KAJIAN PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DALAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI PERDESAAN KABUPATEN WONOSOBO ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1.

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

KINERJA PERKEMBANGAN GAPOKTAN PUAP DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

ABSTRACT. Hendra Saputra 1) dan Jamhari Hadipurwanta 2) ABSTRAK

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) merupakan satu dari. sekian banyak lembaga keuangan yang terbentuk dari program-program

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor

PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) BAB I PENDAHULUAN

EVALUASI KINERJA GAPOKTAN DAN PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (LKM-A) PADA GAPOKTAN PENERIMA DANA BLM-PUAP DI KOTA BENGKULU

Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG

2013, No BAB I PENDAHULUAN

ABSTRAK PENDAHULUAN. Akhmad Ansyor, Zikril Hidayat dan Nia Kaniasari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2013

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI PADI DALAM PEMANFAATAN SUMBER PERMODALAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian

PENDAHULUAN Latar Belakang

KINERJA PENGELOLAAN DANA GAPOKTAN MENUJU LKMA DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN PROGRAM SWASEMBADA PADI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

KATA PENGANTAR. Bengkulu, Oktober 2010 Penanggung jawab Kegiatan, Dr. Wahyu Wibawa, MP.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

VI KERAGAAN PENYALURAN DANA PUAP

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. global yang terjadi di kawasan Amerika dan Eropa dalam beberapa tahun terakhir,

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Jamhari Hadipurwanta. Kata kunci: perubahan, pengetahuan, bimbingan teknis.

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan

PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN: Peran dan Fungsi FP2S Dalam Akselerasi KUR

dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negative terhadap tingkat pengembalian kredit TRI. Penelitian Sarianti (1998) berjudul faktor-faktor yang

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang

KEMENTERIAN PERTANIAN PEDOMAN UMUM. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Selaku Ketua Tim PUAP Pusat, Sumarjo Gatot Irianto

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH

PEDOMAN PENILAIAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

KATA SAMBUTAN KETUA UMUM IKATAN SARJANA EKONOMI INDONESIA INOVASI RANTAI NILAI SEKTOR AGRO DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI FINANCIAL INCLUSION

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. pertanian. Perkembangan suatu usaha tani dipengaruhi ketersediaan modal. Modal

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

VI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan. 29,41%, tahun 2013 tercatat 29,13%, dan 2014 tercatat 28,23%.

Perkembangan Kelembagaan Petani Melalui Pemanfaatan Dana PUAP (Hasil Studi Lapang Di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara) Oleh:

PENDAHULUAN Latar Belakang

PRAKTIKUM MK. KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS Jati diri Koperasi-Prinsip dan Nilai Koperasi

POTENSI PENGEMBANGAN PRODUSEN/PENANGKAR BENIH KEDELAI BERSERTIFIKAT DI JAWA TENGAH ABSTRAK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011

SURVEI PENDASARAN SOSIAL EKONOMI PROYEK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MISKIN MELAUI INOVASI (P4M2I)

PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 473 TAHUN 2011 TANGGAL PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI DAN NELAYAN DI KABUPATEN GARUT

PEDOMAN UMUM. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) nis Perdesaan (PUAP)

V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP

II. TINJAUAN PUSTAKA Akses Kredit Masyarakat Miskin Pada Sektor Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dinegara. kita diperlukan adanya pembangunan ekonomi yang seimbang.

Transkripsi:

KAJIAN PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DALAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI PERDESAAN KABUPATEN WONOSOBO Herwinarni E.M. dan Wahyudi Hariyanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek, Sidomulyo, P.O. Box 101 Ungaran, Jawa Tengah ABSTRAK Permasalahan mendasar yang dihadapi petani di perdesaan antara lain kurangnya akses kepada sumber permodalan, dan organisasi tani yang masih lemah. Kesulitan petani mengakses permodalan pada lembaga keuangan formal disebabkan adanya anggapan bahwa usaha di sektor pertanian penuh resiko yang terutama berhubungan dengan jaminan harga dan ketidakpastian. Usaha tani termasuk dalam kategori usaha yang tidak bankable, karena tidak memenuhi kualifikasi analisis kredit/pembiayaan yang dikenal dengan 5C yakni character, collateral, capacity, capital dan condition. Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut, telah dikembangkan kelembagaan di perdesaan yang fokus pada pelayanan permodalan untuk usaha di sektor pertanian. Model lembaga permodalan di perdesaan yang diperkenalkan adalah Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) yang dibentuk, dimiliki dan dikelola oleh Gabungan kelompok tani (). Modal awal LKM-A berasal dari bantuan Pemerintah sebesar seratus juta rupiah melalui Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Untuk mengetahui seberapa jauh peran LKM-A dalam pengembangan usaha agribisnis di perdesaan telah dilaksanakan kajian peran LKM-A di Kabupaten Wonosobo. Kegiatan dilaksanakan pada bulan Agustus Nopember 2010 dengan desain survei yang bersifat deskriptif. Peubah kajian adalah karakteristik LKM-A dan peningkatan usaha agribisnis baik on farm maupun off farm. Data dikumpulkan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur melalui wawancara dan focus group discussion dengan responden dari 12 pengelola dan petani anggota LKM-A. Lokasi ditetapkan secara purposif di Kabupaten Wonosobo dengan pertimbangan merupakan lokasi pelaksanaan program PUAP tahun 2008. Data primer yang diperoleh dianalisis dengan cara deskriptif untuk disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Hasil pengkajian menunjukkan LKM-A cukup berperan dalam pengembangan usaha agribisnis di perdesaan Kabupaten Wonosobo yang dinyatakan dengan 58,3% LKM-A mampu memfasilitasi modal usaha petani dengan kategori sedang, terjadi peningkatan aktivitas agribisnis dan peningkatan pendapatan petani pengguna modal dari LKM-A, walaupun jumlahnya relatif belum banyak. Peningkatan aktivitas agribisnis tertinggi terdapat pada usaha peternakan dan 62,50% responden menyatakan telah terjadi peningkatan usaha agribisnis on farm baik dalam jumlah pelaksana maupun skala usaha sebesar 5% - 25%. Di samping peningkatan usaha peternakan, usaha off farm pemasaran hasil/ bakulan juga dinyatakan 58,30% meningkat antara 5% - 25%. Usaha ini banyak dilakukan oleh perempuan dari rumah tangga tani. Kata kunci : Peran lembaga keuangan mikro agribisnis, usaha agribisnis perdesaan, Kabupaten Wonosobo PENDAHULUAN Jumlah penduduk miskin di Indonesia sebagian besar bekerja di sektor pertanian dan dan tinggal di perdesaan dengan luas garapan kurang dari 0,3 hektar. Berbagai upaya pengentasan kemiskinan untuk meningkatkan pendapatan petani di perdesaan telah dilakukan Pemerintah, akan tetapi belum membawa perubahan yang signifikan karena masih belum menyentuh akar permasalahan. Permasalahan mendasar yang dihadapi petani di perdesaan adalah kurangnya akses kepada sumber permodalan, pasar dan teknologi serta organisasi tani yang masih lemah (Departemen Pertanian 2009). Di Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, 407

antara keempat permasalahan tersebut, permodalan tampaknya menjadi yang utama karena kenyataan menunjukkan bahwa banyak inovasi teknologi pertanian layak secara teknis dan ekonomi serta diminati petani tidak dapat diadopsi karena faktor keterbatasan modal dan kesulitan mengakses lembaga permodalan (Kushartanti et al, dkk, 2005). Kesulitan petani mengakses permodalan pada lembaga keuangan formal disebabkan adanya anggapan bahwa usaha di sektor pertanian penuh resiko yang terutama berhubungan dengan jaminan harga dan ketidakpastian usaha. Anggapan ini memposisikan petani sebagai warga kelas dua karena melakukan usaha inefisien dengan skala usaha kecil dan rendahnya penguasaan modal, sehingga usahanya tidak menjanjikan (Kurniawan 2009). Usaha tani termasuk dalam kategori usaha yang tidak bankable (Surono 2009), karena tidak memenuhi kualifikasi analisis kredit/pembiayaan yang dikenal dengan 5C yakni character (watak), collateral (jaminan kredit/agunan), capacity (kemampuan manajemen), capital (ketersediaan modal sendiri) dan condition (kondisi keuangan/ekonomi). Sulitnya mengakses permodalan pada lembaga keuangan formal, mengakibatkan petani menggunakan dana yang dimiliki untuk melaksanakan usaha taninya, sehingga produktivitas tidak optimal dan tidak ada peningkatan pendapatan. Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut, Kementerian Pertanian melalui Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) menumbuhkan dan mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) dimulai dari desa penerima dana BLM-PUAP. LKM-A merupakan unit usaha otonom Gabungan kelompok tani () yang didirikan dan dimiliki oleh petani/ masyarakat tani di perdesaan guna memecahkan masalah/ kendala akses untuk mendapatkan pelayanan keuangan. LKM-A melaksanakan fungsi pelayanan kredit/ pembiayaan dan simpanan di lingkungan petani dan pelaku usaha agribisnis (Kementerian Pertanian 2010). Program PUAP telah dilaksanakan di 33 provinsi di Indonesia termasuk Jawa Tengah sejak tahun 2008. Jawa Tengah merupakan provinsi yang mendapatkan alokasi desa/ terbanyak dalam 2 tahun pelaksanaan PUAP yaitu tahun 2008 dan 2009 dengan jumlah 2282 desa/. Wonosobo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang melaksanakan program PUAP sejak tahun 2008. Sejalan dengan pelaksanaan program PUAP tersebut, Kabupaten Wonosobo telah menumbuhkan dan mengembangkan LKM-A yang memfasilitasi modal usaha agribisnis bagi petani di wilayah perdesaan. Memasuki tahun ketiga pengembangan LKM-A di Kabupaten Wonosobo perlu adanya pengkajian terhadap peran LKM-A dalam pengembangan usaha agribisnis di perdesaan. Kajian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa jauh peran LKM-A di Kabupaten Wonosobo dalam memfasilitasi modal usaha agribisnis bagi petani, meningkatkan aktivitas agribisnis di perdesaan dan meningkatkan pendapatan petani. Hasil kajian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pengembangan LKM-A bagi pemangku kepentingan di Kabupaten Wonosobo khususnya dan Jawa Tengah serta nasional pada umumnya. METODOLOGI Kajian peran LKM-A di Kabupaten Wonosobo dilaksanakan pada bulan Agustus - Nopember 2010. Lokasi ditetapkan secara purposif dengan pertimbangan merupakan lokasi pelaksanaan program PUAP. Materi evaluasi difokuskan pada penerima dana BLM-PUAP tahun 2008, karena sudah memasuki tahun ketiga pelaksanaan PUAP dan merupakan pelaksana PUAP di lapangan yang sangat berperan untuk mengkoordinasikan penyaluran dana BLM- PUAP bagi petani. Kegiatan dilakukan dengan metode survei dan pengamatan langsung yang dilakukan pada sampel untuk mewakili populasi yang menjadi sasaran pengkajian. Singarimbun dan Sofian Effendi (1987) menyatakan bahwa penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Populasi sasaran pengkajian adalah LKM-A penerima dana BLM-PUAP tahun 2008 dari Kabupaten Wonosobo. Jumlah responden sebanyak 12 LKM-A yang mewakili 3 peringkat PUAP yaitu Utama, Madya dan Pemula yang telah ditetapkan pemeringkatannya oleh Tim Teknis PUAP Kabupaten Wonosobo seperti terdapat pada Tabel 1. Data primer diperoleh melalui wawancara terstruktur yang berpedoman pada kuesioner dan wawancara mendalam baik kepada pengurus, LKM-A, petani penerima 408 Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani,

dana BLM-PUAP maupun informan lain yang berkaitan dengan permasalahan yaitu Penyuluh Pendamping, PMT, Kepala Desa dan Tim Teknis PUAP Kabupaten Wonosobo. Indikator yang diamati meliputi (1) karakteristik LKM-A, (2) kemampuan LKM-A dalam memfasilitasi modal usaha petani; (3) peningkatan aktivitas kegiatan agribisnis (hulu, budidaya dan hilir) di perdesaan; (4) peningkatan pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah. Tabel 1. Daftar responden evaluasi keberhasilan pelaksanaan PUAP di Kabupaten Wonosobo No Nama Alamat 1. Dewi Sri Kel. Leksono, Utama Kec. Leksono 2. Indrakila Ds. Gowongan, Utama Kec. Wadaslintang 3. Mardi Bumi Ds. Kayugiyang, Utama Kec. Garung 4. Argo Laras Ds. Lengkong, Utama Kec. Garung 5. Tani Jaya Ds. Lamuk, Madya Kec. Kaliwiro 6. Werdi Utami Ds. Gambaran, Madya Kec. Kaliwiro 7. Maju Tani Ds. Ngasinan, Madya Kec. Kaliwiro 8 Sidodadi Ds. Pulus, Madya Kec. Sukoharjo 9. Makmur Tani Ds. Kumejing, Pemula Kec. Wadaslintang 10. Tani Barokah Ds. Kalikuning, Pemula Kec. Kalikajar 11. Budi Luhur Ds. Larangan Lor, Pemula Kec. Garung 12. Bina Tani Ds. Sempol, Kec. Sukoharjo Pemula Data primer yang bersifat kualitatif disusun dalam bentuk skala kuantitatif untuk mempermudah analisis data dengan memberikan nilai pada setiap jawaban (Nasir, 1999). Teknik pembuatan skala menggunakan metode Likert s summated rating (LSR). Berbagai pernyataan dengan metode LSR tersebut dibuat dalam bentuk pernyataan positif (jawaban yang diharapkan), pernyataan yang netral/kurang dan pernyataan negatif (jawaban yang tidak diharapkan). Untuk pernyataan yang diharapkan diberi skor 3, pernyataan netral/kurang diberi skor 2 dan untuk pernyataan yang tidak diharapkan diberi skor 1 (Azwar, 2002). Adapun cara penggolongan tingkat keberhasilan dari sisi outcome menjadi tiga kelompok yaitu tinggi, sedang dan rendah digunakan rumus interval kelas (Dajan 1986). Adapun rumus interval tersebut adalah sebagai berikut : J I = ----------- K Keterangan : I = Interval kelas K = Banyaknya kelas yang digunakan (pada kasus ini 3 kelas) J = Jarak antara skor maksimum dengan skor minimum Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif untuk disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan crosstab. Di samping itu data dianalisis juga dengan korelasi Kendall s tau untuk mengetahui pengaruh peringkat dengan tingkat keberhasilan penyelenggaraan kegiatan PUAP. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik LKM-A penerima dana BLM-PUAP di Kabupaten Wonosobo tahun 2008 sudah membentuk dan mengembangkan unit usaha keuangan mikro yang disebut dengan LKM-A. Unit usaha LKM-A merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari struktur PUAP (Kementerian Pertanian 2010). Pembentukan LKM-A ini ditandai dengan manajemen keuangan kegiatan permodalan bagi usaha petani dikelola bukan oleh pengurus inti yaitu ketua, sekretaris dan bendahara, akan tetapi terpisah oleh pengelola lain yang ditunjuk dan ditetapkan oleh. Struktur organisasi yang terpisah dilaksanakan berdasarkan pedoman dan modul pengembangan LKM-A pada PUAP (Kementerian Pertanian 2010) yang menyatakan bahwa PUAP harus dapat memisahkan kepengurusan dengan pengelola unit usaha LKM-A. Sebagian besar (58,3%) LKM-A di Wonosobo sudah melayani nasabahnya 2 6 kali dalam seminggu, dengan jam pelayanan yang bervariasi antara 4 8 jam setiap harinya, sedangkan sisanyanya (41,7%) pelayanan dilakukan setiap minggu sekali. Jumlah pengelola sebagian besar LKM-A (75%) antara 1 2 orang, hal tersebut masih belum sesuai dengan kriteria pengelola yang disyaratkan Kementerian Pertanian dalam Pedoman dan Modul LKM-A (2010) yang Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, 409

menyebutkan bahwa pada tahap awal pembentukan LKM-A diperlukan paling sedikit 3 (tiga) orang pengelola. Jumlah pengelola LKM-A yang belum memenuhi persyaratan disebabkan keterbatasan sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan manajemen keuangan dan keterbatasan dana untuk honorarium. Walaupun demikian pengelolaan LKM-A dapat diselenggarakan sesuai prinsip-prinsip administrasi keuangan dan berkembang baik, karena pengelola 66,7% LKM-A pernah mengikuti pelatihan/ kursus yang berhubungan dengan manajemen keuangan. Kondisi ini tampak juga pada perkembangan asset dalam waktu ± 2 tahun yang menyatakan 50% LKM-A mencapai peningkatan > 15% (Tabel 2) yang dapat dikategorikan dengan sangat baik. Karakteristik LKM-A sebagai responden kajian selengkapnya terdapat pada Tabel 2. Tabel 2. Keragaan karakteristik LKM-A Kabupaten Wonosobo No. Karakteristik Jumlah (n=12) 1. Badan hukum LKM-A : - koperasi - belum ada 2. Jangka waktu pembiayaan : - 4 6 bulan - 7 12 bulan - > 12 bulan 3. Sistem angsuran : - harian bulanan - musiman (4 6 bulan) - musiman (> 6 bulan) 4. Besaran jasa : - > 1,4%/ bulan - 0,8% - 1,4%/ bulan - < 0,8%/ bulan 5. Jumlah dana simpanan anggota : - > Rp. 10 juta - Rp. 1 juta - Rp. 10 juta - < Rp 1 juta 6. Jumlah asset LKM-A : - > Rp. 115 juta - Rp. 111 juta Rp. 115 juta - Rp. 106 juta Rp. 110 juta - Rp. 100 juta Rp. 105 juta 33,3% 66,7% 16,7% 83,3% 50% 33,3% 16,7% 91,7% 8,3% 41,7% 58,3% 50% 8,3% 33,4% 8,3% Kemampuan LKM-A dalam Memfasilitasi Modal Usaha Petani Hasil analisis terhadap kemampuan LKM- A dalam memfasilitasi modal usaha petani di desa setempat menyatakan jumlah LKM-A yang mempunyai kemampuan dengan kategori sedang dan tinggi hampir seimbang dan tidak terdapat LKM-A yang berada pada kategori rendah (Tabel 3). Tabel 3. Keragaan jumlah LKM-A Wonosobo (%) berdasarkan kemampuan memfasilitasi modal usaha petani Jumlah LKM-A responden (%) berdasarkan kemampuan memfasilitasi modal usaha petani rendah sedang tinggi Pemula 0 33,33% 0 33,33% Madya 0 16,67% 16,67% 33,34% Utama 0 8,33% 25,00% 33,33% 0 58,33% 41,67% 100% Tingkat kemampuan LKM-A yang relaltif tinggi dalam memfasilitasi modal usaha petani terutama LKM-A dari peringkat madya dan utama, disebabkan jumlah petani yang mendapatkan pelayanan pembiayaan dalam waktu ± 2 tahun meningkat pada kisaran angka 11% - 365%. Rerata jumlah petani penerima pada awal penyaluran dana PUAP 77,92 dengan kisaran 26 124 orang, sedangkan pada saat pelaksanaan pengkajian angka rerata menjadi 139 dengan kisaran antara 77 237 orang. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah petani di perdesaan yang dapat difasilitasi modal usaha taninya oleh LKM-A. Semakin banyak petani yang dilayani pembiayaan modal usahanya tani dengan demikian LKM-A telah membantu mengatasi kesulitan petani mendapatkan modal dan memutus mata rantai pelepas uang (rentenir) yang menjerat para petani. Berdasarkan hasil evaluasi dapat diketahui pula bahwa penerima pembiayaan LKM-A tidak hanya petani pemilik, akan tetapi juga petani penggarap dan buruh tani. Sebanyak 33,70% LKM-A telah menyalurkan bantuan modal kepada buruh tani dengan kisaran jumlah penerima antara 10% -17% dari jumlah penerima keseluruhan, sedangkan 58,3% LKM-A sudah menyalurkan untuk petani penggarap dengan kisaran jumlah penerima antara 18% - 40%. Peningkatan jumlah petani yang dilayani pembiayaan usaha taninya tidak dapat terlepas dari jumlah modal yang dikelola LKM- A dan sistem operasional pembiayaan. Sistem yang dilaksanakan sebagian besar LKM-A seperti pada Tabel 2 mengakibatkan peningkatan jumlah modal dengan rerata sebesar 29,47% pada kisaran 3% - 91%. Jumlah penyaluran dana PUAP berdasarkan usaha produktif yang merupakan indikator lainnya dalam kemampuan LKM-A memfasilitasi modal usaha tani menyatakan bahwa rerata bantuan modal yang disalurkan 410 Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani,

untuk setiap usaha produktif adalah sebagai berikut : tanaman pangan 22,83% dengan kisaran antara 7% - 60%, hortikultura 29,17% dengan kisaran antara 5% - 70%, peternakan 12,96% dengan kisaran antara 5% - 30%, perkebunan 1,42% dengan kisaran antara 5% 12%, usaha pengolahan hasil 9,17% dengan kisaran antara 2% - 30%, pemasaran hasil/ bakulan 10,58% dengan kisaran antara 5% - 39%, dan usaha lain berbasis pertanian 13,83% dengan kisaran antara 10% - 41%. Dengan demikian LKM-A penerima dana PUAP tahun 2008 yang menjadi responden mampu jumlah petani yang mendapatkan bantuan modal usaha tani. Peningkatan Aktivitas Agribisnis Di Perdesaan Hasil analisis menunjukkan bahwa aktivitas agribisnis petani di desa lokasi sebagian besar LKM-A responden (83,30%) dinyatakan meningkat pada kategori sedang (Tabel 4). Tingkat keberhasilan pencapaian peningkatan aktivitas agribisnis ini hampir sama antara pemula, madya dan utama. Tabel 4. Keragaan jumlah LKM-A Wonosobo (%) berdasarkan peningkatan aktivitas agribisnis di perdesaan Jumlah LKM-A responden (%) berdasarkan kategori peningkatan aktivitas agribisnis di perdesaan rendah sedang tinggi Pemula 0 33,33% 0 33,33% Madya 0 33,33% 0 33,33% Utama 0 16,67% 16,67% 33,34% 0 83,33% 16,67% 100% Tingkat pencapaian yang dinyatakan Tabel 4 menunjukkan telah terjadi peningkatan aktivitas agribisnis walaupun jumlahnya relatif belum banyak. Peningkatan aktivitas agribisnis tertinggi terdapat pada usaha agribisnis on farm yaitu usaha peternakan yang banyak muncul sebagai usaha baru bagi petani terutama petani penggarap dan buruh tani. Kondisi ini ditunjukkan dengan pernyataan LKM-A sebanyak 62,50% bahwa telah terjadi peningkatan usaha agribisnis on farm baik dalam jumlah pelaksana maupun skala usaha sebesar 5% - 25%. Di samping itu juga terdapat peningkatan antara 5% - 25% untuk usaha off farm khususya pemasaran hasil skala mikro/ bakulan yang dinyatakan 58,30% LKM-A. Usaha ini banyak dilakukan oleh perempuan dari rumah tangga tani. Peningkatan Pendapatan Petani Dalam Berusaha Tani Sesuai Potensi Wilayah Peningkatan pendapatan petani penerima modal usaha berasal dari dana PUAP berdasarkan hasil analisis dinyatakan oleh 83,33% LKM-A pada kategori sedang (Tabel 5). Analisis ini juga menunjukkan bahwa terdapat LKM-A yang petani nasabahnya diperkirakan memperoleh peningkatan pendapatan pada kategori relatif rendah, akan tetapi kondisi ini masih dapat dinyatakan positif. Tabel 5. Keragaan jumlah LKM-A Wonosobo (%) berdasarkan peningkatan pendapatan petani Jumlah berdasarkan kategori peningkatan pendapatan petani Rendah sedang tinggi Pemula 16,67% 16,67% 0 33,34% Madya 0 33,33% 0 33,33% Utama 0 16,67% 0 16,67% 16,67% 83,33% 0 100% Peningkatan pendapatan petani dari usaha tani on farm diperoleh > 30% petani anggotanya dinyatakan oleh 41,60% LKM-A. Kenyataan ini diasumsikan antara lain dengan adanya peningkatan produksi usaha tani padi karena perlakuan pemupukan yang tepat waktu dan tepat dosis yang disebabkan adanya bantuan modal dari LKM-A. Di samping itu juga peningkatan pendapatan yang diperoleh dari usaha ternak yang dilakukan dengan modal dari LKM-A. Lima puluh persen LKM-A yang lain menyatakan hanya < 30% dari jumlah anggotanya yang berusaha on farm meningkat pendapatannya, dan terdapat juga satu LKM-A menyatakan tidak ada anggotanya yang memperoleh peningkatan pendapatan dari berusaha tani on farm, karena mengalami gagal panen. Rerata peningkatan pendapatan yang diperkirakan diterima petani dari usaha on farm sebesar < 15% dinyatakan oleh 75% LKM-A, sedangkan sisanya (25%) menyatakan pendapatannya meningkat dari usaha tani on farm sekitar 15% - 25%. Peningkatan pendapatan petani dari usaha off farm diperoleh >70% jumlah petani yang mendapatkan modal dari LKM-A berasal dari usaha pemasaran hasil skala mikro/ bakulan dinyatakan oleh 41,70% LKM-A. Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, 411

Sedangkan jumlah petani yang meningkat pendapatannya dari usaha pengolahan hasil < 30% dinyatakan cukup banyak oleh LKM-A (83,30%). Hasil analisis lainnya menyatakan bahwa meningkatnya pendapatan petani usaha tani of farm baik pengolahan hasil maupun pemasaran hasil/ bakulan dengan kisaran antara 15% - 25% dinyatakan sebagian besar LKM-A, bahkan untuk usaha pemasaran hasil/ bakulan dinyatakan semua LKM-A (100%) meningkat pendapatannya dengan kisaran 15% - > 25%. Dengan demikian usaha pemasaran hasil skala mikro bakulan yang banyak dilakukan oleh perempuan dari rumah tangga tani merupakan usaha agribisnis yang menyumbangkan angka terbanyak dalam keberhasilan pencapaian meningkatnya pendapatan petani. Peran LKM-A dalam Pengembangan Usaha Agribisnis di Perdesaan Kabupaten Wonosobo Hasil kajian peran LKM-A dalam pengembangan usaha agribisnis di perdesaan Kabupaten Wonosobo secara umum menunjukkan bahwa hampir semua LKM-A yang menjadi responden (91,66%) mempunyai peran yang cukup baik dalam pengembangan usaha agribisnis yang dinyatakan dengan kategori sedang baik LKM-A yang berasal dari peringkat pemula, madya maupun utama (Tabel 6). Tabel 6. Keragaan jumlah LKM-A Wonosobo (%) berdasarkan tingkat perannya dalam pengembangan usaha agribisnis di perdesaan. Jumlah LKM-A di Wonosobo (%) berdasarkan tingkat perannya dalam pengembangan usaha agribisnis di perdesaan rendah sedang tinggi Pemula 0 33,33% 0 33,33% Madya 0 33,33% 0 33,33% Utama 0 25,00% 8,34% 25,00% 0 91,66% 8,34% 100% Hasil yang sama pada semua LKM-A tanpa membedakan peringkat ini, didukung pula dengan hasil analisis lain dengan korelasi Kendall s tau yang menyatakan bahwa peringkat tidak signifikan (0,221) dengan sejauhmana peran LKM-A dalam pengembangan agribisnis di perdesaan. Peran LKM-A justru saling berhubungan dengan peningkatan aktivitas agribisnis di perdesaan tersebut yang ditunjukkan dengan angka signifikan 0,25 dari analisis korelasi Kendall s tau., tinggi peringkatnya maka akan semakin tinggi pula keberhasilan outcome yang dicapai tersebut. KESIMPULAN 1. Lembaga keuangan mikro agribisnis (LKM-A) penerima dana PUAP tahun 2008 di Kabupaten Wonosobo memiliki peran yang cukup baik yang dikategorikan sedang dalam pengembangan usaha agribisnis di perdesaan. Hal tersebut dinyatakan oleh : a. Kemampuan LKM-A dalam memfasilitasi modal usaha petani dapat dinyatakan cukup baik yang dinyatakan dengan sebagian besar (58,33%) LKM-A terdapat pada kategori sedang;. b. Peningkatan aktivitas usaha agribisnis di perdesaan dinyatakan sedang oleh 83,30% LKM-A, sedangkan 16,70% terdapat pada kategori tinggi yang berasal dari responden LKM-A dari utama; c. Peningkatan pendapatan petani sebagian besar (83,33%) LKM-A dapat dinyatakan dengan sedang, dan 16,67% LKM-A lainnya berada pada kategori rendah yang berasal dari responden LKM-A dari pemula. 2. Tingkat peran LKM-A dalam pengembangan usaha agribisnis di perdesaan Kebupaten Wonosobo tidak berhubungan dengan peringkat yang dimiliki. DAFTAR PUSTAKA Azwar, S. 2002. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dayan, A. 1986. Pengantar Metode Statistika Jilid II. Jakarta : LP3ES.. Departemen Pertanian. 2007. Peraturan Menteri Pertanian nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani. Jakarta : Departemen Pertanian. 412 Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani,

Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Jakarta : Departemen Pertanian. Departemen Pertanian. 2009. Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Jakarta : Departemen Pertanian. id.wikipedia.org/wiki/kabupaten_wonosobo. Kabupaten Wonosobo. Kementerian Pertanian.2010. Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Jakarta : Kementerian Pertanian. Kurniawan, Hanif Seto Aji. 2009. Muhammad Yunus : Wacana Bank Pertanian Hingga Kredit Mikro Syariah bagi Petani di Pedesaan. www.ppnsi.org/index.php. Kushartanti, E. Herwinarni EM. Cahyati Setiani. Tota Suhendrata. Agus Hermawan. Ishom Hadisubroto. 2005. Laporan kegiatan Evaluasi Dampak Inovasi Pertanian di Wilayah Desa Miskin Kabupaten Blora dan Temanggung. Ungaran : BPTP Jawa Tengah. Nasir M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia Singarimbun, M, Sofian Effendi. (ed). 1987. Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES. Surono, Indro. 1998. Menyoal kredit mikro. http://www.elsppat.or.id Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, 413