VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

VII. PENGARUH PROGRAM ITTARA TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH ABSTRAK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

INDEKS. biofuel 63, ceteris paribus 164 constant return to scale 156, 166

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI BERLABEL DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah

TEKNOLOGI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN IRIGASI DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

1. JUMLAH RTUP MENURUT GOL. LUAS LAHAN

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara

IV METODE PENELITIAN

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

Abstrak

Apa yang dimaksud dengan PHSL?

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap

PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SELUMA Studi Kasus: Lahan Sawah Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan ABSTRAK PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor

VII ANALISIS PENDAPATAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PEMBINAAN KELOMPOKTANI MELALUI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KOMPOS JERAMI PADA TANAMAN PADI SAWAH

Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu HP:

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

BAB IV. METODE PENELITIAN

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

IV METODE PENELITIAN

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

ADOPSI PETANI PADI SAWAH TERHADAP VARIETAS UNGGUL PADI DI KECAMATAN ARGAMAKMUR, KABUPATEN BENGKULU UTARA, PROVINSI BENGKULU

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando,

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGARA

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA

III. METODE PENELITIAN. untuk menciptakan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang. digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini disajikan hasil-hasil penelitian beserta pembahasan yang meliputi pandangan petani terhadap program pemupukan berimbang dan tingkat penerapan teknologi pemupukan berimbang pada usahatani padi sawah, faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi teknologi pemupukan berimbang, dan pendugaan fungsi produksi dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi pada teknologi pemupukan berimbang di Kecamatan Plered Kabupaten Purwakarta. Dalam pandangan petani terhadap program pemupukan berimbang akan dideskripsikan alasan petani dalam mengikuti dan tidak mengikuti program pemupukan berimbang dengan menggunakan tabulasi sederhana. Untuk mengetahui tingkat penerapan teknologi pemupukan berimbang pada usahatani padi sawah di Kecamatan Plered dilakukan dengan menggunakan sistem skor dengan memakai daftar komponen faktor penentu (impact point) tanaman padi (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta, 2005). Analisis faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi teknologi pemupukan berimbang dengan menggunakan model logit. Pendugaan fungsi produksi dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi pada teknologi pemupukan berimbang di Kecamatan Plered dengan menggunakan persamaan fungsi produksi.

6.1. Pandangan Petani terhadap Program Pemupukan Berimbang dan Tingkat Penerapan Teknologi Usahatani Padi Sawah Program pemupukan berimbang merupakan teknologi usahatani padi sawah dengan tujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Sebenarnya, konsep pemupukan berimbang sudah mulai dikembangkan pada pertengahan dekade 80-an oleh universitas dan lembaga-lembaga penelitian nasional. Lambannya proses adopsi ini berjalan, menimbulkan beberapa pertanyaan yang harus dijawab agar segera diperoleh solusinya. Untuk itu, dilakukan analisis data tentang pandangan petani terhadap program pemupukan berimbang dan analisis tingkat penerapan teknologi pemupukan berimbang pada usahatani padi sawah di Kecamatan Plered. 6.1.1. Pandangan Petani terhadap Program Pemupukan Berimbang Pengertian pandangan petani terhadap program pemupukan berimbang dalam hal ini merupakan alasan petani dalam mengikuti dan tidak mengikuti program pemupukan berimbang. Alasan tersebut dikelompokkan menjadi faktorfaktor yang bersifat mendorong (alasan petani yang mau mengikuti program pemupukan berimbang) dan faktor-faktor yang bersifat menghambat (alasan petani yang tidak mengikuti program pemupukan berimbang) dalam proses adopsi teknologi pemupukan berimbang, sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Faktor pendorong utama yang menyebabkan petani mengikuti program pemupukan berimbang di Kecamatan Plered adalah mengharapkan produksi yang lebih tinggi. Dari hasil perhitungan, rata-rata produksi per ha padi yang diperoleh petani peserta program pemupukan berimbang 6.003 ton GKP dengan nilai keuntungan sebesar Rp 4 001 378 permusim tanam. Petani non peserta program

pemupukan berimbang memperoleh rata-rata produksi sebesar 5.027 ton GKP, dan nilai keuntungan sebesar Rp 3 163 183 permusim tanam. Produksi yang diperoleh petani peserta program pemupukan berimbang lebih tinggi 976 kg dibandingkan produksi yang diperoleh petani non peserta program pemupukan berimbang. Pada program pemupukan berimbang, ketersediaan modal dalam hal ini ketersediaan benih dan pupuk disediakan oleh PT. Pertani sesuai dengan kebutuhan usahatani yang dapat diperoleh tanpa membayar terlebih dahulu merupakan faktor pendorong kedua yang menyebabkan petani mengikuti program pemupukan berimbang. Pembayaran dilakukan setelah panen (yarnen). Hasil gabah petani akan ditampung oleh PT. Pertani dengan harga yang telah disepakati. Hal ini sangat dirasakan membantu petani dalam kekurangan modal usahataninya dan pemasaran hasil produksinya. Untuk petani non peserta program pemupukan berimbang, kalau mau membeli benih dan pupuk harus dibayar langsung sehingga pembelian saprodi tersebut disesuaikan dengan keuangan petani yang ada. Hasil produksinya juga dijual/dipasarkan sendiri oleh petani sehingga tidak ada jaminan harga gabah. Tabel 4. Pandangan Petani dalam Proses Adopsi Teknologi Pemupukan Berimbang di Kecamatan Plered No Faktor Pendorong (%) Faktor Penghambat (%) 1. Produksi tinggi 65.22 Tidak ada jaminan harga 37.04 2. Tersedianya modal 26.09 Biaya produksi tinggi 27.78 3. Tersedianya input 2.17 Kekurangan modal 14.81 4. Memudahkan pemupukan 2.17 Kekurangan tenaga kerja 7.41 5. Tahan OPT 2.17 Kekurangan air pengairan 7.41 6. Coba-coba 2.17 Tidak sehamparan 5.56 Sumber: Data (diolah)

Pupuk yang digunakan pada program pemupukan berimbang adalah pupuk majemuk, pupuk NPK/Kujang atau pupuk Phonska dicampur dengan pupuk Urea. Menurut petani dengan pemakaian pupuk majemuk ini lebih praktis dan tidak perlu lagi mencampur jenis-jenis pupuk tunggal (Urea, SP-36, dan KCl) dalam pemupukan seperti yang dilakukan oleh petani non peserta program pemupukan berimbang. Varietas yang digunakan pada program pemupukan berimbang adalah varietas unggul, yaitu Ciherang dan Cigeulis juga menarik minat petani untuk mengikuti program pemupukan berimbang. Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta, varietas Ciherang dan Cigeulis sesuai dengan spesifik lokasi di Kecamatan Plered dan tahan terhadap serangan OPT. Petani merasakan resiko kehilangan hasil yang ditimbulkan apabila tanaman padi mereka terserang OPT. Disamping itu, serangan OPT dapat menurunkan kualitas gabah petani sehingga harganya akan semakin rendah. Deskripsi varietas Ciherang dan Cigeulis dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7. Disamping varietas yang digunakan oleh petani peserta program pemupukan berimbang merupakan varietas unggul, petani ingin mencoba benih varietas baru dalam pertanamannya dan mengharapkan dapat memberikan produksi yang lebih tinggi dan mengurangi resiko serangan OPT. Sedangkan faktor penghambat utama bagi petani yang tidak mengikuti program pemupukan berimbang adalah tidak adanya jaminan harga yang lebih baik. Setiap panen padi yang pada umumnya panen raya harga gabah otomatis turun. Sementara harga merupakan salah satu faktor penentu bagi petani untuk bersemangat melakukan usahataninya dengan baik. Kebanyakan petani menanam

padi hanya berorientasi untuk kebutuhan makanan pokok keluarganya karena kalaupun dijual harganya jauh di bawah harga tanaman pangan dan hortikultura lainnya seperti jagung, buah-buahan dan sayur-sayuran. Namun demikian petani pada umumnya juga menjual sebagian gabahnya untuk modal usahatani musim tanam berikutnya. Faktor penghambat kedua yang menyebabkan petani tidak mengikuti program pemupukan berimbang adalah biaya produksi yang tinggi. Petani menganggap bahwa setiap program pertanian yang ditawarkan pemerintah membutuhkan biaya produksi yang tinggi sehingga menciutkan semangat petani untuk mengikutinya. Misalnya dengan pemakaian varietas unggul berarti rakus dalam pemupukan, usahataninya harus dilakukan dengan sebaik-baiknya dan bila tidak dilakukan secara baik resiko kegagalan hasilnya tinggi. Akibatnya biaya produksi yang telah dikeluarkan petani tidak akan kembali dan tidak ada lagi modal usahatani untuk musim tanam berikutnya. faktor penghambat ketiga bagi petani tidak mengikuti program pemupukan berimbang adalah kekurangan modal usahatani yang dimiliki petani. Pemakaian varietas unggul yang rakus pemupukan membutuhkan biaya input yang lebih tinggi ditambah biaya produksi lainnya untuk upah pengolahan lahan dan tenaga kerja yang mahal menyebabkan petani tidak melakukan usahataninya secara baik dan sesuai dengan anjuran teknologi yang ada. Disamping petani harus membiayai usahataninya juga membiayai kebutuhan hidup keluarganya sedangkan keuangannya tidak mencukupi. Keterbatasan tenaga kerja juga merupakan faktor penghambat yang dirasakan petani dalam menerapkan program pemupukan berimbang. Upah tenaga

kerja yang relatif tinggi menurut petani mengindikasikan bahwa ketersediaan tenaga kerja untuk melakukan usahatani padi sawah tidak mencukupi. Kebanyakan petani mempunyai anggota keluarga rata-rata 4 orang. Kalaupun mempunyai anak, petani merasa tidak terlalu terbantu oleh anaknya karena harus bersekolah. Akibatnya petani memakai tenaga kerja luar keluarga yang berarti biaya yang harus dibayarkan secara langsung sebagai upah. Faktor lain yang menghambat penerapan program pemupukan berimbang adalah kekurangan air pengairan yang dirasakan petani tidak mencukupi untuk mensuplai air di lahan-lahan petani pada saat dibutuhkan. Penggunaan varietas unggul yang rakus pemupukan bila tidak terairi dengan baik akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman padi tidak akan baik dan pupuknya akan menjadi racun pada tanaman. Tujuan untuk mendapatkan produksi yang lebih baik tidak akan tercapai dan resiko kegagalan akan lebih tinggi. Beberapa petani ada yang berminat mengikuti program pemupukan berimbang tetapi lokasi lahan mereka tidak sehamparan, tidak satu kelompoktani dengan petani peserta program pemupukan berimbang sehingga tidak mengikuti program pemupukan berimbang. 6.1.2. Tingkat Penerapan Teknologi Pemupukan Berimbang Tingkat penerapan teknologi usahatani yang dilaksanakan oleh petani padi sawah di Kecamatan Plered dibedakan atas tingkat penerapan teknologi usahatani padi sawah oleh petani peserta program pemupukan berimbang dan petani non peserta program pemupukan berimbang. Analisis tingkat penerapan teknologi usahatani yang dilaksanakan oleh petani dihitung dengan persentase tingkat penerapan teknologi (% TPT) dengan memakai sistem skor.

Dari perhitungan hasil penelitian diperoleh % TPT rata-rata pada petani peserta program pemupukan berimbang sebesar 68.38 persen dan petani non peserta program pemupukan berimbang 60.70 persen. Adapun kategori tingkat penerapan teknologi pada kedua kelompok petani ini tergolong tingkat penerapan sedang (60 75 persen). Gambaran tentang % TPT masing-masing petani sampel dapat dilihat pada Lampiran 5. Dilihat dari lima komponen paket teknologi anjuran usahatani padi sawah di Kecamatan Plered seperti terlihat pada Tabel 5, komponen penerapan yang paling tinggi adalah pada komponen benih (pada petani peserta program pemupukan berimbang 99.44 persen). Hal ini disebabkan petani memperoleh benih unggul (berlabel) dari PT. Pertani sebagai penyalur benih dan pupuk dalam program pemupukan berimbang yang pembayarannya setelah panen (yarnen) sehingga biaya untuk input tersebut tidak menjadi masalah. Pada petani non peserta program pemupukan berimbang menyediakan/membeli sendiri benih sehingga petani dengan permasalahan kekurangan modal akan membeli sesuai dengan modal yang mereka miliki. Akibatnya untuk pembelian benih yang berlabel yang sesuai dengan anjuran teknologi usahatani padi yang direkomendasikan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta (2005) tidak dapat dipenuhi secara baik. Tingkat penerapan teknologi untuk benih pada petani non peserta program pemupukan berimbang 81.33 persen. Berarti untuk komponen benih, penerapan teknologinya termasuk kategori tinggi (> 75 persen). Pada komponen pupuk dan pemupukan, petani peserta program pemupukan berimbang telah melakukan pemupukan dengan pupuk anorganik sesuai anjuran (sekitar 78.67 persen). Tetapi, karena pada umumnya petani tidak menggunakan

pupuk organik (pupuk kandang/kompos), maka tingkat penerapan teknologi pada komponen tersebut menjadi rendah (53.83 persen), sedangkan pada petani non peserta program pemupukan berimbang 42.80 persen. Ada juga petani non peserta program pemupukan berimbang yang memberikan pupuk kandang pada tanaman padinya tetapi tidak menggunakan sama sekali pupuk anorganik karena ingin menerapkan pertanian organik. Tabel 5. Tingkat Penerapan Teknologi Pemupukan Berimbang pada Usahatani Padi Sawah di Kecamatan Plered No Uraian Nilai Nilai (% TPT) Total PB NPB PB NPB 1 Benih 150 149.17 122.00 99.44 81.33 2 Pupuk dan Pemupukan 200 107.67 85.60 53.83 42.80 3 Pengairan 50 40.00 40.00 80.00 80.00 4 Bercocok tanam 200 169.33 173.60 84.67 86.80 5 Perlindungan Tanaman 200 80.83 64.40 40.42 32.20 Total 800 547.00 485.60 68.38 60.70 Sumber: Data (diolah) Keterangan: PB = Petani Peserta Program Pemupukan Berimbang NPB = Petani Non Peserta Program Pemupukan Berimbang Pada komponen bercocoktanam, tingkat penerapan teknologi usahatani padi sawah oleh kedua kelompok petani (84.67 persen dan 86.80 persen) sudah termasuk kategori tingkat penerapan yang tinggi (>75 persen). Pada umumnya pengolahan tanah, jarak tanam, dan waktu penanaman sudah sesuai dengan teknologi yang dianjurkan. Pada komponen perlindungan tanaman, baik petani peserta program pemupukan berimbang maupun petani non peserta program pemupukan berimbang, tingkat penerapan teknologinya masih tergolong rendah (40.42 persen dan 32.20 persen) karena belum sepenuhnya menerapkannya sesuai anjuran. Petani beralasan bahwa pada pertanaman padinya, serangan OPT tidak mengkhawatirkan sehingga tidak perlu dilakukan perlindungan tanaman secara

intensif kecuali melakukan penyiangan. Walaupun demikian, masih ada beberapa petani (6 orang pada kelompok petani peserta program pemupukan berimbang dan 1 orang pada petani non peserta program pemupukan berimbang) yang melakukan perlindungan terhadap tanamannya dengan menyemprotkan pestisida alami yang dibuat sendiri hasil pembelajaran kelompoktani dengan pihak PPL dan Pemda Kabupaten Purwakarta. Dilihat dari potensi produksi varietas Ciherang dan Cigeulis yang telah dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005), produksi yang dapat dihasilkan dapat mencapai 8 ton/ha (lihat Lampiran 6 dan 7). Sedangkan produksi yang diperoleh petani peserta program pemupukan berimbang di Kecamatan Plered adalah 6.003 ton/ha dan produksi yang diperoleh petani yang tidak mengikuti (non) pemupukan berimbang sebesar 5.027 ton/ha. Perbedaan hasil yang diperoleh antara lembaga penelitian (Badan Litbang Pertanian) dengan hasil yang diperoleh petani di Kecamatan Plered merupakan peluang peningkatan produksi padi sawah dengan peningkatan penerapan teknologi yang dilakukan petani. Dilihat dari Tabel 5, komponen yang memberikan nilai lebih rendah dalam tingkat penerapan teknologi pemupukan berimbang adalah pada komponen pupuk dan pemupukan dan perlindungan tanaman. Dalam upaya peningkatan penerapan teknologi usahatani di Kecamatan Plered yang masih berada pada kategori sedang dapat ditingkatkan melalui komponen pupuk dan pemupukan dan perlindungan tanaman yang sesuai dengan rekomendasi yang telah ditetapkan. Dengan peningkatan penerapan teknologi tersebut diharapkan dapat memberikan peningkatan produksi padi sawah sesuai dengan sasaran yang diharapkan.

Diharapkan pada masa yang akan datang tingkat penerapan teknologi usahatani padi sawah di Kabupaten Purwakarta khususnya Kecamatan Plered dapat meningkat kepada kategori tinggi. Dengan adanya kebijakan pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian akan mengaktifkan kembali penyuluh pertanian dan akan mengangkat penyuluh pertanian yang masih berstatus honor untuk diangkat menjadi pegawai tetap. Penyuluh-penyuluh tersebut akan ditempatkan di seluruh pelosok Indonesia yang masih kekurangan tenaga penyuluh dalam mensosialisasikan teknologi-teknologi maju yang telah dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian serta lembaga-lembaga penelitian lainnya. 6.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani untuk Mengadopsi Teknologi Pemupukan Berimbang Analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi teknologi pemupukan berimbang menggunakan model logit. Dalam model ini dimasukkan variabel-variabel yang diduga berpenganuh terhadap keputusan petani dalam menerapkan teknologi usahataninya. Variabelvariabel tersebut meliputi pendidikan dan pengalaman berusahatani, luas lahan yang digunakan, biaya pupuk, resiko produksi, harga gabah, dan keuntungan yang diperoleh petani dari usahatani padinya, seperti terlihat pada Tabel 6. Data variabel-variabel yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9. Hasil pendugaan parameter fungsi logistik program pemupukan berimbang ditunjukkan oleh nilai Somers D. Untuk petani responden padi sawah di Kecamatan Plered nilai Somers D sebesar 0.7120, artinya variabel-variabel yang

dimasukkan dalam model ini mampu menerangkan sebesar 71.20 persen dari fenomena yang ada. Untuk melihat pengaruh masing-masing variabel dalam pengambilan keputusan untuk mengadopsi teknologi pemupukan berimbang dapat dilihat dari masing-masing parameter dugaan. Dari hasil analisis yang diperoleh (lihat Lampiran 10), tiga variabel sesuai dengan harapan yaitu harga gabah, biaya pupuk, dan luas lahan berpengaruh secara nyata pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, dan 10 persen. Variabel harga gabah, memberikan tanda positif dan berpengaruh nyata pada taraf 1 persen. Dilihat dari nilai odd ratio harga gabah sebesar 1.02, menjelaskan bahwa petani mempunyai peluang yang hampir sama dalam mengadopsi atau tidak mengadopsi teknologi pemupukan berimbang. Salah satu faktor penghambat bagi petani dalam menerapkan program pemupukan berimbang adalah tidak adanya jaminan harga gabah. Harga gabah yang tinggi merupakan insentif bagi petani untuk menerapkan teknologi baru yang menjanjikan produksi yang tinggi. Dengan demikian pendapatan yang diperoleh petani akan meningkat sesuai dengan harapan petani. Variabel biaya pupuk yang dikeluarkan, bertanda negatif dan berpengaruh nyata pada taraf 5 persen. Dari nilai odd ratio biaya pupuk dijelaskan bahwa petani mempunyai peluang yang sama dalam mengadopsi teknologi pemupukan berimbang. Biaya pupuk yang dikeluarkan petani berkaitan dengan modal usahatani yang dimiliki oleh petani. Pada umumnya, dalam pembiayaan usahataninya petani mempunyai masalah dengan kekurangan modal untuk membeli input produksi

(Fausiah, 2005). Teknologi baru yang membutuhkan biaya produksi tinggi sering tidak diterapkan petani dan lebih memilih usahatani tradisional yang tidak membutuhkan biaya besar. Tabel 6. Hasil Pendugaan Model Logit untuk Mengetahui Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani dalam Mengadopsi Teknologi Pemupukan Berimbang No Model Logit Variabel Parameter Dugaan Pr > ChiSq Odd Ratio 1 Luas Lahan 6.84770* 0.0822 941.696 2 Biaya Pupuk -0.00001** 0.0298 1.000 3 Resiko produksi -0.00010 0.8770 1.000 4 Harga Gabah 0.02140*** 0.0046 1.022 5 Keuntungan Usahatani -5.84E-7 0.2604 1.000 6 Pendidikan Petani -0.10330 0.6299 0.902 7 Pengalaman Usahatani -0.01800 0.6487 0.982 Sumber: Data (diolah) Keterangan: Taraf nyata α 1% (***), 5% (**), 10% (*) Variabel terakhir adalah luas lahan, bertanda positif dan berpengaruh nyata pada taraf 10 persen, artinya semakin luas lahan garapan semakin besar peluang petani dalam mengadopsi program pupuk berimbang. Nilai odd ratio luas lahan menunjukkan bahwa peluang petani dalam mengadopsi teknologi pemupukan berimbang cukup besar, yaitu 941.70 kali. Dari rata-rata luas lahan petani, petani peserta program pemupukan berimbang mempunyai lahan (0.57 ha) yang lebih luas dari lahan petani non peserta program pemupukan berimbang (0.43 ha). Biasanya petani yang berlahan luas pada umumnya tingkat perekonomiannya cukup baik (kaya). Berarti mereka tidak bermasalah dengan biaya usahatani yang akan dikeluarkan sehingga peluangnya dalam menerapkan teknologi baru lebih besar. Hasil yang sama juga diperoleh dari Buana (1997) yang menyatakan bahwa lahan merupakan faktor

penentu bagi petani dalam keputusan mengadopsi teknologi budidaya padi sawah di Kabupaten Kendari. 6.3. Pengaruh Program Pemupukan Berimbang terhadap Produksi dan Pendapatan Petani Padi Sawah 6.3.1. Pengaruh Program Pemupukan Berimbang terhadap Produksi Padi Sawah Pendugaan fungsi produksi ini menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas, seperti pada persamaan (4.3). Beberapa variabel produksi yang diduga mempengaruhi produksi padi sawah di Kecamatan Plered adalah luas lahan, jumlah benih, jumlah pupuk an-organik dan organik, jumlah pestisida, tenaga kerja dalam dan luar keluarga, dan peubah dummy program. Dari beberapa variabel di atas, digunakan variabel yang dianggap penting dan dapat mewakili fungsi produksi padi sawah yaitu luas lahan, jumlah benih, jumlah pupuk anorganik, tenaga kerja dalam dan luar keluarga. Tabel 7. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Program Pemupukan Berimbang di Kecamatan Plered Pupuk Berimbang Non Pupuk Berimbang Gabungan Tanpa Dummy Gabungan dengan Dummy Gabungan dengan Restriksi Model I Model II Model III Model IV Model V N 30 25 55 55 55 DF Error 24 19 49 48 50 SSE 0.47448 0.81687 1.70208 1.64882 1.76661 Intersep 2.36343 6.13236 6.69410 6.19719 6.66330 Lahan -0.29700 0.60814 0.88161** 0.67333* 0.81075** Benih 0.59982 0.03095-0.49747-0.20610-0.46060 Pupuk 0.45754** 0.33934 0.44594*** 0.37411** 0.45126*** TKDK 0.00341 0.14053 0.07861 0.06354 0.02947 TKLK 0.36065*** -0.02102 0.17982*** 0.15910** 0.16911** Dummy 0.08486 Restriksi 0.72923 R 2 0.9463 0.8398 0.9044 0.9054 0.9027 Sumber: Data (diolah) Keterangan: Taraf nyata α 1 persen (***), 5 persen (**), 10 persen (*)

Data yang dipakai untuk analisis pada pendugaan fungsi produksi berdasarkan luas lahan aktual petani. Hal ini disebabkan data yang berdasarkan luas lahan per hektar tidak memberikan hasil yang diharapkan. Peubah-peubah yang dimasukkan dalam model tidak mewakili, terlihat dari nilai R 2 yang kecil (0.4031). Pendugaan fungsi produksi seperti pada Tabel 7, terbagi menjadi 5 (lima) model meliputi fungsi produksi tunggal program pemupukan berimbang (Model I) bagi petani peserta program pemupukan berimbang, fungsi produksi tunggal non program pemupukan berimbang (Model II) bagi petani non peserta program pemupukan berimbang, fungsi produksi gabungan tanpa dummy program pemupukan berimbang (Model III), fungsi produksi gabungan dengan dummy program pemupukan berimbang (Model IV), dan fungsi produksi gabungan terestriksi (Model V), sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 11, 12, 13, 14, dan 15. Untuk mengetahui adanya perubahan/perbedaan teknologi pemupukan berimbang yang dilaksanakan pada usahatani padi sawah di Kecamatan Plered dilakukan analisis dengan uji F terhadap perbedaan slope dan intersep pada model I, II, III, dan IV. Untuk melihat perbedaan slope antara fungsi produksi program pupuk berimbang dan non pupuk berimbang dilakukan uji F pada model I dan model II terhadap model IV dan untuk melihat perbedaan intersep antara fungsi produksi program pemupukan berimbang dan non program pemupukan berimbang dilakukan uji F pada model III terhadap model IV (Tabel 8). Berdasarkan Tabel 8, hasil uji perbedaan slope antara model I, II dan Model IV didapatkan nilai F hitungnya (2.38) < F 0.05 (2.44), artinya tidak terdapat

perbedaan slope antara teknologi yang diterapkan petani peserta program pemupukan berimbang dengan petani non peserta program pemupukan berimbang di Kecamatan Plered. Sedangkan hasil uji F untuk mengetahui perbedaan intersep antara model III terhadap model IV didapatkan nilai F hitung (1.55) < F 0.05 (4.05), artinya intersep antara program pemupukan berimbang dan non program pemupukan berimbang juga tidak berbeda. Tabel 8. Uji Analisis Varian Fungsi Produksi Program Pemupukan Berimbang di Kecamatan Plered Sumber SS DF MS F-value Model I, II 1.29135 43 0.03003 Perbedaan slope 0.35747 5 0.07149 2.38075 Model IV 1.64882 48 0.03435 Perbedaan intersep 0.05326 1 0.05326 1.55051 Model III 1.70208 49 0.03474 Sumber: Data (diolah) Berdasarkan hasil uji tersebut, tidak terdapat perbedaan secara nyata teknologi yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Prered baik penerapan teknologi pada program pemupukan berimbang maupun non program pemupukan berimbang. Hal ini juga ditunjukkan dengan variabel dummy yang tidak signifikan. Untuk itu, dipilih model V sebagai fungsi produksi padi sawah di Kecamatan Plered dan digunakan untuk analisis selanjutnya. Untuk menguji apakah ekonomi skala usaha berada pada kondisi increasing, constant, atau decreasing return to scale maka dilakukan analisis ekonomi skala usaha. Caranya dengan menjumlahkan nilai parameter dugaan pada model V. Total nilai parameter dugaan adalah 1,0000 (artinya Σb i = 0). Nilai parameter input tetap (lahan) dan input tidak tetap (jumlah benih, jumlah pupuk an-organik,

dan jumlah tenaga kerja dalam dan luar keluarga) sama dengan satu menunjukkan skala usaha berada pada kondisi constant return to scale. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan adanya program pemupukan berimbang yang dilaksanakan di Kecamatan Plered Kabupaten Purwakarta memberikan peningkatan produksi padi sawah tetapi tidak secara signifikan. Kondisi ini terjadi karena beberapa permasalahan yang ditemui di lapangan. Salah satu anjuran teknologi Program Pemupukan Berimbang adalah jadwal pemupukan I pada 0 7 hst, tetapi tidak semua petani dapat melakukannya disebabkan datangnya suplai pupuk NPK yang terlambat sampai ada yang baru melakukan pemupukan 15 hst. Sementara kalau pemupukan I dilakukan pada 0 7 hst, pertumbuhan tanaman akan lebih bagus dan lebih tahan terhadap OPT dibandingkan dengan jadwal pemupukan I yang biasa dilakukan petani ± 15 hst (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta, 2005). Permasalahan lain yang mungkin menyebabkan program pemupukan berimbang tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada produksi petani adalah petani tidak melakukan pemupukan dengan pupuk organik, yang rekomendasinya untuk Kabupaten Purwakarta 200 500 kg/ha. Alasan petani tidak menggunakan pupuk kandang adalah susah mendapatkannya dan baunya yang tidak sedap. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2006), penggunaan pupuk/bahan organik baik berupa jerami padi maupun pupuk kandang akan meningkatkan efisiensi pemupukan dan kesuburan tanah sehingga produksi padi yang dihasilkan juga akan meningkat. Disamping itu, pemakaian pupuk an-organik (pupuk buatan N, P, dan K) tidak sesuai dengan rekomendasi baik dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan

Kabupaten Purwakarta maupun rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian (Peraturan Menteri Pertanian mengenai rekomendasi pemupukan N, P, dan K untuk padi sawah spesifik lokasi) untuk Kabupaten Purwakarta seperti terlihat pada Lampiran 16. Untuk pemakaian pupuk Urea, petani peserta program pemupukan berimbang (PB) menggunakan di atas rekomendasi (255 kg Urea/ha) dan petani non peserta program pemupukan berimbang (NPB) menggunakan di bawah rekomendasi (219 kg Urea/ha), yang dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 18. Menurut rekomendasi yang telah disesuaikan spesifik lokasi (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2006), pemakaian pupuk Urea sama dengan rekomendasi dari Dinas Pertanian Purwakarta (250 kg Urea/ha), SP-36 dan KCl masing-masing sebanyak 50 kg/ha (di bawah rekomendasi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta dan pemakaian petani). Pemakaian pupuk Urea, SP-36, dan KCl dapat ditekan bila pada waktu pengolahan lahan, jerami dikembalikan ke tanah dan bukan dibakar (akan menghemat pemakaian pupuk Urea dan KCl) serta penggunaan pupuk kandang (akan menghemat pemakaian pupuk Urea dan SP-36). Tabel 9. Penggunaan dan Rekomendasi Pupuk N, P, dan K di Kecamatan Plered Departemen Pertanian Jenis Phonska NPK DPP PB NPB Tanpa + 5 ton/ha + 2 ton/ha Pupuk BO Jerami Pupuk Urea 250 267 250 255 219 250 230 200 SP-36 125 67 100 92 105 50 50 0 KCl 75 53 100 62 58 50 0 30 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta (2005) dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2006) Keterangan: DPP = Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta PB = Petani Peserta Program Pemupukan Berimbang NPB = Petani Non Peserta Program Pemupukan Berimbang BO = Bahan Organik Formula Phonska = (N : P : K) = 15 : 15 : 15 Formula NPK = (N : P : K) = 30 : 8 : 6

Jadwal pemupukan dan penyiangan tanaman padi yang terjadi di lapangan saling mendahului, maksudnya ada beberapa petani yang melakukan penyiangan terlebih dahulu atau sebaliknya. Hal ini disebabkan karena kepentingan petani di luar usahataninya dan tenaga kerja yang tidak tersedia pada saat dibutuhkan. Menurut rekomendasi, kegiatan pemupukan dilakukan sebelum penyiangan, dan menurut Vergara (1995) sebaiknya 1 2 hari sebelum penyiangan agar pupuk yang diberikan terbenam ke dalam tanah dan tidak menguap atau hanyut bersama air sehingga dapat terserap oleh tanaman secara maksimal. Hal ini juga dapat mengefisienkan pemakaian pupuk yang diberikan. Pada awal tahun 2006 ini, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian mengenai rekomendasi pemupukan N, P, dan K untuk padi sawah spesifik lokasi (per kecamatan) pada 21 provinsi di Indonesia. Kecamatan Plered merupakan salah satu kecamatan yang telah mempunyai rekomendasi pupuk yang telah disesuaikan dengan spesifik lokasinya. Rekomendasi pupuk tersebut berupa kombinasi pemakaian pupuk/bahan organik (pupuk kandang, jerami padi) dan pupuk anorganik (N, P, K). Agar benar-benar spesifik lokasi dibantu dengan beberapa metode dan alat bantu peningkatan efisiensi pemupukan N, P, dan K untuk tanaman padi sawah, antara lain Bagan Warna Daun (BWD) untuk pemupukan N, Petak Omisi dan Paddy Soil Test Kit (Perangkat Uji Tanah Sawah) untuk pemupukan P dan K. Diharapkan dengan adanya rekomendasi tersebut, Program Pemupukan Berimbang ke depan akan memberikan hasil produksi seperti apa yang diinginkan.

Hasil pendugaan parameter fungsi produksi pada model V seperti terlihat pada Lampiran 15, memiliki nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0.9027 yang berarti keragaman variabel bebas (input luas lahan, jumlah benih, jumlah pupuk an-organik, dan tenaga kerja dalam dan luar keluarga) yang dimasukkan ke dalam model dapat menerangkan keragaman variabel terikat (produksi padi sawah) sebesar 90.27 persen, sedangkan sisanya diterangkan oleh faktor lainnya yang tidak termasuk di dalam model. Data variabel bebas dan variabel terikat fungsi produksi padi sawah di Kecamatan Plered dapat dilihat pada Lampiran 19 dan 20. Untuk melihat pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat, dapat dilihat dari masing-masing parameter dugaan pada Tabel 10. Parameter dugaan yang sesuai dengan harapan (tanda parameter dugaan yang positif dan mempunyai pengaruh secara nyata (signifikan) pada produksi padi sawah di Kecamatan Plered) adalah luas lahan, jumlah pupuk an-organik, jumlah tenaga kerja luar keluarga. Sedangkan parameter dugaan jumlah benih bertanda negatif dan tidak berpengaruh secara nyata sementara tenaga kerja dalam keluarga bertanda positif dan juga tidak berpengaruh secara nyata pada produksi padi sawah di Kecamatan Plered. Sesuai dengan program pemupukan berimbang, variabel jumlah pupuk anorganik bertanda positif dan berbeda nyata pada taraf 1 persen yang berarti variabel jumlah pupuk berpengaruh nyata pada produksi padi sawah di Kecamatan Plered. Besarnya nilai parameter dugaan jumlah pupuk 0.45126, setiap penambahan jumlah pupuk 1 persen akan meningkatkan produksi padi sawah sebesar 0.45 persen dengan asumsi faktor produksi lain tetap (cateris paribus).

Tabel 10. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Program Pemupukan Berimbang (Model V) di Kecamatan Plered Variabel Parameter Dugaan t-hitung Pr > I t I Lahan 0.81075** 2.32 0.0247 Benih -0.46060-1.29 0.2020 Pupuk An-organik 0.45126*** 3.39 0.0014 Tenaga Kerja Dalam Keluarga 0.02947 0.75 0.4585 Tenaga Kerja Luar Keluarga 0.16911** 2.66 0.0104 Restriksi 0.72923 1.35 0.1791 R 2 = 0.9132 Sumber: Data (diolah) Keterangan: Taraf nyata α 1 persen (***), 5 persen (**) Variabel jumlah tenaga kerja juga sesuai dengan harapan, parameter dugaan bertanda positif dan berbeda nyata pada taraf 5 persen yang berarti variabel jumlah tenaga kerja berpengaruh nyata pada produksi padi sawah di Kecamatan Plered. Besarnya nilai parameter dugaan jumlah tenaga kerja luar keluarga 0.16911, setiap penambahan jumlah tenaga kerja luar keluarga 1 persen akan meningkatkan produksi padi sawah sebesar 0.17 persen. Untuk variabel luas lahan sesuai dengan harapan, parameter dugaan bertanda positif dan berbeda nyata (signifikan) pada taraf 5 persen dengan nilai elastisitas 0.81075, artinya setiap penambahan luas lahan sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi padi sawah di Kecamatan Plered sebesar 0.81 persen. Untuk variabel jumlah benih tidak sesuai dengan harapan, parameter dugaan bertanda negatif dan tidak berbeda nyata terhadap produksi padi sawah di Kecamatan Plered. Kondisi ini didukung dari data di lapangan bahwa jumlah benih yang dipakai oleh petani di Kecamatan Plered (31.81 kg) telah melebihi jumlah rekomendasi dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta (30 kg). Hasil analisis ini juga didukung oleh penjelasan dari

Koordinator Penyuluh Pertanian Dinas Pertanian Tanaman Pangan Purwakarta yang menyatakan bahwa petani menggunakan benih melebihi rekomendasi yang telah ditetapkan untuk menghindari resiko kekurangan benih pada saat penanaman. Hasil penelitian di atas sesuai dengan pernyataan Feder, et al. (1985), luas lahan merupakan faktor penentu dalam produksi dan pendapatan usahatani yang diperoleh petani. Penelitian lain yang menunjukkan hasil yang sama adalah Kasryno (1999) yang menyatakan bahwa faktor produksi yang paling dominan mempengaruhi produksi padi di Pulau Jawa adalah lahan diikuti tenaga kerja, traktor, dan pupuk. Hal yang sama dinyatakan oleh Kalo (1983) dari hasil penelitiannya bahwa lahan merupakan faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap produksi padi di Indramayu dengan semakin baiknya jaringan irigasi sawah. Barhiman (1982) juga menyatakan bahwa faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap produksi padi di empat desa di Jawa Barat (Mariuk, Balida, Jatisari, dan Sentul) adalah luas lahan dan tenaga kerja dan berdasarkan masingmasing desa, Jatisari dan Sentul juga menunjukkan bahwa luas lahan merupakan faktor produksi yang paling berpengaruh secara nyata tetapi faktor tenaga kerja tidak berpengaruh nyata karena ketersediaan tenaga kerja dalam usahatani relatif cukup banyak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perluasan areal tanam sawah masih dapat dilakukankan dalam peningkatan produksi padi baik secara perluasan areal tanam baru maupun dengan peningkatan Indeks Pertanaman (IP) padi.

Berbeda kondisinya di daerah penelitian, ketersediaan tenaga kerja dirasakan kurang oleh petani dalam melakukan usahataninya. Hal ini disebabkan berkurangnya minat masyarakat terutama anak mudanya untuk bekerja di sektor pertanian. Mereka lebih tertarik untuk bekerja di sektor lain seperti industri atau menjadi tenaga kerja di kota bahkan menjadi tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Pupuk merupakan sarana produksi (saprodi) yang cukup penting dalam peningkatan produksi padi. Berdasarkan evaluasi Bank Dunia, pemupukan memberikan sumbangan 4 persen (disamping kecukupan air irigasi 16 persen dan varietas unggul modern 5 persen) dan secara bersama-sama memberikan sumbangan 75 persen terhadap laju kenaikan produksi padi menjelang tercapainya swasembada beras pada tahun 1984 (Balai Penelitian Tanaman Padi, 2003). Pupuk adalah nutrisi tanaman padi yang berguna dalam proses pertumbuhannya untuk menghasilkan gabah yang banyak dan berkualitas. Pemberian pupuk yang tepat (6 tepat) akan memberikan hasil padi sesuai dengan yang diharapkan. Varietas unggul modern yang dikembangkan melalui strategi pemuliaan Revolusi Hijau (Balai Penelitian Tanaman Padi, 2003) telah mendominasi >90 persen areal pertanaman padi di Indonesia (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2006). Varietas tersebut responsif terhadap pemupukan (terutama N, P, dan K). Hal ini mendukung hasil uji di atas yang menyatakan bahwa pemupukan yang dilakukan petani di Kecamatan Plered terhadap tanaman padinya dapat meningkatkan produksi. Dampak dari penanaman varietas unggul modern, penggunaan pupuk dalam dosis tinggi. Rekomendasi pemupukan yang dianjurkan merupakan rekomendasi

pupuk secara umum dan berlaku di semua daerah di Indonesia tanpa menguji ketersediaan hara dalam tanah. Akibatnya merusak kondisi lahan dan lingkungan, timbulnya hama dan penyakit baru tanaman (Muntoya, 1994) serta efisiensi pemupukan terabaikan. Untuk mencegah terjadinya dampak negatif di atas secara berkelanjutan, telah dikeluarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 01/Kpts/SR.130/1/2006 mengenai rekomendasi pemupukan N, P, dan K pada padi sawah secara spesifik lokasi. Rekomendasi berdasarkan ketersediaan hara di dalam tanah dan kebutuhan tanaman terhadap pupuk sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. 6.3.2. Pengaruh Program Pemupukan Berimbang terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah Tujuan dari pelaksanaan Program Pemupukan Berimbang khususnya pada usahatani padi sawah di Kecamatan Plered Kabupaten Purwakarta adalah untuk meningkatkan produktivitas dan produksi padi yang dihasilkan serta diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani. Produksi padi yang dihasilkan merupakan kombinasi dari penggunaan input produksi (benih, pupuk, pestisida) dan dipengaruhi oleh kondisi fisik dan biologi tanaman, lingkungan dan tingkat penerapan teknologi yang dianjurkan. Pendapatan yang diperoleh petani tergantung dari besarnya biaya produksi yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh petani dari produksi yang diterimanya. Tabel 11 menyajikan perbandingan struktur pembiayaan, penerimaan, pendapatan dan keuntungan usahatani padi sawah pada petani peserta program pemupukan berimbang dan petani non peserta program pemupukan berimbang di Kecamatan Plered.

Hadisaputro (1973) membagi biaya yang dikeluarkan dalam melakukan usahatani atas biaya yang dibayarkan dan biaya yang diperhitungkan. Biaya yang dibayarkan adalah biaya tunai dalam proses produksi yang dikeluarkan petani untuk pembelian benih, pupuk, pestisida, upah tenaga kerja luar keluarga dan borongan, iuran PBB dan iuran P3AMC (Petugas Pengelola dan Pengatur Air Irigasi Mitra Cai), dan bagi hasil yang dibayarkan (penyakap). Biaya yang diperhitungkan adalah upah tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan (pemilik lahan), pemakaian benih dari hasil panen yang lalu, dan bunga modal (biaya yang dibayarkan). Dari tabel tersebut terlihat bahwa komponen biaya terbesar pada usahatani padi, baik peserta program pemupukan berimbang maupun non peserta program pemupukan berimbang adalah upah tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Biaya yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja (tenaga kerja dalam dan luar keluarga dan borongan untuk pekerjaan pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, penyiangan, pengendalian OPT, dan pemanenan) ini mencapai Rp 2 140 936 atau 51 persen dan Rp 1 935 000 atau 49 persen dari total biaya produksi untuk peserta program pemupukan berimbang dan non peserta program pemupukan berimbang. Penelitian lain tentang analisis usahatani padi sawah juga memberikan hasil yang sama. Surya (2002), melakukan perhitungan usahatani padi sawah. Hasilnya, 45.89 persen dari total biaya usahatani merupakan biaya untuk tenaga kerja pada usahatani yang menerapkan metode PHT dan 52.06 persen untuk konvensional. Produksi yang dihasilkan petani peserta program pemupukan berimbang sebesar 6 003 kg dengan keuntungan yang diperoleh Rp 4 011 378 dibandingkan dengan produksi yang dihasilkan petani non peserta program pemupukan

berimbang sebesar 5 027 kg dengan keuntungan Rp 3 163 183 per musim tanam. Dengan mengikuti program pemupukan berimbang. akan dikeluarkan tambahan biaya produksi sebesar Rp 259 343 untuk menghasilkan tambahan produksi sebesar 976 kg. Tabel 11. Struktur Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah di Kecamatan Plered Program Pupuk Non Program Pupuk N Uraian Berimbang Berimbang o Nilai (%) Nilai (%) 1 Benih (kg) 29.56 31.81 2 Pupuk Pupuk An-organik (kg) 414.91 387.31 Pupuk Organik (kg) - 50.93 3 Pestisida (ltr) 2.46 0.65 4 Tenaga Kerja TKDK (HKP) 20.36 24.50 TKLK (HKP) 87.32 72.09 5 Produksi (kg) 6 003 5.027 6 Penerimaan = A (Rp) 8 240 556 7 133 019 7 Biaya Dibayarkan = B (Rp) 2 735 249 64.68 2 458 671 61.93 a. Benih 103 465 3.78 78 796 3.20 b. Pupuk 657 734 24.05 547 907 22.28 c. Pestisida 10 789 0.39 2 454 0.10 d. Upah TKLK 1 474 971 53.92 1 215 648 49.44 e. Upah Borongan 309 649 11.32 297 222 12.09 f. Iuran P3AMC 66 365 2.43 65 946 2.68 g. Sakap (Penyakap) 98 575 3.60 240 926 9.80 h. PBB (Pemilik lahan) 13 702 0.50 9 771 0.40 8 Biaya Diperhitungkan = C (Rp) 1 493 929 35.32 1 511 165 38.07 a. Upah TKDK 356 316 23.85 422 130 27.93 b. Sewa Lahan (Pemilik lahan) 970 760 64.98 930 556 6.58 c. Benih panen lalu - - 11 481 0.76 d. Bunga modal 166 853 11.17 146 998 9.73 9 Biaya Total = B + C (Rp) 4 229 178 3 969 835 10 Pendapatan = A B (Rp) 5 505 307 4 674 348 11 Keuntungan = A (B + C) (Rp) 4 011 378 3 163 183 12 R/C ratio 1.95 1.80 Sumber: Data (diolah) Usahatani yang dilakukan oleh petani peserta program pemupukan berimbang memerlukan biaya tunai yang lebih besar (Rp 2 735 249) dibandingkan usahatani non peserta program pemupukan berimbang, yaitu Rp 2 458 671 per

musim tanam. Jumlah ini menggambarkan modal usahatani yang harus disediakan petani. Tingginya biaya ini dikarenakan adanya penanaman padi varietas unggul (berlabel) yang harganya lebih mahal dibandingkan dengan benih yang dibeli di kios atau dari panen sebelumnya (tidak berlabel), pemupukan berimbang dengan pupuk majemuk dengan rekomendasi pupuk yang cukup banyak, dan upah tenaga kerja luar keluarga. Dari nilai R/C ratio, petani peserta program pemupukan berimbang mempunyai nilai R/C ratio sebesar 1.95, artinya petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.95 untuk setiap rupiah yang dikeluarkannya untuk biaya produksi. Sedangkan bagi petani non peserta program pemupukan berimbang nilai R/C rationya lebih rendah, yaitu 1.80 yang artinya petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.80 untuk setiap rupiah yang dikeluarkan. Data biaya, penerimaan, pendapatan, dan keuntungan usahatani padi sawah di Kecamatan Plered dapat dilihat pada Lampiran 21 dan 22. Selain bertanam padi, sebagian petani juga mengelola usahatani lain seperti tanaman palawija, tanaman perkebunan, sayunan, buah-buahan, peternakan, dan perikanan. Disamping bertani, untuk memenuhi kebutuhan keluarganya petani juga ada yang berdagang dan membuat keramik, dimana Kecamatan Plered merupakan pusat kerajinan keramik di Jawa Barat. Adanya pekerjaan-pekerjaan selain bertanam padi ini dirasakan petani sangat membantu, karena pendapatan yang diperolehnya dari pekerjaan ini memberikan kontribusi yang berarti untuk mencukupi kebutuhan hidup petani dan keluarganya.