ABSTRAK PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIK DAN PERBAIKAN KLINIS DEMAM PADA PASIEN ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI RSUP SANGLAH DENPASAR Demam tifoid merupakan masalah kesehatan di Indonesia karena insiden demam tifoid yang tinggi dan terus meningkat. Diperkirakan 1,08 juta kasus demam tifoid baru terjadi di Indonesia setiap tahunnya. Terapi antibiotika merupakan terapi utama pada demam tifoid. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil antibiotik pada pasien anak dengan demam tifoid yang diberi antibiotik dan mengetahui perbaikan gambaran klinis demam tifoid anak pada pemberian berbagai antibiotik di RSUP. Sanglah Denpasar. Jenis penelitian yang digunakan adalah cross-sectional analitik dengan pengambilan data secara retrospektif. Sampel diambil dari rekam medis pasien demam tifoid anak yang dirawat di RSUP. Sanglah Denpasar. Teknik pemilihan subjek menggunakan total sampling. Subjek merupakan pasien demam tifoid anak yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar. Total sampel diperoleh sebanyak 25 pasien demam tifoid anak. Golongan antibiotik yang digunakan di RSUP. Sanglah adalah kloramfenikol, seftriakson, ampisilin, sefiksim, dan antibiotik yang paling banyak digunakan adalah seftriakson (60%) dengan rute pemberian secara intravena (80%) dengan dosis 2gr/hari (40%) selama 5 hari (24%). Rata-rata lama perbaikan klinis demam menggunakan antibiotik kloramfenikol adalah 6 + 1 hari, seftriakson 5 + 1 hari, ampisilin 6 + 1 hari dan sefiksim 5 + 2 hari. Dapat disimpulkan bahwa hasil analisis statistik dengan uji One Way Anova menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antar penggunaan jenis antibiotik dengan lama perbaikan klinis demam. Diharapkan parameter ini dapat digunakan untuk meningkatkan efektifitas waktu dalam pengobatan demam tifoid anak. Kata kunci : Demam tifoid, Jenis antibiotik, Anak i
ABSTRACT PROFILE GIVING ANTIBIOTICS AND CLINICAL FEVER IMPROVEMENT IN CHILDREN PATIENTS WITH TYPHOID FEVER AT SANGLAH GENERAL HOSPITAL Typhoid fever is a health problem in Indonesia because the Incidence of typhoid fever is high and continues to increase. Estimated 1.08 million cases of typhoid fever recently occurred in Indonesia each year. Antibiotic therapy is the main therapy on typhoid fever. The purpose of this research is to determine the profile of antibiotics in children with typhoid fever patients who were given antibiotics and determine the clinical improvement of child typhoid fever on the giving of various antibiotics in Sanglah general hospital. This type of research is cross-sectional analytic and retrospective data collection. Samples taken from the medical record of children typhoid patients who admitted to Sanglah general hospital Denpasar. Sample chosen by total sampling. The Subject was the children of typhoid fever patients treated at Sanglah general hospital Denpasar. Total sample obtained as many as 25 children typhoid fever patients. Antibiotics group which used in Sanglah general hospital are chloramphenicol, ceftriaxone, ampicillin, cefixime and the most commonly antibiotics used was 2gr/day (40%) ceftriaxone (60%) intravenous route (80%) for 5 days (24%). The average time of clinical improvement of fever using antibiotics chloramphenicol is 6 + 1 days, ceftriaxone 5 + 1 days, ampicilline 6 + 1 days dan cefixime 5 + 2 days. It can be concluded that the results of statistical analysis with One Way Anova test shows there was not associated between use type of antibiotics with the clinical improvement of fever. Expected this parameter can be used to increase the effectiveness of time in the treatment of typhoid fever. Keywords : Typhoid fever, Type of antibiotics, Children ii
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM.... i LEMBAR PENGESAHAN.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv LEMBAR KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI...... v ABSTRAK...... vi ABSTRACT...... vii RINGKASAN...... viii SUMMARY...... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR SINGKATAN... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 4 1.3 Tujuan Penelitian... 4 1.4 Manfaat Penelitian... 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA... 6 2.1 Definisi... 6 2.2 Etiologi... 6 2.3 Patogenesis... 7 2.4 Patofisiologi Demam... 9 2.5 Penegakan Diagnosis... 10 2.5.1 Anamnesis... 11 2.5.2 Pemeriksaan Fisik... 11 iii
2.5.3 Pemeriksaan Laboratorium... 11 2.5.3.1 Darah Tepi... 11 2.5.3.2 Serologi Widal... 12 2.5.3.3 Serologi TUBEX... 12 2.5.3.4 Isolasi Bakteri... 13 2.6 Penggunaan Antibiotik pada Demam Tifoid...... 13 2.7 Penelitian Sejenis... 17 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP, DAN HPOTESIS..... 18 3.1 Kerangka Berpikir... 18 3.2 Kerangka Konsep... 19 3.3 Hipotesis... 19 BAB IV METODE PENELITIAN... 20 4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian... 20 4.2 Populasi dan Sampel... 20 4.2.1 Populasi Penelitian... 20 4.2.2 Sampel Penelitian... 20 4.2.3 Cara Pengambilan Sampel... 21 4.3 Variabel Penelitian... 21 4.3.1 Klasifikasi Variabel... 21 4.3.2 Definisi Operasional Variabel... 22 4.4 Instrumen Penelitian... 23 4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian... 23 4.5.1 Lokasi Penelitian... 23 4.5.2 Waktu Penelitian... 23 4.6 Prosedur Pengumpulan atau Pengambilan Data... 24 4.7 Pengolahan dan Analisis Data... 25 4.8 Etika Penelitian... 25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN...... 26 iv
5.1 Karakteristik Umum Sampel Penelitian... 26 5.2 Jenis Obat yang Digunakan... 28 5.3 Profil Penggunaan Antibiotik... 29 5.3.1 Penggolongan Antibiotik... 29 5.3.2 Rute Pemberian Antibiotik... 30 5.3.3 Dosis Antibiotik... 31 5.3.4 Durasi Penggunaan Antibiotik... 32 5.4 Gambaran Klinis Perbaikan Demam dan Lama Rawat Inap... 33 5.4.1 Lama Perbaikan Klinis Demam... 33 5.4.2 Lama Rawat Inap... 34 5.5 Analisis Bivariat Pemberian Antibiotik Terhadap Perbaikan Klinis Demam... 34 5.6 Keterbatasan Penelitian... 37 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN...... 38 6.1 Simpulan...... 38 6.2 Saran...... 38 DAFTAR PUSTAKA... 39 LAMPIRAN... 42 Lampiran 1... 42 Lampiran 2... 43 Lampiran 3... 44 Lampiran 4... 45 Lampiran 5... 46 Lampiran 6... 50 Lampiran 7... 52 Lampiran 8... 53 v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel...22 Tabel 5.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelami...26 Tabel 5.2 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Umur....27 Tabel 5.3 Distribusi Jenis Obat...28 Tabel 5.4 Distribusi Penggolongan Antibiotik....29 Tabel 5.5 Rute Pemberian Antibiotik Pasien Demam Tifoid Anak...30 Tabel 5.6 Dosis dan Frekuensi Penggunaan Antibiotika...31 Tabel 5.7 Distribusi Durasi Penggunaan Antibiotik Pasien Demam Tifoid Anak...32 Tabel 5.8 Distribusi Lama Perbaikan Klinis Demam...33 Tabel 5.9 Distribusi Lama Rawat Inap Pasien Demam Tifoid Anak...34 Tabel 5.10 Lama Perbaikan Klinis Demam Berdasarkan Jenis Antibiotik...35 vi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1 Kerangka Berpikir...18 Gambar 3.1 Kerangka Konsep....19 Gambar 4.1 Prosedur Pengumpulan atau Pengambilan Data...24 vii
DAFTAR SINGKATAN OMP : Outer Membrane Protein RES : Reticulo Endothelial System IL-1 : Interleukin-1 TNFα : Tumor Necrosis Factor-Alpha OVLT : Organum Vasculosum Laminae Terminalis COX-2 : siklooksigenase 2 IgM : Immunoglobulin-M IgG : Immunoglobulin-G INN : International Non-Propietary Names OGB : Obat Generik Berlogo viii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Jadwal Penelitian...42 Lampiran 2. Pengeluaran Biaya...43 Lampiran 3. Contoh Lembar Pengisian Data Rekam Medis...44 Lampiran 4. Data Penelitian...45 Lampiran 5. Output Analisis Hasil Penelitian...46 Lampiran 6. Ethical Clearance...50 Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian...52 Lampiran 8. Curriculum Vitae...53 ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit demam tifoid atau di masyarakat yang lebih dikenal dengan penyakit tifus masih merupakan masalah kesehatan khususnya di Indonesia dan negara berkembang lainnya karena insiden demam tifoid yang sangat tinggi dan kasusnya yang terus meningkat di rumah sakit maupun di pusat kesehatan (Akhsin, 2010). Secara global pada tahun 2000 WHO memperkirakan demam tifoid menimbulkan 21.650.974 kasus dan 216.510 kematian. Jumlah kasus tertinggi (>100 per 100.000 orang / tahun) dan konsekuensi fatalitasnya terjadi di Asia Tenggara (Dewan, 2013). Insiden demam tifoid yang sangat tinggi ditemukan di negara-negara berkembang seperti India, Pakistan, South-Central Asia, Asia Tenggara, Asia, Afrika dan Amerika Latin (Masoumi, 2013). Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Insiden penyakit ini di Indonesia berkisar 385-810/100.000 populasi per tahun. Mortalitas dari kasus ini antara 0,6-2%. Populasi total Indonesia adalah 200 juta jiwa, sehingga diperkirakan 1,08 juta kasus demam tifoid baru di Indonesia setiap tahun (Punjabi, 1998). Demam tifoid disebabkan oleh patogen spesifik Salmonella typhi (S. typhi) dari Genus Salmonella yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan yang tercemar. S. typhi berbentuk batang, merupakan bakteri gram x
negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar) (Aziah, 2009). Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran (Akhsin, 2010). Gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini berupa demam (40 0 41 0 C) yang berkepanjangan empat sampai delapan minggu bila tidak diobati, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epitaksis (Sudoyo, 2009;Ali, 2009). Pada minggu kedua penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur-angsur turun kecuali apabila terjadi fokus infeksi seperti kolesistitis dan abses jaringan lunak maka demam akan menetap. Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepi lidah kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan perut kembung (meterorismus). Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Pada saat demam sudah tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat seperti kesadaran berkabut atau delirium atau penurunan kesadaran mulai apatis sampai koma (Batubara, 2014). Penegakan diagnosis demam tifoid harus dilakukan dengan cepat dan akurat agar penanganannya menjadi lebih efektif. Penegakan diagnosis demam tifoid dapat dilakukan secara klinis dan pemeriksaan laboratorium. Secara klinis demam tifoid dapat dikenali melalui pola demam yang khas yakni adanya kenaikan suhu xi
yang tidak turun selama lebih dari satu minggu terutama sore hari dan kenaikan tidak langsung tinggi tetapi bertahap seperti anak tangga (Batubara, 2014). Pemeriksaan laboratorium yang dikerjakan di Indonesia adalah pemeriksaan kultur darah, uji serologis widal dan uji serologi TUBEX. Diagnosis pasti demam tifoid ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan darah, urin, feses, atau sumsum tulang yang sampai saat ini masih digunakan sebagai gold standard (Fadeel, 2011). Terapi antibiotika merupakan terapi utama pada demam tifoid karena pada dasarnya patogenesis infeksi S. typhi berhubungan dengan keadaan bakterimia. Pemberian antibiotika dapat mengubah perjalanan penyakit, memperbaiki gambaran klinis demam, mengurangi komplikasi dan angka kematian (Rohim, 2002). Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Antibiotik lini pertama yang digunakan dalam pengobatan demam tifoid adalah kloramfenikol, tiamfenikol atau ampisilin/amoksisilin. Kloramfenikol masih merupakan pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid karena efektif, murah, mudah didapat dan dapat diberikan secara oral. Umumnya perbaikan klinis sudah tampak dalam waktu 72 jam dan suhu akan kembali normal dalam waktu tiga sampai enam hari (Rampengan, 2013). Antibiotik yang beredar di pasaran bermacam-macam baik bentuk sediaannya maupun kandungan zat aktifnya. Antibiotik yang beredar ada yang dipasarkan dengan nama generik atau dengan non-generik. Saat ini sering timbul anggapan bahwa antibiotik generik merupakan obat dengan kualitas yang xii
rendah. Namun hal ini perlu ditelusuri lebih lanjut mengenai efektifitas masingmasing antibiotik dalam penggunaannya pada kasus demam tifoid (Harianto, 2006). Berdasarkan uraian diatas yang menyebutkan bahwa demam merupakan gejala utama yang selalu muncul pada demam tifoid, peneliti bermaksud untuk mengetahui perbedaan waktu terjadinya perbaikan gambaran klinis demam pada pasien anak demam tifoid menggunakan beberapa jenis antibiotik yakni kloramfenikol, seftriakson, ampisilin, dan sefiksim di RSUP. Sanglah Denpasar pada tahun 2015 dilihat dari penurunan demam serta lama rawat inap. Dengan mengetahui perbedaan waktu terjadinya perbaikan gambaran klinis demam menurut beberapa jenis antibiotik yang diberikan diharapkan dapat diketahui terapi antibiotik yang paling baik untuk pasien anak demam tifoid. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana profil antibiotik pada pasien anak dengan demam tifoid yang diberi antibiotik di RSUP. Sanglah Denpasar? 2. Bagaimana perbaikan gambaran klinis demam tifoid anak pada pemberian berbagai antibiotik di RSUP. Sanglah Denpasar? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum 1. Untuk mengetahui profil antibiotik pada pasien anak dengan demam tifoid yang diberi antibiotik di RSUP. Sanglah Denpasar. xiii
2. Untuk mengetahui perbaikan gambaran klinis demam tifoid anak pada pemberian berbagai antibiotik di RSUP. Sanglah Denpasar. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui waktu terjadinya perbaikan gambaran klinis demam terhadap pasien anak dengan demam tifoid yang diberi antibiotik kloramfenikol di RSUP. Sanglah Denpasar 2. Untuk mengetahui waktu terjadinya perbaikan gambaran klinis demam terhadap pasien anak dengan demam tifoid yang diberi antibiotik seftriakson di RSUP. Sanglah Denpasar 3. Untuk mengetahui waktu terjadinya perbaikan gambaran klinis demam terhadap pasien anak dengan demam tifoid yang diberi antibiotik ampisilin di RSUP. Sanglah Denpasar 4. Untuk mengetahui waktu terjadinya perbaikan gambaran klinis demam terhadap pasien anak dengan demam tifoid yang diberi antibiotik sefiksim di RSUP. Sanglah Denpasar 1.4 Manfaat Penelitian 1 Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk pemilihan antibiotik demam tifoid yang lebih cepat menurunkan demam. 2 Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai data-data ilmiah untuk bahan pembelajaran mengenai penggunaan antibiotik untuk mengobati demam pada penderita demam tifoid. xiv
3 Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut, khususnya tentang demam tifoid dan penggunaan terapi antibiotik pada demam tifoid. xv