BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

YANTI TANUWIJAYA PENGEMBANGAN METODE ANALISIS ANTIOKSIDAN BHA, BHT, DAN TBHQ DALAM MIE INSTAN DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

1/14/2014 ANTIOKSIDAN PENGGOLONGAN ANTIOKSIDAN

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENAMBAHAN BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum ) UNTUK MENGHAMBAT LAJU PEMBENTUKAN PEROKSIDA DAN IODIUM PADA MINYAK CURAH

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di

BAB I PENDAHULUAN. Minyak kelapa sawit adalah jenis minyak goreng yang paling mendominasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M BAB I PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dihambat (Suhartono, 2002). Berdasarkan sumber. perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

T" f*", CP" 2 CH,-C-H

Bab IV Hasil dan Pembahasan

T" f*", CP" 2 CH,-C-H

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. resiko penyakit pada konsumen. Makanan fungsional ini mengandung senyawa atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

ISOLASI BAHAN ALAM. 2. Isolasi Secara Kimia

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

Aldehid dan Keton. Sulistyani, M.Si

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK. Disusun Oleh :

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al.

UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

UJI AKTIVITAS DAYA ANTIOKSIDAN BUAH RAMBUTAN RAPIAH DENGAN METODE DPPH

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Molekul ini sangat reaktif sehingga dapat menyerang makromolekul sel seperti lipid,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. SIFAT KIMIA SENYAWA FENOLIK

Alkena dan Alkuna. Pertemuan 4

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

ALDEHID DAN KETON. Putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan

III. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

Transkripsi:

PENDAHULUAN Mie instan adalah mie yang telah melalui proses penggorengan menggunakan minyak nabati untuk menurunkan kadar airnya sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama dan kemudian disajikan dengan cepat (3-5 menit) hanya dengan menambahkan air mendidih dan bumbu penyedap. Karena telah melalui proses penggorengan, mie instan dapat mengandung minyak sekitar 15-20%. Akibatnya mie instan juga menjadi rentan terhadap oksidasi karena kandungan minyak di dalamnya. Hasil oksidasi minyak berupa senyawa aldehida, keton, dan asam. Senyawa-senyawa tersebut akan menghasilkan bau tengik dan rasa tidak enak sehingga dapat membatasi ketahanan mie instan (Smith, 1991). Antioksidan dapat ditemukan dalam mie instan karena terbawa bersama minyak atau ditambahkan lagi saat pembuatan mie. Dalam rangka pengawasan kualitas dan keamanan produk, diperlukan metode analisis untuk penentuan kadar antioksidan dalam mie instan untuk mengetahui apakah kadarnya tidak melebihi batas penggunaan maksimum yang diizinkan. Antioksidan sintetik yang paling banyak digunakan saat ini adalah antioksidan golongan fenolat, yaitu BHA (butil hidroksi anisol), BHT (butil hidroksi toluen), dan TBHQ (tersier butil hidrokuinon). 1

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tentang oksidasi, antioksidan, regulasi antioksidan, metode kromatografi cair kinerja tinggi, dan validasi metode analisis. 1.1 Oksidasi Oksidasi adalah masalah yang paling sering ditemukan dalam produksi, penyimpanan, dan penggunaan makanan yang mengandung lemak dan minyak. Oksidasi minyak dan lemak tak jenuh diawali oleh terjadinya pembentukan radikal bebas karena adanya panas, cahaya, ion logam, atau oksigen. Reaksi terjadi pada gugus metil yang berada dekat pada ikatan rangkap antar karbon (Smith, 1991). Mekanisme oksidasi pada umumnya terdiri dari tiga tahap utama, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal bebas lemak (R ), yaitu suatu senyawa yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom hidrogen (reaksi I). Tahap ini berlangsung lambat dan terjadi karena adanya cahaya atau logam. Pada tahap propagasi, radikal lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksida (ROO ). Radikal peroksida selanjutnya akan menyerang molekul lemak lain (RH) menghasilkan hidroperoksida (ROOH) dan radikal lemak baru (reaksi II dan III). Tahap ini merupakan reaksi rantai yang berlangsung sangat cepat (Smith, 1991). Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil dan akan terdegradasi menjadi senyawa-senyawa seperti aldehida, keton, dan asam yang menyebabkan bau dan rasa tengik. Reaksi oksidasi akan berakhir pada tahap terminasi, yaitu melalui reaksi antar radikal bebas (reaksi IV) (Smith, 1991). Inisiasi : RH R + H (I) Propagasi : R + O 2 ROO (II) : ROO + RH ROOH + R (III) 2

3 Terminasi : ROO + ROO non radikal (IV) R + ROO non radikal R + R non radikal Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya oksidasi antara lain adalah : 1. Panas. Setiap kenaikan suhu sebesar 10 C akan meningkatkan kecepatan reaksi oksidasi menjadi dua kalinya. 2. Cahaya. Sinar UV merupakan katalis yang kuat untuk terjadinya oksidasi. 3. Logam. Logam-logam dalam bentuk ion atau terlarut juga merupakan katalis untuk terjadinya oksidasi. 4. Suasana Basa. Kebasaan dan ion logam alkali memicu terbentuknya radikal bebas. 5. Derajat Ketidakjenuhan. Jumlah dan posisi ikatan rangkap dalam molekul lemak mempengaruhi kerentanan terhadap oksidasi. 6. Pigmen. Residu pigmen seperti klorofil dalam minyak nabati dapat memicu terjadinya oksidasi. 7. Oksigen. Oksigen diperlukan dalam oksidasi (Smith, 1991). Terjadinya oksidasi dapat dikenali dari tanda-tanda, seperti ketengikan, perubahan warna (warna bisa berubah menjadi gelap ataupun pudar tergantung substrat yang teroksidasi, misalnya minyak dan lemak cenderung menjadi lebih gelap sedangkan pigmen, terutama karotenoid, cenderung memudar), dan hilangnya aroma (misal pada minyak atsiri yang teroksidasi akan menghilangkan aromanya yang khas) (Smith, 1991). 1.2 Antioksidan Antioksidan adalah senyawa yang ditambahkan dalam jumlah kecil ke dalam senyawasenyawa yang bersifat tidak jenuh, terutama lemak dan minyak untuk memperlambat proses oksidasi. Suatu senyawa untuk dapat digunakan sebagai antioksidan harus mempunyai sifat dapat membentuk radikal bebas dengan cepat (menyumbangkan atom hidrogen lebih cepat daripada molekul lemak) dan dapat terkonsentrasi pada permukaan atau lapisan lemak (bersifat lipofilik). Selain itu, untuk antioksidan dalam makanan harus tahan pada kondisi pengolahan makanan (Cahyadi, 2006).

4 Berdasarkan asalnya, antioksidan dapat dibagi menjadi antioksidan alami dan sintetik. Contoh antioksidan alami antara lain tokoferol, asam askorbat, flavonoid, dan β-karoten. Sedangkan yang merupakan antioksidan sintetik yaitu BHA (Butil Hidroksi Anisol), BHT (Butil Hidroksi Toluen), PG (Propil Galat), dan TBHQ (Tersier Butil Hidrokuinon). Penggunaan kombinasi beberapa jenis antioksidan memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap oksidasi dibandingkan dengan penggunaan satu jenis antioksidan saja (Cahyadi, 2006). 1.2.1 Mekanisme Kerja Antioksidan Antioksidan yang baik akan bereaksi dengan radikal lemak dan peroksida segera setelah senyawa tersebut terbentuk. Salah satu mekanisme kerja antioksidan adalah dengan menyediakan hidrogen untuk bereaksi dengan radikal bebas dan memutuskan reaksi berantai oksidasi sebelum terbentuk produk akhir yang menyebabkan ketengikan, contohnya antioksidan golongan fenolat (AH 2 dan AH). Radikal bebas fenolat yang terbentuk stabil (berenergi rendah) karena adanya hibridisasi resonansi (Smith,1991). AH + R RH + A (stabil) atau AH + ROO ROOH + A (stabil) atau AH 2 + ROO ROOH + AH (stabil) AH + ROO ROOH + A OH + R. RH + O. O. O.. O Gambar 1.1 Kerja antioksidan golongan fenolat

5 1.2.2 BHA (Butil Hidroksi Anisol) BHA memiliki dua isomer, yaitu 3-tert-butil-4-hidroksianisol (3-BHA) dan 2-tert-butil-4- hidroksianisol (2-BHA). BHA pada umumnya mengandung tidak kurang dari 90% isomer 3-BHA yang merupakan antioksidan yang lebih baik daripada 2-BHA (Smith, 1991). Sinonim BHA antara lain tert-butil-4-metoksifenol; 1,1-dimetiletil-4-metoksifenol; E320; Nipanox BHA; Nipantiox 1-F (Rowe, 2003). OH OH C(CH 3 ) 3 C(CH 3 ) 3 OCH 3 OCH 3 Gambar 1.2 Struktur 3-BHA dan 2-BHA BHA berbentuk serbuk kristal putih atau padatan putih kekuning-kuningan, dengan berat molekul 180,25. BHA praktis tidak larut dalam air ; larut dalam metanol ; larut baik dalam etanol 50% (1 g/1 ml), propilenglikol, kloroform (1 g/2 ml), dietil eter (1 g/1,2 ml), heksan, dan dalam petroleum eter. Titik didih BHA 264 C (pada 745 mmhg) dan titik leleh 47 C untuk 3-BHA murni dan untuk BHA komersial biasanya titik lelehnya bervariasi dari 47-57 C. BHA digunakan dalam kosmetik, makanan, dan sediaan farmasi terutama sebagai antioksidan (Rowe et al., 2003). BHA sering digunakan dalam kombinasi dengan antioksidan lain seperti BHT dan alkil galat, dan dengan sekuestran atau sinergis seperti asam sitrat. Tabel 1.1 Penggunaan BHA sebagai Antioksidan Penggunaan Konsentrasi (%) β-karoten 0,01 Minyak atsiri 0,02-0,5 Injeksi i.m. 0,03 Injeksi i.v. 0,0002-0,0005 Minyak dan lemak 0,02 Formulasi topikal 0,005-0,02

6 1.2.3 BHT (Butil Hidroksi Toluen) BHT berbentuk serbuk kristal berwarna putih atau kuning pucat, sedikit berbau khas, dengan berat molekul 220. Sinonim BHT antara lain 2,6-ditertiary-butil-4-metilfenol; E321; 2,6-di-tert-butil-p-kresol (Rowe et al., 2003). OH (CH 3 ) 3 C C(CH 3 ) 3 CH 3 Gambar 1.3 Struktur BHT BHT praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilenglikol, larutan alkali hidroksida; larut baik dalam aseton, benzen, etanol (95%), eter, etil asetat, kloroform, metanol, toluen, dan minyak (Rowe et al., 2003). Kelarutan BHT dalam minyak makanan dan lemak lebih besar daripada BHA (Merck Index, 2001). Titik didih BHT 265 C dan titik leleh 70 C. BHT digunakan sebagai antioksidan dalam kosmetik, makanan, dan sediaan farmasi dengan fungsi sama seperti BHA. Kombinasi dengan BHA menghasilkan efek sinergis (Rowe et al., 2003). Tabel 1.2 Penggunaan BHT sebagai Antioksidan Penggunaan Konsentrasi (%) β-karoten 0,01 Minyak nabati untuk makanan 0,01 Minyak atsiri 0,02-0,5 Lemak dan minyak 0,02 Minyak ikan 0,01-0,1 Inhalasi 0,01 Injeksi i.m. 0,03 Injeksi i.v. 0,0009-0,002 Formulasi topikal 0,0075-0,1

7 1.2.4 TBHQ (Tersier Butil Hidrokuinon) Sinonim TBHQ antara lain 2-(1,1-dimetiletil)-1,4-benzendiol; E319; 2-tert-butil-1,4- dihidroksibenzen. TBHQ berbentuk serbuk kristal berwarna putih atau coklat muda, bobot molekul 166,22 dengan titik didih 300 C (pada 760 mmhg) dan titik lebur 126,5-128,5 C. TBHQ praktis tidak larut dalam air; larut dalam minyak, etanol, etil asetat, dan propilenglikol (Rowe et al., 2003). OH C(CH 3 ) 3 OH Gambar 1.4 Struktur TBHQ TBHQ adalah antioksidan paling efektif untuk kebanyakan lemak dan minyak, terutama minyak nabati. TBHQ memiliki ketahanan yang sangat baik dalam proses penggorengan. Kombinasi dengan BHA dapat meningkatkan performanya sebagai antioksidan dalam proses pemanggangan (Smith, 1991). 1.2.5 Regulasi Antioksidan Menurut Peraturan No.722/MENKES/PER/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan disebutkan bahwa antioksidan adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau memperlambat oksidasi. Selain itu, pada Lampiran I disebutkan dilarang menggunakan bahan tambahan makanan dalam jumlah berlebih dari batas penggunaan maksimumnya untuk setiap jenis makanan. Di beberapa negara, BHA tidak diperbolehkan penggunaannya dalam makanan bayi atau anak-anak, kecuali untuk pengawet makanan yang mengandung vitamin A. Jepang mengizinkan penggunaan BHA sampai 1000 ppm dalam lemak hewan. Pada konsentrasi tinggi, ada beberapa laporan tentang toksisitas BHA khususnya yang meningkatkan kanker

8 lambung bagian depan pada tikus dan hamster jantan jenis syrian golden. Ada juga studi yang melaporkan bahwa BHA mengakibatkan perubahan genetik pada ovarium hamster Chinese (Hanssen, 1987). Saat ini, BHA terdaftar sebagai GRAS dengan ADI 0,5 mg/kg berat badan. Untuk BHT, ADI-nya terus berubah dari tahun ke tahun karena efek toksiknya dalam beberapa spesies dan dicurigai bersifat karsinogen. Dalam penggunaan dengan dosis yang sangat besar, terdapat peningkatan ukuran hati yang diperkirakan terjadi karena BHT menyebabkan sel-sel membelah. Dalam dosis yang rendah pun, BHT meningkatkan pemunculan tumor paru-paru pada mencit (Hanssen, 1987). Di Amerika Serikat penggunaan BHT dalam makanan bayi dilarang. BHT terdaftar sebagai GRAS, dengan ADI saat ini adalah 0,3 mg/kg berat badan. Sedangkan ADI TBHQ adalah 0,7 mg/kg berat badan. Tabel 1.3 Aplikasi BHA, BHT, dan TBHQ di Indonesia Jenis Pangan BHA (bpj) BHT (bpj) TBHQ (bpj) Lemak dan minyak 200 200 200 Margarin 200 100 - Ikan beku 1000 1000 - Ikan asin 200 200-1.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) adalah kromatografi cair kolom modern yang merupakan hasil pengembangan dari kromatografi cair kolom klasik. Kemajuan dalam teknologi kolom, pompa tekanan tinggi, dan detektor menjadikan KCKT suatu sistem pemisahan yang cepat dan efisien. KCKT dapat digunakan untuk menganalisis senyawa organik dan anorganik yang pada umumnya tidak dapat menguap. Pada KCKT, analit harus larut dalam cairan (fase gerak) sehingga dapat digunakan untuk analisis senyawa-senyawa yang tidak dapat dianalisis dengan kromatografi gas (KG). Selain itu, KCKT dilakukan pada suhu kamar sehingga

9 analit yang tidak tahan panas dapat dianalisis. Keterbatasan KCKT adalah kelarutan analit dalam fase gerak dan detektornya yang tidak sepeka detektor KG (Ibrahim, 1998). Metode penentuan dengan KCKT dapat digunakan untuk senyawa dengan jenis / ragam yang luas dan biasanya tidak memerlukan tahapan derivatisasi serta waktu penentuan yang singkat / cepat. Metode KCKT juga dapat digunakan untuk pemisahan dan penentuan senyawa-senyawa dalam satu kelompok yang struktur kimianya mirip (Nollet, 1992). Pada penggunaan KCKT umumnya diperlukan adanya kepastian kesesuaian sistem dan kondisi percobaan karena adanya pengaruh kondisi yang disebabkan jenis peralatan sistem elektronik, zat uji, dan kualitas pereaksi yang digunakan terhadap hasil analisis. Kondisi percobaan yang harus ditetapkan meliputi : laju aliran pelarut, suhu kolom, tinggi, puncak, luas dan lebar kromatogram. Tabel 1.4 Parameter Percobaan KCKT Parameter Percobaan Kriteria Laju aliran 1-2 ml/menit Tekanan 200 bar Waktu pemisahan 10-20 menit Faktor kapasitas 1 < k < 10 Faktor selektivitas α > 1 Faktor ikutan / simetris T f = 1 Kromatogram Lancip, tajam, tidak melebar, tidak berekor Resolusi R 1,5 1.4 Validasi Metode Analisis Validasi dalam metode analisis adalah konfirmasi dan pembuktian di laboratorium apakah suatu metode sesuai dengan persyaratan. Parameter validasi antara lain adalah selektifitas, kelinieran, kepekaan, kecermatan, keseksamaan, robustness, dan ruggedness (Ibrahim, 2001).

10 1.4.1 Selektifitas dan spesifisitas Selektifitas adalah kemampuan metode analisis untuk memberikan signal analit pada campuran analit dalam sampel tanpa adanya interaksi antar analit. Spesifisitas adalah kemampuan metode analisis mengukur secara akurat dan spesifik suatu analit dengan adanya komponen lain dalam matriks sampel. 1.4.2 Kelinieran Kelinieran adalah kemampuan metode untuk menunjukkan respon yang berbanding lurus dengan konsentrasi pada rentang tertentu. Kelinieran diuji melalui penentuan koefisien korelasi (r) dan koefisien variasi fungsi regresi (V xo ). Koefisien korelasi diperoleh dari persamaan garis regresi linier grafik respon instrumen terhadap konsentrasi : y = bx + a... (1) y adalah nilai respon instrumen, b adalah tetapan proporsionalitas atau kemiringan garis, dan a adalah tetapan empirik yang menggambarkan titik potong sumbu y dan juga sebagai respon blanko (nilai y saat x = 0). Koefisien variasi fungsi regresi dapat diperoleh dari rumus dibawah ini : ) S y/x ( yi yi) =... (2) n 2 dengan : S y/x adalah simpangan baku, Ŷi adalah semua titik pada garis regresi yang berpadanan dengan Xi (i = 1, 2, 3, ) yang dihitung dari persamaan regresinya, i adalah sinyal yang terukur. S y/x S x0 =... (3) b S x0 V x0 =. 100%... (4) X Nilai V x0 yang kecil menandakan kelinieran yang baik, biasanya syarat V x0 < 2 % digunakan untuk kurva baku penetapan kadar obat dalam sediaan atau bahan baku.

11 Sedangkan V x0 < 5 % digunakan untuk analisis obat dalam kajian metabolit dan bahan metabolit. 1.4.3 Kepekaan Kepekaan terdiri dari batas deteksi dan batas kuantisasi. Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Batas kuantisasi adalah jumlah terkecil analit yang dapat ditetapkan secara kuantitatif dan masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Penentuan dapat dilakukan secara perhitungan atau percobaan. BD = 3,3 S y/x... (5) b BK = 10 S y/x... (6) b 1.4.4 Kecermatan Kecermatan adalah ukuran kedekatan antara hasil uji dengan hasil sebenarnya. Akurasi biasanya ditandai dengan perolehan kembali. Perolehan kembali = Xr/Xa x 100%... (7) dengan : Xr = kadar yang diperoleh dari hasil pengukuran dan Xa = kadar sebenarnya yang ditambahkan. 1.4.5 Keseksamaan Keseksamaan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Keseksamaan ditentukan dengan menghitung secara statistik nilai standar deviasi atau standar deviasi relatif (koefisien variasi). Ada beberapa macam tingkatan keseksamaan, antara lain ialah keseksamaan intra-day yang ditentukan dalam kondisi yang sama dan dalam waktu yang singkat, dan

12 keseksamaan inter-day yang ditentukan dengan variasi dalam laboratorium yang sama, misalnya dengan hari, analit, atau alat yang berbeda. 1.4.6 Robustness dan Ruggedness Robustness adalah kemampuan metode untuk tidak terpengaruh oleh perubahan kecil selama pengembangan metode. Ruggedness adalah derajat ketertiruan hasil uji sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji, seperti laboratorium, analis, alat, pereaksi, dan waktu yang berbeda.