KARAKTERISTIK DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) INDUSTRI RUMAH TANGGA, DESA GEGUNUNG WETAN KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus)

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi

Jurnal Agrisistem, Juni 2007, Vol. 3 No. 1 ISSN

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan atau. maka makanan tersebut tidak ada nilainya lagi.

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

TEKNOLOGI PEMBUATAN PUREE MANGGA Oleh: Masnun, BPP Jambi BAB. I. PENDAHULUAN

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT

Sosis ikan SNI 7755:2013

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

ECONOMI VALUE ADDED OF BLUE SWIMMING CRAB (Portunus pelagicus) PROCESSING AT CV. LAUT DELI BELAWAN NORTH SUMATERA

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

APLIKASI METODE AKUSTIK UNTUK UJI KESEGARAN IKAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

POTENSI PEMANFAATAN UDANG (Peanaeus sp.) DAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) RUCAH SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF PAKAN IKAN

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

KAJIAN SIFAT MUTU UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) SEGAR PADA PENYIMPANAN SUHU KAMAR

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

BAB I PENDAHULUAN. makanan yang halal dan baik, seperti makan daging, ikan, tumbuh-tumbuhan, dan

III. METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Uji Organoleptik Ikan Mujair

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

Uji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Data Identifikasi Rajungan

ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BBP4BKP. Pengolahan Pindang Ikan Air Tawar. Unit Eselon I Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRAK

PENGOLAHAN PASTA LAOR (Eunice viridis) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI GARAM

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

PENDAHULUAN. Djoko Poernomo*, Sugeng Heri Suseno*, Agus Wijatmoko**

Siomay ikan SNI 7756:2013

BABI PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh Samudera

Pengaruh Lama Pengasapan Yang Berbeda Terhadap Mutu Organoleptik dan Kadar Air pada Ikan Tongkol (Euthynnus affinis ) Asap

Kepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

Terasi udang SNI 2716:2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN ABON MANDAI SEBAGAI ALTERNATIF TAMBAHAN PENDAPATAN MASYARAKAT

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

PAPER BIOKIMIA PANGAN

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Transkripsi:

KARAKTERISTIK DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) INDUSTRI RUMAH TANGGA, DESA GEGUNUNG WETAN KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH Nurjanah Dwi 2, Ariyanti 1, Tati Nurhayati 2 dan Asadatun Abdullah 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan observasi langsung di industri rumah tangga pengupasan rajungan untuk mengetahui karakteristik daging rajungan industri rumah tangga melalui pengukuran panjang dan bobot rajungan, penentuan rendemen rajungan, uji organoleptik rajungan segar dan daging rajungan industri rumah tangga, analisis TPC daging rajungan, analisis kandungan gizi daging rajungan. Karakteristik organoleptik rajungan pada 3 kondisi (udara terbuka, air tawar dan air tawar < 10 o C) dilakukan secara subyektif setiap 3 jam selama 24 jam. Nilai organoleptik daging rajungan matang sebesar 8,11 dengan nilai TPC sebesar 4,2 x 10 5 koloni/gram dan telah memenuhi SNI 01-4244-1996. Persentase nilai rendemen yang tertinggi adalah pada cangkang sebesar 25,88%, sedangkan total rendemen daging sebesar 25,28%. Kandungan gizi rajungan sebelum dan setelah pengolahan dengan perebusan tidak berbeda nyata dengan kandungan segarnya Rajungan yang paling cepat mengalami kemunduran mutu organoleptik adalah pada kondisi udara terbuka, fase rigor mortis berlangsung selama 8 jam. Penanganan yang paling cocok bagi rajungan sebagai bahan mentah industri rumah tangga adalah pada kondisi udara terbuka, dimana didapatkan tekstur daging yang paling baik, meskipun kemunduran mutu rajungan segar terjadi sangat cepat. Oleh karenanya diperlukan proses penanganan dan pengolahan yang cepat agar dihasilkan mutu daging rajungan rebus yang baik. Kata kunci: karakteristik, industri rumah tangga, rajungan PENDAHULUAN Perusahaan pengekspor rajungan kaleng ada yang mengambil bahan baku berupa daging rajungan rebus (fresh meat crabs) dari mini plant dan ada juga yang mengambil daging rajungan hasil olahan dari industri rumah tangga melalui pengumpul. Secara umum karakteristik dapat diartikan, sifat khas pada suatu bahan atau produk, baik secara fisik, kimiawi, dan biologi. Asal bahan baku, cara penanganan dan pengolahan, serta perlakuan yang berbeda pada suatu bahan dapat menghasilkan karakteristik yang berbeda pula. Karakteristik fisik daging rajungan dapat dilihat secara organoleptik dengan panca indera seperti penampakan, tekstur dan aromanya. Sedangkan karakteristik kimia daging rajungan diantaranya dapat tercermin pada kandungan gizi yang terdapat di dalamnya. Karakteristik biologis diantaranya dapat tercermin dari kandungan mikrobiologi pada bahan baku yang digunakan dalam pengolahan. Industri rumah tangga pengupasan rajungan merupakan unit usaha perorangan yang menghasilkan daging rajungan rebus yang selanjutnya dijual kepada pengumpul. Pengolahan rajungan di industri rumah tangga berupa pemasakan dan pengambilan daging (picking) dilakukan dengan cara yang sangat sederhana serta kurang saniter dan higienis. Baik dan buruknya penanganan dan pengolahan akan mempengaruhi karakteristik hasil akhir daging rajungan sebagai bahan makanan atau bahan baku untuk pengolahan lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan agar dapat diperoleh data dan informasi karakteristik daging rajungan yang dihasilkan dari industri rumah tangga secara lengkap dan sistematis. METODOLOGI Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat peralatan uji mikrobiologi, proksimat dan organoleptik, Sedangkan bahan-bahan yang digunakan 1 Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor 2 Departemen Dalam Negeri 348

Jaring kejer Seminar Nasional Perikanan Indonesia 2009 diantaranya: rajungan (Portunus pelagicus) ukuran tangkap, dengan bobot antara 50-230 gram/ekor, ukuran panjang karapas antara 3,5-6,3 cm dan lebarnya antara 8,2-14 cm., Plate Count Agar (PCA), es batu serta bahan-bahan lain yang digunakan dalam pengujian proksimat. Metode Penelitian Penelitian terbagi menjadi dua tahap, yaitu: (1) observasi untuk mengetahui upaya penangkapan dan penanganan rajungan yang dilakukan nelayan setempat, upaya penanganan dan pengolahan rajungan selama di industri rumah tangga, penanganan rajungan di pengumpul daging rajungan rebus. Pengukuran panjang, lebar dan bobot rajungan, serta menghitung rendemen daging rajungan rebus di industri rumah tangga, pengujian pada titik pengamatan, yaitu setelah penangkapan (P1) dan setelah pengolahan di industri rumah tangga (P2), yang meliputi uji organoleptik, uji mikroba (TPC), dan uji proksimat (AOAC 1995). (2) Pengamatan kemunduran mutu organoleptik terhadap rajungan hidup selama 24 jam pada 3 kondisi yang berbeda, yaitu di udara terbuka, di air tawar, dan di air tawar suhu <10 o C. Pengamatan organoleptik dilakukan secara subyektif oleh penulis setiap 3 jam. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum penangkapan rajungan di Desa Gegunung Wetan Pada umumnya alat tangkap rajungan rajungan ada 2 macam, yaitu bubu dan jaring kejer (DKP Kabupaten Rembang 2006). Nelayan penangkap rajungan di daerah Rembang hampir setiap hari melaut, karena rajungan merupakan komoditas yang tidak mengenal musim. Namun musim puncak tangkapan terbanyak yaitu Oktober sampai Januari. Bubu adalah semacam perangkap yang memudahkan ikan untuk masuk dan menyulitkan ikan untuk keluar. Rajungan dapat terperangkap masuk ke dalam bubu karena tertarik oleh umpan didalamnya. Bubu dapat dioperasikan pada kedalaman antara 5-70 meter, hasil yang didapat antara 1-25 kg tergantung musim tangkap. Jaring kejer tergolong bottom gillnet, yaitu jaring yang dipasang pada dasar atau dekat dasar. Rajungan dapat tertangkap dengan jaring kejer karena kaki-kakinya terjerat jaring. Jaring kejer dapat dioperasikan pada kedalaman 1-7 meter, hasil tangkapan yang didapat 0,5-1 kg rajungan, atau jika musim tangkap antara 5-20 kg. Setelah penangkapan rajungan, tidak dilakukan sortasi, pencucian dan penerapan sistem rantai dingin. Hasil tangkapan rajungan dijual kepada kepada tengkulak, industri rumah tangga pengupasan rajungan, maupun mini plant. Alur distribusi rajungan setelah penangkapan dapat dilihat pada Gambar 1. Penangkapan Bubu Industri Rumah Tangga Tengkulak Pengumpul Mini plant Perusahaan Pengalengan rajungan Gambar 1. Alur distribusi rajungan setelah penangkapan Keadaan umum industri rumah tangga pengupasan rajungan 349

Industri rumah tangga pengupasan rajungan merupakan usaha rumah tangga yang menghasilkan produk daging rajungan matang (fresh meat crabs), yang selanjutnya dijual ke pengumpul daging rajungan untuk dikirimkan ke perusahaan pengekspor rajungan sebagai bahan baku rajungan kaleng pasteurisasi. Usaha ini merupakan milik perorangan yang mempunyai beberapa orang pekerja, yang sebagian besar pekerjanya merupakan kerabat maupun tetangga pemilik industri rumah tangga tersebut. Bahan baku berupa rajungan segar yang masuk ke industri rumah tangga tersuplai langsung dari nelayan penangkap rajungan maupun tengkulak yang secara rutin menyetor rajungan. Industri rumah tangga tidak terikat oleh pengumpul daging rajungan, maupun perusahaan pengekspor rajungan, sehingga proses penanganan dan pengolahan rajungan yang terjadi di sana tanpa adanya pengawasan dari pihak manapun. Segala proses produksi di industri rumah tangga berlangsung dengan cara yang sangat sederhana, sanitasi lingkungan, peralatan dan pekerja tak terjaga, serta tanpa aturan baku apapun. Proses penanganan dan pengolahan rajungan selama di industri rumah tangga secara urut adalah penerimaan rajungan segar, penimbangan, perebusan ± 15-20 menit, pendinginan selama ± 20-30 menit, sortasi bagian, pencucian, pengambilan daging (picking), pengemasan, pengesan dan pengiriman daging rajungan ke pengumpul. Tahapan yang paling banyak menyebabkan daging rajungan mengalami perubahan mutu adalah tahap pengambilan daging dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau kecil stainlessteel. Pada saat proses pengambilan daging dapat terjadi kontaminasi silang yang berasal dari pekerja, peralatan dan lingkungan pengolahan. Kebersihan sarana pengolahan dan lingkungannya mempengaruhi mutu dan keamanan produk pangan. Sarana pengolahan dan lingkungannya yang kotor dapat mencemari pangan, baik bahaya fisik, kimia maupun biologis (Rahayu 2002). Oleh karenanya sebaiknya proses pengambilan daging rajungan dilakukan di ruangan khusus yang bersih, digunakan peralatan yang bersih, dikerjakan oleh pekerja yang higiene. Hal ini dapat berguna dalam mencegah terjadinya rekontaminasi pada produk daging rajungan. Selain itu perlu diterapkan rantai dingin selama proses pengambilan daging berlangsung, dimana adanya rantai dingin dapat menghambat aktivitas mikroba sehingga kemunduran mutu daging rajungan dapat diperlambat.pemisahan daging rajungan di industri rumah tangga berdasarkan bagian tubuh dan spesifikasi masingmasing yaitu jumbo (besar dan kecil), daging besar (back fin), reguler kembang (flower meat), daging kecil (reguler/lump), kaki besar (claw fingers) dan kaki kecil (claw meat). Keadaan Umum Pengumpul Daging Rajungan Rebus Daging rajungan hasil pengupasan dari industri rumah tangga biasanya dijual kepada pengumpul daging rajungan. Salah satu pengumpul rajungan di Rembang adalah UD Udang Sari. Setiap pengumpul daging rajungan memiliki buyer tersendiri yaitu perusahaan pengekspor rajungan kaleng pasteurisasi. Buyer UD Udang Sari adalah PT Rex Canning di Pasuruan Jawa Timur dimana perusahaan tersebut berhak menentukan kriteria terhadap produk daging rajungan yang layak diterima dan berhak melakukan peninjauan sewaktu-waktu. Proses penanganan daging rajungan selama di pengumpul adalah penerimaan daging rajungan, sortasi, penimbangan, pengemasan ke dalam toples, pengemasan ke dalam blong pendingin, dan pendistribusian. Spesifikasi dan harga daging rajungan di UD Udang Sari Kabupaten Rembang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis dan spesifikasi daging rajungan dan harga (per-kg) No. Jenis daging Spesifikasi dan ukuran Harga (per-kg) 1 Jumbo besar daging dari abdomen yang Rp.207.000 sampai berhubungan langsung dengan kaki Rp.220.000 renang. Jumbo besar berukuran 4 gram 350

2 Jumbo kecil daging dari abdomen yang berhubungan langsung dengan kaki renang. Jumbo kecil berukuran 4 gram 3 Daging besar (backfin) 4 Reguler kembang (flower) 5 Daging kecil (lump/reguler) 6 Kaki besar (claw finger) 7 Kaki kecil (claw meat) daging pecahan jumbo yang berukuran <2 gram daging dari sekat ruas thorax yang dibentuk seperti bunga daging pecahan reguler kembang (flower) daging dari kaki capit daging dari semua kaki, kecuali capit Rp.140.000 sampai Rp.170.000 Rp.90.000 sampai Rp.102.000 Rp.75.000 sampai Rp 80.000 Rp.52.000 sampai Rp.60.000 Rp.30.000 Rp.17.000 sampai Rp. 20.000 Karakteristik Daging Rajungan Industri Rumah Tangga Karakteristik daging rajungan yang diteliti dalam penelitian ini meliputi karakteristik panjang dan bobot, rendemen, nilai organoleptik daging rajungan rebus, nilai TPC daging rajungan rebus, kandungan gizi daging rajungan. Panjang dan bobot rajungan Berdasarkan hasil pengukuran yang tertera pada Tabel 7 menunjukkan bahwa rajungan yang masuk sebagai bahan mentah industri rumah tangga di Desa Gegunung Wetan memiliki bobot total rata-rata 114,8 g, rata-rata panjang dan lebar berturut-turut 5,33 cm dan 11,63 cm. Rajungan dapat mencapai ukuran panjang 15 cm dan lebar sampai 30 cm (Ensiklopedia Indonesia diacu dalam Elyuna 2005). Hal ini berarti rajungan yang ditangkap saat ini jauh lebih kecil dibandingkan ukuran yang ada. Makin turunnya ukuran tangkapan rajungan diduga disebabkan populasi komoditas rajungan di alam terganggu perkembangannya, karena sampai saat ini di Kabupaten Rembang seluruh kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan hasil tangkapan dari laut. Rendemen Rajungan yang diolah di industri rumah tangga memiliki nilai rendemen tertinggi untuk bagian cangkang (kulit) sebesar 25,88 %, lalu bagian daging sebesar 25,28 % yang terdiri dari 9,18 % claw meat, 9,05 % daging jumbo, dan 7,05 % daging reguler. Persentase bagian jeroan dan telur sebesar 11,18 %, karapas sebesar 8,82 %, dan insang sebesar 2,93 %. Nilai organoleptik daging rajungan rebus Pada penilaian organoleptik daging rajungan rebus digunakan score sheet penilaian sensori daging rajungan. Kriteria pengujian sensori meliputi penampakan, bau dan tekstur. Penampakan diukur dari segi ada tidaknya pengotor, warna diukur dari cemerlang atau kusam, sedangkan bau (aroma) diukur dari ketajaman dan kesegaran bau khas rajungan. Pengujian dilakukan pada setiap jenis daging rajungan matang yaitu jumbo, daging besar (backfin), reguler kembang (flower meat), daging kecil (reguler), kaki besar (claw fingers), dan kaki kecil (claw meat). Tabel 2 menyajikan rata-rata nilai organoleptik daging rajungan rebus. Tabel 2. Rata-rata nilai organoleptik daging rajungan rebus No Tahapan proses penanganan Waktu Nilai organoleptik 1 Setelah penangkapan rajungan 4 jam setelah 9 penangkapan 2 Setelah pengambilan daging (picking) di industri rumah tangga 3 jam setelah perebusan 8,11± 0,08 351

Penurunan mutu sensori tersebut diduga disebabkan oleh penanganan daging rajungan yang kurang saniter dan higienis. Proses penurunan mutu daging rajungan disebabkan oleh kegiatan mikroorganisme yang menjadi kontaminan pada produk daging rajungan. Aktivitas mikroba dapat menguraikan komponen-komponen pada daging rajungan, sehingga menyebabkan rusaknya struktur jaringan daging dan teksturnya menjadi lebih lunak. Selain itu, hasil penguraian senyawa mikromolekul pada daging seperti asam amino bebas, peptida, asam laktat, gula pereduksi, akan menghasilkan metabolit-metabolit penyebab bau busuk (Hadiwiyoto 1993). Nilai TPC daging rajungan rebus Nilai total bakteri (TPC) menggambarkan kemunduran mutu secara mikrobiologis dari suatu produk. Tabel 3 menunjukkan rata-rata total nilai bakteri pada setiap tahapan penanganan rajungan sampai menjadi produk daging rajungan rebus (fresh meat crabs). Tabel 3. Nilai rata-rata total bakteri rajungan (Portunus pelgicus) pada setiap tahapan proses penanganan No Tahapan proses penanganan Rata-rataTPC(koloni/gram) 1 Setelah penangkapan 4,5 x 10 4 2 Setelah pengambilan daging di industri 4,2 x 10 5 rumah tangga Pada daging rajungan mentah setelah penangkapan didapatkan nilai ratarata TPC sebesar 4,5x10 4 koloni/g. Tumbuhnya bakteri pada tangkapan kepiting segar mencerminkan keadaan lingkungan hidup kepiting dan menunjukkan kualitas dan kuantitas yang berbeda tergantung akan musim, kualitas, lokasi geografis (Cockey dan Chai 1983). Standar mikrobiologi untuk daging kepiting segar nilai APC (An Aerobic Plate Count) maksimum adalah 1x10 5 koloni/gram (Cockey 1983). Hal ini berarti setelah penangkapa, rajungan masih dalam kondisi segar. Nilai TPC daging rajungan matang setelah proses pengambilan daging (picking) di industri rumah tangga adalah sebesar 4,2 x 10 5 koloni/gram. Pada daging rajungan yang telah diolah dengan pemanasan, seharusnya jumlah bakteri menurun. Perebusan merupakan suatu proses pengawetan, yaitu untuk mencegah autolisis, dan juga dapat mematikan beberapa jenis mikroorganisme (Gaman dan Sherrington 1992). Jumlah total bakteri pada daging rajungan matang yang makin meningkat diduga disebabkan oleh rekontaminasi selama proses pengolahan dan penanganan. Berdasarkan rata-rata nilai total bakteri daging rajungan, diketahui bahwa secara mikrobiologis daging rajungan yang diolah di industri rumah tangga memenuhi persyaratan spesifikasi persyataran mutu daging rajungan rebus dingin berdasarkan SNI 01-4244-1996, yaitu memiliki nilai rata-rata total bakteri di bawah maksimum (5 x 10 5 koloni/g). Kandungan gizi daging rajungan Uji proksimat dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia dalam tubuh rajungan secara kasar (crude) baik pada rajungan segar maupun yang sudah diolah. Hasil pengujian proksimat rajungan disajikan pada Tabel 10. Tabel 3. Hasil pengujian proksimat rajungan (Portunus pelagicus) Kandungan Daging rajungan segar Daging rajungan betina matang gizi Jantan (%) Betina (%) Sedang bereproduksi (%) Kondisi biasa (%) Air 80,59 79,11 77,68 76,41 Abu 2,54 2,39 2,22 2,25 Protein 14,58 14,49 19,83 20,13 Lemak 0,09 0,07 0,07 0,07 352

Persentase kandungan protein dan lemak pada daging rajungan jantan lebih tinggi daripada rajungan betina. Adanya variasi komposisi kimia dapat terjadi antar spesies, antar individu dalam suatu spesies dan antara bagian tubuh satu dengan yang lain (Suzuki 1981). Variasi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu umur, laju metabolisme, pergerakan ikan, makanan serta kondisi bertelur. Pada rajungan yang sedang bereproduksi persentase kandungan proteinnya lebih rendah dibandingkan rajungan dalam kondisi biasa. Pada kondisi bertelur kandungan nutrisi lebih terkonsentrasi digunakan untuk keperluan reproduksi dibandingkan untuk pertumbuhan tubuh, sehingga kandungan protein dalam otot cenderung menurun. Persentase kadar air rajungan matang mengalami penurunan dibandingkan rajungan mentah. Penurunan kadar air dipengaruhi oleh faktor pemasakan yang menyebabkan cairan dari dalam daging rajungan merembes keluar (terjadi drip). Air yang keluar dari dalam produk ikut membawa komponen gizi yang lain seperti vitamin C, riboflavin, tiamin, karoten, niasin, vitamin B6, Co, Mg, Cu, P, asam amino (Haris 1989). Persentase kadar air pada daging rajungan jantan lebih tinggi dibandingkan rajungan betina. Ketersediaan air dalam tubuh rajungan jantan lebih banyak diduga karena kebutuhan air yang lebih besar dalam tubuhnya. Kandungan air tubuh tergantung pada proporsi jaringan otot yang ada dalam tubuh, biasanya pada jantan lebih banyak dibandingkan pada betina (Almatsier 1999). Kadar abu pada daging rajungan matang lebih rendah apabila dibandingkan daging rajungan mentah. Hal ini diduga disebabkan kandungan bahan anorganik pada daging rajungan ikut terbawa bersama air yang keluar dari daging selama perebusan. Kandungan mineral pada rajungan adalah C, Fe, Mg, P, K, S, Cu, Mg, dan Se (http://www.nutritiondata.com 2006). Karakteristik daging rajungan di pengumpul daging rajungan rebus Berdasarkan pengujian organoleptik dan pengujian mikroba (TPC) terhadap sampel daging rajungan yang ada di pengumpul, diperoleh rata-rata nilai organoleptik terhadap parameter tekstur, penampakan, dan bau daging rajungan sebesar 7,20 dengan nilai TPC sebesar 3,8 x 10 6 koloni/gram. Secara organoleptik daging rajungan yang ada di pengumpul memenuhi standar spesifikasi mutu daging rajungan rebus dingin berdasarkan SNI 01-4244-1996. Namun nilai rata-rata total bakteri daging rajungan di pengumpul daging rajungan rebus berada di atas nilai maksimum yang dipersyaratkan, karena nilai total bakteri >5 x 10 5 koloni/g. Hal ini diduga disebabkan kondisi penanganan rajungan yang ada di pengumpul kurang saniter dan higienis dari segi peralatan, pekerja, dan lingkungan sarana penanganan. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya kontaminasi bakteri pada daging rajungan dan meningkatkan kandungan TPC-nya. Pengamatan Kemunduran Mutu Organoleptik Rajungan Penelitian ini bertujuan membandingkan kemunduran mutu rajungan pada kondisi media dan suhu yang berbeda, sehingga dapat menghasilkan informasi bagi penanganan bahan baku rajungan segar yang akan diolah di industri rumah tangga. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada 3 kondisi yaitu udara terbuka, air tawar dan air<10 o C didapatkan hasil bahwa fase pre rigor pada 3 kondisi tersebut berlangsung selama 2 jam, fase rigor selama 8 jam (udara terbuka), 10 jam (air tawar), dan 13 jam (air tawar <10 o C). Fase post rigor masing masing setelah mati berlangsung selama 11 jam (udara terbuka), 12 jam (air tawar), setelah mati 25 jam (air tawar <10 o C). Fase rigor pada rajungan ditandai kaki dan ruas-ruas kaki sulit digerakkan (kaku), serta antara ruas tubuh dan kaki juga sulit digerakkan. Pada bagian di balik karapas mulai ada bercak coklat suram, daging rajungan kompak dan kenyal. Pada fase rigor mortis terjadi perubahan glikogen menjadi asam laktat sehingga terjadi penurunan ph, diikuti penurunan jumlah ATP serta ketidakmampuan jaringan otot mempertahankan kekenyalannnya sehingga tubuh ikan menjadi kaku (Junianto 2003). 353

Penanganan yang terbaik pada rajungan sebagai bahan mentah pengolahan daging rajungan rebus (fresh meat crabs) adalah di udara terbuka, karena mempunyai tekstur daging yang baik. Sementara itu kemunduran mutu organoleptik rajungan di udara terbuka mengalami kemunduran mutu yang paling cepat diantara 2 perlakuan lainnya. KESIMPULAN Penangkapan rajungan di Desa Gegunung Wetan dilakukan dengan 2 macam alat tangkap yaitu bubu dan jaring kejer. Pasca penangkapan tidak dilakukan sortasi, pencucian, serta tanpa adanya penanganan dengan rantai dingin. Hasil tangkapan langsung dijual kepada industri rumah tangga, mini plant, dan tengkulak. Semua proses penanganan dan pengolahan rajungan selama di industri rumah tangga dilakukan secara sederhana, dengan sanitasi dan higiene peralatan, lingkungan dan pekerja yang tak terjaga sehingga dimungkinkan dapat menjadi kontaminan terhadap produk daging rajungan yang dihasilkan. Daging rajungan yang dihasilkan di industri rumah tangga telah memenuhi SNI 01-4244-1996 dari segi organoleptik dan mikrobiologis, dengan nilai TPC sebesar 4,5 x 10 4 koloni/g dan nilai rata-rata organoleptik sebesar 8,11. Panjang rata-rata rajungan yang diolah di industri rumah tangga sebesar 5,33 cm, lebar sebesar 11,63 cm dan berat sebesar 114,8 gram. Rendemen tertinggi dari pengolahan rajungan sebagai daging rajungan rebus adalah cangkang rajungan yaitu sebanyak 25,88%, sedangkan rendemen daging terbesar adalah jenis claw meat sebesar 9,18%. Daging rajungan setelah diolah di industri rumah tangga memiliki perubahan nilai gizi yaitu peningkatan persentase protein, serta penurunan persentase kadar air dan abu. Berdasarkan pengamatan karakteristik organoleptik rajungan selama 24 jam didapatkan bahwa kemunduran mutu secara organoleptik rajungan pada kondisi udara terbuka lebih cepat, dibandingkan pada kondisi air tawar dan air tawar <10 o C. Penanganan yang terbaik diterapkan pada rajungan sebagai bahan mentah rajungan yang diolah di industri rumah tangga adalah di udara terbuka SARAN Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan sanitasi dan higiene serta penerapan rantai dingin selama proses penanganan rajungan harus diterapkan di industri rumah tangga maupun di pengumpul. Selain itu perlu penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik proses kemunduran mutu rajungan secara mikrobiologis dan biokimiawi. DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 1999. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Panebar Swadaya. Cockey RR, Chai T. 1983. Microbiology of crustacea processing: crabs. Dalam: Microbiology of Marine Food Products. Ward DR, Hackney C. Eds. New York: AVI Publishing Company Hadiwiyoto. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid 1. Teknik Pendinginan Ikan. Jakarta: CV Paripurna [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang. 2006. Statistik Produksi Perikanan Kabupaten Rembang. Direktorat Jenderal Perikanan DSN. 1996. Standar Nasional Indonesia 01-4224-1996. Daging Rajungan Rebus Dingin. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional Gaman PM dan Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gardjito M, Naruki S, Murdiati A dan Sardjono, Penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Nutrition Data. 2006. Nutrition Raw Blue Swimming Crabs. http://www. nutritiondata.com. [20 November 2006] Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya. 354