HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kestasioneran data diperlukan pada tahap awal data time series

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Akar Unit (Unit Root Test) bahwa setiap data time series yang akan dianalisis akan menimbulkan spurious

METODE PENELITIAN. terdiri dari data pinjaman luar negeri, pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Pra Estimasi Uji Akar Unit (Unit Root Test) Pada penerapan analisis regresi linier, asumsi-asumsi dasar yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. time series. Data time series umumnya tidak stasioner karena mengandung unit

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. stasioner dari setiap masing-masing variabel, baik itu variabel independent

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Uji Stasioneritas Data

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk memenuhi salah satu asumsi dalam uji data time series dan uji

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atas, data stasioner dibutuhkan untuk mempengaruhi hasil pengujian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. maupun variabel dependent. Persamaan regresi dengan variabel-variabel yang

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. waktu (time series) dari tahun 1986 sampai Data tersebut diperoleh dari

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung akar-akar unit atau tidak. Data yang tidak mengandung akar unit

III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. langkah yang penting sebelum mengolah data lebih lanjut. Data time series yang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Unit Root Test Augmented Dickey Fuller (ADF-Test)

Penjualan Pasokan Penjualan Pasokan Penjualan Pasokan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Langkah awal yang perlu dilakukan dalam data time series adalah uji stasioner,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa time series

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

III. METODE PENELITIAN. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan maka yang dijadikan objek

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Indonesia dan variabel independen, yaitu defisit transaksi berjalan dan inflasi.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV. Hasil dan Pembahasan. 1. Analisis Deskriptif Saham Sektor Pertanian. dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor-sektor ini

BAB III METODE PENELITIAN. analisis yang berupa angka-angka sehingga dapat diukur dan dihitung dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Tengah diproxykan melalui penyaluran pembiayaan, BI Rate, inflasi

BAB III METODE PENELITIAN. Exchange Rate Rp/US$ ER WDI Tax Revenue Milyar Rupiah TR WDI Net Export US Dollar NE WDI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Dinamika Perbankan Syariah di Jawa Tengah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. tahun 1980 hingga kuartal keempat tahun Tabel 3.1 Variabel, Notasi, dan Sumber Data

METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Respon PDB terhadap shock

BAB III METODE PENELITIAN. dikumpulkan dari berbagai sumber yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Food and

III. METODE PENELITIAN

Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Kredit dan Jalur Harga Aset di Indonesia Pendekatan VECM (Periode 2005: :12)

BAB 4 PEMBAHASAN. 51 Universitas Indonesia. Keterangan : Semua signifikan dalam level 1%

BAB III METODE PENELITIAN. sekunder yang akan digunakan ialah data deret waktu bulanan (time series) dari bulan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Laju Inflasi di Indonesia. masih menunjukkan fluktuasi seperti pada Gambar 4.1. Rata-rata inflasi tahun

METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder.data ini

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. menguji data yang bersifat time series agar terhindar dari spurious regression. Jika nilai t-

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1 analisis regresi dengan pendekatan VECM

III.METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, karena penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel. penjelasan kedua variabel tersebut :

BAB III METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. merupakan data time series dari bulan Januari 2002 sampai Desember Data

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. variabel- variabel sebagai berikut : tingkat gross domestic product(gdp), total

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. metode Vector Auto Regressive (VAR) perlu melakukan uji stasioneritas. Uji

APLIKASI MODEL VAR DAN VECM DALAM EKONOMI

BAB 3 METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif adalah

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun akademik 2014/2015

METODE PENELITIAN. time series bulanan dari Januari 2007 sampai dengan Desember Data-data

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data-data tersebut berupa data bulanan dalam rentang waktu (time series) Januari

BAB III METODE PENELITIN. yaitu ilmu yang valid, ilmu yang dibangun dari empiris, teramati terukur,

III. METODE PENELITIAN

V. SPESIFIKASI MODEL DAN HUBUNGAN CONTEMPORANEOUS

3. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran

III. METODOLOGI PENELITIAN. diperoleh dari data Bank Indonesia (BI) dan laporan perekonomian indononesia

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengalami fluktuasi antar waktu. Data tersebut mengindikasikan adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN

Perkembangan M1 dan M2

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder runtut waktu

BAB III METODE PENELITIAN

INTEGRASI SPASIAL PADA PASAR MINYAK GORENG DI INDONESIA

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. perubahan sehingga harus diolah terlebih dahulu. Pengolahan data dilakukan dengan

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan yang dijadikan objek

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. series. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah BI rate, suku bunga

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Pra Estimasi 4.1.1. Kestasioneran Data Pengujian kestasioneran data diperlukan pada tahap awal data time series untuk melihat ada tidaknya unit root yang terkandung di antara variabel sehingga hubungan antar variabel dalam persamaan menjadi valid, dan tidak menghasilkan spurious regression atau regresi palsu. Spurious regression adalah regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampak signifikan secara statistik, namun pada kenyataannya tidak signifikan. Regresi yang bersifat spurious biasanya memiliki R-squared yang tinggi dan t-statistik yang terlihat signifikan, akan tetapi hasilnya tidak dapat diinterpretasikan secara ekonomi. Pengujian kestasioneran data dilakukan melalui uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Kriteria uji dalam ADF membandingkan antara nilai statistik dengan nilai kritikal dalam tabel Dickey Fuller. Apabila nilai ADF statistik lebih kecil dari nilai Mc Kinnon Critical, maka data bersifat stasioner. Sedangkan apabila nilai ADF statistik lebih besar dari nilai Mc Kinnon Critical, maka data bersifat tidak stasioner. Hipotesis yang diuji adalah: H 0 : δ = 0 (data tidak stasioner atau mengandung unit root) H 1 : δ < 0 (data stasioner atau tidak mengandung unit root) Keputusan dalam uji ADF adalah tolak H 0 yang berarti data stasioner atau tidak mengandung unit root dan terima H 0 yang berarti data tidak stasioner atau mengandung unit root. Uji ADF dilakukan pada setiap variabel dalam tingkat

47 level dan first difference. Hasil uji ADF pada setiap variabel pada tingkat level dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Uji Unit Root pada Tingkat Level Variabel Nilai ADF Nilai Mc Kinnon Critical 1% 5% 10% Keterangan Ln_FD -1,568338-3,857386-3,040391-2,660551 Tidak Stasioner Ln_G -0,150603-3,831511-3,029970-2,655194 Tidak Stasioner Ln_T -0,583697-3,831511-3,029970-2,655194 Tidak Stasioner Ln_GDP -0,390690-3,831511-3,029970-2,655194 Tidak Stasioner LIBOR -1,752221-3,857386-3,040391-2,660551 Tidak Stasioner Sumber: Lampiran 1, data diolah Berdasarkan hasil uji stasioneritas data pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa data pinjaman luar negeri (FD), pengeluaran pemerintah (G), penerimaan pajak (T), Produk Domestik Bruto (GDP), dan suku bunga internasional (LIBOR) tidak stasioner atau mengandung unit root pada tingkat level karena nilai ADF kelima variabel tersebut lebih besar dari nilai Mc Kinnon Critical baik untuk tingkat kritis 1 persen, 5 persen dan 10 persen. Kelima variabel yang tidak stasioner perlu dilanjutkan pada uji unit root pada tingkat first difference. Hasil uji ADF setiap variabel pada tingkat first diffenrence dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Uji Unit Root pada Tingkat First Diffenrence Variabel Nilai ADF Nilai Mc Kinnon Critical 1% 5% 10% Keterangan Ln_FD -2,131382-2,699769-1,961409-1,606610 Stasioner Ln_G -4,335194-3,857386-3,040391-2,660551 Stasioner Ln_T -3,791593-3,857386-3,040391-2,660551 Stasioner Ln_GDP -3,101880-3,857386-3,040391-2,660551 Stasioner LIBOR -3,433284-3,959148-3,081002-2,681330 Stasioner Sumber: Lampiran 1, data diolah

48 Berdasarkan hasil uji stasioneritas data pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kelima variabel stasioner atau tidak mengandung unit root pada tingkat first difference, karena nilai ADF kelima varibel tersebut lebih kecil dibanding nilai Mc Kinnon Critical untuk tingkat kritis 5 persen dan 10 persen. Dari hasil pengujian kestasioneran data, semua data bersifat stasioner pada tingkat first difference. 4.1.2. Pengujian Lag Optimal Pengujian panjang lag optimal merupakan tahap penting karena berkaitan dengan keakuratan informasi yang akan dihasilkan oleh estimasi model VAR dan untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR. Jumlah lag yang optimal didasarkan oleh tiga kriteria, yaitu nilai Akaike Information Criteria (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC), dan Hannan-Quin criterion (HQ) yang terkecil atau minimum. Dari ketiga kriteria nilai tersebut, didapatkan hasil lag optimal untuk variabel-variabel yang ingin diestimasi adalah pada lag satu, yang dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Uji Lag Optimal Lag AIC SC HQ 0 2,054190 2,302727 2,096252 1-6,054796* -4,563576* -5,802422* Sumber: Lampiran 2, data diolah

49 4.1.3. Uji Stabilitas Vector Auto Regression (VAR) Pengujian stabilitas VAR dilakukan pada hasil estimasi sistem persamaan VAR yang telah terbentuk. Untuk menguji stabil atau tidaknya estimasi VAR dilakukan melalui pengecekan kondisi VAR stability berupa roots of characteristic polynomial. Persamaan VAR dapat dikatakan stabil jika modulus dari seluruh roots of characteristic polynomial lebih kecil dari 1. Pada Tabel 4.4 dapat dilihat hasil dari pengujian stabilitas VAR. Tabel 4.4. Uji Stabilitas VAR Root Modulus 0,984892 0,984892 0,783981 0,285984i 0,834513 0,783981 + 0,285984i 0,834513 0,416444 0,246923i 0,484146 0,416444 + 0,246923i 0,484146 Sumber: Lampiran 3, data diolah Berdasarkan Tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa sistem VAR yang digunakan bersifat stabil. Hal ini dapat dilihat dari 5 root yang diuji memiliki modulus lebih kecil dari 1, yaitu pada kisaran 0,984892 0,484146. 4.2. Uji Kointegrasi Adanya variabel yang tidak stasioner meningkatkan potensi adanya hubungan kointegrasi antara variabel. Uji kointegrasi dilakukan untuk mengetahui apakah variabel yang tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Pengujian kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka panjang yang stabil antar variabel yang telah memenuhi persyaratan untuk proses integrasi. Persyaratan untuk proses integrasi adalah semua variabel telah stationer pada

50 derajat yang sama yaitu derajat satu I(1). Salah satu cara untuk menguji kointegrasi yaitu dengan menggunakan tes kointegrasi Johansen. Uji kointegrasi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Johansen dengan membandingkan antara trace statistic dengan critical value yang digunakan, yaitu 5 persen. Jika trace statistic lebih besar dari critical value 5 persen, maka terdapat kointegrasi dalam sistem persamaan tersebut. Hasil uji kointegrasi berdasarkan uji kointegrasi Johansen dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Hasil Uji Kointegrasi Hypothesized No. Of CE(s) Eigenvalue Trace Statistic Critical Value 5% None * 0,911583 99,56290 60,06141 At most 1 * 0,777986 55,90039 40,17493 At most 2* 0,580931 28,81015 24,27596 At most 3 * 0,512240 13,15519 12,32090 At most 4 0,012829 0,232420 4,129906 Sumber: Lampiran 4, data diolah Hasil tes kointegrasi Johansen dengan menggunakan taraf nyata sebesar 5 persen, menunjukkan terdapat empat persamaan yang terkointegrasi. Hal itu dapat diketahui karena nilai trace statistic lebih besar dari pada nilai kritis 5 persen. Model yang akan digunakan adalah Vector Error Correction Model (VECM), karena terdapat persamaan yang terkointegrasi. 4.3. Hasil Uji Kausalitas Granger Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan sebab akibat di antara variabel-variabel yang ada dalam model (Firdaus, 2011). Hipotesis awal atau H 0 yang diuji adalah tidak adanya hubungan kausalitas, sedangkan hipotesis

51 alternatifnya atau H 1 adalah adanya hubungan kausalitas. Untuk menolak atau tidak menolak hipotesis awal atau H 0 digunakan nilai probabilitas. Uji kausalitas pada penelitian ini menggunakan VAR Pairwise Granger Causality Test dengan taraf nyata 10 persen. Jika nilai probabilitas lebih kecil daripada nilai taraf nyata 10 persen, maka kita mempunyai cukup bukti untuk menolak H o dan menyimpulkan bahwa variabel tersebut mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel lain tertentu. Hasil dari pengujian kausalitas di dalam model dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6 Uji Kausalitas Granger Probabilitas does not Granger Cause Variabel FD G T GDP LIBOR FD 0,9474 0,8210 0,6772 0,2703 G 0,0991 0,7390 0,1351 0,0007 T 0,4975 0,1477 0,1717 0,0222 GDP 0,1024 0,1343 0,0843 0,0015 LIBOR 0,7237 0,3477 0,7992 0,4028 Sumber: Lampiran 5, data diolah Berdasarkan hasil uji kausalitas Granger pada Tabel 4.6, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan dua arah, namun terdapat hubungan satu arah antara beberapa variabel. Hipotesis awal yang mengatakan FD tidak memengaruhi G, T, GDP, dan LIBOR tidak ditolak pada tingkat signifikan 10 persen, sehingga dapat disimpulkan pinjaman luar negeri tidak memiliki pengaruh terhadap pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak, Produk Domestik Bruto, dan suku bunga internasional. Hipotesis awal yang mengatakan G tidak memengaruhi FD dan LIBOR ditolak pada tingkat signifikan 10 persen, sehingga dapat disimpulkan pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh terhadap pinjaman luar negeri dan

52 suku bunga internasional. Sedangkan untuk hipotesis awal yang mengatakan G tidak memengaruhi T dan GDP tidak ditolak pada tingkat signifikan 10 persen, sehingga dapat disimpulkan pengeluaran pemerintah tidak memiliki pengaruh terhadap penerimaan pajak dan Produk Domestik Bruto. Hipotesis awal yang mengatakan T tidak memengaruhi FD, G, dan GDP tidak ditolak pada tingkat signifikan 10 persen, sehingga dapat disimpulkan penerimaan pajak tidak memiliki pengaruh terhadap pinjaman luar negeri, pengeluaran pemerintah, dan Produk Domestik Bruto. Hipotesis awal yang mengatakan T tidak memengaruhi LIBOR ditolak pada taraf signifikan 10 persen, sehingga dapat disimpulkan penerimaan pajak memiliki pengaruh terhadap suku bunga internasional. Hipotesis awal yang mengatakan GDP tidak memengaruhi FD dan G tidak ditolak pada tingkat signifikan 10 persen, sehingga dapat disimpulkan Produk Domestik Bruto tidak memiliki pengaruh terhadap pinjaman luar negeri dan pengeluaran pemerintah. Sedangkan untuk hipotesis awal yang mengatakan GDP tidak memengaruhi T dan LIBOR ditolak pada tingkat signifikan 10 persen, sehingga dapat disimpulkan Produk Domestik Bruto memiliki pengaruh terhadap penerimaan pajak dan suku bunga internasional. Hipotesis awal yang mengatakan LIBOR tidak memengaruhi FD, G, T, dan GDP tidak ditolak pada tingkat signifikan 10 persen, sehingga dapat disimpulkan suku bunga internasional tidak memiliki pengaruh terhadap pinjaman luar negeri, pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak, dan Produk Domestik Bruto.

53 4.4. Hasil Penelitian 4.4.1. Hasil Estimasi Faktor - Faktor yang Memengaruhi Pinjaman Luar Negeri Hasil estimasi VECM pada model penelitian ini memperlihatkan hubungan variabel jangka pendek maupun jangka panjang. Variabel dependen pada estimasi di dalam model adalah pinjaman luar negeri, sedangkan variabel independennya adalah pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak, Produk Domestik Bruto, dan suku bunga internasional. Model VECM pinjaman luar negeri menunjukkan bahwa persamaan yang terkointegrasi mempunyai dugaan parameter error correction -0,392765 dan secara statistik signifikan pada tingkat 10 persen, sehingga dugaan parameter error correction dapat digunakan untuk mengoreksi persamaan jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil estimasi model VECM menyatakan bahwa dalam jangka pendek terdapat satu variabel yang signifikan terhadap pinjaman luar negeri, dan terdapat empat variabel yang signifikan terhadap pinjaman luar negeri dalam jangka panjang. Hasil estimasi model VECM dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Hasil Estimasi VECM Variabel Koefisien T-statistik Jangka Pendek CointEq1-0,392765-1,68211** D(LNFD(-1)) 0,5144622 1,94528** Jangka Panjang LNGDP(-1) 2,294936 11,8463* LNG(-1) -0,458419-8,02105* LNT(-1) -0,178357-5,19905* LIBOR(-1) -0,031087-4,89295* Sumber: Lampiran 6, data diolah Catatan: * Signifikan pada tingkat 5%, ** Signifikan pada tingkat 10%

54 Hasil estimasi VECM jangka pendek menunjukkan bahwa variabel FD lag pertama berpengaruh positif dan signifikan terhadap FD pada tingkat 10 persen, yakni ketika terjadi kenaikan pinjaman luar negeri sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan pinjaman luar negeri itu sendiri sebesar 0,5144622 persen. Hal ini menyatakan bahwa pinjaman luar negeri dipengaruhi oleh pinjaman luar negeri pada tahun sebelumnya. Pengaruh dari pinjaman luar negeri pada tahun sebelumnya akan meningkatkan pemanfaatan pinjaman luar negeri pada tahun berikutnya, karena pinjaman luar negeri dapat memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian, sehingga pemerintah akan memanfaatkan pinjaman luar negeri lebih besar dari tahun sebelumnya sebagai modal untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Pada Tabel 4.7 juga menunjukkan bahwa dalam jangka panjang terdapat empat variabel yang berpengaruh signifikan terhadap FD pada tingkat 5 persen, yaitu variabel GDP, G, T, dan LIBOR. Hasil estimasi VECM menunjukkan bahwa variabel GDP lag pertama berpengaruh positif dan signifikan terhadap FD dalam jangka panjang, yakni ketika terjadi kenaikan Produk Domestik Bruto sebesar satu persen, maka akan meningkatkan pinjaman luar negeri sebesar 2,294936 persen. Hal ini sesuai dengan Teori Kurva Laffer Utang yang menyatakan bahwa pinjaman luar negeri merupakan kebutuhan normal setiap negara, termasuk Indonesia. Pinjaman luar negeri diperlukan pada tingkat yang wajar. Produk Domestik Bruto merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi memerlukan sumber pembiayaan pembangunan yang cukup, yang salah satunya berasal dari pinjaman luar negeri. Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi diperlukan penambahan sumber pembiayaan

55 yang berasal dari pinjaman luar negeri, sehingga dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka akan diperlukan sumber pembiayaan yang lebih besar. Penambahan pinjaman luar negeri akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sampai pada satu titik atau ambang batas tertentu. Namun jika penambahan pinjaman luar negeri telah mencapai ambang batas atau debt overhang, maka pinjaman luar negeri tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi menurun. Selain hal tersebut, peningkatan pinjaman luar negeri akan seiring dengan peningkatan pada tingkat pengembalian pinjaman luar negeri. Untuk mencegah terhambatnya pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, maka pemerintah akan memanfaatkan pinjaman luar negeri lebih besar untuk menutupi tingkat pengembalian pinjaman tahun sebelumnya. Variabel G berpengaruh negatif dan signifikan terhadap FD dalam jangka panjang, yakni ketika terjadi kenaikan pengeluaran pemerintah sebesar satu persen, maka pinjaman luar negeri akan menurun sebesar 0,458419 persen. Hal ini berbeda dengan Teori Three Gap Model yang menjelaskan bahwa pinjaman luar negeri akan digunakan untuk membiayai defisit anggaran pemerintah. Defisit anggaran pemerintah akan terjadi apabila pengeluaran pemerintah melebihi penerimaan pemerintah. Meningkatnya pengeluaran pemerintah dengan asumsi penerimaan pajak tetap, maka akan menyebabkan terjadinya defisit anggaran pemerintah, dan pinjaman luar negeri meningkat untuk membiayai defisit anggaran pemerintah tersebut. Namun, dari hasil estimasi VECM yang didapat peningkatan pengeluaran pemerintah justru akan menurunkan pinjaman luar negeri. Hal ini dapat terjadi karena keterbatasan data time series dalam penelitian, serta pengaruh dari variabel lain dalam penelitian seperti pengaruh dari variabel

56 penerimaan pajak. Dari data yang digunakan dalam penelitian menunjukkan penerimaan pajak yang terus meningkat setiap tahunnya. Penerimaan pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah, sehingga pemerintah tidak perlu memanfaatkan pinjaman luar negeri untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan besarnya pinjaman luar negeri akan menurun. Hal ini berkaitan dengan Teori Peacock dan Wiseman mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah menjelaskan bahwa salah satu pengeluaran pemerintah adalah untuk membiayai cicilan pokok dan bunga pinjaman luar negeri, sehingga pengeluaran pemerintah besarnya akan meningkat untuk mengembalikan pinjaman luar negeri yang digunakan pemerintah. Dengan meningkatnya pengeluaran pemerintah, maka akumulasi pinjaman luar negeri akan semakin berkurang, dan kenaikan tarif pajak yang dibebankan kepada masyarakat dapat diterima masyarakat. Variabel T berpengaruh negatif dan signifikan terhadap FD dalam jangka panjang, yakni ketika terjadi kenaikan penerimaan pajak sebesar satu persen, maka pinjaman luar negeri akan meningkat sebesar 0,178357 persen. Hal ini menyatakan bahwa penerimaan pajak memiliki pengaruh negatif terhadap pinjaman luar negeri. Dalam Teori Three Gap Model yang menjelaskan bahwa pinjaman luar negeri akan digunakan untuk membiayai defisit anggaran pemerintah, yang salah satunya disebabkan oleh penurunan pajak, sehingga akan menyebakan pinjaman luar negeri akan meningkat. Begitu pula sebaliknya, apabila terjadi peningkatan penerimaan pajak, maka tidak terjadi defisit anggaran pemerintah, karena pengeluaran pemerintah akan dibiayai sepenuhnya oleh penerimaan pajak, sehingga pinjaman luar negeri akan menurun. Dalam Ricardian Equivalence juga dijelaskan bahwa penarikan pajak pada masa akan datang akan

57 digunakan untuk membiayai pengembalian pinjaman luar negeri yang digunakan untuk menutupi kekurangan dana akibat penurunan pajak pada saat ini. Variabel LIBOR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap FD dalam jangka panjang, yakni ketika terjadi kenaikan suku bunga internasional sebesar satu persen, maka akan menurunkan pinjaman luar negeri sebesar 0,031087 persen. Hal ini sesuai dengan konsep suku bunga internasional yang berhubungan negatif dengan pinjaman luar negeri, dimana saat tingkat suku bunga internasional rendah atau menurun, maka pemerintah akan meningkatkan pemanfaatan pinjaman luar negeri sebagai sumber penerimaan pemerintah untuk menutupi defisit neraca perdagangan sebagai akibat dari investasi yang melebihi tabungan. Saat tingkat suku bunga internasional rendah, maka tingkat pengembalian pinjaman akan lebih kecil dibanding saat tingkat suku bunga internasional tinggi. 4.4.2. Analisis Respon Pinjaman Luar Negeri Analisis Impulse Response Function (IRF) akan menjelaskan dampak dari guncangan variabel-variabel dalam penelitian terhadap pinjaman luar negeri. Dengan analisis IRF dapat dilihat respon dari pinjaman luar negeri, baik dalam jangka pendek, maupun dalam beberapa tahun ke depan sebagai informasi jangka panjang. Dalam analisis IRF digunakan variabel kebijakan fiskal, pertumbuhan ekonomi dan suku bunga internasional yang berpengaruh terhadap pinjaman luar negeri dan diproyeksikan dalam 50 tahun ke depan. Terdapat empat variabel pada analisis IRF dalam penelitian ini, yaitu variabel pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak, Produk Domestik Bruto, dan suku bunga internasional.

58 4.4.2.1.Respon Dinamis Pinjaman Luar Negeri terhadap Guncangan Kebijakan Fiskal di Indonesia Analisis impuls respon (IRF) pada model penelitian bertujuan untuk menganalisis pengaruh guncangan dari instrumen kebijakan fiskal seperti pengeluaran pemerintah dan penerimaan pajak terhadap pinjaman luar negeri. Hasil dari analisis IRF dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 yang menunjukkan respon dari pinjaman luar negeri akibat adanya guncangan dari pengeluaran pemerintah dan penerimaan pajak..016 Response of LNFD to Cholesky One S.D. LNG Innovation.012.008.004.000 -.004 -.008 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Sumber: Lampiran 7, data diolah Gambar 4.1. Respon Pinjaman Luar Negeri terhadap Guncangan Pengeluaran Pemerintah Gambar 4.1 menunjukkan bahwa guncangan pengeluaran pemerintah pada tahun pertama tidak respon oleh pinjaman luar negeri, namun dari tahun kedua hingga tahun keempat, guncangan pengeluaran pemerintah direspon negatif oleh

59 pinjaman luar negeri yang ditandai dengan menurunnya pinjaman luar negeri. Pada tahun kedua, guncangan pengeluaran pemerintah sebesar satu standar deviasi menyebabkan penurunan pada pinjaman luar negeri sebesar 0,46 persen. Pada tahun keempat, penurunan ini menurun menjadi 0,14 persen. Pada tahun kelima hingga tahun ke-14, guncangan pengeluaran pemerintah direspon positif oleh pinjaman luar negeri, dimana guncangan pengeluaran pemerintah sebesar satu standar deviasi menyebabkan peningkatan pinjaman luar negeri sebesar 0,58 persen pada tahun keempat, dan mencapai 1,2 persen pada tahun ke-14. Respon pinjaman luar negeri terhadap guncangan pengeluaran pemerintah mulai mencapai keseimbangan pada tahun ke-15. Hingga periode jangka panjangnya, pinjaman luar negeri merespon positif guncangan penegeluaran pemerintah pada kisaran 1,2 persen. Peningkatan pengeluaran pemerintah akan berpengaruh pada peningkatan pinjaman luar negeri. Hal ini terjadi karena pinjaman luar negeri digunakan untuk membiayai defisit anggaran pemerintah yang disebabkan peningkatan pada pengeluaran pemerintah. Sehingga saat pengeluaran pemerintah meningkat dengan asumsi penerimaan pajak tetap, maka akan terjadi defisit anggaran pemerintah, sehingga pemerintah akan memanfaatkan pinjaman luar negeri untuk menutupi defisit tersebut. Dalam jangka panjang, guncangan dari pengeluaran pemerintah akan berpengaruh stabil terhadap pinjaman luar negeri, karena dengan adanya sistem kebijakan fiskal melalui penetapan rencana anggaran pemerintah yang berimbang antara pengeluaran dan penerimaan yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, serta dengan kondisi perekonomian yang lebih stabil.

60 Response of LNFD to Cholesky One S.D. LNT Innovation.000 -.005 -.010 -.015 -.020 -.025 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Sumber: Lampiran 7, data diolah Gambar 4.2. Respon Pinjaman Luar Negeri terhadap Guncangan Penerimaan Pajak Gambar 4.2 menunjukkan bahwa guncangan penerimaan pajak sebesar satu standar deviasi pada tahun pertama tidak direspon oleh pinjaman luar negeri, namun pada tahun kedua hingga periode jangka panjang atau 50 tahun, guncangan pinjaman luar negeri direspon negatif oleh pinjaman luar negeri yang ditandai dengan menurunnya pinjaman luar negeri dengan jumlah yang fluktuatif pada jangka pendek dan jangka panjang. Mulai pada tahun kedua, guncangan dari penerimaan pajak mengakibatkan pinjaman luar negeri berkurang sebesar 0,19 persen. Respon pinjaman luar negeri terhadap guncangan penerimaan pajak mulai mencapai keseimbangan pada periode jangka panjang, yaitu pada tahun ke-15, dimana pinjaman luar negeri merespon negatif guncangan penerimaan pajak pada kisaran 1,7 persen.

61 Perubahan pada pinjaman luar negeri sebagai respon dari guncangan penerimaan pajak sesuai dengan teori dan fakta yang terjadi, yaitu apabila terjadi guncangan peningkatan pada penerimaan pajak, maka hal tersebut akan berpengaruh pada menurunnya pinjaman luar negeri, atau sebaliknya. Hal ini dapat terjadi karena antara pinjaman luar negeri dan penerimaan pajak memiliki hubungan yang negatif, dimana pinjaman luar negeri dimanfaatkan untuk menutupi kekurangan penerimaan pemerintah yang berasal dari penerimaan pajak, sedangkan tingkat pengembalian pinjaman luar negeri tersebut akan dibayarkan kembali oleh penerimaan pajak pada tahun berikutnya. 4.4.2.2.Respon Dinamis Pinjaman Luar Negeri terhadap Guncangan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Analisis impuls respon (IRF) pada model penelitian juga bertujuan untuk menganalisis pengaruh guncangan dari pertumbuhan ekonomi melalui variabel Produk Domestik Bruto terhadap pinjaman luar negeri. Hasil dari analisis IRF yang menunjukkan respon pinjaman luar negeri dapat dilihat pada Gambar 4.3. Gambar 4.3 menunjukkan respon dari pinjaman luar negeri akibat adanya guncangan dari Produk Domestik Bruto adalah positif. Pada tahun pertama guncangan Produk Domestik Bruto tidak direspon oleh pinjaman luar negeri, namun pada tahun kedua, guncangan Produk Domestik Bruto menyebabkan meningkatnya pinjaman luar negeri. Respon pinjaman luar negeri terhadap guncangan Produk Domestik Bruto mulai stabil pada tahun ke-13, dengan kisaran 9,4 persen.

62 Response of LNFD to Cholesky One S.D. LNGDP Innovation.12.10.08.06.04.02.00 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Sumber: Lampiran 7, data diolah Gambar 4.3. Respon Pinjaman Luar Negeri terhadap Guncangan Produk Domestik Bruto Respon dari pinjaman luar negeri yang positif terhadap guncangan pada Produk Domestik Bruto menunjukkan bahwa masuknya aliran dana pinjaman luar negeri dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat terjadi karena pertumbuhan ekonomi memerlukan biaya pembangunan yang besar, sehingga pemanfaatan pinjaman luar negeri digunakan untuk membiayai pembangunan agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

63 4.4.2.3.Respon Dinamis Pinjaman Luar Negeri terhadap Guncangan Suku Bunga Internasional di Indonesia Gambar 4.4 menunjukkan hasil analisis impuls respon (IRF) dari guncangan suku bunga internasional (LIBOR) terhadap pinjaman luar negeri..000 -.002 -.004 -.006 -.008 -.010 -.012 -.014 Response of LNFD to Cholesky One S.D. LIBOR Innovation -.016 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Sumber: Lampiran 7, data diolah Gambar 4.4. Respon Pinjaman Luar Negeri terhadap Guncangan Suku Bunga Internasional Dari hasil analisis IRF pada Gambar 4.4 menunjukkan bahwa pengaruh dari guncangan suku bunga internasional direspon negatif oleh pinjaman luar negeri dalam periode jangka pendek maupun jangka panjang. Pada tahun pertama, guncangan dari suku bunga internasional tidak direspon oleh pinjaman luar negeri dan baru direspon negatif pada tahun kedua hingga mencapai tahun ke-50. Guncangan suku bunga internasional sebesar satu standar deviasi akan mengakibatkan penurunan pinjaman luar negeri sebesar 0,39 persen pada tahun

64 kedua. Pada tahun ketiga, respon dari pinjaman luar negeri terhadap guncangan suku bunga internasional sebesar 0,84 persen. Hingga tahun ke-13, respon dari pinjaman luar negeri mulai mencapai keseimbangan terhadap guncangan dari suku bunga internasional pada kisaran 1,3 persen. Guncangan pada suku bunga internasional dapat memengaruhi pergerakan pada pinjaman luar negeri melalui neraca perdagangan. Penurunan pada suku bunga internasional akan menyebabkan defisit neraca perdagangan dan ketidakstabilan di pasar keuangan dunia, sehingga untuk menutupi defisit neraca perdagangan, maka pemerintah akan memanfaatkan pinjaman luar negeri. Sehingga saat suku bunga internasional rendah maka pinjaman luar negeri akan meningkat. 4.4.3. Analisis Kontribusi Keragaman Variabel terhadap Pinjaman Luar Negeri Analisis dekomposisi varian atau Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) dilakukan untuk melihat kontribusi setiap variabel terhadap guncangan suatu variabel tertentu. Dalam penelitian didapatkan hasil dari analisis dekomposisi varian yang menunjukkan kontribusi dari variabel pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak, Produk Domestik Bruto, dan suku bunga internasional terhadap guncangan pada pinjaman luar negeri yang ditampilkan pada Gambar 4.5 dan Tabel 4.8.

65 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Dekomposisi Varian Pinjaman Luar Negeri 1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 LIBOR T G GDP FD Sumber: Lampiran 8, data diolah Gambar 4.5. Dekomposisi Varian Pinjaman Luar Negeri Dari hasil analisis dekomposisi varian pada tahun pertama, guncangan pinjaman luar negeri dipengaruhi oleh pinjaman luar negeri itu sendiri dengan kontribusi sebesar 100 persen. Pada tahun kedua hingga proyeksi 5 tahun ke depan, kontribusi dari variabel lainnya mulai memengaruhi guncangan pinjaman luar negeri, namun lebih dominan dipengaruhi oleh pinjaman luar negeri itu sendiri sebesar 52,78 persen, dan Produk Domestik Bruto dalam proporsi yang tidak jauh berbeda, yakni 44,48 persen. Sedangkan pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak dan suku bunga internasional justru tampak tidak dominan dalam menjelaskan pinjaman luar negeri, berdasarkan hasil dekomposisi varian dengan proporsi masing-masing hanya sebesar 0,19 persen, 1,85 persen dan 0.68 persen.

66 Tabel 4.8. Dekomposisi Varian Pinjaman Luar Negeri Periode Guncangan % FD GDP G T LIBOR 1 100 0 0 0 0 5 52,7842 44,4856 0,19148 1,85274 0,68606 10 41,9691 54,1366 0,65997 2,26682 0,96759 15 40,09 55,8528 0,78853 2,19612 1,0726 20 39,2384 56,6364 0,84055 2,16586 1,11879 25 38,7472 57,0883 0,87058 2,14867 1,14534 30 38,4286 57,3813 0,89009 2,13747 1,16258 35 38,2052 57,5868 0,90377 2,12962 1,17467 40 38,0398 57,7389 0,91389 2,1238 1,18363 45 37,9124 57,856 0,92169 2,11932 1,19052 50 37,8114 57,949 0,92788 2,11577 1,19599 Sumber: Lampiran 8, data diolah Pada periode 10 tahun hingga 50 tahun mendatang, tampak Produk Domestik Bruto lebih dominan memengaruhi variabilitas pinjaman luar negeri, yaitu sebesar 57,94 persen pada periode 50 tahun mendatang, sedangkan proporsi guncangan pinjaman luar negeri itu sendiri pada periode tersebut memengaruhi sebesar 37,81 persen. Hal ini menandakan bahwa masuknya aliran pinjaman luar negeri sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini merupakan hal yang wajar, karena pinjaman luar negeri digunakan sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dalam jangka panjang, variabel pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak dan suku bunga internasional tetap tidak dominan dalam menjelaskan pinjaman luar negeri dengan proporsi pada proyeksi periode 50 tahun ke depan masing-masing sebesar 0,92 persen, 2,11 persen dan 1,19 persen.