yang terpenuhi, pegawai tersebut akan merasa tidak puas. Dengan demikian, dalam kaitannya dengan kepuasan kerja pendeta, maka gereja perlu mengetahui kondisi bagaimana yang dapat memberikan kepuasan kerja kepada pendeta. Hal ini bertujuan agar gereja tersebut dapat melakukan prioritas dalam melakukan perbaikan dan peningkatan kepuasan kerja bagi para pendeta. Pada suatu kesempatan, Mowday.,et al (Ansel, 2013) menyatakan bahwa semakin individu merasa puas akan pekerjaannya sebagai refleksi dari tempat kerjanya, maka individu tersebut akan semakin berkomitmen dengan pekerjaannya, akan lebih termotivasi untuk hadir dalam organisasi, dan berusaha bekerja sebaik mungkin, 9

loyal, lebih stabil, dan produktif sehingga lebih menguntungkan organisasi. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Mathis dan Jackson (Sadeli & Prawira, 2001), bahwa orang-orang yang relatif puas dengan pekerjaannya akan lebih berkomitmen terhadap organisasi dan lebih mungkin untuk mendapatkan kepuasan yang lebih besar. Ada berbagai hasil temuan dari para peneliti sebelumnya yang menyatakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan yang positif signifikan dengan komitmen organisasi diantaranya; penelitian Eftekhri dan Sadegh (2013) terhadap 183 orang ahli penyuluhan pertanian di propinsi Guilan, menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi pada tingkat 1% dengan (sig = 0.000 0.01). Hasil penelitian ini didukung oleh Suma dan Lesha (2013), Al-Aameri (2000), Ravindranath.,et al (2014); Tella.,et al (2007); dan Azeem (2010). Adanya hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi mengindikasikan bahwa pegawai akan berkomitmen bagi organisasi apabila organisasi tersebut dapat mengakomodir apa yang menjadi kebutuhan mereka. Jika kebutuhannya dapat terpenuhi, maka pegawai akan memperoleh kepuasan dalam bekerja sehingga mendorong mereka untuk tetap berkomitmen bagi organisasi tersebut. Semakin pegawai merasa puas dalam pekerjaannya, maka tingkat komitmen organisasi akan semakin tinggi. Demikian juga sebaliknya, apabila pegawai mengalami ketidakpuasan dalam pekerjaannya, maka komitmen organisasi akan semakin rendah, sehingga berdampak pada kinerja dan produktifitas suatu organisasi. Sebaliknya, ada beberapa hasil penelitian yang ditemukan berbeda oleh para peneliti sebelumnya, seperti: Suki dan Suki (2011) yang melakukan penelitian terhadap 112 pegawai sektor industri di Labuana. Hasilnya, kepuasan kerja dan komitmen organisasi memiliki 10

korelasi yang lemah (tidak kuat) dengan r = 0.575 pada tingkat kepercayaan 90%. Demikian juga penelitian Curry.,et al (Malik.,et al, 2010), menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasi. Temuan ini mengindikasikan bahwa pada karakteristik organisasi tertentu, komitmen organisasi tidak selalu berhubungan dengan seberapa puas atau tidak puas pegawai tersebut dalam pekerjaanya. Orientasi pegawai terhadap pekerjaan yang dilakukan dalam suatu organisasi tidak menempatkan aspek-aspek kepuasan kerja sebagai hal yang utama. Artinya, kepuasan kerja bukan menjadi syarat mutlak bagi pegawai untuk berkomitmen bagi organisasi tersebut. Selain kepuasan kerja, kecerdasan emosional juga turut memengaruhi komitmen organisasi. Keberhasilan suatu organisasi tidak terlepas dari kontribusi pegawainya dalam pekerjaan. Menurut Sani dan Ghorbani (2012), keberhasilan pegawai dalam suatu situasi pekerjaan apabila ia memiliki kecerdasan emosional yang baik. Jika pegawai memiliki kecerdasan emosional yang baik, maka setiap masalah yang dihadapi dalam pekerjaan dapat terselesaikan. Pegawai yang memiliki kecerdasan emosional dapat melatih dirinya dan orang lain untuk berkomitmen. Sementara itu, Goleman (Bakumawa, 2012) menyatakan bahwa kemampuan untuk memahami, membedakan dan mengelola perasaan atau emosi diri sendiri dan orang lain sebagai panduan untuk meningkatkan pemikiran dan tindakannya dapat memengaruhi komitmen pegawai terhadap organisasi. Ada berbagai hasil temuan dari para peneliti sebelumnya yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional memiliki hubungan yang positif signifikan dengan komitmen organisasi diantaranya; penelitian dari Saedi dan Deghan (2013) terhadap 285 staf di kementerian 11

pendidikan propinsi Golestan-Iran. Hasil penelitian menunjukan bahwa kecerdasan emosional memiliki hubungan yang signifikan dengan komitmen organisasi pelayanan publik dengan koefisien korelasi sebesar 0.027 (p < 0.05). Hasil penelitian ini juga didukung oleh Antony (2013); Sarboland (2012); Sani dan Ghorbani (2012); Amoozadeh.,et al (2013); dan Salami (2008). Hasil temuan ini mengindikasikan bahwa pegawai yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, memiliki kemampuan untuk memotivasi diri dan orang lain untuk bertanggungjawab terhadap setiap kebijakan organisasi, serta mampu menempatkan dirinya sesuai dengan nilai-nilai organisasi akan meningkatkan komitmennya bagi organisasi tersebut. Dengan demikian, semakin tinggi kecerdasan emosional seorang pegawai, maka semakin tinggi pula komitmennya terhadap organisasi tersebut. Sebaliknya, beberapa hasil penelitian ditemukan berbeda oleh para peneliti sebelumnya seperti; Beri dan Beri (2014), dalam penelitiannya terhadap 300 guru pemerintah dan swasta di 30 Sekolah Menengah Atas di kabupaten Jammu. Hasilnya, bahwa kecerdasan emosional tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan komitmen organisasi (r = -0.01; p < 0.05). Hasil penelitian ini didukung oleh Aghdasi.,et al (2011); Efendi dan Sutanto (2013); Wong dan Law; dan Guleryus.,et al (Aghdasi, 2011). Hasil temuan ini mengindikasikan bahwa komitmen organisasi tidak selalu memiliki hubungan dengan kemampuan pegawai mengelola emosinya dalam lingkungan pekerjaan. Artinya, pegawai yang cerdas emosi belum tentu memiliki komitmen orgaisasi yang tinggi. Demikian juga, pegawai yang kecerdasan emosi rendah belum tentu komitmen organisasinya juga rendah. Komitmen organisasi bukan disebabkan oleh seberapa cerdasnya pegawai mengelola emosinya. 12

Secara simultan, penelitian terdahulu juga telah membuktikan adanya hubungan kepuasan kerja dan kecerdasan emosional dengan komitmen organisasi. Penelitian Akomolafe dan Olatomide (2013) terhadap 220 guru Sekolah Menengah di Ekiti State Nigeria menemukan hasil bahwa, adanya hubungan yang kuat kepuasan kerja dan kecerdasan emosional dengan komitmen organisasi guru. Analisis statistik menunjukan nilai koefisien (R²) sebesar 0.55. Hal ini berarti, 55% variabel kepuasan kerja dan kecerdasan emosional dapat menjelaskan perubahan variabel komitmen organisasi guru, dan sisanya 45% dijelaskan oleh variabel lain. Hasil temuan ini mengindikasikan bahwa kombinasi dari variabel independen (kepuasan kerja dan kecerdasan emosional) cukup efektif dalam memprediksi komitmen organisasi, dan itu tidak bisa terjadi secara kebetulan. Pegawai yang memiliki komitmen organisasi yang baik adalah mereka yang mengalami kepuasan dalam lingkungan pekerjaan, dan juga memiliki kecerdasan emosional yang baik. Dalam kaitan dengan pengaruh interaksi kepuasan kerja dan jenis kelamin terhadap komitmen organisasi, beberapa peneliti menemukan hasil yang berbeda. Penelitian Nifadkar dan Dongre (2014), menemukan hasil bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasi (β= 0.371, t= 2.615, p<0.013), namun tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dengan komitmen organisasi (β= -0.088, t= -0.592, p<0.558). Hasil penelitian ini didukung oleh Eftekhri dan Sadegh (2014); dan Salami (2008). Temuan ini mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan kepuasan kerja laki-laki dan perempuan terhadap komitmen organisasi. Artinya, komitmen organisasi pegawai laki-laki dan perempuan akan semakin tinggi apabila mereka memiliki kepuasan dalam pekerjaan. Organisasi 13

perlu mengakomodir apa yang menjadi kebutuhan setiap pegawai untuk meningkatkan komitmen organisasi tanpa harus ada diskriminasi. Sebaliknya hasil penelitian yang berbeda ditemukan oleh Pala., et al (2008) terhadap 473 petugas kesehatan di Bursa-Turky. Hasil menunjukan bahwa ada hubungan yang positif signifikan antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasi staf perawat kesehatan 0.485 (p<0.01). Disamping itu, ditemukan juga bahwa jenis kelamin memiliki hubungan dengan komitmen organisasi. Temuan ini mengindikasikan bahwa ada perbedaan tingkat kepuasan kerja laki-laki dan perempuan terhadap komitmen mereka bagi organisasi. Artinya, baik laki-laki maupun perempuan akan lebih berkomitmen bagi organisasi apabila keinginan mereka dapat diakomodir sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Demikian juga, ada berbagai hasil temuan dari para penelitian sebelumnya yang menyatakan adanya pengaruh interaksi kecerdasan emosional dan jenis kelamin terhadap komitmen organisasi, diantaranya; Franzway; Singh dan Vinnicombe (Fisher.,et al, 2004), menyatakan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin, emosi dan komitmen organisasi. Hasil penelitian didukung oleh Singh dan Vinnicombe (Fisher.,et al, 2004), menyatakan bahwa dalam konteks organisasi, perempuan cenderung mengalami emosi yang berbeda dengan laki-laki dalam kaitan dengan komitmen organisasi. Dalam perbedaan ini, perempuan cenderung menampilkan perubahan emosi dalam tindakannya sehingga sering diartikan sebagai kurangnya komitmen. Lebih lanjut Singh dan Vinnicombe (Fisher.,et al, 2004) mengatakan bahwa dalam kerja, wanita dianggap memiliki tingkat komitmen organisasi lebih rendah dari daripada laki-laki. Penelitian mereka 14

menunjukkan bahwa komitmen perempuan terlibat pertimbangan emosional yang berbeda dengan laki-laki. Sebaliknya, hasil penelitian berbeda ditemukan oleh Beri dan Beri (2014). Penelitiannya terhadap 300 guru pemerintah dan swasta di 30 Sekolah Menengah Atas di kabupaten Jammu menemukah hasil bahwa kecerdasan emosional tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan komitmen organisasi (r= -0.01; p<0.05), dan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kecerdasan emosional antara guru laki-laki dan perempuan, dengan t-nilai adalah 0,141 yang tidak signifikan pada 0,05 dan 0,01. Temuan ini mengindikasikan bahwa kecerdasan emosional dan jenis kelamin tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasi. Artinya, pegawai laki-laki dan perempuan memiliki kecerdasan emosional yang sama, sehingga dalam melakukan pekerjaan dapat memberikan yang terbaik dengan ditunjukan melalui adanya komitmen bagi organisasi. Selanjutnya, ada berbagai hasil temuan dari para peneliti sebelumnya yang menyatakan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan yang positif signifikan dengan komitmen organisasi, diantaranya; Penelitian Shoaib.,et al (2013) terhadap karyawan perbankan di Pakistan. Hasil penelitian menemukan ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan mengenai persepsi komitmen bagi organisasi. Pegawai perempuan memiliki komitmen afektif yang lebih tinggi dari pada pegawai laki-laki. Sementara untuk komitmen normatif, pegawai lakilaki cenderung memiliki komitmen normatif yang lebih dari pegawai perempuan, sedangkan untuk komitmen berkelanjutan, pegawai perempuan dan laki-laki memiliki komitmen berkelanjutan yang kurang lebih sama. Hasil penelitian didukung oleh Leow (2011); Celik (2008); dan Pedro (Gehlawat, 2012). Adanya hubungan antara jenis kelamin 15

dengan komitmen organisasi mengindikasikan bahwa komitmen organisasi antara pegawai laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan. Mowday (Dewi, 2011) menyatakan, perempuan dalam dunia kerja cenderung memiliki komitmen terhadap organisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, karena perempuan pada umumnya harus mengatasi lebih banyak rintangan dalam mencapai posisi mereka dalam organisasi sehingga keanggotaan dalam organisasi menjadi lebih penting bagi mereka. Sebaliknya, hasil penelitian berbeda ditemukan oleh Suki dan Suki (2011) pada pegawai sektor industri, bahwa tidak terdapat hubungan signifikan jenis kelamin dengan komitmen organisasi pada tingkat signifikan sebesar 0.273 (p>0.05). Hasil temuan ini didukung oleh Alshitri (2013); Sani dan Ghorbani (2012); dan Salami (2008). Temuan ini mengindikasikan bahwa dalam dunia kerja, tingkat komitmen terhadap organisasi antara laki-laki dan perempuan tidak menunjukan adanya perbedaan. Perempuan dan laki-laki memiliki sikap yang sama untuk berkomitmen bagi organisasi dimana mereka dipekerjakan. Bertolak dari hasil-hasil penelitian sebelumnya, secara parsial penelitian tentang hubungan kepuasan kerja, kecerdasan emosional dan jenis kelamin dengan komitmen organisasi pegawai telah dilakukan. Demikian juga penggunaan ketiga variabel secara simultan yang diterapkan pada kasus dan konteks yang berbeda. Perbedaan tersebut antara lain didasarkan pada adanya variasi tempat, situasi dan subjek penelitian. Dalam kaitan dengan subjek penelitian dalam penulisan ini yaitu pendeta, penulis berasumsi bahwa apabila pendeta memiliki kepuasan kerja yang tinggi, dengan tanpa adanya perbedaan jenis kelamin serta kecerdasan emosional yang tinggi pula, maka pendeta 16

akan memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi gereja. Sebaliknya, apabila pendeta tidak memperoleh kepuasan dalam pekerjaan dan memiliki kecerdasan emosional yang rendah tanpa adanya perbedaan jenis kelamin, maka komitmen organisasi pendeta akan rendah yang ditunjukan dengan perilaku yang tidak sesuai dengan ketentuan dan aturan organisasi gereja dalam pelaksanaan programprogram pelayanan gereja. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan kepuasan kerja dan kecerdasan emosional dengan komitmen organisasi pendeta GPM ditinjau dari jenis kelamin, dengan alasan: (1) Adanya inkonsistensi antara hasil - hasil penelitian sebelumnya sehingga mendorong peneliti untuk melakukan suatu kajian untuk membuktikan adakah hubungan kepuasan kerja, kecerdasan emosional, dan jenis kelamin dengan komitmen organisasi pendeta GPM. (2) Dalam konteks Indonesia, kepuasan kerja, kecerdasan emosional, dan jenis kelamin merupakan variabel yang masih jarang diteliti dalam kaitan dengan komitmen organisasi pendeta GPM. (3) Meskipun variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, tetapi yang membedakannya adalah subjek dalam penelitian ini adalah pendeta. Disamping itu, subjek dalam penelitian ini menjalankan seluruh aktifitas pekerjaannya pada organisasi non profit yaitu gereja. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian terhadap pendeta GPM mengenai Hubungan antara kepuasan kerja dan kecerdasan emosional dengan komitmen organisasi ditinjau dari jenis kelamin pendeta GPM 17

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Adakah hubungan signifikan antara kepuasan kerja dan kecerdasan emosional dengan komitmen pendeta bagi GPM? 2. Adakah pengaruh interaksi kepuasan kerja dan jenis kelamin terhadap komitmen pendeta bagi GPM? 3. Adakah pengaruh interaksi kecerdasan emosional dan jenis kelamin terhadap komitmen pendeta bagi GPM? 4. Adakah perbedaan signifikan komitmen pendeta bagi GPM ditinjau dari jenis kelamin? 1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui hubungan antara kepuasan kerja dan kecerdasan emosional dengan komitmen pendeta bagi GPM 2. Untuk mengetahui pengaruh interaksi kepuasan kerja dan jenis kelamin terhadap komitmen pendeta bagi GPM 3. Untuk mengetahui pengaruh interaksi kecerdasan emosional dan jenis kelamin terhadap komitmen pendeta bagi GPM 4. Untuk mengetahui perbedaan signifikan komitmen pendeta bagi GPM ditinjau dari jenis kelamin. 18

1.4 Manfaat Penelitian Merujuk pada tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat Teoritis Dapat memperkaya konsep serta pola pikir tentang bagaimana kepuasan kerja, kecerdasan emosional, dan jenis kelamin saling berinteraksi dalam memberikan pengaruh bagi komitmen organisasi. Selain itu, penelitian ini dapat memberikan kontribusi pikir khususnya dalam bidang psikologi industri organisasi, serta menjadi acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 1.3.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis antara lain: 1. Memberikan informasi dan masukan positif bagi gereja untuk dapat mengembangkan sumber daya manusia dalam hal ini adalah pendeta agar dapat meningkatkan komitmennya bagi organisasi. 2. Memberikan kontribusi pikir kepada GPM mengenai pentingnya kepuasan kerja dan kecerdasan emosional pendeta dalam upaya meningkatkan komitmen organisasi 3. Agar GPM tetap menunjukan eksistensinya dalam menjalankan roda organisasi secara efekif dan efisien, maka pendeta sebagai salah satu komponen penting bagi gereja harus terus diberdayakan agar memiliki komitmen yang tinggi bagi organisasi. 19