14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses Pengumpulan Data Kesehatan Mengelola sebuah organisasi berarti mengelola sumberdaya yang ada dalam organisasi tersebut. Selain sumberdaya yang sering digambarkan sebagai sumberdaya sebuah organisasi yaitu Man (Manusia), Money (Uang/ Anggaran), Material (Bahan Baku Kerja), Machine (Peralatan Mesin) dan Methode (Metode atau Prosedur Kerja organisasi), maka pada masa sekarang ini sumberdaya Information (informasi) tidak kalah pentingnya. 1 Sebagai salah satu sumberdaya organisasi, informasi haruslah dikelola dengan baik. Untuk menghasilkan informasi sebagai output, maka dibutuhkan data. Data ini kemudian diolah dengan serangkaian proses untuk menghasilkan informasi bagi penggunanya. Proses pengolahan informasi ini disebut data processing life cycle (siklus pengolahan data). 2 Data Diolah Informasi INPUT MODEL OUTPUT Gambar 1. Siklus Pengolahan Data Data yang diperoleh tidak semuanya langsung diolah. Oleh sebab itu, data yang belum diolah disimpan terlebih dahulu untuk kemudian sewaktu-waktu dapat diolah untuk menghasilkan informasi. Data ini disimpan dalam storage (penyimpanan) dalam bentuk Data Base (Basis Data). 2 Di bidang kesehatan, ketersediaan data yang bermutu sudah menjadi suatu keharusan bukan saja untuk kepentingan peningkatan kualitas pelayanan terhadap
15 pasien, tetapi juga untuk menyediakan informasi bagi pemerintah untuk perencanaan dan perbaikan system pelayanan kesehatan suatu negara. Menyadari pentingnya dukungan ketersediaan data yang akurat dalam meningkatkan derajat kesehatan di Indonesia, maka pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengeluarkan regulasi pengaturan pengembangan sistem informasi kesehatan di daerah sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002. 3 Untuk menghasilkan data yang bermutu, maka bagaimana proses pengumpulan data kesehatan itu dilakukan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan. Pengumpulan data kesehatan biasanya dilakukan dalam 2 bentuk yaitu data rutin dan data tidak rutin. 4 Data rutin diperoleh dari catatan pelayanan yang diberikan kepada pasien baik didalam gedung maupun yang di luar gedung. Sedangkan data nonrutin didapatkan dari hasil survey, penelitian, atau studi lainnya. Dalam hirarki sistem kesehatan Indonesia, puskesmas merupakan lini terdepan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat. Dengan konsep kewilayahan yang dimilikinya, sebagaimana yang diuraikan dalam Keputusan Menteri Kesehatan tentang Kebijakan Dasar Puskesmas 5, puskesmas memiliki fungsi, 1. Penggerak pembangunan berwawasan kesehatan 2. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan 3. Pelayanan kesehatan strata pertama Ini artinya selain memberikan pelayanan kesehatan individu, puskesmas juga berkewajiban menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat yang komprehensif mencakup promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Di setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh puskesmas dalam rangka melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, secara otomatis dihasilkan banyak sekali data yang apabila diolah, akan dapat memberikan gambaran kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Dengan diterapkannya undang-undang otonomi daerah (UU no.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) dimana didalamnya diatur tentang pembagian peran pusat dan daerah dalam pembangunan, maka salah satu bidang yang tanggung
16 jawab penyelenggaraannya diserahkan ke daerah adalah Bidang Kesehatan. Agar pelaksanaan pembangunan bidang kesehatan dapat dipastikan dilaksanakan dengan baik, maka ditetapkanlah suatu Standar Pelayanan Minimal (SPM) dengan Kepmenkes 741 tahun 2008 sebagai acuan bagi daerah. 6 Seluruh indikator dalam SPM tersebut memiliki target capaian bertahap yang didapatkan dengan mengukur hasil cakupan program. Untuk memperoleh hasil penghitungan cakupan program ini maka keakuratan pencatatan dan pengumpulan data di setiap institusi pelayanan kesehatan harus dipastikan dilakukan dengan benar. Pencapaian Standar Pelayanan Minimal suatu kabupaten sangat ditentukan oleh peran dari seluruh institusi yang berkontribusi dalam pembangunan pelayanan kesehatan antara lain: (1). Puskesmas dan jaringannya, (2). Rumah Sakit, (3). Unit Pelaksana teknis Lain, (4). Swasta dan (5). Masyarakat. Sistem Informasi Kesehatan di Sleman Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan luas wilayah 574,82 ha atau ± 18% luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara administrasi Kabupaten Sleman terdiri dari 17 kecamatan dengan 86 desa dan 1212 dusun. 7 Di masing-masing kecamatan terdapat 1 3 puskesmas induk, tergantung dari luas wilayah kecamatan dan kepadatan penduduknya, sehingga di kabupaten Sleman terdapat 25 puskesmas induk. Tiap puskesmas melayani masyarakat lebih kurang 30.000 50.000 jiwa. Dari 25 puskesmas yang ada, 5 diantaranya adalah puskesmas dengan pelayanan rawat inap. (
17 Gambar 2. Peta Wilayah Kabupaten Sleman Tabel 1. Data status puskesmas di Kabupaten Sleman No Status Puskesmas Jumlah 1 Puskesmas dengan Rawat Inap 5 2 Puskesmas tanpa Rawat Inap 20 Total 25 Puskesmas adalah sebagai unit pelaksana teknis dari Dinas Kesehatan Kabupaten yang bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya 5. Dengan demikian, puskesmas berkewajiban memberikan laporan pelaksanaan kegiatannya secara berkala ke Dinas kesehatan. Periodisasi pelaporan disesuaikan dengan jenis kegiatan/ program yang dilaksanakan, bisa berupa laporan mingguan, bulanan, dan tahunan. Laporan rutin puskesmas ini di tingkat dinas kesehatan akan direkapitulasi dan digabung dengan data pelayanan kesehatan dari fasilitas kesehatan non puskesmas seperti rumah sakit, fasilitas kesehatan yang dikelola pihak swasta dan pelayanan kesehatan lainnya untuk dimanfaatkan dalam pengambilan kebijakan operasional di Dinas Kesehatan.
18 Gambar 3. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Sleman (Perbup 31/2009) Sejak dari awal, pemerintah daerah Kabupaten Sleman sudah berkomitmen untuk mengembangkan sistem informasi puskesmas. Hal ini dapat dilihat dalam sebuah dokumen pemerintah daerah Sleman berupa buku dengan judul Refleksi Pembangunan Kesehatan Kabupaten Sleman tahun 2001-2005 dan Sistem Kesehatan Daerah (SKD) Kabupaten Sleman (dokumen kebijakan) 8 yang menggambarkan kesadaran pemerintah daerah akan perlunya data yang akurat dan cepat dalam mendukung pengambilan keputusan yang tepat bagi pemerintah. Sebagai langkah awal pengembangan sistem informasi puskesmas di Sleman, dilakukanlah need assessment dengan mengumpulkan para kepala puskesmas se-kabupaten Sleman pada saat itu untuk mendapatkan gambaran sistem informasi yang akan dibangun. Hasil kesepakatan inilah yang kemudian didiskusikan dengan pihak yang kemudian mendisain aplikasi sistem informasi puskesmas berbasis web (web base). Penerapan penggunaan aplikasi ini di puskesmas dilakukan secara bertahap, dimulai di 2 puskesmas yakni puskesmas Mlati II dan Puskesmas Depok I. Sementara itu, pada watu yang hampir bersamaan Dinas Kesehatan Provinsi DIY
19 juga membangun sistem informasi yang diujicobakan di beberapa puskesmas di 5 kabupaten/ kota se DIY. Di kabupaten Sleman sendiri aplikasi tersebut dijalankan di puskesmas Godean 2 dan puskesmas Sleman. Dan ada juga 1 puskesmas yang berinisiatif mengembangkan sistem informasinya sendiri. Dengan demikian saat ini ada 3 model aplikasi sistem informasi puskesmas yang digunakan di kabupaten Sleman, tetapi sebagian besar atau 21 puskesmas menggunakan model yang dikembangkan bersama dengan Dinas Kesehatan Sleman. Dalam perjalanannya penerapan program sistem informasi ini masih terus mengalami pengembangan dan penyesuaian dengan kebutuhan pengguna yakni puskesmas dan dinas kesehatan. Dinas Kesehatan melaksanakan beberapa kali pertemuan dengan mengundang kepala puskesmas beserta tenaga pengelola data di puskesmas untuk mendapatkan masukan dan mengidentifikasi permasalahan yang timbul selama proses penerapan aplikasi tersebut. Dengan demikian hingga tahun 2010, seluruh puskesmas sudah menjalankan aplikasi ini dalam pengelolaan data pasiennya. Tabel 2. Identifikasi Hambatan Penerapan Sisfomas di Puskesmas SDM Sarana-prasarana Software keterbatasan SDM keterbatasan jumlah kadang-kadang yang mampu komputer di aplikasi Sisfomas menjalankan aplikasi puskesmas tidak dapat keengganan karyawan perlu peningkatan dijalankan puskesmas untuk daya listrik dengan output dari Sisfomas mempelajari hal baru bertambahnya jumlah tidak memenuhi memandang komputer di kebutuhan laporan penggunaan aplikasi puskesmas rutin program Sisfomas sebagai tambahan beban pekerjaan Pada pertemuan awal, teridentifikasi permasalahan terbesar yang dihadapi puskesmas adalah masalah SDM berhubungan dengan kemampuan, kemauan maupun penerimaan terhadap sistem informasi. Sedangkan permasalahan yang berhubungan dengan sarana-prasarana dan software/ aplikasi belum begitu menonjol. Pertemuan selanjutnya, ketika puskesmas sudah mulai dapat mengatasi permasalahan SDM, permasalahan yang berhubungan dengan kesediaan sarana-prasarana mulai meningkat. Sedangkan permasalahan dengan software/aplikasi meningkat seiring dengan peningkatan kemampuan SDM menjalankan aplikasi ini.
20 Untuk mendukung pemanfaatan dan monitoring data di dinas kesehatan, maka direncanakan semua puskesmas akan terkoneksi dengan dinas kesehatan melalui jaringan Local Area Network (LAN). Harapannya data yang sudah dientri oleh petugas di puskesmas dapat sewaktu-waktu diakses di dinas kesehatan. Hingga tahun 2013 memang baru ada 19 puskesmas yang terkoneksi dengan Dinas Kesehatan, tetapi setiap tahun pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk penambahan jaringan internet di masing-masing puskesmas. Selama kurun waktu lebih kurang 10 tahun pelaksanaan sistem informasi puskesmas di Kabupaten Sleman ini belum pernah dievaluasi, baik di tingkat puskesmas maupun di tingkat dinas kesehatan. Hal ini bisa dimaklumi mengingat penggunaan simpus ini dilakukan sambil terus dilakukan penyesuaian-penyesuaian pada modulnya agar sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Para pengambil keputusan di semua tingkatan, dalam penetapan kebijakan sangat membutuhkan ketersediaan data yang relevan, bermutu dan tepat waktu. Sayangnya pengelolaan data dengan teknologi terbarupun tidak menjamin terpenuhinya persyaratan tersebut apabila dalam pelaksanaannya data tidak diolah dengan baik 9. B. Perumusan Masalah Berdasarkan gambaran latar belakang tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan evaluasi terhadap efektifitas penerapan Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (Sisfomas) yang diaplikasikan di puskesmas di Kabupaten Sleman. C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Umum dari penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi terhadap efektifitas penerapan Sisfomas di puskesmas di Sleman dan bagaimana pemanfaatan
21 luarannya untuk pengambilan keputusan atau kebijakan baik di tingkat puskesmas maupun di tingkat dinas kesehatan. Tujuan khusus 1. Untuk mengetahaui bagaimana perjalanan penerapan sistem informasi puskesmas di kabupaten Sleman 2. Menginventarisir luaran-luaran sistem informasi puskesmas yang dapat dimanfaatkan oleh puskesmas maupun oleh dinas kesehatan 3. Mengidentifikasi peranan sistem informasi puskesmas dalam pengambilan kebijakan baik di tingkat puskesmas maupun di tingkat Dinas Kesehatan. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan: Memberikan gambaran terkini pelaksanaan penerapan Simpus di puskesmas di kabupaten Sleman 2. Bagi puskesmas: Sebagai masukan bagi puskesmas untuk memanfaatkan data puskesmas secara efektif dalam pencapaian program sehingga lebih tajam dan tepat sasaran. 3. Bagi ilmu pengetahuan: Sebagai informasi bagi penelitian selanjutnya dengan melakukan penelitian di lokasi atau sasaran yang berbeda. Sehingga didapatkan gambaran pemanfaatan data puskesmas secara efektif dalam pengambilan keputusan.
22 E. Keaslian Penelitian Metode Hasil penerapan Sistem Informasi Transaksi Puskesmas di Kabupaten Bantaeng Kualitatif yang bersifat eksploratif dengan menggunakan rancangan studi kasus Proses penerapan dan output sitrapus belum optimal, hambatannya kuranganya dukungan internal, pendukungnya adanya alokasi anggaran dari pusat dan daerah Perbedaan Lokasi penelitian berbeda sistem komputerisasi rgistrasi dan rawat jalan di rumah sakit umum Mayjen H.A Thalib di Kabupaten Kerinci Studi kasus dengan menggunakan rancangan peneitian deskriptif yang bersifat eksploratif. Penerapan sistem komputerisasi register dan rawat jaan dapat berjalan dengan baik. Hambatannya adalah kurangnya tnaga operator, dan sistem masih berdiri sendiri belum masuk dalam struktur rumah sakit Fokus pada komponen manfaat/ kemudahan penggunaan oleh user, sikap dan perilaku user pada sistem Penulis Sudarianto (2008) IL Afra (2008) Maman (2008) Judul Evaluasi Penerapan Evaluasi Penerapan Sistem faktor-faktor Sistem Informasi Komputerisasi Registrasi Penghambat Penerapan Transaksi (Sitrapus) di dan Rawat Jalan di RSU Sistem Informasi Kabupaten Bantaeng Mayjen H.A Thalib Manajeman Profil Povinsi Sulawesi Selatan kabupaten Kerinci Kesehatan (SIMPK) berbasis Local Area Network (LAN) di Dinas Kesehatan Subang tahun 2006 Masalah Bagaimanakah Bagaimanakah penerapan Tidak berfungsinya SIM penerapan Sistem sistem komputerisasi Profil Kesehatan berbasis Informasi Transaksi registrasi dan rawat jalan LAN di Kabupaten puskesmas di Kabupaten di rumah sakit umum Subang tahun 2006 Bantaeng Mayjen H.A Thalib di Kabupeten kerinci. Apakah sistem digunakan dan dimanfaatkan? Apakah kendala dan pendukungnya? Tujuan Untuk mengevaluasi Mengevaluasi penerapan Mengidentifikasi faktorfaktor yang menjadi penghambat penerapan SIMPK di Kabupaten Subang sehingga tidak berfungsi sampai tahun 2006 Studi kasus yang bersifat eksploratif faktor penghambat pada penerapan SIMPK bersifat teknis dan nonteknis lebih menekankan pada penemuan faktor-faktor penghambat pada penerapan sistem