PENENTUAN INTERVAL WAKTU PEMELIHARAAN PENCEGAHAN BERDASARKAN ALOKASI DAN OPTIMASI KEHANDALAN PADA CONTINUES SOAP MAKING (CSM) (Studi Kasus: PT X Indonesia) Aji Mudho A., Bobby Oedy P. Soepangkat Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. HOS Cokroaminoto 12 A, Surabaya 60264 E-mail: aji_mudho_a@yahoo.com E-mail : bops_1994@me.its.ac.id ABSTRAK PT X merupakan perusahaan pembuat sabun mandi batang yang berlokasi di Surabaya. Proses utama dari pembuatan sabun mandi batang terjadi di sistem continuous soap making (CSM) yang memilik beberapa sub sub sistem seperti high shear mixer (HSM), rotating disc contactor (RDC), centrifuge dan pompa transfer. Penjadwalan dari perawatan pencegahan atau preventive maintenance (PM) mempunyai peranan yang penting, agar sistem dapat dioperasikan secara handal dan ekonomis, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Oleh karena itu perlu ditentukan interval waktu perawatan pencegahan yang yang memenuhi persyaratan kehandalan dari sistem. Waktu perawatan pencegahan ditentukan berdasarkan alokasi dan optimasi kehandalan peralatan. Metode untuk melakukan alokasi dan optimasi kehandalan ini menggunakan suatu model untuk mengestimasikan persyaratan kehandalan minimum bagi suatu sistem yang memiliki komponen komponen yang berjumlah banyak, agar nilai kehandalan yang ditargetkan untuk sistem dapat dicapai. Kata kunci: alokasi kehandalan, optimasi kehandalan, interval waktu pemeliharaan pencegahan ABSTRACT PT X is a soap bar manufacturing company located in Surabaya. The main process of manufacturing soap bar is in the continuous soap making (CSM) system, which consist of several sub sub systems such as high shear mixer (HSM), rotating disc contactor (RDC), centrifuge and transfer pump. The scheduling of preventive maintenance (PM) plays an important role to assure that the system working in a reliable and economical condition, and a l s o producing a high output. Therefore, it necessary to determine the time interval of preventive maintenance (PM) of CSM system which fulfills the system s reliability goal requirement. The PM time interval is determined based on the allocation and optimization of equipment reliability. The method used a general model to estimate the minimum reliability requirement for multiple components within a system that will yield the goal reliability value for the system. Keywords: preventive maintenance time interval, reliability allocation, reliability optimization A-29-1
PENDAHULUAN PT X merupakan perusahaan pembuat sabun mandi batang. Proses utama dari pembuatan sabun mandi batang terjadi di sistem continuous soap making (CSM) yang memilik beberapa sub-sub sistem high shear mixer (HSM), rotating disc contactor (RDC), centrifuge dan pompa transfer. Pada proses pembuatan sabun, CSM merupakan tahapan yang paling kritis dan utama. Proses ini akan sangat mempengaruhi proses-proses selanjutnya dalam hal kualitas dan ketersediaan bahan dasar sabun. Peralatan yang digunakan pada soap making process merupakan peralatan yang lebih mahal jika dibandingkan dengan peralatan dari tahapan-tahapan yang lain. Secara umum proses yang terjadi pada CSM ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1. Diagram alur proses CSM Proses CSM dapat dianggap sebagai suatu sistem yang memiliki lima sub sistem, yaitu sub sistem saponification, extraction process, finishing neat soap, transfer process dan semua sub sistem tersebut dijalankan menggunakan control system PLC. Sub sistem saponification memiliki tiga sub sub sistem yaitu dosing pump, high shear mixer (HSM), dan tube reactor. Sub sistem extraction process hanya memiliki sub sistem rotating disc contactor (RDC). Sub sistem finishing neat soap memiliki sub sub sistem centrifuge dan fitting pump. Sub sistem transfer process hanya memiliki sub sub sistem pompa transfer. Pemodelan sistem CSM secara diagram blok ditunjukkan pada Gambar 2 berikut ini. Gambar 2. Blok Diagram Sub Sistem CSM A-29-2
Proses CSM akan mengalami kerugian yang sangat besar bila terjadi pemberhentian secara tiba-tiba akibat adanya kerusakan. Kerugian yang timbul sebagai akibat dari berhentinya proses CSM meliputi biaya perbaikan, peningkatan biaya langsung dan tidak langsung, serta potensi kerugian kehilangan penjualan dari perusahaan. Kegagalan yang sering terjadi pada sub sub sistem CSM akan menyebabkan tingginya waktu downtime. Gambaran frekuensi kegagalan, waktu kerusakan, waktu start up yang diperlukan setelah perbaikan maupun perawatan, biaya perawatan berkala dan potensi kerugian perusahaan dari masing-masing sub sub sistem CSM dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Data kegagalan peralatan proses CSM. Sumber: Data Breakdown CSM periode November 2010 sampai dengan Januari 2012 di PT X. Dari Tabel 1 terlihat bahwa frekuensi kegagalan dan waktu berhenti (downtime) dari sub sub sistem HSM, RDC, centrifuge dan pumpa transfer cukup tinggi. Oleh karena itu untuk menurunkan frekuensi kegagalan dan waktu berhenti dari keempat subsub sistem perlu diimplementasikan sistem perawatan pencegahan yang efektif. Untuk dapat melaksanakan perawatan pencegahan yang efektif perlu ditentukan interval waktu perawatan pencegahan yang dapat menghasilkan kehandalan sistem yang diharapakan. Mettas (2000) melakukan penelitian untuk mengevaluasi kehandalan sistem. Alokasi dan optimasi kehandalan sistem digunakan untuk memenuhi target kehandalan yang ingin dicapai. Dengan demikian, penentuan interval pemeliharaan dengan melakukan alokasi kehandalan menjadi suatu kebutuhan untuk meningkatkan kehandalan dari sistem CSM. Fungsi Kehandalan Kehandalan (reliability) dapat diartikan sebagai peluang bahwa sebuah komponen akan mampu melaksanakan sebuah fungsi yang spesifik dalam suatu kondisi operasi dan periode waktu tertentu (Lewis, 1987). Fungsi padat peluang, kehandalan, laju kegagalan dan mean time between failure (MTBF) terhadap waktu (Ebeling, 1997) ditunjukkan pada Tabel 2. A-29-3
Tabel 2. Fungsi Padat Peluang, Kehandalan, Laju Kegagalan dan MTBF Macam Distribusi Fungsi Padat Peluang LogNormal 1 1 2 f ( t) exp 2 2 2 ln t t dengan: = rata-rata = deviasi standar Weibull 1 t t f ( t) exp dengan: η = parameter skala (scale parameter), η > 0 β = parameter bentuk (shape parameter), β > 0 = parameter lokasi (location parameter) Kehandalan 1 - = cumulative probability distribution function f ( t ) R ( t Laju Kegagalan ) 2 MTBF exp( ) 2 exp t t 1 1 ( 1 ) Γ = fungsi gamma Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode ini juga biasa digunakan untuk mengolah data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif, sehingga kompleksitas permasalahan yang multi-objektif dan multikriteria dapat di dekati dengan model. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menggunakan metode AHP menurut Saaty (1988): Pengidentifikasian sistem Penyusunan hirarki Penentuan prioritas Pemeriksaan konsistensi Penentuan bobot prioritas Program Non Linier Setelah kehandalan suatu sistem dihitung maka dapat dibandingkan apakah kehandalan sistem aktual telah mencapai target kehandalan yang telah ditetapkan. Jika belum, akan dilakukan upaya untuk meningkatkan kehandalan sistem tersebut. Permasalahan tersebut dapat dirumuskan dengan program non linier di bawah ini (Mettas, 2000). Fungsi Obyektif: Min R = (1) Batasan: RS RG, (2) Ri, min Ri Ri, max i = 1, 2, 3,, n (3) dengan: fi Ri n = indeks kelayakan untuk peningkatan kehandalan dari sub sistem = kehandalan sub sistem i = jumlah sub sistem yang dipertimbangkan dalam optimasi A-29-4
Ri, min Ri, max RS RG = kehandalan minimum sub sistem i = kehandalan maksimum sub sistem i = kehandalan sistem = kehandalan sistem yang ingin dicapai METODE Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan interval pemeliharaan pencegahan berdasarkan alokasi dan optimasi kehandalan adalah: 1. Pengumpulan data kegagalan (down time) peralatan CSM. 2. Pengkonversian data kegagalan dari data operasi produksi atau log sheet menjadi data waktu antar kegagalan. 3. Penentuan distribusi data waktu antar kegagalan yang paling tepat dengan menggunakan perangkat lunak Weibull++6 untuk memperoleh parameter distribusi seperti β, η, γ,,, dan. 4. Penentuan fungsi padat peluang untuk kegagalan, laju kegagalan, kehandalan peralatan dan mean time between failure (MTBF) untuk peralatan pada suatu periode operasi tertentu. 5. Penentuan indeks kelayakan peralatan dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan bantuan perangkat lunak Expert Choice. 6. Pengalokasian dan optimasi kehandalan untuk masing-masing peralatan dengan menggunakan perangkat lunak WinQSB sehingga kehandalan sistem yang ditargetkan dapat dicapai. 7. Penentuan strategi perawatan berdasarkan alokasi dan optimasi kehandalan. HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis distribusi waktu antar kegagalan dan parameter parameternya ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Distribusi Waktu Antar Kegagalan dan Parameter pada CSM Sub Sub Sistem Jenis Distribusi η β γ σ μ HSM RDC Centrifuge Pompa Transfer Keterangan: η = parameter skala β = parameter bentuk γ = parameter lokasi σ = deviasi standar µ = mean MTBF Weibull-2 33726,11 10,0004 - - - MTTR Weibull-2 265,1789 3,0459 - - - MTBF Normal 54181 10,1034-51204 6068,615 MTTR Weibull-2 424,3488 1,219962 - - - MTBF Lognormal - - - 0,51 10,34 MTTR Lognormal - - - 0,79 4,61 MTBF Weibull-3 32422 1,2853-1946,15 - - MTTR Lognormal - - - 0,418948 5,506866 A-29-5
Kehandalan sistem CSM disusun oleh sub-sub sistem secara seri. Hasil penghitungan nilai kehandalan CSM dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Nilai Kehandalan CSM Indeks Kelayakan Peralatan Optimasi kehandalan dihitung dengan menggunakan persamaan 2. Untuk penghitungan optimasi kehandalan dari suatu sub sistem diperlukan indeks kelayakan (fi), yaitu konstanta peningkatan kehandalan sub sistem relatif terhadap seluruh sub sistem penyusun dalam suatu sistem yang dioptimasi. Nilai indeks kelayakan (fi) diasumsikan berada diantara 0-1, dimana nilai ini menunjukkan tingkat kesulitan untuk meningkatkan kehandalan sub-sub sistem. Hirarki penentuan indeks kelayakan ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3. Hirarki Penentuan Indeks Kelayakan A-29-6
Indeks kelayakan tersebut ditentukan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Indeks kelayakan sub sistem peralatan di CSM ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4. Grafik Indeks Kelayakan Sub Sistem Peralatan CSM Alokasi dan Optimasi Kehandalan Permasalahan alokasi dan optimasi kehandalan CSM dapat dirumuskan dengan program non linier berikut ini. Fungsi Obyektif: Min R = Fungsi Batasan: R1 x R2 x R3 x R4 x R5 RG R1, min R1 R1, max R2, min R2 R2, max R3, min R3 R3, max R4, min R4 R4, max R5, min R5 R5, max Untuk mengoptimalkan kehandalan masing-masing sub sistem peralatan CSM digunakan perangkat lunak WinQSB dengan target kehandalan adalah RG = 70% (0.7), RG = 80% (0.8), dan RG = 90% (0.9). Penentuan interval pemeliharaan ditentukan dengan menggunakan perangkat lunak Weibull++6 untuk t = 20160 menit atau 14 hari dan kehandalan optimal (Ri) yang telah didapatkan pada perhitungan di Tabel 5.Target tersebut merupakan salah satu kriteria manajemen yang pelaksanaannya membutuhkan upaya secara bertahap. Rekapitulasi alokasi kehandalan sub sistem peralatan CSM yang optimal ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Alokasi kehandalan Sub Sub Sistem CSM A-29-7
Penentuan Interval Pemeliharaan Penentuan interval pemeliharaan ditentukan dengan menggunakan perangkat lunak Weibull++6 dan kehandalan optimal (Ri) yang telah didapatkan pada perhitungan di tabel 5. Hasil penghitungan interval pemeliharaan sub-sub sistem CSM yang optimal ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Interval Waktu Pemeliharaan sub-sub Sistem CSM Tabel 6 menunjukkan bahwa interval waktu pemeliharaan pencegahan untuk HSM dan pompa transfer kehandalan RG = 0.7, RG = 0.8 dan RG = 0.9 setelah optimasi lebih pendek dibandingkan dengan MTBF sebelum optimasi. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang dilakukan, kesimpulan yang dapat diambil adalah: 1. Peluang kegagalan sistem CSM akan menurun seiring dengan meningkatnya kehandalan sub-sub sistem peralatan yang ditentukan berdasarkan alokasi dan optimasi. 2. Interval waktu pemeliharaan pencegahan terpanjang setelah optimasi adalah 34 hari dan dimiliki oleh sub sistem RDC untuk target kehandalan (R G) sebesar 70%. Interval waktu pemeliharaan pencegahan terpendek setelah optimasi adalah 13 hari dan dimiliki oleh sub sistem pompa transfer dan centrifuge untuk target kehandalan (RG) sebesar 90%. DAFTAR PUSTAKA Ebeling, C. E., 1997, Reliability and Maintainability Engineering, International Edition, McGraw-Hill, New York. Lewis, E. E., 1998, Introduction to Reliability Engineering, John Wiley and Sons, Inc., New York. Mettas, A., 2000, Reliability Allocation and Optimization for Complex System, Reliasoft Corporations, Tucson. Saaty, T. L., 1988, Decision Making For Leaders; The Analytical Hierarchy Process for Decisions in a Complex World, RWS Publication, Pittsburgh. A-29-8