BAB II STUDI PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI

ANAAN TR. Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan. pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB IV ANALISA DATA BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA IV - 1

PERHITUNGAN STRUKTUR BOX CULVERT

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

BAB II PERATURAN PERENCANAAN

BAB III LANDASAN TEORI. jalan raya atau disebut dengan fly over/ overpass ini memiliki bentang ± 200

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan

OPTIMASI TEKNIK STRUKTUR ATAS JEMBATAN BETON BERTULANG (STUDI KASUS: JEMBATAN DI KABUPATEN PEGUNUNGAN ARFAK)

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

No. Klasifikasi Medan Jalan Raya Utama 1 Datar (D) 0 9,9 % 2 Perbukitan (B) 10 24,9 % 3 Pegunungan (G) >24,9 %

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

Mencari garis netral, yn. yn=1830x200x x900x x x900=372,73 mm

BAB II STUDI PUSTAKA

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK

BAB II PERATURAN PERENCANAAN. Jembatan ini menggunakan rangka baja sebagai gelagar induk. Berdasarkan letak

BAB II STUDI PUSTAKA II - 1

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Aspek Lalu Lintas

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU)

BAB III METODOLOGI DESAIN

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN RANGKA BAJA KALI KRASAK II

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Underpass berbentuk kotak Sumber:

ANALISIS BEBAN JEMBATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB VII PERENCANAAN PERLETAKAN ( ELASTOMER )

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

BAB 3 LANDASAN TEORI. perencanaan underpass yang dikerjakan dalam tugas akhir ini. Perencanaan

BAB III LANDASAN TEORI. gelagar u atau PCU girder. Pemilihan struktur PCU girder dikarenakan struktur ini

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

PERHITUNGAN GELAGAR JEMBATAN BALOK-T A. DATA STRUKTUR ATAS

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR...iv. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR GAMBAR...

BAB IV ANALISIS DATA

Standar Pembebanan Pada Jembatan Menurut SNI The Loading Standards on Bridges According to SNI

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM

STUDIO PERANCANGAN II PERENCANAAN GELAGAR INDUK

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran:

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL 6. S e s i 5 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

BAB II STUDI PUSTAKA

LAMPIRAN 1. DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA

HALAMAN PENGESAHAN PERENCANAAN JEMBATAN GANTUNG TUGU SOEHARTO KELURAHAN SUKOREJO KECAMATAN GUNUNGPATI SEMARANG

ABSTRAK. Kata Kunci : Gedung Parkir, Struktur Baja, Dek Baja Gelombang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN JUANDA DENGAN METODE BUSUR RANGKA BAJA DI KOTA DEPOK

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL ILMU-ILMU TEKNIK - SISTEM, Vol. 11 No. 1

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. : Perancangan Struktur Beton. Pondasi. Pertemuan 12,13,14

DESAIN STRUKTUR JEMBATAN RANGKA BAJA BENTANG 80 METER BERDASARKAN RSNI T ABSTRAK

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PERHITUNGAN PILECAP JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN SELATAN-SELATAN CILACAP RUAS SIDAREJA - JERUKLEGI

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PERILAKU DAN KARAKTERISTIK JEMBATAN

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAMBANG DI KAB. BLITAR KAB. MALANG MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pondasi Pertemuan - 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK

Transkripsi:

BAB II STUDI PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Studi pustaka adalah sebuah telaah atau pembahasan suatu materi yang didasarkan pada buku referensi yang bertujuan memperkuat materi pembahasan maupun sebagai dasar untuk perhitungan berupa rumus rumus. Studi pustaka ini sangat penting dimana nantinya akan menunjang dan mengarahkan penulis untuk menyusun suatu Tugas Akhir, sehingga dalam penyusunannya penulis mendapatkan pedoman dan perumusan perencanaan serta tidak menyimpang terlalu jauh dari apa yang akan dibahas. Sedangkan didalam suatu perencanaan jembatan terdapat beberapa aspek penunjang yang mempengaruhi tahap-tahap perencanaannya, diantara aspek-aspek tersebut antara lain: 1. Aspek topografi 2. Aspek lalu lintas 3. Aspek Hidrologi 4. Aspek Geoteknik 5. Aspek pemilihan tipe jembatan 6. Aspek Struktural 7. Aspek Perencanaan Bangunan Atas 8. Aspek Perencanaan Bangunan Bawah 9. Aspek pendukung II.2. Aspek Topografi Topografi dapat diartikan sebagai ketinggian suatu tempat yang dihitung dari permukaan air laut sehingga dapat diketahui elevasi tanah aslinya. Supaya mendapatkan biaya pembangunan yang ekonomis maka perlu suatu standar yang disesuaikan dengan keadaan topografi bangunan tersebut. Macam-macam jenis medan dibagi dalam tiga golongan umum yang dibedakan manurut besarnya lereng melintang dalam arah kurang lebih tegak lurus sumbu jalan raya. This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 1 may, without

Klasifikasi medan dan besarnya lereng melintang menurut Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No.13/ 1970 adalah sebagai berikut : Tabel II.1 Klasifikasi Medan NO KLASIFIKASI MEDAN LERENG MELINTANG (%) 1 Datar (D) 0 9,9 2 Perbukitan (B) 10 24,9 3 Pegunungan (G) > 25,0 Sumber : Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No.13/ 1970 II.3. Aspek lalu lintas Dalam perencanaan jembatan, lebar jembatan sangat dipengaruhi oleh arus lalu lintas yang melintasi jembatan tersebut. Biasanya diukur dengan interval waktu yang diperhitungkan terhadap Lalu lintas Harian Rata-rata/ LHR maupun dalam satuan mobil penumpang / smp (Passenger Car Unit / PCU). Dalam penentuan LHR / volume yang lewat jembatan kali Krasak diambil beberapa analisa, antara lain dari data lalu lintas jalan yang lewat jembatan tersebut. II.3.1. Volume Lalu Lintas (Q) Volume lalu lintas merupakan jumlah kendaraan yang melewati satu titik tertentu dari suatu segmen jalan selama waktu tertentu. Dinyatakan dalam satuan kendaraan atau satuan mobil penumpang (smp). Sedangkan volume lalu lintas rencana (VLHR) adalah perkiraan volume lalu lintas harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dan dinyatakan dalam smp/hari. Satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan sehubungan dengan penentuan jumlah dan lebar lajur adalah : a. Lalu Lintas Harian Rata-rata Lalu lintas harian rata-rata adalah volume lalu lintas rata-rata dalam satu hari. Dari cara memperoleh data tersebut dikenal 2 jenis lalu lintas harian rata-rata yaitu lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) dan lalu lintas harian rata-rata (LHR). LHRT adalah jumlah lalu lintas kendaraan rata-rata yang melewati satu jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh dan diperoleh dari data selama satu tahun penuh. This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 2 may, without

Jumlah lalu l int as dalam satu tahun LHRT = 365 hari Pada umumnya lalu lintas jalan raya terdiri dari campuran kendaraan berat dan kendaraan ringan, cepat atau lambat, motor atau tak bermotor, maka dalam hubungannya dengan kapasitas jalan (jumlah kendaraan maksimum yang melewati 1 titik/1 tempat dalam satuan waktu) mengakibatkan adanya pengaruh dari setiap jenis kendaraan tersebut terhadap keseluruhan arus lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan dengan mengekivalenkan terhadap kendaraan standart. b. Volume Jam Rencana Volume jam perencanaan (VJP) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk rencana lalu lintas dan dinyatakan dalam smp/jam. Arus rencana bervariasi dari jam ke jam berikut dalam satu hari, oleh karena itu akan sesuai jika volume lalu lintas dalam satu jam dipergunakan. Volume satu jam yang dapat digunakan sebagai VJP haruslah sedemikian rupa sehingga: Volume tersebut tidak boleh terlalu sering terdapat pada distribusi arus lalu lintas setiap jam untuk periode satu tahun. Apabila terdapat volume lalu lintas per jam yang melebihi VJP, maka kelebihan tersebut tidak boleh mempunyai nilai yang terlalu besar. Volume tersebut tidak boleh mempunyai nilai yang sangat besar, sehingga akan menyebabkan jalan menjadi lenggang. VJP dapat di hitung dengan rumus : VJP = LHRT x k x PHF Dimana : LHRT Faktor K PHF = Lalu lintas harian rata-rata tahunan (kend/hari) = Faktor konversi dari LHRT menjadi arus lalu lintas jam puncak = Peak Hour Factor (perbandingan antara arus lalu lintas jam puncak dengan 4 kali volume 15 menitan tertinggi arus lalu lintas pada jam yang sama) This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 3 may, without

PHF = Vol 1jam tertinggi 4 x Vol15 menit tertinggi Tabel II.2 Penentuan Faktor K Lingkungan Jalan Jumlah Penduduk Kota > 1 Juta 1 Juta Jalan didaerah komersial dan jalan arteri 0,07 0,08 0,08 0,10 Jalan di daerah pemukiman 0,08 0,09 0,09 0,12 II.3.2 Pertumbuhan Lalu Lintas Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 4 may, without 1997 Perkiraan pertumbuhan lalu lintas dengan menggunakan metode Regresi Linier merupakan metode penyelidikan terhadap suatu data statistik dalam hal ini didasarkan pada metode nol bebas. Adapun rumus persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: Y = a + b X dimana: Y = subyek dalam variable dependen yang diprediksikan (LHR) a dan b = konstanta awal energi X = waktu (tahun) Perkiraan (forecasting) lalu lintas harian rata-rata yang ditinjau dalam waktu 5, 10, 15, atau 20 tahun mendatang. Setelah waktu peninjauan berlalu, maka pertumbuhan lalu lintas ditinjau kembali untuk mendapatkan pertumbuhan lalu lintas yang akan datang. Perkiraan perhitungan pertumbuhan lalu lintas ini digunakan sebagai dasar untuk menghitung perencanaan kelas jembatan yang ada pada jalan tersebut. Persamaan : Y = a + b X 2 ΣYi ΣXi ΣXi ΣXiYi a = 2 2 nσxi ( ΣXi) nσxiyi ΣXi ΣYi b = 2 2 nσxi ( ΣXi)

LHR akhir dapat dihitung dengan rumus : LHRn = LHRo * (1+i)ⁿ Dimana : LHRn = Besarnya arus lalu lintas pada tahun rencana (pada tahun ke-n) LHRo = Besarnya arus lalu lintas pada awal perencanaan i = Faktor pertumbuhan lalu lintas n = Umur rencana II.3.3 Kapasitas Jalan Kapasitas jalan dapat didefinisikan sebagai tingkat arus maksimum dimana kendaraan dapat diharapkan untuk melalui suatu potongan jalan pada waktu tertentu untuk kondisi lajur/jalan, lalu lintas, pengendalian lalu lintas dan cuaca yang berlaku (Tamin, 1997). Oleh karena itu, kapasitas tidak dapat dihitung dengan formula yang sederhana. Yang penting dalam penilaian kapasitas adalah pemahaman akan kondisi yang berlaku. Rumus yang digunakan untuk menghitung kapasitas jalan perkotaan berdasarkan MKJI, 1997 adalah sebagai berikut : C = C o x FC w x FC SP x FC SF Dimana : C = kapasitas (smp/jam) C o = kapasitas dasar (smp/jam) FC w = faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas FC SP = faktor penyesuaian pemisah arah = faktor penyesuaian hambatan samping FC SF a. Kapasitas Dasar Kapasitas dasar didefinisikan sebagai volume maksimum perjam yang dapat melewati suatu potongan lajur jalan (untuk jalan multi jalur) atau suatu potongan jalan (untuk jalan dua lajur) pada kondisi jalan dan arus lalu lintas ideal. Kapasitas jalan tergantung kepada tipe jalan, jumlah lajur dan apakah jalan dipisahkan dengan pemisah fisik atau tidak, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel II.3. berikut ini : This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 5 may, without

Tabel II.3 Kapasitas Dasar Jalan Luar Kota ( 2/2 UD ) Tipe jalan / Tipe Alinyemen Kapasitas dasar (Co) (smp/jam) Datar 3100 Bukit 3000 Gunung 2900 Sumber: MKJI, 1997 b. Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas adalah seperti pada tabel II.4 berikut ini. Tabel II.4 Penyesuaian Kapasitas Untuk Pengaruh Lebar Jalur Lalu Lintas Untuk Jalan Luar Kota (FC W ) Tipe jalan Lebar lalu lintas efektif (W C ) (m) FC W Per lajur Empat lajur 3.00 0.91 terbagi atau 3.25 0.96 Enam lajur 3.50 1.00 terbagi 3.75 1.03 Per lajur 3.00 0.91 Empat lajur 3.25 0.96 tak terbagi 3.50 1.00 3.75 1.03 Total dua arah 5 6 0.69 0.91 7 1.00 Dua lajur tak 8 1.08 terbagi 9 1.15 10 11 1.21 1.27 Sumber MKJI, 1997 This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 6 may, without

c. Faktor penyesuaian pemisah arah Besarnya faktor penyesuaian untuk jalan tanpa menggunakan pemisah tergantung pada besarnya Split kedua arah sebagai berikut : Tabel II.5 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pemisah Arah (FC SP ) Pemisah arah SP %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30 Dua lajur 2/2 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88 Empat lajur 4/2 1.00 0.975 0.95 0.925 0.90 Sumber MKJI, 1997 d. Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu Tipe jalan 4/2 D 2/2 UD 4/2 UD Tabel II.6 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Hambatan Samping Berdasarkan Lebar Bahu untuk Jalan Luar Kota (FC SF ) Kelas hambatan samping VL L M H VH VL L M H VH Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu (FC SF ) Lebar bahu efektif Ws < 0.5 1.0 1.5 > 2.0 0.99 0.96 0.93 0.90 0.88 0.97 0.93 0.88 0.84 0.80 This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 7 may, without 1.00 0.97 0.95 0.92 0.90 0.99 0.95 0.91 0.87 0.83 1.01 0.99 0.96 0.95 0.93 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88 1.03 1.01 0.99 0.97 0.96 1.02 1.00 0.98 0.95 0.93 Sumber MKJI, 1997 II.3.4 Kinerja Lalu Lintas Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai arus (Q) terhadap kapasitas (C), yang digunakan sebagai faktor utama untuk menentukan tingkat kinerja dan segmen jalan

(MKJI, 1997). Nilai DS menentukan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. DS = Q/C Bila derajat kejenuhan ( DS ) yang didapat < 0,75 maka jalan tersebut masih memenuhi ( Layak ), dan bila derajat kejenuhan ( DS ) yang didapat > 0,75 maka harus dilakukan pelebaran. II.4 Aspek Hidrologi Perhitungan keseluruhan analisa hidrologi dapat didasarkan pada masukan data curah hujan yang jatuh di DAS yang berpengaruh terhadap lokasi studi, disamping hal tersebut tentu saja beberapa kondisi lain yang dapat mempengaruhi aliran permukaan. Data hidrologi diperlukan untuk mencari nilai debit banjir rencana yang kemudian digunakan untuk mencari clearence jembatan dari muka air tertinggi, serta dapat pula digunakan dalam penentuan bentang ekonomis jembatan. II.4.1 Curah Hujan Dari data curah hujan yang didapat, dihitung curah hujan rencana dengan distribusi Gumbell, distribusi Log Pearson III, dan berdasar distribusi Normal. Setelah itu kita uji keselarasan dari hasil ketiga distribusi di atas dengan metode Plotting Probability serta Uji Chi kuadrat Distribusi Normal. Setelah pengujian itu kita bisa mengetahui manakah dari ketiga distribusi curah hujan rencana yang akan digunakan untuk langkah selanjutnya yaitu analisa debit banjir. Untuk mencari besarnya curah hujan pada periode ulang tertentu digunakan rumus Gumbel : X Tr = X + (Kr x Sx) Dimana : X Tr = besar curah hujan untuk periode ulang tertentu (mm) X = curah hujan maksimum rata-rata tahun pengamatan (mm) Kr = 0,78 ln 1 Sx = standar deviasi 1 Tr - 0,45 ; dengan Tr adalah periode ulang (tahun) This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 8 may, without

III.4.2 Debit Banjir Rencana Perhitungan banjir rencana akan menggunakan formula Rational Mononobe: H Kecepatan aliran (V) = 72. L 0,6...(km/jam) L Waktu konsentrasi (Tc) =...(jam) V 0, 67 R Intensitas hujan (I) = 24 x...(mm/jam) 24 T C Debit banjir (Q Tr ) = 0,278 (C x I x A)...(m 3 /dt) Dimana: H = beda tinggi antara titik terjauh DPS dan titik peninjauan (m) L = panjang sungai (km) R = curah hujan (mm) A = luas daerah pengaliran sungai (km 2 ) C = koefisien run off ( 0,4 0,6 ) Berikut ini ditulis berbagai koefesien limpasan (f) oleh Dr. Mononobe. Tabel II.7 Koefisien Limpasan Berdasarkan Kondisi Daerah Pengaliran dan Sungai Kondisi Daerah Pengaliran dan Sungai Harga dari f Daerah pegunungan yang curam 0,75-0,9 Daerah pegunungan tersier 0,70-0,80 Tanah bergelombang dan hutan 0,50-0,75 Tanah dataran yang ditanami 0,45-0,60 Persawahan yang diairi 0,70-0,80 Sungai di daerah pegunungan 0,75-0,85 Sungai kecil di dataran 0,45-0,75 Sungai besar yang lebih dari setengah daerah 0,50-0,75 pengalirannya terdiri dari dataran Sumber : Hidrologi Untuk Pengaliran This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 9 may, without

III.4.3 Kedalaman Penggerusan Untuk menentukan kedalaman penggerusan digunakan formula Lacey : Untuk L < W d = H x L 0, 6 W Dimana : Untuk L > W d = 0,473 x f Q 0,333 L = bentang jembatan (m) W = lebar alur sungai (m) d = kedalaman gerusan normal dari muka air banjir maksimum H = tinggi banjir rencana Q = debit maksimum (m 3 /dt) f = faktor lempung Tabel faktor Lacey yang diambil dari buku mekanika tanah adalah sebagai berikut : No 1. Tabel II.8 Faktor Lempung Lacey Berdasar Tanah Jenis Material Lanau sangat halus (very fine silt) Diameter (mm) Faktor (f) 0,052 0,40 2. Lanau halus (fine silt) 0,120 0,80 3. Lanau sedang (medium silt) 0,233 0,85 4. Lanau (standart silt) 0,322 1,00 5. Pasir (medim sand) 0,505 1,20 6. Pasir kasar (coarse sand) 0,725 1,50 7. Kerikil (heavy sand) 0,920 2,00 Sumber : buku mekanika tanah,nakazawa Kazuto dkk, 2000 Sedangkan kedalaman penggerusan berdasarkan tabel yang diambil dari Standart Perencanaan Jembatan Bina Marga Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut : This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 10 may, without

Tabel II.9 Kedalaman Penggerusan No. Kondisi Aliran Penggerusan Maksimal 1. Aliran Lurus 1,27 d 2. Aliran Belok 1,50 d 3. Aliran Belok Kanan 1,75 d 4. Aliran Sudut Lurus 2,00 d 5. Hidung Pilar 2,00 d Sumber : DPU Bina Marga Provinsi Jawa Tengah II.5. Aspek Geoteknik Aspek tanah sangat menentukan terutama dalam penentuan jenis pondasi yang digunakan, kedalaman serta dimensinya. Selain itu juga untuk menentukan jenis perkuatan tanah dan kestabilan tanah. Tinjauan aspek tanah pada perencanaan jembatan Kali Krasak II ini meliputi tinjauan terhadap data-data tanah yang ada seperti : sondir, boring, nilai kohesi, sudut geser tanah, γ tanah, nilai California Bearing Ratio (CBR), kadar air tanah dan void ratio, agar dapat ditentukan jenis pondasi yang akan digunakan, kedalaman serta dimensinya. Selain itu data-data tanah di atas juga dapat untuk menentukan jenis perkuatan tanah dan kesetabilan lereng (stabilitas tanah) guna mendukung keamanan dari struktur yang akan dibuat. Pondasi berfungsi untuk menyalurkan beban-beban terpusat dari bangunan bawah ke dalam tanah pendukung dengan cara sedemikian rupa, sehingga hasil tegangan dan gerakan tanah dapat dipikul oleh struktur secara keseluruhan. Evaluasi pondasi dilakukan dengan membandingkan beban-beban yang bekerja terhadap dimensi pondasi dan daya dukung tanah dasar (Teknik Pondasi 1, 2002). Beban-beban yang bekerja pada pondasi meliputi : Beban terpusat yang disalurkan dari bangunan bawah. Berat merata akibat berat sendiri pondasi. Beban momen. This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 11 may, without

Dalam merencanakan suatu struktur bawah dari konstruksi bangunan dapat digunakan beberapa macam tipe pondasi, pemilihan tipe pondasi didasarkan pada hal-hal sebagai berikut : Fungsi bangunan atas. Besarnya beban dan berat dari bangunan atas. Keadaan tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan. Jumlah biaya yang dikeluarkan. II.5.1 Kapasitas Daya Dukung Ultimate Rencana kapasitas daya dukung ultimate harus sama atau melebihi jumlah beban yang bekerja. Yaitu Rencana kapasitas daya dikung ultimate 1 Jumlah beban U.L.S yang bekerja Rencana tekanan daya dukung ultimate, q u *`(kpa), dari tipe pondasi dangkal pada keadaan batas ultimate dapat dihitung dengan rumus berikut : Untuk tipe persegi panjang dengan D/B > 2,5 diatas tanah kohesif atau semua tipe persegi panjang (tipa D/B) diatas tanah butir kasar : q * u = c * N c + w a DN q + 0,5w a BN w Untuk tipe persegi panjang dengan D/B 2,5 diatas tanah kohesif : q * u = w a D 5c * {1 + 0,2(D/B)} {1 + 0,2(B/L)} Untuk tipe bujur sangkar diatas tanah kohesif atau butir kasar : q * u = 1,2c * N c + w a DN q + 0,4w a BN w Untuk tipe sirkular diatas tanah kohesif atau butir kasar : q * u = 1,2c * N c + w a DN q + 0,6w a BN w dengan : N c, N q, N w merupakan faktor daya dukung terzaghi C * Ø * = kohesi rencana (kpa) = sudut geser dalam rencana (dalam derajat) Ws a = satuan berat pondasi diatas pondasi (kn/m 3 ) Ws b = satuan berat dibawah pondasi (kn/m 3 ) This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 12 may, without

D = kedalaman pondasi (m) B = lebar pondasi (m) L = panjang pondasi (m) R = jari-jari pondasi (m) II.5.2 Penurunan Beban pondasi pada tanah dasar dapat mengakibakan perubahan bentuk (deformasi tanah) pada segala arah (tiga dimensi), namun untuk menyederhanakan permaslahan ini hanya ditinjau deformasi satu dimensi yaitu arah vertikal, yang kemudian dikenal dengan istilah penurunan (settlement). Apabila terjadi penurunan yang kecil akan terjadi retak rambut (hair crack) yang sampai batas-batas tertentu tidak berbahaya, sedangkan penurunan tanah yang cukup besar dan tidak merata dapat mengakibatkan kegagalan struktur. Q q = B L dengan : Q = Beban vertikal B = Lebar pondasi L = Panjang pondasi Penurunan pondasi dangkal dianggap layan pada beban lalu lintas SLS bila daya dukung * rencana tidak melebihi daya dukung ijin, q a yang dihitung dengan rumus q u menggunakan factor reduksi kekuatan modifikasi sedemikian hingga : q * q * a untuk tanah tidak kohesif = 2 q * q * a untuk tanah kohesif = 3 II.6. Aspek Pemilihan Tipe Jembatan Dalam perencanaan jembatan hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut: a. Kekuatan struktur jembatan b. Keamanan dan kenyamanan c. Faktor ekonomi/biaya d. Keawetan e. Faktor pelaksanaan This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 13 may, without

f. Ketersediaan bahan yang ada g. Faktor pemeliharaan h. Fungsi pelayanan i. Estetika/keindahan II.6.1 Dasar Pemilihan Penentuan lokasi jembatan adalah titik awal sebuah perancangan jembatan yang terkait dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu baik pertimbangan kelayakan struktural, maupun pertimbangan teknis. Tujuan dari analisis penentuan lokasi jembatan ini adalah untuk mendapatkan rencana lokasi jembatan yang dapat digunakan sebagai acuan rencana teknis. Dasar utama penempatan jembatan sedapat mungkin tegak lurus terhadap sumbu rintangan yang dilalui, sependek, sepraktis dan sebaik mungkin untuk dibangun di atas jalur rintangan. Menimbang situasi dan kondisi setempat, khususnya mengenai ketersediaan lahan maka ada beberapa ketentuan dalam pemilihan lokasi jembatan yang sebaiknya diperhatikan, yaitu : 1. Lokasi jembatan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak membutuhkan lahan yang besar sekali. 2. Lahan yang dibutuhkan harus sesedikit mungkin mengenai rumah-rumah penduduk sekitarnya, dan tetap mengikuti/menggunakan as jalan eksisting yang ada. 3. Lokasi jembatan juga harus memperpendek pergerakan kendaraan yang melewatinya 4. Panjang jembatan yang akan dibangun. Karena semakin panjang bentang maka akan semakin mahal. Sehingga diharapkan bila akan membangun jembatan digunakan bentang jembatan yang paling pendek. II.6.2 Faktor Penentu Lokasi Faktor-faktor yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan lokasi jembatan Kali Krasak II adalah : This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 14 may, without

1. Aksesbilitas Dengan dibangunnya jembatan diharapkan nantinya akan tersedianya jalan akses yang mampu menghubungkan ke dua kecamatan tersebut guna merangsang pertumbuhan ekonomi antar kedua kota yang saling terhubung. 2. Aspek Pelaksanaan Aspek pelaksanaan adalah segala hal yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan konstruksi jembatan terutama yang berpotensi untuk menambah kesulitan dalam pelaksanaan. 3. Pertimbangan Ekonomi Dari keseluruhan faktor yang ada, faktor ekonomi adalah faktor yang paling krusial, karena seluruh dari ketiga alternatif lokasi yang ada beserta dengan kekurangan dan kelebihannya memungkinkan untuk dijadikan lokasi Jembatan Sembir apabila dananya mencukupi, akan tetapi karena terbatasnya dana yang ada maka beberapa pertimbangan harus dipikirkan demi mendapatkan perancangan yang efektif dan efisien. II.7. Aspek Struktural Aspek struktural di sini berisi tentang perencanaan jembatan rangka baja dengan menggunakan konsep desain LRFD (Load and Resistant Factor Design). Desain LRFD merupakan konsep baru dalam desain struktur, konsep desain ini pertama kali diperkenalkan di Amerika pada tahun 1986 dengan terbitnya AISC-LRFD. Di Indonesia khususnya untuk desain jembatan, konsep tersebut mulai dipakai tahun 1992 dengan ditandainya kerjasama antara Dinas Pekerjaan Umum dengan Australian International Development Assistance Bureau dengan keluarnya Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan atau lebih dikenal dengan nama Bridge Management System (BMS 1992). Menurut para ahli, konsep ini lebih rasional karena antara lain menggunakan angka keamanan (faktor beban) yang berbeda untuk setiap macam beban, dan kekuatan penampang (faktor resistensi/ reduksi) yang berbeda untuk setiap kondisi pembebanan. Konsep ini merupakan teori kekuatan batas (Limit State Design) yakni perencanaan pada pembebanan sesaat sebelum terjadi keruntuhan dengan batasan mencapai tegangan leleh (σy), sedangkan untuk analisa strukturnya dapat dipakai analisa elastis (jika penampang profil baja tidak kompak) dan analisa plastis (jika penampang profil baja kompak). This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 15 may, without

II.7.1 Pembebanan Struktur Pada Desain LRFD Penentuan beban desain LRFD yang bekerja pada struktur jembatan ini disesuaikan dengan Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan (PPTJ) 1992 atau yang lebih dikenal sebagai Bridge Management System (BMS) 1992, ada dua kategori aksi berdasarkan lamanya beban bekerja : a. Aksi tetap atau beban tetap Merupakan aksi yang bekerja sepanjang waktu dan bersumber pada sifat bahan, cara jembatan dibangun dan bangunan lain yang mungkin menempel pada jembatan. b. Aksi transien atau beban sementara Merupakan aksi yang bekerja dengan jangka waktu yang pendek, walaupun mungkin sering terjadi. Menurut BMS 1992, beban dibedakan menjadi : 1. Beban Permanen : - Beban sendiri - Beban mati tambahan 2. Susut dan rangkak 3. Tekanan tanah 4. Beban lalu lintas 5. Beban lingkungan, dan lain-lain. II.7.1.1 Beban Permanen 1. Beban Sendiri Beban sendiri dari bagian bangunan yang dimaksud adalah berat dari bagian tersebut dan elemen-elemen struktural yang dipikulnya, atau berat sendiri adalah berat dari bagian jembatan yang merupakan elemen struktural ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. Berat isi dari berbagai bahan adalah sebagai berikut : This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 16 may, without

Tabel II.10 Berat Isi untuk Berat Sendiri BAHAN BERAT/SATUAN ISI kn/m 3 Aspal Beton 22,0 Beton Bertulang 25,0 Baja 77,0 Air Murni 9,8 Sumber : BMS 1992 2. Beban Mati Tambahan Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural dan mungkin besarnya berubah selama umur rencana. Beban mati tambahan diantaranya: - Perawatan permukaan khusus. - Pelapisan ulang dianggap sebesar 50 mm aspal beton (hanya digunakan dalam kasus menyimpang dan dianggap nominal 22 kn/m 3 ). - Sandaran, pagar pengaman dan penghalang beton. - Tanda-tanda. - Perlengkapan umum seperti pipa air dan penyaluran (dianggap kosong atau penuh). II.7.1.2 Beban Lalu Lintas 1. Beban Kendaraan Rencana a. Aksi kendaraan Beban kendaraan tediri dari tiga komponen : - Komponen vertikal - Komponen rem - Komponen sentrifugal (untuk jembatan melengkung) This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 17 may, without

b. Jenis kendaraan Beban lalu lintas untuk rencana jembatan jalan raya terdiri dari pembebanan lajur D dan pembebanan truk T. Pembebanan lajur D ditempatkan melintang pada lebar penuh dari jalur lalu lintas pada jembatan dan menghasilkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan rangkaian kendaraan sebenarnya. Jumlah total pembebanan lajur D yang ditempatkan tergantung pada lebar jalur pada jembatan. Pembebanan truk T adalah kendaraan berat tunggal (semitriller) dengan tiga gandar yang ditempatkan dalam kedudukan jembatan pada lajur lalu lintas rencana. Tiap gandar terdiri dari dua pembebanan bidang kontak yang dimaksud agar mewakili pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk T yang boleh ditempatkan per spasi lajur lalu lintas rencana. Umumnya, pembebanan D akan menentukan untuk bentang sedang sampai panjang dan pembebanan T akan menentukan untuk bentang pendek dan sistem lantai. 2. Beban Lajur D Beban lajur D terdiri dari : a. Beban terbagi rata (UDL) dengan intensitas q kpa, dengan q tergantung pada panjang yang dibebani total (L) sebagai berikut : L 30 m L 30 m q = 8,0 kpa q = 8,0 * 15 0,5 + kpa L Beban UDL boleh ditempatkan dalam panjang terputus agar terjadi pengaruh maksimum. Dalam hal ini, L adalah jumlah dari panjang masing-masing beban terputus tersebut. Beban UDL ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas. b. Beban garis (KEL) sebesar p kn/m, ditempatkan pada kedudukan sembarang sepanjang jembatan dan tegak lurus pada arah lalu lintas. Besar P = 44,0 kn/m. Pada bentang menerus, KEL ditempatkan dalam kedudukan lateral sama yaitu tegak lurus arah lalu lintas pada dua bentang agar momen lentur negatif menjadi maksimum. This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 18 may, without

b 100% Intensitas beban b kurang dari 5,5 m b 5,5 50% 100% Intensitas beban b lebih dari 5,5 m 5,5 Penempatan alternatif Gambar II.1 Skema Penyebaran Muatan D 3. Beban Truk T Hanya satu truk yang harus ditempatkan dalam tiap lajur lalu lintas rencana untuk panjang penuh dari jembatan. Truk T harus ditempatkan di tengah lajur lalu lintas. Lajur-lajur ini ditempatkan dimana saja antara kerb. Untuk lebih jelasnya lihat gambar berikut : This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 19 may, without

2,75 m kerb 5 m 4-9 0,5 m 1,75 m 0,5 m 50 kn 125 200 kn 500 200 kn 500 200 200 200 25 kn 100 100 275 Gambar II.2 Penyebaran Beban a. Lantai beton Untuk analisa lengkap dari lantai beton, beban-beban terpusat dapat dianggap disebar pada sudut 45 o dari permukaan lantai sampai kedalaman sebesar setengah tebal pelat. Pembebanan dapat disebar merata pada luas penyebaran tersebut. b. Lantai baja gelombang terisi beton Pasal ini berlaku pada lantai jembatan dari pelat baja gelombang terisi beton, dimana beban ditahan oleh pelat baja pada lentur. Beban roda harus disebar pada gelagar berdekatan dengan sudut penyebaran 22,5 o, lihat gambar berikut: Gelagar memanjang Bidang kontak roda α 22,5 o Gelagar memanjang Gambar II.3 Penyebaran Beban Roda Dalam Lantai Baja This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 20 may, without

Atau menyebar beban T pada gelagar memanjang dengan faktor distribusi sebagai berikut: Tabel II.11 Faktor Distribusi untuk Pembebanan Truk T JENIS BANGUNAN ATAS Pelat lantai beton: - balok baja I atau balok beton pratekan - balok beton bertulang - balok kayu JEMBATAN JALUR TUNGGAL S/4,2 S/4,0 S/4,8 JEMBATAN JALUR MAJEMUK S/3,4 S/3,6 S/4,2 Lantai papan kayu S/2,4 S/2,2 Lantai baja gelombang tebal 50 mm atau lebih Kisi-kisi baja: - kurang dari tebal 100 mm - tebal 100 mm atau lebih S/3,3 S/2,6 S/3,6 S/2,7 S/2,4 S/3,0 Sumber : BMS 1992 Catatan: 1. hal ini beban pada tiap balok memanjang adalah reaksi beban roda dengan menganggap lantai antara gelagar sebagai balok sederhana 2. S adalah jarak rata-rata antara balok memanjang (m) 3. Balok geser dihitung untuk beban roda dengan reaksi 2S yang disebarkan oleh S/faktor > 0,5 This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 21 may, without

4. Faktor Beban Dinamik Faktor beban dinamik (DLA) berlaku pada KEL lajur D dan truk T untuk simulasi kejut dari kendaraan bergerak pada struktur jembatan. Faktor beban dinamik adalah untuk S.L.S dan U.L.S dan untuk semua bagian struktur sampai pondasi. Untuk truk T nilai DLA adalah 0,3, untuk KEL nilai DLA diberikan dalam tabel berikut : Tabel II.12 Nilai Faktor Beban Dinamik BENTANG EKIVALEN L E (m) DLA LE 50 0,4 50 < LE < 90 0,525 0,0025 LE LE 90 0,3 Catatan : 1. Untuk bentang sederhana L E = Panjang bentang aktual Sumber : BMS 1992 2. Untuk bentang menerus L E = L rata rata Lmaksimum 5. Gaya Rem Pengaruh gaya rem dan percepatan lalu lintas harus dipertimbangkan sebagai gaya memanjang, gaya ini tidak tergantung pada lebar jembatan sesuai dengan tabel berikut untuk panjang struktur yang tertahan. Tabel II.13 Gaya Rem PANJANG STRUKTUR (m) GAYA REM (kn) L 80 250 80 < L < 180 2,5 L + 50 L 180 500 Catatan : Gaya rem U.L.S. adalah 2,0 Gaya rem S.L.S Sumber : BMS 1992 This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 22 may, without

6. Beban Pejalan Kaki Intensitas beban pejalan kaki untuk jembatan jalan raya tergantung pada luas beban yang dipikul oleh unsur yang direncanakan. Bagaimanapun, lantai dan gelagar yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk 5 kpa. Intensitas beban untuk elemen lain, diberikan dalam tabel berikut : Tabel II.14 Intensitas Beban Pejalan Kaki untuk Trotoir Jembatan Jalan Raya LUAS TERPIKUL OLEH UNSUR (m 2 ) INTENSITAS BEBAN PEJALAN KAKI NOMINAL (kpa) A < 10 5 10 < A < 100 5,33 A/30 A > 100 2 Bila kendaraan tidak dicegah naik ke kerb oleh penghalang rencana, trotoir juga harus direncanakan agar menahan beban terpusat 20 kn Sumber : BMS 1992 II.7.1.3 Beban Lingkungan Yang termasuk beban lingkungan untuk keperluan perencanaan adalah sebagai berikut : 1. Penurunan Jembatan direncanakan agar menampung perkiraan penurunan total dan diferensial sebagai pengaruh S.L.S. 2. Gaya Angin Gaya angin pada bangunan atas tergantung pada luas ekuivalen diambil sebagai luas padat jembatan dalam elevasi proyeksi tegak lurus. Untuk jembatan rangka ini,diambil 30% luas yang dibatasi oleh unsur rangka terluar. Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh banguna atas. Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut: This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 23 may, without

T EW = 0,0006*C W *(V W ) 2 *A b kn Dimana: V W = Kecepatan angin rencana (m/det) untuk keadaan batas yang ditinjau (lihat tabel 2.14) C W = Koefisien seret (lihat tabel 2.13) A b = Luas koefisien bagian samping jembatan (m 2 ) Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan arah horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti rumus berikut: T EW = 0,0012*C W *(V W ) 2 kn/m, dimana C W = 1,2 Tabel II.15 Koefisien Seret (C W ) TIPE JEMBATAN C W Bangunan atas masif 2,1 1,5 1,25 Bangunan atas rangka 1,2 Tabel II.16 Kecepatan Angin Rencana (V W ) LOKASI Sumber : BMS 1992 KEADAAN BATAS Sampai 5 km dari pantai > 5km dari pantai Daya layan 30 m/s 25 m/s Ultimit 35 m/s 30 m/s Sumber : BMS 1992 3. Gaya Suhu Perubahan merata dalam suhu jembatan menghasilkan perpanjangan atau penyusutan seluruh panjang jembatan. Gerakan tersebut umumnya kecil di Indonesia, dan dapat diserap oleh perletakan dengan gaya cukup kecil yang This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 24 may, without

disalurkan ke bangunan bawah oleh bangunan atas dengan bentang 100 m atau kurang. 4. Gaya Akibat Gempa Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimate. Beban Horisontal Statis Ekivalen Beban rencana gempa minimum diperoleh dari rumus berikut : T = K * I * W ' EQ h K h = C * S Dimana: T ' T EQ = Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kn) K h = Koefisien beban gempa horisontal C = Koefisien geser dasar untuk daerah, waktu dan kondisi setempat yang sesuai I = Faktor kepentingan S = Faktor tipe bangunan W T = Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa, diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (kn) Untuk mencari koefisien geser dasar C sesuai dengan daerah gempa diperoleh dari tabel, gambar grafik dan peta pada lampiran atau pada BMS 1992.Waktu dasar getaran jembatan yang digunakan untuk menghitung geser dasar harus dihitung dari analisa yang meninjau seluruh elemen bangunan yang memberikan kelakuan dan fleksibilitas dari sistem pondasi. T = 2π * WTP g * K P This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 25 may, without

dimana : T = Waktu getar dalam detik g = Percepatan gravitasi (m/dt 2 ) W Tp = Berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan ditambah setengah berat dari pilar (bila perlu dipertimbangkan) (kn) K p = Kekakuan gabungan sebagai gaya horisontal yang diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan pada bagian atas pilar (kn/m) Faktor kepentingan I yang nilainya lebih besar memberikan frekwensi lebih rendah dari kerusakan bangunan yang diharapkan selama umur jembatan. Tabel II. 17 Faktor Kepentingan (I) KLASIFIKASI Jembatan memuat lebih dari 2000 kendaraan/hari, jembatan pada jalan raya utama atau arteri dan jembatan dimana tidak ada rute alternatif. Seluruh jembatan permanen lainnya dimana rute alternatif tersedia, tidak termasuk jembatan yang direncanakan untuk mengurangi pembebanan lalu lintas Jembatan sementara (misal : Bailey) dan jembatan yang direncanakan untuk mengurangi pembebanan lalu lintas HARGA I MINIMUM 1,2 1,0 0,8 Sumber : BMS 1992 This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 26 may, without

Tabel II.18 Faktor Tipe Struktur Jembatan (S) FAKTOR TIPE STRUKTUR JEMBATAN TIPE STRUKTUR JEMBATAN Struktur Jembatan Beton atau Baja dengan Sendi Struktur Jembatan Beton Prategang dengan Sendi Prategang Penuh Prategang Parsial Tipe A 1,0 F 1,15 F 1,30 F Tipe B 1,0 F 1,15 F 1,30 F Tipe C 3,0 F 3,0 3,0 Keterangan : F = Faktor jenis rangka Sumber : BMS 1992 = 1,25 0,025n ; f 1 n = Jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral pada masingmasing bagian monolit dari jembatan yang berdiri sendiri (misalnya bagianbagian yang dipisahkan oleh expansion joint) yang memberikan keleluasaan untuk bergerak dalam arah lateral secara sendiri-sendiri. II.7.2 Kombinasi Beban Menurut BMS 1992, kombinasi beban dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel II.19 Kombinasi Beban Umum untuk Keadaan Ultimate AKSI ULTIMATE 1 2 3 4 5 6 Aksi Permanen : x x x x x x Berat sendiri Berat mati tambahan Susut, rangkak Pratekan This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 27 may, without

AKSI Pengaruh beban tetap pelaksanaan Penurunan Aksi Transien : Beban lajur D atau beban truk T Gaya rem atau gaya sentrifugal Beban pejalan kaki Gesekan perletakan Pengaruh suhu Aliran/hanyutan/batang kayu dan hidrostatik/apung Beban angin Aksi Khusus : Gempa ULTIMATE 1 2 3 4 5 6 x o o o x o o o x o o o o o o o o o o o x o o o o x o x Beban Tumbukan Pengaruh getaran Beban pelaksanaan x Keterangan : x berarti beban yang selalu aktif. o berarti beban yang boleh dikombinasi oleh beban aktif, tunggal atau seperti yang ditunjukkan. Sumber : BMS 1992 This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 28 may, without

II.7.3 Faktor Beban Menurut BMS 1992 faktor beban dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel II.20 Faktor Beban Keadaan Batas Ultimate FAKTOR BEBAN KEADAAN BATAS ULTIMIT JENIS BEBAN Keterangan Faktor Beban Berat sendiri Beban mati tambahan Baja Beton cor ditempat Kasus umum Kasus khusus 1,1 1,3 2,0 1,4 Beban lajur D - 2,0 Beban truk T - 2,0 Gaya sentrifugal 2,0 Beban pejalan kaki - 2,0 Beban angin - 1,2 Pengaruh susut - 1,0 Tekanan tanah vertikal 1,25 Tekanan tanah Tekanan tanah lateral - Aktip - Pasip - Diam 1,25 1,40 1,25 Pengaruh tetap pelaksanaan - 1,25 This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 29 may, without

JENIS BEBAN FAKTOR BEBAN KEADAAN BATAS ULTIMIT Keterangan Faktor Beban Pengaruh suhu - 1,2 Pengaruh gempa - 1,0 Gesekan perletakan - 1,3 Tekanan hidrostatik dan gaya apung Nilai dalam kurung menunjukan faktor untuk struktur penahan air dimana beban ini menentukan 1,0 (1,1) Aliran sungai, hanyutan dan batang kayu Jembatan besar dan penting (periode ulang 100 tahun) Jembatan tetap (periode ulang 50 tahun) Gorong-gorong (periode ulang 50 tahun) Jembatan sementara (periode ulang 20 tahun) 2,0 1,5 1,0 1,5 Sumber : BMS 1992 This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 30 may, without

II.7.4 Faktor Reduksi Menurut BMS 1992, faktor reduksi untuk baja adalah: Tabel II.21 Faktor Reduksi Kekuatan U.L.S. untuk Baja SITUASI RENCANA FAKTOR REDUKSI Unsur yang memikul lentur 0,90 Unsur yang memikul tekan aksial 0,90 Unsur yang memikul tarik aksial 0,90 Unsur yang memikul aksi kombinasi 0,90 Penghubung geser 1,00 Hubungan baut 0,70 Hubungan las 0,80 Sumber : BMS 1992 Sedangkan faktor reduksi untuk beton menurut SKSNI T15-1991-03 adalah: Tabel II.22 Faktor Reduksi untuk Beton SITUASI RENCANA FAKTOR REDUKSI Beban lentur 0,80 Gaya tekan aksial 0,80 Gaya tarik aksial 0,65 Gaya lintang dan torsi 0,60 Sumber : SKSNI T15-1991-03 II.7.5 Kekuatan Penampang Kekuatan penampang sangat dipengaruhi oleh kelangsingannya, dimana kelangsingan (λ) penampang itu adalah ukuran dari kecenderungan untuk menekuk pada lentur atau beban aksial atau kombinasi keduanya. Suatu unsur dengan kelangsingan This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 31 may, without

besar akan lebih mudah menekuk dibanding unsur dengan kelangsingan kecil. Berikut rumus kelangsingan menurut BMS1992: λ = b * t f y 250 dimana: b = Lebar bersih dari elemen pelat tekan kearah luar dari permukaan elemen pelat pendukung (mm) t = Tebal elemen (mm) f y = Tegangan leleh elemen (Mpa) Tabel II.23 Nilai Batas Kelangsingan Elemen Pelat DESKRIPSI UJUNG-UJUNG DIDUKUNG TEGANGAN SISA BATAS PLASTIS λp BATAS LELEH λy Tekanan merata Satu HR 9 16 Tekana maksimum pada ujung tidak didukung, tekanan nol atau tarikan pada ujung didukung Satu HR 9 25 Tekanan merata Dua HR 30 45 Tekanan pada satu ujung, tarikan pada ujung lain Penampang bulat berongga Catatan HR= Hot Rolled Dua Any/ tiap 82 115 - HR,CF 50 120 Sumber BMS 1992 This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 32 may, without

II.7.5.1 Penampang Non Komposit Yaitu penampang suatu unsur yang hanya mempunyai satu sifat bahan (baja atau beton saja) yang digunakan untuk menahan tegangan-tegangan yang terjadi akibat beban yang bekerja. 1. Kekuatan Unsur Terhadap Lentur a. Kekuatan lentur yang dipengaruhi oleh tekuk lokal/kelangsingan Kekuatan unsur terhadap momen lentur ultimit rencana (M u ) tergantung pada tekuk setempat dari elemen pelat yang membentuk penampang unsur. Dapat ditentukan dengan rumus M u Ø*M n. Jika unsur berpenampang kompak, yakni penampang yang mampu mengembangkan kekuatan lentur plastis penuh dan memikul pengaruh persendian plastis tanpa menekuk, atau dengan persyaratan λ λ p, maka besarnya momen nominal adalah sama dengan momen plastis (M n = M p ). Besarnya momen plastis sendiri (buku metode plastis, analisa dan desain Wahyudi, Sjahril A. Rahim) adalah : M p = Z*fy Z = f*s Dimana : Z = Modulus plastis penampang (mm 3 ) f = Faktor bentuk penampang ( penampang I f = 1,12) S = Modulus elastis penampang (mm 3 ) Ø = Faktor reduksi kekuatan bahan M u = Momen ultimit unsur (Nmm) M n = Momen nominal penampang (Nmm) This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 33 may, without

b. Kekuatan lentur yang dipengaruhi oleh tekuk lateral Kekuatan unsur terhadap momen lentur ultimit rencana (M u ) juga dipengaruhi oleh tekuk lateral dari suatu unsur. Yaitu kekuatan lentur unsur dengan atau tanpa penahan lateral penuh. Dapat ditentukan dengan rumus M u Ø*M n. Jika menggunakan penahan lateral penuh atau sebagian seperti penahan lateral menerus atau penahan lateral antara, dengan persyaratan L ( 80 + 50 * β 250 m ) * (penampang I dengan flens sama), maka besarnya r y f y momen nominal adalah sama dengan momen plastis (M n = M p ). Dimana : L = Jarak penahan lareral antara (mm) r y = Jari-jari girasi terhadap sumbu lemah (y) = I y A β m = -1,0 atau -0,8 2. Kekuatan Unsur badan Kekuatan unsur terhadap gaya geser ultimit rencana (V u ) ditentukan oleh ketahanan badan seperti kekuatan geser badan. Dapat dinyatakan dengan rumus: V u Ø*V n Jika unsur berpenampang kompak λ w 82 maka V n = V w V w = 0,6*f y *A w (BMS 1992) Dimana : V u = Kekuatan geser ultimit unsur (N) V n = Kekuatan geser nominal penampang (N) V w = Kekuatan geser nominal badan (N) Ø = Faktor reduksi kekuatan bahan This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 34 may, without

A w = Luas elemen badan (mm 2 ) λ w = Kelangsingan badan 3. Kekuatan Unsur Terhadap Tekan Unsur yang memikul gaya tekan cukup besar dapat runtuh dalam salah satu dari dua cara yakni tekuk setempat dari elemen pelat yang membentuk penampang melintang dan tekuk lentur dari seluruh unsur. Rumus-rumusnya adalah: N u Ø*N n (1) N u Ø*N c (2) N n = K f *A n *f y N c = α c *N n N s (BMS 1992) Dimana : N u = Kapasitas tekan aksial terfaktor (N) N n = Kapasitas tekan aksial nominal penampang (N) N c = Kapasitas tekan aksial unsur (N) Ø = Faktor reduksi kekuatan bahan α c = Faktor reduksi kelangsingan unsur (tabel BMS 1992) A n = Luas penampang bersih (mm 2 ) K f = Faktor bentuk = A e, untuk penampang kompak Kf =1 A g 4. Kekuatan Unsur Terhadap Tarik Kekuatan unsur terhadap gaya tarik ultimit rencana (N u ) ditentukan oleh persyaratan sebagai berikut: N u Ø*N t Nilai N t diambil terkecil dari N t = A g *f y (BMS1992) This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 35 may, without

N t = 0,85*k t *A n *f u Dimana : N u N t = Gaya tarik aksial terfaktor (N) = Gaya tarik aksial nominal penampang (N) Øq = Faktor reduksi kekuatan bahan A g = Luas penampang penuh (mm 2 ) A n = Luas penampang bersih (mm 2 ) f u f y k t = Tegangan tarik/ putus bahan (Mpa) = Tegangan leleh bahan (Mpa) = Faktor koreksi untuk pembagian gaya = Untuk hubungan yang simetris k t = 1 = Untuk hubungan yang asimetris k t = 0,85 atau 0,9 = Hubungan penampang I atau kanal pada kedua sayap k t = 0,85 II.7.5.2 Penampang Komposit Yaitu penampang suatu unsur yang mempunyai lebih dari satu sifat bahan. Penampang unsur seperti ini terbentuk oleh kerjasama dari dua bahan yang sama maupun berbeda dengan memanfaatkan sifat menguntungkan dari masing-masing bahan tersebut, sehingga kombinasinya akan menghasilkan elemen struktur yang lebih kuat dan efisien, contoh: komposit baja dengan beton, seperti pada struktur kolom komposit, lantai komposit dan balok komposit. 1. Lantai Komposit Lantai komposit adalah lantai yang terdiri dari dua kekuatan bahan yang berbeda yang berfungsi menahan tegangan lentur akibat bentuk struktur atau beban yang bekerja. Kedua bahan tersebut ada yang menahan tekan maupun tarik yang terjadi pada struktur, misal lantai dari bahan beton dan baja tulangan. This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 36 may, without

Pada kasus perencanaan Jembatan Kali Krasak II ini lantai jembatan menggunakan bahan beton dan metal deck. Metal deck/ dek baja berfungsi sebagai cetakan/bekisting beton plat lantai permanen sekaligus sebagai penahan lentur atau sebagai tulangan positif searah plat lantai. Menutur AISC dalam pemasanganya terdapat dua cara yaitu: a. Gelombang dek tegak lurus balok penumpu, maka: - Beton dibawah puncak dek tidak boleh ikut dalam perhitungan sifat penampang komposit, luas penampang pelat beton dan perhitungan jumlah paku/ stud. - Jarak antara paku/ stud arah memanjang balok tidak boleh lebih dari 32 inch. - Untuk mencegah uplift dek baja harus diikat pada balok dengan jarak maksimum 16 inch. Pengikatan dapat menggunakan paku/ stud, baut atau kombinasi paku/ stud dan las. - Kuat geser paku/ stud harus dikalikan dengan faktor reduksi: 0,85 R pe = wr H s * * 1 1, 0 N h r r hr b. Gelombang dek sejajar balok penumpu, maka: - Beton dibawah puncak dek boleh ikut dalam perhitungan sifat penampang komposit, luas penampang pelat beton dan harus dimasukkan dalam perhitungan jumlah paku/ stud. - Pemasangan dek baja di atas balok penumpu boleh dipisah, agar penampang luasan beton menjadi lebih besar. - Kuat geser paku/ stud harus dikalikan dengan reduksi: wr H s R pa = 0,60 * * 1 1, 0 hr hr This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 37 may, without

Dimana: N r w r h r H s = Jumlah paku/ stud (maks 3 buah) = Lebar rata-rata rusuk (inch) = Tinggi rusuk (inch) = Panjang paku/ stud terpasang (inch) Di dalam buku Structural Steel Designers Handbook Third Edition Roger LB, Frederick SM. bahwa tinggi rusuk dek baja adalah 1½, 2 dan 3 inch, akan tetapi dalam keadaan khusus misalnya untuk konstruksi bentang panjang, tinggi rusuk dek baja bisa mencapai ukuran 4, 4½, 6 dan 7½ inch. Berikut beberapa syarat dari ASCE mengenai dek baja untuk komposit : 1. Tebal pelat beton di atas puncak dek minimum 2 inch 2. Tinggi sisa paku/ stud di atas puncak dek minimum 1½ inch 3. Tinggi antara kepala paku/ stud sampai puncak pelat ½-¾ inch Pelat lantai A=½-¾ B 1½ C 2 H s h r w r Gambar II.4 Syarat Penampang Lantai Komposit dengan Metal deck Besarnya momen penampang lantai komposit dengan metal deck adalah (M u Ø*M n ): This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 38 may, without

100 100 d yb Pelat beton Metal deck 400 mm Gambar II.5 Penampang Pelat Lantai Per Segmen Metal Deck εc 0,85*fc 200 As b = 400 mm tb d yb K ud εs Cc Ts a a/2 z=d-a/2 Gambar II.6 Diagram Regangan-Tegangan Pelat Lantai Dimana: d yb = Tinggi efektif pelat (mm) = Jarak titik berat Metal deck dari serat bawah (mm) K u *d = Tinggi daerah tekan pada pelat (mm) ε c = Regangan tekan beton pada serat atas = 0,003 ε s a γ = Regangan tarik baja = f y /E s = Tinggi blok tegangan tekan beton = γ*k u *d (mm) = Dari peraturan jembatan = 0,85-0,007*(f c -28) dan 0,65 γ 0,85 z C c = Jarak lengan gaya (mm) = Gaya tekan beton (N) This document is Perencanaan Undip Institutional Struktur Repository Jembatan Collection. Rangka The Baja author(s) Kali Krasak or copyright II owner(s) agree that II- UNDIP IR 39 may, without