BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang_(MRP) Lot for Lot. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: 10Fakultas Ekonomi & Bisnis

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. berharga bagi yang menerimanya. Tafri (2001:8).

BAB 2 Landasan Teori

3 BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL (MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING) (MRP) BAB - 8

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) PPB. Christian Kuswibowo, M.Sc. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III. Metode Penelitian. untuk memperbaiki keterlambatan penerimaan produk ketangan konsumen.

Berupa persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari supplier

BAB 2 LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perusahaan adalah untuk mendapat keuntungan dengan biaya

BAB V ANALISA HASIL. periode April 2015 Maret 2016 menghasilkan kurva trend positif (trend meningkat)

BAB II LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN

TUGAS AKHIR ANALISA PERSEDIAAN MATERIAL PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEKS PASAR TRADISIONAL DAN PLASA LAMONGAN. Oleh : Arinda Yudhit Bandripta

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Heizer & Rander

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dan menurut Rangkuti (2007) Persediaan bahan baku adalah:

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) -EOQ. Prepared by: Dr. Sawarni Hasibuan. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan)

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB II KAJIAN LITERATUR. dengan tahun 2016 yang berkaitan tentang pengendalian bahan baku.

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III METODE PENELITIAN

K E L O M P O K S O Y A : I N D A N A S A R A M I T A R A C H M A N

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.6, Mei 2013 ( ) ISSN:

BAB 2 LANDASAN TEORI

USULAN SISTEM PERENCANAAN PRODUKSI RAK-RAK STDI DI PT. INTI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MRP TUGAS SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. secara lebih baik, karena dalam era perdagangan tanpa batas tersebut mengakibatkan

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

MRP(MATERIAL REQUIREMENT PLANNING ) OLEH YULIATI, SE, MM

Seminar Nasional Manajemen Ekonomi Akuntansi (SENMEA) UNPGRI KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam jadwal produksi induk. Contoh dari depended inventory adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN. penggerakan, dan pengendalian aktivitas organisasi atau perusahaan bisnis atau jasa

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam menunjang operasi (kegiatan) dari perusahaan

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

Perhitungan Waktu Siklus Perhitungan Waktu Normal Perhitungan Waktu Baku Tingkat Efisiensi...

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAHAN AJAR : Manajemen Operasional Agribisnis

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V ANALISA HASIL. Berdasarkan data permintaan produk Dolly aktual yang didapat (permintaan

BAB I PENDAHULUAN. tujuan yang diinginkan perusahaan tidak akan dapat tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. optimal sesuai dengan pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang, sehingga

BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY

BAB X MANAJEMEN PERSEDIAAN

PENGENDALIAN PERSEDIAN : INDEPENDEN & DEPENDEN

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV JADWAL INDUK PRODUKSI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai dengan banyaknya perusahaan yang berdiri. Kelangsungan proses bisnis

BAB II LANDASAN TEORI

Jurnal Distribution Requirement Planning (DRP)

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

Material Requirements Planning (MRP)

BAB II DASAR TEORI. Manajemen pengadaan tersebut merupakan fungsi manajerial yang sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PEMBAHASAN MASALAH. 4.1 Sistem Pengadaan Perlengkapan Produksi pada PT. Indomo Mulia

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.2. Manajemen Persediaan Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan untuk dijual kembali, dan untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin. Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses, barang jadi, ataupun suku cadang. Dapat dikatakan tidak ada perusahaan yang beroperasi tanpa persediaan, meskipun sebenarnya persediaan hanyalah suatu sumber dana yang menganggur, karena sebelum persediaan digunakan berarti dana yang terikat didalamnya tidak dapat digunakan untuk keperluan yang lain. Sebagai salah satu asset penting dalam perusahaan karena mempunyai nilai yang cukup besar dan mempunyai pengaruh terhadap besar kecil biaya operasi, perencanaan dan pengendalian persediaan merupakan suatu kegiatan penting yang mendapat perhatian khusus dari manajemen perusahaan. Setiap bagian dalam perusahaan dapat memandang persediaan dari berbagai sisi yang berbeda. Bagian pemasaran, misalnya, menghendaki tingkat persediaan yang tinggi agar dapat melayani permintaan pelanggan sebaik mungkin. 6

Bagian pembelian cenderung untuk membeli barang dalam jumlah yang besar dengan tujuan untuk memperoleh diskon sehingga harga per unit menjadi lebih rendah, serta biaya pengangkutan per unit menjadi rendah pula. Demikian juga bagian produksi, menghendaki tingkat persediaan yang besar untuk mencegah terhentinya produksi karena kekurangan bahan. Di pihak lain, bagian keuangan memilih untuk memilih untuk memiliki persediaan yang serendah mungkin agar dapat memperkecil investasi dalam persediaan dan biaya pergudangan. Sistem pengendalian persediaan dapat didefinisikan serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar pesanan harus diadakan. Sistem ini menentukan dan menjamin tersedianya persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat. Mengendalikan persediaan yang tepat bukan hal yang mudah. Apabila jumlah persediaan terlalu besar mengakibatkan timbulnya dana menganggur yang besar (yang tertanam dalam persediaan), meningkatnya biaya penyimpanan, dan resiko kerusakan barang yang lebih besar. Namun, jika persediaan terlalu sedikit mengaibatkan resiko terjadinya kekurangan persediaan (stock-out) karena sering kali bahan/barang tidak dapat didatangkan secara mendadak dan sebesar yang dibutuhkan, yang menyebabkan terhentinya proses produksi, tertundanya keuntungan, bahkan hilangnya pelanggan. Sebagaimana keputusan manajemen operasi lainnya, kebijakan yang paling efektif dengan mencapai keseimbangan diantara berbagai kepentingan dalam perusahaan. Pengendalian persediaan harus dilakukan sedemikian rupa agar dapat melayani kebutuhan bahan/barang dengan tepat dan dengan biaya yang rendah. 7

2.2. Pendekatan Sistem Pengendalian Bahan Baku Pada umumnya pengendalian bahan baku yang diselenggarakan didalam perusahaan akan meliputi jangka waktu panjang, menengah maupun jangka pendek. Sistem pengendalian bahan yang dipergunakan perusahaan pada umumnya akan merupakan suatu sistem yang akan dipergunakan dalam jangka panjang. Pergantian sistem pengendaian bahan baku ini akan memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang menyeluruh didalam perusahaan yang bersangkutan, karena pada dasarnya pergantian sistem pengendalian persediaan bahan baku ini akan merupakan perubahan sub sistem didalam perusahaan yang bersangkutan tersebut. Karena pengendalian bahan baku di dalam suatu perusahaan ini merupakan suatu sistem yang dipergunakan dalam jangka panjang, maka sebenarnya kegiatan pengendalian operasional untuk persediaan bahan baku ini akan merupakan sub sistem di dalam pengendalian bahan baku dalam perusahaan tersebut. Dengan demikian maka keterpaduan pelaksanaan operasional jangka pendek dan konsep-konsep ataupun rencana persediaan bahan baku di dalam jangka panjang ini sangat perlu untuk diperhatikan. Disamping hal tersebut, oleh karena sistem pengendalian bahan baku dalam perusahaan ini pada dasarnya adalah merupakan salah satu sub sistem di dalam perusahaan yang bersangkutan, maka pengendalian bahan baku yang diselenggarakn ini tentunya juga akan diusahakan untuk dapat menunjang kegiatan-kegiatan yang lain didalam perusahaan tersebut. Keterpaduan dari seluruh pelaksanaan kegiatan yang ada didalam perusahaan akan menunjang terciptanya sistem pengendalian bahan baku yang baik didalam perusahaan yang bersangkutan. 8

Perencanaan dalam bidang yang lain di dalam perusahaan tersebut yang ada hubungannya dengan penggunaan bahan baku selayaknya selalu diperhitungkan keterpaduannya dengan pengendalian bahan baku yang ada didalam perusahaan yang bersangkutan. Penambahan luas produksi tentunya akan mempunyai pengaruh terhadap penyerapan bahan baku didalam perusahaan tersebut, sehingga perencanaan penambahan luas produksi dalam perusahaan ini akan lebih baik apabila juga memperhitungkan persediaan bahan baku yang ada dalam perusahaan tersebut. Demikian pula dengan penambahan mesin dan peralatan produksi di dalam perusahaan, hendaknya dipertimbangkan pula kaitannya dengan persediaan bahan baku yang ada dalam perusahaan. Pelaksanaan sistem pengendalian bahan baku di dalam masing-masing perusahaan ini pada umumnya akan berbeda-beda, namun secara garis besar akan mempunyai beberapa persamaan tertentu. 2.2.1. Penyusunan Jadwal Produksi Dari analisis jangka pendek serta mengingat kepada fasilitas produksi yang tersedia didalam perusahaan yang bersangkutan maka manajemen perusahaan yang bersangkutan akan dapat mengadakan penyusunan jadwal produksi untuk perusahaan yang bersangkutan. Cara penyusunan jadwal produksi ini akan banyak dipengaruhi oleh situasi dan kondisi dalam perusahaan yang bersangkutan tersebut, namun pada dasarnya dengan adanya jadwal produksi ini maka manajemen perusahaan tersebut terutama bagian pengendalian bahan baku akan dapat memperkirakan jumlah unit dari kebutuhan bahan baku yang akan dipergunakan untuk proses produksi. Bahan baku sebagai penunjang pelaksanaan proses produksi ini selayaknya akan dapat dipersiapkan di dalam waktu dan unit yang memadai, 9

sehingga di dalam pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan ini tidak akan terjadi kemacetan proses yang disebabkan oleh ketiadaan bahan baku dalam perusahaan yang bersangkutan tersebut. Di dalam hal ini maka keselarasan yang ada dari permintaan konsumen, jadwal produksi yang ada, investasi dalam persediaan bahan serta sistem penyimpanan bahan baku maupun produk akhir harus selalu diperhatikan oleh manajemen perusahaan yang bersangkutan tersebut. 2.2.2. Perencanaan Produksi Dengan diketahuinya tingkat penggunaan bahan yang berlaku dan dipergunakan dalam perusahaan ini, maka manajemen perusahaan yang bersangkutan akan dapat mengadakan penyusunan perkiraan pemakaian bahan baku dengan melihat kepada perencanaan produksi. Dengan mendasarkan diri kepada perencanaan produksi yang telah disusun tersebut serta penggunaan bahan dalam perusahaan tersebut maka perkiraan kebutuhan bahan baku untuk kepentingan proses produksi dalam perusahaan tersebut akan dapat segera disusun pula. Adapun contoh perencanaan produksi adalah seperti tabel dibawah ini : 10

Tabel 2.1. Perencanaan Produksi No. Bulan WS-01 WS-02 WS-03 1 Januari 2 Februari 3 Maret 4 April 5 Mei 6 Juni 7 Juli 8 Agustus 9 September 10 Oktober 11 November 12 Desember Dengan adanya data tentang perencanaan produksi dari perusahaan ini maka manajemen perusahaan tersebut akan dapat menyusun perkiraan kebutuhan bahan baku untuk kepentingan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan. 2.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persediaan Bahan Baku Didalam penyelenggaraan bahan baku untuk kepentingan pelaksanaan proses produksi dari suatu perusahaan, maka akan terdapat beberapa macam faktor yang akan mempunyai pengaruh terhadap persediaan bahan baku tersebut akan terdiri dari beberapa macam dan akan saling berkaitan dengan satu faktor dengan faktor yang lain. Namun demikian secara bersama-sama faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi jumlah persediaan bahan baku yang ada di dalam perusahaan yang bersangkutan tersebut. Manajemen perusahaan selayaknya dapat mengadakan analisis terhadap masing-masing factor tersebut, sehingga akan terdapat keselarasan persediaan bahan baku dalam upaya untuk menunjang kegiatan proses produksi 11

dalam perusahaan yang bersangkutan tersebut. Adapun berbagai macam factor tersebut adalah sebagai berikut ini : A. Perkiraan Pemakaian Bahan Baku Sebelum perusahaan yang bersangkutan ini mengadakan pembelian bahan baku, maka selayaknya manajemen perusahaan ini dapat mengadakan penyusunan perkiraan pemakaian bahan baku tersebut untuk keperluan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan. Berapa banyaknya jumlah unit bahan baku yang akan dipergunakan untuk kepentingan proses produksi dalam suatu periode (misalnya satu tahun), akan dapat diperkirakan oleh manajemen perusahaan dengan mendasarkan diri kepada perencanaan produksi maupun jadwal produksi yang telah disusun dalam perusahaan tersebut. Dengan demikian maka manajemen peruahaan tersebut akan dapat mempunyai gambaran tentang pemakaian bahan baku untuk pelaksanaan proses produksi pada periode yang akan datang tersebut, baik dalam jenis bahan baku maupun jumlah bahan baku dari masing-masing jenis tersebut. Untuk dapat memperhitungkan pembelian baha baku dari masingmasing jenis bahan baku yang dipergunakan tersebut, maka manajemen perusahaan yang bersangkutan harus memperhitungkan persediaan bahan baku yang sudah ada pada awal periode tersebut serta rencana persediaan bahan baku yang harus ada pada akhir periode yang bersangkutan. Jumlah bahan baku yang akan dibeli oleh perusahaan tersebut akan dapat diperhitungkan dengan cara jumlah kebutuhan bahan baku untuk proses produksi, ditambah dengan rencana persediaan akhir dari bahan baku tersebut dan kemudian dikurangi dengan persediaan awal yang telah ada di dalam perusahaan yang bersangkutan. 12

B. Harga Bahan Baku Harga dari bahan baku yang akan dipergunakan dalam proses produksi dari suatu perusahaan akan merupakan salah satu faktor penentu terhadap persediaan bahan baku yang akan diselenggarakan didalam perusahaan yang bersangkutan tersebut. Hal ini disebabkan oleh karena harga dari bahan baku yang akan dipergunakan didalam perusahaan yang bersangkutan tersebut akan menjadi faktor penentu seberapa besarnya dana yang harus disediakan oleh perusahaan yang bersangkutan apabila perusahaan tersebut menyelenggarakan persediaan bahan dalam jumlah unit tertentu. Sehubungan dengan ini, maka besarnya biaya modal yang harus ditanggung oleh perusahaan yang bersangkutan tersebut tentunya harus diperhitungkan dengan baik pula. Semakin tinggi harga bahan baku yang dipergunakan oleh perusahaan tersebut, maka untuk mencapai sejumlah persediaan tertentu akan diperlukan dana yang semakin besar pula dengan demikian maka biaya modal dari modal yang tertanam didalam persediaan bahan baku tersebut akan semakin tinggi pula karenanya. C. Biaya-biaya Persediaan Di dalam penyelenggaraan persediaan bahan baku di dalam perusahaan, maka perusahaan tersebut tentunya tidak akan dapat melepaskan diri dari adanya biaya-biaya persediaan yang harus ditanggung oleh perusahaan yang bersangkutan tersebut. Di dalam hubungannya dengan biaya-biaya persediaan ini, maka dikenal tiga macam biaya persediaan, yaitu : 13

Biaya penyimpanan adalah merupakan biaya persediaan yang jumlahnya akan semakin besar apabila jumlah unit bahan yang disimpan didalam perusahaan tersebut semakin tinggi. Biaya pemesanan adalah merupakan biaya persediaan yang jumlahnya akan semakin besar apabila frekuensi pemesanan bahan baku yang dipergunakan dalam perusahaan tersebut semakin besar. Biaya tetap persediaan adalah merupakan biaya yang jumlahnya tidak terpengaruh baik oleh jumlah unit yang disimpan dalam perusahaan tersebut maupun frekuensi pemesanan bahan baku yang dilaksanakan oleh perusahaan yang bersangkutan tersebut. D. Kebijaksanaan Pembelian Kebijaksanaan pembelanjaan didalam perusahaan yang bersangkutan akan dapat mempengaruhi seluruh kebijaksanaan pembelian dalam perusahaan yang bersangkutan tersebut. E. Pemakaian Bahan Pemakaian bahan baku (penyerapan bahan baku) dari perusahaan yang bersangkutan dalam periode-periode yang telah lalu untuk keperluan proses produksi akan dapat dipergunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan didalam penyelenggaraan bahan baku tersebut. F. Waktu Tunggu Dimaksudkan dengan waktu tunggu (lead time) disini adalah merupakan tenggang waktu yang diperlukan (yang terjadi) antara saat pemesanan bahan baku tersebut dilaksanakan dengan datangnya bahan baku yang dipesan tersebut. 14

G. Model Pembelian Bahan Model pembelian bahan yang dipergunakan perusahaan tersebut akan sangat menentukan besar kecilnya persediaan bahan baku yang diselenggarakan di dalam perusahaan tersebut. H. Persediaan Pengaman Pada umumnya untuk menanggulangi adanya keadaan kehabisan bahan baku dalam perusahaan maka perusahaan yang bersangkutan akan mengadakan persediaan pengaman (safety stock). Persediaan pengaman ini akan dipergunakan perusahaan apabila terjadi kekurangan bahan baku, atau keterlambatan datangnya bahan baku yang dibeli oleh perusahaan yang bersangkutan. I. Pembelian Kembali Di dalam pelaksanaan operasi perusahaan, maka bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi didalam perusahaan yang bersangkutan tersebut tidak akan cukup apabila dilaksanakan dengan sekali pembelian saja. Dengan demikian maka secara berkala perusahaan tersebut akan mengadakan pembelian kembali terhadap bahan baku yang dipergunakan perusahaan tersebut. Di dalam melaksanakan pembelian kembali ini tentunya manajemen perusahaan yang bersangkutan akan mempertimbangkan panjangnyawaktu tunggu yang diperlukan didalam pembelian bahan bakun tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku ini dapat dilihat dalam bentuk gambar, maka akan terlihat sebagaimana didalam gambar 2.1. sebagai berikut : 15

Gambar 2.1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persediaan Bahan Baku 2.4. Tingkat Penggunaan Bahan Baku Usaha untuk mengadakan peramalan kebutuhan bahan baku dari suatu perusahaan akan dapat dilaksanakan dengan perhitungan atas dasar tingkat penggunaan bahan yang berlaku dan dipergunakan didalam perusahaan yang bersangkutan tersebut. Tingkat penggunaan bahan (material usage rate) ini akan dapat dipergunakan untuk menyusun perkiraan kebutuhan bahan baku untuk keperluan proses produksi apabila diketahui produk apa dan berapa jumlah unitnya masing-masing yang akan diproduksikan di dalam perusahaan yang bersangkutan. Tingkat penggunaan bahan ini pada umumnya akan relatif tetap di dalam perusahaan tersebut, kecuali terdapat perubahan-perubahan yang terjadi dalam produk akhir perusahaan, atau di dalam bahan baku itu sendiri. Perubahan produk perusahaann ini misalnya terdapat perubahan disain dan bentuk produk, perubahan kualitas produk dan lain sebagainya. Sedangkan perubahan yang terjadi di dalam bahan baku ini misalnya terdapat penurunan kualitas bahan. Apabila manajemen 16

perusahaan tersebut dapat mengetahui produk apa dan berapa jumlah unitnya masing-masing yang akan diproduksikan di dalam perusahaan tersebut, maka manajemen perusahaan yang bersangkutan tersebut akan dapat menyusun perkiraan kebutuhan bahan baku untuk keperluan proses produksi tersebut dengan segera. Tabel 2.2. Tingkat Penggunaan Bahan Baku No. Produk Bahan A-1 Bahan A-2 Bahan A-3 1. 2. 3. 001 002 003 Dalam tabel diatas merupakan penerapan tingkat penggunaan bahan untuk penyusunan perkiraan kebutuhan bahan baku didalam suatu perusahaan. Tingkat penggunaan bahan ini akan dipergunakan untuk menyusun perkiraan kebutuhan bahan baku untuk keperluan proses produksi apabila diketahui produk apa dan berapa jumlah unitnya masing-masing yang akan diprodusikan di dalam perusahaan yang bersangkutan. Adapun keterangan dari table diatas adalah sebagai berikut : Pada kolom pertama berisikan nomor, jumlah unit produk yang akan diproduksi. Pada kolom kedua berisikan produk, tentang nama jenis produk yang akan diproduksi. Pada kolom ketiga berisikan bahan A-001, nama jenis bahan yang dibutuhkan untuk digunakan untuk memproduksi tiap jenis produk. Sama halnya begitu juga dengan bahan A-002 dan bahan A-003, yang membedakan adalah angka 17

dalam jenis bahan tersebut mengartikan simbol perbedaan bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi untuk memproduksi produk tersebut. Bahan baku yang diperlukan untuk memproduksi masing-masing produk tersebut dalam tahun ini akan terlihat seperti contoh tabel di bawah ini. Tabel 2.3. Kebutuhan Bahan Baku WS-01 No. Bulan Unit Produk Bahan A-001 Bahan A-002 Bahan A-003 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total 18

Tabel 2.4. Kebutuhan Bahan Baku WS-02 No. Bulan Unit Produk Bahan A-001 Bahan A-002 Bahan A-003 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total 19

Tabel 2.5. Kebutuhan Bahan Baku WS-03 No. Bulan Unit Produk Bahan A-001 Bahan A-002 Bahan A-003 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total 20

Tabel 2.6. Kebutuhan Bahan Baku Keseluruhan Produk No. Produk Bahan A-001 Bahan A-002 Bahan A-003 1. 2. 3. WS-01 WS-02 WS-03 Jumlah Atas dasar tingkat penggunaan bahan dan perencanaan produksi yang ada didalam perusahaan tersebut, maka dapat diketahui kebutuhan bahan baku untuk keperluan proses produksi dalam bentuk unit secara keseluruhan dalam satu tahun tersebut. Jumlah tersebut adalah merupakan jumlah kebutuhan bahan baku untuk pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan tersebut untuk tahun sekarang, dan bukannya merupakan jumlah bahan baku yang akan dibeli oleh perusahaan pada tahun tersebut. Untuk memperhitungkan jumlah yang akan dibeli ini maka manajemen perusahaan harus memperhitungkan besarnya persediaan akhir untuk bahan baku tersebut dalam perusahaan yang bersangkutan. Sebagaimana diketahui, persediaan awal akan merupakan pengurangan terhadap jumlah bahan baku yang akan dibeli, sedangkan rencana persediaan akhir akan merupakan penambahan jumlah bahan baku yang akan dibeli oleh perusahaan tersebut pada periode yang bersangkutan. 21

2.5. Material Requirement Planning (Perencanaan kebutuhan material) Perencanaan kebutuhan material (Material Requirements Planning, MRP) adalah suatu konsep dalam manajemen produksi yang membahas cara yang tepat dalam perencanaan kebutuhan barang dalam proses produksi, sehinnga barang yang dibutuhkan dapat tersedia sesuai dengan yang direncanakan. MRP mulai digunakan secara meluas dalam kegiatan manajemen produksi sejak awal tahun 1970-an sejalan dengan semakin berkembangnya computer dan ditemukannya berbagai konsep baru lainnya. Salah satu alasan mengapa MRP digunakan secara tepat dan meluas sebagai teknik manajemen produksi terutama dalam lingkungan manufaktur karena MRP menggunakan kemampuan komputer dalam menterjemahkan jadwal induk produksi atau MPS (Master Production Shceduling) serta untuk menyimpan dan mengolah data yang berguna dalam menjalankan kegiatan perusahaan. MRP dapat mengkoordinasikan kegiatan dari berbagai fungsi dalam perusahaan manufaktur, seperti teknik, pengadaan, dan produksi. Oleh karena itu, hal yang menarik dari MRP fungsinya tidak hanya sebagai penunjang dalam pengambilan keputusan, melainkan keseluruhan peranannya dalam kegiatan perusahaan. Sebelum penggunaan MRP, perencanaan pengendalian persediaan dan produksi dilakukan melalui pendekatan reaktif sebagai berikut : a. Reorder point policy, dimana persediaan secara kontinu diawasi dan pengadaan dilakukan apabila jumlah barang persediaan sudah sampai pada tingkat yang ditentukan. b. Periodic order cycle policy, dimana persediaan diawasi dan pada setiap periode tertentu sejumlah barang ditambahkan agar jumlah persediaan 22

tetap berada pada tingkat persediaan yang telah ditentukan (target inventori). Pendekatan pengendalian persediaan demikian memberikan asumsi bahwa penggantian persediaan untuk suatu barang dapat direncanakan secara independen dengan barang lainnya, seperti dalam persediaan barang-barang jadi ataupun suku cadang. Namun, bagi perusahaan manufaktur, kebutuhan akan suatu komponen barang tidak dapat selalu dilakukan secara independen terhadap komponen barang lain, melainkan sangat tergantung (dependen) dari produk akhir atau barang induknya (parent item). Misalnya bagi perusahaan pembuat sepeda, kebutuhan atas ban sepeda atau sadel sangat tergantung dari jumlah sepeda yang akan dibuat. Dengan demikian, penjadwalan untuk komponen-komponen baru dapat ditentukan setelah penjadwalan untuk produk akhir dilakukan. Keadaan ini menyebabkan kebutuhan komponen barang sulit untuk diramalkan sebelumnya, dan mendorong beralihnya pendekatan dari pengendalian persediaan reaktif ke MRP. MRP sangat bermanfaat bagi perencanaan kebutuhan material untuk komponen yang jumlah kebutuhannya dipengaruhi oleh komponen lain (dependen demand). Sistem MRP mengendalikan agar komponen yang diperlukan untuk kelancaran produksi dapat tersedia sesuai dengan yang dibutuhkan. MRP memberikan peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan lebih baik, karena ada keterpaduan dalam kegiatan yang didasarkan pada jadwal induk. Ini berarti pengadaan dapat dilakukan terhadap barang/komponen yang diperlukan saja, jumlah persediaan yang berlebihan dapat dihindari, serta pengadaan dan 23

pengiriman barang dapat dilakukan sesuai dengan jadwal yang direncanakan. Dengan kata lain, dapat dicapainya tepat barang, tepat jumlah dan tepat waktu. 2.5.2. Tujuan MRP Secara umum, sistem MRP dimaksudkan untuk : Meminimalkan persediaan. MRP menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan dan disesuaikan dengan jadwal induk produksi (MPS). Dengan menggunakan metode ini, pengadaan (pembelian) atas komponen yang diperlukan untuk suatu rencana produksi dapat dilakukan sebatas yang diperlukan saja sehingga dapat meminimalkan biaya persediaan. Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman. MRP mengidentifikasi banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu tenggang produksi maupun pengadaan/pembelian komponen, sehingga memperkecil resiko tidak tersedianya bahan yang akan diproses yang mengakibatkan terganggunya rencana produksi. Komitmen yang realistis. Dengan MRP, jadwal produksi diharapkan dapat dipenuhi sesuai dengan rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang dilakukan secara lebih realistis. Hal ini mendorong meningkatnya kepuasan dan kepercayaan konsumen. Meningkatnya efisiensi. MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan lebih baik sesuai dengan MPS. 24

2.5.2. Fungsi MRP MRP mempunyai tiga fungsi utama, yaitu : 1. Mengontrol tingkat inventori. 2. Penugasan komponen berdasarkan urutan prioritas. 3. Penentuan capacity requirement (kebutuhan kapasitas) pada tingkat yang lebih detil dari setiap proses perencanaan pada rough-cut capacity requirement. Sistem MRP (Perencanaan Kebutuhan Material) digunakan untuk membantu perusahaan manufaktur mengatasi kebutuhan akan item-item dependen secara lebih baik dan efisien. Selain itu sistem MRP didisain untuk melepaskan pesanan-pesanan dalam produksi dan pembelian untuk mengatur aliran atau flow bahan baku atau raw material dan persediaan dalam proses sehingga dapat memenuhi jadwal induk produksi untuk produk akhir. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk memelihara tingkat minimum dari item-item yang kebutuhannya dependen tetapi dapat menjamin terpenuhinya jadwal induk produksi untuk produk akhir. 2.5.3. Input Sistem MRP Komponen dasar MRP terdiri atas MPS, daftar material, Struktur produk (BOM), dan catatan keadaan persediaan, yang dapat digambarkan dalam suatu sistem MRP seperti pada gambar dibawah ini, berdasarkan informasi dari jadwal induk produksi dapat diketahui permintaan dari suatu produk akhir. Selanjutnya, dengan mengetahui komponen yang membentuk produk akhir itu, status persediaan, dan waktu tenggang yang diperlukan 25

untuk memesan bahan atau merakit komponen yang bersangkutan, dapat disusun suatu perencanaan kebutuhan dari komponen yang diperlukan. Gambar 2.2. Komponen MRP Keluaran dari MRP berupa jadwal pesanan pembelian komponen kepada pemasok atau pesanan kepada bagian produksi untuk mengerjakan perakitan komponen tertentu. Proses ini disebut pemecahan produk (Product Explosion) karena permintaan suatu produk akhir dipecah kedalam permintaan dari berbagai komponen produk tersebut. 2.5.3.1. Jadwal Induk Produksi Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule, MPS) merupakan gambaran atas periode perencanaan dari suatu permintaan, termasuk peramalan, backlog, rencana supply penawaran, persediaan akhir, dan kuantitas yang dijanjikan tersedia. Hasil peramalan (sebagai perencanaan jangka panjang) dipakai untuk membuat rencana produksi agregat (sebagai perencanaan jangka sedang) yang pada akhirnya dibuat 26

rencana detail (jangka pendek) yang menentukan jumlah produksi yang dibutuhkan untuk setiap produk akhir. Semakin jauh jangka waktu perencanaan ketepatan MPS biasnya semakin berkurang. Jadwal induk produksi (MPS) harus dibuat secara realistis karena merupakan proses alokasi untuk membuat sejumlah produk yang diinginkan dengan memperhatikan kemampuan kapasitas produksi, pekerja, mesin dan bahan. Tabel berikut merupakan contoh dari suatu jadwal induk produksi. Tabel 2.7. Jadwal Induk Produksi. Produk Bulan Ke 1 2 3 4 5 6 7 8 A. B. C. 2.5.3.2. Catatan keadaan persediaan Catatan keadaan persediaan menggambarkan status semua item yang ada dalam persediaan. Setiap item persediaan harus didefinisikan untuk menjaga agar perencanaan tidak mengalami kekeliruan. Pencataran itu harus dijaga agar tetap up to date (terbaru), dengan selalu melakukan pencatatan atas transaksi-transaksi yang terjadi, seperti penerimaan, pengeluaran, produk gagal dan lain sebagainya. Catatan persediaan juga harus berisi tentang waktu ancang-ancang, teknik ukuran lot yang digunakan, persediaan cadangan dan catatan-catatan penting lainnya dari semua item. 27

2.5.3.3. Struktur produk atau bill of material (BOM) Struktur produk berisi informasi tentang hubungan antara komponen-komponen dalam suatu perakitan. Informasi ini sangat penting dalam penentuan kebutuhan kotor dan kebutuhan bersih. Lebih jauh lagi, struktur produk memberikan informasi tentang semua item, seperti nomor material atau item, jumlah yang dibutuhkan pada setiap perakitan, jumlah produk akhir yang harus dibuat. 2.5.3.4. Daftar Material Definisi yang lengkap tentang suatu produk akhir meliputi daftar barang atau material yang diperlukan bagi perakitan, pencampuran, atau pembuatan produk akhir tersebut. Setiap produk mungkin mempunyai sejumlah komponen, tetapi mngkin juga memiliki ribuan komponen. Setiap komponen sendiri dapat terdiri atas sebuah barang (item) atau berbagai jenis barang. 2.5.4. Output Sistem MRP Beberapa output sistem MRP adalah : 1. Catatan tentang pesanan penjadwalan yang harus dilakukan atau direncanakan, baik dari pabrik sendiri atau dari pemasok atau supplier. 2. Indikasi penjadwalan ulang atau pembatalan pembelian. 3. Indikasi untuk pembatalan atas pesanan. 4. Indikasi untuk keadaan persediaan. Output dari MRP dapat pula disebut sebagai suatu alat yang merupakan tindakan atas pengendalian persediaan dan penjadwalan produksi. 28

2.5.5. Langkah-langkah Proses Pengolahan MRP Setelah semua data input yang dibutuhkan untuk proses MRP sudah dilengkapi, maka dapat dilakukan proses dasar pengolahan MRP. Ada 4 dasar pengolahan MRP, yaitu : 2.5.5.5. Netting (Perhitungan kebutuhan bersih) Netting merupakan proses perhitungan kebutuhan bersih suatu item untuk setiap periode yang tercakup dalam horizon perencanaan. Kebutuhan bersih dapat dihitung sebagai nilai kebutuhan kotor dikurangi jadwal penerimaan dikurangi persediaan ditangan atau on hand. Berikut ini adalah contoh perhitungan Netting : Tabel 2.8. Perhitungan Netting Nama material : Level : Kode Material : Prosentasi : Lead Time : Deskripsi Periode 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 GR POH OH NR OReceipts OReleas Ket : GR : Kebutuhan Kotor NR : Kebutuhan Bersih ORl : pelaksanaan pesanan OH : Persediaan Ditangan ORc : Rencana pesanan POH : Project On Hand 29

2.5.5.6. Offsetting (Penentuan waktu pemesanan) Offsetting merupakan suatu proses penentuan saat pemesanan untuk memenuhi kebutuhan. Rencana pemesanan didapat dengan memperhitungkan lead time item tersebut. Misalnya apabila lead time sebesar satu periode, maka rencana pemesanan dilakukan suatu periode kedepan. Berikut ini adalah contoh perhitungan Offsetting : Tabel 2.9. Perhitungan Offsetting Nama material : Level : Kode Material : Prosentasi : Lead Time : Deskripsi Periode 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 GR OH NR OReceipts OReleas 2.5.5.7. Exploding Exploding merupakan proses perhitungan ketiga langkah diatas yaitu : Netting, Offsetting untuk level yang berada dibawahnya. Sebagai contoh hasil perhitungan yang telah dilakukan merupakan perhitungan untnuk level 0. selanjutnya akan dihitung untuk suatu item pada level 1 dan demikian seterusnya untuk level dibawahnya. Berikut ini contoh perhitungan exploding pada level nol dan level satu dengan menggunakan Economic Order Quantity (EOQ). 30

Tabel 2.10. Perhitungan Exploding Pada Level 0 Nama material : Level : 0 Kode Material : Prosentasi : Lead Time : 1 Deskripsi Periode 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 GR OH NR OReceipts OReleas Tabel 2.11. Perhitungan Exploding Pada Level 1 Nama material : Level : 1 Kode Material : Prosentasi : Lead Time : 1 Deskripsi Periode 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 GR OH NR OReceipts OReleas 2.5.5.4. Lotting Lotting merupakan proses penentuan ukuran pesanan untuk memenuhi kebutuhan bersih beberapa periode sekaligus. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam menentukan ukuran pesanan yang tetap, periode pemesanan yang tetap atau keseimbangan antara biaya pengadaan dengan biaya penyimpanan. 31

Dalam tulisan ini terdapat tiga macam jenis lotting yang akan digunakann : FOQ (Fixed Order Quantity) Metode ini menggunakan metode jumlah pemesanan yang tetap, dimana waktu jadwal pemesanan bisa tidak menentu karena pemesanan baru akan dapat dilakukan bila pesanan sebelumnya akan segera habis. EOQ (Economic Order Quantity) Model yang paling sederhana ini memakai asumsi-asumsi sebagai berikut : - Hanya satu macam barang yang dipesan, disimpan dan diperhitungkan. - Setiap pesanan diterima sekali pengiriman dan langsung dapat digunakan. - Kebutuhan atau permintaan barang diketahui dan konstan. - Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan diketahui secara konstan. - Barang yang dipesan dan diterima dalam satu batch. - Waktu tenggang (lead time) diketahui konstan. - Tidak ada diskon untuk jumlah pembelian banyak (no quantity discount). Grafik persediaan dalam model ini berbentuk gigi gergaji, karena permintaan dianggap konstan, persediaan berkurang dalam jumlah yang sama dari waktu ke waktu (berkurang secara linier). Pada waktu tingkat persediaan mencapai nol, pesanan untuk batch yang baru tepat diterima, sehingga tingkat persediaan naik kembali sampai Q. nilai Q yang optimal/ekonomis dapat diperoleh dengan menggunakan pendakatan tabel dan grafik atau dengan formula. 32

Gambar 2.5. Grafik Persediaan Dalam Model EOQ Cara ini menggunakan pendekatan trial and error untuk mengetahui jumlah pesanan yang paling ekonomis. Caranya dimulai dengan menghitung biaya-biaya yang timbul pada setiap kemungkinan frekuensi pesanan, yaitu pemesanan 1 kali dalam setahun, 2 kali setahun, dan seterusnya. Dengan membandingkan biaya total dari setiap frekuensi pesanan dan jumlah pesanan yang paling ekonomis. Yaitu yang memberikan biaya total yang terendah. Adapun rumus untuk menentukan jumlah pesanan yang ekonomis : EOQ = 2 d i c Dimana : d c i EOQ = Jumlah kebutuhan barang (unit/tahun) = Biaya pemesanan (rupiah/pesanan) = Biaya penyimpanan (% terhadap nilai barang) = Jumlah pemesanan/lot (unit/pesanan) 33

FPR (Fix Periode Reqruitment) Konsep ini menggunakan konsep pemesanan dengan interval tetap, tetapi jumlah yang dipesan bervariasi. Jumlah yang dipesan merupakan penjumlahan dari pada permintaan pada periode-periode yang tercakup. Misalnya jika kebutuhan bersih dua periode telah ditetapkan, teknik ini dapat memasukkan pesanan periode lainnya, kecuali saat kebutuhan bersih dalam suatu periode yang ditentukan sama dengan nol dapat memajukan interval pemesanan. 34