BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. Pendahuluan Selama ini penjadwalan pelajaran hampir di semua sekolah yang meliputi jadwal mata pelajaran dan pembagian guru di setiap kelas yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi sebagai landasan teori dari penelitian ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Graf

ALTERNATIF PEMBUKTIAN DAN PENERAPAN TEOREMA BONDY. Hasmawati Jurusan Matematika, Fakultas Mipa Universitas Hasanuddin

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chartrand dan Zhang (2005) yaitu sebagai berikut: himpunan tak kosong dan berhingga dari objek-objek yang disebut titik

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada

LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan. kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini.

PERBANDINGAN WAKTU EKSEKUSI ALGORITMA DSATUR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar dalam teori graf dan teknik

II.TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan tentang definisi serta konsep-konsep yang mendukung

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Definisi Graf

MA3051 Pengantar Teori Graf. Semester /2014 Pengajar: Hilda Assiyatun

Suatu graf G adalah pasangan himpunan (V, E), dimana V adalah himpunan titik

Penggunaan Algoritma Greedy dalam Membangun Pohon Merentang Minimum

Matematika dan Statistika

PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM DENGAN METODE TABU SEARCH

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi

BAB 2 LANDASAN TEORI

v 3 e 2 e 4 e 6 e 3 v 4

Penerapan Teorema Bondy pada Penentuan Bilangan Ramsey Graf Bintang Terhadap Graf Roda

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK JOIN DARI DUA GRAF

Graf dan Operasi graf

BAB 2 GRAF PRIMITIF. 2.1 Definisi Graf

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sepasang titik. Himpunan titik di G dinotasikan dengan V(G) dan himpunan

Bab 2. Teori Dasar. 2.1 Definisi Graf

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.(2002). = ( ) {1,2,3,, } dengan syarat

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf.

Konsep Dasar dan Tinjauan Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi

APLIKASI PEWARNAAN SIMPUL GRAF UNTUK MENGATASI KONFLIK PENJADWALAN MATA KULIAH DI FMIPA UNY

KLASIFIKASI GRAF PETERSEN BERBILANGAN KROMATIK LOKASI EMPAT ATAU LIMA

Sebuah graf sederhana G adalah pasangan terurut G = (V, E) dengan V adalah

Analisa dan Perancangan Algoritma. Ahmad Sabri, Dr Sesi 1: 9 Mei 2016

Misalkan dipunyai graf G, H, dan K berikut.

APLIKASI PEWARNAAN GRAPH PADA PEMBUATAN JADWAL

BAB 2 DEGREE CONSTRAINED MINIMUM SPANNING TREE. Pada bab ini diberikan beberapa konsep dasar seperti beberapa definisi dan teorema

BAB III PELABELAN KOMBINASI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Dasar

Penggunaan Algoritma Greedy untuk menyelesaikan Permainan Othello

Pemanfaatan Algoritma Sequential Search dalam Pewarnaan Graf untuk Alokasi Memori Komputer

KARAKTERISASI GRAF POHON DENGAN BILANGAN KROMATIK LOKASI 3

Aplikasi Pewarnaan Graph pada Pembuatan Jadwal

Pewarnaan Total Pada Graf Outerplanar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LANDASAN TEORI. Bab Konsep Dasar Graf. Definisi Graf

Bab 3 HASIL UTAMA. 3.1 Penyusunan Algoritma

Oleh : Rindi Eka Widyasari NRP Dosen pembimbing : Dr. Darmaji, S.Si., M.T.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

merupakan himpunan sisi-sisi tidak berarah pada. (Yaoyuenyong et al. 2002)

KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON. Pada bab ini akan dijabarkan teori graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF ULAT

II. KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON. Graf G adalah himpunan terurut ( V(G), E(G)), dengan V(G) menyatakan

IMPLEMENTASI ALGORITMA TABU SEARCH UNTUK MENGOPTIMASI PENJADWALAN PREVENTIVE MAINTENANCE (STUDI KASUS PT XYZ)

BAB 2 GRAF PRIMITIF. Gambar 2.1. Contoh Graf

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SWARM GENETIC ALGORITHM, SUATU HIBRIDA DARI ALGORITMA GENETIKA DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION. Taufan Mahardhika 1

Penerapan Algoritma Backtracking pada Pewarnaan Graf

BAB II LANDASAN TEORI

`BAB II LANDASAN TEORI

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF POHON n-ary LENGKAP

BAB 2 LANDASAN TEORI

SISTEM ALOKASI PENYIMPANAN BARANG PADA GUDANG

Kata Kunci: Rute, Jadwal, Optimasi, Vehicle Roting Problem, Algoritma Tabu Search, Model

PENYELESAIAN VEHICLE ROUTING PROBLEM WITH SIMULTANEOUS PICK-UP AND DELIVERY SERVICE MENGGUNAKAN ALGORITME TABU SEARCH SYUKRIO IDAMAN

BAB II LANDASAN TEORI

Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO)

Gambar 6. Graf lengkap K n

BILANGAN KROMATIK GRAF HASIL AMALGAMASI DUA BUAH GRAF TERHUBUNG

SEMINAR TUGAS AKHIR RAINBOW CONNECTION PADA GRAF 1-CONNECTED VOENID DASTI ( )

Aplikasi Graf pada Penentuan Jadwal dan Jalur Penerbangan

3.1 Beberapa Nilai Dimensi Partisi pada Suatu Graf. Dalam dimensi partisi suatu graf, terdapat kelas graf yang nilai dimensi partisinya

Bilangan Kromatik Graf Hasil Amalgamasi Dua Buah Graf

v 2 v 5 v 3 Gambar 3 Graf G 1 dengan 7 simpul dan 10 sisi.

PENYELESAIAN PERMASALAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA DIFFERENTIAL EVOLUTION

BAB 1 PENDAHULUAN. Persoalan lintasan terpanjang (longest path) merupakan persoalan dalam mencari

LOGIKA DAN ALGORITMA

NASKAH UJIAN UTAMA. JENJANG/PROG. STUDI : DIPLOMA TIGA / MANAJEMEN INFORMATIKA HARI / TANGGAL : Kamis / 18 FEBRUARI 2016

ANALISIS ALOKASI KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA TABU SEARCH

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

ALGORITMA PENCARIAN (HEURISTIC)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Graf G adalah suatu struktur (V,E) dengan V(G) = {v 1, v 2, v 3,.., v n } himpunan

BAB 2 LANDASAN TEORI

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF P m P n, K m P n, DAN K m K n

II. LANDASAN TEORI. Ide Leonard Euler di tahun 1736 untuk menyelesaikan masalah jembatan

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF AMALGAMASI BINTANG

Algoritma Tabu Search dan Penggunaannya dalam Penyelesaian Job Shop Scheduling Problem

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Graf Suatu graf G adalah suatu pasangan himpunan (V(G),E(G)), dimana V(G) = { v 1, v 2,.. v n } adalah himpunan tak kosong berhingga yang terdiri dari titik-titik disebut verteks dan suatu himpunan E(G) = { e 1, e 2,.. e n } dengan garis-garis yang menghubungkan verteks-verteks disebut sisi (Chartrand dan Oellerman, 1993). Penulisan yang tepat untuk menyatakan sisi adalah e=(v 1 v 2 ) atau e=(v 2 v 1 ). Jika e=(v 1 v 2 ) adalah suatu sisi dari graf G, maka dikatakan v 1 dan v 2 bersisian (adjacent). G : v 1 e 1 v 2 v 6 e 7 e 2 e 5 e 6 e 3 v 5 e 4 v 4 v3 Gambar 2.1. Graf G Pada gambar 2.1, G adalah graf dengan : V(G) = { v 1, v 2, v 3, v 4, v 5, v 6, } dan E(G) = { e 1, e 2, e 3, e 4, e 5, e 6, e 7, }, dimana e 1 = (v 1 v 2 ), e 2 = (v 1 v 3 ), e 3 = (v 3 v 4 ), e 4 = (v 4 v 5 ), e 5 = (v 4 v 6 ), e 6 = (v 1 v 4 ), dan e 7 = (v 3 v 7 ). Suatu gelang ( loop) pada suatu graf G adalah suatu sisi yang verteks awalnya sama dengan verteks akhir yaitu e=(v 1 v 1 ). Dua verteks yang dihubungkan lebih dari satu sisi maka disebut sisi paralel. Suatu graf G disebut graf sederhana jika tidak memuat sisi paralel dan gelang.

G: v 1 e 1 v 3 e 2 e4 e 5 e 6 v 2 e 3 Gambar 2.2 Graf Tidak Sederhana Graf G pada gambar 2.2, sisi e4 dan e5 merupakan sisi paralel dan sisi e3 merupakan gelang. Banyaknya verteks dari suatu graf G disebut ordo (orde) dengan notasi p dan banyaknya sisi dari suatu graf G disebut ukuran (size) dengan notasi q. Suatu graf G dengan ordo p dan ukuran q dinotasikan (p,q) graf. Suatu graf G, jika v V(G), derajat dari v dinotasikan dengan d(v) yaitu banyaknya sisi yang bertemu di v (Narsingh, 1986). Derajat terkecil dari suatu verteks-verteks di G disebut derajat minimal dengan notasi (G) dan derajat terbesar dari suatu verteks-verteks di G disebut derajat maksimal dengan notasi Δ G. Suatu verteks yang berderajat 0 disebut verteks isolasi dan suatu verteks yang derajat 1 disebut verteks ujung (pendant) serta suatu verteks yang memuat gelang dianggap verteks yang berderajat 2 (Fletcher, 1991). G: u t w v z y x Gambar 2.3. Graf dengan derajat minimal dan maksimal

Graf G pada gambar 2.3, d(u) = 4, d(v) = 4, d(w) = 3, d(x) = 2, d(y) = 2, d(z) = 1 dan d(t) = 0 maka Δ(G) = 4 dan (G) = 0. 2.1.1. Keterhubungan graf Suatu jalan (walk) dalam suatu graf G adalah barisan berganti-ganti W : v 0, e 1, v 1, e 2, v 2,, v n-1, e n, v n (n 0) dari verteks-verteks dan sisi-sisi yang diawali dan diakhiri dengan verteks-verteks, sehingga e i = v i-1 v i untuk I = 1, 2,, n. Karena jalan W diawali dengan v 0 dan diakhiri dengan v n, dinyatakan sebagai suatu jalan v 0 v n (a v 0 v n walk) (Harary, 1994). Suatu sikel (cycle) adalaj suatu jalan v 0, e 1, e 2,, v n-1, e n, v n dimana n 3, v 0 =v n dan n verteks v 0,v 1, v n tanpa pengulangan, dinotasikan C n. suatu sikel disebut genap jika panjangnya genap. Suatu sikel disebut ganjil jika panjangnya ganjil. Graf pada gambar 2.4, memuat C 3, C 4 dan C 5. c 3 c 4 c 5 Gambar 2.4. Sikel Suatu graf G sendiri adalah terhubung (connected) jika u terhubungkan ke v untuk setiap pasangan u,v dari verteks-verteks di G.Suatu graf G yang tidak terhubung dikatakan terputus (disconnected). 2.1.2. Subgraf dan graf bipartit Graf G 1 disebut subgraf dari G jika V 1 adalah himpunan bagian dari V(G) dan E 1 adalah himpunan bagian dari E(G) dari G 1 sendiri merupakan suatu graf. Graf pada gambar 2.5, G 1 dan G 2 adalah subgraf di G (Lipschutz, 2002).

G : G 1 : G 2 : v w v w v u x y x y u x y Gambar 2.5. Dua subgragf (G 1 dan G 2 ) dari suatu graf G Jika v suatu verteks di G, maka G-v adalah suatu subgraf G yang dihasilkan dengan menghilangkan v dan semua sisi yang bersisian di v. Gambar 2.6 merupakan suatu graf G dengan graf G-v. G : G-v : x u x u y w y w z v Gambar 2.6. Graf G-v z Jika e suatu sisi di G, maka G-e adalah suatu subgraf G yang dihasilkan dengan menghilangkan suatu sisi e di G (Liu, 1995). Gambar 2.7 merupakan suatu graf G dengan G-e. G : G-e e Gambar 2.7. Graf G-e Suatu bagian G disebut graf bipartit jika V(G) dapat dipartisi menjadi dua himpunan bagian V 1 dan V 2 sedemikian sehingga V(G) = V 1 V 2 yaitu setiap sisi di G terhubungkan dengan suatu verteks di V 1 dan V 2.

Graf G gambar 2.8(a) adalah graf bipartit karena V(G) dapat dipartisi menjadi dua himpunan bagian V 1 = {v 1,v 6 } dan V 2 = {v 2, v 3, v 4, v 5 } dimana setiap sisi di G terhubungkan dengan verteks di V 1 dan V 2. Setelah digambar ulang, jelas G adalah graf bipartit, seperti pda gambar 2.8(b). G : v 1 v 2 v 1 v 6 v 3 v 4 v 5 v 6 (a) Gambar 2.8. Graf bipartit v 4 v 2 v 3 v 5 (b) Suatu graf tidak trivial G adalah bipartit jika dan hanya jika G tidak memuat sikel ganjil. Suatu graf G disebut graf lengkap jika setiap pasang verteksnya bersisian. Graf lengkap dengan ordo p dinotasikan dengan K p. Graf pada gambar 2.9 adalah K p untuk setiap p = 1, 2, 3, 4, 5. K 1 K 2 K 3 K 4 K 5 Gambar 2.9. Graf lengkap 2.2. Pewarnaan Graf Suatu pewarnaan dari graf G adalah proses pemberian warna-warna pada verteks - verteks di G, satu warna untuk setiap verteks (Gross & Yellen, 1999). Seharusnya, setiap perwarnaan G, menggunakan x warna, partisi himpunan V(G) verteks ke dalam himpunan x, disebut sebagai kelas warna, sehingga setiap verteks dari kelas

warna tertentu akan mendapatkan warna yang sama (West, 2001). Jika x warna yang digunakan untuk mewarnai (coloring), pewarnaan ini disebut sebagai x- coloring G. Pada masalah pewarnaan graf klasik adalah bahwa kelas warna harus menjadi himpunan independen dan jenis pewarnaan ini disebut sebagai pewarnaan yang tepat, yaitu, pewarnaan yang tepat dari G adalah pemberian warna pada verteks - verteks sedemikian sehingga tidak ada dua verteks yang bersisian (adjacent) di G mempunyai warna yang sama (Wallis, 2000). Jika ada kemungkinan untuk menemukan pewarnaan yang tepat dari graf G, dengan menggunakan x warna, maka G dikatakan x-colorable. Suatu graf adalah x- colorable jika dan hanya jika graf nya adalah x-partite. Khususnya, graf 2- colorable adalah graf yang sama dengan graf bipartit (Clark & Holton, 1991). Bilangan kromatik, χ G, dari graf G adalah bilangan bulat terkecil x dimana G adalah x-colorable (West, 2001). Ini sama dengan, χ G adalah bilangan bulat terkecil x dimana G adalah graf x-partit. Suatu graf G dengan bilangan kromatik x disebut sebagai x-kromatik dan G dikatakan akan χ G -colorable, seperi pewarnaan yang optimal disebut χ G -coloring G (Chatrand & Oellermann, 1993). Untuk pewarnaan derajat maksimum dengan syarat bahwa untuk setiap kelas warna C, C d, dimana d N 0. Suatu x-coloring dari graf G memenuhi persyaratan disebut sebagai d, x -coloring di G, yaitu d, x - coloring graf G adalah d-admissible pewarnaan di G yang berkaitan dengan parameter. Suatu graf d, x -colorable jika d, x -coloring dari graf yang ada. Bilangan bulat positif terkecil x yang ada d, x -coloring di G (Untuk beberapa nilai tetap d N 0 ) disebut d -chromatic number G, dinotasikan Δ dengan χ d G, dan seperti pewarnaan yang optimal disebut χ Δ d -coloring G. Akhirnya, suatu graf G dengan d -chromatic number x disebut sebagai d, x - chromatic,dan graf dikatakan χ Δ d -colorable. Diketahui bahwa perumusan awal oleh Harary( 1985), sifat graf dari pewarnaan derajat maksimum adalah bahwa kelas warna harus K 1,n -free, dimana n = d + 1 untuk pilihan tertentu pada perumusan diatas.

2.3. Metode Heuristik Metode Heuristik adalah teknik yang dirancang untuk memecahkan masalah yang mengabaikan apakah solusi dapat dibuktikan benar, tapi yang biasanya menghasilkan solusi yang baik atau memecahkan masalah yang lebih sederhana yang mengandung atau memotong dengan pemecahan masalah yang lebih kompleks. Metode Heuristik ini bertujuan untuk mendapatkan performa komputasi atau penyederhanaan konseptual, berpotensi pada biaya keakuratan atau presisi. Metode heuristik ada dua jenis yakni metode heuristik sederhana dan metaheuristik. Metaheuristik pada sebenarnya adalah metode pendekatan yang didasarkan pada metode heuristik. Sehingga tidak heran bahwa metode heuristik sering kali diintegrasikan di dalam metode metaheuristik. Perbedaan utama dari metode heuristik dan metaheuristik adalah : metode heuristik bersifat problem dependent sedangkan metode metaheuristik bersifat problem independent. Problem dependent artinya bergantung pada permasalahan, jadi metode heuristik itu hanya bisa dipakai untuk jenis permasalahan terntentu. Misalnya, metode nearest neighborhood (NN) termasuk metode heuristik. Metode hanya bisa dipakai pada permasalahan yang mengenal konsep neighborhood (tetangga), misalnya pada pewarnaan graf, Traveling Salesman Problem maupaun Vehicle Routing Problems. Sedangkan problem independent berarti tidak bergantung pada jenis permasalahan. Jadi penerapan metode metaheuristik tidak bergantung pada jenis permasalahan, alias bisa dipakai untuk berbagai jenis permasalahan. Contoh dari metode metaheuristik adalah algoritma genetik (GA), particle swam optimization (PSO), Ant Colony Optimization (ACO). 2.3.1. Tabu Search Tabu search berasal dari Tongan, suatu bahasa Polinesia yang digunakan oleh suku Aborigin pulau Tonga untuk mengindikasikan suatu hal yang tidak boleh "disentuh" karena sakralnya. Menurut kasus Webster, tabu berarti larangan yang

dipaksakan oleh kebudayaan social sebagai suatu tindakan pencegahan atau sesuatu yang dilarang karena berbahaya. Bahaya yang harus dihindari dalam tabu search adalah penjadwalan yang tidak layak, dan terjebak tanpa ada jalan keluar. Dalam konteks lebih luas, larangan perlindungan dapat diganti jika terjadi tuntutan yang mendadak(glover, 1995). Tabu search adalah sebuah metode optimasi yang berbasis pada local search. Proses pencarian bergerak dari satu solusi ke solusi berikutnya, dengan cara memilih solusi terbaik neighbourhood sekarang (current) yang tidak tergolong solusi terlarang (tabu). Ide dasar dari algoritma tabu search adalah mencegah proses pencarian dari local search agar tidak melakukan pencarian ulang pada ruang solusi yang sudah pernah ditelusuri, dengan memanfaatkan suatu struktur memori yang mencatat sebagian jejak proses pencarian yang telah dilakukan. Struktur memori fundamental dalam tabu search dinamakan tabu list. Tabu list menyimpan atribut dari sebagian move (transisi solusi) yang telah diterapkan pada iterasi-iterasi sebelumnya. Tabu search menggunakan tabu list untuk menolak solusi-solusi yang memenuhi atribut tertentu guna mencegah proses pencarian mengalami cycling pada daerah solusi yang sama, dan menuntun proses pencarian menelusuri daerah solusi yang belum dikunjungi. Tanpa mengunakan strategi ini, local search yang sudah menemukan solusi optimum lokal dapat terjebak pada daerah solusi optimum local tersebut pada iterasi-iterasi berikutnya. List ini mengikuti aturan LIFO dan biasanya sangat pendek (panjangnya biasanya sebesar O( N ), dimana N adalah jumlah total dari operasi). Setiap saat ada langkah itu akan ditempatkan dalam tabu list. Perekaman solusi secara lengkap dalam sebuah forbidden list dan pengecekan apakah sebuah kandidat solusi tercatat dalam list tersebut merupakan cara yang mahal, baik dari sisi kebutuhan memori maupun kebutuhan waktu komputasi. Jadi, tabu list hanya menyimpan langkah transisi (move) yang merupakan lawan satu kebalikan dari langkah yang telah digunakan dalam iterasi sebelumnya untuk bergerak dari satu solusi ke solusi berikutnya. Dengan kata lain tabu list berisi langkah-langkah yang membalikan solusi yang baru ke solusi

yang lama. Pada tiap iterasi, dipilih solusi baru yang merupakan solusi terbaik dalam neighbourhood dan tidak tergolong sebagai tabu. Kualitas solusi baru ini tidak harus lebih baik dari kualitas solusi sekarang. Apabila solusi baru ini memiliki nilai fungsi objektif lebih baik dibandingkan solusi terbaik yang telah dicapai sebelumnya, maka solusi baru ini dicatat sebagai solusi terbaik yang baru. Sebagai tambahan dari tabu list, dikenal adanya kriteria aspirasi, yaitu suatu Penanganan khusus terhadap move yang dinilai dapat menghasilkan solusi yang dinilai dapat menghasilkan solusi yang baik namun move tersebut berstatus tabu. Dalam hal ini, jika move tersebut memenuhi criteria aspirasi yang telah ditetapkan sebelumnya, maka move tersebut dapat digunakan utnuk membentuk solusi berikutnya (status tabunya dibatalkan). 2.3.2. Algoritma Dsatur (Derajat Warna Heuristik) Menurut Brelaz ( 1979) bahwa derajat warna suatu verteks v pada graf G, dinotasikan dengan coldeg G (v), yaitu banyaknya verteks-verteks yang berbeda warna yang bersisian, tanpa memperhatikan sudah berapa banyak suatu verteks yang bersisian identik dengan verteks-verteks yang diwarnai. Algoritma derajat warna heuristik, merupakan algoritma greedy, karena hanya jumlah warna yang berbeda pada Neighbourhood N(v) dari verteks v tertentu yang dijelajah, sedangkan masing-masing kelas warna diinduksi derajat dari verteks-verteks yang diwarnai pada N(v) tidak dianggap. Selanjutnya, pada setiap iterasi verteks selanjutnya yang akan diwarnai, dipilih dan diwarnai sesuai yang tampak sebagai verteks yang terbaik dipilih dan diwarnai dengan warna terbaik titik eksekusi algoritma tanpa melihat ke depan untuk memperhatikan apakah bisa atau tidak menjadi pilihan yang baik lebih lanjut pada saat implementasi. Berikut pseudocode algoritma derajat warna heuristik, kita sebut sebagai algoritma 1.

Algoritma 1 dsatur (Derajat warna heuristik) input : Suatu graf G dengan order dan suatu nilai d yang mana bilangan kromatik harus ditentukan. output : batas atas x pada d, x -coloring G 1: L v i deg G v i = (G) 2: Pilih v ϵ L dan misalkan C i C 1 v 3: x 1 4: untuk semua i= 2,..., n do 5: Tentukan coldeg G v j j = 1,, n, v j C k, k = 1,, x 6 T v i v i C k, k = 1,, x dan coldeg G v i coldeg G v j v j C k, k = 1,, x 7: if T > 1 then 8: Tentukan G' sedmikian sehingga V G = V G C 1 C 2 C x 9: v suatu verteks di T sehingga deg G v deg G v j v j ϵ T 10: else T = 1 11: v hanya verteks di T 12: end if 13: C j C j v dimana j jumlah warna terkecil sehingga C j v d 14: if j > x maka 15: x = j 16: end if 17: end for 18: return x, s = C 1,, C x Algoritma 1 dimulai dari langkah 1, dengan mendaftarkan semua vaerteksverteks dengan derajat maksimum pada suatu list L, diikuti langkah 2 dengan mewarnai salah satu verteks di L menggunakan warna 1. Parameter x (pada langkah 13 dan 15) terus melacak jumlah warna yang akan digunakan. Pada saat loop spanning langkah 4 hingga 17, setiap n-1 verteks lainnya, akan diwarnai pada gilirannya. Hal ini dapat dicapai dengan terlebih dahulu menentukan derajat warna pada semua verteks-verteks yang belum diwarnai pada langkah 5. Semua verteks-verteks yang belum diwarnai dengan derajat warna maksimum didaftarkan di list T, pada langkah 6. Jika list T memuat hanya satu verteks (langkah 10 dan 11), verteks ini akan diwarnai berikutnya, jika verteks dari T dipilih, menurut pada langkah 7-9 algoritma. Pilih suatu verteks dari T, subgraf G' dan G diinduksi. Verteks pada list T dengan derajat terbesar di G' diantara

semua verteks-verteks di T, kemudian dipilih diberikann warna selanjutnya, menurut langkah 9. Jika mengikat masih terjadi, setiap verteks dapat dipilih. Akhirnya, pilihlah verteks v yang diperoleh dengan kemungkinan jumlah warna terkecil, yang dialokasikan pada langkah 13, dan parameter x, diperbaharui pada langkah 15 jika perlu. 2.3.3. Algoritma Pewarnaan Heuristik Tabu Search Hertz dan De Werra (1987) mengimplementasikan teknik tabu search untuk mendapatkan pewarnaan yang tepat pada suatu graf. Ide mereka akan diadaptasi dan di implementasikan pada konteks pewarnaan dalam algoritma pewarnaan heuristik tabu search (Nieuwoudt, 2007). Algoritma pewarnaan heuristik tabu search diberikan dalam pseudo-code berikut, yang kita sebut sebagai algoritma 2, yaitu : Algoritma 2 Pewarnaan heuristik tabu search input : Suatu graf G dengan order n dan suatu nilai d yang mana untuk menentukanδ(d)-chromatic number, tabu tenure, t, size dari candidate list, l, dan jumlah maksimum dari iterasi, maxit. output : Batas atas χ d Δ pada χ d Δ (G) sama artinya Δ d, χ d Δ -coloringg. 1: x (Δ G + 1)/(d + 1) 2: χ d Δ -1 3: STOP false 4: while not STOP do 5: itcounter 0; EMPTY false 6: Generate random initial colorings = C 1,, C x 7: f s max 1 j x C j 8: A(0) 0 9: A z z 1 z = 1,, (G) 10: while (f s > d and itcounter < maxit and not EMPTY) do 11: count 1; NOMORE false 12: while count < l + 1 and not NOMORE do 13: Pilih suatu verteks v C i dengan deg C i v = C i untuk sebarang i dengan kelas warna terbesar di induksi derajat maksimum 14: pilih suatu warna j i untuk sebarang jdengan kelas warna terbesar diinduksi derajat maksimum

15: C i C i v, C j C j v, C k C j k = 1,, x, k i, j 16: s = C 1,, C x 17: if v, j T or f s if v, j T then 18: L L s 19: count count + 1 20: end if 21: if jika semua kemungkinan pada langkah 13 dan 14 telah dipertimbangkan then 22: NOMORE true 23: end if 24: end while 25: ifl = then 26: EMPTY true 27: else 28: s suatu kandidat di L sedemikan sehingga f s f s i s i L 29: if f s Af s then 30: Af s f s 1 31: end if 32: T T v, i, where v C i di s dan v C i dis 33: if T > tthen 34: Hapus entri terlama di T 35: end if 36: s s ; f s f s 37: itcount itcount + 1 38: end if 39: end while 40: iff s dthen 41: χ d Δ x 42: s d s 43: x x - 1 44: else f s d 45: STOP true 46: end if 47: end while 48: return χ d Δ, s d = C 1,, C Δ χd Gagasan utama dari algoritma diatas adalah upaya untuk menentukan suatu Δ d, x coloring dari suatu graf G dengan menggunakan bilangan tetap x

sebagai warna-warna. Dimulai dari suatu initial random x-coloring G yang paling mungkin, dari suatuδ d, x coloring yang invalid. Strategi ini kemudian berulang menurunkan x dan mencoba mencari Δ d, x -coloring yang valid pada suatu graf G menggunakan bilangan terkecil sebagai warna, sehingga diperoleh. Dengan demikian batas atas x pada Δ d chromatic number direduksi sampai algoritma menemukan Δ d, x -coloring tidak valid untuk batas atas terkecil. Jika himpunan verteks dipartisi menjadi suatu bilangan tetap c dari himpunan bagian (kelas warna), menghasilkan suatu pewarnaan dengan kelas warna s = (C 1,, C x ), tujuannya adalah untuk meminimalkan kelas warna terbesar yang diinduksi derajat maksimum, yaitu untuk minimize f s = max 1 j x Δ C j. Jelas, bahwa f s d, untuk nilai d yang telah ditentukan, dimana Δ d chromatic number dari graf G, harus ditentukan, Δ d, x -coloring yang valid telah diperoleh. Oleh karena itu, ini adalah yang pertama dari tiga stopping kriteria yang diterapkan pada algoritma. Stopping kriteria kedua adalah ketika algoritma melakukan sebelum ditentukan jumlah maksimum dari iterasi, maxit, dimana tidak ada solusi (coloring), s, dimana f s d diperoleh, sehingga Δ d, x coloring G tidak valid diperoleh. Stopping kriteria yang terakhir adalah ketika tidak ada candidate solution yang dibangkitkan (generated). Pada penerapan tabu search, oleh Hertz dan De Werra (1987) untuk pewarnaan graf yang tepat, setiap candidate solution dibangkitkan dengan cara memilih current solution, s, sebarang verteks v, dengan derajat tak nol dalam hal ini kelas warna khusus diinduksi subgraf, dan kemudian recoloring v dengan warna yang berbeda, dipilih secara acak dari warna - warna lain yang digunakan di s. Agar menjadi benar, sifat deterministik asli dari teknik tabu seach. Setiap candidate solution, s *, pada algoritma 2 di bangkitkan dengan memilih dari current solution, s, suatu kelas warna i, dimana kelas warna diinduksi derajat maksimum untuk s. Verteks v kemudian diwarnakan kemudian diwarnakan dengan warna yang berbeda, j, dari warna - warna lain yang digunakan di s, dimana j adalah warna dengan kelas warna terkecil di induksi derajat maksimum untuk s. Candidate solution dibangkitkan dengan langkah berurutan melalui semua kelas warna dengan kelas warna terbesar diinduksi derajat maksimum

untuk s, semua verteks - verteks v dalam kelas warna dengan kelas warna diinduksi derajat sama dengan kelas warna terbesar diinduksi derajat maksimum dan semua kelas warna dengan kelas warna terkecil diinduksi derajat maksimum digunakan sebagai warna baru untuk v, sampai total dari candidate solution l dibangkitkan dan disimpan di candidate list. Jika semua kemungkinan candidate solution dapat dibangkitkan, seperti dijelaskan diatas, dan jumlah candidate solution adalah lebih kecil dari pada l, maka proses pembangkitan candidate solution diatas diulang untuk suatu verteks u dengan kelas warna diinduksi derajat sama dengan kelas warna terbesar kedua diinduksi derajat maksimum, dimana u juga dalam kelas warna dengan kelas warna diinduksi derajat maksimum sama dengan kelas warna terbesar diinduksi derajat maksimum untuk s. Akhirnya, jika diinginkan, prosedur diatas dapat diulang sekali lagi dimana warna j dengan memilih verteks v yang akan diwarnai, jika sekarang suatu warna dengan kelas warna terkecil kedua diinduksi derajat maksimum untuk s. Jika kekardinalan dari candidate list, adalah masih terkecil daripada l, maka pembangkit dari candidate solution berakhir. Dari candidate list (jika ini tidak kosong), candidate solution, s, dengan nilai fungsi objektif terkecil yang dipilih, yang dapat atau tidak dapat sesuai untuk nilai fungsi objektif terkecil, maka didapat current solution s, sebagai solusi selanjutnya untuk bergerak (move). Ini sangat kontras dengan tabu search proper coloring algorithm oleh Hertz dan De Werra (1987) dimana, candidate solution, s,dipilih secara acak diantara candidate solution dengan nilai maksimum untuk f(s ), jika suatu hubungan terjadi selama eksekusi pada Δ d, x coloring heuristic, satu dengan jumlah terkecil dari kelas warna dengan suatu kelas warna diinduksi derajat maksimum lebih besar dari d maka dipilih. Bilamana suatu verteks v di kelas warna C i pada current solution, s, bergerak ke kelas warna C j pada solusi selanjutnya, s,diantara (v,i) menjadi tabu dan dimasukkan ke dalam tabu list, T. Kemudian, verteks v tidak dapat dikembalikan ke kelas warna C i untuk menentukan jumlah iterasi dari algoritma diatas. Jika size dari tabu list T sesudah disisipkan diantara (v,i) kedalam T, adalah lebih besar dari pada tabu tenure, t, entri yang terlama di T dihilangkan. Suatu kriteria aspirasi dari suatu tabu bertransisi sebagai fungsi A(z) yang

didefinisikan sebagai berikut : Jika suatu tabu diantara (v,i) dimasukkan kedalam solusi yang berdekatan, s, current solution, s, dan nilai fungsi objektif, f(s ), solusi yang berdekatan s lebih besar atau sama dengan nilai fungsi aspirasi, A f s, nilai fungsi objektif dari current solution, s, maka status tabu dari (v,i) ditolak, dan solusi yang berdekatan s dimasukkan ke kandidat list. Pada awalnya kriteria aspirasi, A(z), untuk setiap nilai z, ditetapkan sebagai z 1.Kemudian, jika suatu solusi s memenuhi f(s ) A f s yang dipilih dari candidate list, A f s ditetapkan sebagai f s -1 Berikut rincian bagaimana aspek diatas diimplementasikan pada algoritma, Δ Langkah 1 algoritma, suatu batas atas x pada χ d G graf G, diberikan sebagai derajat d. Jika Δ d, x coloring G layak untuk batas atas ini maka tercapai, sehingga Δ d, x coloring layak disimpan ( langkah 41 dan 42 pada algoritma) Δ dan batas atas x pada χ d G dikurangi dengan 1, pada langkah 43. Iterasi langkah 4-47, dieksekusi menggunakan nilai terbaru dari x. Iterasi ini berlanjut sampai Δ d, x coloring tidak layak, diperoleh, dimana kasus variabel boolean STOP Δ pada langkah 45, maka ditetapkan benar. Pada point ini ditetapkan batas atas χ d Δ (langkah 41) pada χ d G didapat dari algoritma diatas yaitu x + 1, dimana x adalah batas atas pertama yang mana Δ d, x coloring yang valid, diperoleh. Kemungkinan algoritma diatas tidak menghasilkan suatu Δ Δ d, x coloring G yang layak, untuk batas atas pertama pada χ d G menggunakan x = (Δ G + 1)/(d + 1) warna. Batas atas χ Δ Δ d pada χ d G ditetapkan tak layak dengan nilai 1 pada langkah 2. Jika pada akhir eksekusi algoritma, nilai χ Δ d diberikan 1, ini jelas bahwa algoritma tidak dapat menetukan solusi yang layak untuk masalah Δ d, x coloring. Untuk suatu nilai x dengan batas atas di χ Δ d, pewarnaan awal pada verteks - verteks didapat pada langkah 6 algoritma, dimana nilai fungsi objectif untuk pewarnaan ditentukan pada langkah 7. Pencarian untuk suatu Δ d, x coloring yang layak di G di jalankan pada langkah 10-39. Suatu candidate list dari size l dibangkitkan pada langkah (12-24). Pada langkah 28, solusi selanjutnya dipilih

dari candidate list asal saja bahwa candidate list tidak kosong (langkah 27), dan kriteria aspirasi di perbaharui pada langkah 30, jika perlu. Akhirnya, tabu list di perbaharui pada langkah (32-35). Jika candidate list kosong (langkah 25) maka variabel boolean EMPTY pada langkah 26 ditetapkan benar dan pencarian untuk suatu Δ d, x coloring G yang layak, berakhir. 2.4. Riset Terkait A Hertz et, al. (1987) dalam jurnalnya menyatakan dimana teknik tabu search digunakan untuk menuju nilai minimum fungsi. Suatu tabu list yang gerakannya diperbaharui selama iterasi untuk menghindari perputaran dan terjebak dalam minimum lokal. Teknik tersebut disesuaikan dengan masalah pewarnaan graf. Chams et, al. (1987) dalam jurnalnya bereksperimen dengan mengkombinasikan dua algoritma yaitu algoritma dsatur dan algoritma RLF (Recursive Largest First) yang digunakan dalam dua tahap pada graf yang sama. Raphael Dorne et, al. (1998) dalam jurnalnya menyatakan dimana tabu search disajikan untuk tiga masalah pewarnaan, yaitu pewarnaan graf, t- pewarnaan dan himpunan t-pewarnaan. Algoritma tabu search disini mengintegrasikan fitur penting seperti solusi regenerasi dan tabu tenure dinamis. Galinier et, al. (2008) dalam jurnalnya mengadaptasi metode AMA (Adapted Memory Algorithm) untuk masalah pewarnaan graf yang dinamakan metode AMACOL. Kemudian hasil pewarnaan graf yang didapat dengan metode AMACOL dibandingkan dengan algoritma GLS (Genetic Local Search). Jan Olav Hajduk (2010) dalam tesisnya membahas dan menganalisa tabu tenure pada algoritma tabu search untuk masalah pewarnaan graf. 2.5. Kontribusi Riset Penulis berharap penelitian ini dapat digunakan sebagai wawasan pengetahuan dan pembanding tentang pewarnaan graf dan metode heuristik serta dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.