BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya (Hurlock, 1993). Sedangkan menurut Brooks (dalam Rahmad, 1985) mengatakan bahwa konsep diri merupakan persepsi mengenai diri sendiri, baik yang bersifat fisik, sosial maupun psikologis, yang diperoleh melalui pengalaman individu dalam interaksinya dengan orang lain. Dari kedua definisi tersebut maka dapat dikatakan bahwa konsep diri merupakan gambaran seseorang tentang diri sendiri, baik yang bersifat fisik, sosial maupun psikologis, yang diperoleh melalui interaksinya dengan orang lain. Selain itu, konsep diri juga mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku individu. Burns (1993) menyatakan bahwa konsep diri akan mempengaruhi cara individu dalam bertingkah laku ditengah masyarakat. Rahmalia (2004) dalam penelitiannya menambahkan bahwa konsep diri penting bagi individu memandang diri dan dunianya mempengaruhi tidak hanya individu berperilaku, tetapi juga tingkat kepuasan yang diperoleh dalam hidup. Kepuasan tersebut berupa penerimaan terhadap keutuhan dirinya dari segi kelebihan maupun kekuranganya atau sesuatu yang individu hargai dalam hidupnya. Menurut Octavianthi (2011), kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan di mana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di 1
lingkungan sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri. Dengan kemandirian seseorang dapat berkembang dengan lebih mantap. Kemandirian secara psikologis dan mentalis yaitu keadaan seseorang yang dalam kehidupannya mampu memutuskan dan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain. Kemampuan demikian hanya mungkin dimiliki jika seseorang berkemampuan memikirkan dengan seksama tentang sesuatu yang dikerjakannya atau diputuskannya, baik dalam segi-segi manfaat atau keuntungannya, maupun segi-segi negatif dan kerugian yang akan dialaminya (Basri, 2000). Setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar berhasil sesuai keinginan dirinya maka diperlukan adanya kemandirian yang kuat. Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis dan terpusat pada konselor ke pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan Bimbingan dan Konseling Perkembangan (Developmental Guidance and Counseling), atau Bimbingan dan Konseling Komprehensif/Comprehensive Guidance and Counseling. Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan pada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang perlu dicapai konseli hingga pendekatan disebut Bimbingan dan Konseling Berbasis Standar/ Standard Based Guidance and Counseling (Ditjen PMPTK, Depdiknas. 2007). Standar tersebut dirumuskan dalam Standar Kompetensi Kemandirian yang melingkupi upaya mengembangkan dan mewujudkan potensi 2
diri secara penuh dalam aspek pribadi, sosial, belajar dan karier serta upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karier serta dipadukan dengan pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang berdimensi bio-psikososiospiritual (biologis, psikis, sosial dan spiritual). (Sumber: Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. DepDikNas RI. 2008). Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa individu dalam berperilaku dan berinteraksi dengan lingkungan sosial tidak terlepas dari konsep dirinya. Apabila seseorang memiliki konsep diri yang tinggi, maka akan terbentuk penghargaan yang tinggi pula terhadap diri sendiri. Penghargaan terhadap diri sendiri ini akan menentukan sejauh mana seseorang yakin akan kemampuan dirinya dan keberhasilan dirinya. Individu yang merasa mampu atau percaya bahwa dirinya mampu melakukan sesuatu sendiri cenderung memiliki sikap yang mandiri. Sebaliknya, apabila seseorang mempunyai gambaran gambaran rendah tentang dirinya, maka akan muncul pula evaluasi rendah tentang dirinya yang memanivestasikan dalam perilaku ketergantungan. Dari pemaparan di atas terlihat bahwa sikap kemandirian sangat ditunjang dengan konsep diri yang dimilikinya. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Maharani (2005) menunjukkan adanya korelasi yang positif antara konsep diri dan kemandirian remaja di panti asuhan yang menunjukkan rata-rata konsep diri anak asuh di panti asuhan Wira Adi Karya Ungaran mencapai 67,34% dan termasuk kategori cukup baik. Ratarata kemandirian anak asuh mencapai 64,42% dan termasuk kategori cukup baik pula. Hasil analisa Spearman Rank diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,6106. 3
Uji keberartian Koefisien Korelasi dengan uji z diperoleh Z hitung = 5,43> Z tabel = 1,96 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dan kemandirian pada anak asuh angkatan 1 di Panti Asuhan Wira Adi Karya Ungaran Tahun 2005. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa faktor yang paling menunjang kemandirian remaja di panti asuhan adalah faktor inisiatif remaja yang telah baik, sedangkan perlu diperhatikan agar kemandirian remaja dapat meningkat menjadi baik ataupun sangat baik adalah faktor kebebasan, keuletan, pengendalian diri dan kemantapan diri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Herawati (2009) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kemandirian aktifitas dasar sehari-hari dengan konsep diri lansia di Desa Bangunjiwo Kasihan Bantul Yogyakarta yang ditunjukkan bahwa sebagian lansia memiliki kemandirian Aktifitas Dasar Seharihari dalam kategori mandiri sebanyak 80 responden dengan prosentase (90,3%) dan konsep diri lansia terbanyak termasuk dalam kategori tinggi yaitu 68 responden (73,1%) dengan nilai signifikansi (p)=0,445 dan nilai koefisiennya (r)=0,12. Mahasiswa sebagai calon konselor dituntut untuk bertindak secara bijaksana, ramah, bisa menghargai, dan memeriksa keadaan orang lain, serta berkepribadian baik, karena konselor itu nantinya akan berhubungan dengan individu yang sekiranya bermasalah (Umar, 2001). Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan kepada beberapa mahasiswa bimbingan dan konseling yang menunjukkan bahwa individu masih belum dapat memahami diri sendiri, belum yakin dengan kemampuan yang dimiliki dan belum mampu bertanggung jawab 4
dengan apa yang dilakukanya, dan peneliti juga dari mahasiswa bimbingan dan konseling yang sering menemukan masalah yang berkaitan dengan konsep diri dan kemandirian pada mahasiswa bimbingan dan konseling. Peneliti juga melakukan penyebaran skala kepada 30 responden mahasiswa bimbingan dan konseling secara acak dan diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel. 1.1. Pre Test Konsep Diri Mahasiswa Kategori Interval Frekuensi % Rendah 60-95 0 0 Agak rendah 96-131 1 3,3 Sedang 132-167 14 43,7 Agak Tinggi 168-203 15 50,0 Tinggi 204-240 0 0 Total 30 100 Tabel. 1.2. Pre Test Kemandirian Mahasiswa Kategori Interval Frekuensi % Rendah 60-95 0 0 Agak rendah 96-131 2 6,7 Sedang 132-167 16 53,3 Agak Tinggi 168-203 12 40,0 Tinggi 204-240 0 0 Total 30 100 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 50,0% mahasiswa memiliki konsep diri dengan skor agak tinggi, dan 53,3% mahasiswa memiliki kemandirian dengan skor sedang. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang memperoleh hasil berbeda dan temuan dilapangan berbeda dengan teori, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan antara Konsep Diri dan Kemandirian Mahasiswa 5
Bimbingan dan Konseling angkatan 2009 dan 2010 di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. 1.2. Rumusan Masalah Adakah hubungan yang signifikan antara konsep diri dan kemandirian pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2009 dan 2010 di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Tahun Akademik 2011-2012? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi hubungan konsep diri dan kemandirian mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2009 dan 2010 di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Tahun Akademik 2011-2012. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Apabila penelitian ini signifikan maka akan mendukung penelitian yang dilakukan oleh Maharani (2005) yang mengatakan bahwa ada hubungan signifikan antara konsep diri dan kemandirian. Apabila penelitian ini yang hasilnya tidak signifikan maka akan mendukung penelitian yang dilakukan oleh Herawati (2009) yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dan kemandirian. 6
1.4.2. Manfaat Praktis a. Memberi bahan rujukan mengenai gambaran konsep diri dan kemandirian di bidang Bimbingan dan konseling untuk mempermudah dalam menangani masalah-masalah berkaitan dengan konsep diri dan kemandirian. b. Memberi bahan acuan dalam memahami hubungan antara konsep diri dengn kemandirian di bidang Bimbingan dan Konseling. 1.5. Sistematika Penulisan Skripsi Bab I. Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. Bab II, Tinjauan Pustaka, terdiri dari kemandirian dan konsep diri, penelitian yang relevan, hipotesis. Bab III. Metode Penelitian berisi tentang jenis penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, reliabilitas dan validitas, metode analisis data. Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan berisi tentang hasil penelitian, analisis korelasi, pembahasan. Bab V. Penutup berisi kesimpulan dan saran. 7