HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

SELEKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERI ENDOFIT UNTUK MENEKAN KEJADIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TANAMAN TOMAT IKA DAMAYANTI

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tomat Layu Bakteri pada Tomat

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. uji, yaitu uji resistensi logam berat, uji TPC (Total Plate Count), dan uji AAS

KEEFEKTIFAN BAKTERI ENDOFIT DAN PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA DALAM MENEKAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TOMAT

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penelitian... 2 C. Manfaat Penelitian... 2

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

Yulin Lestari 1) Rasti Saraswati 2) Chaerani 2)

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Isolasi Bakteri Rizosfer dari Tanaman Jagung (Zea mays)

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80

TUGAS AKHIR (SB )

BAB I PENDAHULUAN. teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi Bakteri Selulolitik dari Tanah Mangrove

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

TERM OF REFFERENCE (TOR) PENINGKATAN SERAPAN HARA, PENGISIAN TONGKOL, DAN PENCEGAHAN SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas

BAHAN DAN METODE. Hrp -, IAA +, BPF Hrp -, IAA + + , BPF Hrp. , BPF Hrp -, IAA +, BPF + Hrp. , BPF Hrp. , BPF Hrp. Penambat Nitrogen Penambat Nitrogen

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

Lampiran 1 Lokasi pengambilan sampel tanah di Pulau Gili Meno, Lombok Utara

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tomat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di dunia.

HASIL. Bj 11 (wt) Bj 11 (19) Bj 11 (5) 6 mm 6 mm

Tabel Lampiran 1. Hasil Analisis Kimia Tanah Inceptisol Berdasarkan Kriteria Pusat Penelitian Tanah 1983

HASIL. Karakteristik, Morfologi dan Fisiologi Bakteri Nitrat Amonifikasi Disimilatif

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN METODE PENELITIAN

PENGAMATAN MORFOLOGI KOLONI BAKTERI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Hasil Hasil yang diamati dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah buah, dan berat buah.

`BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. isolatnya ditunjukkan dalam table 4.1 di bawah ini;

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang berbeda-beda atas inokulasi macam inokulum. Komponen pengamatan

Prosedur pembuatan suspensi alginat

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tumbuhan merupakan organisme yang tidak dapat bergerak bebas yang pertumbuhan

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

ampiran 1 Denah lokasi percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bulan Februari 230 Sumber : Balai Dinas Pertanian, Kota Salatiga, Prov. Jawa Tengah.

I. PENDAHULUAN. pangan masyarakat antara lain dengan penganekaragaman pola makan sehari-hari

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor Asal Cipanas dan Lembang Daerah perakaran tanaman tomat sehat diduga lebih banyak dikolonisasi oleh bakteri yang bermanfaat dan mendukung pertumbuhan tanaman yang dikenal dengan PGPR. Siderofor merupakan salah satu senyawa yang dihasilkan PGPR yang dapat membantu mencegah perkembangan patogen dengan cara mengikat sebagian besar ion Fe 3 di daerah sekitar akar tanaman (Siddiqui & Shakeel 29). Berdasarkan hasil isolasi, kelimpahan populasi bakteri penghasil siderofor di daerah Cipanas sebanyak 1,977 x 1 7 cfu/gram dan populasi di daerah Lembang sebanyak 5,333 x 1 7 cfu/gram. Hasil analisis dengan menggunakan uji t menunjukkan bahwa populasi bakteri penghasil siderofor di kedua tempat tersebut tidak berbeda nyata. Gambar 2 Zona berwarna jingga yang dibentuk bakteri penghasil siderofor pada media CAS Bakteri hasil isolasi dari sampel Cp1, Cp2, Cp3, Lb1, dan Lb2 kemudian dibiakkan kembali pada media NA. Isolat bakteri penghasil siderofor dari sampel Cp1 sebanyak 12 isolat, Cp2 sebanyak 17 isolat, Cp3 sebanyak 13 isolat, Lb1 sebayak 12 isolat, dan Lb2 sebanyak 6 isolat. Total isolat bakteri penghasil siderofor yang berhasil diisolasi dari lapangan sebanyak 6 isolat. Isolat hasil

17 isolasi kemudian diberi kode sesuai dengan nama daerah asal sampel dan diurutkan sesuai urutan alfabet. Bakteribakteri yang dipilih merupakan bakteribakteri yang berbeda berdasarkan penampakan bentuk, ukuran, dan warna koloni yang diamati pada permukaan media CAS. Kelimpahan populasi bakteri penghasil siderofor asal Lembang lebih tinggi daripada bakteri penghasil siderofor asal Cipanas, tetapi keragaman bakteri penghasil siderofor asal Lembang lebih rendah daripada keragaman bakteri penghasil siderofor asal Cipanas. Hal ini diduga karena perbedaan ekologi di kedua tempat tersebut. Faktor nutrisi, kimia, dan fisik yang berbeda pada umumnya mempengaruhi keberadaan mikroba tanah, sehingga diduga mempengaruhi kelimpahan dan keragaman bakteri penghasil siderofor di kedua tempat tersebut. Salah satu syarat utama suatu bakteri dapat dijadikan agens biokontrol adalah tidak menimbulkan pengaruh negatif atau fitotoksisitas (Nawangsih 26). Melalui uji reaksi hipersensitif (HR), bakteri penghasil siderofor diseleksi berdasarkan patogenisitasnya. Isolatisolat bakteri penghasil siderofor yang bersifat HR positif tidak dapat digunakan sebagai agens antagonis. Hal ini karena bakteri tersebut bersifat patogen dan dapat menyebabkan penyakit pada tanaman. Hanya isolatisolat bakteri penghasil siderofor yang bersifat HR negatif yang dapat digunakan sebagai salah satu kandidat agens antagonis R. solanacearum. Hasil uji reaksi hipersensitif dapat dilihat pada Tabel 1. Gambar 3 Hasil uji reaksi hipersensitif beberapa isolat bakteri penghsil siderofor yang menunjukkan reaksi positif, diamati setelah 24 jam

18 Tabel 1 Sifat patogenisitas isolatisolat bakteri penghasil siderofor Kode Isolat a) Cp1B 1) Cp1E Cp1F Cp1G Cp1I Cp1J Cp1K Cp1M Cp1N Cp1O Cp1P Cp2A Cp2C Hasil Kode Hasil Kode Hasil uji HR b) Isolat uji HR Isolat uji HR 2) Cp2E Cp2F Cp2G Cp2H Cp2I Cp2J Cp2K Cp2L Cp2M Cp2N Cp2O Cp2R Cp2S Cp3A Cp3B Cp3C Cp3D Cp3F Cp3G Cp3H Cp3M Cp3N Cp3O Cp3P Cp3T Lb1B Kode Isolat Lb1D Lb1E Lb1F Lb1G Lb1H Lb1I Lb1J Lb1K Lb2A Lb2B Lb2C Lb2D Lb2E Lb2F Hasil uji HR a) Cp = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Cipanas. Lb = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Lembang. b) = isolat bakteri bersifat patogen tumbuhan. = isolat bakteri tidak bersifat patogen tumbuhan. Antagonisme Bakteri Penghasil Siderofor terhadap R. solanacearum Uji antagonisme bakteri penghasil siderofor bertujuan menentukan kemampuan penghambatan dari masingmasing isolat bakteri penghasil siderofor terhadap pertumbuhan bakteri patogen R. solanacearum. Kemampuan penghambatan bakteri penghasil siderofor terhadap R. solanacearum didasarkan pada diameter zona bening yang terbentuk di sekitar koloni bakteri penghasil siderofor. Semakin besar diameter zona bening yang terbentuk menunjukkan bahwa semakin besar pula kemampuan isolat bakteri penghasil siderofor menghambat pertumbuhan bakteri patogen R. solanacearum.

19 Gambar 4 Zona hambatan hasil uji antagonisme bakteri penghasil siderofor terhadap R. solanacearum pada media agar King s B Tabel 2 Ratarata zona hambatan hasil uji antagonisme bakteri penghasil siderofor terhadap R. solanacearum pada media agar King s B Kode isolat a) Cp1G Cp1I Cp1J Cp1N Cp1O Cp1P Cp2A Cp2I Cp2J Cp3B Cp3D Diameter zona hambatan (mm) 3,6 2,3 7 5 Kode Isolat Cp3N Cp3O Lb1F Lb1H Lb1I Lb1K Lb2A Lb2B Lb2C Lb2D Lb2F a) Cp = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Cipanas. Lb = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Lembang. Diameter zona hambatan (mm) 1,6 1,6,5

2 Berdasarkan uji antagonisme diketahui bahwa beberapa isolat bakteri penghasil siderofor yang memiliki kemampuan antagonisme terhadap R. solanacearum adalah isolat,,,,,, dan. Penghambatan bakteri penghasil siderofor terhadap pertumbuhan R. solanacearum pada media King s B diduga karena isolat bakteri penghasil siderofor tersebut memiliki kemapuan menghasilkan senyawa antibiotik. Antibiotik tersebut dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme mikroba lain (Pelczar & Chan 29). Menurut Glick dan Pasternak (23) salah satu mekanisme plant growth promoting bacterium yang paling efektif dalam menghambat proliferasi patogen adalah menyintesis antibiotik. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa ada beberapa isolat bakteri penghasil siderofor yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen R. solanacearum dan dapat dijadikan kandidat agens antagonis untuk pengendalian penyakit tersebut. merupakan isolat yang mampu membentuk zona hambatan paling lebar yaitu 7 mm, sehingga memiliki kemampuan antagonisme paling tinggi di antara isolat yang lain. Agens biokontrol sering memiliki beberapa mekanisme yang berperan secara bersamasama dalam menekan patogen (Nawangsih 26). Menurut Budzikiewicz (21) kemampuan siderofor mengikat Fe 3 merupakan pesaing terhadap mikroorganisme lain. Keuntungan lain yang diperoleh dari bakteri penghasil siderofor yang dapat menghasilkan antibiotik adalah senyawa antibiotik tersebut dapat menghambat pertumbuhan patogen pada saat kontak lansung di daerah perakaran tanaman. Mekanisme antagonis isolatisolat bakteri penghasil siderofor ini terhadap R. solanacearum bisa secara kompetisi dalam perebutan unsur Fe dan menghambat pertumbuhan petogen dengan mengeluarkan senyawa antibiotik. Karakteristik Bakteri Penghasil Siderofor Karakterisasi bakteri penghasil siderofor yang memiliki sifat antagonisme terhadap R. solanacearum diperlukan untuk mengetahui sifatsifat dari bakteri tersebut. Menurut Pelczar dan Chan (28) pengetahuan mengenai sifatsifat bakteri tidak hanya membantu identifikasi spesies, tetapi juga memberikan

21 keterangan yang tidak ternilai bagi banyak aspek lain mengenai penelaahan, penggunaan, dan pengendalian mikroorganisme. Bakteri penghasil siderofor yang dikarakterisasi merupakan isolatisolat hasil seleksi, yaitu yang memiliki kemampuan antagonisme terhadap R. solanacearum dan tidak bersifat patogen. Isolatisolat tersebut adalah,,,,,, dan. Tabel 3 Isolat a) Ciriciri morfologi koloni bakteri penghasil siderofor yang berpotensi sebagai agens antagonis pada media agar King s B Ciri koloni Diameter Warna Elevasi Tepian Bentuk ± 1 mm Putih susu Cembung Berombak Bundar ± 1 mm Putih tulang Seperti tombol Licin Bundar ± 1 mm Putih tulang Cembung Licin Bundar ± 1 mm Kuning tua Cembung Licin Bundar ± 1 mm Putih Cembung Licin Bundar kehijauan ± 3 mm Putih pucat Berbukitbukit Seperti ikal rambut Keriput ± 1 mm Putih tulang Cembung Berombak Bundar a) Cp = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Cipanas. Lb = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Lembang. Isolatisolat bakteri penghasil siderofor yang potensial sebagai agens antagonis umumnya berukuran ± 1 mm dengan warna koloni beragam antara putih susu, putih pucat, putih tulang, putih kehijauan, dan kuning tua. Umumnya isolatisolat ini memiliki koloni dengan elevasi cembung, tepian licin, dan bentuk koloni bundar. Selain itu ada yang memiliki elevasi seperti tombol atau berbukibukit, tepian berombak atau seperti ikal rambut, serta bentuk yang keriput. Berdasarkan pengamatan morfologi ini, diketahui ketujuh isolat tersebut memiliki morfologi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Diduga antara isolat yang satu dengan yang lain bukan merupakan bakteri yang sama. Koloni bakteri penghasil siderofor dapat dilihat pada Gambar 5.

22 a a b c d e f g Gambar 5 Morfologi koloni bakteri penghasil siderofor yang berpotensi sebagai agens biokontrol, (a); (b); (c); (d); (e); (f); (g)

Tabel 4 Beberapa karakter bakteri penghasil siderofor yang potensial sebagai agens antagonis Gram c) Isolat a) Menghasilkan senyawa Aktivitas Tahan suhu fluoresens b) pelarutan fosfat d) 8 o C e) a) Cp = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Cipanas Lb = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Lembang b) () = menghasilkan senyawa fluorescence; () = tidak menghasilkan senyawa fluorescence c) () = kelompok Gram positif; () = kelompok Gram negatif d) () = memiliki kemampuan melarutkan unsur fosfat; () = tidak memiliki kemampuan melarutkan unsur fosfat e) () = memiliki kemampuan bertahan hidup samapai suhu 8 o C; () = tidak memiliki kemampuan bertahan hidup samapai suhu 8 o C. 23 a b Gambar 6 Karakteristik bakteri penghasil siderofor isolat dengan fluoresens yang paling tinggi (a); isolat memiliki kemampuan melarutkan fosfat yang paling tinggi terlihat dengan membentuk zona bening pada media Pikovskaya (b). Isolat bakteri penghasil siderofor yang dapat memproduksi senyawa fluoresens adalah dan (Tabel 4). Berdasarkan pengamatan secara kualitatif, daya pendar isolat tiga kali lipat daripada daya pendar. Fluoresens merupakan pigmen hijaukuning yang dihasilkan oleh beberapa bakteri dari kelompok Pseudomonas (Silva et al. 26). Berdasarkan hasil ini, diduga

24 isolat dan merupakan bakteri yang termasuk dalam kelompok Pseudomonas yang berfluoresensi. Menurut Glick dan Pasternak (23) semua produk fluoresens dari Pseudomonas secara stuktural barkaitan dengan siderofor yang berbeda terutama dalam jumlah dan konfigurasi dari asam amino dan rantai peptida yang membentuk ikatan utama. Hasil uji Gram menunjukkan bahwa isolat bakteri penghasil siderofor tersebut umumnya termasuk dalam kelompok Gram negatif (Tabel 4). Hanya isolat yang memiliki sifat Gram positif. Perbedaan antara bakteri Gram negatif dan positif dijelaskan oleh Pelczar dan Chan (28) yang menyatakan bahwa bakteri gram negatif mengandung lipid, lemak, atau substansi seperti lemak dalam persentase lebih tinggi daripada yang dikandung bakteri Gram positif. Dinding sel bakteri Gram negatif juga lebih tipis dibandingkan dengan dinding sel bakteri Gram positif. Kemampuan bakteri dalam melarutkan unsur fosfat (P) sangat bermanfaat dalam kondisi P kurang. Zona bening pada media Pikovskaya menunjukkan bahwa bakteri penghasil siderofor tersebut mampu melarutkan fosfat dari bentuk kalsium fosfat yang terkandung dalam media tersebut. Hasil pengujian menunjukkan bahwa isolat bakteri penghasil siderofor yang memiliki kemampuan melarutkan fosfat di antaranya adalah,,,,, dan. Hanya isolat yang terbukti tidak dapat melarutkan fosfat (Tabel 4). Artinya sebagian besar isolat yang potensial ini tidak hanya memiliki kemampuan menghasilkan siderofor, tetapi juga dapat melarutkan fosfat. Unsur Fe meningkat dalam jumlah berlebihan dalam tanah yang masam (ph rendah). Pada tanah masam, fosfat tidak dapat diserap maksimum oleh tanaman karena terjerap oleh Al dan Fe, demikian pula peredaran fosfat dalam jaringan tanaman akan terhambat. Dalam keadaan ini isolat bakteri penghasil siderofor ini masih dapat melakukan fungsi lain yaitu membantu ketersediaan fosfat yang kurang tersebut. Karakter lain yang diamati adalah kemampuan tahan terhadap suhu 8 o C. Umumnya sel bakteri dapat mati dalam waktu 5 sampai 1 menit pada suhu 6 sampai 7 o C dengan panas lembap. Beberapa bakteri di alam memiliki kemampuan tahan suhu panas. Umumnya bakteri yang mampu bertahan pada

25 suhu panas adalah bakteri yang mampu membentuk endospora (Pelczar & Chan 28). Isolat bakteri penghasil siderofor yang memiliki kemampuan tahan suhu panas sampai 8 o C adalah,,, dan (Tabel 4). Menurut Pelczar dan Chan (28) kebanyakan bakteri yang mampu membentuk endospora adalah spesies yang memiliki morfologi sel berbentuk batang seperti dari genus Bacillus. Tabel 5 Persentase peningkatan daya kecambah tanaman tomat varietas Arthaloka dan Ratna yang diberi perlakuan bakteri penghasil siderofor Perlakuan a) Peningkatan daya kecambah (%) b)c) Arthaloka Ratna 7,179 a 4,821 a 9,571 a 4,786 a 19,17 a 7,143 a 2,357 a 13,413 a 2,7 a 26,777 a 13,413 a 3,353 a,5 a 26,577 a a) Cp = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Cipanas. Lb = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Lembang. b) Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%. c) Tanda () di depan angka menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Berdasarkan hasil analisis statistika dengan taraf nyata 5%, faktor varietas berpengaruh nyata terhadap daya kecambah tanaman tomat (Lampiran 2). Ratarata persentase peningkatan daya kecambah varietas Ratna (14,84%) lebih besar

26 daripada ratarata persentase peningkatan daya kecambah varietas Arthaloka ( 5,138%) (Tabel 5). Faktor isolat dan interaksi antara varietas dan isolat tidak berpengaruh nyata terhadap persentase peningkatan daya kecambah tanaman tomat (Lampiran 2). Hasil analisis statistika untuk persentase peningkatan tinggi tanaman pada 5 sampai 3 HST menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara faktor varietas dan isolat tidak berpengaruh nyata kecuali pada hasil pengamatan 5 dan 2 HST (Tabel 6). Perlakuan yang memberi pengaruh nyata pada 5 HST adalah isolat untuk varietas Ratna bila dibandingkan isolat,,,,, dan untuk varietas Arthaloka. Hasil pengamatan pada 2 HST menunjukkan pengaruh isolat berbeda nyata dengan perlakuan lainnya kecuali dengan untuk varietas Arthaloka, dan,, untuk varietas Ratna. Faktor varietas, isolat, serta interaksi antara varietas dan isolat berpengaruh nyata terhadap persentase peningkatan nilai AUHPGC (Lampiran 3). Ratarata persentase peningkatan nilai AUHPGC pada varietas Arthaloka (1,49%) lebih besar daripada persentase peningkatan nilai AUHPGC pada varietas Ratna ( 27,8%). Isolat memilki ratarata peningkatan nilai AUHPGC tertinggi (334,%) dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan isolat lainnya. Pengaruh isolat untuk varietas Ratna berbeda dengan perlakuan lainnya kecuali dengan dan untuk varietas Arthaloka. Hasil ini menunjukkan bahwa pengaruh isolat yang paling dominan adalah. Isolat ini mampu meningkatkan persentase peningkatan tinggi tanaman varietas Arthaloka dan Ratna lebih tinggi bila dibandingkan dengan isolat lain. Nilai AUHPGC isolat ini meningkat sebesar 11,156% untuk varietas Arthaloka, dan 557,899% untuk varietas Ratna. Diduga isolat ini mampu memacu pertumbuhan tanaman sehingga menjadi lebih baik.

Tabel 6 Persentase peningkatan tinggi tanaman tomat varietas Arthaloka dan Ratna yang diberi perlakuan isolat bakteri penghasil siderofor Perlakuan a) Persentase pertambahan tinggi tanaman (%) pada n HST b)c)d) AUHPGC e) 5 1 15 2 25 3 (cm hari) Arthaloka 5,73 abc 43,94 abc 61,14 a 17,19 abcd 58,59 ab 63,5 a 78,98 a 6,26 a 35,63 a 34,88 a 22,38 a 3,59 a 31,9 a 24,62 a 89,14 a,65 a 1,52 a 1,31 a 11,18 a 1,52 a 1,85 a 13,5 abcd 7,45 ab 8,85 abc 9,79 abc 6,52 a 5,59 ab 8,85 abc 4,3 a 9,21 a 7,37 a 9,52 a 6,14 a 2,3 a 3,53 a 9,53 a 5,5 a 13,91 a 6,22 a 1,84 a 3,21 a 2,91 a 11,15 ab 43,57 bc 58,41 b 187,66 bcd 117,4 ab 78,97 bcd 49,2 bc Ratna 38,13 abcd 62,71 d 38,98 cd 11,1 abcd 16,1 abcd 33,5 bcd 48,72 cd 5,5 a 24,41 a 4,1 a 38,46 a 1,7 a 27,9 a,33 a 97,88 a, a 7,77 a,7 a 22,61 a 6,36 a 3,88 a 6,75 a 33,44 d 6,8 ab 5,74 ab 2,27 bcd 27,2 bcd 31,41 cd 24,89 a 1,46 a 6,69 a 9,41 a 28,24 a 18,82 a 28,66 a a) Cp = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Cipanas. Lb = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Lembang. b) HST = hari setelah tanam. c) Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata. d) Tanda () di depan angka menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. e) AUHPGC = Area Under Height of Plant Growth Curve. 26,96 a 25,22 a 14,13 a 16,88 a 27,88 a 26,4 a 3,23 a 557,89 a 561,45 d 177,87 bcd 286,29 bcd 438,59 cd 48,67 cd 515,57 cd 27 27

28 Berdasarkan analisis statistika, faktor varietas tidak berpengaruh nyata terhadap persentase peningkatan bobot basah tanaman tomat. Hal ini dijelaskan oleh nilai p (,4276) yang lebih besar dari nilai α= 5% (Lampiran 5). Ratarata persentase peningkatan bobot basah varietas Arthaloka (16,187%) tidak berpengaruh nyata bila dibandingakan dengan ratarata persentase peningkatan bobot basah varietas Ratna (21,887%). Faktor isolat tidak berpengaruh nyata terhadap persentase peningkatan bobot basah tanaman tomat dengan nilai p (,1248) lebih besar dari nilai α= 5%. Interaksi antara faktor varietas dan isolat ( p=,2972) tidak berpengaruh nyata terhadap persentase peningkatan bobot basah pada α= 5% (Lampiran 5). Faktor varietas tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tanaman tomat. Hal ini dijelaskan oleh nilai p (,3321) lebih besar dari nilai α= 5% (Lampiran 5). Ratarata persentase peningkatan bobot kering varietas Arthaloka (2,161%) tidak berbeda nyata dengan ratarata persentase peningkatan bobot kering varietas Ratna (25,694%). Faktor isolat tidak berpengaruh nyata terhadap persentase peningkatan bobot kering tanaman tomat dengan nilai p (,436) lebih besar dari nilai α= 5%. Interaksi antara faktor varietas dan isolat (p=,4612) tidak berpengaruh nyata terhadap ratarata persentase peningkatan bobot kering tanaman tomat dengan α= 5%. Faktor varietas tidak berpengaruh nyata terhadap persentase peningkatan kadar air tanaman tomat. Hal ini dijelaskan oleh nilai p (,8756) lebih besar dari nilai α= 5%. Ratarata persentase peningkatan kadar air varietas Arthaloka (,573%) tidak berbeda nyata dengan ratarata peningkatan kadar air varietas Ratna (,6682%). Faktor isolat berpengaruh nyata terhadap kadar air tanaman tomat dengan nilai p (,2) lebih kecil dari nilai α= 5%. Ratarata kadar air tanaman tomat yang diberi perlakuan (6,86%) lebih kecil dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Interaksi antara faktor varietas dan isolat berpengaruh nyata terhadap kadar air tanaman tomat dengan nilai p (,235) lebih kecil dari nilai α= 5%. Uji lanjutan dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh interaksi tersebut. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa isolat untuk varietas Ratna memiliki persentase peningkatan kadar air

terendah (7,59%) dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya kecuali dengan isolat dan untuk varietas Arthaloka. 29 Tabel 7 Persentase peningkatan bobot basah, bobot kering, dan kadar air tanaman tomat varietas Arthaloka dan Ratna yang diberi perlakuan bakteri penghasil siderofor Perlakuan a) Bobot basah (%) b)c) Bobot kering (%) b)c) Kadar air (%) b)c) Arthaloka Ratna 7,597 a 2,394 a 1,127 a 38,37 a 18,671 a 18,569 a 26,584 a 13,466 a 31,875 a 6,278 a 5,371 a 22,49 a 39,294 a 47,389 a 23,492 a 14,225 a 11,692 a 29,574 a 19,529 a 23,718 a 18,898 a 17,229 a 35,687 a 3,361 a 15,26 a 34,444 a 39,161 a 34,953 a 4,938 a 3,274 a 2,997 a 4,453 bc,118 ab 1,566 a 4,582 bc 1,353 a 1,162 a 2,354 a 3,296 a 4,576 a,473 bc 7,59 c a) Cp = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Cipanas. Lb = kode isolat bakteri penghasil siderofor asal Lembang. b) Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%. c) Tanda () di depan angka menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Persen kadar air yang lebih rendah menunjukkan penyusutan kadar air tanaman yang lebih rendah pula. Tanaman yang memiliki penyusutan kadar air rendah menunjukkan bahwa tanaman tersebut tidak sukulen. Tanaman yang tidak sukulen berarti proses fotosintesis tanaman tersebut efisien, sehingga diduga hasil produksinya akan lebih tinggi.

3 Berdasarkan Tabel 8 isolat bakteri penghasil siderofor yang memiliki sifat unggul sebagai agens antagonis R. solanacearum adalah isolat. Karakter dari isolat ini adalah tidak menghasilkan senyawa fluoresens termasuk kelompok Gram negatif, dapat melarutkan unsur fosfat, dan tahan pada perlakuan suhu sampai 8 o C. Isolat ini memiliki kemampuan menghambat R. solanacerum paling tinggi diantara isolat lainnya. Isolat ini berpengaruh positif terhadap persentase peningkatan daya kecambah tanaman tomat varietas Ratna dan persentase peningkatan nilai AUHPGC varietas Arthaloka. Dapat disimpulkan bahwa isolat ini memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai agens antagonis R. solanacearum dan memacu pertumbuhan tanaman tanaman.

Tabel 8 Rangkuman karakter unggul bakteri penghasil siderofor yang potensial sebagai agens antagonis Isolat a) Zona hambatan (mm) Persentase daya kecambah b) AUHPGC c) Bobot kering d) Skor e) Arthaloka Ratna Arthaloka Ratna Arthaloka Ratna 3,6 2,3 7 5 1,6 1,6,5 a) Cp = isolat bakteri penghasil siderofor asal Cipanas. Lb = isolat bakteri penghasil siderofor asal Lembang. b) Kemampuan isolat bakteri penghasil siderofor dalam meningkatkan daya kecambah tanaman tomat. c) Kemampuan isolat bakteri penghasil siderofor dalam meningkatkan nilai AUHPGC tanaman tomat. d) Kemampuan isolat bakteri penghasil siderofor dalam meningkatkan bobot kering tanaman tomat. e) Hasil penjumlahan untuk masingmasing indikator; tanda () memiliki nilai 1; tanda () memiliki nilai. 6,6 3,3 9, 6, 3,6 3,6 2,5 31 31