VI KERAGAAN PENYALURAN DANA PUAP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI KERAGAAN PENYALURAN DANA PUAP"

Transkripsi

1 VI KERAGAAN PENYALURAN DANA PUAP 6.1. Keragaan Penyaluran Dana PUAP Lembaga Keuangan Mikro Agrbisnis Syariah Subur Rejeki (LKMA-S Subur Rejeki) dalam pengelolaan dana BLM-PUAP memiliki fungsi dasar seperti bank. LKMA-S memberikan kemudahan bagi petani anggota Gapoktan untuk mengakses modal. Modal menurut Hernanto (1986) termasuk ke dalam unsur pokok usahatani disamping tanah, tenaga kerja, dan manajemen. Hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan modal akan mempengaruhi terhadap usahatani yang dijalankan oleh petani. LKMA-S Subur Rejeki dalam pengelolaan dana BLM-PUAP menerapkan pola pembiayaan berbasis syariah. Terdapat beberapa jenis model pembiayaan yang ditawarkan, seperti mudharabah, rahn dan murabahah. Pembiayaan dengan sistem bagi hasil dalam akad mudharabah sampai dengan saat ini belum bisa dijalankan secara langsung oleh LKMA-S dikarenakan adanya keterbatasan modal, dan sumber daya manusia yang dimiliki oleh LKMA-S. Adapun akad mudharabah telah satu kali dijalankan yaitu, antara perusahaan pupuk organik sebagai shahibul maal dengan petani sebagai mudharib. Lahan yang dikelola oleh petani anggota LKMA-S merupakan sawah hasil dari gadai petani nasabah lainnya. Dalam akad ini terjadi penyimpangan prosedur dimana perusahaan pupuk yang seharusnya menanggung biaya keseluruhan untuk kebutuhan petani yang bersangkutan, pada kenyataannya tidak mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak LKMA-S dalam membiayai kebutuhan petani. Model pembiayaan rahn atau gadai baru satu kali digunakan selama LKMA-S beroperasi. Dalam akad gadai yang dijalankan oleh LKMA-S dengan petani nasabah adalah petani yang mengajukan pinjaman kepada LKMA-S menggadaikan sawah milik petani yang bersangkutan, dan kemudian sawah tersebut dikelola oleh LKMA-S yang diserahkan pengelolaannya kepada petani yang dekat dengan LKMA-S. Model pembiayaan dengan akad mudharabah, rahn, dan model pembiayaan lainnya tidak sering dijalankan dikarenakan ketersediaan modal tidak besar. Selain itu keterbatasan sumber daya manusia, merupakan salah satu alasan 66

2 akad seperti mudharabah dan akad yang menerapkan prinsip bagi hasil tidak sering dijalankan. Hal ini dikarenakan dalam akad tersebut sangat diperlukan pengawasan dengan intensitas tinggi untuk melihat kinerja usaha sehingga apabila usaha yang dijalankan petani mengalami kerugian dapat diketahui penyebabnya apakah dikarenakan kelalaian petani atau kerugian yang disebabkan risiko yang terjadi pada usaha yang bersangkutan. Hal ini penting karena dapat mempengaruhi perolehan bagi hasil bagi pihak LKMA-S. Pada akad dengan prinsip seperti ini sangat dibutuhkan pembinaan sebagai upaya untuk mengurangi risiko pembiayaan yang terjadi. Sampai saat ini yang menjadi fokus dari pengelolaan dana BLM- PUAP yang dijalankan oleh LKMA- adalah bertambah banyak petani anggota Gapoktan yang mendapatkan pembiayaan dari dana PUAP. Selama lebih dari setahun LKMA-S telah beroperasi, model pembiayaan yang paling dominan digunakan adalah jual beli dengan pembayaran yang ditangguhkan atau yang dikenal dengan akad murabahah muajjal yang dicirikan dengan adanya penyerahan barang di awal akad dan pembayaran kemudian baik dalam bentuk angsuran maupun dalam bentuk lump sum (sekaligus). Murabahah merupakan akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh pihak pembeli (petani) dan penjual (LKMA-S). Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa required rate of profit-nya (keuntungan yang ingin diperoleh). Pada praktiknya, sebagian besar akad murabahah yang dijalankan oleh LKMA-S merupakan akad murabahah yang menjadikan petani sebagai wakalah (wakil) seperti pada Gambar 2. Negosiasi dan persyaratan LKMA-S Akad Murabahah (uang tunai) Bayar Petani Nasabah Gambar 2. Skema Kerja Akad Murabahah di LKMA-S Subur Rejeki Dalam mengelola dana PUAP, LKMA-S mengadopsi Standar Operational Procedure Baitul Mal wa Tamwil (SOP BMT) yang meliputi kebijakan, skema 67

3 kegiatan, dan formulir-formulir yang digunakan. Berdasarkan tujuan dari PUAP dan visi misi dari LKMA-S, penerapan SOP BMT dirasa belum tepat dikarenakan kemampuan manajerial dan ketersediaan pengelola LKMA-S belum cukup baik untuk menerapkan prosedur seperti BMT secara keseluruhan. Kemudahan akses petani terhadap pembiayaan harus dijadikan fokus utama bagi LKMA-S bersamaan dengan perbaikan dalam manajerial yang terus ditingkatkan. Dalam penyaluran dana PUAP oleh LKMA-S diharapkan petani anggota Gapoktan mendapatkan kemudahan mengakses modal sehingga petani dapat lebih lancar dalam berproduksi. Ketepatan dalam penyaluran bagi petani akan berpengaruh terhadap usahatani yang dijalankan oleh petani, misalnya ketepatan dalam penyaluran dana bagi petani akan berpengaruh terhadap ketepatan petani dalam mulai berproduksi, pemupukan, pengobatan, dan tahapan usahatani lainnya yang membutuhkan modal. Pembiayaan yang dijalankan diharapkan dapat menjangkau semua petani yang tergabung dalam Gapoktan Subur Rejeki di Desa Sukaresmi dan penyalurannya dilakukan secara efektif. Dalam menganalisis keragaan yang dilakukan oleh pihak LKMA-S Subur Rejeki sebagai pengelola dana PUAP dan petani anggota Gapoktan sebagai nasabah LKMA-S didapat berdasarkan literatur-literatur yang ada dan juga wawancara dengan pihak LKMA-S yang bersangkutan. Bahan acuan yang digunakan dalam melihat keragaan penyaluran oleh LKMA-S telah mendukung pencapaian tujuan PUAP atau tidak adalah pedoman umum PUAP yang di dalamnya dipaparkan mengenai indikator keberhasilan dari program PUAP Keragaan Penyaluran Pembiayaan Menurut Kriteria LKMA-S LKMA-S Subur Rejeki yang diamanahi sebagai unit usaha otonom Gapoktan Subur Rejeki dalam pengelolaan dana PUAP bagi para petani, menetapkan sejumlah persyaratan dan prosedur penyaluran yang harus dipenuhi oleh petani. Hal ini dilakukan agar dana PUAP tidak langsung habis seperti dana bantuan pemerintah lainnya yang tidak dikelola dengan baik sehingga hanya segelintir dari masyarakat yang mendapatkan manfaatnya. Persyaratan dan prosedur penyaluran pembiayaan yang harus dilalui petani, mulai dari tahapan pengajuan permohonan pembiayaan sampai dengan pelunasan pembiayaan. Keragaan penyaluran pembiayaan menurut pihak LKMA-S akan dianalisis dalam 68

4 beberapa kriteria yaitu realisasi pembiayaan, frekuensi pinjaman, jangkauan kredit, tunggakan pembiayaan dan pengembagan tabungan Realisasi Penyaluran Pelaksanaan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi dimulai dari akhir 2008 yang ditandai dengan lahirnya LKMA-S Subur Rejeki pada 28 Agustus Aliran dana PUAP sebesar Rp ,00 dari pemerintah masuk ke rekening LKMA-S Subur Rejeki pada tanggal 18 Desember LKMA-S Subur Rejeki beroperasi mulai 7 Januari 2009 dengan realisasi pembiayaan PUAP kepada petani sejak 22 Januari Berdasarkan laporan keuangan bulanan yang diserahkan kepada PMT sampai dengan Maret 2010, LKMA-S telah merealisasikan pembiayaan kepada petani sebesar Rp ,00. Sejumlah dana pembiayaan yang disalurkan tersebut sudah termasuk realisasi perguliran dari pembiayaan sebelumnya. Tabel 11 menyajikan perkembangan realisasi pembiayaan PUAP hingga Maret Tabel 11. Realisasi Pembiayaan BLM-PUAP LKMA-S Subur Rejeki Februari 2009 Maret 2010 Bulan Realisasi Pembiayaan (Rp) Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret Total Sumber: LKMA-S Subur Rejeki (diolah) Tabel 11 menunjukkan bahwa pembiayaan yang diberikan oleh LKMA-S dilakukan setiap bulan. Hal ini dikarenakan ajuan pembiayaan tidak hanya berasal dari nasabah yang berprofesi sebagai petani. Cakupan usaha PUAP melingkupi 69

5 usaha berbasis pertanian memungkinkan pedagang yang menjual olahan makanan dari hasil pertanian juga dapat mengajukan pembiayaan. Selain itu, ajuan pembiayaan yang berasal dari petani juga tidak serempak dikarenakan terdapat petani yang mengajukan ketika di awal musim tanam, dan ada yang mengajukan di pertengahan musim tanam. Apabila ajuan pembiayaan yang diperbolehkan hanya dari nasabah yang merupakan petani dan dilakukan pada saat awal musim tanam, akan terlihat pola pembiayaan yang diberikan setiap musim tanam. LKMA-S sebaiknya dapat membantu memenuhi kebutuhan faktor produksi kepada petani sejak awal yaitu di awal musim tanam. Keragaan penyaluran berdasarkan target dan realisasi pembiayaan yang disalurkan oleh LKMA-S mengindikasikan penyaluran yang dilakukan adalah baik. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah pembiayaan yang disalurkan setiap bulannya bertambah. Jumlah penyaluran yang telah lebih dari dana awal PUAP yang diberikan oleh pemerintah yaitu sebesar Rp ,00 menunjukkan telah terjadi perguliran dari dana awalan sebesar seratus juta tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa LKMA-S telah mengarah terhadap perwujudan tujuan PUAP, dimana salah satu indikator keberhasilannya adalah tersalurkannya BLM- PUAP kepada petani Frekuensi Pembiayaan Keragaan penyaluran dana PUAP dapat dilihat juga dari banyaknya transaksi pembiayaan yang diberikan oleh LKMA-S kepada para petani anggota Gapoktan. Tahapan yang dilalui oleh petani dalam hal penyaluran adalah mengisi formulir terlebih dahulu, melengkapi kebutuhan administrasi, serta sebelumnya telah memenuhi persyaratan dan prosedur yang berlaku. Pengajuan pembiayaan oleh petani biasanya dilakukan sebelum musim tanam selanjutnya atau sebelum tahapan pemupukan. Berdasarkan hasil penelusuran di lapangan, pembiayaan diberikan tidak hanya kepada anggota Gapoktan Subur Rejeki saja. Masyarakat yang telah bergabung dengan LKMA-S yaitu dengan menabung di LKMA-S juga mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pembiayaan. Hal ini merupakan persyaratan yang telah ditetapkan LKMA-S dalam memberikan pembiayaan. Akan tetapi, apabila melihat kepada pedoman umum dari pengelolaan dana BLM- 70

6 PUAP dimana peruntukkan dari dana PUAP adalah Gapoktan yang di dalamnya termasuk buruh tani, petani pemilik, penggarap dan rumah tangga tani. Hal ini menjadi tidak sejalan dengan pedoman PUAP apabila pada pelaksanaannya terdapat nasabah LKMA-S yang tidak tergabung dengan Gapoktan dan tidak terkait dengan usaha yang berbasis pertanian baik on farm maupun off farm tetap diberikan pembiayaan. Frekuensi pembiayaan PUAP selama setahun beroperasi dilakukan setiap kali ada permohonan pembiayaan, dikarenakan masa tanam dari usaha yang mendapatkan pembiayaan berbeda-beda. Petani hortikultura dalam mengajukan pembiayaan tidak secara serempak, karena tanaman yang diusahakan juga berbeda-beda antar petani, sama halnya dengan ajuan pembiayaan dari usaha berbasis pertanian yang tidak pasti waktu pengajuannya. Berbeda halnya dengan petani tanaman pangan (padi) yang hampir memiliki keseragaman dalam mengajukan pembiayaan dalam setiap kelompok taninya. Petani yang berada di wiayah sukaresmi tidak secara serempak dalam masa tanamnya, dikarenakan masa tanam dilakukan secara berurutan mulai dari petani di wilayah atas (Subur Rejeki I, Subur Rejeki II, Barokah) kemudian ke petani di wilayah bawah (Subur Rejeki III, dan Subur Rejeki IV). Frekuensi pembiayaan yang diberikan oleh LKMA-S Subur Rejeki mulai dari Februari 2009 sampai dengan Maret 2010 ditunjukkan pada Tabel 12. Keragaan penyaluran berdasarkan kriteria frekuensi pinjaman mengindikasikan penyaluraan dana telah mendukung pencapaian tujuan PUAP yaitu meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha. Pada Tabel 12 ditunjukkan frekuensi pembiayaan sampai dengan Maret 2010 bertambah walaupun tidak memiliki kecenderungan setiap bulannya meningkat. Salah satu hal yang menyebabkan frekuensi pembiayaan yang semakin bertambah adalah sosialisasi pembiayaan oleh LKMA-S semakin tersebar kepada anggota LKMA-S yang sebelumnya belum mendapatkan maupun yang belum bergabung menjadi anggota LKMA-S. Banyak dari pembiayaan yang diberikan oleh LKMA-S ditujukan untuk orang yang sama dengan syarat pembiayaan sebelumnya telah lunas. 71

7 Tabel 12. Frekuensi Pembiayaan yang Disalurkan LKMA-S Subur Rejeki Februari 2009 Maret 2010 Bulan Frekuensi Pembiayaan Presentase Pertumbuhan jumlah pembiayaan (%) Februari Maret ,36 April ,33 Mei ,62 Juni ,00 Juli ,17 Agustus ,00 September ,53 Oktober ,00 Nopember ,22 Desember ,15 Januari ,71 Februari ,55 Maret ,47 Total 255 Sumber: LKMA-S Subur Rejeki (2010), diolah Hal lain yang mendorong jumlah anggota LKMA-S yang merupakan petani anggota Gapoktan mengajukan pembiayaan adalah adanya perubahan sistem dalam akad pembiayaan yang digunakan dimana akad murabahah yang berlaku adalah akad jual beli dengan dimana barang yang diperjualbelikan telah disediakan oleh pihak LKMA-S. Sistem ini telah diterapkan pada beberapa kelompok tani. Berbeda dengan beberapa bulan sebelumnya dimana petani dijadikan sebagai wakalah (wakil) dalam akad tersebut. Akad murabahah seperti ini belum bisa diterapkan pada semua kelompok tani dikarenakan tingkat kesiapan dari setiap kelompok tani yang berbeda-beda dimana. Kelompok tani yang telah menerapkan akad murabahah dengan penyediaan barang yang sesuai dengan pengajuan petani adalah kelompok tani Subur Rejeki II dan Barokah. Koordinasi petani anggota dalam kelompok tani ini lebih mudah, dan pengelolaan oleh pengurus dalam kelompok tani tersebut sudah cukup baik. Bentuk pengajuan kebutuhan usahatani secara berkelompok merupakan langkah yang tepat dalam menyalurkan pembiayaan selain dari jumlah penerima dana PUAP lebih banyak, selain itu keterbatasan sumber daya manusia pengelola dana PUAP dalam menjangkau keseluruhan kelompok tani dapat sedikit terbantu 72

8 dengan adanya koordinasi dengan perwakilan kelompok tani. Dengan penerapan koordinasi dalam Gapoktan seperti ini dapat membantu dalam mewujudkan beberapa tujuan PUAP yaitu, memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis, meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan. Oleh karena itu, diperlukan pembinaan terhadap petani anggota di setiap kelompok tani, yang nantinya ketika kelompok tani tersebut berkoordinasi dengan kelompok tani lainnya menjadi lebih mudah Jangkauan Pembiayaan Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian mengenai PUAP Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor 545/Kpts/OT.160/9/ PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Bidang usaha yang menjadi sasaran dari pembiayaan PUAP ini adalah usahatani tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan usaha yang berbasis pertanian. Berdasarkan realisasi pembiayaan yang diberikan oleh LKMA-S sampai dengan Maret 2010, tanaman pangan merupakan usaha yang paling besar mendapatkan pembiayaan yaitu sebesar Rp ,00. Usaha berbasis pertanian merupakan bidang usaha ke-2 terbesar yang mendapatkan pembiayaan yaitu sebesar Rp ,00. Bidang usaha selanjutnya yang mendapatkan pembiayaan adalah peternakan dan hortikultura secara berturut-turut sebesar Rp ,00 dan ,00. Melihat jangkauan PUAP yang beragam, dapat menunjukkan indikator fleksibilitas skim pembiayaan yang diprogramkan oleh pemerintah. Setelah melihat realisasi dari usaha yang mendapatkan pembiayaan dari LKMA-S menunjukkan bahwa LKMA-S juga memiliki fleksibitas dalam memberikan pembiayaan. Realisasi penyaluran dana PUAP berdasarkan bidang usaha sampai dengan Maret 2010 ditunjukkan pada Tabel 13. Keragaan penyaluran berdasarkan bidang usaha yang mendapatkan pembiayaan dapat menunjukkan bahwa LKMA-S memiliki fleksibilitas usaha yang baik yaitu dengan beragamnya usaha yang mendapat pembiayaan, dan dari setiap bidang usaha mendapat pengalokasian. Akan tetapi, sebagai upaya pencapaian tujuan PUAP yaitu mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui 73

9 penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah, sebaiknya ada bidang usaha yang menjadi fokus untuk dikembangkan sesuai dengan potensi wilayah Sukaresmi. Tabel 13. Rekapitulasi Realisasi Penyaluran Dana PUAP Berdasarkan Bidang Usaha di LKMA-S Subur Rejeki Februari 2009 sampai Maret 2010 No. Bidang Usaha Jumlah Realisasi (Rp) 1. Tanaman pangan Hortikultura Peternakan usaha berbasis pertanian Jumlah Total Sumber: LKMA-S Subur Rejeki (2010), diolah Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara yang dilakukan baik dengan pihak pengelola LKMA-S dan petani, kode produksi dari laporan keuangan ini tidak sepenuhnya akurat. Terdapat petani yang bidang usahanya adalah tanaman pangan, pada laporan keuangan dicantumkan sebagai nasabah dengan bidang usaha lain seperti hortikultura atau usaha berbasis pertanian. Pemanfaatan yang dilakukan oleh nasabah tidak sepenuhnya digunakan untuk bidang usaha sesuai dengan pengajuan pembiayaan. Secara keseluruhan akad yang digunakan adalah akad murabahah yang pada dasarnya merupakan akad jual beli dimana pihak bank atau lembaga keuangan menyediakan barang spesifik sesuai dengan yang diinginkan oleh pembeli baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Akan tetapi, sebagian besar praktik dari akad murabahah yang dilakukan oleh LKMA-S masih menjadikan nasabah sebagai wakalah. Hal ini menjadikan praktik pembiayaan dengan pola pembiayaan syariah tidak terdiferensiasi dengan pola pembiayaan konvensional. Menurut Suprayogi (2010), produk-produk perbankan syariah yang dikembangkan saat ini masih merupakan imitasi produk-produk bank konvensional, sehingga belum menunjukkan keunggulan kompetitif bank syariah dibandingkan dengan bank konvensional 1. Akad murabahah dengan penyediaan barang yang sesuai dengan ajuan petani nasabah baru dilakukan di dua kelompok tani yaitu Subur Rejeki II dan 1 Suprayogi N. April Membangun Keunggulan Kompetitif Bank Syariah. Sharing. 40. (Kolom 3) 74

10 Barokah sejak awal Oleh karena itu, apabila akad yang digunakan oleh LKMA-S dalam memberikan adalah murabahah, sebaiknya LKMA-S berupaya untuk memenuhi kebutuhan nasabah atau bekerja sama dengan pihak yang menyediakan barang yang dibutuhkan oleh nasabah. Hal ini dapat mengurangi tingkat penyimpangan pemanfaatan yang dilakukan oleh nasabah terhadap pembiayaan yang didapatkan Tunggakan Pembiayaan Tunggakan pembiayaan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam menentukan efektivitas penyaluran kredit. Realisasi kredit yang sesuai dengan yang diharapkan, frekuensi pinjaman nasabah yang semakin meningkat, pada akhirnya performance pengembalian pembiayaan menjadi hal yang paling menentukan berhasilnya suatu program pembiayaan. Pihak perbankan pada umumnya, termasuk LKMA-S yang memiliki fungsi dasar seperti bank melihat penyaluran pembiayaan dapat dikatakan efektif apabila hingga tahap pengembalian kredit berjalan lancar tanpa tunggakan. Besarnya realisasi pengembalian dari penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh LKMA-S ditunjukkan pada Tabel 14. Tabel 14. Realisasi Pengembalian Dana PUAP di LKMA-S Subur Rejeki Februari 2009 Maret 2010 Bulan Realisasi (Rp) Realisasi Tunggakan Pengembalian (Rp) (Rp) Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret Jumlah Sumber : LKMA-S Subur Rejeki (2010), diolah 75

11 Adanya tunggakan menunjukkan dalam penyaluran PUAP oleh LKMA-S menunjukkan pengelolaan pembiayaan belum baik. Realiasasi pengembalian dari nasabah LKMA-S adalah sebesar Rp ,00 dari pembiayaan yang telah disalurkan sebesar Rp ,00. Jumlah tunggakan pembiayaan selama lebih dari satu tahun beroperasi yaitu mulai dari Februari 2009 sampai dengan Maret 2010 sebesar Rp atau 44,65 persen dari jumlah total pembiayaan yang telah disalurkan. Tunggakan bagi lembaga keuangan menurut Rivai dan Veithzal (2008) disebut sebagai risiko pembiayaan. Risiko pembiayaan terjadi ketika debitur tidak mampu mengembalikan pembiayaannya, karena gagalnya usaha nasabah tersebut atau sejak semula telah membuat deviasi yang tajam berupa tidak lengkapnya data nasabah, kemudian tidak pula diikuti monitoring dan supervisi yang terus-menerus. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak LKMA-S, banyak dari nasabah yang mendapatkan pembiayaan dari LKMA-S tidak dilakukan survey terlebih dahulu. Banyak dari nasabah yang diberikan pembiayaan atas dasar rekomendasi orang yang dapat dipercaya oleh LKMA-S seperti tokoh masyarakat setempat yang memberikan jaminan bahwa orang yang mengajukan pembiayaan dapat dipercaya. Pada praktiknya, pihak yang telah dijamin oleh tokoh masyarakat setempat masih banyak yang menunggak. Kurangnya ketelitian LKMA-S dalam melihat karakter nasabah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya tunggakan. Karakter dari pihak yang akan diberikan pembiayaan merupakan prinsip pembiayaan yang perlu mendapatkan perhatian oleh Account Officer. Berdasarkan Rivai dan Veithzal (2008), apabila prinsip character tidak terpenuhi, maka prinsip lainnya tidak berarti atau dengan kata lain permohonannya harus ditolak. Oleh karena itu, untuk mengurangi jumlah tunggakan dari pembiayaan yang disalurkan, LKMA-S perlu lebih teliti dalam melihat karakter nasabah. Faktor lainnya yang menyebabkan terjadinya tunggakan pembiayaan adalah penagihan yang tidak dilakukan secara rutin. Penagihan beberapa bulan terakhir tidak dilakukan secara rutin dikarenakan adanya kejenuhan dari pihak pengelola LKMA-S. Kejenuhan ini dikarenakan jangkauan wilayah petani nasabah yang jaraknya jauh dari kantor membutuhkan biaya akomodasi dimana pemenuhan kebutuhan akomodasi tidak sepenuhnya terpenuhi dari anggaran 76

12 LKMA-S. Selain itu, pihak LKMA-S mengakui bahwa seringkali ketika melakukan penagihan, petani nasabah tidak berada di rumah. Oleh karena itu, LKMA-S telah menerapkan pada beberapa kelompok tani yaitu Barokah dan Subur Rejeki II, penagihan dilakukan kepada ketua kelompok tani. Hal ini selain memudahkan bagi pihak LKMA-S juga memudahkan bagi petani nasabah, sehingga jarak tempuh petani dalam pengembalian pembiayaan juga lebih dekat. Dalam upaya untuk meningkatkan realisasi pengembalian dari pembiayaan yang telah disalurkan dapat dilakukan dengan cara menunjuk perwakilan dari setiap kelompok tani yang bertugas sebagai kolektor (penagih). Pihak yang bertugas sebagai kolektor diberikan insentif berupa fee yang besarnya tergantung dari realisasi pengembalian yang dapat ditagih. Selama ini, pihak yang bertugas sebagai kolektor di beberapa kelompok tani tidak diberikan fee. Hal ini menjadikan kolektor tersebut tidak melakukan penagihan kepada nasabah melainkan menunggu nasabah tersebut menyetorkan pengembalian kepada pihak kolektor. Dengan pemberlakuan fee bagi kolektor, diharapkan dapat meningkatkan realisasi pengembalian dana PUAP yang telah disalurkan Pengembangan Tabungan Pengembangan tabungan dijadikan salah satu kriteria dalam melihat keragaan penyaluran atas dasar salah satu tujuan PUAP yaitu memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. Pengembangan tabungan dapat menjadi salah satu upaya untuk menghimpun uang yang nantinya dapat dikelola oleh LKMA-S dengan tujuan kepentingan bersama. Pengembangan tabungan diharapkan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pembiayaan yang diberikan. Dalam persyaratan dan prosedur pembiayaan yang harus dipenuhi oleh petani nasabah salah satunya adalah jumlah tabungan yang harus dimiliki oleh petani nasabah di LKMA-S kurang lebih sebesar 30 persen dari jumlah pembiayaan yang diterima oleh petani tersebut. Budaya menabung digalakkan oleh pihak LKMA-S kepada petani. Hal ini agar meringankan bagi petani sehingga apabila pada saat waktu pembayaran atau jangka waktu pembayaran telah habis dan petani tidak dapat melakukan pengembalian secara penuh, maka pihak LKMA-S dapat memotong tabungan petani nasabah sebesar jumlah pembiayaan yang belum dikembalikan. 77

13 Sejak awal tahun 2010, penagihan tabungan tidak dilakukan secara rutin lagi oleh pihak LKMA-S. Penagihan yang pada awalnya dilakukan kepada petani setiap satu mingu sekali berubah menjadi satu bulan sekali dan ditujukan kepada kolektor dari setiap kelompok tani bukan petani secara individu. Hal ini banyak dikeluhkan oleh beberapa petani dikarenakan uang yang telah disisihkan untuk menabung ke LKMA-S, pada akhirnya terpakai untuk kebutuhan rumah tangga. Hal ini menjadi salah satu penyebab terjadinya tunggakan pengembalian pembiayaan. Uang tabungan yang dihimpun oleh LKMA-S memiliki kecenderungan berkurang beberapa bulan belakang ini di antaranya dikarenakan pihak pengelola LKMA-S mengembalikan uang tabungan kepada penabung. LKMA-S mengembalikan uang tabungan kepada penabung dikarenakan pihak pengelola LKMA-S sudah memiliki pekerjaan sehingga tidak lagi bisa menangani dalam pengelolaannya. Selain itu, karena banyaknya petani yang menunggak dalam melunasi utangnya yaitu dengan memilih memotongnya dari tabungan. Oleh karena itu, ketika banyak dari petani yang tidak lagi mengajukan pembiayaan, sisa uang dalam tabungan petani tersebut sudah sedikit Keragaan Penyaluran Pembiayaan Menurut Kriteria Petani Nasabah Penilaian keragaan penyaluran pembiayaan menurut kriteria petani penerima PUAP dilakukan dengan cara masing-masing responden dimintai jawabannya atas faktor-faktor yang membangun keragaan dari pembiayaan yang dikelola oleh LKMA-S. Adapun faktor-faktor tersebut terdiri dari persyaratan awal, prosedur realisasi, lama realisasi, biaya administrasi, marjin keuntungan, jarak/ lokasi kantor, serta pembinaan dan pengawasan Persyaratan Awal Dalam mengajukan permohonan pembiayaan PUAP, petani anggota Gapoktan harus memenuhi syarat tertentu. Petani anggota harus telah menjadi anggota LKMA-S minimal 2 bulan atau merupakan anggota Gapoktan, memiliki / melunasi simpanan pokok dan wajib sampai bulan atau waktu meminjam, memiliki simpanan kurang lebih 30 persen dari pembiayaan, mengisi lampiran- 78

14 lampiran permohonan pembiayaan, menyertakan foto kopi KTP (Suami, istri) dan kartu keluarga, persetujuan suami atau istri bagi yang telah menikah, atau orang tua bagi yang belum menikah (usia di atas 17 tahun), serta rekomendasi dari ketua tim pengarah desa, penyuluh pendamping, atau Gapoktan. Persyaratan mengenai persetujuan suami-istri dapat ditunjukkan dengan menyertakan foto kopi KTP pasangan. Pada kenyataannya, responden yang tidak menyertakan foto kopi kartu keluarga, foto kopi pasangan, serta surat persetujuan suami isteri tetap diberikan pembiayaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak LKMA-S, petani anggota yang diberikan pembiayaan adalah petani yang merupakan anggota Gapoktan, menyertakan foto kopi KTP diri, mengisi formulir aplikasi, dan mendapatkan rekomendasi baik dari ketua kelompok tani, PPL, LKMA-S, dan Gapoktan. Selain itu, untuk realisasi pembiayaan lebih dari satu kali tidak lagi diminta oleh pihak LKMA-S persyaratan awal secara lengkap. Adapun persyaratan yang diminta untuk realisasi pembiayaan selanjutnya adalah telah melunasi pembiayaan yang sebelumnya, dan mengisi formulir pengajuan. Keragaan pembiayaan berdasarkan kriteria persyaratan awal ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15. Kriteria Jumlah Persyaratan Awal Pembiayaan PUAP di LKMA-S Subur Rejeki Musim Tanam Kemarau 2009 Persyaratan Terpenuhi Jumlah Responden Persentase (%) 8 Syarat 14 53,85 7 Syarat 7 26,92 6 Syarat 4 15,38 6 Syarat 1 3,85 Total Berdasarkan Tabel 15, dapat dilihat bahwa hasil dari 26 responden yang dimintai jawabannya mengenai fakstor persyaratan awal yang dapat dipenuhi oleh petani nasabah menunjukkan sebesar 53,85 persen atau sebanyak 14 orang dari jumlah keseluruhan petani responden penerima PUAP dapat memenuhi 8 syarat atau keseluruhan persyaratan yang telah ditentukan, sebesar 26,92 persen dari jumlah responden penerima PUAP dapat memenuhi 7 syarat, sebesar 15,38 persen 79

15 responden penerima PUAP dapat memenuhi 6 syarat, dan sisanya sebesar 3,85 persen hanya mampu memenuhi 5 syarat. Berdasarkan keragaan pembiayaan kriteria persyaratan awal dapat dikatakan bahwa persyaratan yang ditetapkan dapat dipenuhi oleh sebagian besar dari petani responden. Hal ini ditunjukkan dengan lebih dari 50 persen petani responden dapat memenuhi persyaratan awal yang ditetapkan oleh LKMA-S. Tidak terpenuhinya beberapa persyaratan tidak mempengaruhi terhadap diberikan atau tidak pembiayaan kepada petani anggota. Hal ini menunjukkan bahwa LKMA-S sebaiknya merumuskan sejumlah persyaratan yang memang krusial sekaligus tidak menyulitkan petani anggota dalam mengakses pembiayaan. Persyaratan yang ditetapkan diharapkan dapat menggambarkan karakter dari petani yang bersangkutan agar tidak menimbulkan deviasi ketika telah diberikan pembiyaan. Karakter dari pihak yang akan diberikan pembiayaan merupakan prinsip pembiayaan yang perlu mendapatkan perhatian oleh Account Officer. Berdasarkan Rivai dan Veithzal (2008), apabila prinsip character tidak terpenuhi, maka prinsip lainnya tidak berarti atau dengan kata lain permohonannya harus ditolak. Dari persyaratan yang telah ditetapkan oleh LKMA-S, pada dasarnya bukan merupakan persyaratan yang sulit untuk dipenuhi oleh petani anggota. Akan tetapi, dengan sejumlah persyaratan yang ada jangan sampai menyulitkan dan membuat enggan mengajukan pembiayaan bagi pihak petani. Berdasarkan wawancara dengan petani yang tidak menerima PUAP, sejumlah persyaratan yang ditetapkan oleh LKMA-S menjadi salah satu alasan untuk tidak melakukan pengajuan pembiayaan Prosedur Realisasi Pembiayaan Dalam proses pengajuan permohonan pembiayaan ada tahapan-tahapan prosedur yang harus dilalui oleh petani nasabah. Tahapan tersebut dimulai dari pengambilan formulir yang kemudian dapat dibawa pulang ke rumah untuk diisi atau diisi langsung di kantor LKMA-S jika persyaratan yang dibutuhkan tersedia. Petani yang bertempat tinggal jauh dari lokasi kantor LKMA-S, pengambilan formulir aplikasi diambil di masing-masing ketua kelompok tani. Setelah formulir aplikasi diisi, kemudian diserahkan kepada pihak LKMA-S. Tahapan selanjutnya 80

16 adalah wawancara yang dilakukan oleh pihak LKMA-S kepada petani untuk menanyakan besarnya pembiayaan yang dibutuhkan oleh petani. Selain itu, petani ditanyakan kesediaannya untuk dilakukan survey. Survey dilakukan untuk realisasi kredit yang pertama kali. Survey dilakukan oleh pihak PPL atau pengelola LKMA-S untuk memperkirakan apakah pengajuan pembiayaan oleh petani nasabah terlalu besar atau kecil. Pada realisasi pembiayaan yang kedua, petani tidak lagi disurvey melainkan hanya dilakukan wawancara oleh pihak LKMA-S untuk menanyakan berapa besar kebutuhan petani yang kemudian sebagai bahan pertimbangan besarnya pembiayaan yang diberikan. Tahapan selanjutnya setelah survey atau wawancara dilakukan adalah musyawarah yang dilakukan oleh pihak LKMA-S baik yang melibatkan keseluruhan pihak mulai dari perwakilan Gapoktan, PPL, maupun diputuskan secara langsung oleh pihak pengelola LKMA-S. Setelah itu dilakukan pencairan pembiayaan kepada pihak petani. Evaluasi mengenai keragaan pembiayaan yang dilakukan untuk prosedur pembiayaan adalah dengan cara membandingkan prosedur yang telah dilewati responden dengan ketentuan yang diterapkan oleh LKMA-S. Hasil evaluasi keragaan prosedur pembiayaan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Keragaan Prosedur Pembiayaan PUAP di LKMA-S Subur Rejeki Musim Tanam Kemarau 2009 Tahapan Prosedur Terlewati Jumlah Responden Presentase (%) 5 Tahapan Tahapan Tahapan 1 4 Total Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat bahwa sebagian besar petani responden penerima PUAP yaitu sebesar 73 persen atau 19 orang menyatakan telah melewati lima tahapan mulai dari pengisian formulir, wawancara mengenai kebutuhan pembiayaan, survey, musyawarah, dan tahapan terakhir adalah pencairan. Petani responden yang melewati kelima tahapan realisasi pembiayaan merupakan petani yang menerima pembiayaan untuk pertama kali. Sebesar 23 persen atau 6 orang petani responden menyatakan mereka telah melewati 4 tahap 81

17 dari 5 tahapan, serta sisanya sebesar 4 persen atau 1 orang menyatakan telah melewati 3 tahapan dari 5 tahapan. Kurangnya satu sampai dua tahapan yang tidak dilewati oleh penerima pembiayaan adalah seperti tidak mengisi formulir aplikasi, atau tidak dilakukan survey. Pengisian formulir aplikasi penting untuk dilakukan karena akan memudahkan pihak LKMA-S mengetahui rancangan pemanfaatan dari pembiayaan yang diajukan oleh petani. Sampai dengan musim kemarau 2009, sebagian besar akad yang digunakan dalam menyalurkan pembiayaan adalah murabahah dengan menjadikan petani sebagai wakalah. Hal yang menjadi salah satu pembeda antara pembiayaan yang berbasis syariah dan konvensional adalah adanya aset riil. Ketika pada saat akad dilangsungkan tidak diketahui secara rinci mengenai pemanfaatan dari pembiayaan yang diberikan maka dikhawatirkan adanya taghrir (ketidakjelasan). Dalam akad murabahah, yang menjadi salah satu syarat dari berlangsungnya akad adalah kejelasan akan sifat dari barang yang diperjualbelikan. Selain itu, sebagai salah satu indikator keberhasilan output PUAP adalah tersalurkannya BLM PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin dalam melakukan usaha produktif pertanian, sehingga harus dipastikan bahwa penggunaaan pembiayaan oleh petani digunakan untuk usaha produktif. Oleh karena itu, menjadi sangat penting dari tahapan pengisian formulir aplikasi pengajuan pembiayaan yang di dalamnya tercantum dengan jelas besarnya pembiayaan yang diberikan beserta pemanfaatan dari pembiayaannya secara rinci. Tahapan survey sebaiknya tetap dilaksanakan di setiap realisasi pembiayaan. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan pemanfaatan dari pembiayaan yang diberikan berbeda penggunaanya dengan realisasi pembiayaan yang sebelumnya. Selain itu, survey dapat membantu pengelola LKMA-S memperhitungkan besarnya kebutuhan yang sebenarnya dibutuhkan oleh petani Biaya Marjin Akad yang digunakan oleh pihak petani dengan pihak LKMA-S terkait dengan pembiayaan bagi petani menggunakan akad murabahah. Dalam akad murabahah ditentukan marjin (keuntungan) yang disepakati oleh pihak petani dengan LKMA-S. Kesepakatan antara kedua pihak tersebut menjadikan alasan 82

18 adanya perbedaan biaya marjin yang harus dibayarkan oleh petani kepada pihak LKMA-S. Dalam pola syariah kesepakatan antara pihak yang menjalankan suatu akad menjadi rukun dari akad tersebut. Biaya marjin yang disepakati oleh petani responden penerima PUAP dengan pihak LKMA-S untuk pembiayaan pada musim tanam kemarau 2009 ditunjukkan pada Tabel 17. Tabel 17. Biaya Marjin yang Disepakati Petani Penerima PUAP dengan Pihak LKMA-S Musim Tanam Kemarau 2009 Biaya Marjin/bulan (%) Jumlah Responden (Orang) Presentase (%) 1,01-3 % 1 53,85 3,01-6 % 14 30,77 6,01-9 % 7 11,54 > 9 % 4 3,85 Total Sebesar 53,85 persen dari jumlah petani responden penerima PUAP, marjin keuntungan yang disepakati dengan pihak LKMA-S adalah berkisar antara 1,01 persen hingga 3 persen. Sebesar 30,77 persen dari jumlah petani responden penerima PUAP memiliki kesepakatan dengan LKMA-S mengenai marjin keuntungan adalah 3,01 persen hingga 6 persen, sebesar 11,54 persen memiliki kesepakatan mengenai marjin keuntungan berkiasar 6,01 persen hingga 9 persen, dan sisanya sebesar 3,85 persen dari jumlah petani responden memiliki kesepakatan mengenai marjin keuntungan lebih dari 9 persen. Berdasarkan wawancara dengan pihak LKMA-S, pada dasarnya pihak LKMA-S memiliki standar marjin keuntungan ketika dilaksanakannya akad adalah sebesar 2,5 persen per bulannya. Adapun ketika petani memberikan penawaran lebih besar dari penawaran LKMA-S dikarenakan keikhlasan dari pihak petani itu sendiri Realisasi Pembiayaan Pengajuan pembiayaan oleh petani responden pada umumnya dilakukan pada saat petani tersebut membutuhkan bantuan dalam pemenuhan kebutuhan modal produksinya seperti untuk pembelian pupuk atau pada saat sebelum produksi selanjutnya dilakukan. Oleh karena itu, seberapa lama realisasi kredit dilaksanakan akan sangat berpengaruh terhadap usaha yang dijalankan petani 83

19 mengingat dalam usahatani ketepatan waktu dalam tahapan usahatani memiliki pengaruh terhadap usahatani yang dijalankan oleh petani, misalnya ketepatan dalam pemberian pupuk, penyemprotan, dsb. Realisasi pembiayaan oleh LKMA-S dapat dilakukan pada hari yang bersamaan dengan pengajuan permohonan pembiayaan, atau beberapa hari setelahnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan LKMA-S, realisasi pembiayaan dilakukan selambat-lambatnya adalah 3 hari. Pada kenyataannya, terdapat realisasi pembiayaan yang dilakukan lebih dari 3 hari. Adapun realisasi pembiayaan dari petani responden penerima PUAP selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 18. Pada Tabel 18 ditunjukkan sebesar 46,16 persen dari petani responden penerima PUAP menjawab mengenai berapa lama realisasi pembiayaan adalah selama satu minggu atau tujuh hari, sebesar 19,23 persen menjawab selama 2 hari, 19,23 persen menjawab tiga hari, dan sisanya sebesar 15,38 persen menjawab selama satu hari. Adapun penyerahan dana pembiayaan ada yang dilakukan dengan cara mengambil di kantor LKMA maupun pihak LKMA yang menyerahkan secara langsung ke pihak petani. Dengan melihat keragaan pembiayaan dengan kriteria realisasi pembiayaan dapat dikatakan cukup efektif, karena masih banyak petani yang realisasi pembiayaannya lebih dari 3 hari. Selain itu, berdasarkan penuturan dari petani yang realisasi pembiayaannya lebih dari 3 hari yaitu yang mencapai 7 hari, menyatakan bahwa realisasi pembiayaan yang dilakukan terlalu lama. Tabel 18. Lama Realisasi Pembiayaan PUAP di LKMA-S Subur Rejeki Musim Tanam Kemarau 2009 Realisasi Pembiayaan Jumlah Responden (hari) (Orang) Presentase (%) , , ,23 > ,16 Total Perbedaan waktu yang diperlukan dalam realisasi pembiayaan disebabkan beberapa hal seperti, tempat tinggal petani responden penerima PUAP yang jauh dari lokasi kantor atau tempat tinggal dari pihak pengelola, keterbatasan jumlah 84

20 pengelola yang bertugas di lapangan sehingga tidak dapat menjangkau tempat tinggal petani yang yang jauh dari lokasi kantor pengelola. Realisasi pembiayaan bagi petani yang bertempat tinggal jauh dari lokasi kantor, realisasi pembiayaan dilakukan dengan menyerahkan bantuan pembiayaan baik berupa uang tunai maupun barang kebutuhan kepada ketua kelompok tani atau kolektor pada kelompok tani tersebut. kelompok tani yang dimaksud adalah Subur Rejeki II, Subur Rejeki III dan Barokah. Akan tetapi, hal ini tidak menutup kemungkinan apabila petani mengunjungi kantor LKMA secara langsung. LKMA-S sebaiknya lebih tepat waktu dalam melakukan pencairan pembiayaan mengingat pesaing lembaga keuangan non formal di Desa Sukaresmi seperti bank keliling maupun tengkulak. Pihak-pihak tersebut dalam memberikan dana pinjaman tidak mengharuskan menyertakan persyaratan pada saat pengajuan seperti yang ditetapkan oleh LKMA-S Biaya Administrasi Biaya administrasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani yang digunakan mulai dari proses pengajuan sampai dengan realisasi pembiayaan. Biaya administrasi yang dikeluarkan oleh petani digunakan untuk materai, foto kopi kertas aplikasi pengajuan. Standar yang ditetapkan oleh LKMA-S untuk besaran biaya administrasi adalah 1 persen dari jumlah pembiayaan yang diberikan. Adapun biaya administrasi yang dikeluarkan oleh petani responden penerima PUAP ditunjukkan pada Tabel 19. Tabel 19. Biaya Administrasi PUAP di LKMA-S Subur Rejeki Musim Tanam Kemarau 2009 Biaya Administrasi (%) Jumlah Responden (Orang) Presentase (%) ,23 0, ,85 1, ,54 2, ,54 >3 1 3,85 Total Pada Tabel 19 ditunjukkan bahwa sebesar 53,85 persen dari petani responden penerima PUAP menjawab mengenai besarnya biaya administrasi yang dibayar kepada pihak LKMA-S adalah berkisar antara 0,1 persen hingga 1 persen 85

21 dari jumlah pembiayaan yang diberikan. Sebesar 19,23 persen dari petani responden penerima PUAP tidak dibebankan biaya administrasi, sebesar 11,54 persen dibebankan biaya administrasi berkisar antara 1,1 persen hingga 2 persen, sebesar 11,54 persen dibebankan biaya administrasi berkisar 2,1 persen hingga 3 persen, dan sisanya sebesar 3,85 persen dibebankan biaya administrasi lebih besar dari 3 persen. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan petani responden penerima PUAP, sebesar 92,3 persen menyatakan puas terhadap biaya administrasi yang dibebankan, sebesar 3,8 persen menyatakan sangat puas, dan sisanya sebesar 3,8 persen menyatakan tidak puas Pelayanan dan Pembinaan Pihak LKMA-S Pelayanan dan pembinaan merupakan suatu upaya untuk mengurangi atau menutupi kekurangan dari kegiatan pembiayaan. Dengan adanya pengawasan dan pembinaan diharapkan kemungkinan-kemungkinan terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh petani nasabah dapat berkurang. Berdasarkan tanggapan responden atas pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh LKMA-S masih dirasakan kurang. Banyak dari petani yang belum pernah mengikuti pembinaan yang dilakukan oleh LKMA-S. Adapun tanggapan petani nasabah mengenai pelayanan dan pembinaan yang dilakukan oleh LKMA-S ditunjukkan pada Tabel 20. Tabel 20. Tanggapan Petani Penerima PUAP Terhadap Pelayanan dan Pembinaan LKMA-S Pada Musim Tanam Kemarau 2009 Bentuk Pelayanan dan Pembinaan Jumlah (Orang) Persentase (%) Sosialisasi 1 3,85 Pelatihan Teknik Budidaya 9 34,62 Konsultasi 3 11,54 Pelatihan Teknik Budidaya 3 dan Konsultasi 11,54 Tidak mengikuti 10 38,46 Total Berdasarkan keragaan pembiayaan pada aspek pelayanan dan pembinaan LKMA-S ditunjukkan jumlah petani responden yang menerima pelayanan dan pembinaan dari LKMA-S telah melebihi dari 50 persen jumlah responden. LKMA-S sebaiknya lebih melakukan sosialisasi terhadap petani, karena masih 86

22 banyak petani yang belum mengetahui tentang adanya penyediaan bantuan modal oleh LKMA-S bagi petani Desa Sukaresmi. Selain itu, masih banyak petani yang belum mengetahui mengenai PUAP itu sendiri. Oleh karena itu, kegiatan bersama Gapoktan diharapkan dapat ditingkatkan lagi. Berdasarkan analisis keragaan penyaluran dana PUAP baik dari penilaian pihak LKMA-S maupun pihak petani nasabah menunjukkan pengelolaan dana PUAP yang dikelola LKMA-S memerlukan banyak perbaikan. Dari akad yang digunakan masih didominasi dengan akad murabahah dimana pada akad ini menerapkan fixed returns. Pertanian menghasilkan produksi yang berfluktuasi, maka dari itu dengan penerapan akad murabahah pada keseluruhan penyaluran dana PUAP yang dijalankan dinilai belum tepat. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pembiayaan syariah adalah relevan untuk digunakan dalam pengembangan sector agribisnis. Akan tetapi, dalam penelitian tersebut yang dianggap merupakan alternatif strategis dalam pembiayaan sector agribisnis adalah pembiayaan system syariah dengan prinsip mudharabah dan musyarakah (Ashari & Saptana 2005). Terdapat akad yang khusus dilakukan untuk pembiayaan pada sektor pertanian yaitu Ba i Al Salam. Salam merupakan sebuah teknik/kontrak dimana penjual produk pertanian (petani) dapat menjual produk pertaniannya pada awal musim tanam dan kemudian mengirimkan hasil produknya kepada pembeli di masa yang akan datang, pembeli melakukan pembayaran di muka (Karim, 2007). Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan petani, dimana membutuhkan modal ketika diawal musim tanam. Pada pembiayaan yang menggunakan akad salam maka banyak syarat yang perlu dipenuhi yaitu pembiayaan harus dibayar dimuka dengan sekaligus dan komoditi yang diminta harus jelas dan mendetil kuantitas dan kualitasnya agar tidak menimbulkan konflik dimasa yang akan datang ketika panen. Penerapan Ba i Al Salam dirasa tepat untuk diterapkan mengingat terdapat unit usaha pemasaran hasil produksi yang dijalankan oleh LKMA-S dimana pada seat panen membeli sebagian hasil produksi dari petani anggota Gapoktan. Unit usaha tersebut tetap dapat dijalankan sekaligus sebagai suatu langkah pembiayaan petani yaitu dengan penerapan pola Salam dimana pada saat awal musim tanam pihak LKMA-S melakukan akad yaitu membeli 87

23 sejumlah hasil produksi petani, dan pada saat musim panen petani menyerahkan sejumlah hasil produksi yang telah dipesan oleh pihak LKMA-S pada saat akad. Banyak pihak yang menilai bahwa akad salam sama dengan sistem ijon. Akan tetapi, pada salam telah ditentukan secara pasti kualitas dan kuantitas dari barang yang diperjualbelikan. Gulaid (1995) memaparkan mengenai beberapa aplikasi dalam pertanian yang dapat diterapkan seperti pembiayaan dengan pola musharaka, termasuk berbagai macam bentuk akad di dalamnya, murabahah, dan salam. Penyaluran dana PUAP oleh LKMA-S dapat dianggap telah berhasil apabila mengacu pada indikator keberhasilan program PUAP yaitu tersalurkannya BLM-PUAP pada petani. Akan tetapi, dilihat dari pemanfaatan petani dimana dana pembiayaan yang diterima oleh petani tidak secara keseluruhan dialokasikan untuk usahatani. Hal ini menunjukkan diperlukan pengawasan dan pembinaan yang dijalankan oleh LKMA-S. Jumlah tunggakan yang cukup besar mengindikasikan bahwa pengawasan dan pembinaan memang perlu dilakukan. Perbaikan LKMA-S yang dilakukan secara terpisah tidak akan mempengaruhi banyak terhadap keberhasilan program PUAP apabila tidak diiringi dengan perbaikan pada Gapoktan Subur Rejeki sendiri. Berdasarkan hasil penelusuran lapangan, banyak dari petani di wilayah Sukaresmi yang tidak mengetahui keberadaan Gapoktan maupun kelompok tani. Selain itu, permasalahan yang dihadapi oleh petani anggota Gapoktan Subur Rejeki tidak hanya terkait dengan permodalan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, sebesar 30 persen dari petani responden non penerima PUAP menuturkan alasan tidak mengajukan pembiayaan salah satunya adalah masih terpenuhinya modal oleh pribadi (Tabel 21). 88

24 Tabel 21. Alasan Petani Responden Non Penerima PUAP Tidak Mengajukan Pembiayaan Pada Musim Tanam Kemarau 2009 Alasan Jumlah (Orang) Presentase (%) Prosedur yang berbelit-belit 2 6,67 lahan garapan sedikit 1 3,33 Modal masih bisa terpenuhi 9 30,00 Ada tengkulak 1 3,33 Takut terpakai (uang) 1 3,33 Takut tidak bisa mengembalikan 8 26,67 Tidak ingin punya hutang 1 3,33 Tidak tahu mengenai PUAP 7 23,33 Total PUAP sebagai program yang bertujuan untuk memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis dapat menjadi acuan bagi LKMA-S dan Gapoktan sendiri bahwa program PUAP tidak semata-mata fokus dalam pembiayaan modal bagi petani, pembinaan bagi petani serta pengembangan usaha agribisnis seperti pemasaran atau pengolahan hasil produksi juga perlu mendapatkan perhatian. Adapun ketidaktahuan mengenai adanya program PUAP bagi petani anggota non penerima PUAP dapat disebabkan oleh dua hal yaitu sosialisasi PUAP oleh LKMA-S dan Gapoktan yang tidak mencakup seluruh petani anggota Gapoktan atau petani anggota yang bersangkutan tidak aktif dalam kegiatan Gapoktan. Dalam pengelolaan PUAP diperlukan partisipasi aktif dari anggota Gapoktan. Hal yang menjadi fokus dari PUAP selain dari penyediaan modal bagi petani juga penguatan organisasi tani yaitu Gapoktan. Selain itu, yang menjadi kekurangan dalam pengelolaan dana PUAP pada Gapoktan Subur Rejeki adalah tidak adanya penyuluh lapangan harian yang bertugas. Dalam pedoman umum PUAP disebutkan bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. 89

25 Dalam rancangan pengelolaan dana PUAP, sebaiknya dialokasikan dana khusus untuk penguatan kelembagaan seperti dana untuk pelatihan dan pembinaan. Berdasarkan hasil wawancara baik dengan petani responden penerima PUAP maupun non penerima PUAP, banyak dari petani yang mengharapkan pembinaan dari pihak Gapoktan. Rasa kebersamaan antar petani dalam Gapoktan dan perbaikan dalam tubuh kepengurusan Gapoktan menjadi langkah awal yang sebaiknya dilakukan demi tercapainya tujuan PUAP. 90

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di pemerintahan,

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH

ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH SKRIPSI FUJI LASMINI H34062960 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih banyak menghadapi permasalahan diberbagai bidang seperti ekonomi, sosial, hukum, politik dan bidang-bidang

Lebih terperinci

VI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN

VI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN VI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN 6.1. Perkembangan Program PUAP Program PUAP berlangsung pada tahun 2008 Kabupaten Cianjur mendapatkan dana PUAP untuk 41 Gapoktan, sedangkan yang mendapatkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sektor pertanian sampai saat ini telah banyak dilakukan di Indonesia. Selain sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan pendapatan petani, sektor pertanian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan dalam pembangunan nasional. Pembangunan dan perubahan struktur ekonomi tidak bisa dipisahkan dari

Lebih terperinci

2) Membina masyarakat dengan mengadakan sosialisasisosialisasi BAB IV. mengenai perbankan syari ah bahwasanya bunga

2) Membina masyarakat dengan mengadakan sosialisasisosialisasi BAB IV. mengenai perbankan syari ah bahwasanya bunga 2) Membina masyarakat dengan mengadakan sosialisasisosialisasi mengenai perbankan syari ah bahwasanya bunga dan bagi hasil sangatlah berbeda. 3) Untuk mengetahui tingkat kejujuran para anggota mengenai

Lebih terperinci

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) 28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah sebuah proses perubahan sosial yang terencana di bidang pertanian. Pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian Desa Sukaresmi memiliki luas wilayah sebesar 294,577 ha dengan ketinggian 600-700 m dpl, topografi lahan datar dan bergelombang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih menghadapi sejumlah permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, hukum, politik, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kemiskinan di pedesaan merupakan salah satu masalah pokok pedesaan yang harus segera diselesaikan dan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA 6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan, I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh setiap negara di dunia. Sektor pertanian salah satu sektor lapangan usaha yang selalu diindentikan dengan kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor

I. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor pertanian memiliki peran

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perbedaan Syariah dengan Konvensional 2.1.1. Perbandingan Kinerja Bank Syariah dengan Bank Konvensional Kusafarida (2003) dalam skripsinya meneliti tentang perbandingan kinerja

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mekanisme Akad Mudharabah dalam Pembiayaan Modal Kerja di KJKS Mitra

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mekanisme Akad Mudharabah dalam Pembiayaan Modal Kerja di KJKS Mitra 47 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Mekanisme Akad Mudharabah dalam Pembiayaan Modal Kerja di KJKS Mitra Sejahtera Subah-Batang Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan pertanian yang berbasis agribisnis dimasa yang akan datang merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam pembangunan nasional karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan sumber

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian a) Implementasi Akad Murabahah Di Indonesia, aplikasi jual beli murabahah pada perbankan syariah di dasarkan pada Keputusan Fatwa Dewan Syariah

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan Tentang Peran Pembiayaan Murabahah Pada Sektor. Pertanian Untuk Meningkatkan Pendapatan Anggota Koperasi Simpan

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan Tentang Peran Pembiayaan Murabahah Pada Sektor. Pertanian Untuk Meningkatkan Pendapatan Anggota Koperasi Simpan BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Tentang Peran Pembiayaan Murabahah Pada Sektor Pertanian Untuk Meningkatkan Pendapatan Anggota Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah BMT Peta Cabang Trenggalek Dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Penerapan Akad Pembiayaan Musyarakah pada BMT Surya Asa Artha

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Penerapan Akad Pembiayaan Musyarakah pada BMT Surya Asa Artha 50 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Penerapan Akad Pembiayaan Musyarakah pada BMT Surya Asa Artha BMT berdiri dalam rangka menumbuh dan mengembangkan sumberdaya ekonomi mikro yang bersumber pada syariat Islam.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Kebijakan Harga Jual Pembiayaan Murabahah di BMT Istiqomah Unit

BAB V PEMBAHASAN. A. Kebijakan Harga Jual Pembiayaan Murabahah di BMT Istiqomah Unit BAB V PEMBAHASAN A. Kebijakan Harga Jual Pembiayaan Murabahah di BMT Istiqomah Unit II Tulungagung Pembiayaan yang ada di Lembaga Keuangan Syariah khususnya BMT Istiqomah merupakan kegiatan penyaluran

Lebih terperinci

BAB IV MEKANISME DAN ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA SEKTOR PERTANIAN A.

BAB IV MEKANISME DAN ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA SEKTOR PERTANIAN A. BAB IV MEKANISME DAN ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA SEKTOR PERTANIAN A. Mekanisme Pembiayaan Murabahah 1. Prosedur Pembiayaan Murabahah Dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga keuangan mikro syariah,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG 9 2 BUPATI PENAJAM PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI PEMBIAYAAN MODAL USAHA DENGAN DANA POLA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka PUAP adalah sebuah program peningkatan kesejahteraan masyarakat, merupakan bagian dari pelaksanaan program

Lebih terperinci

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. Terutama dalam hal luas lahan dan jumlah penanaman masih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Praktik Pembiyaan Mudharabah dengan Strategi Tempo di KSPPS TAMZIS Bina Utama Cabang Pasar Induk Wonosobo Sebagai lembaga keuangan, kegiatan KSPPS TAMZIS Bina

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM BTM WIRADESA. A. Latar belakang berdirinya BTM Wiradesa. Muhammadiyah Wiradesa untuk memiliki sumber-sumber pendanaan

BAB III GAMBARAN UMUM BTM WIRADESA. A. Latar belakang berdirinya BTM Wiradesa. Muhammadiyah Wiradesa untuk memiliki sumber-sumber pendanaan BAB III GAMBARAN UMUM BTM WIRADESA A. Latar belakang berdirinya BTM Wiradesa Berdirinya BTM Wiradesa yang beralamat Jl. Mayjend. S. Parman No.183 Wiradesa Pekalongan, berawal dari keinginan Pimpinan Cabang

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lembaga keuangan, khususnya lembaga perbankan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lembaga keuangan, khususnya lembaga perbankan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam lembaga keuangan, khususnya lembaga perbankan yang merupakan salah satu lembaga keuangan paling strategis sangat penting bagi pendorong kemajuan perekonomian

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI KJKS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG PASAR KRANJI PACIRAN LAMONGAN

BAB III DESKRIPSI KJKS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG PASAR KRANJI PACIRAN LAMONGAN BAB III DESKRIPSI KJKS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG PASAR KRANJI PACIRAN LAMONGAN A. Gambaran Umum KJKS BMT Mandiri Sekjahtera Karangcangkring Jawa Timur 1. Latar Belakang Berdirinya

Lebih terperinci

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Lembaga perbankan memegang peranan yang sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat. Perbankan melayani kebutuhan pembiayaan dan memperlancar

Lebih terperinci

BAB II Landasan Teori

BAB II Landasan Teori BAB II Landasan Teori A. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan adalah bentuk kata lain dari kredit. Secara etimologi istilah kredit berasal dari bahasa latin yaitu credere yang berarti kepercayaan. Dalam Kamus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permodalan merupakan salah satu faktor utama terhambatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kurangnya modal membuat suatu usaha menjadi sulit untuk berkembang karena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Faktor Penyebab Pembiayaan Ijarah Bermasalah di BMT Amanah Mulia Magelang Setelah melakukan realisasi pembiayaan ijarah, BMT Amanah Mulia menghadapi beberapa resiko

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengelolaan Dana Simpan Pinjam LKM GAPOKTAN Ngudi Raharjo II dalam Memberdayakan Msyarakat.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengelolaan Dana Simpan Pinjam LKM GAPOKTAN Ngudi Raharjo II dalam Memberdayakan Msyarakat. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengelolaan Dana Simpan Pinjam LKM GAPOKTAN Ngudi Raharjo II dalam Memberdayakan Msyarakat. Dalam rangka mensejahterakan hidup masyarakat di Desa Pagerwojo yang

Lebih terperinci

VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 6.1. Mekanisme Penyaluran KUR di BRI Unit Tongkol Dalam menyalurkan KUR kepada debitur, ada beberapa tahap atau prosedur yang harus dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Sedangkan bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan meningkatnya pendapatan ekonomi masyarakat membuat rasa

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan meningkatnya pendapatan ekonomi masyarakat membuat rasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi masyarakat yang semakin meningkat yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan ekonomi masyarakat membuat rasa khawatir pada setiap individu dalam

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN MACET PADA AKAD MURABAHAH DI BMT NU SEJAHTERA MANGKANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN MACET PADA AKAD MURABAHAH DI BMT NU SEJAHTERA MANGKANG BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN MACET PADA AKAD MURABAHAH DI BMT NU SEJAHTERA MANGKANG A. Analisis faktor-faktor penyebab terjadinya pembiayaan macet pada akad murabahah di BMT NU Sejahtera

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG PERSEPSI PEDAGANG KECIL DI PASAR KLIWON TENTANG PEMANFAATAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BMT FASTABIQ CABANG KUDUS

BAB IV ANALISIS TENTANG PERSEPSI PEDAGANG KECIL DI PASAR KLIWON TENTANG PEMANFAATAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BMT FASTABIQ CABANG KUDUS 88 BAB IV ANALISIS TENTANG PERSEPSI PEDAGANG KECIL DI PASAR KLIWON TENTANG PEMANFAATAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BMT FASTABIQ CABANG KUDUS A. Analisis Penerapan dan Mekanisme Pembiayaan Mudharabah BMT Fastabiq

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN DEBITUR PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT ANKASA KABUPATEN PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN DEBITUR PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT ANKASA KABUPATEN PEKALONGAN BAB IV ANALISIS KELAYAKAN DEBITUR PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT ANKASA KABUPATEN PEKALONGAN A. Kondisi Analisis Kelayakan Debitur Pada Pembiayaan Murabahah Di BMT ANKASA Kabupaten Pekalongan Dalam pemberian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu tumpuan perekonomian Indonesia. Hingga tahun 2011, tercatat sekitar 99,99 persen usaha di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA,

BUPATI PENAJAM PASER UTARA, BUPATI PENAJAM PASER UTARA 11 PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN PROGRAM PENINGKATAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI PINJAMAN MODAL USAHA DENGAN DANA POLA BERGULIR

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Pembiayaan Mudharabah berdasarkan PSAK No. 105 dan PAPSI 2003. 1. Kebijakan umum pembiayaan mudharabah PT Bank Syariah Mandiri menetapkan sektor-sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 membuka semua tabir kerapuhan perbankan konvensional. Akibat krisis ekonomi tersebut telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian yang mengelola dana dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank, lembaga pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan kualitas perekonomian masyarakat, dana

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan kualitas perekonomian masyarakat, dana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam upaya meningkatkan kualitas perekonomian masyarakat, dana sangat penting untuk memenuhi segala kebutuhan hidup serta menggerakkan roda perekonomian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga perantara keuangan antara masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank menurut istilah adalah

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN KEUANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN POTENSI KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (P2KSM) KABUPATEN PURWOREJO DENGAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK) MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan pembangunan pertanian memerlukan peran penyuluh pertanian sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh mempunyai peran penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan bank sebagai perusahaan yang bergerak di bidang keuangan memegang peranan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan akan dana. Sehubungan dengan hal tersebut sudah

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. Randublatung-Blora, Jawa Tengah.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. Randublatung-Blora, Jawa Tengah. DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. IDENTITAS PRIBADI 1. Nama : Aisyah Khoirun Nisa 2. Tempat, Tanggal Lahir : Blora, 30 Maret 1996 3. Alamat : Ds. Kadengan Rt.02 Rw. 01 Randublatung-Blora, Jawa Tengah. 4. No. HP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan. 29,41%, tahun 2013 tercatat 29,13%, dan 2014 tercatat 28,23%.

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan. 29,41%, tahun 2013 tercatat 29,13%, dan 2014 tercatat 28,23%. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan kesejahteraan nasional.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah penulis laksanakan pada PT Bank

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah penulis laksanakan pada PT Bank BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah penulis laksanakan pada PT Bank Syariah Mega Indonesia, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. PT Bank Syariah

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/ 19 /PBI/2004 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/ 19 /PBI/2004 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/ 19 /PBI/2004 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kelangsungan usaha Bank

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Mekanisme Produk SIRELA ( Simpanan Sukarela Lancar ) 1. Produk SIRELA ( Simpanan Sukarela Lancar )

BAB IV PEMBAHASAN. A. Mekanisme Produk SIRELA ( Simpanan Sukarela Lancar ) 1. Produk SIRELA ( Simpanan Sukarela Lancar ) BAB IV PEMBAHASAN A. Mekanisme Produk SIRELA ( Simpanan Sukarela Lancar ) 1. Produk SIRELA ( Simpanan Sukarela Lancar ) SIRELA adalah produk simpanan yang ada di BMT BUS yang dikelola berdasarkan prinsip

Lebih terperinci

KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN

KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN Disampaikan Pada Rakornas Gubernur Dan Bupati/Walikota DEPARTEMEN PERTANIAN Jakarta, 31 Januari 2008 1 LATAR BELAKANG Pengembangan Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank Syariah ini salah satunya dicirikan dengan sistem bagi hasil (non bunga)

BAB I PENDAHULUAN. Bank Syariah ini salah satunya dicirikan dengan sistem bagi hasil (non bunga) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Konsep perbankan syariah adalah hal yang baru dalam dunia perbankan di Indonesia, terutama apabila dibandingkan dengan penerapan konsep perbankan konvensional.

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA PEMBAYARAN DI BMT FAJAR MULIA UNGARAN. 1. Sejarah Berdiri BMT Fajar Mulia Ungaran

BAB III PELAKSANAAN SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA PEMBAYARAN DI BMT FAJAR MULIA UNGARAN. 1. Sejarah Berdiri BMT Fajar Mulia Ungaran 32 BAB III PELAKSANAAN SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA PEMBAYARAN DI BMT FAJAR MULIA UNGARAN A. Profil BMT Fajar Mulia Ungaran 1. Sejarah Berdiri BMT Fajar Mulia Ungaran Gagasan untuk mendirikan

Lebih terperinci

Mura>bah}ah oleh BMT Dana Mentari, sebagaimana diterbitkan dalam

Mura>bah}ah oleh BMT Dana Mentari, sebagaimana diterbitkan dalam BAB IV IMPLEMENTASI AKAD BAI AL-MURA>BAH}AH PADA BMT-BMT DI KECAMATAN PURWOKERTO UTARA A. Implementasi Akad Bai al-mura>bah}ah di BMT Dana Mentari Cabang Karangwangkal. 1. Praktek Akad Mura>bah}ah di BMT

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Mekanisme Pembiayaan Konsumtif di KOPSIM NU Batang

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Mekanisme Pembiayaan Konsumtif di KOPSIM NU Batang BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Mekanisme Pembiayaan Konsumtif di KOPSIM NU Batang Pembiayaan merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan. Menyadari

Lebih terperinci

Persetujuan Pengajuan. Pembiayaan. Proses Pencairan. Pembiayaan. Pemantauan dan Pengawasan Penggunaan Dana

Persetujuan Pengajuan. Pembiayaan. Proses Pencairan. Pembiayaan. Pemantauan dan Pengawasan Penggunaan Dana LAMPIRAN Proses Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) BTPN Syariah Pengajuan Pembiayaan PMD (pengisian dan pengumpulan data, berkas) Persetujuan Pengajuan Pembiayaan Pembinaan dan Pemantauan selama jangka

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH A. Strategi Pencegahan Pembiayaan Mura>bah}ah Multiguna Bermasalah Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Resiko

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Akad Mudharabah Pada PembiayaanPertanian Di KSPPS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Akad Mudharabah Pada PembiayaanPertanian Di KSPPS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Akad Mudharabah Pada PembiayaanPertanian Di KSPPS Tamzis Bina Utama Wonosobo Cabang Batur Banjarnegara. Salah satunya produk pembiayaan yang diberikan

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM LINKAGE PROGRAM ANTARA BANK UMUM DENGAN KOPERASI

PEDOMAN UMUM LINKAGE PROGRAM ANTARA BANK UMUM DENGAN KOPERASI Lampiran : Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan dunia perbankan. Hampir semua aktivitas perekonomian memanfaatkan perbankan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Upaya Pencegahan Pembiayaan Bermasalah di BMT Al Hikmah Ungaran BMT Al Hikmah merupakan sebuah lembaga keuangan syariah non bank yang menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 7.1. Karakteristik Umum Responden Responden penelitian ini adalah anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang sedang memperoleh

Lebih terperinci

BAB I BAB V PENUTUP PENDAHULUAN. Bab ini merupakan bab penutup yang berisi. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I BAB V PENUTUP PENDAHULUAN. Bab ini merupakan bab penutup yang berisi. 1.1 Latar Belakang Penelitian 16 1 BAB I BAB V PENUTUP Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran- saran dari hasil analisis data pada bab-bab sebelumnyayang dapat dijadikan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berkembang dibandingkan dengan sektor industri. Permodalan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dapat berkembang dibandingkan dengan sektor industri. Permodalan menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris, sektor pertanian di Indonesia justru paling tidak dapat berkembang dibandingkan dengan sektor industri. Permodalan menjadi masalah utama lambatnya

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. pembiayaan untuk beragam keperluan, baik produktif (investasi dan modal

BAB IV PEMBAHASAN. pembiayaan untuk beragam keperluan, baik produktif (investasi dan modal BAB IV PEMBAHASAN A. Prosedur Pembiayan BSM Oto di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Batusangkar Perbankan syariah menjalankan fungsi yang sama dengan perbankan konvensional, yaitu sebagai lembaga intermediasi

Lebih terperinci

BUPATI PAKPAK BHARAT

BUPATI PAKPAK BHARAT BUPATI PAKPAK BHARAT PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERKUATAN PERMODALAN USAHA BAGI MASYARAKAT MELALUI KREDIT NDUMA PAKPAK BHARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Proses Pemberian Pembiayaan Oleh Account Officer Kepada Nasabah

BAB IV PEMBAHASAN. A. Proses Pemberian Pembiayaan Oleh Account Officer Kepada Nasabah BAB IV PEMBAHASAN A. Proses Pemberian Pembiayaan Oleh Account Officer Kepada Nasabah Saat memberikan pembiayaan, Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Kantor Cabang Pembantu Payakumbuh menggunakan prinsip

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG SALINAN 1 BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN POTENSI KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (P2KSM) KABUPATEN PURWOREJO

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUD}A>RABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BALAI USAHA MANDIRI TERPADU (BMT) KUBE SEJAHTERA

BAB III PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUD}A>RABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BALAI USAHA MANDIRI TERPADU (BMT) KUBE SEJAHTERA BAB III PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUD}A>RABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BALAI USAHA MANDIRI TERPADU (BMT) KUBE SEJAHTERA A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya BMT KUBE Sejahtera Krian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perbankan syariah pada saat ini merupakan isu yang hangat dan banyak dibicarakan baik oleh praktisi perbankan syariah dan para ahlinya maupun para pakar

Lebih terperinci

KINERJA PENGELOLAAN DANA GAPOKTAN MENUJU LKMA DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN PROGRAM SWASEMBADA PADI

KINERJA PENGELOLAAN DANA GAPOKTAN MENUJU LKMA DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN PROGRAM SWASEMBADA PADI KINERJA PENGELOLAAN DANA GAPOKTAN MENUJU LKMA DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN PROGRAM SWASEMBADA PADI Rudi Hartono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5. Telp. 0736 23030 E-mail

Lebih terperinci

Manusia selalu dihadapkan pada masalah ekonomi seperti kesenjangan. ekonomi, kemiskinan, dan masalah-masalah lainnya. Namun banyak masyarakat

Manusia selalu dihadapkan pada masalah ekonomi seperti kesenjangan. ekonomi, kemiskinan, dan masalah-masalah lainnya. Namun banyak masyarakat PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia selalu dihadapkan pada masalah ekonomi seperti kesenjangan ekonomi, kemiskinan, dan masalah-masalah lainnya. Namun banyak masyarakat yang tidak mengerti apa sebenarnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah untuk Pertanian di KSPPS TAMZIS Cabang Batur

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah untuk Pertanian di KSPPS TAMZIS Cabang Batur BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah untuk Pertanian di KSPPS TAMZIS Cabang Batur Pembiayaan merupakan langkah yang dilakukan KSPPS TAMZIS Bina Utama dalam menyalurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Pasca krisis ekonomi dan moneter di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DALAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI PERDESAAN KABUPATEN WONOSOBO ABSTRAK

KAJIAN PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DALAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI PERDESAAN KABUPATEN WONOSOBO ABSTRAK KAJIAN PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DALAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI PERDESAAN KABUPATEN WONOSOBO Herwinarni E.M. dan Wahyudi Hariyanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Lebih terperinci