BAB VI PEMBAHASAN. Pada penelitian ini didapatkan insiden terjadinya dermatitis atopik dalam 4 bulan pertama
|
|
- Suparman Susman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 72 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Insiden Pada penelitian ini didapatkan insiden terjadinya dermatitis atopik dalam 4 bulan pertama kehidupan adalah 10,9%. Moore, dkk. (2004) mendapatkan insiden dermatitis atopik sebesar 17,1% pada umur 6 bulan. Sybilski, dkk. (2009) mendapatkan insiden sebesar 36,4% pada umur 12 bulan. Penelitian yang dilakukan Zutavern, dkk. (2006), mendapatkan insiden dermatitis atopi adalah 18%, pada kelompok umur 0-24 bulan. Penelitian kohort yang dilakukan Halkjaer, dkk. (2006) melaporkan insiden kumulatif dermatitis atopik pada usia 1 tahun adalah 31%, usia 2 tahun adalah 41% dan usia 3 tahun adalah 44%. Insiden dermatitis atopik pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan penelitian sebelumnya karena jumlah sampel pada penelitian ini lebih sedikit dan lama pengamatan lebih singkat jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Dermatitis atopik lebih banyak dijumpai pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 1,2:1 pada penelitian ini. Hasil uji statistik bivariat (Chi-square) menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis atopik. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan hasil yang bervariasi dalam frekuensi dermatitis atopik pada lakilaki dan perempuan. Moore, dkk. (2004) dalam sebuah penelitian kohort pada usia 6 bulan pertama melaporkan kejadian dermatitis atopik lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan (1,6:1). Sedangkan Williams (2005), Schultz dan Hanifin (2002) mendapatkan dermatitis atopik lebih sering mengenai perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan perbandingan 1,3:1.
2 Waktu Munculnya Dermatitis Atopik The Copenhagen Prospective Study on Asthma in Childhood (COPSAC) yang dilakukan oleh Halkjaer,dkk (2006) melaporkan dermatitis atopik pertama kali dijumpai pada usia 1 bulan, kemudian meningkat dan mencapai puncaknya pada usia 2,5 tahun. Pada grafik kurva Kaplan Meier dalam penelitian ini juga menunjukkan onset awal dermatitis atopik dijumpai sejak usia 1 bulan dengan rerata 2,5 bulan pada kelompok dengan nilai atopi > 0. Dermatitis atopik merupakan manifestasi awal penyakit atopi dengan insiden tertinggi pada 3 bulan pertama kehidupan dan mencapai prevalensi tertinggi selama 3 tahun pertama kehidupan (Wahn dan Mutius, 2001) 6.3 Pengaruh Variabel Penelitian Terhadap Kejadian Dermatitis Atopik Dermatitis atopik terjadi akibat interaksi dari faktor genetik, herediter (riwayat atopi), lingkungan dan gaya hidup termasuk pola makanan dan hygiene. Faktor genetik tidak dapat menjelaskan peningkatan kejadian dermatitis atopik dalam dua dekade terakhir ini. Faktor lingkungan dan gaya hidup berperanan penting dalam perubahan fenomena ini. Perkembangan penyakit alergi sendiri telah dimulai sejak dalam kandungan, pada usia 11 minggu kehamilan dimana IgE mulai diproduksi (Halkjaer, dkk., 2006). Interaksi berbagai faktor terhadap kejadian dermatitis atopik pada bulan awal kehidupan bayi telah dikendalikan dalam penelitian ini, meliputi cara persalinan, berat badan lahir, paparan asap rokok, hewan peliharaan, paparan susu formula, status imunisasi, jumlah saudara kandung, riwayat infeksi selama neonatus, dan riwayat pemberian makanan padat dini (< usia 4 bulan). Dari hasil uji analitik bivariate (Chi-square) tidak didapatkan adanya pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kejadian dermatitis atopik, kecuali faktor paparan asap rokok.
3 74 Kvenshagen, dkk. (2010) dalam penelitiannya secara prospektif selama 2 tahun melaporkan tidak ada hubungan antara cara persalinan dengan kejadian dermatitis atopik (p = 0,68) dan tidak ada perbedaan kejadian dermatitis atopik pada bayi cukup bulan dan kurang bulan. Moore, dkk. (2004) melaporkan bayi dengan usia kehamilan cukup bulan memiliki risiko terkena dermatitis atopik lebih tinggi dengan peningkatan OR 1,14 (IK 95% 1,02-1,27) untuk setiap 1 minggu penambahan usia kehamilan, namun tidak ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian dermatitis atopik. Olesen, dkk. (1999) pada penelitian kohort sampai usia 7 tahun melaporkan anak dengan riwayat kelahiran cukup bulan ( 37 minggu) mengalami peningkatan risiko kejadian dermatitis atopik tanpa memandang berat badan lahir dan panjang badannya. Penelitian ini mendapatkan frekuensi dermatitis atopik pada sampel dengan usia kehamilan 37 minggu sebesar 86,2%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan usia kehamilan < 37 minggu yaitu 13,8%. Paparan alegen transplasenta dan diet ibu pada akhir kehamilan ibu merupakan predisposisi terhadap kondisi atopi pada fetus dimana akan terjadi peningkatan kadar total IgE pada serum fetus. Lamanya usia kehamilan akan memperpanjang paparan sitokin Th2 selama kehamilan sehingga mengganggu sistem imun fetus terhadap atopi. Penelitian KOALA birth cohort study oleh Snijders dkk. (2007) yang melibatkan 2700 bayi di Belanda melaporkan ASI dapat mencegah dermatitis atopik pada bayi yang tanpa riwayat alergi pada ibunya (p = 0,01). Sedangkan pada kelompok bayi dengan ibu memiliki riwayat alergi dan asma, tidak didapatkan adanya hubungan antara ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik (p=0,14). Benn, dkk. (2004) melakukan penelitian terhadap kejadian dermatitis atopik pada anak usia 18 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif sampai usia 4 bulan. Penelitian tersebut melaporkan terdapat peningkatan risiko dermatitis atopik pada anak yang mendapatkan ASI eksklusif dan tidak memiliki riwayat atopi pada kedua orangtuanya (RR=1,29,
4 75 IK95% 1,06-1,55). Pada anak yang mendapatkan ASI eksklusif dan memiliki riwayat atopi pada salah satu orangtuanya memiliki peningkatan risiko mengalami dermatitis atopik sebesar 1,1 kali. (RR=1,11, IK95% 0,94-1,31), dan pada sampel dengan riwayat atopi pada kedua orangtuanya memiliki risiko mengalami dermatitis atopik sebesar 0,88 kali. (RR = 0,88. IK95% 0,67-1,13). Sedangkan pada sampel yang memiliki riwayat atopi pada kedua orangtuanya dan riwayat dermatitis atopik pada saudara kandungnya didapatkan RR sebesar 0,69 dengan IK95% 0,47-1,00. Ludvigsson dkk. (2005) meneliti hubungan antara ASI eksklusif dan kejadian dermatitis atopik pada 8300 bayi berusia 1 tahun dan hasilnya tidak didapatkan hubungan antara ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik pada bayi dengan riwayat atopi keluarga positif (OR = 1,16, IK95% 0,90-1,48, p = 0,254). Hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian dermatitis atopik masih kontroversial. Penelitian ini juga melaporkan hal serupa, tidak didapatkan adanya hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik (p=0,31). Paparan asap rokok berpengaruh terhadap kejadian dermatitis atopik pada bayi usia 0-4 bulan pada penelitian ini (p = 0,02). Hasil yang sama didapatkan oleh Yi, dkk. (2012) di Korea, yang meneliti pengaruh paparan asap rokok pada subyek dengan ibu perokok aktif saat hamil dan atau saat umur satu tahun pertama kehidupan, didapatkan risiko 2,06 kali untuk mengalami dermatitis atopik dibandingkan dengan subyek dari ibu bukan perokok pada saat hamil maupun umur 1 tahun pertama. Hal yang sama didapatkan oleh Shinohara, dkk. (2012) bahwa prevalensi dermatitis atopik meningkat secara signifikan pada bayi dengan paparan asap rokok pada trimester ketiga (OR 6,146; IK 95% 1,282 sampai 29,453), dibandingkan dengan yang tidak terpapar asap rokok. Wang, dkk. (2008) meneliti efek paparan asap rokok selama kehamilan terhadap dermatitis atopik pada bayi dan didapatkan tedapat hubungan antara kadar
5 76 cotinine (salah satu hasil metabolit nikotin pada darah) pada darah tali pusat dan darah ibu dengan dermatitis atopik (p<0,001). Hal ini mungkin disebabkan polutan udara pada umumnya mempunyai efek iritasi pada kulit dan membran mukosa, sehingga mempermudah penetrasi alergen potensial ke tubuh dan menyebabkan timbulnya gejala dermatitis atopi dan meningkatkan risiko sensitisasi (Wang dkk., 2008). Paparan terhadap asap rokok oleh ibu selama dalam kandungan di cairan amnion dapat memiliki efek jangka panjang pada respon imun usus bayi dan berperan pada sensitisasi alergi (Yi, dkk., 2012). Pengaruh hewan peliharaan seperti kucing dan anjing terhadap dermatitis atopik masih kontroversial. Ludvigsson, dkk. (2005) melaporkan hewan peliharaan di rumah menurunkan risiko dermatitis atopik pada bayi usia 12 bulan dengan OR 0,76, IK 95% 0,60-0,96, p = 0,021 pada bayi dengan riwayat atopi keluarga positif dan OR 0,79, IK 95%0,69-0,90 dan p <0,001. Purvis, dkk. (2005) melaporkan dermatitis atopik pada anak usia 3,5 tahun berhubungan dengan kucing peliharaan di rumah (adjusted OR 0,45, IK 95% 0,21-0,97) sedangkan anjing dan hewan peliharaan lain tidak berhubungan dengan dermatitis atopik. Pada penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan signifikan antara dermatitis atopik dengan hewan peliharaan di rumah (p=0,58). Hygiene hypothesis dianggap dapat menjelaskan fenomena meningkatnya penyakit atopi dalam 2 dekade terakhir. Paparan infeksi pada awal kehidupan menginduksi terbentuknya Th1 dan dapat menghambat berkembangnya penyakit alergi (Wahn dan Mutius, 2001). Dalam penelitian ini tidak kami dapatkan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah saudara kandung, dan riwayat infeksi saat neonatus dengan kejadian dermatitis sampai usia 4 bulan pertama. Kejadian dermatitis atopik pada kelompok dengan jumlah saudara kandung 3 lebih rendah dibandingkan dengan jumlah saudara kandung < 3 (7,6% vs 92,4%). Gibbs, dkk.
6 77 (2004) dalam penelitian kasus kontrol di Inggris melaporkan hasil yang serupa, yaitu kejadian dermatitis atopik semakin berkurang pada kelompok dengan jumlah saudara kandung 2 (13%) dan tidak ada hubungan signifikan antara jumlah saudara kandung dengan kejadian dermatitis atopik (OR 0,49, IK 95% 0,31, p = 0,77). Penelitian oleh Gibbs, dkk. (2004) menyimpulkan tidak ada hubungan antara manifestasi dermatitis atopik pada anak dengan infeksi pada awal kehidupannya. 6.4 Nilai Atopi Keluarga Dan Kejadian Dermatitis Atopik Masalah utama dalam pencegahan penyakit alergi adalah kesulitan dalam memprediksi manifestasi alergi yang akan muncul, cara untuk mencegah munculnya penyakit alergi dan mencegah sensitisasi alergen sejak fetus dan atau bayi untuk menghambat perkembangan penyakit alergi. Sasaran utama dalam pencegahan primer penyakit alergi adalah fetus, bayi, ibu hamil dan lingkungannya. Satu-satunya prediktor untuk menilai risiko alergi sebelum onset dari penyakit alergi dalam atopic march adalah riwayat atopi keluarga (Endaryanto, 2009). Dermatitis atopik berhubungan erat dengan faktor genetik dan herediter (Halkjaer, dkk., 2006; Hoffjan dan Epplen, 2005). Penelitian ini menggunakan kartu deteksi dini alergi, salah satu metode yang dapat memprediksi munculnya penyakit alergi sejak dalam kandungan, berdasarkan riwayat atopi keluarga (ayah, ibu dan saudara kandung). Dalam kartu deteksi dini alergi diberikan penilaian terhadap riwayat atopi dari ayah, ibu dan saudara kandung dan risiko alergi diprediksi berdasarkan nilai atopi keluarga tersebut (IDAI, 2009). Halkjaer, dkk. (2006) melaporkan riwayat dermatitis atopik pada ibu (OR 0,33, IK95% 0,22-0,50, p<0,0001). Riwayat asma (OR 0,50, IK 95% 0,27 0,92, p=0,02), riwayat rhinitis alergika (OR 0,50, IK95% 0,33-0,78, p=0,002), riwayat alergi aeroalergen (OR 0,49, IK95% 0,32-0,76, p=0,001) dan riwayat alergi tipe IV pada ayah (OR 2,58, IK95% 1,09-6,11,
7 78 p=0,03) merupakan faktor risiko yang secara signifikan berhubungan dengan dermatitis atopik pada anak usia 3 tahun. Moore, dkk. (2004) dalam sebuah penelitian kohort melaporkan riwayat atopi keluarga berhubungan dengan peningkatan risiko dermatitis atopik pada 1005 bayi saat usia 6 bulan pertama. Riwayat dermatitis ibu merupakan variabel terkuat yang berhubungan dengan peningkatan risiko dermatitis atopik (adjusted OR 2,67, IK95% 1,74-4,10). Riwayat asma, hay fever, dan atopi lain pada ibu juga berhubungan dengan peningkatan risiko dermatitis atopik (adjusted OR 1,58, IK95% 1,01-2,47; adjusted OR 1,36, IK95% 0,96-1,92; adjusted OR 1,99, IK95% 1,43-2,78). Riwayat dermatitis atopik pada ayah berhubungan dengan peningkatan risiko dermatitis atopik (adjusted OR 1,73, IK95% 0,92-3,25). Riwayat atopi lain pada ayah tidak berhubungan dengan peningkatan risiko dermatitis atopik. Illi, dkk. (2004) dalam The German Multicenter Atopy Study yang melibatkan 1314 bayi melaporkan riwayat atopi keluarga berhubungan secara signifikan terhadap manifestasi dan derajat dermatitis atopik. Riwayat dermatitis atopik pada orang tua dengan hubungan paling kuat dengan kejadian dermatitis atopik (adjusted OR 1,94, IK95% 1,23-3,05). Riwayat atopi pada lebih dari 2 anggota keluarga juga berhubungan dengan kejadian dermatitis atopik dengan adjusted OR 1,43, IK95% 0,99-2,08). Pada penelitian ini didapatkan adanya peningkatan kejadian dermatitis atopik pada kelompok yang riwayat atopi keluarga positif (nilai atopi keluarga dari kartu deteksi dini alergi >0) dengan RR 22,1, IK95% 8,8-54,9, p < 0,001. Peningkatan jumlah total nilai atopi keluarga, perbandingan antara kelompok dengan nilai atopik 1-3 dan 4-6 juga menunjukkan hubungan signifikan dengan peningkatan risiko kejadian dermatitis atopik (RR 31,2, IK95% 6,1-158,3, p < 0,001). Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian sebelumnya, dimana terjadi peningkatan risiko dermatitis atopik pada bayi yang lahir dari orang tua dengan riwayat atopi positif (Illi dkk., 2004; Moore dkk., 2004). Sebuah penelitian oleh Thomas dan Myalil (2010)
8 79 melaporkan dari total 54 anak berusia 3 bulan sampai 12 tahun dengan dermatitis atopik, didapatkan 64,8% memiliki riwayat atopi keluarga positif (p < 0,05). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan klasifikasi dalam kartu deteksi dini alergi yang menunjukkan adanya peningkatan risiko sebesar 20-60% pada kelompok dengan nilai atopi > 0 dibandingkan dengan nilai atopi 0. Kelemahan penelitian ini adalah waktu penelitian yang singkat sehingga tidak memungkinkan untuk mengamati munculnya kejadian penyakit alergi selanjutnya pada seorang individu. Peneliti langsung melakukan penilaian riwayat atopi keluarga berdasarkan kartu deteksi dini alergi. Dermatitis atopik yang terjadi pada awal kehidupan merupakan hasil interaksi antara faktor genetik, herediter dan lingkungan. Pada penelitian ini peneliti tidak mengamati faktor lingkungan yang terjadi selama prenatal, seperti diet ibu selama hamil, riwayat infeksi ibu hamil, paparan asap rokok selama kehamilan, riwayat penggunaan antibiotik pada ibu hamil, intake asam folat selama kehamilan, dst.
9 80 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 SIMPULAN Kejadian dermatitis atopik pada bayi usia 0-4 bulan lebih tinggi pada kelompok dengan nilai atopi lebih dari 0 dibandingkan dengan nilai atopi 0. Risiko kejadian dermatitis atopik juga lebih tinggi pada kelompok dengan nilai atopi lebih dari 0. Risiko kejadian dermatitis pada kelompok dengan nilai atopi 4-6 lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai atopi 1-3. Munculnya dermatitis atopik pada kelompok nilai atopi lebih dari 0 dijumpai pada usia 1 bulan, lebih awal jika dibandingkan dengan keompok dengan nilai atopi SARAN Nilai atopi keluarga dalam kartu deteksi dini alergi mampu memprediksi kejadian dermatitis atopik sejak masa prenatal, sehingga sebaiknya digunakan secara rutin sebagai alat skrining alergi sebelum bayi dilahirkan. Kartu deteksi dini alergi merupakan cara mudah dan murah untuk identifikasi populasi risiko tinggi alergi sehingga dapat digunakan di berbagai tempat pelayanan kesehatan meskipun dengan fasilitas yang terbatas.
BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit alergi merupakan masalah kesehatan serius pada anak. 1 Alergi adalah reaksi hipersentisitivitas yang diperantarai oleh mekanisme imunologi. 2 Mekanisme alergi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. imun. Antibodi yang biasanya berperan dalam reaksi alergi adalah IgE ( IgEmediated
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Alergi adalah reaksi hipersensitivitas yang diinisiasi oleh mekanisme imun. Antibodi yang biasanya berperan dalam reaksi alergi adalah IgE ( IgEmediated allergy). 1,2
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi masyarakat yang menderita alergi. Suatu survei yang dilakukan oleh World
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit alergi merupakan penyakit kronis terbanyak di negara-negara berkembang. Beberapa studi prevalensi menunjukkan terjadi peningkatan proporsi populasi masyarakat
Lebih terperinci@UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Alergi merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Prevalensi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alergi merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Prevalensi alergi di beberapa negara pada dua dekade terakhir mengalami peningkatan. Akan tetapi di negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian khusus karena lebih dari 60% dalam suatu populasi memiliki setidaknya satu jenis penyakit kulit, khususnya
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi Istilah atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos yang berarti out of place atau di luar dari tempatnya, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi adalah salah satu penyakit manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai oleh immunoglobulin E dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan. Penyakit ini terjadi akibat adanya kelainan pada fungsi
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Subyek Penelitian ini diberikan kuesioner ISAAC tahap 1 diberikan kepada 143 anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan kuesioner yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan suatu penyakit kronik yang mengenai jalan napas pada paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa batuk kronik,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hipotesis Higiene Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi yang terjadi pada tiga puluh sampai empat puluh tahun terakhir, terutama di negara-negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi inflamasi yang dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit inflamasi kulit
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit inflamasi kulit kronis dan residif, gatal dan ditandai dengan kelainan kulit lain seperti xerosis, ekskoriasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dermatitis atopik merupakan masalah kesehatan yang serius terutama pada bayi dan anak karena bersifat kronik residif dan dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi pada anak yang memiliki atopi yang sebelumnya telah terpapar
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak. Padang Sari, Puskesmas Pudak Payung, dan RSUP Dr Kariadi Semarang.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Puskesmas Ngesrep, Puskesmas Srondol,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dermatitis yang paling umum pada bayi dan anak. 2 Nama lain untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Dermatitis atopik (DA) merupakan inflamasi kulit yang bersifat kronik berulang, disertai rasa gatal, timbul pada tempat predileksi tertentu dan didasari oleh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. fungsi barier epidermal, infiltrasi agen inflamasi, pruritus yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dermatitis atopik merupakan sebuah penyakit inflamasi kronik yang terjadi pada kulit dan ditandai dengan lemahnya fungsi barier epidermal, infiltrasi agen inflamasi,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. immunoglobulin E sebagai respon terhadap alergen. Manifestasi yang dapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi merupakan reaksi hipersensitivitas akibat mekanisme imunologi yang pada banyak kasus dipengaruhi oleh immunoglobulin E (IgE). Atopi merupakan suatu kecenderungan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara diseluruh dunia. Meskipun penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat masa awal kanak-kanak dimana distribusi lesi ini sesuai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Alergi merupakan respon imun yang abnormal dari tubuh. Reaksi alergi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alergi merupakan respon imun yang abnormal dari tubuh. Reaksi alergi selalu muncul setiap kali terpapar dengan alergen. Reaksi dari alergi juga tidak tergantung pada
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan di Puskesmas Ngesrep, Puskesmas Srondol,
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Kesehatan Anak. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian telah dilakukan di Puskesmas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani, 2007).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit paru kronik yang sering terjadi di dunia. Data mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir (Mchpee and
Lebih terperinciLAMPIRAN 1. Biaya Penelitian 1. Alergen / pemeriksaan Rp ,- 2. Transportasi Rp ,- 3. Fotokopi dll Rp
LAMPIRAN 1 Lampiran 1 I. Personalia Penelitian 1. Ketua penelitian Nama : dr. Beatrix Siregar Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSHAM 2. Supervisor penelitian 1. Prof. dr. H. M. Sjabaroeddin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di negara maju. Sebagai contoh di Singapura 11,9% (2001), Taiwan 11,9% (2007), Jepang 13% (2005)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Prevalensi asma semakin meningkat baik di negara maju maupun negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asma merupakan penyakit kronis yang sering dijumpai pada anak. Prevalensi asma semakin meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang sejak dua dekade
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah alergi digunakan pertama kali digunakan oleh Clemens von Pirquet bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1 Reaksi alergi dapat mempengaruhi hampir
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2011 sampai Desember 2011 di. RSUD DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
1 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2011 sampai Desember 2011 di RSUD DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. B. Rancangan Penelitian Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit. peradangan kulit kronik spesifik yang terjadi pada
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit peradangan kulit kronik spesifik yang terjadi pada kulit atopik yang ditandai dengan rasa gatal, disebabkan oleh hiperaktivitas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 7. Peubah rancangan tempat tidur (TMP_TDR) Tempat tidur (1) (2) Kasur 1 0 Lainnya 0 1 Busa 0 0. Deskripsi Rerponden
7. Peubah rancangan tempat tidur (TMP_TDR) Tempat tidur (1) (2) Kasur 1 0 Lainnya 0 1 Busa 0 0 8. Peubah rancangan alat pembersih yang digunakan di rumah (ALAT). Alat pembersih di rumah (1) (2) Sapu 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu formula yang diberikan kepada bayi sebagai pengganti ASI, kerap kali memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan bayi seperti alergi. Susu formula secara
Lebih terperinciPERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)
Lampiran 1 PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP) Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :... Umur :... tahun (L / P) Alamat :... dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan PERSETUJUAN
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rinitis Alergi 2.1.1. Definisi Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang diinduksi oleh inflamasi yang diperantarai imunoglobulin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak maupun dewasa di negara berkembang maupun negara maju. Sejak dua dekade terakhir, dilaporkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible, bahwa trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan. peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dermatitis atopik (D.A.) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak menular. Penyakit asma telah mempengaruhi lebih dari 5% penduduk dunia, dan beberapa indicator telah menunjukkan
Lebih terperinciFaktor Risiko Rinitis Alergi Pada Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik THT- KL Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh Tahun 2011
Faktor Risiko Rinitis Alergi Pada Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik THT- KL Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh Tahun 2011 Nurjannah Abstrak. Prevalensi penyakit alergi dilaporkan
Lebih terperinciHUBUNGAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK IBU PADA TRIMESTER II DAN III KEHAMILAN DENGAN ANGKA KEJADIAN ALERGI PADA BAYI 0-3 BULAN
HUBUNGAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK IBU PADA TRIMESTER II DAN III KEHAMILAN DENGAN ANGKA KEJADIAN ALERGI PADA BAYI 0-3 BULAN Julita Ashrifah Rahmah 1, Wistiani 2, Fanti Saktini 3 1 Mahasiswa Program Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan diperkirakan 4-5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit ini. Asma bronkial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dermatitis atopik (DA) merupakan suatu penyakit peradangan kronik, hilang timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa bayi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah di kota Yogyakarta usia 6-15 atau lahir kurun waktu
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Enam ribu delapan ratus lima puluh siswa dan siswi SD & SMP swasta Muhammadiyah di kota Yogyakarta usia 6-15 atau lahir kurun waktu 2001-2011 telah terdaftar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang sering dijumpai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Asma Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang sering dijumpai pada masa kanak-kanak. Merupakan salah satu reaksi hipersentivitas saluran napas, baik saluran
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A.
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa derajat penyakit
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA BAYI DI RSU HERMINA KOTA BOGOR
ABSTRAK GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA BAYI DI RSU HERMINA KOTA BOGOR Almiya Khansa Putri, 2017 Pembimbing I : R. Amir Hamzah, dr., M.Kes., SpKK Pembimbing II: Dani, dr., M.Kes Dermatitis Atopik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otak dimulai dalam kandungan sampai dengan usia 7 tahun (Menteri Negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan kunci keberhasilan pembangunan yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Pembentukan manusia berkualitas
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN. Subyek penelitian adalah 48 neonatus dengan hiperbilirubinemia. Jenis kelamin
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Karakteristik subyek penelitian Subyek penelitian adalah 48 neonatus dengan hiperbilirubinemia. Jenis kelamin subyek terdiri atas 26 bayi (54,2%) laki-laki dan 22 bayi (45,8%)
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PENELITIAN. 2010, didapatkan jumlah keseluruhan penderita dengan bangkitan kejang demam
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Subyek Penelitian Pengambilan sampel dilakukan pada bulan April 2009 sampai Januari 2010, didapatkan jumlah keseluruhan penderita dengan bangkitan kejang demam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rokok telah membunuh 50 persen pemakainya, hampir membunuh enam juta orang setiap tahunnya yang merupakan bekas perokok dan 600.000 diantaranya adalah perokok
Lebih terperinciHUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITIS PADA ANAK BALITADI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUKARAYA TAHUN 2016
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITIS PADA ANAK BALITADI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUKARAYA TAHUN 2016 Berta Afriani STIKES Al-Ma arif Baturaja Program Studi DIII
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. gambaran dermatitis atopik pada anak usia 0 7 tahun yang terpapar. diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai gambaran dermatitis atopik pada anak usia 0 7 tahun yang terpapar asap rokok di Rumah Sakit Gotong Royong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang menyerang saluran nafas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk organ di sekitarnya seperti sinus, rongga
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN. Pengamataan pasca rawat inap dilakukan pada 77 anak yang mengikuti studi
BAB V HASIL PENELITIAN Pengamataan pasca rawat inap dilakukan pada 77 anak yang mengikuti studi I, namun hanya sebanyak 75 anak dapat dilakukan pengamatan selama 3 bulan, 2 orang subyek di ekslusi karena
Lebih terperinciPREVALENSI WHITE DERMOGRAPHISM PADA DERMATITIS ATOPIK DI POLI ANAK KLINIK PRATAMA GOTONG ROYONG SURABAYA
PREVALENSI WHITE DERMOGRAPHISM PADA DERMATITIS ATOPIK DI POLI ANAK KLINIK PRATAMA GOTONG ROYONG SURABAYA SKRIPSI Oleh: Nama : Lu Kwan Hwa NRP : 1523012030 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS KATOLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang disebabkan mediasi oleh reaksi hipersensitifitas atau alergi tipe 1. Rhinitis alergi dapat terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,bersifat kronis
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,bersifat kronis residif, dengan karakteristik rasa gatal yang hebat dan sering terjadi kekambuhan. Umumnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Scottish Health Survey pada anak usia 2-15 tahun didapatkan persentasi anak lakilaki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas pada anak saat ini mulai meningkat dari tahun ke tahun. Data Scottish Health Survey pada anak usia 2-15 tahun didapatkan persentasi anak lakilaki dengan obesitas
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu
BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 23 balita (44,2%).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. populasi dalam negara yang berbeda. Asma bronkial menyebabkan kehilangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asma bronkial merupakan masalah kesehatan yang serius secara global. Diperkirakan sekitar 300 juta orang menderita asma bronkial di seluruh dunia setiap
Lebih terperinciNILAI ATOPI KELUARGA MENENTUKAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA BAYI USIA 0-4 BULAN
TESIS NILAI ATOPI KELUARGA MENENTUKAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA BAYI USIA 0-4 BULAN MELISA ANGGRAENI NIM 0914018101 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses pembentukan manusia yang berkualitas dimulai sejak masih di dalam kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. besar dan dapat menjadi sistem pengumpulan data nasional. tidak hanya puhak medis tetapi juga struktural.
BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian mengenai profil otitis media di Kota Surakarta, yang diharapkan dapat dilakukan di skala yang lebih besar dan dapat menjadi sistem pengumpulan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Anak, khususnya
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang nutrisi dan penyakit metabolik serta perinatologi. 4.2 Tempat dan
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rinitis alergi 2.1.1. Definisi Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang diinduksi oleh inflamasi yang diperantarai IgE (Ig-E
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator untuk mengukur derajat kesehatan suatu negara adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit seorang perempuan meninggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Allergy Organization (WAO) tahun 2011 mengemukakan bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi dunia. 1 World Health Organization (WHO) memperkirakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dermatitis Atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kulit kronik, berulang. serta predileksi yang khas (Patrick, 2008).
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kulit kronik, berulang yang berhubungan dengan simptom atopik lain seperti rhinitis alergi, konjungtivitis alergi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan harapan masa depan bangsa yang perlu dipersiapkan agar menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun sehat mental dan sosial
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah observasional analitik menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara sekelompok orang terdiagnosis
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. Pengaruh jenis kelamin terhadap frekuensi defekasi masih kontroversial.
BAB VI PEMBAHASAN 1. Karakteristik Subyek Penelitian Pengaruh jenis kelamin terhadap frekuensi defekasi masih kontroversial. Perbedaan frekuensi defekasi berdasarkan jenis kelamin hanya didapatkan pada
Lebih terperinciHUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN TINGKAT KEJADIAN DERMATITIS ATOPI PADA BALITA DI RSUD DR. SOEDJATI PURWODADI
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN TINGKAT KEJADIAN DERMATITIS ATOPI PADA BALITA DI RSUD DR. SOEDJATI PURWODADI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Kedokteran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah atopik pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat alergi/hipersensitivitas
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September sampai dengan. Desember 2013 di beberapa SMP yang ada di Semarang.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup disiplin ilmu dari penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya Sub Bagian Neurologi dan Sub Bagian Infeksi dan Penyakit Tropik. 3.2. Tempat
Lebih terperinciBAB 3. METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan potong
BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Desain penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan potong lintang untuk mencari hubungan kadar serum 25-hydroxyvitamin-D dengan dermatitis atopik
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA ATOPI DENGAN RIWAYAT PENYAKIT ALERGI DALAM KELUARGA DAN MANIFESTASI PENYAKIT ALERGI PADA BALITA
HUBUNGAN ANTARA ATOPI DENGAN RIWAYAT PENYAKIT ALERGI DALAM KELUARGA DAN MANIFESTASI PENYAKIT ALERGI PADA BALITA Endah Weninggalih, Cissy B Kartasasmita, Budi Setiabudiawan Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Salah satu sasaran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat kesehatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. 1,2 Demam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia, serta tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. 1,2 Demam adalah kenaikan
Lebih terperinciPENGOBATAN DINI ANAK ATOPI
PENGOBATAN DINI ANAK ATOPI Pendahuluan Laporan tentang peningkatan prevalens penyakit alergi telah bermunculan dan seluruh penjuru dunia dengan berbagai masalah yang menyertainya. Untuk mengatasi masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reaksi alergi dapat menyerang beberapa organ dan pada setiap kelompok usia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit alergi merupakan salah satu penyakit yang perlu diwaspadai. Reaksi alergi dapat menyerang beberapa organ dan pada setiap kelompok usia. Selain itu,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini yaitu observasional analitik. Diikuti prospektif. Perawatan terbuka (Kontrol)
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini yaitu observasional analitik. B. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini yaitu cohort. Penelitian mulai dari sini Subyek tanpa faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama penyakit pada bayi usia 1-6 tahun. ISPA merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen yang disebabkan
Lebih terperinciBAB 1. Pendahuluan. Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa
BAB 1. Pendahuluan 1.1 Latar belakang: Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa anak anak karena masa perkembangan dan maturasi fungsi paru dimulai sebelum lahir. Berat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia, berdasar data Riskesdas tahun 2007, pneumonia telah menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia masih menjadi penyebab terbanyak morbiditas dan mortalitas anak di seluruh dunia. Menurut data WHO, setiap tahunnya pneumonia menyebabkan kematian sekitar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan
Lebih terperinciADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI
SKRIPSI HUBUNGAN MANIFESTASI ALERGI DENGAN RIWAYAT PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA BALITA DI PUSKESMAS BENDAN KOTA PEKALONGAN Oleh Junita Widani 011411223019 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIDAN FAKULTAS KEDOKTERAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama pada anak, karena alergi membebani pertumbuhan dan perkembangan anak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit alergi telah berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius di negara maju, terlebih negara berkembang. 1 Angka kejadiannya terus meningkat secara drastis
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan cross sectional study yang merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Hanifin, J.,1992. Atopic Dermatitis. Dalam: Fletcher, J., Dermatology. Philadelphia: WB Saunders.
81 DAFTAR PUSTAKA Beck, L.A. 2004. Atopic Dermatitis. Dalam: Lichtenstein. Current Therapy in Allergy, Immunology and Rheumatology. 6 th Ed. Philadelphia: Elsevier Inc, h. 88-94. Beiber, T. 2008. Atopic
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Anonim ISAAC International Data Centre.in Diakses pada 27 Februari 2011.
78 DAFTAR PUSTAKA Anonim.2000. ISAAC International Data Centre.in www.isaac.auckland.ac.nz/about/iidc.php. Diakses pada 27 Februari 2011. Anonim.2008. Childhood Asthma Control Test.in: http://www.asthmacontrol.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari presentil
Lebih terperinciFaktor-faktor Risiko Yang Berhubungan dengan Kejadian Asma Pada Anak Usia 1-5 Tahun di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya
Faktor-faktor Risiko Yang Berhubungan dengan Kejadian Pada Anak Usia 1-5 Tahun di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Ulfah Kuraesin ¹ Nur Lina dan Siti Novianti ² Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan
Lebih terperinciHUBUNGAN METODE PERSALINAN DENGAN ANGKA KEJADIAN ALERGI PADA BAYI
HUBUNGAN METODE PERSALINAN DENGAN ANGKA KEJADIAN ALERGI PADA BAYI Luh Putu Uthari 1, Wistiani 2, Fanti Saktini 3 1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif dengan patogenesis yang masih belum dapat dijelaskan dengan pasti hingga saat ini. Pasien dapat
Lebih terperinci