BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern saat ini tidak bisa dilepaskan dari energi listrik.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bagian Selatan dengan PT. Muba Daya Pratama sehubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di

DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PT. PLN (PERSERO)

POKOK-POKOK PENGATURAN PEMANFAATAN BATUBARA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DAN PEMBELIAN KELEBIHAN TENAGA LISTRIK (Permen ESDM No.

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

POKOK-POKOK PM ESDM 45/2017, PM ESDM 49/2017 DAN PM ESDM 50/2017

1. PENDAHULUAN PROSPEK PEMBANGKIT LISTRIK DAUR KOMBINASI GAS UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI ENERGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh

POKOK-POKOK PM ESDM 45/2017, PM ESDM 49/2017 DAN PM ESDM 50/2017

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

BAB III METODE STUDI SEKURITI SISTEM KETERSEDIAAN DAYA DKI JAKARTA & TANGERANG

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah

BAB V. SIMPULAN, KETERBATASAN, & SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai amanat Undang-

BAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tersebut adalah batubara. Selama beberapa dasawarsa terakhir. kini persediaan minyak bumi sudah mulai menipis.

NEWS RELEASE DARI ADARO ENERGY

Gambar 1. Rata-rata Proporsi Tiap Jenis Subsidi Terhadap Total Subsidi (%)

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kelayakan..., Arde NugrohoKristianto, FE UI, Universitas Indonesia

OPTIMASI SUPLAI ENERGI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK JANGKA PANJANG DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. Ketenagalistrikan. Infrastruktur. Pedoman.

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PENUTUP. 1. Pelaksanaan Kemitraan PDPS Surabaya dengan PT AIW IV-1

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik seluruh Indonesia (Statistik Ketenagalistrikan 2014, 2015)

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

2017, No Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492); 2. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2015 tentang Kemente

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

Bab PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

PERBANDINGAN BIAYA PEMBANGKITAN PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 7,3 6,5 11,0 9,4 10,2 9,6 13,3 12,0 9,6 9,0 12,9 10,4 85,3 80,4 78,1 83,6 74,4 75,9 65,5 76,6 71,8 74,0 61,2 73,5

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua, yaitu energi terbarukan (renewable energy) dan energi tidak

Materi Paparan Menteri ESDM

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2014 meningkat sebesar 5,91% dibandingkan dengan akhir tahun 2013

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

CANN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lemba

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PORTOFOLIO IIF Sampai dengan Desember 2016

2 Mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 T

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN

Sinergi antar Kementerian dan instansi pemerintah sebagai terobosan dalam pengembangan panasbumi mencapai 7000 MW di tahun 2025

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) DAN PROGRAM PEMBANGUNAN PEMBANGKIT MW. Arief Sugiyanto

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

1 Universitas Indonesia

SMI s Insight Triwulan II

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. listrik yang semakin meningkat sehingga diperlukan energy alternatif untuk energi

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

EKSPOSE DINAS PERTAMBANGAN & ENERGI PROVINSI SUMATERA UTARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Perbandingan Biaya Pembangkitan Pembangkit Listrik di Indonesia

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Lainnya: Press Release - PGN Jamin Pasokan Gas PLTGU Muara Tawar

PEDOMAN PENGISIAN SURVEI TAHUNAN PERUSAHAAN LISTRIK 2014 (KUESIONER LISTRIK 2014)

BAB I PENDAHULUAN. dan prasarana untuk kepentingan umum (infrastruktur). 1

BAB I PENDAHULUAN. Negara berkembang seperti Indonesia sedang melakukan pembangunan

PERCEPAT PROYEK MW, PEMERINTAH LAKUKAN BERBAGAI CARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lemb

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL

KEDUDUKAN PEMERINTAH DALAM KONTRAK BUILD, OPERATE, AND TRANSFER (BOT) DENGAN PIHAK SWASTA

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. terus dilaksanakan. Pembangungan Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pusat

Kebijakan. Manajemen Energi Listrik. Oleh: Dr. Giri Wiyono, M.T. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

Gambar 3.1. Struktur Perusahaan

MENTERI EMERGI DAN SUMBER DAYA MlNEFaAL REPUBblK INDONESIA

INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Desember 2011, total kapasitas terpasang pembangkit listrik di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN & RPP DI KEBIJAKAN & RPP BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN BARU

BAB I PENDAHULUAN. Pusat listrik tenaga gas (PLTG) adalah Salah satu jenis pembangkit listrik

IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK PANAS BUMI BERDASARKAN UU NO. 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI SEBAGAI PILIHAN TEKNOKRATIK

BAB I PENDAHULUAN. Program pembangunan pembangkit listrik Megawatt (MW) merupakan program strategis pemerintahan Jokowi-JK untuk mendukung

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI

KEPPRES 37/1992, USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK OLEH SWASTA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK OLEH SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PT LEYAND INTERNATIONAL Tbk PUBLIC EXPOSE. KAMIS, 25 Juni 2015 Hall B, Panin Building Lt. 4 Jakarta

HASIL PEMERIKSAAN BPK RI TERKAIT INFRASTRUKTUR KELISTRIKAN TAHUN 2009 S.D Prof. Dr. Rizal Djalil

SALINAN NO : 14 / LD/2009

FAKTOR SUPPLY-DEMAND DALAM PILIHAN NUKLIR TIDAK NUKLIR. Oleh: Prof. Dr. Ir. Prayoto, M.Sc. (Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada)

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peningkatan kebutuhan tenaga listrik dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa energi listrik memiliki peran yang strategis dalam mendukung kehidupan masyarakat modern. Segala aktivitas masyarakat modern saat ini tidak bisa dilepaskan dari energi listrik. Aktivitas perekonomian pun tidak bisa lepas dari penggunaan energi listrik. Proses produksi energi listrik menjadi kunci utama agar proses produksi bisa berjalan guna menjamin ketersediaan listrik untuk kehidupan. Salah satu opsi untuk mengurangi emisi di sektor energi, khususnya untuk pembangkit tenaga listrik adalah dengan menggunakan energi baru dan terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLG). Gas alam dianggap lebih efisien karena memiliki pembakaran yang lebih sempurna dan bersih (clean burning) sehingga perawatan mesin menjadi

lebih murah. Dengan pembakaran yang bersih, gas alam menjadi lebih ramah lingkungan karena bebas dari logam berat. 1 Sejak mengawali kiprahnya di bisnis energi listrik di tahun 2010, PT. PP (Persero), Tbk langsung secara aktif berperan baik dalam tender proyek-proyek EPC dan IPP, maupun akuisisi proyek-proyek IPP. Salah satu pencapaian cemerlang adalah dengan memenangkan tender proyek Sewa Beli pembangkit Listrik berbahan bakar Gas 60 MW yang berlokasi di Talang Duku, Kabupaten Musi Banyu Asin, Sumatera Selatan. Pengadaan PLBG Talang Duku tersebut merupakan kontrak perjanjian antara PT PLN (persero) Pembangkitan Sumbagsel dengan Konsorsium PT.PP (Persero), Tbk-PT Bangun Energy Resources-PT Navigat Energy- PT SNC Lavalin dan General Electric yang telah ditandatangani pada tanggal 24 Maret 2011. Pendanaan pembangunan PLBG Talang Duku berasal dari kontraktor, sedangkan pembayarannya dilakukan oleh PLN berdasarkan produksi kwh yang dihasilkan dengan masa kontrak 7 (tujuh) tahun sejak beroperasi secara komersial. Pada tahun 2008 sebagian besar pembangkit listrik PLN menggunakan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batubara dengan kapasitas terpasang mencapai 40% dari total kapasitas. Diikuti oleh pembangkit berbahan bakar gas sebesar 35% baik menggunakan pembangkit listrik turbin gas (PLTG), maupun pembangkit 1 Lebih jauh mengenai Energi Baru Terbarukan (EBT) lihat dalam: Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) : Guna Penghematan Bahan Baku Fosil Dalam Rangka Ketahan Energi Nasinal dikutip dalam Jurnal Kajian Lemhanas RI, Edisi 14, Desember 2012.

listrik gas combined cycle (PLTGU). Sisanya menggunakan pembangkit listrik tenga air (PLTA) sebesar 12%, pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) sebesar 10%, pembangkit listrik panas bumi (PLTP) sebesar 3%, dan sisanya pembangkit listrik tenaga minyak (PLTM) yang kapasitasnya saat ini sangat kecil. Sedangkan pembangkit tenaga angin meskipun sudah ada namun masih sangat kecil peranannya. 2 Batubara menempati urutan pertama dalam membangkitkan tenaga listrik (33,83%) dengan alokasi biaya sebesar 15,38% yang menghasilkan biaya pembangkitan termurah yaitu sebesar Rp 113,92/kWh. Biaya pembangkitan termahal berasal dari PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) yaitu sebesar Rp 579,89/kWh. Biaya bahan bakar diesel relatif mahal, namun biaya investasi PLTD relatif murah dibanding jenis pembangkit lainnya dan biasanya digunakan untuk sistem ketenagalistrikan yang kecil. Untuk PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) tidak ada biaya bahan bakar, tetapi belum tentu PLTA menghasilkan listrik dengan biaya termurah karena pembangunan bendungan / waduk memerlukan biaya besar dan berdampak sosial-ekonomi bagi masyarakat. Jadi, rata-rata biaya pembangkitan yaitu sebesar Rp 250,48/kWh untuk perhitungan tahun anggaran 2003. Biaya pembangkit dengan menggunakan gas alam lebih mahal dari pada menggunakan batubara. 2 Lihat: Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Tahun 2008 2018, Jakarta: PT PLN (Persero), hal.55

Pembangunan infrastruktur berupa sarana dan prasarana sebagai penunjang tercapainya tujuan bernegara memang tidak dapat dihindari. Namun tidak dapat juga dihindarkan kenyataan bahwa pemerintah mempunyai kemampuan terbatas sehingga dibutuhkan kerjasama dengan pihak swasta dalam mewujudkan semua kebutuhan tersebut. Maka perjanjian pemerintah sebagai penentu kebijakan negara dengan swasta sebagai pihak yang bekerja sama untuk mewujudkan lancarnya pembangunan sarana dan prasarana juga tidak dapat dihindarkan. 3 Selanjutnya kontrak-kontrak kerjasama pemerintah, dengan swasta menjadi suatu hal yang biasa. Kemitraan publik (pemerintah) dan swasta pada tingkat yang tertinggi yaitu swastanisasi atau lebih dikenal sebagai privatisasi seringkali dipercaya membawa efisiensi dalam alokasi investasi dan meningkatkan kualitas pelayanan namun juga seringkali membawa masalah karena sulitnya mempertemukan dua kepentingan yang berbeda antara pemerintah yang menonjolkan kesejahteraan masyarakat dan swasta yang lebih mencari keuntungan. Privatisasi juga seringkali menghadapi kendala penolakan masyarakat yang mungkin disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap privatisasi yang sebenarnya dan kurang terbukanya privatisasi tersebut Sebagaimana diketahui kemitraan yang dijalin pemerintah dengan pihak swasta dalam bentuk kontrak kerjasama merupakan sebuah hubungan hukum yang terjadi antara dua pihak. Hal 3 Lihat: Zainal Asikin Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah dan Swasta dalam Penyediaan Infrastruktur Publik. dalam Jurnal Mimbar Hukum Fakultas Hukum Universitas Mataram NTB, Vol.25 No.1 Februari 2013.

yang diperjanjikan dalam kontrak tersebut bersifat privat, mengikat keduanya secara khusus sesuai dengan hal yang diperjanjikan. Sepanjang kontrak tersebut tidak bertentangan dengan syarat sahnya perjanjian maka kontrak itu sah menurut hukum. Di dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPer) disebutkan bahwa Suatu perjanjian yang dibuat sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan tersebut menggarisbawahi bahwa perjanjian antar dua pihak bersifat privat. Untuk itulah jika pemerintah melakukan hubungan kontraktual walaupun di dalamnya selalu membawa nuansa bagian hukum berdasarkan hukum privat dan hukum publik, namun perjanjian yang dibuatnya termasuk dalam ranah privat. Masuknya pihak swasta asing dalam pembangunan infrastruktur di dalam negeri bukanlah suatu hal yang baru, terutama di era globalisasi ini. Efek munculnya kerja sama dengan negara lain bukan hanya masuknya sumber daya asing baik manusia maupun pembiayaan, tetapi juga model-model kontrak baru yang mewarnai kontrak kerja sama pemerintah dengan swasta. Akhir-akhir ini banyak bermunculan tipe kontrak kerjasama kontruksi dan pemborongan, yang umumnya disesuaikan dengan sistem pembiayaannya. Banyaknya corak ragam tersebut merupakan hasil kreasi para pelaku dalam bisnis kontruksi sebagai tuntutan dari perkembangan bisnis konstruksi itu sendiri.

Produk-produk baru di bidang kontrak konstruksi tersebut ada yang merupakan kombinasi dari beberapa pola tradisional, namun banyak pula yang merupakan benar-benar produk yang baru. Kiranya tipe kontrak konstruksi seperti Sewa Beli itu benar-benar merupakan model atau tipe kontrak yang masih belum banyak dikenal dalam masyarakat. Tipe kontrak konstruksi Sewa Beli secara garis besar merupakan model kontrak yang melibatkan dua pihak yakni pengguna jasa, pada umumnya pemerintah, dan penyedia jasa yakni pihak swasta. Pengguna jasa memberikan kewenangan kepada penyedia jasa untuk membangun infrastruktur dan mengoperasikannya selama waktu tertentu (disebut juga masa konsesi) dan penyedia jasa akan menyerahkan kepada pengguna jasa infrastruktur tersebut bila masa konsesi telah habis. Pola Kontrak Sewa Beli akhir-akhir ini banyak digunakan terutama untuk pembangunan infrastruktur yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Berbagai hal yang dilakukan oleh pemerintah termasuk dalam menentukan bentuk kontrak yang akan digunakan adalah bagian dari kebijakan. Terkadang kebijakan yang dipilih menimbulkan bentuk permasalahan tersendiri. Demikian juga kebijakan untuk menggandeng pihak swasta dalam melakukan perwujudan pembangunan infrastruktur. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta dalam kerjasama pembangunan infrastruktur akan menimbulkan akibat hukum seperti adanya prestasi-prestasi yang harus dipenuhi oleh para pihak. Apabila pola Sewa Beli dipilih sebagai bentuk kerjasama maka dibutuhkan pengetahuan

yang cukup bagi aparat (pemerintah) pusat atau daerah untuk melaksanakanya. Pelaksanaan yang salah akan membawa kerugian baik bagi pemerintah sendiri maupun bagi masyarakat termasuk juga investor. Walaupun tidak ada pengaturan lebih lanjut keberadaan pola kontrak Sewa Beli telah diakui dalam perundangan di Indonesia. Seperti dalam Peraturan Pemerintah No 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara dan Daerah disebutkaan pada Pasal 20 bahwa Bentuk-bentuk pemanpaatan barang milik Negara dan Daerah dapat berupa sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan Bangun Guna Serah dan Bangun Guna Serah. Peraturan Pemerintah ini sebenarnya merupakan pelaksanaan dari ketentuan dalam pasal 48 ayat 2 dan pasal 49 ayat 6 Undang-Undang No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Kontrak merupakan bagian yang fundamental dalam sebuah kerja sama. Apalagi kerjasama itu menyangkut kepentingan umum, melibatkan pemerintah sebagai penyelenggara negara serta menggunakan fasilitas negara. Instrumen hukum yang memadai sangat diperlukan dalam mengakomodir dan memberikan perlindungan kedua belah pihak. Di dalamnya haruslah terkandung perpaduan antara prinsip-prinsip hukum privat dan prinsip hukum publik. Hal ini juga yang harus diperhatikan apabila dipilih pola kontrak Sewa Beli sebagai bagian dari kebijakan pemerintah. Mengkaji uraian diatas terlihat begitu pentingnya melakukan pembangunan infrastruktur dengan tidak meremehkan pentingnya

penyusunan kontrak yang dilakukan oleh para pihak baik pemerintah sebagai pengguna jasa dan masyarakat (swasta, investor) sebagai penyedia jasa khususnya pembangunan infrastruktur yang dibangun atas dasar kerjasama dengan memakai jenis kontrak atau pola Sewa Beli yang tentunya akan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang layak di bahas dalam tesis ini yaitu mengenai pelaksanaan perjanjian dengan pola kontrak Sewa Beli pada Proyek Talang Duku, di Sumatera Selatan, implikasi hukum serta kedudukan antara pemerintah sebagai pengguna jasa dan pihak swasta sebagai penyedia jasa dalam kontrak Sewa Beli tersebut. Dalam suatu perjanjian sewa beli tidak tertutup kemungkinan bahwa pihak pembeli sewa karena sesuatu hal, tidak mampu memenuhi kewajibannya membayar sewa sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati dengan penjual sehingga pembeli dapat dikatagorikan telah melakukan ingkar janji atau wanprestasi. Masalah-masalah yang muncul dalam perjanjian sewa beli adalah tentang klausul dapat dituntut dan harus dengan pembayaran sekaligus (vervoeg opeisbaarheids) yang merupakan persyaratan dari pihak penjual yang memberatkan pihak pembeli. Persyaratan ini berlaku jika pembeli melakukan wanprestasi, sehingga ia di tuntut untuk segera membayar seluruh sisa pembayaran sekaligus. 1.2. Perumusan Masalah

Kebijakan yang dipilih dalam melakukan kerjasama pembangkitan tenaga listrik yang menggunakan bahan bakar Gas ini terkadang menimbulkan akibat hukum. Permasalahan yang dapat dikemukakan dalam kerjasama dengan sistem Sewa Beli ini adalah sebagai berikut: 1.2.1. Bagaimana Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli (Build Own Operate Transfer / BOOT) pada Proyek Pembangkit Listrik Berbahan Bakar Gas (PLBG) Talang Duku, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan antara PLN (Persero) dan PT. Muba Daya Pratama? 1.2.2. Sejauh mana kendala yang sering terjadi dalam Sewa Beli Pembangkit Listrik Berbahan Bakar Gas (PLBG) Talang Duku, Musi Banyuasin? 1.2.3. Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Penjual dalam Sewa Beli Pembangkit Listrik Bahan Bakar Gas? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memahami dan mengetahui bagaimana pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli (Build Own Operate Transfer / BOOT) pada Proyek Pembangkit Listrik Berbahan Bakar Gas (PLBG) Talang Duku, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan antara PLN (Persero) dan PT. Muba Daya Pratama. Kemudian untuk mengetahui sejauh mana kendala yang sering terjadi dan bagaimana Perlindungan Hukum bagi penjual dalam Perjanjian Sewa beli tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Penulis: Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka penerapan kerjasama pada umumnya dan kerjasama Sewa Beli pada khususnya dalam bidang Enginerring Procurement and Construction. 1.4.2. Bagi Peneliti selanjutnya: Dengan penelitian ini diharapkan didapatkan pemahaman mengenai perjanjian sewa beli pembangkit pada umumnya dan secara khusus mengenai skema sewa beli Proyek Pembangkit Listrik Berbahan Bakar Gas (PLBG) Talang Duku, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan antara PLN (Persero) dan PT. Muba Daya Pratama. 1.4.3. Bagi Masyarakat dan Negara: Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan tata kelola peran serta masyarakat terhadap negara dalam penyediaan tenaga listrik. 1.5. Keaslian Penelitian Penelusuran penulis ke perpustakaan dan ke lokasi proyek, penelitian yang berjudul Tinjauan Yuridis Tentang Sewa Beli

Pembangkit Listrik Bahan Bakar Gas Talang Duku PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan Sektor Pembangkitan Keramasan belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, sehingga dapat dikatakan penelitian ini asli dan keaslian akademis keilmuan dapat dipertanggungjawabkan.