BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengganggu aktivitas sosial (Bousquet, et.al, 2008). Sebagian besar penderita
|
|
- Susanti Sudjarwadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi merupakan masalah kesehatan global dengan prevalensi yang terus meningkat serta dapat berdampak pada penurunan kualitas hidup penderitanya, berkurangnya produktivitas kerja dan prestasi sekolah, serta dapat mengganggu aktivitas sosial (Bousquet, et.al, 2008). Sebagian besar penderita Rinitis alergi dialami pada masa kanak-kanak. Prevalensi mencapai 35% hingga 40% pada usia 3-18 tahun. Rinitis alergi musiman muncul pada usia 2 tahun dan meningkat perlahan hingga 15% pada usia 7 tahun. Diperkirakan, di dunia, antara 1% dan 20% anak dan dewasa muda memiliki asma dan sekitar 20% individu dari setiap umur memiliki Rinitis alergi (Lundback, 2016). Prevalensi tinggi tercatat pada negara maju di wilayah utara, dengan 23-30% populasi di Eropa dan 12-30% di Eropa. Sementara pada negara di Asia Tenggara terdapat % penderita rinitis alergi dengan menggunakan metodologi terstandarisasi ISAAC (International Study of Asthma and Allergy in Chilhood) pada semua umur (Tong, 2015). Sedangkan di Indonesia, pada tahun 2011 dilakukan penelitian terhadap 44 anak di RSUP Dr. Kariadi, Semarang, Indonesia. Pada penelitian tersebut didapatkan presentase manifestasi alergi adalah 63,6% untuk rinitis alergi. Dilanjutkan dengan 34,1% dermatitis atopik, 25% asma, serta 2,3% konjungtivitis alergi (Wistiani dan Notoatmojo, 2011). 1
2 2 Alergi sendiri merupakan kondisi ketika sistem imun seseorang bereaksi pada suatu substansi di lingkungan yang tidak berbahaya atau tidak menimbulkan reaksi pada orang lain (Australasian society of clinical immunolgy and allergy, 2017). Rinitis alergi adalah suatu kondisi ketika alergi yang terjadi bermanifestasi pada hidung dan atau mata, oleh karena itu terkadang disebut rinokonjungtivitis alergi. Gejala yang muncul pada Rinitis alergi umumnya terdiri dari bersin, rhinorrhea, hidung tersumbat dan hidung gatal untuk manifestasi pada hidung. Sedangkan pada mata akan menjadi berair dan gatal. Setiap gejala yang muncul berbeda pada setiap individu, baik hanya muncul salah satu ataupun semuanya, yang menjadi diagnosis pada Rinitis alergi bukanlah berapa banyak gejala yang dialami, melainkan frekuensi pada setiap gejala tersebut. Diagnosis rinitis alergi berdasarkan ARIA (Allergic Rinitis and its Impact on Asthma) pada tahun 2008 dijabarkan menjadi dua berdasarkan frekuensinya, rhinitis alergi intermitten dan rinitis alergi persisten, serta dua berdasarkan pengaruhnya terhadap aktivitas yaitu rinitis alergi ringan dan rinitis alergi sedang atau berat. Terdapat banyak substansi yang dapat menyebabkan Rinitis alergi, baik itu makanan, bulu hewan, asap, debu, obat, dan lainnya. Alergen merupakan suatu protein yang menyebabkan sensitisasi berlebihan pada orang yang mengalami alergi pada protein tersebut. Alergen paling umum adalah debu atau tepatnya tungau atau kutu debu (house dust mite) yang terdapat di dalam debu. Dari berbagai jenis allergen, 36,2.% penderita Rinitis alergi memiliki alergen kutu debu sebagai alergen terbanyak, 14,9 % terhadap bulu anjing, 13,8% pada udang, 11,1% pada
3 3 rerumputan, 9,6% pada kecoa, 9,6 % pada bulu kucing, 5,4 % pada coklat, dan masih banyak lagi (Dina, 2016). Gejala klinis pada rinitis alergi terbagi menjadi dua. Yaitu gejala pada hidung dan pada mata. Gejala pada hidung seperti rhinorrhea anterior atau posterior, bersin, hidung tersumbat dan/atau gatal pada hidung. Sedangkan pada mata, gejala klinis yang dirasakan pasien adalah mata berair, mata terasa sangat gatal dan dapat disertai rasa terbakar. (Bousquet et al, 2008) Pada umumnya pengobatan Rinitis alergi menggunakan antihistamin atau intranasal steroid untuk memperbaiki gejala yang terjadi pada penderita. Akan tetapi terapi utama adalah menghindari alergen yang menyebabkan alergi tersebut. Imunoterapi merupakan allergen-specific therapy yang menjadi salah satu opsi untuk penyakit alergi dan satu-satunya yang dapat memodifikasi penyakit dengan menargetkan mekanisme imunologis yang mendasari. Rute subkutan dan sublingual mruapakan dua rute yang paling umum digunakan di praktik klinis, dengan pertimbangan yang berbeda di seluruh dunia (Di Bona, 2010). B. Rumusan Masalah Berdasar pada latar belakang penelitian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah frekuensi gejala klinis rinitis alergi pada mata membaik dengan pemberian imunoterapi? 2. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi perbaikan frekuensi gejala klinis rinitis alergi pada mata selama pemberian imunoterapi?
4 4 Tujuan dari penelitian ini adalah: C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui efek pemberian imunoterapi terhadap frekuensi gejala klinis rinitis alergi pada mata. 2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui frekuensi gejala klinis rinitis alergi pada mata baik sebelum serta sesudah diberikan imunoterapi. 2. Mengetahui efektivitas pemberian imunoterapi terhadap pengurangan frekuensi gejala klinis rinitis alergi pada mata. 3. Mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi perubahan frekuensi gejala klinis rinitis alergi pada mata terhadap pemberian imunoterapi. D. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian saya antara lain: 1. Mösges et al. (2007) di Jerman, juga melakukan dengan buta ganda dan secara acak. Mösges et al. menggunakan dua jenis sediaan terapi yaitu tetes sublingual dan tablet sublingual imunoterapi, sedangkan penulis hanya menggunakan injeksi imunoterapi secara subkutan. Mösges et al. (2007) memberikan ekstrak campuran grass/rye sebagai alergen imunoterapi. Penulis menggunakan alergen kutu debu rumah dikarenakan lokasi penelitian yang berbeda sehingga epidemiologi alergi pun berbeda. Usia responden yang
5 5 digunakan pun berbeda, Mösges et al. (2007) meneliti pada usia tahun sedangkan penulis meneliti pada usia 3-18 tahun. 2. Penelitian Palma-Carlos et al. (2006) tak jauh berbeda dibanding sebelumnya, dimana dilakukan penelitian ganda buta, acak, dan menggunakan studi dengan plasebo sebagai kontrol. Penulis juga meneliti secara acak walaupun tidak ganda buta dan menggunakan antihistamin sebagai kontrol. Palma- Carlos et al. (2006) juga melakukan penelitian selama 2 tahun dan membagi waktu evaluasi menjadi dua periode; 1 tahun dan 2 tahun, sedangkan penulis mengevaluasi setelah 7 minggu terapi. Dan tentunya yangs sangat berbeda adalah Palma-Carlos et al. (2006) menggunakan rute administrasi noninjektif (sublingual) yang mana penulis menggunakan rute administrasi injektif (subkutan). 3. Penelitian Dell et al. (1997) cukup berbeda dibandingkan penelitian penulis. Penulis menggunakan imunoterapi sebagai intervensi dan cetirizine sebagai kontrol, sedangkan peelitian ini menggunakan steroid, loreprednol etabonat, sebagai intervensi dan plasebo sebagai kontrol. Intervensi yang digunakan penelitian ini bertujuan untuk mencegah atau profilaksis dari konjungtivitis alergi pada musim serbuk bunga, sedangkan penulis memberikan intervensi sebagai terapi mengurangi gejala klinis yang sedang berlangsung. Akan tetapi penelitian ini fokus kepada penderita konjungtivitis alergi seperti yang penulis lakukan.
6 6 Tabel 1.Penelitian yang serupa NO Penulis Judul Metode Penelitian Hasil 1 Mösges, R, et al; Palma-Carlos, A.G., et al; Dell, S.J., et al ; 1997 Sublingual immunotherapy in pollen-induced seasonal Rinitis and conjunctivitis: a randomized controlled trial Clinical efficacy and safety of preseasonal sublingual immunotherapy with grass pollen carbamylated allergoid in rhinitic patients. A double-blind, placebo-controlled study A Controlled Evaluation of the Efficacy and Safety of Loteprednol Etabonate in the Prophylactic Treatment of Seasonal Allergic Conjunctivitis 9 bulan penelitian dengan buta ganda. 105 pasien (18-50 tahun) mendapatkan ekstrak campuran grass/rye atau plasebo melalui tetes sublingual secara acak pada fase build-up dan menjadi tablet sublingual pada fase maintainace. Penelitian ini merupakan penelitian buta ganda, acak, serta studi kontrol dengan plasebo. Subyek terbagi secara acak menjadi 2 kelompok; plasebo dan imunoterapi sublingual selama 2 tahun Penelitian acak, double-masked, dengan kontrol plasebo ini memiliki subjek 293 dewasa dengan riwayat konjungtivitis alergi dan diberi terapi plasebo atau loreprednol etabonat empat kali sehari selama 6 minggu sebelum puncak musim serbuk bunga. Pada pasien yang mendapat pengobatan secara aktif, ditemukan penurunan gejala klinis (Rinitis maupun konjungtivitis) secara signifikan (p=0.038) dibandingkan grup plasebo. Evaluasi pasien dilakukan pada dua waktu; 1 tahun dan 2 tahun. Terdapat penurunan yang signifikan pada rinorrhea (p<0.03), bersin (p<0.03) dan konjungtivitis (p<0.02) setelah terapi selama 2 tahun. Didapatkan 94% subyek dari grup loteprednol etabonat dan 78% subyek dari grup plasebo tidak mengalami tanda dan gejala konjungtivitis alergi selama puncak musim serbuk bunga (p=0.001), yang mana membuktikan loteprednol efektif menjadi profilaksis konjungtivits alergi.
7 7 Penelitian ini asli dan bukan merupakan sebuah plagiarisme dari penelitian yang telah dipublikasi sebelumnya. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan terdahulu. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Subjek Penelitian (Pasien rawat jalan Rinitis Alergi, Yogyakarta) a. Mengetahui informasi mengenai Rinitis alergi dan terapi untuk rinitis alergi. b. Mendapatkan terapi alergi dengan terapi dasar (cetirizin) ataupun dengian munoterapi dikombinasikan dengan terapi dasar (cetirizine). c. Mendapatkan pemeriksaan Skin Prick Test untuk mengetahui alergen penyebab dari rinitis alergi yang dialami pasien. 2. Bagi Peneliti a. Mengetahui efektivitas penggunaan imunoterapi dengan terapi dasar (cetirizine) dibandingkan dengan hanya terapi dasar (cetirizine) sebagai terapi rinitis alergi sehingga dapat digunakan sebagai informasi yang bermanfaat. b. Mengetahui metode pengobatan yang efektif untuk rinitis alergi sehingga dapat digunakan untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
8 8 3. Bagi Praktisi Kesehatan a. Mengetahui efektivitas penggunaan terapi dasar (cetirizine) pada perbaikan gejala klinis rinitis alergi pada mata di RSUP Dr.Sardjito, Yogyakarta. b. Mengetahui efektivitas penggunaan imunoterapi dengan kombinasi terapi dasar (cetirizine) pada perbaikan gejala klinis rinitis alergi pada mata di RSUP Dr.Sardjito, Yogyakarta. 4. Bagi Masyarakat Umum a. Mengetahui metode tindakan terbaik untuk memperbaiki gejala klinis rinitis alergi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien atau masyarakat umum yang memiliki rinitis alergi.
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi adalah salah satu penyakit manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai oleh immunoglobulin E dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai
1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Rinitis alergi (RA) adalah manifestasi penyakit alergi pada membran mukosa hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang diawali oleh mekanisme imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu, yang berikatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinitis Alergi (RA) merupakan salah satu penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi alergen yang sama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah alergi digunakan pertama kali digunakan oleh Clemens von Pirquet bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1 Reaksi alergi dapat mempengaruhi hampir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat masa awal kanak-kanak dimana distribusi lesi ini sesuai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. imun. Antibodi yang biasanya berperan dalam reaksi alergi adalah IgE ( IgEmediated
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Alergi adalah reaksi hipersensitivitas yang diinisiasi oleh mekanisme imun. Antibodi yang biasanya berperan dalam reaksi alergi adalah IgE ( IgEmediated allergy). 1,2
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada individu dengan kecenderungan alergi setelah adanya paparan ulang antigen atau alergen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Allergy Organization (WAO) tahun 2011 mengemukakan bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi dunia. 1 World Health Organization (WHO) memperkirakan
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN ALERGEN PASIEN RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN
ABSTRAK GAMBARAN ALERGEN PASIEN RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2012-2013 Rinitis alergi bukan merupakan penyakit fatal yang mengancam nyawa, namun dapat menyebabkan penurunan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang disebabkan mediasi oleh reaksi hipersensitifitas atau alergi tipe 1. Rhinitis alergi dapat terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi inflamasi yang dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE)
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat ringan, sedang-berat dengan rerata usia subyek 26,6 ± 9,2 tahun, umur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahan kimia atau iritan, iatrogenik, paparan di tempat kerja atau okupasional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konjungtivitis adalah peradangan yang terjadi pada konjungtiva secara umum dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab endogen maupun eksogen seperti bakteri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Permasalahan. Alergen adalah zat yang biasanya tidak berbahaya
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Permasalahan Alergen adalah zat yang biasanya tidak berbahaya namun mampu memicu respon yang dimulai dari sistem imun tubuh dan menyebabkan reaksi alergi (Aaaai.org,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi pada anak yang memiliki atopi yang sebelumnya telah terpapar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. karena berperan terhadap timbulnya reaksi alergi seperti asma, dermatitis kontak,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debu terdiri atas partikel destrimen yang berasal dari rambut, daki, bulu binatang, sisa makanan, serbuk sari, skuama, bakteri, jamur dan serangga kecil (Sungkar, 2004).
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Subyek Penelitian ini diberikan kuesioner ISAAC tahap 1 diberikan kepada 143 anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan kuesioner yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Rinitis alergika merupakan penyakit kronis yang cenderung meningkat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Rinitis alergika merupakan penyakit kronis yang cenderung meningkat tidak hanya di negara barat juga negara berkembang.dewasa ini rinitis alergika merupakan
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
21 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian intervensi atau uji klinis dengan randomized controlled trial pre- & posttest design. Studi ini mempelajari
Lebih terperinciBAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.
28 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian pulmonologi Ilmu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Definisi Rinitis Alergi (RA) menurut ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) merupakan reaksi inflamasi pada mukosa hidung akibat reaksi hipersensitivitas
Lebih terperinciKUESIONER PENELITIAN RINITIS ALERGI
67 68 69 70 Lampiran 4 KUESIONER PENELITIAN RINITIS ALERGI Nama Jenis kelamin : L/P Pendidikan ANAMNESIS Berilah tanda silang (X) pada salah satu jawaban dari pertanyaan berikut : 1. Keluhan yang menyebabkan
Lebih terperinciBAB 5 HASIL DAN BAHASAN. adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT
32 BAB 5 HASIL DAN BAHASAN 5.1 Gambaran Umum Sejak Agustus 2009 sampai Desember 2009 terdapat 32 anak adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT RSUP Dr. Kariadi Semarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan suatu penyakit kronik yang mengenai jalan napas pada paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa batuk kronik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan (Madiadipora, 1996). Berdasarkan studi epidemiologi, prevalensi rinitis alergi diperkirakan berkisar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit alergi merupakan masalah kesehatan serius pada anak. 1 Alergi adalah reaksi hipersentisitivitas yang diperantarai oleh mekanisme imunologi. 2 Mekanisme alergi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Alergi merupakan respon imun yang abnormal dari tubuh. Reaksi alergi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alergi merupakan respon imun yang abnormal dari tubuh. Reaksi alergi selalu muncul setiap kali terpapar dengan alergen. Reaksi dari alergi juga tidak tergantung pada
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. immunoglobulin E sebagai respon terhadap alergen. Manifestasi yang dapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi merupakan reaksi hipersensitivitas akibat mekanisme imunologi yang pada banyak kasus dipengaruhi oleh immunoglobulin E (IgE). Atopi merupakan suatu kecenderungan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA RIWAYAT ALERGI KELUARGA, LAMA SAKIT DAN HASIL TES KULIT DENGAN JENIS DAN BERATNYA RINITIS ALERGI ARTIKEL
HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT ALERGI KELUARGA, LAMA SAKIT DAN HASIL TES KULIT DENGAN JENIS DAN BERATNYA RINITIS ALERGI ARTIKEL Karya Tulis Ilmiah Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rinitis alergi 2.1.1. Definisi Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang diinduksi oleh inflamasi yang diperantarai IgE (Ig-E
Lebih terperinciLAMPIRAN 1. Biaya Penelitian 1. Alergen / pemeriksaan Rp ,- 2. Transportasi Rp ,- 3. Fotokopi dll Rp
LAMPIRAN 1 Lampiran 1 I. Personalia Penelitian 1. Ketua penelitian Nama : dr. Beatrix Siregar Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSHAM 2. Supervisor penelitian 1. Prof. dr. H. M. Sjabaroeddin
Lebih terperinciEFEKTIVITAS EDUKASI UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN MASYARAKAT DALAM PENANGANAN RINITIS ALERGI
p-issn. 2443-115X e-issn. 2477-1821 EFEKTIVITAS EDUKASI UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN MASYARAKAT DALAM PENANGANAN RINITIS ALERGI Amelia Lorensia 1, Nina Purnama Sari 2 Submitted : 30 September 2017 Edited
Lebih terperinciFAKTOR YANG DIDUGA MENJADI RESIKO PADA ANAK DENGAN RINITIS ALERGI DI RSU DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
FAKTOR YANG DIDUGA MENJADI RESIKO PADA ANAK DENGAN RINITIS ALERGI DI RSU DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA SUSPECTED RISK FACTORS OF PEDIATRIC PATIENTS WITH ALLERGIC RHINITIS IN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO HOSPITAL,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urtikaria merupakan salah satu manifestasi keluhan alergi pada kulit yang paling sering dikeluhkan oleh pasien. Urtikaria adalah suatu kelainan yang berbatas pada bagian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian khusus karena lebih dari 60% dalam suatu populasi memiliki setidaknya satu jenis penyakit kulit, khususnya
Lebih terperinciPrevalensi penyakit alergi dilaporkan meningkat,
Artikel Asli Hubungan Pajanan Alergen Terhadap Kejadian Alergi pada Anak Wistiani, Harsoyo Notoatmojo Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi, Semarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di negara maju. Sebagai contoh di Singapura 11,9% (2001), Taiwan 11,9% (2007), Jepang 13% (2005)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Debu merupakan gabungan dari partikel detrimen. yang berasal dari rambut, daki, bulu binatang, sisa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Debu merupakan gabungan dari partikel detrimen yang berasal dari rambut, daki, bulu binatang, sisa makanan, serbuk sari, skuama, bakteri, jamur, virus dan serangga kecil.
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN
31 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan leher 4.2. Rancangan Penelitian Desain penelitian
Lebih terperinciPROFIL PENDERITA ALERGI DENGAN HASIL SKIN PRICK TEST TDR POSITIF DI POLIKLINIK ALERGI-IMUNOLOGI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE
PROFIL PENDERITA ALERGI DENGAN HASIL SKIN PRICK TEST TDR POSITIF DI POLIKLINIK ALERGI-IMUNOLOGI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE 007-009 1 Novitasari Angle Sorisi G.J.P Wahongan 1 Kandidat Skripsi
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi Istilah atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos yang berarti out of place atau di luar dari tempatnya, dan
Lebih terperinciDescriptive Study on Skin Prick Test in Allergy Clinic Immanuel Hospital Bandung Indonesia
Descriptive Study on Skin Prick Test in Allergy Clinic Immanuel Hospital Bandung Indonesia Danny R. Garna*, Johan Lucianus**, July Ivone*** *Faculty of Medicine Maranatha Christian University **Microbiology
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rinitis Alergi 2.1.1. Definisi Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang diinduksi oleh inflamasi yang diperantarai imunoglobulin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi menyempit karena meningkatnya prevalensi di negara-negara berpendapatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi asma di berbagai negara sangat bervariasi, namun perbedaannya menjadi menyempit karena meningkatnya prevalensi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah,
Lebih terperinciPENGOBATAN DINI ANAK ATOPI
PENGOBATAN DINI ANAK ATOPI Pendahuluan Laporan tentang peningkatan prevalens penyakit alergi telah bermunculan dan seluruh penjuru dunia dengan berbagai masalah yang menyertainya. Untuk mengatasi masalah
Lebih terperincikekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan mayarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara berkembang.1 Berdasarkan data World Health
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan zat adiktif yang dapat mengancam kelangsungan hidup di negara maju maupun negara berkembang.1 Berdasarkan data World Health Organization (WHO) konsumsi
Lebih terperinciBAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi
29 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL PENELITIAN 4.1.1. Jumlah Sampel Penelitian Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi Semarang, didapatkan 44 penderita rinitis alergi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A.
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa derajat penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya adalah bersin, hidung beringus (rhinorrhea), dan hidung tersumbat. 1 Dapat juga disertai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara diseluruh dunia. Meskipun penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Rinitis Alergi Istilah alergi dikenalkan oleh Von Pirquet pada tahun 1906 untuk mendeskripsikan fenomena dari hewan dan manusia yang mengembangkan respon perubahan
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Rinitis Alergi adalah peradangan mukosa saluran hidung yang disebabkan
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rinitis Alergi Rinitis Alergi adalah peradangan mukosa saluran hidung yang disebabkan alergi terhadap partikel, antara lain: tungau debu rumah, asap, serbuk / tepung sari yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang diperantarai IgE yang terjadi setelah mukosa hidung terpapar alergen. 1,2,3 Penyakit
Lebih terperinciBAB 3. METODA PENELITIAN. Tenggorok sub bagian Alergi dan Imunologi. Waktu penelitian : tahun
17 BAB 3. METODA PENELITIAN 3.1. RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok sub bagian Alergi dan Imunologi. 3.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rhinitis berasal dari dua kata bahasa Greek rhin rhino yang berarti hidung dan itis yang berarti radang. Demikian rhinitis berarti radang hidung atau tepatnya radang
Lebih terperinciRINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSU PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER Elia Reinhard
RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSU PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012 1 Elia Reinhard 2 O. I. Palandeng 3 O. C. P. Pelealu Kandidat skripsi Fakultas Kedokteran Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dermatitis atopik (DA) merupakan suatu penyakit peradangan kronik, hilang timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa bayi
Lebih terperinciPERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)
Lampiran 1 PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP) Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :... Umur :... tahun (L / P) Alamat :... dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan PERSETUJUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I yang dipicu oleh alergen tertentu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. batu kapur merupakan kegiatan yang dapat memenuhi kebutuhan material dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pencemaran udara sering terjadi karena eksploitasi sumber daya alam, baik secara tradisional maupun modern. Penggalian atau penambangan berupa pasir, batu,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dermatitis Atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kulit kronik, berulang. serta predileksi yang khas (Patrick, 2008).
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kulit kronik, berulang yang berhubungan dengan simptom atopik lain seperti rhinitis alergi, konjungtivitis alergi
Lebih terperinciFAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN RINOSINUSITIS PADA PENDERITA RINITIS ALERGI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN RINOSINUSITIS PADA PENDERITA RINITIS ALERGI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sedangkan di Indonesia tepatnya Jakarta pusat didapatkan 25.5% anak yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alergi adalah salah satu penyakit yang penyebarannya sudah meluas di dunia.tidak heran jika saat ini alergi menjadi permasalahan global bagi anak dan orang tua.berdasarkan
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN. 3. Ruang lingkup waktu adalah bulan Maret-selesai.
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang lingkup keilmuan adalah THT-KL khususnya bidang alergi imunologi. 2. Ruang lingkup tempat adalah instalasi rawat jalan THT-KL sub bagian alergi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MEKANISME YANG MENDASARI HUBUNGAN ANTARA ASMA DAN RHINITIS ALERGI 2.1.1. Hubungan Anatomis dan Patofisiologis Saluran napas manusia secara fungsional terbagi menjadi dua bagian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan diperkirakan 4-5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit ini. Asma bronkial
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September sampai dengan. Desember 2013 di beberapa SMP yang ada di Semarang.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup disiplin ilmu dari penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada
Lebih terperinciA PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA. Paula A. Tahtinen, et all
A PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA Paula A. Tahtinen, et all PENDAHULUAN Otitis media akut (OMA) adalah penyakit infeksi bakteri yang paling banyak terjadi pada
Lebih terperinciABSTRAK ANGKA KEJADIAN ALERGI MAKANAN DI KLINIK ALERGI R. S. IMMANUEL PERIODE APRIL 2002 SAMPAI DENGAN MARET 2003
ABSTRAK ANGKA KEJADIAN ALERGI MAKANAN DI KLINIK ALERGI R. S. IMMANUEL PERIODE APRIL 2002 SAMPAI DENGAN MARET 2003 Regy Pradityo Adhie, 2003, Pembimbing I: Prof, DR., R. Muchtan Sujatno, dr., SpFK. Pembimbing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. WHO menunjukkan jumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuantitas perokok di Indonesia semakin tahun semakin meningkat. Data WHO menunjukkan jumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga dibawah Cina dan India.
Lebih terperinciLAMPIRAN. : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU. RSUP. H. Adam Malik, Medan
LAMPIRAN 1. Personil Penelitian 1. Ketua penelitian Nama Jabatan : dr. Soewira Sastra : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU RSUP. H. Adam Malik, Medan 2. Supervisor penelitian 1. Prof. dr. H. M. Sjabaroeddin
Lebih terperinci1 Randy Manapa 2 Greta Wahongan 2 Janno Bernadus
Jurnal e-biomedik (ebm), Volume 1, Nomor 2, Juli 2013 PROFIL PENDERITA ALERGI DENGAN HASIL SKIN PRICK TEST TDR POSITIF DI POLIKLINIK ALERGI-IMUNOLOGI SMF ILMU PENYAKIT DALAM BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi merupakan suatu keadaan hipersensitivitas terhadap kontak atau pajanan zat asing (alergen) tertentu dengan akibat timbulnya gejala-gejala klinis, yang mana
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible, bahwa trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Teori Genetik Alergen inhalan Polutan (NO, CO, Ozon) Respon imun hipersensitifitas tipe 1 Rinitis alergi Gejala Pengobatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,bersifat kronis
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,bersifat kronis residif, dengan karakteristik rasa gatal yang hebat dan sering terjadi kekambuhan. Umumnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi mengakibatkan perubahan pola hidup masyarakat yang cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke (Nufus, 2012). Stroke menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit inflamasi kulit
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit inflamasi kulit kronis dan residif, gatal dan ditandai dengan kelainan kulit lain seperti xerosis, ekskoriasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. populasi dalam negara yang berbeda. Asma bronkial menyebabkan kehilangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asma bronkial merupakan masalah kesehatan yang serius secara global. Diperkirakan sekitar 300 juta orang menderita asma bronkial di seluruh dunia setiap
Lebih terperinciFaktor Risiko Rinitis Alergi Pada Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik THT- KL Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh Tahun 2011
Faktor Risiko Rinitis Alergi Pada Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik THT- KL Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh Tahun 2011 Nurjannah Abstrak. Prevalensi penyakit alergi dilaporkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007).
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis atopik atau gatal-gatal masih menjadi masalah kesehatan terutama pada anak-anak karena sifatnya yang kronik residif sehingga mempengaruhi kualitas hidup pasien
Lebih terperinciPengaruh imunoterapi spesifik terhadap adenoid pada pasien rinitis alergi
Laporan Penelitian pada pasien rinitis alergi Nindya Pratita, Teti Madiadipoera, Sinta Sari Ratunanda, Arif Dermawan, Shinta Fitri Boesoirie Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok - Bedah Kepala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan. Penyakit ini terjadi akibat adanya kelainan pada fungsi
Lebih terperinciPerbedaan Imunoterapi Alergen Spesifik (ITS) dengan Vaksinasi BCG dalam meningkatkan kualitas hidup penderita Rinitis Alergi
24 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari Juni 2009 Perbedaan Imunoterapi Alergen Spesifik (ITS) dengan Vaksinasi BCG dalam meningkatkan kualitas hidup penderita Rinitis Alergi The Difference between Allergen-specific
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. Tempat : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
1 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Lebih terperinciHUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITIS PADA ANAK BALITADI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUKARAYA TAHUN 2016
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITIS PADA ANAK BALITADI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUKARAYA TAHUN 2016 Berta Afriani STIKES Al-Ma arif Baturaja Program Studi DIII
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan adanya gejala-gejala nasal seperti rinore anterior atau posterior, bersinbersin,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis adalah inflamasi pada lapisan dalam hidung yang dikarakterisasi dengan adanya gejala-gejala nasal seperti rinore anterior atau posterior, bersinbersin, hidung
Lebih terperinciPROFIL PASIEN RHINITIS ALERGI DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA TAHUN 2013
PROFIL PASIEN RHINITIS ALERGI DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA TAHUN 2013 SKRIPSI OLEH: Regita Binar Samanta NRP: 1523011041 PRODI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2014 PROFIL PASIEN
Lebih terperinciPenyakit Alergi lain yang Dialami Anak dengan Asma
Artikel Asli Penyakit Alergi lain yang Dialami Anak dengan Asma Lily Irsa,* Arwin A.P. Akib,** Syawitri P Siregar,** Zakiudin Munasir** * Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas SumateraUtara / RS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat dengan pesat di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam perkembangan industrialisasi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak menular. Penyakit asma telah mempengaruhi lebih dari 5% penduduk dunia, dan beberapa indicator telah menunjukkan
Lebih terperinciDAFTAR ISI SAMPUL DEPAN LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK
DAFTAR ISI SAMPUL DEPAN LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK ABSTRACT i ii iii iv vii ix xi xii xiv xv xvi BAB
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma dan rinosinusitis adalah penyakit yang amat lazim kita jumpai di masyarakat dengan angka prevalensi yang cenderung terus meningkat selama 20-30 tahun terakhir.
Lebih terperinci