KAJIAN KEBIJAKSANAAN PENUTUPAN PROPINSI LAMPUNG BAGI PROGRAM TRANSMIGRASI UMUM
T 307.2 SAP
Kebijaksanaan Pemerintah pada tahun 1980 untuk menutup Propinsi Lampung sebagai daerah transmigrasi mempunyai tujuan untuk menurunkan kepadatan dan laju pertumbuhan penduduk sedangkan program transmigrasi lokal dimaksudkan untuk meratakan penyebaran penduduk dan kegiatan pembangunan beserta hasil-hasilnya keseluruh wilayah Propinsi Lampung disamping bertujuan untuk menjaga sumberdaya alam serta kelestarian lingkungan. Sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah maka tujuan penelitian ini ialah untuk melakukan pengkajian kebijaksanaan penutupan Propinsi Lampung bagi program transmigrasi umum dalam kaitannya dengan rencana tata ruang wilayah. Sasaran antara dalam penelitian ini ialah meng identifikasikan faktor-faktor yang mendorong programprogram pelaksanaan Kebijaksanaan Pemerintah sehingga dapat ditentukan program-program yang sesuai dan dapat mempercepat pemerataan pembangunan keseluruh wilayah Lampung. Sasaran dalam penelitian ini ialah pengkajian rencana tata ruang dan sektoral dalam kaitannya dengan pembentukan struktur tata ruang seperti yang direncanakan dan dilaksanakan pemerintah daerah Propinsi Lampung.
Metode pendekatan dalam penelitian ini yaitu dengan mengkaji kebijaksanaan yang direncanakan dengan pelaksanaannya, khususnya antara tata ruang normatif dengan tata ruang observatif, sehingga bila tidak selaras dapat diketahui sebabnya dan cara mengatasinya. Transmigrasi lokal yang dimaksudkan untuk mengurangi kepadatan penduduk di Lampung Selatan ternyata tidak banyak membantu mengurangi ketimpangan penyebaran penduduk, karena penduduk yang dipindahkan ke lokasi baru masih berorientasi ke kota, disebabkan lokasi baru belum siap dengan fasilitas pelayanan sosial. Program penghijauan dan reboisasi dalam pelaksanaannya hasilnya masih belum kelihatan secara nyata karena memang perlu waktu lama untuk mengetahui keberhasilannya. Pelaksanaan struktur tata ruang yang berlangsung di Lampung sampai saat ini masih mengikuti perkembangan keadaan yang terjadi, belum sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah (normatif), walaupun sudah diarahkan dan didukung dengan pembentukan wilayah pembangunan serta pusat dan sub pusat pertumbuhannya. Demikian juga penggunaan lahan banyak yang tidak sesuai dengan peruntukan dan rencana tata ruang, karena banyak permukiman baru yang berkembang sejalan dengan dibuatnya jalan baru dan menggunakan lahan yang subur.
Perkembangan penduduk yang relatif masih tinggi tanpa diiringi dengan penciptaan lapangan kerja yang memadai menyebabkan banyak tenaga kerja yang tetap bertahan untuk bekerja di sektor pertanian, sehingga desa hanya memberikan kegiatan di sektor pertanian saja. Sektor perekonomian masih didominasi oleh kegiatan sektor pertanian sedangkan sektor kegiatan yang lain sumbangannya dalam pembentukan PDRB masih belum berarti. Dalam rangka menunjang pelaksanaan struktur tata ruang secara normatif, perlu adanya peraturan operasional yang jelas dan tegas sehingga dapat sesuai dengan rencana tata ruang yang ada. Sedangkan untuk peningkatan kegiatan, perekonomian daerah, perlu dibina sektor kegiatan lain di luar sektor pertanian.
Since 1905 until Repelita II, Lampung was one of the destinations for transmigration. During that period, population tended to concentrate in the southern part of Lampung, resulting in a disparity of population distribution and economic development. In 1980 the Government decided to close down the province for transmigration. This policy aimed at reducing the rate of imbalanced growth, while local transmigration was encouraged so as to spread people and development opportunities throughout Lampung and preserve natural resources. Responding to that policy, this study seeks to consider advantages and disadvantages of several strategies for its implementation. An intermediate aim of the study is to identify factors which are supportive to the policy, which will be an input for the planning of appropriate programs in the future. This study aims to analyse spatial and sectoral plans related to the spatial structure as planned and implemented by the Government of the Province of Lampung. The approach followed in this study is to compare the planned policy with its implementation, particularly betweenthe normative and the observed spatial arrangement, and if incompatibilities exist, to find their reasons as well as solutions to overcome them.
The local transmigration did not result in a more even distribution of population and activities. Unpreparedness of local infrastructure and facilities as well as a lack of supporting economic programs have not changed the orientation towards urban settlement of the transmigrants. Reforestration programs had not yet shown desired results, as they require a long period to become effective. In spite of Local Government actions to open new areas as well as to build new centers and subcenters, development of the actual spatial structure was not in line with the normative concepts, but instead tended to follow situational developments. In addition, land use generally deviated from the planned allocation of space, because new elements grew together with new road, occupying fertile land. The high rate of population was not accompanied by sufficient creation of employment opportunities, so that rural employment was limited to agriculture. The economy was dominated by agricultural activity, whereas contribution to the Gross Domestic Regional Brutto (GDRP) by non agricultural sectors was insignificant. Clearer and firmer regulation is needed to guide normative implementation of the spatial structure. To increase economic activity of the region, non-agricultural activity sectors have to be encouraged.