HUBUNGAN KADAR IgE SPESIFIK DENGAN DERAJAT KEPARAHAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat

BAB 1 PENDAHULUAN. dermatitis yang paling umum pada bayi dan anak. 2 Nama lain untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan. peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit. peradangan kulit kronik spesifik yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB 1 PENDAHULUAN. imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. imun. Antibodi yang biasanya berperan dalam reaksi alergi adalah IgE ( IgEmediated

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. Royong I Surabaya terhadap 75 anak umur 2-14 tahun sejak 8 Juni-9 Agtustus

INTERLEUKIN-31 SERUM PADA DERMATITIS ATOPIK ANAK SERUM OF INTERLEUKIN-31 IN PAEDIATRIC ATOPIC DERMATITIS

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PREVALENSI WHITE DERMOGRAPHISM PADA DERMATITIS ATOPIK DI POLI ANAK KLINIK PRATAMA GOTONG ROYONG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. : Ilmu penyakit kulit dan kelamin. : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr.

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Permasalahan. Alergen adalah zat yang biasanya tidak berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi

Profil Kadar IgE Spesifik Kacang Tanah Pada Dermatitis Atopik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,bersifat kronis

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. dermatitis atopik. White Dermographism pertama kali dideskripsikan oleh Marey

PENGOBATAN DINI ANAK ATOPI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengganggu aktivitas sosial (Bousquet, et.al, 2008). Sebagian besar penderita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN. Pada penelitian ini didapatkan insiden terjadinya dermatitis atopik dalam 4 bulan pertama

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

HUBUNGAN TINGKAT STRES TERHADAP PENINGKATAN RISIKO TERJADINYA DERMATITIS ATOPIK PADA REMAJA DI SMP NEGERI 8 SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PROFIL PENDERITA ALERGI DENGAN HASIL SKIN PRICK TEST TDR POSITIF DI POLIKLINIK ALERGI-IMUNOLOGI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia

BAB 3. METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan potong

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Relationship between the Degree of Severity Atopic Dermatitis with Quality of Life Patiens in Abdul Moeloek Hospital Lampung

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

LAPORAN KASUS DERMATITIS ATOPIK

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN TINGKAT KEJADIAN DERMATITIS ATOPI PADA BALITA DI RSUD DR. SOEDJATI PURWODADI

BAB 1 PENDAHULUAN. immunoglobulin E sebagai respon terhadap alergen. Manifestasi yang dapat

Validitas Hasil Pemeriksaan Skin Prick Test terhadap Imunoglobulin E RAST Tungau Debu Rumah dan Debu Rumah pada Dermatitis Atopik

Jumlah Kolonisasi Staphylococcus aureus dan IgE Spesifik terhadap Enterotoksin Staphylococcus aureus pada Dermatitis Atopik

BAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. gambaran dermatitis atopik pada anak usia 0 7 tahun yang terpapar. diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

Peran Hipersensitivitas Makanan pada Dermatitis Atopik

BAB 3. METODOLOGI. Uji klinis acak tersamar tunggal untuk membandingkan efek vitamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh Coca dan Coke pada tahun 1923 yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok

ABSTRAK GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA BAYI DI RSU HERMINA KOTA BOGOR

ABSTRAK GAMBARAN ALERGEN PASIEN RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia atau iritan, iatrogenik, paparan di tempat kerja atau okupasional

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Alergi merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Prevalensi

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi masyarakat yang menderita alergi. Suatu survei yang dilakukan oleh World

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Alergi merupakan respon imun yang abnormal dari tubuh. Reaksi alergi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB II LANDASAN TEORI. ke waktu karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta. pemahaman mengenai patologi, patofisiologi, imunologi, dan genetik

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit inflamasi kulit

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. karena berperan terhadap timbulnya reaksi alergi seperti asma, dermatitis kontak,

127 Dermatitis Atopik

BAB I PENDAHULUAN. Reaksi alergi dapat menyerang beberapa organ dan pada setiap kelompok usia.

RIWAYAT ATOPI PADA PASIEN DENGAN KELUHAN GATAL DI POLI PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG SURABAYA SKRIPSI

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

- Asma pada Anak. Arwin AP Akib. Patogenesis

Prevalensi penyakit alergi dilaporkan meningkat,

PROFIL DERMATITIS ATOPIK DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R.D KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. Kelamin Rumah Sakit Gotong Royong Surabaya Periode 16 Juni. 2. Pada 6 orang pasien yang memiliki riwayat Rinitis Alergi,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Efek Lactobacillus plantarum terhadap Imunoglobulin E Serum Total dan Indeks Scoring Atopic Dermatitis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan seperti trauma, infeksi atau obat-obatan (Van de Kerkhof, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil. meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada

HUBUNGAN KADAR IgE TOTAL SERUM DAN DERMATITIS NUMULARIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

SKRIPSI GAMBARAN TINGKAT KEPARAHAN DERMATITIS ATOPIK DAN KUALITAS HIDUP PASIEN DI KLINIK PRATAMA GOTONG ROYONG I SURABAYA

Transkripsi:

Artikel Asli HUBUNGAN KADAR IgE SPESIFIK DENGAN DERAJAT KEPARAHAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK ABSTRAK kondisi atopi lain, pada DA terdapat peningkatan konsentrasi serum antibodi IgE terhadap alergen hirup dan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan derajat keparahan DA pada anak dengan memenuhi kriteria inklusi. Derajat keparahan diukur dengan scoring atopic dermatitis (p=1,000), dan apel (p=1,000) tidak memiliki hubungan bermakna dengan derajat keparahan DA. Dapat disimpulkan bahwa kadar IgE spesifik alergen birch, tungau debu rumah, susu sapi, beras, kentang, dan apel tidak berpengaruh terhadap derajat keparahan DA. Kata kunci : Korespondensi: Gedung Radiopoetro lantai 3 Jalan Farmako, Yogyakarta 55281 Telp/Fax: 0274 560700 email: danarti@ugm.ac.id ABSTRACT serum concentrations of IgE antibodies against inhaled allergens and food allergens, which can be considered Keywords: 94

R Danarti, dkk. PENDAHULUAN kulit yang bersifat kronis, dimulai pada masa bayi, dengan perjalanan penyakit yang sering kambuh. 1,2 Patofisiologi DA sangat kompleks meliputi interaksi antara predisposisi genetik dan faktor pemicu eksogen, antara lain alergen hirup, makanan, bahan iritatif, dan mikroorganisme misalnya Staphylococcus aureus dan Malassezia sp. Semua faktor tersebut berkontribusi terhadap perkembangan dan keparahan DA.1 Hasil penelitian di Eropa Utara menunjukkan bahwa prevalensi dermatitis atopik pada anak bervariasi antara 1-20%. Pada sekitar 45% anak, awitan DA terjadi pada 6 bulan awal kehidupan, 60% selama tahun pertama kehidupan, dan 85% sebelum usia 5 tahun. Pada anak dengan awitan kurang dari 2 tahun, 20% mengalami manifestasi persisten dan 17% dengan gejala intermiten hingga usia 7 tahun.3 Sayangnya sebagian besar penelitian tentang DA berdasarkan pada populasi negara barat, dan hanya sedikit data didapatkan pada populasi negara berkembang. Terdapat berbagai kriteria untuk mendiagnosis DA, yang tersering dipakai untuk kepentingan penelitian adalah DA ditegakkan berdasarkan 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor. Kriteria mayor meliputi rasa gatal, kemerahan pada wajah dan/atau sisi ekstensor pada bayi dan anak, besar, kecenderungan kekambuhan dermatitis secara kronis, dan terdapat riwayat penyakit atopik, yaitu asma, rinitis alergika, dan dermatitis atopik pada diri sendiri maupun keluarga. Kriteria minor meliputi kulit kering, lipatan Dennie-Morgan pada kelopak mata, allergic shiners, wajah pucat, pitiriasis alba, keratosis pilaris, iktiosis vulgaris, konjungtivitis, keratokonus, katarak subkapsular anterior, peningkatan IgE serum, dan reaktivitas terhadap tes kulit tipe cepat. 4 Sekitar 80% DA pada dewasa dikaitkan dengan peningkatan kadar IgE serum (>150 kui -1 ), sensitisasi alergen hirup dan alergen makanan dan/atau alergi makanan yang terjadi bersamaan, rinitis alergi, dan asma. Data epidemiologis saat ini menunjukkan kontribusi IgE terhadap awitan dan perjalanan DA, khususnya pada pasien dengan kondisi yang parah. 1 antigen lingkungan dapat dideteksi pada sebagian besar pasien DA. Hampir 100% anak dengan atopi respiratorik, pemeriksaan radioallergosorbent test (RAST) menunjukkan hasil positif terhadap aeroalergen dan 80% positif terhadap alergen makanan. Pada anak dengan DA saja, peningkatan terhadap aeroalergen atau alergen makanan. Kadar IgE secara umum berkaitan dengan keparahan dermatitis dan meningkat secara pesat bila disertai atopi respiratorik yang terjadi bersamaan. 5 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara derajat keparahan DA pada BAHAN DAN CARA Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik potong lintang. Penelitian dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada periode Januari - Desember 2012. Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan kriteria Hanifin dan Rajka. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi diikutsertakan dalam penelitian. Kriteria eksklusi yaitu 1). sedang dalam terapi imunomodulator sistemik, 2). penggunaan kortikosteroid topikal, dan 3). konsumsi antihistamin. Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan kelaikan etik dari Komite Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Derajat keparahan DA diukur dengan Scoring atopic dermatitis (SCORAD) oleh satu peneliti yang tidak melakukan pemeriksaan fisik untuk mengurangi bias. Pada penelitian ini indeks SCORAD yang dinilai adalah SCORAD objektif, yaitu dengan menghilangkan parameter subjektif berupa gatal dan gangguan tidur. Dengan demikian, kriteria yang diukur dengan SCORAD pada penelitian ini berupa keparahan lesi (luas area yang mengalami lesi) dan intensitas (eritema, edema/papul,, dan kekeringan kulit). Total nilai SCORAD dihitung dengan rumus A/5 + 7B/2. Pada formula ini A adalah keparahan lesi (rentang nilai 0-100) dan B adalah intensitas (rentang nilai 0-18). Hasil indeks SCORAD objektif dalam penelitian ini digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu ringan (nilai <15), sedang (nilai 15-40), dan berat (nilai >40). Kadar IgE spesifik diukur menggunakan test kit yang menggunakan metode test (EAST). merupakan semikuantitatif untuk mendeteksi antibodi terhadap alergen hirup dan makanan. Inkubasi pertama dilakukan setelah test strip dilembabkan dan direaksikan dengan serum pasien. Apabila sampel darah positif terhadap alergen, mendeteksi ikatan antibodi tersebut diperlukan inkubasi kedua menggunakan human IgE yang mengkatalisis reaksi warna. Darah subjek penelitian diambil dari vena mediana cubiti. Dua puluh alergen diujikan meliputi mugwort, birch, kucing, anjing, kuda, tungau debu rumah, 95

MDVI Cladosporium herbarum, Alternaria alternata, putih telur, hazelnut, wortel, kentang, dan apel. 5 Pada penelitian ini, nilai positif apabila konsentrasi IgE <0,35 ku/l, dan nilai negatif apabila konsentrasi IgE >0,35 ku/l. Hubungan dengan uji non-parametrik Kolmogorov-Smirnov dengan kemaknaan p<0,05. HASIL PENELITIAN Dua puluh enam anak menjalani pemeriksaan klinis. Diagnosis DA ditegakkan dengan kriteria Hanifin dan Rajka. Subjek yang bersedia ikut dalam penelitian ini dan terpilih berdasarkan kriteria penelitian sebanyak 26 orang terdiri atas 15 laki-laki (57,7%) dan 11 perempuan (42,3%) dengan rentang usia 1 hingga 18 tahun (rerata 8,23 tahun; simpang baku 4,24 tahun). Nilai median indeks SCORAD objektif adalah 38,69 (bervariasi antara 12,04 69,80); sebanyak 20 orang dari 26 subjek penelitian (76,9%) nilai SCORAD objektif >40 (DA berat), 4/26 (15,4%) nilai SCORAD objektif antara 15 dan 40 (DA sedang), dan 2/26 (7.7%) nilai SCORAD objektif <15 (DA ringan). Alergen terbanyak yang memberikan nilai positif pada penelitian ini adalah beras (65,38%), apel (65,38%), kentang (61,54%), birch (53,85%), tungau debu rumah (53,85%), dan susu sapi (53,85%). Hubungan antara IgE Tabel 1. Derajat keparahan DA n (%) p Ringan Sedang Berat Jumlah Birch Positif 0 (0) 9 (34,6) 5 (19,2) 14 (53,8) 0,973 Negatif 2 (7,7) 5 (19,2) 5 (19,2) 12 (46,1) Tungau debu rumah Positif 1 (3,8) 6 (23,1) 7 (26,9) 14 (53,8) 0,973 Negatif 1 (3,8) 8 (30,8) 3 (11,5) 12 (46,1) Susu sapi Positif 0 (0) 6 (23,1) 8 (30,8) 14 (53,9) 0,973 Negatif 2 (7,7) 8 (30,8) 2 (7,7) 12 (46,2) Beras Positif 2 (7,7) 6 (23,1) 9 (34,6) 17 (65,4) 0,999 Negatif 0 (0) 8 (30,8) 1 (3,8) 9 (34,6) Kentang Positif 1 (3,8) 8 (30,8) 7 (26,9) 16 (61,5) 1,000 Negatif 1 (3,8) 6 (23,1) 3 (11,5) 10 (38,4) Apel Positif 1 (3,8) 9 (34,6) 7 (26,9) 17 (65,3) 1,000 Negatif 1 (3,8) 5 (19,2) 3(11,5) 9 (34,5) 14. *p<0.05 menggunakan Kolmogorov-Smirnov DA= dermatitis atopik Hasil uji statistik dengan Kolmogorov-Smirnov birch, tungau debu rumah, susu sapi, beras, kentang, dan apel tidak memiliki hubungan secara bermakna dengan derajat keparahan DA (p>0,05). DISKUSI Faktor eksogen maupun endogen, antara lain alergen alergi. Sebagian pasien DA juga dilaporkan menderita alergi makanan. Meskipun pola reaksi klinis terhadap alergen makanan dapat dijelaskan dengan baik, namun patogenesisnya belum sepenuhnya dapat dipahami. 6 IgE spesifik berperan penting dalam inflamasi kulit melalui aktivasi sel mast dan sel dendritik. Pelepasan histamin yang diperantarai IgE oleh sel mast akan memicu DA melalui siklus gatal-garuk. Selain itu, keparahan limfosit T, sel penyaji antigen, dan keratinosit. 1 Penyakit alergi seperti rinitis alergika, asma, dermatitis obat, racun serangga, dan alergen lain membutuhkan identifikasi pemicu spesifik untuk dapat ditatalaksana dengan tepat. Respons terhadap alergi yang diperantarai antibodi IgE dapat dideteksi dengan uji atau uji kulit. 7 Pada penelitian ini dilakukan uji IgE spesifik terhadap alergen hirup dan makanan. Alergen hirup mampu menembus epidermis dan memengaruhi keparahan DA melalui tiga mekanisme, yaitu aktivitas enzim proteolitik, aktivasi (PAR-2), serta ikatan IgE yang selanjutnya akan menyebabkan 8 Dua alergen hirup terbanyak yang didapatkan 96

R Danarti, dkk. pada penelitian ini adalah birch (53,85%) dan tungau debu rumah (53,85%). Birch merupakan pollen yang dalam studi terdahulu dinyatakan berkontribusi sebagai pemicu eksaserbasi rinitis alergika, konjungtivitis, asma, dan DA akibat aktivitas protease yang dihasilkan. Protease tersebut menimbulkan sensitisasi atau eksaserbasi dengan memfasilitasi alergen untuk menembus sawar jaringan, memecah berbagai molekul, serta memodulasi fungsi berbagai sel dan respons imun. 9 Sementara itu, tungau debu rumah (Dermatophagoides sp.) merupakan salah satu alergen hirup tersering yang mempengaruhi lebih dari 15-20% populasi negara industri. 10 Protein yang dihasilkan tungau debu rumah memiliki aktivitas proteolitik di kulit yang akan merusak sawar kulit pasien DA. Protease serta mengaktivasi keratinosit sehingga memproduksi interleukin (IL)-6, IL-8, dan (GM-CSF). 8 Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan antara kadar keparahan DA, masing-masing dengan nilai p=0,973. Hal ini berbeda dengan studi sebelumnya yang menyatakan DA secara bermakna. 5 Hipersensitivitas terhadap makanan pada DA dapat terjadi akibat hipersensitivitas yang diperantarai IgE atau hipersensitivitas tipe lambat. Prevalensi hipersensitivitas terhadap makanan pada DA sangat bervariasi di berbagai kelompok usia, negara, saat dilakukan penelitian, serta bergantung pada metode pengujian. 11 Sejumlah studi menunjukkan perbaikan DA setelah menghindari makanan tertentu. Hasil studi di laboratorium juga mendukung peran IgE spesifik makanan dalam patogenesis DA, meliputi pola ekspresi sitokin pada Th2 pada lesi akut DA. 12 Alergi makanan merupakan faktor risiko perkembangan, persistensi, dan eksaserbasi DA. Dalam satu studi dinyatakan makanan memicu DA pada 30-40% anak dengan DA sedang hingga berat. 13 Alergen makanan terbanyak yang didapatkan pada penelitian ini adalah beras (65,38%), apel (65.38%), kentang (61,54%), dan susu sapi (53,85%), namun tidak ada hubungan yang bermakna antara kadar IgE spesifik terhadap berbagai alergen makanan tersebut dengan keparahan DA. Beberapa kemungkinan terkait dengan hasil penelitian ini adalah bahwa penelitian dilakukan secara potong lintang sehingga terdapat satu kelemahan yaitu jumlah subjek pada kedua kelompok tidak seimbang. Perbedaan antara jumlah subjek pada kelompok DA derajat ringan yaitu 2 orang (7,7%); DA derajat sedang 4 orang (15,4%); sedangkan DA derajat berat 20 orang (76,9%). Perbedaan tersebut memungkinkan terjadi ketidakbermaknaan hubungan antara kadar IgE spesifik dengan derajat keparahan DA. Jumlah subjek dalam penelitian ini juga sedikit, yaitu 26 orang, sehingga belum bisa mewakili populasi pasien DA di Yogyakarta, khususnya yang berkunjung ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. berdasarkan ada tidaknya IgE spesifik terhadap alergen lingkungan dan makanan. Tipe intrinsik menunjukkan kadar IgE normal, tidak terdapat IgE spesifik, tidak berkaitan dengan penyakit respirasi misalnya asma bronkial maupun rinitis alergika, serta hasil uji tes tusuk negatif terhadap alergen hirup maupun makanan. Pasien DA tipe infantil lebih cenderung alergi makanan, sedangkan alergen lingkungan lebih sering terjadi pada dewasa. 2 Pada pasien DA anak, kadar IgE yang rendah dan sensitisasi tidak terdeteksi dapat berkembang menjadi varian ekstrinsik DA, yaitu terjadi peningkatan kadar IgE serum dan sensitisasi terhadap alergen hirup maupun makanan dalam periode kehidupan selanjutnya. 1 Dalam penelitian ini, masih ada kemungkinan DA pada subjek merupakan tipe intrinsik. KESIMPULAN Kadar IgE spesifik terhadap alergen birch, tungau debu rumah, beras, apel, kentang, dan susu sapi, tidak berpengaruh pada derajat keparahan DA. Meskipun terdapat beberapa kelemahan dalam penelitian ini, namun diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi untuk lebih memahami kaitan antara keparahan dermatitis UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini didanai sebagian oleh Hibah Penelitian Dana Masyarakat tahun 2011 Fakultas Kedokteran UGM. Ucapan terima kasih ditujukan kepada semua pasien yang bersedia ikut serta pada penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA in the development of atopic dermatitis. J Invest Dermatol. 2009;129:1878-91. 2. Tokura Y. Extrinsic and intrinsic types of atopic dermatitis. J Dermatol Sci. 2010;58:1-7. 3. Akdis C, Akdis M, Bieber T, Bindslev-Jensen C, Boguniewicz M, Eigenmann P, dkk. Diagnosis and treatment of atopic dermatitis in children and adults: European Academy of Allergology and Clinical Immunology/ American Academy of Allergy, Asthma and Immunology/PRACTALL Consensus Report. J Allergy Clin Immunol. 2006;118:152-69. Wolff K, Leffel DJ, Paller AS, Gilchrest BA, Katz SI, Goldsmith LA, penyunting. Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw Hill Companies; 2012. h. 165-74. of atopic dermatitis. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2008;74:100-5. 97

MDVI 6. Heratizadeh A, Wichmann K, Werfel T. Food allergy and atopic dermatitis: How are they connected? Curr Allergy Asthma Rep. 2011;11:284-91. IgE tests. Pediatrics. 2012;129:193-7. 8. Hostetler SG, Kaffenberger B, Hostetler T, Zirwas MJ. The role of airborne proteins in atopic dermatitis. J Clin Aesthet Dermatol. 2010;3:22-31. 9. Gunawan H, Takai T, Ikeda S, Okumura K, Ogawa H. Protease activity of allergenic pollen of cedar, cypress, juniper, birch and ragweed. Allergol Int. 2008;57:83-91. 10. Jacquet A. Innate immune responses in house dust mite allergy. ISRN Allergy. 2013. Article ID:735031. 11. Kim HO, Cho SI, Kim JH, Chung BY, Cho HJ, Park CW, dkk. Food hypersensitivity in patients with childhood atopic dermatitis in Korea. Ann Dermatol. 2013;25:196-202. Immunol. 2007;18:63-70. 13. Lee J-M, Yoon J-S, Jeon S-A, Lee S-Y. Sensitization patterns of cow s milk and mayor components in young children with atopic dermatitis. Asia Pac Allergy. 2013;3:179-85. 98