ANALISIS BIOEKONOMI SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN TUNA SIRIP KUNING (Thunnus albacares Bonnaterre, 1788) DI PPN PALABUHANRATU, SUKABUMI

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru.

3. METODE PENELITIAN

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

ANALISIS MUSIM PENANGKAPAN DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN LAYUR (TRICHIURUS SP) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK

C E =... 8 FPI =... 9 P

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

ANALISIS BIOEKONOMI(MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD) MULTI SPESIES PERIKANAN LAUT DI PPI KOTA DUMAI PROVINSI RIAU

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee

PENDUGAAN KELOMPOK UMUR DAN OPTIMASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) DI KABUPATEN BOALEMO, PROVINSI GORONTALO

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

Moch. Prihatna Sobari 2, Diniah 2, dan Danang Indro Widiarso 2 PENDAHULUAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN PELAGIS PADA USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TAWANG KABUPATEN KENDAL

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) ABSTRACT

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Danau Singkarak, Provinsi Sumatera Barat

3 METODOLOGI PENELITIAN

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

PENDUGAAN POTENSI LESTARI KEMBUNG (Rastrelliger spp.) DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BELAWAN SUMATERA UTARA ABSTRACT

Agriekonomika, ISSN e ISSN Volume 4, Nomor 1

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

HUBUNGAN BOBOT PANJANG IKAN TUNA MADIDIHANG Thunnus albacares DARI PERAIRAN MAJENE SELAT MAKASSAR SULAWESI BARAT Wayan Kantun 1 dan Ali Yahya 2

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

Ex-situ observation & analysis: catch effort data survey for stock assessment -SCHAEFER AND FOX-

PEMANFAATAN DAN PEMASARAN SUMBERDAYA CUMI-CUMI (Loligo Sp) YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) KEJAWANAN KOTA CIREBON, JAWA BARAT

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. beroperasi di perairan sekitar Kabupaten Pekalongan dan menjadikan TPI

Potensi Lestari Ikan Kakap di Perairan Kabupaten Sambas

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH

3. METODOLOGI PENELITIAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Rajungan (Portunus pelagicus) (Dokumentasi Pribadi 2012)

FAKTOR-FAKTOR INPUT BAGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis, Cantor 1849) DI TELUK PALABUHANRATU, SUKABUMI RIZKA SARI

ANALISIS BIO EKONOMI TUNA MADIDIHANG ( Thunnus albacares Bonnaterre 1788) DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPPNRI) 573

ANALISIS BIO EKONOMI TUNA MADIDIHANG ( Thunnus albacares Bonnaterre 1788) DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPPNRI) 573

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: ISSN :

3. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sumber : Dinas Hidro-Oseanografi (2004)

POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

ANALISIS BIOEKONOMI UNTUK PEMANFAATAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

POTENSI LESTARI DAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN KURISI (Nemipterus sp.) YANG DIDARATKAN PADA PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SUNGAILIAT

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

Bonorowo Wetlands 4 (1): 49-57, June 2014 ISSN: X, E-ISSN: DOI: /bonorowo/w040104

I. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

3. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

ANALISIS BIOEKONOMI SUMBERDAYA RAJUNGAN

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

ANALISIS BIO-EKONOMI PENGELOLAAN SUMBER DAYA KAKAP MERAH(Lutjanus sp) SECARA BERKELANJUTAN DI TANJUNGPANDAN, BELITUNG

Analisis Bioekonomi Dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Mas (Cyprinus carpio) Di Waduk Cirata, Jawa Barat

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS HASIL TANGKAPAN PER UPAYA PENANGKAPAN DAN POLA MUSIM PENANGKAPAN IKAN TERI (STOLEPHORUS SPP.) DI PERAIRAN PEMALANG

Lampiran 1 Layout PPN Prigi

ANALISIS BIOEKONOMI MODEL COPES PERIKANAN DEMERSAL PESISIR REMBANG. Bioeconomic Analitic Copes Mode Demersal Fish in Rembang Water

Produksi (Ton) Trip Produksi (Ton) Pukat Cincin ,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

Sriati Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Kampus Jatinangor UBR

ANALISIS BIOEKONOMI RAJUNGAN (Portunus pelagicus) MENGGUNAKAN PENDEKATAN SWEPT AREA DAN GORDON-SCHAEFER DI PERAIRAN DEMAK

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

STUDI BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BELAWAN GABION KOTA MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA

Transkripsi:

1 ANALISIS BIOEKONOMI SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN TUNA SIRIP KUNING (Thunnus albacares Bonnaterre, 1788) DI PPN PALABUHANRATU, SUKABUMI NIKMATUN KHAERUNNISA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Bioekonomi Sebagai Dasar Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares Bonnaterre, 1788) di PPN Palabuhanratu, Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2015 Nikmatun Khaerunnisa NIM C24110039

ABSTRAK NIKMATUN KHAERUNNISA. Analisis Bioekonomi Sebagai Dasar Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares Bonnaterre, 1788) di PPN Palabuhanratu, Sukabumi. Dibimbing oleh RAHMAT KURNIA dan YONVITNER. Tingginya produksi ikan tuna sirip kuning di PPN Palabuhanratu menyebabkan eksploitasi terhadap ikan tuna meningkat dan berpotensi mempengaruhi kondisi biologi dan keberlanjutan usaha penangkapan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi stok ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) yang didaratkan di PPN Palabuhanratu melalui pendekatan bioekonomi. Hasil model bioekonomi kondisi MEY diperoleh produksi optimal sebesar 1690 ton/tahun dan upaya sebesar 221 trip/tahun dengan rente ekonomi sebesar Rp. 61 milyar/tahun. MSY diperoleh sebesar 1783 ton/tahun dan upaya sebesar 286 trip/tahun dengan rente ekonomi Rp. 55 milyar/tahun. Kondisi open access diperoleh jumlah produksi sebesar 1253 ton/tahun dan upaya sebesar 442 trip/tahun dengan rente ekonomi sebesar Rp. 0. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa stok sumberdaya ikan tuna sirip kuning telah mengalami tangkap lebih, baik secara ekonomi (MEY) maupun biologi (MSY). Kata kunci: bioekonomi, pengelolaan, tuna sirip kuning ABSTRACT NIKMATUN KHAERUNNISA. Bioeconomy Analysis for Yellowfin Tuna (Thunnus albacares) Resources Management in Palabuhanratu, Sukabumi, West Java. Supervised by RAHMAT KURNIA and YONVITNER. The high demand and production of yellowfin tuna in Palabuhanratu led to the increasing of yellowfin tuna exploitation and potentially affect the biology and sustainability of fishing effort. This study aims to assess bioeconomy approache based on stock status of yellowfin tuna landed in Palabuhanratu. MEY bioeconomy model results obtained optimal production conditions of 1690 tons/year and the effort of 221 trips/year with economic rent of Rp. 60 billion/year. MSY obtained by 1783/year and the effort of 286 trips/years with economic rents of Rp. 55 billion/year. Open access conditions obtained by the amount of production of 1253 tons/year and the effort of 442 trips/years with economic rent of Rp. 0. Results of this study illustrate that the stock of yellowfin tuna is overexploited both economically (MEY) and biology (MSY). Key words: bioeconomy, resources, yellowfin tuna

ANALISIS BIOEKONOMI SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN TUNA SIRIP KUNING (Thunnus albacares Bonnaterre, 1788) DI PPN PALABUHANRATU, SUKABUMI NIKMATUN KHAERUNNISA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Judul Skripsi Nama NIM Program Studi Analisis Bioekonomi Sebagai Dasar Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares Bonnatene, 1788) di PPN Palabuhanratu, Sukabumi Nikmatun Khaerunnisa C24110039 Manajemen Sumberdaya Perairan Disetujui oleh L MSi Pembimbing II Diketahui o leh Tanggal Lulus : 2 5 Q 8 2 Q 1 5

PRAKATA Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat serta karunia-nya Penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Analisis Bioekonomi Sebagai Dasar Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares Bonnaterre, 1788) di PPN Palabuhanratu, Sukabumi. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh studi di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. 2. Beasiswa Bidik Misi yang telah memberikan bantuan dana selama perkuliahan. 3. Dr Yonvitner, SPi, MSi atas biaya penelitian yang telah diberikan selama tiga bulan. 4. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku pembimbing akademik yang telah memberikan saran selama perkuliahan. 5. Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi dan Dr Yonvitner, SPi, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penulisan skripsi ini. 6. Taryono, SPi, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk skripsi ini. 7. Dr Ir Niken TM Pratiwi, MSi dan Ali Mashar, SPi, MSi selaku Komisi Pendidikan Program S1 yang telah memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Staf Tata Usaha Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. 9. Keluarga Penulis Ibu Ani Azizah, Bapak Khalimi Toha SP, Adik Achmad Rifqi Nurghifari, dan Maulida Azkiya Hijjati yang telah memberikan motivasi dan doa kepada Penulis baik moril maupun materiil. 10. PPN Palabuhanratu, Dinas Perikanan dan Kelautan Bagian Statistik Perikanan, serta Syahbandar (Bapak Asep Firmansyah, Bapak Usu Uludi, Bapak Aris, Bapak Sepi, Bapak Kamal, Bapak Jajat, Bapak Rukmana). 11. Stasiun Lapang dan Kelautan IPB (Abah dan Bapak Syarif) 12. Sahabat Penulis, tim penelitian Palabuhanratu, dan kawan seperjuangan di Manajemen Sumberdaya Perairan angkatan 48. Demikian skripsi ini disampaikan. Semoga bermanfaat. Bogor, Agustus 2015 Nikmatun Khaerunnisa

DAFTAR TABEL 1 Analisis bioekonomi berbagai rezim pengelolaan perikanan 8 3 Hasil analisis model surplus produksi 13 4 Hasil analisis bioekonomi dengan model CYP 13 DAFTAR GAMBAR 1 Diagram perumusan masalah 2 2 Peta lokasi penelitian 3 3 Frekuensi panjang tuna sirip kuning (cm) 9 4 Komposisi hasil tangkapan longline 10 5 Hasil tangkapan ikan dominan 10 6 Hasil tangkapan (ton) 11 7 Upaya tangkapan (trip) 11 8 Komposisi alat tangkap 12 9 Catch per Unit Effort (ton/trip) 12 10 Analisis bioekonomi 14 DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuesioner 22 2 Sebaran frekuensi panjang 23 3 Standarisasi alat tangkap 23 4 Biaya penangkapan 23 5 Perhitungan model surplus produksi 24 6 Kegiatan wawancara 25 vi

PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan Laut Palabuhanratu adalah perairan yang terletak di selatan Jawa yang merupakan bagian dari kawasan Samudera Hindia. Perairan ini mempunyai potensi yang baik dalam hal sumberdaya perikanan. Sumberdaya ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu merupakan jenis-jenis ikan pelagis dan ikan demersal. Salah satu sumberdaya perikanan yang ditangkap di perairan Laut Palabuhanratu adalah ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares). Upaya penangkapan aktual rata-rata tuna sirip kuning (Thunnus albacares) di perairan Laut Palabuhanratu sebesar 474 trip. Produksi tuna sirip kuning (Thunnus albacares) mencakup 29% dari keseluruhan hasil penangkapan (DKP 2014). Tingginya produksi tuna sirip kuning di PPN Palabuhanratu disebabkan letak perairan Laut Palabuhanratu yang merupakan bagian dari kawasan Samudera Hindia. Alat tangkap utama yang digunakan nelayan untuk menangkap tuna sirip kuning adalah longline. Alat ini beroperasi dalam satu kali trip mencapai 10-14 hari (Purnama 2014). Hasil tangkapan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) setiap tahun bersifat fluktuatif, jika terus ditangkap tanpa terkendali dikhawatirkan akan mempengaruhi populasi tuna sirip kuning di Laut Palabuhanratu (Rihi 2013). Bioekonomi adalah perpaduan ilmu biologi dan ekonomi yang diaplikasikan pada bidang perikanan, dalam hal ini bioekonomi diaplikasikan sebagai dasar pengelolaan ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares). Analisis bioekonomi memperhatikan pengelolaan sumberdaya tuna sirip kuning (Thunnus albacares), tidak hanya terfokus pada maksimalisasi keuntungan saja namun tetap menjaga kelestarian sumberdaya. Oleh karena itu, penelitian mengenai kondisi sumberdaya ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) yang berasal dari perairan Laut Palabuhanratu penting dilakukan, sehingga dapat dibuat teknik pengelolaan yang tepat. Perumusan Masalah Sumberdaya perikanan mempunyai sifat renewable dan milik bersama yang dapat dimanfaatkan oleh siapa saja. Namun apabila dimanfaatkan melewati batas lestarinya, akan mengancam keberadaan sumberdaya perikanan tersebut di kemudian hari. Ikan tuna sirip kuning merupakan salah satu ikan dengan nilai ekonomis tinggi, memiliki hasil tangkapan yang berfluktuasi dari tahun ke tahun dan dikhawatirkan telah terjadi tangkap lebih. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengelolaan yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Menurut DKP Palabuhanratu (2014), hasil tangkapan ikan tuna sirip kuning kurun waktu 2003-2014 berfluktuasi. Tingginya permintaan di pasar menyebabkan upaya dan produksi terus meningkat sehingga status stok dari ikan tuna sirip kuning mengalami penurunan. Hal ini akan berdampak pada penurunan keuntungan nelayan. Solusi untuk mengatasi permasalahan yang timbul supaya tidak terjadi secara terus menerus, dibutuhkan pengelolaan berbasis ekologi dan ekonomi dengan tujuan utama keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya ikan tuna sirip kuning. Berikut disajikan diagram alir perumusan masalah pada Gambar 1.

2 Sumberdaya ikan tuna sirip kuning Pertumbuhan Rekrutmen Mortalitas alami Mortalitas penangkapan Pemanfaatan ikan tuna sirip kuning Status stok tuna Keuntungan nelayan Analisis bioekonomi dan upaya pengelolaan Kelestarian sumberdaya dan pemanfaatan berkelanjutan Gambar 1 Diagram alir perumusan masalah Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk menganalisis status dan tingkat pemanfaatan ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) pada kondisi MSY (Maximum Sustainable Yield), MEY (Maximum Economic Yield), dan OA (Open Access) melalui pendekatan bioekonomi. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Ikan contoh yang diperoleh merupakan hasil tangkapan nelayan di sekitar perairan Laut Palabuhanratu yang didaratkan di PPN Palabuhanratu. Pengambilan data primer dan data sekunder dilaksanakan pada tanggal 24 Desember 2014 hingga 31 Maret 2015 di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Berikut disajikan peta lokasi pada Gambar 2.

3 Dipersiapkan Oleh: Nikmatun K C24110039 Sumber: RBI Gambar 2 Peta lokasi penelitian ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) Parameter yang Diteliti Data primer yang dikumpulkan meliputi data biologi ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) berupa panjang total ikan (cm). Data primer lain diperoleh dari hasil wawancara kepada nelayan (Lampiran 1) berupa biaya operasional tangkapan (rupiah), harga ikan (rupiah), fishing ground, dan musim penangkapan. Sementara, data produksi dan upaya penangkapan diperoleh dari data sekunder syahbandar dan arsip Dinas Perikanan dan Kelautan PPN Palabuhanratu. Penarikan Contoh Data biologi diperoleh dari ikan tuna sirip kuning yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dengan Penarikan Contoh Acak Sederhana. Pengambilan contoh sesuai dengan jumlah ikan yang didaratkan, yakni sekitar 70 250 ekor. Ikan contoh diukur panjang total satu per satu dengan menggunakan meteran (cm). Selain itu, dilakukan wawancara kepada nelayan yang mendaratkan ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) dengan metode purposive sampling, yakni nelayan tuna sirip kuning yang dipilih sesuai kriteria tujuan penelitian. Jumlah responden yang diwawancarai sebanyak 10 dari 90 orang nelayan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) yang aktif melakukan penangkapan. Analisis Data Sebaran frekuensi panjang Analisis sebaran frekuensi panjang ikan dilakukan menggunakan data panjang total (cm) untuk ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares). Langkah-

4 langkah dalam menganalisis sebaran frekuensi panjang ikan adalah menentukan jumlah selang kelas yang diperlukan, menentukan lebar selang kelas, dan kemudian menentukan frekuensi kelas, dan memasukkan frekuensi masingmasing kelas dengan memasukkan data panjang masing-masing ikan contoh pada selang kelas yang telah ditentukan dengan menggunakan software Ms. Excel 2007. Model surplus produksi Sparre dan Venema (1999) menyatakan bahwa model surplus produksi berkaitan dengan suatu stok secara keseluruhan, upaya total, dan hasil tangkapan total yang diperoleh dari stok tanpa memasukkan secara rinci beberapa hal seperti parameter pertumbuhan dan mortalitas atau pengaruh ukuran mata jaring terhadap umur ikan yang tertangkap. Model model holistik lebih sederhana bila dibandingkan dengan model analitik, karena data yang diperlukan sedikit. Model ini tidak perlu menentukan kelas umur, sehingga dengan demikian tidak perlu melakukan perhitungan penentuan umur. Hal ini merupakan salah satu alasan model produksi surplus banyak digunakan di dalam mengkaji stok ikan di perairan tropis. Model surplus produksi dapat diterapkan apabila dapat diperkirakan dengan baik tentang hasil tangkapan total dan hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) berdasarkan spesies serta upaya penangkapannya dalam beberapa tahun (Pasisingi 2011). Berikut disajikan formulasi matematika empat model surplus produksi. 1. Model schaefer (1954) Model schaefer merupakan formulasi matematika sederhana yang mampu menangkap banyak dari elemen-elemen dinamika populasi stok ikan nyata di dunia. Schaefer (1954 in Tinungki 2005) menyatakan bahwa pertumbuhan (dalam berat biomassa) dari suatu populasi (Xt) dari waktu ke waktu merupakan fungsi dari populasi awal. Schaefer dalam mengembangkan konsepnya berdasar asumsi bahwa stok perikanan bersifat homogen (single stock), fungsi pertumbuhan adalah fungsi logistik dengan area terbatas. Persamaan di bawah ini merupakan asumsi model Schaefer, pada hubungan keseimbangan antara CPUE t (catch per unit effort) dan F t (effort) adalah linear. Persamaan ini dapat dituliskan sebagai berikut : CPUE t =, CPUE t = qk + Model Schaefer mengasumsikan populasi pertumbuhan logistik, yaitu tangkapan meningkat secara cepat di awal, namun laju perubahannya melambat dengan peningkatan upaya. Model ini menetapkan dua model dasar, yaitu : 1. Upaya penangkapan adalah suatu fungsi linier dari ukuran populasi (atau tangkapan per satuan upaya) 2. Jumlah tangkapan adalah suatu fungsi parabola dari upaya penangkapan. (Widodo 1986 in Tinungki 2005). 2. Model fox (1970) Model fox memiliki beberapa karakter yang berbeda dibandingkan model Graham-Schaefer. Perbedaan tersebut adalah model Fox menyatakan bahwa pertumbuhan biomassa mengikuti model pertumbuhan Gompertz, dan penurunan CPUEt terhadap upaya penangkapan mengikuti pola eksponensial negatif, yang

5 lebih masuk akal dibandingkan dengan pola regresi linier. Asumsi - asumsi model eksponensial Fox (FAO/Danida 1984 in Tinungki 2005) : 1. Populasi dianggap tidak akan punah 2. Populasi sebagai jumlah dari individu ikan. Model ini menghasilkan garis lengkung apabila secara langsung diplot terhadap upaya f t akan tetapi apabila upaya, maka akan menghasilkan garis lurus : diplot dalam bentuk logaritma terhadap ln = a + bf t CPUE = = exp (a + bf t ) Hubungan antara effort dan catch adalah sebagai berikut : Ct = Upaya optimum diperoleh dengan cara menyamakan turunan pertama catch (Ct) terhadap effort (ft) sama dengan nol : sehingga : f opt = - = + (b) = 0 Produski maksimum lestari diperoleh dengan mensubtitusikan nilai upaya optimum sehingga : C max = MSY = - Parameter a dan b pada persamaan di atas dapat dicari dengan menggunakan persamaan regresi. Rumus untuk model produski surplus ini hanya berlaku apabila parameter slope (b) bernilai negatif, artinya penambahan jumlah effort akan menyebabkan penurunan CPUE. Apabila dalam perhitungan diperoleh nilai b positif maka tidak dapat dilakukan pengkajian stok maksimum maupun besarnya effort minimum, tetapi hanya dapat disimpulkan bahwa penambahan jumlah effort masih menambah hasil tangkapan. 3. Model walter hilborn (1976) Model walter hilborn (1976) merupakan model yang dapat memberikan dugaan masing masing untuk parameter fungsi produksi surplus r, q, dan K dari tiga koefisien regresi. Persamaan model ini adalah sebagai berikut : Persamaan di atas diregresikan dengan laju perubahan biomassa sebagai peubah tidak bebas dan upaya penangkapan sebagai peubah bebas. Persamaan regresinya menjadi:

6 Y t = α + β X 1t + γ X 2t + ε t Keterangan rumus: γ = - 1 X 1t = CPUEt X 2t = f t = r β = - γ = - q 4. Model clarke yoshimoto pooley (1992) Proses dalam mengestimasi parameter biologi dari model produksi surplus adalah melalui pendugaan koefisien yang dikembangkan oleh Clarke, Yoshimoto dan Pooley atau dikenal dengan model CYP. Parameter parameter yang diduga adalah r (laju pertumbuhan alami/intrinsik), q (koefisien kemampuan penangkapan), dan K (daya dukung lingkungan) yang dapat menggunakan model CYP menurut Tinungki (2005) dinyatakan sebagai berikut: ln (qk) + sehingga persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk persamaan linear berganda sebagai berikut: dengan: Perhitungan parameter r, q, dan K akan didapatkan kesulitan sehingga dibuat algoritma. Koefisien regresi a, b, dan c diperlukan dalam menentukan: Nilai Q diperlukan dalam menghitung nilai K, yaitu dengan rumus: Analisis bioekonomi Biaya penangkapan yang digunakan merupakan rata-rata dari biaya operasional penangkapan yang meliputi biaya bahan bakar, oli, pangan, dan retribusi (Lampiran 4). Menurut Fauzi (2010), rata-rata biaya penangkapan dapat dihitung dengan menggunakan rumus : c =

7 Keterangan : c : Biaya penangkapan rata-rata (rupiah/trip) c i : Biaya penangkapan responden ke-i n : Jumlah responden Sedangkan harga ikan ditentukan berdasarkan harga ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) rata-rata dengan rumus (Fauzi 2010) : p = Keterangan : p : Harga ikan rata-rata (rupiah per kg) p i : Harga ikan (rupiah) n : Jumlah responden Jika kedua parameter ekonomi tersebut telah diketahui, maka analisis ekonomi dari pengusahaan sumberdaya tuna sirip kuning dilakukan dengan mencari selisih dari keseluruhan penerimaan (Total Revenue) dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dalam melakukan usaha penangkapan (Total Cost). Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut (Fauzi 2010): TR = p.h TC = c.e = TR TC Keterangan : π = keuntungan p = rata-rata harga ikan/kg (Rp/kg) h = volume produksi (kg) c = rata-rata biaya per trip (Rp/trip) E = upaya penangkapan (trip) ini: Berikut disajikan analisis pengelolaan perikanan pada Tabel 1 di bawah Variabel Biomassa (x) Hasil Tangkapan (h) Tingkat Upaya (E) Rente Sumberdaya ( Tabel 1 Analisis bioekonomi berbagai rezim pengelolaan perikanan Rezim Pengelolaan MEY MSY Open Access pqke ph MSY -ce MSY Ph OA -ce OA Sumber: Fauzi 2010

8 Standarisasi alat tangkap Standarisasi terhadap alat tangkap bertujuan menyeragamkan satuan-satuan upaya yang berbeda sehingga dapat dianggap upaya penangkapan suatu jenis alat tangkap diasumsikan menghasilkan tangkapan yang sama dengan alat tangkap standar. Proses standarisasi alat tangkap disajikan pada rumus di bawah ini. Keterangan: CPUEs : Hasil tangkapan per upaya penangkapan alat tangkap standar CPUEi : Hasil tangkapan per upaya penangkapan alat tangkap i Cs : Jumlah tangkapan jenis alat tangkap standar Ci : Jumlah tangkapan jenis alat tangkap i Fs : Jumlah upaya jenis alat tangkap standar Fi : Jumlah upaya jenis alat tangkap i FPIs : Indeks daya tangkap jenis alat tangkap standar FPIi : Indeks daya tangkap jenis alat tangkap i (Tinungki 2005).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran frekuensi panjang Sebaran frekuensi panjang digunakan untuk mengetahui jumlah dan ukuran tuna sirip kuning (Thunnus albacares) yang tertangkap (Lampiran 2). Berikut merupakan diagram batang sebaran frekuensi panjang ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 Frekuensi panjang ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) Ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) yang didaratkan di PPN Palabuhanratu memiliki panjang rata-rata sebesar 130 cm. Ikan yang paling banyak tertangkap terdapat pada selang kelas 128,5-137,5 cm dengan jumlah mencapai 134 individu. Ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) yang paling sedikit tertangkap berada pada panjang 101,5 cm dengan jumlah sebanyak 3 individu. Komposisi hasil tangkapan longline Sumberdaya ikan pelagis besar yang didaratkan di PPN Palabuhanratu adalah tuna mata besar (BET), tuna sirip kuning (YFT), albakor (ALB), cakalang (SKJ), dan marlin. Berikut merupakan diagram lingkaran komposisi hasil tangkapan longline disajikan pada Gambar 4.

10 Gambar 4 Diagram lingkaran hasil tangkapan longline. Sumber: Dinas Perikanan PPN Palabuhanratu 2014 Gambar 4 menunjukkan bahwa ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) yang didaratkan di PPN Palabuhanratu merupakan hasil tangkapan terbanyak kedua setelah tuna mata besar. Komposisi hasil tangkapan ikan dominan Sumberdaya ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu sangat beragam baik ikan pelagis kecil maupun pelagis besar. Berdasarkan Gambar 5, ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) merupakan salah satu ikan dominan yang tertangkap di PPN Palabuhanratu. Gambar 5 Diagram lingkaran komposisi hasil tangkapan ikan dominan di PPN Palabuhanratu. Sumber: Dinas Perikanan PPN Palabuhanratu 2014 Gambar 5 menunjukkan bahwa ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) yang didaratkan di PPN Palabuhanratu sepertiga dari hasil tangkapan. Ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) sebagian besar ditangkap menggunakan alat tangkap longline. Daerah penangkapannya pada 8-9ºLS dan 102-106ºBT.

11 Produksi Penangkapan ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) di perairan Laut Palabuhanratu mengalami fluktuasi. Berikut merupakan grafik hasil tangkapan ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) disajikan pada Gambar 6. Gambar 6 Grafik hasil tangkapan ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) Sumber: Dinas Perikanan PPN Palabuhanratu Hasil tangkapan tertinggi pada tahun 2014, yaitu sebanyak 2318 ton sedangkan pada tahun 2003 sebanyak 178 ton yang merupakan hasil tangkapan terendah. Adapun sejak tahun 2011 sampai 2014 hasil tangkapan ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) selalu meningkat. Upaya penangkapan Upaya penangkapan diperoleh dari standarisasi alat tangkap longline, pancing tonda, pancing ulur, payang dan lain lain dari tahun 2003-2014. Gambar 7 menunjukkan upaya penangkapan ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) dari perairan Laut Palabuhanratu. Gambar 7 Grafik upaya tangkapan ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) di PPN Palabuhanratu. Sumber : Dinas Perikanan PPN Palabuhanratu Upaya penangkapan tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 1362 trip, sedangkan upaya penangkapan terendah terjadi pada tahun 2003 sebesar 253 trip. Upaya penangkapan mengalami fluktuasi dari tahun 2003 sampai dengan 2011. Sementara dari tahun 2012 sampai dengan 2014 cenderung menurun dengan perbedaan selisih upaya yang rendah.

12 Komposisi alat tangkap PPN Palabuhanratu memiliki dua alat tangkap yang sering digunakan untuk menangkap ikan pelagis besar, yaitu longline dan tonda. Berikut ini 6 alat tangkap yang digunakan nelayan tuna sirip kuning pada tahun 2003-2014 di perairan Laut Palabuhanratu untuk ikan pelagis besar dan pelagis kecil disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 Jumlah alat tangkap ikan pelagis besar dan kecil di Palabuhanratu Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui bahwa alat tangkap longline merupakan alat tangkap yang paling dominan digunakan nelayan tuna sirip kuning di perairan Laut Palabuhanratu. Kurun waktu tahun 2003-2014 jumlah longline yang telah digunakan sebanyak 20892 unit. Tangkapan per satuan upaya Tangkapan per satuan upaya atau catch per unit effort (CPUE) diperoleh dengan cara membagi hasil tangkapan ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) dengan upaya penangkapan yang telah distandarisasi (Lampiran 3). Hasil tangkapan dalam jumlah ton sedangkan upaya penangkapan dalam jumlah trip disajikan pada Gambar 9. Gambar 9 Grafik CPUE tahunan ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) di PPN Palabuhanratu. Sumber : Dinas Perikanan PPN Palabuhanratu

13 Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai CPUE mengalami fluktuasi. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai CPUE yang semakin tinggi mencerminkan tingkat efisiensi penggunaan effort yang rendah. Sedangkan semakin rendah nilai CPUE, diindikasikan effort yang tinggi. Analisis bioekonomi Analisis bioekonomi digunakan untuk menentukan tingkat upaya maksimum bagi pelaku perikanan dengan memasukkan faktor ekonomi berupa biaya penangkapan dan harga ikan yang terdapat pada Lampiran 4 (Zulbainarni 2012) dengan tetap menjaga kelestarian dilihat dari aspek biologi. Analisis bioekonomi diperoleh dari nilai E MSY, E MEY, dan E OA. Berikut merupakan hasil perhitungan dari model surplus produksi yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil analisis model surplus produksi dengan rezim pengelolaan pada sumberdaya ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares). Model surplus produksi E MEY E MSY E OA E aktual R 2 (%) Schaefer 350 627 710 86,2420 Fox 456 627 912 74,9673 358 Walter-Hilborn 663 669 241 95,6397 CYP 221 286 442 99,9575 Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 5), dipilih salah satu model yang memiliki nilai analisis regresi (koefisien determinasi) paling besar, yaitu model Clarke Yoshimoto Pooley (CYP). Penerapan model surplus produksi dalam suatu perairan, tidak hanya secara langsung menggunakan satu model tertentu, tetapi harus menggunakan beberapa model yang dipilih berdasarkan kriteria statistik. Kriteria ini melibatkan, antara lain: tanda kesesuaian koefisien model, koefisien determinasi (R 2 ), nilai validasi, dan signifikansi koefisien regresi (Kekenusa et.,al 2014). Berikut disajikan Tabel 3 merupakan hasil perhitungan analisis bioekonomi. Tabel 3 Hasil analisis bioekonomi dengan model CYP AKTIVITAS F(trip) H (ton) TR (milyar) TC (milyar) Keuntungan (milyar) OAE 442 1253 71 71 0 MSY 286 1783 101 46 55 MEY 221 1690 96 35 61 Aktual 358 2318 95 57 38 Tabel 3 menunjukkan nilai kondisi yang berbeda. Kondisi aktual merupakan kondisi yang terjadi pada tahun 2014. Proses perhitungan model bioekonomi (Lampiran 5) dengan kondisi MEY diperoleh produksi optimal sebesar 1690 ton dan effort sebesar 221 trip dengan rente ekonomi sebesar 61 milyar rupiah. MSY diperoleh sebesar 1783 ton dan effort sebesar 286 trip dengan rente ekonomi 55 milyar rupiah. Kondisi open access diperoleh jumlah produksi sebesar 1253 ton dan effort sebesar 442 trip dengan rente ekonomi sebesar 0 rupiah. Besarnya upaya penangkapan pada kondisi pengusahaan OA disebabkan tidak terdapat batasan bagi individu atau kelompok keluar masuk ke dalam industri penangkapan, artinya setiap individu bebas memanfaatkan

14 sumberdaya ikan (Zulbainarni 2012). Model CYP memiliki kelebihan yakni kekuatan validnya data dan kesesuaian dengan biomassa sumberdaya ikan yang terdapat di perairan tersebut (Clarke et.,al 1992). Kondisi MEY Menurut Widodo dan Suadi (2006), kondisi MEY memiliki beberapa keuntungan yang tinggi sebagai tujuan pengelolaan perikanan. Keuntungannya dapat memberikan berbagai peluang yang lebih baik, misalnya pendapatan yang lebih baik bagi nelayan dan harga ikan yang lebih murah. Tabel 3 menunjukkan kondisi MEY mendapatkan effort sebesar 221 trip. Effort MEY lebih kecil dibandingkan dengan effort aktual sebesar 358 trip sehingga dapat dikatakan bahwa sumberdaya ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) di perairan Laut Palabuhanratu telah mengalami overfishing secara ekonomi. Kondisi MSY Widodo dan Suadi (2006), menyatakan bahwa MSY merupakan hasil tangkapan terbesar yang dapat dihasilkan dari tahun ke tahun oleh suatu perikanan. Konsep MSY dikembangkan dari kurva biologi yang menggambarkan yield sebagai fungsi dari effort. Tabel 3 menunjukkan kondisi secara MSY mendapatkan effort sebesar 286 trip. Kondisi MSY rente ekonomi yang diperoleh lebih kecil dari MEY sementara nilai TC lebih besar dibandingkan kondisi MEY. Susilo (2010) menyatakan bahwa selisih rente ekonomi disebabkan oleh menurunnya jumlah produksi hasil tangkapan dan tingkat effort yang semakin tinggi, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk melakukan aktivitas penangkapan sumberdaya ikan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Kondisi Open Access Open access adalah kondisi ketika pelaku perikanan atau seseorang yang mengeksploitasi sumberdaya secara tidak terkontrol (Clark dalam Sobari et.,al 2008). Selain itu, menurut Widodo dan Suadi (2006) kondisi open access merupakan kondisi perikanan yang berkaitan dengan banyak hal, mencakup semua kepentingan orang banyak. Berikut disajikan grafik analisis bioekonomi dengan menggunakan model clarke yoshimoto pooley pada Gambar 10. Gambar 10 Grafik analisis bioekonomi

15 Gambar 10 menunjukkan nilai E MEY mendapatkan effort yang kecil dan biaya yang dikeluarkan juga lebih kecil tetapi mendapatkan rente ekonomi yang lebih besar. Nilai E aktual lebih besar dibandingkan nilai E MSY dan E MEY. Hal ini menggambarkan bahwa sumberdaya ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) di perairan Laut Palabuhanratu telah mengalami overfishing, baik biologi maupun ekonomi. Pembahasan Ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) merupakan ikan pelagis besar yang memiliki nilai ekonomis penting. Ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) mengarungi samudera dengan bergerombol, dan perenang cepat karena bentuk tubuhnya yang dinamis. Penelitian Varghese et.,al (2003) diketahui bahwa panjang asimptotik tuna sirip kuning (Thunnus albacares) sebesar 193 cm dengan nilai koefisien pertumbuhan sebesar 0,2 per tahun. Menurut Wijaya (2012), umur maksimum tuna sirip kuning (Thunnus albacares) berkisar 6-8 tahun. Penelitian Fardianti (2015) diketahui bahwa ikan ini mencapai panjang asimptotik 200 cm dan mengalami musim pemijahan pada bulan April hingga Juli (Andamari 2012). Zudaire et al. (2010) menjelaskan bahwa ukuran panjang pertama kali matang gonad ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares), adalah 77,8 cm sedangkan pada penelitian Zhu et al. (2008) menunjukkan ukuran pertama kali matang gonad pada spesies Thunnus albacares adalah 101 cm. Perbedaan ukuran panjang pertama kali ikan matang gonad terjadi akibat perbedaan kondisi ekologis perairan. Tuna sirip kuning (Thunnus albacares) sebaiknya ditangkap setelah memijah, yakni berukuran lebih dari 20 kg (Andamari 2012). Perbedaan hasil tangkapan tergantung pada tingkat upaya penangkapan, cara menangkap, dan besarnya stok ikan pada daerah penangkapan (Mertha 2005). Tuna sirip kuning yang ditangkap di perairan Laut Palabuhanratu menggunakan longline dengan nomor pancing 7, hal ini sesuai dengan penelitian Purnama (2014) dan Rezki (2011). Hasil tangkapan ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) dari tahun 2003 hingga tahun 2014 mengalami fluktuasi. Hasil tangkapan tertinggi terjadi pada tahun 2014 dan terendah pada tahun 2003. Menurut Rihi (2013), fluktuasi hasil tangkapan terjadi dikarenakan faktor lingkungan, ekonomi, dan nelayan. Selain itu, menurut Laevastu dan Favorite (1988 in Sriati 2011) menyatakan bahwa fluktuasi hasil tangkapan dipengaruhi oleh keberadaan ikan, jumlah upaya penangkapan, dan tingkat keberhasilan operasi penangkapan. Hasil tangkapan tidak hanya dipengaruhi oleh kelimpahan ikan pada jumlah unit dan efisiensi unit alat tangkap, namun lamanya operasi penangkapan dan ketersediaan ikan yang ditangkap juga mempengaruhi hasil tangkapan (Wijaya 2012). Tahun 2007 telah dilakukan upaya penangkapan sebesar 683 trip dengan hasil tangkapan 1362 ton, hal ini merupakan effort terbesar, sedangkan tahun 2014 diperoleh hasil tangkapan sebesar 2318 ton dengan effort sebesar 358 trip, hal ini merupakan hasil tangkapan terbesar. Perbedaan dengan tahun 2007, upaya penangkapan yang dilakukan lebih tinggi dibandingkan tahun 2014 sehingga dapat diketahui terdapat faktor teknologi dan upaya pengelolaan yang dilakukan

16 semenjak tahun 2008-2014 untuk meningkatkan hasil tangkapan dengan mengurangi trip kapal (Mertha 2005). Upaya penangkapan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) di perairan Laut Palabuhanratu dilakukan dengan alat tangkap dominan longline. Hal ini sesuai dengan hasil standarisasi alat tangkap. Tahun 2007 mengalami effort tinggi salah satu penyebabnya adalah adanya penambahan armada penangkapan di PPN Palabuhanratu (Purnama 2014). CPUE (catch per unit effort) merupakan hasil tangkapan ikan dalam jumlah atau berat yang diambil oleh suatu upaya penangkapan tertentu yang biasanya digunakan sebagai indeks dari kelimpahan relatif (Tinungki 2005). Hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE) mencerminkan perbandingan antara hasil tangkapan dengan upaya penangkapan. Nilai CPUE yang lebih tinggi mencerminkan tingkat efisiensi penggunaan effort yang lebih baik. Nilai CPUE dari tahun 2003 hingga tahun 2014 mengalami fluktuasi. Hal ini terjadi karena selama periode tahun tersebut terjadi penambahan dan pengurangan jumlah upaya penangkapan (effort). Nilai CPUE berbanding terbalik dengan upaya penangkapan. Semakin tinggi upaya penangkapan, nilai CPUE semakin rendah. Semakin bertambah upaya penangkapan, akan mengurangi hasil tangkapan. Hal ini disebabkan meningkatnya kompetisi antar alat tangkap yang beroperasi dan kapasitas sumberdaya yang terbatas. Nilai CPUE pada tahun 2008 sampai tahun 2014 mengalami peningkatan, hal ini menunjukkan efisiensi upaya penangkapan yang telah optimal. Secara umum hasil tangkapan tuna sirip kuning pada tahun 2003-2014 mengalami fluktuasi dengan hasil tangkapan rata-rata sebesar 1596 ton. Tahun 2014 merupakan hasil tangkapan tertinggi tuna sirip kuning, kemudian hasil tangkapan tuna sirip kuning berfluktuasi sejak tahun 2003 hingga tahun 2010. Tahun 2005 ke 2006 mengalami penurunan, tahun 2007 naik sekitar 5 ton, dan dari tahun 2007 sampai 2009 semakin menurun. Penurunan hasil tangkapan tuna sirip kuning disebabkan oleh cuaca yang tidak menentu atau cuaca buruk yang menyebabkan nelayan tidak dapat pergi melaut untuk menangkap ikan (Evans 2013). Penurunan produksi tuna sirip kuning (Thunnus albacares) disertai dengan menurunnya ukuran dan kualitas ikan (Rihi 2013). Berdasarkan wawancara, produksi tuna sirip kuning (Thunnus albacares) rata-rata menurun disebabkan oleh perubahan iklim. Kondisi cuaca yang buruk dan tidak menentu dalam beberapa tahun terakhir mengakibatkan nelayan tidak dapat melakukan kegiatan penangkapan sebanyak tahun-tahun sebelumnya. Hasil tangkapan yang menurun disebabkan pula oleh peningkatan effort akibat dari peningkatan harga tuna sirip kuning (Thunnus albacares). Banyaknya hari melaut atau kegiatan penangkapan yang dilakukan nelayan tidak selamanya menjamin peningkatan hasil tangkapan tuna sirip kuning (Thunnus albacares). Tahun 2010 hasil tangkapan mengalami peningkatan yang sangat drastis, yaitu sebesar 1188 ton dari tahun sebelumnya, artinya mengalami peningkatan dua kali lipat. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan upaya penangkapan. Tingkat pemanfaatan yang diperbolehkan (TAC) atau jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) adalah 80% dari potensi maksimum lestari (Nikijuluw 2002 in Supardan 2006). Tingkat pemanfaatan ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) yang diperbolehkan sebesar 1427 ton. Kondisi pemanfaatan ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) secara aktual di perairan Laut Palabuhanratu sebesar 2318 ton sudah melebihi TAC.

17 Kondisi biomassa yang tinggi, menjadi peluang para nelayan untuk meningkatkan effort sehingga jumlah effort semakin meningkat. Terjadinya peningkatan jumlah effort menyebabkan peningkatan produksi ikan yang berhasil ditangkap. Hal ini dikarenakan produksi berbanding linier dengan jumlah effort sampai kondisi produksi lestari tercapai. Setelah melewati kondisi produksi lestari (keberadaan biomassa semakin menurun), peningkatan jumlah effort justru akan menyebabkan laju penambahan produksi semakin menurun. Oleh sebab itu, peningkatan effort berdampak pada rente yang diterima nelayan semakin menurun, hingga akhirnya rente mencapai nol atau bahkan negatif (Nahib 2008). Kelebihan pengelolaan MSY adalah konsep ini didasarkan pada gambaran yang sederhana dalam analisis dan mudah dimengerti, kekurangannya bersifat tidak stabil dan tidak memperhitungkan nilai ekonomis (Supardan 2006). Kelebihan pengelolaan MEY adalah lebih ramah lingkungan dan dapat dilihat dengan kasat mata melalui pengaturan upaya penangkapan, jumlah hari melaut, dan jumlah tenaga kerja. Kekurangannya sangat berpengaruh terhadap harga dan biaya penangkapan sehingga tidak memberikan nilai yang pasti (Supardan 2006). Kondisi MEY menghasilkan keuntungan yang tinggi. Konsep MEY memberikan berbagai peluang seperti total penerimaan yang lebih baik bagi nelayan dan mendapatkan rente ekonomi maksimal (Widodo dan Suadi 2006). Nilai parameter rente ekonomi menunjukkan tingkat keuntungan secara ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya tuna sirip kuning (Thunnus albacares). Analisis bioekonomi menunjukkan bahwa nelayan-nelayan yang menangkap ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) di perairan Laut Palabuhanratu secara aktual mendapatkan rente ekonomi atau keuntungan sebesar 38 milyar rupiah. Nilai rente ekonomi yang diperoleh pada rezim MEY, yaitu sebesar 61 milyar rupiah yang merupakan rente ekonomi terbesar. Nilai rente ekonomi pada rezim MSY sebesar 55 milyar rupiah dan sebesar 0 rupiah pada rezim OA. Jika sumberdaya tuna sirip kuning di perairan Laut Palabuhanratu dibiarkan terbuka untuk setiap orang, maka persaingan usaha pada kondisi ini menjadi tidak terbatas dan dampaknya adalah tingkat resiko yang harus ditanggung oleh nelayan menjadi semakin besar karena persaingan untuk mendapatkan hasil tangkapan semakin ketat. Kondisi inilah yang dikatakan bahwa nilai rente yang dapat diterima sama dengan nol. Kondisi MEY pada pengelolaan ini mendapatkan nilai total cost dan effort yang lebih rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fauzi (2010) bahwa pengelolaan yang optimal dan efisien secara sosial terdapat pada kondisi MEY. Menurut Zulbainarni (2012), rente ekonomi yang tinggi menunjukan bahwa pada tingkat produksi ini tingkat upaya penangkapan sudah dilakukan dengan efisien sehingga diperoleh hasil tangkapan yang lebih baik, kemudian diikuti oleh perolehan keuntungan yang maksimum. Widodo dan Suadi (2006) menyatakan bahwa overfishing merupakan sejumlah upaya penangkapan yang berlebihan terhadap suatu stok ikan. Supardan (2006) mendefinisikan overfishing sebagai jumlah ikan yang ditangkap melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan stok ikan dalam suatu daerah tertentu. Kondisi seperti ini perlu segera diatasi melalui pengaturan usaha penangkapan agar disesuaikan dengan daya dukung sumbernya. Fauzi (2010) menjelaskan bahwa overfishing secara ekonomi adalah kondisi usaha penangkapan ikan yang beroperasi melebihi potensi maksimumnya secara ekonomi. Usaha penangkapan ikan tumbuh secara berlebihan namun hasil

18 tangkapan ikan yang diperoleh secara agregat hanya pada tingkat suboptimum (dibawah potensi lestari). Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha penangkapan tidak lagi efisien. Sementara itu, upaya penangkapan secara aktual adalah 358 trip, sedangkan nilai E MEY adalah 221 trip. Kondisi tersebut telah melebihi potensi maksimum secara ekonomi. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan sumberdaya tuna sirip kuning (Thunnus albacares). Biologically overfishing merupakan kondisi penangkapan ikan yang telah mencapai tahap melebihi hasil tangkapan maksimum lestari (MSY). Hal ini menunjukkan ikan yang ditangkap melebihi kemampuan maksimum stok ikan untuk tumbuh secara alami dan berkelanjutan. Biologically overfishing akan membuat stok sumberdaya ikan menurun secara drastis dan bahkan dapat membuat kegiatan perikanan berhenti total. Hasil tangkapan aktual sebesar 2318 ton, nilai MSY sebesar 1783 ton sedangkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 1427 ton. Ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) sebenarnya belum dikatakan overfishing secara biologi jika hanya dilihat dari hasil tangkapan aktual lebih besar dari MSY. Overfishing secara biologi dapat dilihat dari growth overfishing dan recruitment overfishing. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gulland (1991) in Nahib (2008) bahwa terdapat dua pengertian tentang kondisi tangkap lebih, yaitu tangkap lebih pertumbuhan (growth overfishing) dan tangkap lebih peremajaan (recruitment overfishing). Supardan (2006) menyatakan bahwa kejadian tangkap lebih sering dapat dideteksi dengan suatu kombinasi sejumlah indikator stok seperti penurunan hasil tangkapan per unit upaya, penurunan hasil tangkapan total yang didaratkan, penurunan rata-rata bobot ikan dan indikator ekosistem, yakni perubahan pada struktur umur/struktur ukuran atau perubahan komposisi spesies dalam polulasi. Menurut Purnama (2014), ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) yang didaratkan di PPN Palabuhanratu belum mengalami growth overfishing dan recruitment overfishing. Kondisi tangkap lebih pertumbuhan terjadi manakala kegiatan perikanan banyak menangkap individu-individu ikan yang terlalu muda, sehingga tidak terdapat kesempatan bagi mereka untuk mencapai ukuran dewasa. Sedangkan terjadinya tangkap lebih peremajaan manakala kegiatan perikanan tangkap banyak tertangkap individu-individu yang siap memijah (spawning stock), sehingga peluang untuk memproduksi individu-individu ikan muda terancam (Supardan 2006). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) terbanyak yang ditangkap adalah pada ukuran 128,5-137,5 cm. Pendugaan ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) yang didaratkan di PPN Palabuhanratu telah melakukan pemijahan, karena ratarata yang tertangkap adalah pada ukuran 130 cm (Wijaya 2012). Penelitian Zhu et al. (2008) menjelaskan ukuran pertama kali matang gonad pada ukuran 101 cm, dapat disimpulkan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) tidak mengalami recruitment overfishing. Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi overfishing secara ekonomi adalah jumlah nelayan dikurangi dengan catatan pemerintah daerah memberikan sarana profesi selain nelayan. Faktanya, di PPN Palabuhanratu belum ada sarana kelembagaan seperti koperasi. Koperasi nelayan dapat dikembangkan untuk meningkatkan rente ekonomi. Kemudian, mengembangkan pekerjaan suplemen dan alternatif kepada keluarga nelayan di luar sektor perikanan. Apabila jumlah nelayan telah dikurangi dan dibatasi pada angka tertentu, maka kebijakankebijakan lainnya seperti motorisasi, subsidi BBM, subsidi input, peningkatan

19 teknologi pasca panen dan pemasaran serta pemberdayaan koperasi, kelompok dan organisasi nelayan akan berdampak positif bagi peningkatan pendapatan dan pengentasan kemiskinan nelayan. Setelah ditutupnya aksesibilitas ke sektor perikanan, pemerintah dapat mengambil kebijakan selanjutnya yang diarahkan pada peningkatan produktivitas, penentuan daerah penangkapan ikan secara sistem buka tutup, penentuan waktu penangkapan ikan, penghematan biaya, peningkatan nilai jual nelayan serta penciptaan kegiatan ekonomi suplemen dan alternatif. Adapun rencana pengelolaan stok ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) di Palabuhanratu diantaranya dengan menetapkan kebijakan batas minimal ukuran tuna sirip kuning (Thunnus albacares) yang harus ditangkap dan batas penggunaan alat tangkap. Hal ini disesuaikan dengan hasil analisis bioekonomi dalam rangka mengurangi indikasi adanya overfishing secara ekonomi yang telah terjadi. Kemudian dilakukan pembuatan jadwal melaut sesuai musim penangkapan dan melakukan penangkapan sesuai dengan ukuran tuna sirip kuning (Thunnus albacares) yang tidak matang gonad dan sudah dewasa. Kuota penangkapan juga perlu dilakukan, karena hak kuota ini dapat berupa jumlah ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap (Total Allowable Catch), yang dapat dibagi per nelayan, per kapal atau per armada perikanan. Hak kuota dapat dialihkan atau ditransfer kepada nelayan lain (Quass et.,al 2013). Kebijakan ini harus didukung oleh aturan atau regulasi yang jelas serta pengawasan dari semua pihak yang terkait. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Stok sumberdaya ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) telah mengalami tangkap lebih, baik secara ekonomi (MEY) maupun biologi (MSY). Potensi produksi lestari hasil tangkapan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) sebesar 1783 ton dengan upaya penangkapan lestari 286 trip. Optimalisasi bioekonomi dicapai pada tingkat upaya penangkapan 221 trip dengan hasil tangkapan 1690 ton dan rente ekonomi 61 milyar rupiah. Saran Penelitian mengenai analisis bioekonomi ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) perlu dilakukan secara berkelanjutan, agar diperoleh pembaharuan data yang aktual dan sarana pengawasan perikanan tuna sirip kuning di perairan Laut Palabuhanratu.

DAFTAR PUSTAKA Andamari R. 2012. Aspek Reproduksi Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 4(1):89-96. Bogor (ID):Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia. Clarke RP, SG Pooley, and SS Yoshimoto. 1992. A Bioeconomic Analysis of the Northwestern Hawaiian Islands Lobster Fishery. Marine Resource Economics. Marine Resources Foundation, USA. Volume 7, pp.115-140. Evans K. 2013. Effects of Climate Variability on the Distribution and Fishing Conditions of Yellowfin tuna in the Western Indian Ocean. Journal of Climate Change. CSIRO Marine and Atmospheric Research. Tasmania, Australia. Fardianti M. 2015. Kerentanan Stok Ikan Pelagis Besar di Palabuhanratu. Jurnal Perikanan. Institut Pertanian Bogor 5(13):1-7. Fauzi A. 2010. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Teori dan Aplikasi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Kekenusa, John S, Sendy Rondonuwu, Marline Paendong. 2014. Determinating the Utilization Status and Management Scenarios of Bonito Catching in Talaud Waters North Sulawesi. Research Journal of Mathematics and Statistical Sciences. Sam Ratulangi University. 2(11):1-8. Mertha, IGM. 2005. Perkembangan Perikanan Tuna di Palabuhanratu. Jurnal Perikanan. 12(2):117-127. Nahib I. 2008. Analisis Bioekonomi Dampak Keberadaan Rumpon Terhaap Kelestarian Sumberdaya Perikanan Tuna Kecil. [skripsi]. Sekolah Pascasarjana. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Pasisingi N. 2011. Model Produksi Surplus Untuk Pengelolaan Sumberdaya Rajungan (Portunus pelagicus) di Teluk Banten, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. [PPN] Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. 2014. Data Statistika Perikanan Tahun 2003 s/d 2014. Palabuhanratu: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Purnama AI. 2014. Kajian Bioekonomi Perikanan Rawai Tuna Di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Quaass MF, Requate T, Ruckes K, Skonhoft A, Vestergaard N, and Voss R. 2013. Incentive for Optimal Management of Age-Structured Fish Population. Resource and Energy Economics. 35(2013):113-134. Rezki M. 2011. Analisis Penanganan Madidihang di PPN Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Rihi FAG. 2013. Analisis Bioekonomi Perikanan Tuna Madidihang Terhadap Kesejahteraan Nelayan di Kelurahan Bolok, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Sobari MP, Diniah, Widiarso D I. 2008. Analisis MSY dan MEY Menggunakan Bioekonomi Model Statis Gordon Schaefer dari Penangkapan Spiny Lobster di Wonogiri. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 15 (1):35-40. Sparre P dan Venema CS. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku I. Tim Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, penterjemah. Jakarta

21 : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. (Berdasarkan Kerjasama dengan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa). 438 hal. Terjemahan dari : Introduction to Tropical Fish Stok Assesment. Part 1, Manual. Sriati. 2011. Kajian Bioekonomi Sumberdaya Ikan Kakap Merah yang Didaratkan di Pantai Selatan Tasikmalaya Jawa Barat. Jurnal Akuatika. 2(2):79-90. Supardan A. 2006. Maximum Sustainable Yield dan Aplikasinya pada Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di Teluk Lasongko Kabupaten Buton. [disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Susilo H. 2010. Analisis Bioekonomi pada Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Pelagis Besar di Perairan Bontang. Jurnal EPP. 7(1):25-30. Tinungki GM. 2005. Evaluasi Model Produksi Dalam Menduga Hasil Tangkapan Maksimum Lestari untuk Menunjang Kebijakan Pengelolaan Perikanan Lemuru di Selat Bali. [disertasi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Varghese PS, DK Gulati, AK Bhargava, VS Somvanshi. 2003. Growth Parameters Estimated For Yellowfin Tuna Occuring In The Indian EEZ. Fishery Survey of India. IOTC Proceedings. 6(3):191-193. Widodo J, Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Yogyakarta (ID):Gadjah Mada University Press. Wijaya H. 2012. Hasil Tangkapan Madidihang dengan Alat Tangkap Pancing Tonda dan Pengelolaannya di PPN Palabuhanratu Sukabumi. [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Zhu G, Xu L, Zhou Y, Song L. 2008. Reproductive Biology of Yellowfin Tuna in the West-Central Indian Ocean. Journal of Ocean University of China (3):327-332. China (CN): Springer. Zudaire I, Murua H, Grande M, Korta M, Arrizabalaga H, Areso J, Molina D. 2010. Reproductive Biology of Yellowfin Tuna in the Western and Central Indian Ocean. IOTC-WPTT. 48:25. Zulbainarni N. 2012. Teori dan Praktik Pemodelan Bioekonomi dalam Pengelolaan Perikanan Tangkap. Bogor (ID):IPB Press.

LAMPIRAN Lampiran 1 Kuisioner 1. Biodata Nelayan Nama : Hadi Suwito Umur : 45 Pekerjaan utama : nelayan Pekerjaan sampingan : ojeg Alamat : Brebes Berapa lama jadi nelayan : 20 tahun Pendidikan terakhir : SMP 2. Alat tangkap dan Hasil Tangkapan 1. Alat tangkap a. Nama alat tangkap : Longline b. Ukuran alat tangkap Mata Pancing : nomor 7 Bentuk : seperti huruf J 2. Perahu a. Jenis perahu (Kapal motor)* b. Bobot perahu (10-30 GT)* 3. Tenaga kerja a. Jumlah ABK : 10 b. Upah : 45000 per hari dan bonus setelah selesai trip c. Tugas : nahkoda 4. Trip a. Lama melaut 1 trip : 15 hari b. Jumlah trip menangkap perbulan : 2 kali c. Istirahat antar trip : satu kali 5. Mesin kapal a. Ukuran : 29 GT b. Merk : Mitsubishi 6. Hasil tangkapan a. Jumlah hasil tangkpan Musim penangkapan : 250 Musim paceklik : 30 Musim peralihan : 100 b. Harga ikan : Rp. 40000 c. Daerah penangkapan Lintang 6 dan Bujur 106 7. Musim penangkapan a. Musim puncak : Januari, Juli, Desember b. Musim paceklik : Februari - April c. Musim peralihan : Agustus - November 8. Operasi penangkapan a. Biaya operasi penangkapan : Pembekalan : diberi uang 15 juta untuk membeli makanan dan minuman Solar : 40000 liter

23 Es : 9 balok Beras : 50 kg Minum: 9 galon Gas : 4 tabung Rokok : 15 bungkus Kopi : 2 dus b. Waktu penangkapan Berangkat melaut : (pagi ; jam 3 pagi) Pulang melaut : (malam ; jam 7) Lampiran 2 Perhitungan sebaran frekuensi panjang tuna SKB SKA SK BKA Xi Fi Fi 1 2 3 4 93 101 93-101 101,5 97 3 3 0 0 0 102 110 102-110 110,5 106 39 8 19 4 8 111 119 111-119 119,5 115 123 19 39 30 35 120 128 120-128 128,5 124 90 18 24 16 32 129 137 129-137 137,5 133 134 13 43 26 52 138 146 138-146 146,5 142 96 23 11 32 30 147 155 147-155 155,5 151 48 3 9 29 7 156 164 156-164 164,5 160 29 3 3 19 4 165 173 165-173 173,5 169 12 0 1 11 0 Lampiran 3 Standarisasi alat tangkap Alat Tangkap c (ton) f (trip) cpue (ton/trip) Fpi Longline 10108,5 8247 1,2257 1 Tonda 2870,64 9474 0,3030 0,2472 Gillnet 161,94 5086 0,0318 0,026 Payang 615,876 20892 0,0295 0,0241 Pancing Ulur 0,57 12603 0,0000 4E-05 Purse Seine 37,917 95 0,3991 0,3256 Lampiran 4 Biaya penangkapan Biaya Penangkapan Nilai (Rp) Solar 120.000.000 Oli 700.000 Air tawar 1.000.000 Umpan 8.000.000 Gaji 21.750.000 Konsumsi 8.000.000 Total biaya penangkapan per trip 161.450.000

24 31 Lampiran 5 Analisis model produksi surplus Analisis Regresi Multiple R 0,999777876 R 2 0,999555801 R 0,998667403 Galat 0,014750142 Observations 4 ANOVA df SS MS F Significance F Regresi 2 0,489578079 0,244789 1125,122 0,021076026 Sisa 1 0,000217567 0,000218 Jumlah 3 0,489795646 Koefisien Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Intercept 1,611816214 0,204306271 7,889216 0,080267-0,984141089 4,2077735 X Variable 1 0,360897492 0,035523341 10,15945 0,062462-0,090469352 0,8122643 X Variable 2-0,000557927 0,000113662-4,90867 0,127942-0,002002135 0,0008863

32 25 Lampiran 6 GPS, kapal, alat tangkap, tuna sirip kuning, dan kegiatan wawancara

RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Nikmatun Khaerunnisa lahir di Brebes 27 Juli 1993, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ani Azizah dan Khalimi Toha. Penulis mulai mengikuti pendidikan di TPA Mathiyatul Ulum, dilanjutkan Sekolah Dasar di SDN Kademangan. Kemudian melanjutkan di MTs S Tanwiriyyah Cianjur lulus pada tahun 2008 serta dilanjutkan ke SMAN 1 Cianjur dan lulus pada tahun 2011. Penulis lulus seleksi menjadi mahasiswi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2011 sebagai mahasiswi Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan di luar akademik, penulis aktif dalam organisasi Dewan Gedung dan Dewan Mushola Asrama TPB IPB tahun 2011-2012, Klub Ilmiah Asrama, Islamic Student Center dan BIRENA Al-Hurriyyah, serta Senior Resident Asrama Putri TPB IPB tahun 2013-2015.