Sona Suhartana & Yuniawati ABSTRACK. Increase in log demand, lack of labors, and rapid progress of technology have

dokumen-dokumen yang mirip
EFISIENSI KEBUTUHAN PERALATAN PEMANENAN DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI, DI KALIMANTAN BARAT

EFISIENSI PENGGUNAAN CHAINSAW PADA KEGIATAN PENEBANGAN: STUDI KASUS DI PT SURYA HUTANI JAYA, KALIMANTAN TIMUR

Sona Suhartana & Yuniawati

Sona Suhartana dan Yuniawati

bidang utama keahlian Keteknikan Hutan dan Pemanenan Hasil Hutan. 2) Peneliti yunior pada Pusat Litbang Hasil Hutan Bogor, Departemen Kehutanan

Oleh/By : Sona Suhartana & Yuniawati

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT

Oleh / By: Diterima 26 Desember 2011, disetujui 10 Mei 2012 ABSTRACT. Keywords: Felling site, forest plantation, peat swamp, optimum ABSTRAK

PRODUKTIVITAS DAN BIAYA PENYARADAN KAYU DI HUTAN TANAMAN RAWA GAMBUT: STUDI KASUS DI SALAH SATU PERUSAHAAN HUTAN DI RIAU

PENGANGKUTAN KAYU MENGGUNAKAN LIMA JENIS TRUK DI DUA HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI SUMATERA

STUDI KOMPARASI APLIKASI PENEBANGAN RAMAH LINGKUNGAN DI RIAU DAN JAMBI

BIAYA DAN PRODUKTIVITAS PENYARADAN DAN PEMBUATAN/PEMELIHARAAN KANAL DI HTI RAWA GAMBUT DI RIAU DAN JAMBI

Sona Suhartana & Yuniawati ABSTRACT. The appropriate felling technique by paying attention to feller postures and

PRODUKTIVITAS DAN BIAYA PERALATAN PEMANENAN HUTAN TANAMAN: STUDI KASUS DI PT MUSI HUTAN PERSADA, SUMATERA SELATAN

PENERAPAN RIL GUNA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN MEMINIMALKAN BIAYA PENYARADAN DI HUTAN TANAMAN RAWA GAMBUT

PENGGUNAAN JUMLAH PERALATAN PEMANENAN KAYU YANG EFISIEN GUNA PENCAPAIAN RENCANA PRODUKSI KAYU DI SATU PERUSAHAAN HUTAN PRODUKSI ALAM, KALIMANTAN UTARA

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

OPTIMASI LUASAN PETAK TEBANG DI HUTAN TANAMAN RAWA GAMBUT BERDASARKAN PRODUKTIVITAS DAN BIAYA

PRODUKTIVITAS DAN BIAYA PEMANENAN KAYU DI HUTAN TANAMAN RAWA GAMBUT

OPTIMALISASI PERALATAN PEMANENAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI IUPHHK-HT PT WIRAKARYA SAKTI, PROVINSI JAMBI KAROMATUN NISA

Sona Suhartana, Maman Mansyur Idris & Yuniawati

(Increasing Logging Productivity Through Reduced Impact Logging Technique: A Case Study at a Peat Swamp Forest Company in West Kalimantan)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN

Oleh/By: Sukadaryati ABSTRACT. The extraction of pine logs of thinning activity in plantation forest area is

ANALISIS BIAYA DAN PRODUKTIVITAS PRODUKSI KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus : PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I, Sei Kebaro, Kab.

PENGELUARAN KAYU DENGAN SISTEM KABEL LAYANG P3HH24 DI HUTAN TANAMAN KPH SUKABUMI

PRODUKTIVITAS ALAT BERAT DAN EFISIENSI WAKTU KERJA KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI IUPHHK HA DI PAPUA BARAT WIDA NINGRUM

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN

a. Biaya tetap Perhitungan biaya tetap menggunakan rumus-rumus menurut FAO (1992) dalam Mujetahid (2009) berikut: M R Biaya penyusutan: D = N x t

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : PENGELUARAN KAYU DENGAN SISTEM KABEL LAYANG DI HUTAN RAKYAT. Oleh: Dulsalam 1) ABSTRAK

PRODUKTIVITAS DAN ANALISIS BIAYA RANGKAIAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN MENGGUNAKAN SAMPAN DARAT DI PT MITRA KEMBANG SELARAS PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

ANALISIS BIAYA PEMANENAN KAYU BULAT SISTEM KEMITRAAN HPH - KOPERASI DESA DI KALIMANTAN TENGAH

Oleh/By: Dulsalam 1 & Agustinus Tampubolon 1. Diterima, 9 April 2010; disetujui, 9 September 2010 ABSTRACT

LUAS PETAK TEBANG OPTIMAL PEMANENAN KAYU DI AREAL HUTAN TANAMAN RAWA GAMBUT (The Optimum Felling Area of Logging at Peat Swamp Forest Plantation)

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM

ANALISIS PRODUKTIVITAS, BIAYA OPERASI DAN PAMADATAN TANAH PADA PENYARADAN TRAKTOR VALMET FORWARDER

PRODUKTIVITAS DAN BIAYA PENYARADAN KAYU DENGAN TRAKTOR PERTANIAN YANG DILENGKAPI ALAT BANTU

KODEFIKASI RPI 20. Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT.

POTENSI DAN BIAYA PEMUNGUTAN LIMBAH PENEBANGAN KAYU MANGIUM SEBAGAI BAHAN BAKU SERPIH

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

PENINGKATAN PEMANFAATAN KAYU RASAMALA DENGAN PERBAIKAN TEKNIK PENEBANGAN DAN SIKAP TUBUH PENEBANG:

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

KAJIAN INPUT DAN OUTPUT PENYARADAN PADA PENGUSAHAAN HUTAN DI KALIMANTAN TIMUR

BIAYA DAN PRODUKTIVITAS TREE LENGTH LOGGING DI HUTAN ALAM PRODUKSI (Cost and Productivity of Tree Length Logging in Natural Production Forest)

PRODUKTIVITAS DAN BIAYA KEGIATAN PENYARADAN MENGGUNAKAN SKIDDER DAN BULLDOZER PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT. WIRAKARYA SAKTI, JAMBI

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

Pengertian, Konsep & Tahapan

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

ANALISIS PRODUKTIVITAS PEMANENAN KAYU BERDASARKAN PERBANDINGAN UKURAN POHON DI PT DASA INTIGA KALIMANTAN TENGAH ALIF RIZKI AGUNG SISWAHYUDI

ANALISIS BIAYA PEMANENAN KAYU DI SALAH SATU IUPHHK-HA DI PAPUA BARAT LILI NURINDAH SARI SIREGAR

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMBERIAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN

Erosi Tanah Akibat Operasi Pemanenan Hutan (Soil Erosion Caused by Forest Harvesting Operations)

PRODUKTIVITAS, BIAYA DAN EFISIENSI MUAT BONGKAR KAYU DI DUA PERUSAHAAN HTI PULP

TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Selain itu,

PENGARUH PEMBUATAN TAKIK REBAH DAN TAKIK BALAS TERHADAP ARAH JATUH POHON : STUDI KASUS DI HUTAN TANAMAN DI PULAU LAUT, KALIMANTAN SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEKNIK PENGANGKUTAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop.

Oleh/Bj : Sona Suhartana dan Maman Mansyur Idris. Summary

FAKTOR EKSPLOITASI HUTAN TANAMAN MANGIUM ( Accacia mangium Wild): STUDI KASUS DI PT TOBA PULP LESTARI Tbk., SUMATERA UTARA

Pengeluaran Limbah Penebangan Hutan Tanaman Industri dengan Sistem Pemikulan Manual (Penilaian Performansi Kualitatif)

KAJIAN LUAS PETAK TEBANGAN OPTIMAL

Kajian Biaya Produksi Pemindahan Material Batugamping dari Room of Material ke Crusher di PT Lafarge Cement Indonesia, Lhoknga, Aceh Besar

Oleh/Bj : Maman Mansyur Idris & Sona Suhartana

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.54/MENHUT-II/2007 TENTANG

Analisis Jenis data Data Sumber Cara pengumpulan. 1. Biaya tetap dan biaya variabel. Petani. 5. Harga kemenyan per unit Petani dan Pengumpul akhir

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. salah satu dari perusahaan-perusahaan terbesar di Indonesia. PT. Arara Abadi

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

STUDI PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM MONOKABEL (MESIN PANCANG) DI KAMPUNG SUNGAI LUNUQ KECAMATAN TABANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan hasil hingga pemasaran hasil hutan. Pengelolaan menuju

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINGKAT PEMAHAMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA KEGIATAN PEMANENAN KAYU JATI DI KPH CIANJUR

Berkala Ilmiah IlmuPengetahuan dan Teknologi Kehutanan DAFTAR ISI

G U B E R N U R J A M B I

Pengurangan Selip pada Jalan Tanah Angkutan Kayu Acacia Mangium

MEMUTUSKAN. Menetapkan :

ABSTRACT. Forest harvesting activities generally produced a large quantity of woody wastes.

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

PEMANENAN KAYU DI HUTAN RAWA GAMBUT DI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop.

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Yosep Ruslim 1 dan Gunawan 2

KETERBUKAAN AREAL HUTAN AKIBAT KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI PULAU SIBERUT KEPULAUAN MENTAWAI SUMATERA BARAT ADYTIA MACHDAM PAMUNGKAS

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

SINTESIS RPI 20 KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN

KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR: 08 TAHUN 2002 T E N T A N G

PERENCANAAN PEMANENAN KAYU

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Jl. A. Syahrani Samarinda Telp. (0541) Fax (0541)

ABSTRAK UDC (OSDC).

Oleh/by : Dulsalam & Sukadaryati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Transkripsi:

PENGGUNAAN PERALATAN PEMANENAN KAYU YANG EFISIEN PADA PERUSAHAAN HUTAN TANAMAN DI KALIMANTAN SELATAN (The Use of Efficient Logging Equipment at a Timber Estate Company in South Kalimantan) Oleh/By : Sona Suhartana & Yuniawati ABSTRACK Increase in log demand, lack of labors, and rapid progress of technology have contributed to the factors that accelerate the use of mechanical logging equipment. With numerous kinds and types of logging equipment that have appeared, it is necessary to conduct a thorough planning in their uses. In relevant, a study was carried out at a timber estate company in South Kalimantan in 2007. This article looked into the use of possible efficient logging equipment there, which was further analyzed referring to maximum annual allowable cut (AAC), planned log production and realized log production. The result revealed that: (1) The use of efficient logging equipment would have worked out based on well-planned log production, which required consecutively 10 chainsaw units for log felling, 20 forwarder units for log skidding, 19 excavator units for log loading/unloading, and 61 trucks for log transportation; (2) The number of equipments in the field for log felling was in excess, while those for skidding, loading/unloading, and transportation were lacking. This situation indicates that the use of logging equipment in this company was not well organized or balanced with respect to their number for particular operation types, and, therefore, was inefficient. 1

Keywords: Logging equipment, efficient, well-planned log production, annual allowable cut, realized log production. ABSTRAK Permintaan kayu yang semakin meningkat, tenaga kerja yang kurang serta kemajuan teknologi yang pesat, merupakan faktor yang mempercepat penggunaan peralatan mekanis dalam pemanenan kayu. Dengan banyaknya jenis dan tipe peralatan pemanenan kayu, perlu adanya perencanaan yang matang dalam penggunaannya. Penelitian dilaksanakan di satu perusahaan hutan tanaman industri (HTI) di Kalimantan Selatan pada tahun 2007. Tulisan ini mengetengahkan penggunaan peralatan pemanenan kayu yang efisien yang dianalisis berdasarkan batasan tebang tahunan maksimum yang dibolehkan (AAC), rencana produksi, dan realisasi produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Penggunaan peralatan pemanenan kayu yang efisien sebaiknya berdasarkan rencana produksi yang baik, yaitu untuk penebangan sebanyak 10 unit chainsaw, penyaradan 20 unit forwarder, muat bongkar 19 unit excavator, dan pengangkutan 61 unit truk; dan (2) Jumlah peralatan yang digunakan di lapangan untuk penebangan berlebih, sedangkan untuk penyaradan, muat bongkar, dan pengangkutan kurang. Kondisi ini mengindikasikan bahwa penggunaan peralatan pemanenan kayu di perusahaan tak teroganisir dengan baik terutama dalam hal jumlah untuk tipe operasi tertentu, sehingga tidak efisien. Kata Kunci : Peralatan pemanenan kayu, efisien, rencana produksi yang baik, AAC, realisasi produksi. 2

I. PENDAHULUAN Kegiatan pemanenan kayu meliputi penebangan, penyaradan, muat bongkar dan pengangkutan. Kegiatan tersebut dapat dilakukan baik secara manual maupun mekanis. Sistem pemanenan kayu secara mekanis banyak dipilih karena menghasilkan produktivitas alat yang tinggi dibandingkan secara manual dan ketersediaan tenaga kerja yang relatif sedikit di mana hal ini umum di luar pulau Jawa dengan areal hutan yang luas (Anonim, 1998). Kegiatan pemanenan kayu harus memperhatikan aspek teknis, ekonomis, dan ekologis. Pada umumnya pelaksanaan pemanenan kayu di Indonesia tersebar di beberapa lokasi, bahkan tempat pengumpulan kayu memiliki areal yang cukup luas, jarak kayu yang disarad dan diangkut cukup jauh, dan jarak antara tumpukan kayu yang satu dengan yang lain cukup jauh pula (Sitorus, 2000). Penggunaan peralatan pemanenan kayu sangat membantu perusahaan dalam pencapaian tujuan, yaitu: (1) mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan; (2) melaksanakan jenis pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh tenaga manusia; dan (3) hal tersebut dilakukan karena alasan efisiensi, keterbatasan tenaga kerja, keamanan dan faktor ekonomi lainnya (Anonim, 1984; Suhartana dan Yuniawati, 2007; Suhartana et al, 2007). Agar tujuan dapat tercapai, perlu adanya pemilihan alat yang tepat guna, ekonomis dan sesuai dengan kondisi pekerjaan. Pemilihan alat yang tidak sesuai dapat berakibat tidak tercapainya tujuan yang diharapkan dan dapat menyebabkan kerusakan pada alat itu sendiri. Peralatan pemanenan kayu yang biasa digunakan antara lain chainsaw untuk penebangan, traktor, dan forwarder untuk penyaradan, loader dan excavator untuk 3

muat bongkar, dan truk untuk pengangkutan. Peralatan tersebut memiliki jenis, tipe, merek, dan jumlah yang berbeda sehingga sangat dituntut adanya pengetahuan tentang perencanaan pemilihan peralatan yang baik dan efisien. Penggunaan jumlah peralatan pemanenan kayu perlu disesuaikan dengan rencana produksi yang ditetapkan sehingga memungkinkan dihasilkan produksi kayu yang dapat menutup biaya produksi yang dikeluarkan. Bertolak dari latar belakang tersebut maka tulisan ini mengetengahkan penggunaan peralatan pemanenan kayu yang efisien di HTI yang dianalisis berdasarkan batasan tebang maksimum yang dibolehkan (AAC), rencana produksi dan realisasi produksi. II. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu, Lokasi dan Alat Penelitian Penelitan dilaksanakan pada bulan Juni 2007 diareal kerja Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) PT Hutan Rindang Banua, Bagian Hutan Kintap. Areal ini termasuk ke dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Tanah Laut, Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Selatan. Keadaan areal penelitian sebagian besar memiliki kemiringan lapangan sekitar 0 17% dengan ketinggian tempat 100 150 meter dari permukaan laut. Jenis tanah berupa podsolik merah kuning, litosol dan regosol. Tipe iklim menurut Schmidt and Ferguson termasuk tipe B. Tegakan pada areal penelitian berupa jenis pohon mangium (Acacia mangium). Keadaan pohon sebagian besar tidak memiliki banir. Dalam pemanenan kayu, alat yang digunakan untuk penebangan dan pembagian batang adalah chainsaw merek Husqvarna tipe 365 bertenaga 10 HP 4

(tenaga kuda) sebanyak 35 unit, penyaradan menggunakan forwarder merek Caterpillar tipe Timber King 574 dan 548 (174 HP) sebanyak 3 unit, muat bongkar menggunakan excavator merek Caterpillar tipe 320 C dan 320 D (138 HP) sebanyak 5 unit dan pengangkutan menggunakan truk Nissan dan Hino sebanyak 12 unit. Dalam rencana kerja tahunan (RKT) tahun 2007, perusahaan tersebut (HPHTI) memungut kayu dari areal seluas 5.137,40 ha dengan rencana produksi kayu 725.610 m 3 di mana seluruhnya merupakan jenis mangium. Sedangkan rata-rata produksi (realisasi) kayu per tahun adalah 633.084 m 3 dan AAC maksimum per tahun 1.200.000 m 3 /tahun. B. Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan berupa data teknis seluruh alat pemanenan kayu yang digunakan, jumlah alat, dan lama kerja serta prestasi kerja alat. Data sekunder diperoleh dengan mengutip data dari perusahaan dan melakukan wawancara dengan karyawan meliputi data produksi kayu per tahun, luas areal hutan (ha), potensi hutan (m 3 /tahun) serta data produksi HPHTI. C. Analisis Data 1. Produktivitas kerja alat dihitung dengan rumus : V P =... (1) W di mana : P = Produktivitas alat (m 3 /tahun) ; V = Volume kayu yang dipanen (m 3 ); dan W= Waktu kerja (jam). 5

2. Kebutuhan jumlah alat tebang (Jat) (Suhartana dan Yuniawati, 2006) : a. Berdasarkan AAC maksimum AAC maksimum Jat AAC =. (2) Produktivitas kerja/hari x waktu kerja/tahun b. Berdasarkan rencana produksi Rencana produksi Jat R = (3) Produktivitas kerja/hari x waktu kerja/tahun c. Berdasarkan realisasi produksi Realisasi produksi Jat S = (4) Produktivitas kerja/hari x waktu kerja/tahun di mana : Jat AAC = Jumlah alat pemanenan berdasarkan AAC maksimum (unit) ; Jat R = Jumlah alat pemanenan berdasarkan rencana produksi (unit) ; Jat S = Jumlah alat pemanenan berdasarkan realisasi produksi (unit). 3. Kebutuhan jumlah alat penyaradan, pengangkutan, muat dan bongkar (Surat Keputusan Menhut No.428/Kpts-II/2003). a. Berdasarkan AAC maksimum AAC maksimum JACC = `. (5) 12 bulan x hari kerja/bulan x trip/hari x Kp b. Berdasarkan rencana produksi Rencana produksi JR = `. (6) 12 bulan x hari kerja/bulan x trip/hari x Kp c. Berdasarkan realisasi produksi Realisasi produksi JS = `. (7) 12 bulan x hari kerja/bulan x trip/hari x Kp di mana : JAAC = Jumlah alat pemanenan berdasarkan AAC maksimum (unit) ; JR = Jumlah alat pemanenan berdasarkan rencana produksi (unit) ; JS = Jumlah alat pemanenan berdasarkan realisasi produksi (unit) ; Kp = Kapasitas alat (m 3 /trip/unit), efektif= 8 jam/hari, 15 hari/bulan. 6

4. Analisis biaya peralatan mekanis Biaya produksi penggunaan alat mekanis (Bam) dihitung dengan menggunakan rumus Anonim (1992) sebagai berikut : BP + BA + BB + Pj + BBB + BO + BPr + UP Bam =. (8) Pam H x 0,9 BP =.. (9) UPA H x 0,6 x 3% BA =... (10) JT H x 0,6 x 2% PJ =... (11) JT H x 0,6 x 18% BB =. (12) JT BBB 1 =0,20 x HP x 0,54 x HBB (13) BBB 2 =0,12 x HP x HBB (14) BPr = 1,0 x BP... (15) BO = 0,1 x BBB... (16) di mana : Bam = Biaya alat mekanis (Rp/m 3 ); BO = Biaya oli/pelumas (Rp/jam) ; H = Harga alat (Rp); Bp = Biaya penyusutan (Rp/jam); Pam = Produktivitas alat mekanis (m 3 /jam); BA = Biaya asuransi (Rp/jam); Up = Upah pekerja (Rp/jam); BB = Biaya bunga (Rp/jam); Pj = Biaya pajak (Rp/jam); BBB = Biaya bahan bakar (Rp/jam); Bpr = Biaya pemeliharaan (Rp/jam); HBB = Harga bahan bakar (Rp/liter); UPA = Umur pakai alat (jam); JT = Jam kerja alat per tahun (jam); BBB 1 =Biaya bahan bakar Penebangan, penyaradan, muat bongkar; BBB 2 =Biaya bahan bakar Pengangkutan; HP = Besar tenaga mesin. 7

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Produktivitas Kerja Peralatan Pemanenan Kayu Besarnya nilai produktivitas kerja dari alat yang digunakan, dijadikan sebagai dasar perhitungan jumlah kebutuhan alat pemanenan kayu yang efisien. Produktivitas kerja alat pemanenan kayu dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 dapat dihitung jumlah kebutuhan penggunaan alat yang efisien dengan menggunakan formula dari Suhartana dan Yuniawati (2006) dan Surat Keputusan Menhut No.428/Kpts-II/2003. Tabel 1. Produktivitas kerja peralatan pemanenan kayu Table 1. Productivity of logging equipment No. Aspek/Aspects Alat/Equipment 1. Penebangan/Felling Chainsaw Husqvarna 2. Penyaradan/Skidding Forwarder Timber King 3. Muat bongkar/loadingunloading Excavator Caterpillar 4. Pengangkutan/Transportation Truk/Trucks of Nissan & Hino Keterangan (Remarks): HP = Tenaga kuda (Horse power). Tenaga/ Produktivitas, (m 3 /jam) Power (HP) / Productivity(m 3 /hour) 10 29,279 174 15,000 138 19,000 200 1,055 Pada kegiatan pengangkutan menghasilkan produktivitas yang rendah yaitu 1,055 m 3 /jam. Hal ini disebabkan karena kondisi jalan yang rusak terutama jarak 300 m menuju log pond di mana jika hujan turun, truk tidak dapat beroperasi selama 2 minggu. Di samping kondisi jalan yang rusak juga jalan angkutan yang tanpa pengerasan menyulitkan truk untuk melewatinya dan saat hujan truk tidak dapat beroperasi. Hasil analisis terhadap efisiensi penggunaan peralatan pemanenan kayu dapat dilihat pada Tabel 2, di mana jumlah tersebut didasarkan pada AAC maksimum, rencana produksi dan realisasi produksi. 8

Tabel 2. Jumlah kebutuhan alat (unit) Table 2. Number of the required equipment (units) No Aspek/Aspects Jumlah/Number Selisih/Difference AAC max AAC max Rencana produksi/ Planned/ targetetted production Realisasi produksi/ Realized production Di lapangan /In the field Rencana produksi/ Planned/ production Realisasi produksi/ Realized production 1 Penebangan/Felling 17 10 9 35 + 18 + 25 + 26 2 Penyaradan/Skidding 32 20 17 3-29 - 17-14 3 Muat bongkar/ 32 19 17 5-27 - 14-12 Loading-unloading 4 Pengangkutan/ Transportation 101 61 53 12-89 - 49-41 Keterangan (Remarks): AAC = Batas tebang tahunan yang dibolehkan (Annual allowable cut); max = maksimum (maximum). Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah alat yang tersedia di lapangan tidak efisien, terlihat dengan tidak adanya keseimbangan antara jumlah berdasarkan AAC maksimum, rencana produksi dan realisasi produksi dengan jumlah alat tersebut. Hal ini dapat dilihat dari besarnya selisih pada kegiatan penebangan. Jumlah chainsaw yang ada di lapangan 35 unit setelah dianalisis dengan cara membandingkan antara jumlah alat yang beroperasi di lapangan dengan jumlah alat hasil perhitungan berdasarkan AAC maksimum, rencana dan realisasi produksi memiliki kelebihan alat dengan besar selisih masing-masing 18 unit, 25 unit dan 26 unit. Di samping jumlah alat yang berlebih, juga terdapat kekurangan alat berdasarkan hasil analisis pada alat penyaradan, muat bongkar dan pengangkutan. Kondisi kelebihan jumlah chainsaw pada penebangan menunjukkan ketidakefisienan terhadap penggunaan alat tersebut. Ketidakefisienan tersebut lebih dikhawatirkan lagi bila produksi kayu yang dihasilkan melebihi jatah tebang yang telah ditetapkan, sehingga dikhawatirkan dapat terjadi over cutting dari kegiatan penebangan. Untuk jumlah alat yang memiliki kekurangan juga merupakan ketidakefisienan penggunaan alat di mana produksi kayu yang 9

dihasilkan tidak tercapai sesuai dengan jatah tebang yang ditetapkan dan kerugian biaya untuk menutupi semua biaya tetap. B. Produksi Kayu Berdasarkan Jumlah Alat Dengan adanya perhitungan jumlah alat yang ditunjukkan pada Tabel 2 maka dapat dihitung produksi kayu yang dihasilkan berdasarkan penggunaan jumlah alat. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3 yang menunjukkan bahwa pada kegiatan penebangan yang memiliki jumlah chainsaw yang berlebih berdasarkan AAC Tabel 3. Produksi kayu (m 3 /tahun) Table 3. Log production (m 3 /year) No Aspek/ Aspects AAC max Produksi kayu,m 3 /tahun (Log production, m 3 /year) Rencana produksi/ Pp Realisasi produksi/ Rp Lapangan / In the field AAC max Jumlah alat/number of equipment (units) Rencana Realisasi produksi pro duksi/ / Pp Rp 1. Penebangan/ 1.146.799,6 674.588 607.129,2 2.361.058 17 10 9 35 Felling 2. Penyaradan/ 1.198.080 748.800 636.480 112.320 32 20 17 3 Skidding 3. Muat 1.198.080 336.960 636.480 187.200 32 19 117 5 bongkar/ Loadingunloading 4. Pengangkutan /Transportation 402.777,9 243.261,9 211.358,7 47.854,8 101 61 53 12 Keterangan (Remarks) : Pp = Rencana produksi (Planned production); Rp =Realisasi produksi ( Realized production); AAC max = Batas tebang maksimum yang dibolehkan (Maximum annual allowable cut). maksimum, rencana produksi dan realisasi produksi masing-masing adalah 18 unit, 21 unit dan 26 unit sehingga berakibat pada jumlah produksi kayu yang dihasilkan melebihi ketetapan jumlah AAC maksimum (1.200.000 m 3 /tahun) yaitu 2.361.058 La pangan/ In the field 10

m 3 /tahun (jumlah alat di lapangan sebanyak 35 unit). Keadaan ini mengakibatkan selisih kelebihan produksi kayu 1.161.058 m 3 /tahun. Dengan selisih kelebihan produksi kayu yang ditebang tidak seimbang dengan kegiatan pemanenan selanjutnya yaitu penyaradan, muat bongkar dan pengangkutan dikarenakan terdapat kekurangan jumlah alat yang tidak dapat menghasilkan produksi kayu yang sama dengan jumlah produksi kayu yang ditetapkan, akibatnya jika produksi kayu yang dihasilkan dari penebangan tidak diimbangi dengan produksi kayu pada kegiatan selanjutnya, besar kemungkinan kualitas kayu dapat menjadi jelek karena begitu banyak yang tidak tertangani sehingga terjadi penumpukan dengan waktu lama. Akibatnya kayu-kayu tersebut dapat rusak karena serangan jamur, dan lapuk. Jika penggunaan alat disesuaikan dengan jumlah hasil analisis, terutama berdasarkan rencana produksi, maka kekhawatiran terhadap kelebihan atau kekurangan produksi kayu yang dihasilkan tidak akan terjadi. Hal ini dapat terjadi karena dengan perencanaan yang matang dapat diharapkan perolehan hasil yang baik. C. Lama Waktu Produksi Dengan telah diketahui jumlah alat berdasarkan AAC maksimum, rencana produksi dan realisasi produksi maka dapat diketahui lamanya waktu menyelesaikan pekerjaan yang ditunjukkan pada Tabel 4. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa lama waktu menyelesaikan pekerjaan berdasarkan rencana produksi beragam. Dengan jumlah alat yang sedikit maka waktu untuk menyelesaikan pekerjaan menjadi lama. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah alat penyaradan yang memiliki 3 unit (di lapangan) sehingga membutuhkan waktu 77,5 bulan padahal kayu yang ditebang 11

No. sebanyak 2.361.058 m 3 /tahun dan diselesaikan dalam waktu 3,67 bulan (jumlah chainsaw di lapangan 35 unit) terdapat selisih waktu cukup lama antara selesai penebangan sampai selesai penyaradan yaitu 73,83 bulan. Lamanya waktu kayu untuk disarad tersebut menyebabkan kayu menjadi cepat rusak karena dibiarkan di areal petak tebang. Tabel 4. Waktu produksi (bulan) Table 4. Production duration (months) Aspek/Aspect 1. Penebangan/ Felling 2. Penyaradan/ Skidding 3. Muat bongkar /Loading- Unloading 4. Pengangkutan /Transportation Jumlah alat/number of equipment (Units) Lapangan Rencana Realisasi /In the /Target /Realization field AAC max Waktu produksi,bulan/production time, months AAC max Rencana /Target Realisasi /Realization Lapangan /In the field 17 10 9 35 13,76 8 7,29 3,67 32 20 17 3 7,26 11,63 13,68 77,5 32 19 17 5 7,26 25,84 13,68 46,51 101 61 53 12 21,6 2,92 41,2 181,9 Jumlah alat yang banyak di satu sisi dapat mempercepat pekerjaan tetapi cepatnya waktu tersebut menjadi tidak efisien jika tidak diikuti kelancaran pekerjaan berikutnya. Dengan penyelesaian waktu yang cepat pula maka menjadi waktu yang lama bagi alat untuk tidak beroperasi mengakibatkan alat dapat menjadi rusak hal ini menambah biaya tetap yang tinggi karena alat menganggur. D. Biaya Penggunaan Alat Biaya mesin penggunaan alat pemanenan dapat dihitung melalui biaya kepemilikan dan pengoperasian alat seperti pada Tabel 5. Dari data biaya tersebut dapat dihitung biaya mesin masing-masing kegiatan seperti disajikan pada Tabel 6. 12

Tabel 5. Komponen biaya penggunaan alat pemanenan kayu Table 5. Cost component in the use of logging equipment Komponen biaya/ Aspek/Aspect Cost component Penebangan/ Felling Penyaradan/ Skidding Muat-bongkar/ Loading-unloading Pengangkutan/ Transportation Harga 1 alat/price of one 5.100.000 1.000.000.000 1.000.000.000 150.000.000 equipment (Rp) Umur pakai alat/working time 1.000 10.000 10.000 15.000 of equipment (jam/hours) Jam kerja alat/working hours 1.000 1.000 1.000 1.500 of equipment (jam/tahun, hour/year) Asuransi/Insurance (%/tahun, %/year) 3 3 3 3 Bunga bank/bank interest 18 18 18 18 (%/tahun, %/year) Pajak/Taxes (%/tahun, %/year) 2 2 2 2 Harga bensin/price of gasoline (Rp/liter, Rp/litre) 7.000 - - - Harga solar /Price of - 6.000 6.000 6.000 solar(rp/liter, Rp/litre) Upah operator + 96.000 80.000 54.000 90.000 pembantu/salary for operator + assistant (Rp/hari, Rp/day) Jam kerja/working hours (jam/hari, hour/day) Tenaga mesin/engine power (HP) 8 8 6 18 10 174 138 180 Tabel 6. Biaya mesin penggunaan alat (Rp/jam) Table 6. Machine cost in the use of logging equipment (Rp/hour) Biaya mesin,rp/jam/machine cost, Rp/hour No Aspek/Aspect Rencana/ Realisasi/ Lapangan/ AAC max Target Realization In the field 1. Penebangan/ Felling 501.496,6 294.998 265.498,2 1.032.493 2. Penyaradan/ Skidding 14.464.870,4 9.040.544 7.684.462,4 1.356.081,6 3. Muat bongkar 13.643.724,8 8.100.961,6 7.248.228,8 2.131.832 /Loading-unloading 4. Pengangkutan/ Transportation 18.115.360 10.940.960 9.506.080 2.152.320 Besarnya biaya dari penggunaan alat mekanis menunjukkan bahwa dengan jumlah alat yang banyak, membutuhkan biaya mesin yang besar pula seperti dilihat pada jumlah chainsaw 35 unit sebesar Rp 1.032.493/jam sedangkan dengan jumlah alat yang sedikit seperti pada alat penyaradan biaya mesin yang dikeluarkan lebih 13

kecil yaitu Rp 1.356.081,6/jam. Dengan demikian dari segi biaya mesin, jumlah alat yang berlebihan merupakan ketidakefisienan terhadap produktivitas kerja alat karena tidak sesuai dengan produksi kayu yang diharapkan. Hasil analisis berdasarkan AAC maksimum, rencana produksi dan realisasi produksi, menghasilkan selisih biaya besar yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dari jumlah alat yang ada di lapangan. Oleh karena itu perlu diperhatikan efisiensi penggunaan jumlah alat yang tepat sehingga tidak ada pemborosan biaya akibat jumlah yang berlebihan. IV. KESIMPULAN 1. Penggunaan peralatan pemanenan kayu yang efisien seharusnya berdasarkan rencana produksi, yaitu untuk penebangan sebanyak 10 unit chainsaw, penyaradan 20 unit forwarder, muat bongkar 19 unit excavator, dan pengangkutan 61 unit truk. 2. Terdapat selisih (lebih banyak) untuk alat penebangan dan kekurangan untuk alat penyaradan, muat-bongkar, dan pengangkutan antara alat yang beroparasi di lapangan dengan hasil analisis berdasarkan AAC (batas tebang tahunan yang dibolehkan) maksimum, rencana produksi, dan realisasi produksi. Kondisi ini mengindikasikan bahwa penggunaan peralatan pemanenan kayu di perusahaan ini tidak efisien. 3. Penggunaan peralatan yang berlebih merupakan pemborosan biaya sedangkan peralatan yang kurang menyebabkan produksi berkurang yang pada akhirnya kerugian biaya karena untuk menutupi semua biaya tetap. 14

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1984. Teknik Dasar Pemilihan Alat-alat Besar. Technical Consultant Department, United Tractor. Jakarta.. 1998. Pemanenan Hutan dan Pembukaan Lahan Ramah Lingkungan. PT. Intarco Penta. Jakarta.. 1992. Cost control in forest harvesting and road contruction. FAO Forestry Paper No.99. FAO of the UN. Rome. Sitorus, M.T.F. 2000. Penebangan liar. Majalah Tropis 10 (2) : 6-9 Oktober 2000. Warta Alam Tropis. Jakarta. Suhartana, S dan Yuniawati. 2006. Effisiensi penggunaan chainsaw pada kegiatan penebangan: studi kasus di PT. Surya Hutani Jaya, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 24(1):63-76, Februari 2006. Pusat Penelitian dan Pengambangan Hasil Hutan. Bogor.. 2007. Penggunaan alat pemanenan kayu yang efisien: studi kasus di satu perusahaan hutan di Kalimantan Timur. Jurnal Wahana Foresta 1(2):1-12, Januari 2007. Fakultas Kehutanan, Universitas Lancang Kuning. Pekanbaru. Suhartana, S., Yuniawati dan Rahmat. 2007. Penggunaan jumlah chainsaw yang tepat dan efisien pada penebangan: Studi kasus di satu perusahaan hutan di Kalimantan Timur. Jurnal Rimba Kalimantan 12(1):62-66, Juni 2007. Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman. Samarinda. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.428/Kpts-II/2003 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Optimal Alat-alat Berat, tanggal 18 Desember 2003. 15

LEMBAR ABSTRAK UDC (OSDC) Suhartana, S dan Yuniawati. 2008. (Pusat Litbang Hasil Hutan). Penggunaan Peralatan Pemanenan Kayu yang Efisien pada Perusahaan Hutan Tanaman di Kalimantan Selatan. Tulisan ini mengetengahkan penggunaan peralatan pemanenan kayu yang efisien yang dianalisis berdasarkan batasan tebang tahunan maksimum yang dibolehkan (AAC), rencana produksi, dan realisasi produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penggunaan peralatan pemanenan kayu yang efisien sebaiknya berdasarkan rencana produksi yang baik, yaitu untuk penebangan sebanyak 10 unit chainsaw, penyaradan 20 unit forwarder, muat bongkar 19 unit excavator, dan pengangkutan 61 unit truk; dan (2) Jumlah peralatan yang digunakan di lapangan untuk penebangan berlebih, sedangkan untuk penyaradan, muat bongkar, dan pengangkutan kurang. Kondisi ini mengindikasikan bahwa penggunaan peralatan pemanenan kayu di perusahaan tak teroganisir dengan baik terutama dalam hal jumlah untuk tipe operasi tertentu, sehingga tidak efisien. Kata Kunci : Peralatan pemanenan kayu, efisien, rencana produksi yang baik, AAC, realisasi produksi. ABSTRACT UDC (OSDC) Suhartana, S dan Yuniawati. 2008. Center for Forest Products Research and Development). The Use of Efficient Logging Equipment at a Timber Estate Company in South Kalimantan. This article looked into the use of possible efficient logging equipment, which was further analyzed referring to maximum annual allowable cut (AAC), planned log production, and realized log production. The result revealed that: (1) The use of efficient logging equipment would have worked out based on well-planned log production, which required consecutively 10 chainsaw units for log felling, 20 forwarder units for log skidding, 19 excavator units for log loading/unloading, and 61 trucks for log transportation; (2) The number of equipments in the field for log felling was in excess, while those for skidding, loading/unloading, and transportation were lacking. This situation indicates that the use of logging equipment in this company was not well organized or balanced with respect to their number for particular operation types, and, therefore, was inefficient. Keywords: Logging equipment, efficient, well-planned log production, annual allowable cut, realized log production. 16