HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Data Identifikasi Rajungan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Data Identifikasi Rajungan"

Transkripsi

1 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Data Identifikasi Rajungan Rajungan yang diolah di mini plant pengolahan rajungan tentunya sangat banyak setiap harinya bahkan mencapai puluhan ton untuk mini plant di Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. Rajungan yang diolah pun beragam jenis, ukuran, dan kondisi fisiknya sehingga dilakukan pengukuran untuk mengetahui kondisi rajungan yang diolah di mini plant dan mini plant skala rumah tangga. Pengukuran/identifikasi sampel rajungan ini dilakukan dengan melihat jenis kelamin, ukuran karapas, kondisi fisik, dan berat rajungan. Pada penelitian ini pengukuran rajungan dilakukan dengan alat bantu penggaris/mistar dan timbangan emas digital dengan akurasi (200 x 0,1 gr). Mini plant pengolahan rajungan mendapatkan input rajungan langsung dari nelayan maupun dari pedagang (bakul). Mini plant yang mendapatkan input rajungan langsung dari nelayan merupakan mini plant yang terbilang besar sehingga mini plant tersebut telah memiliki mitra kerja dengan nelayan. Sedangkan mini plant yang mendapatkan input rajungan dengan membeli dari pedagang (bakul) yaitu mini plant skala rumah tangga (kecil) yang tidak memiliki mitra kerja dengan nelayan. Pengukuran rajungan pun dilakukan di dua lokasi yang berbeda untuk mengetahui kondisi rajungan yang diolah di mini plant maupun mini plant skala rumah tangga. Pengukuran rajungan di tingkat nelayan dilakukan untuk mengetahui kondisi rajungan yang diolah di mini plant yang mendapatkan input rajungan langsung dari nelayan. Pada pengukuran rajungan ini diambil sampel acak sebanyak dua ratus ekor rajungan yang merupakan hasil tangkapan satu perahu nelayan. Berdasarkan pengambilan sampel acak, sampel rajungan yang terambil adalah 103 ekor rajungan jantan dan 97 ekor rajungan betina. Lebar karapas rajungan rata-rata dari sampel yaitu 9,13 cm dengan berat rata-rata 59,6 gram. Hasil observasi pengukuran rajungan di tingkat nelayan dapat dilihat pada Lampiran 3. 45

2 Pengukuran kedua dilakukan di sebuah mini plant Bapak Abdul Hamid yaitu mini plant skala rumah tangga yang membeli input produksi dari pedagang (bakul) rajungan. Pengukuran di mini plantbapak Abdul hamid dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak lima ratus ekor rajungan untuk diidentifikasi. Berdasarkan pengambilan sampel secara acak, sampel rajungan yang terambil adalah rajungan jantan dengan jumlah 294 ekor dan rajungan betina dengan jumlah 206 ekor. Lebar karapas rajungan rata-rata sampel yaitu 9,85 cm dengan berat rata-rata 72,39 gram. Rajungan yang diolah di mini plant skala rumah tangga terlihat lebih besar dari sisi ukuran karapas dan beratnya dikarenakan rajungan tersebut telah disortir dahulu oleh pedagang (bakul). Penyortitan dilakukan karena mini plant skala rumah tangga ini tidak memesan rajungan kecil, namum secara aktual masih terdapat rajungan kecil karena penyortiran dilakukan tanpa alat ukur. Hasil observasi pengukuran rajungan di tingkat mini plant skala rumah tanggadapat dilihat pada Lampiran 4. Rajungan yang diolah di mini plant secara ukuran rata-rata melebihi delapan sentimeter, hal ini menyatakan bahwa ukuran tersebut telah mematuhi peraturan/kebijakan minimum legal size input production. Namun, secara aktual masih terdapat rajungan dengan ukuran kurang dari delapan sentimeter dan dengan kondisi bertelur yang seharusnya tidak boleh digunakan sebagai input produksi pengolahan rajungan karena bertentangan dengan kebijakan Persentase Jumlah Rajungan Mini plant pengolahan rajungan memproduksi daging rajungan dengan menggunakan input rajungan yang jenis kelamin dan ukurannya berbeda. Dalam penelitian ini rajungan dikelompokkan berdasarkan jantan, betina, dan betina bertelur dengan ukuran 5-7 cm, 8-10 cm, dan cm. Jumlah rajungan yang diproduksi tentunya berbeda bila dikelompokan berdasarkan ketentuan di atas. Setelah melakukan observasi lapang di tingkat nelayan dan salah satu mini plant skala rumah tangga, diketahui persentase jumlah rajungan berdasarkan jenisukuran dankelamin, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 12 dan Tabel

3 Tabel 12. Persentase Jumlah Rajungan di Tingkat Nelayan JANTAN BETINA BETINA BERTELUR KATAGORI JUMLAH PERSENTASE (%) JUMLAH PERSENTASE (%) JUMLAH PERSENTASE (%) 5-7 Cm Cm Cm TOTAL Tabel 13. Persentase Jumlah Rajungan di Mini PlantAbdul Hamid JANTAN BETINA BETINA BERTELUR KATAGORI JUMLAH PERSENTASE JUMLAH PERSENTASE JUMLAH PERSENTASE (%) (%) (%) 5-7 cm 2 0,68 2 3, cm , , , cm 88 29, , ,86 TOTAL Berdasarkan kebijakan minimum legal size input production yang menyatakan ukuran minimal rajungan yang boleh diolah adalah delapan sentimter maka ukuran rajungan dapat dikatagorikan menjadi : kecil, sedang, dan besar. Rajungan yang memiliki ukuran 5-7 cm dikatagorikan sebagai rajungan kecil, rajungan yang berukuran 8-10 cm dikatagorikan sebagai rajungan sedang, dan rajungan yang berukuran cm dikatagorikan sebagai rajungan besar Hubungan antara Lebar Karapas dengan Berat Rajungan Lebar karapas dan berat rajungan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti usia, kondisi fisik (bertelur/moulting), kondisi lingkungan, dan jenis kelamin rajungan. Berdasarkan observasi yang telah diakukan dapat diketahui keterkaitan antara lebar karapas rajungan dengan berat badannya. Namun, hal tersebut masih tergantung dari kondisi fisik dan jenis kelamin rajungan tersebut.hubungan antara lebar karapas dengan berat rajungan ditunjukan pada trendline grafik berdasarkan jenis kelamin rajungan dan rajungan yang sedang bertelur. Grafik yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar

4 HUBUNGAN ANTA RAJUNGAN JANTAN BERAT BADAN & LEBAR KARAPAS RAJUNGAN JANTAN Berat (gr) y = 17.82x R² = Lebar (cm) Gambar 6. Hubungan antara Lebar Karapas dengan Berat Rajungan Jantan Berdasarkan data hasil observasi lapang, rajungan jantan ini memiliki lebar karapas terbesar yaitu 11,8 cm dan terkecil 7 cm dengan rata-rata lebar karapas 10,18 cm. Sedangkan berat rajungan jantan terbesar yaitu 126,1 gram dan terkecil 24,2 gram dengan rata-rata 80,456 gram.berdasarkan grafik di atas, hubungan antara lebar karapas dengan berat rajungan jantan memiliki trendline yang meningkat. Trendline yang terus meningkat tersebut menyimpulkan jika semakin besar lebar karapas rajungan maka semakin besar juga berat rajungan. Berat (gr) HUBUNGAN ANT RAJUNGAN BETINABERAT BADAN & LEBAR KARAPAS RAJUNGAN BETINA y = 14.52x R² = Lebar (cm) Gambar 7. Hubungan antara Lebar Karapas dengan Berat Rajungan Betina 48

5 Grafik pada Gambar 7 menggambarkan hubungan antara lebar karapas dengan berat rajungan betina dengan trendline yang meningkat. Trendline yang terus meningkat ini menyimpulkan bahwa jika semakin besar lebar karapas rajungan maka semakin besar juga berat rajungan. Hasil observasi lapang menyatakan rajungan betina memiliki lebar karapas terkecil yaitu 7 cm dan lebar karapas terbesar mencapai11,7 cm dengan rata-rata lebar karapas 9,2 cm. Sedangkan berat rajungan betina terkecil yaitu 29,6 gram dan berat terbesarmencapai 104,1 gram dengan rata-rata 80,456 gram. HUBUNGAR RAJUNGAN BETINA BERTELUR BERAT BADAN Berat (gr) y = 16.85x R² = Lebar (cm) Gambar 8. Hubungan antara Lebar Karapas dengan BeratRajungan Betina Bertelur Berdasarkan data hasil observasi lapang, rajungan betina bertelurmemiliki lebar karapas terkecil yaitu 7,8 cm dan lebar karapas terbesar mencapai 11,4 cm dengan rata-rata lebar karapas 9,45 cm. Sedangkan berat rajungan betina terkecil yaitu 34,1 gram dan berat terbesar mencapai 114,6 gram dengan rata-rata 62,23 gram.pada grafik di atas terlihat hubungan antara lebar karapas dengan berat rajungan betina bertelur memiliki trendline yang meningkat. Trendline yang terus meningkat ini menyimpulkan bahwa jika semakin besar lebar karapas rajungan maka semakin besar juga berat rajungan. 6.2 Pengolahan Rajungan Rajungan yang diolah di mini plant memiliki beberapa tahap pengolahan. Tahapan pengolahan rajungan skala mini plant yaitu penerimaan rajungan mentah 49

6 dari nelayan atau pedagang (bakul), pencucian, perebusan, hingga pengupasan. Semua tahapan tersebut memerlukan pekerja, apalagi untuk tahapan pengupasan. Pengupasan rajungan memerlukan teknik khusus yang hanya bisa dilakukan pekerja-pekerja terampil dan terlatih. Tahapan pengolahan rajungan di mini plant dapat dilihat pada gambar berikut. Pembelian Input Rajungan Pencucian Perebusan Penirisan Penjualan Pembungkusan Pengupasan Gambar 9. Tahapan Pengolahan Rajungan 6.3 Klasifikasi Jenis Daging Rajungan Daging rajungan dibedakan berdasarkan bentuk dan posisi daging rajungan tersebut dalam cangkangnya. Masing-masing jenis daging rajungan memiliki harga yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini daging rajungan dapatdigolongkan menjadi empat jenis daging yaitu: 1. Jumboatau kolosal (daging putih) yang merupakan jaringan terbesar yang berhubungan dengan kaki renang. Grade daging rajungan berwarna putih ini harganya paling mahal diantara jenis daging rajungan lainnya. Sumber : Dokumentasi Pribadi Gambar 10. Daging Rajungan Grade Jumbo 50

7 Sumber : Gambar 11. Posisi Daging Jumbo di Dalam Tubuh Rajungan Grade Daging Jumbo dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : Tabel 14. GradeDaging Jumbo No. Grade Ukuran (gram) 1. Collossal Jumbo 4, Undersize Sumber : 2. Special (daging putih) yang merupakan daging yang berada disekitar badan yang berupa serpihan-serpihan.daging special bisa juga dari pecahan grade Flower dan Backfin. Sumber : Dokumentasi Pribadi Gambar 12. Daging Rajungan Grade Special 51

8 Sumber : Gambar 13. Posisi Daging Special di Dalam Tubuh Rajungan 3. Super Lump(daging putih) merupakan gabungan dari daging jumbo yang pecah dan daging putih lainnya yang pecah juga. Daging super lump ini masih tergolong cukup mahal dibandingkan daging merah pada rajungan. Sumber : Dokumentasi Pribadi Gambar 14. Daging Rajungan Super Lump Sumber : Gambar 15. Posisi Daging Super Lump di Dalam Tubuh Rajungan 4. Clawmeat (daging merah) yang merupakan daging dari bagian kaki sampai capit dari rajungan.claw meat merupakan daging berwarna merah pada 52

9 rajungan yang berbeda dengan grade daging rajungan lainnya, dimana terletak pada alat gerak rajungan itu sendiri. Sumber : Dokumentasi pribadi Gambar 16. Daging Rajungan Grade Claw Meat Sumber : Gambar 17. Posisi Daging Claw Meat di Dalam Tubuh Rajungan Daging cocktail termasuk ke dalam gradeclaw meat. Daging cocktail terletak di kedua capit rajungan, daging cocktail capit bagian bawahnya harus utuh jangan sampai ada yang terlepas, karena kalau terlepas di masukkan ke kategori carpus (tanpa capit) untuk bagian atas bagian lengan bawah capit rajungan dinamakan merus.daging rajugan jenis grade claw meat dibagi menjadi dua bagian utama,yaitu : Tabel 15. Grade Daging Rajungan Claw Meat No. Kategori Keterangan 1. Claw meat Daging kaki gerak dan kaki renang 2. Cocktail Daging kedua capit rajungancarpus (lengan atas tanpa capit), Cocktail (dengan capit), Merus (lengan bawah capit). Sumber : 53

10 Bahan baku yang diterima berupa daging rajungan yang telah di kukus dan dikemas dalam toples atau pun plastik serta telah di pisahkan menurut jenis dagingnya (jumbo, special, super lump, danclaw meat). Mutu awal bahan baku sangat menentukan mutu produk akhir yang dihasilkan, dikarenakan pengolahan bersifat mempertahankan mutu bahan baku. Oleh karena itu mini plant berusaha mengolah rajungan dengan baik agar hasil olahan yang berupa daging rajungan dapat diterima oleh pabrik (plant) untuk diekspor kembali. Apabila daging rajungan olahan mini plant tidak memenuhi standar mutu pabrik maka daging rajungan mini plant akan dikembalikan (reject) dan akan mengurangi nilai jual dari daging rajungan tersebut. 6.4 Hasil Percobaan Tingkat Efisiensi Rajungan Pada penelitian ini juga dilakukan tiga percobaan yang berguna untuk mengetahui jumlah komposisi daging rajungan berdasarkan empat jenis penggolongan daging rajungan yang telah dibahas sebelumnya. Percobaan tingkat efisiensi rajungan ini dimaksudkan untuk mengetahui rajungan mana yang menghasilkan daging optimal berdasarkan waktu pengupasannya. Percobaan pertama dan kedua dilakukan di sebuah mini plant yaitu dengan membagi/mengelompokan rajungan mentah berdasarkan pengelompokan ukuran dan jenis kelamin. Dari pengelompokan tersebut masing-masing beratnya adalah lima kilogram. Setelah direbus dan didinginkan maka diketahui bahwa berat rajungan menyusut/menurun dari berat semula. Kemudian masing-masing rajungan yang telah dikelompokan dikupas dan dihitung waktu/durasi pengupasan. Berdasarkan hasil percobaan, urutan rajungan yang memiliki waktu pengupasan tercepat adalah rajungan dengan kelompok ukuran cm, 8-10 cm, dan 5-7 cm. Setelah pengupasan dilakukan kemudian dilakukan penimbangan berat daging rajungan yang dihasilkan dari masing-masing kelompok rajungan. Rajungan dengan kelompok ukuran 5-7 cm dapat menghasilkan 1,15 gram daging rajungan, kelompok rajungan dengan ukuran 8-10 cm dapat menghasilkan daging rajungan sebanyak 1,4 gram, dan kelompok rajungan dengan ukuran cm dapat menghasilkan 1,6 gram daging rajungan. 54

11 Berdasarkan kedua percobaanyang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran rajungan yang diolah maka semakin efisien pengolahan rajungan tersebut. Hasil percobaan tingkat efisien rajungan dapat dilihat lebih jelas dalamtabel 16 dan Tabel 17. Tabel 16. Hasil Pengolahan Rajungan Berdasarkan Klasifikasi Ukuran Sebelum Setelah Waktu Klasifkasi Total Ukuran Perebusan Perebusan Pengupasan Berat Daging Daging (cm) ( kg ) ( kg ) ( menit ) ( kg ) ( kg ) , , ,2 45 JUMBO = 0,4 SPECIAL = 0,1 SUPER LUMP = 0,3 CLAWMEAT = 0,35 JUMBO = 0,5 SPECIAL = 0,11 SUPER LUMP = 0,34 CLAWMEAT = 0,45 JUMBO = 0,7 SPECIAL = 0,1 SUPER LUMP = 0,3 CLAWMEAT = 0,5 1,15 1,4 1,6 Tabel 17. Hasil Pengolahan Rajungan Berdasarkan Jenis Kelamin Sebelum Setelah Waktu Klasifkasi Ukuran Perebusan Perebusan Pengupasan Berat Daging (cm) ( kg ) ( kg ) ( menit ) ( kg ) Jantan 5 4,1 47 Betina 5 4,15 48 JUMBO = 0,5 SPECIAL = 0,1 SUPER LUMP = 0,3 CLAWMEAT = 0,5 JUMBO = 0,4 SPECIAL = 0,1 SUPER LUMP = 0,3 CLAWMEAT = 0,4 Total Daging ( kg ) 1,4 1,2 6.5 Profil Mini PlantPengolahan Rajungan Penelitian ini dilakukan di dua buah mini plant di Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. Kedua mini plant tersebut mempunyai profil yang berbeda baik dalam kepemilikan, lama beroperasi, pemasaran, penjualan, input rajungan, dan juga operasionalnya.kedua mini plant memiliki jumlah produksi yang berbeda, jumlah produksi didapatkan dari hasil wawancara kemudian dikalkulasikan dengan data hasil identifikasi rajungan untuk mengetahui jenis rajungan yang diolah. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara didapatkan juga data cash flow mini plant yang dapat dilihat pada Lampiran 5. 55

12 Mini plant pertama adalah mini plant yang terbilang besar karena dalam satu hari mini plant ini mampu memproduksi rajungan sebanyak ±500 Kg. Dalam satu tahun produksi, mini plant ini meliburkan pekerjanya saat tahun baru, Idul Adha, dan satu minggu menjelang Idul Fitri.Mini plant ini berdiri sejak tahun 2001 dengan nama pemilik Bapak Maulana yang beralamat di Jalan Kampung Pal Lama, Pantai Modern Rt01/012, Desa Pantai Makmur, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Berbeda dengan mini plant pertama, mini plant ini mendapat input rajungan langsung dari nelayan yang sudah menjadi mitra kerja dalam pengolahan rajungan. Hasil tangkapan nelayan dijual dengan harga lebih rendah karena nelayan tersebut sebelumnya telah meminjam perahu atau sejumlah uang pada mini plant untuk kegiatan melaut sehingga menjadi mitra kerja. Rajungan yang dijual oleh nelayan berupa rajungan mentah dan matang. Rajungan matang dijual ke mini plant ini karena untuk menghemat waktu produksi mini plant dan juga untuk mengurangi resiko rajungan busuk bila nelayan melaut dalam waktu yang lama. Rajungan matang ini seharusnya ditiriskan dahulu sebelum dijual, namun nelayan tidak meniriskan rajungan matang untuk menambah keuntungan mereka karena akan lebih berat. Daging rajungan yang dihasilkan mini plant ini dipisahkan berdasarkan jenis jumbo, super lump, special, dan claw meat. Pemisahan jenis daging rajungan ini dilakukan atas permintaan pabrik yang sudah menjadi standar penjualan. Selain itu harga daging rajungan pun beragam berdasarkan jenisnya. Dalam penjualan di mini plant ini biasanya dilakukan dengan penjemputan/pengambilan daging rajungan oleh pabrik langsung ke mini plant ini sehingga pihak mini plant tidak mengeluarkan biaya transportasi.produksi mini plant ini mencapai satu ton bila saat musim rajungan sedang banyak. Musim rajungan dipengaruh faktor alam seperti angin laut, cuaca, dan keaadan laut. Dalam satu tahun terdapat tiga musim rajungan dengan jumlah rajungan yang bebeda (sedikit, sedang, dan banyak). Jumlah produksi rajungan mini plant ini dapat dilihat pada Lampiran 8. Mini plant kedua merupakan mini plant pengolahan rajungan skala rumah tangga yang dimiliki oleh seorang pria yang bernama Bapak Abdul Hamid. Mini plant ini berdiri sejak tahun 2005 dan terletak di Jalan PLTGU Muara Tawar, Desa Pantai Makmur, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Hasil 56

13 produksi mini plant ini dipasarkan kepada pengepul daging rajungan di wilayah Jakarta dan Bekasi. Daging rajungan yang dihasilkan dijual dalam satu kelompok (campuran) untuk menghindari resiko penolakan (reject) jika langsung dijual ke pabrik/plant karena ada beberapa standar mutu yang diterapkan oleh plant. Input rajungan yang digunakan mini plant ini diperoleh dari pedagang (bakul) rajungan yang sudah menjadi langganannya tiap hari.dalam satu hari mini plant ini ratarata memproduksi ±150 kilogram rajungan mentah dengan ukuran besar karena telah dilakukan penyortiran di tingkat pedagang (bakul). Produksi rajungan dengan ukuran besar di mini plant ini membuktikan bahwa mini plant ini telah menerapkan kebijakan. Mini plant membeli rajungan dan memasarkan daging rajungan dengan menggunakan sepeda motor setiap harinya. Dalam satu tahun produksi, mini plant ini meliburkan pekerja saat tahun baru dan satu minggu menjelang Idul Fitri. Jumlah produksi rajungan di mini plant Bapak Abdul Hamid dapat dilihat pada Lampiran Tingkat Produktifitas Tenaga Kerja Pengolahan rajungan menyerap tenaga kerja terlatih yang cukup banyak. Mini plant Bapak Maulana mempekerjakan 35 orang pekerjadan padamini plant pengolahan rajungan Bapak Abdul Hamid mempekerjakan sepuluh orang pekerja. Hasil yang diperoleh pada setiap mini plant pun berbeda-beda sehingga dapat dihitung tingkat produktifitas pekerjanya dengan membandingkan jumlah output/tahun dengan jumlah pekerja. Tingkat produktifitas tenaga kerja pada mini plantbapak Maulana dan BapakAbdul Hamid dapat dilihat pada Tabel 18 dan Tabel 19. Tabel 18. Tingkat Produktifitas Tenaga KerjaMini Plant Bapak Maulana Katagori Jumlah Input Rajungan Output Daging Tingkat Produktivitas Pekerja ( kg ) Rajungan ( kg ) (%) Aktual Kebijakan Tabel 19. Tingkat Produktifitas Tenaga KerjaMini Plant Bapak A.Hamid Jumlah Input Rajungan Output Daging Tingkat Produktivitas Katagori Pekerja ( kg ) Rajungan ( kg ) (%) Kebijakan

14 Hasil perhitungan tingkat produktifitas tenaga kerja terlihat berbeda saat input rajungan dengan ukuran all size dan input rajungan dengan ukuran lebih dari delapan sentimeter. Tingkat produktifitas tenaga kerja mini plant dengan input rajungan lebih besar dari delapan sentimeter memiliki hasil yang lebih tinggi dibanding input rajungan dengan ukuran all size. Hal tersebut menyimpulkan bahwa penerapan kebijakan minimum legal size input production dapat meningkatkan produktifitas pekerja mini plant. 6.7 Produksi Mini Plant Sebelum Penerapan Kebijakan Biaya yang dikeluarkan oleh mini plant untuk membeli input rajungan per tahun mencapai milyaran rupiah. Biaya yang tinggi tersebut karena jumlah rajungan yang diproduksi sangat banyak tiap harinya. Ukuran rajungan yang diolah pun beragam mulai dari kecil hingga besar. Rajungan yang diolah oleh mini plant biasanya diambil dagingnya saja. Namun masih ada sisa produksi yaitu cangkang rajungan. Cangkang rajungan dapat dijual dengan cara mengeringkannya dahulu sebelum dijual. Namun dengan nilai ekonomi yang rendah pada cangkang rajungan, mini plant kurang begitu memanfaatkan sisa produksi ini. Jumlah produksi dan biaya input rajungan pada mini plant Bapak Maulana dalam satu tahun dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Produksi Mini Plant Pengolahan Rajungan Sebelum Kebijakan Input Output Nama Total Biaya Rendemen Rajungan Daging Penjualan Output Maulana kg Rp ,79 kg ,21kg Klasifikasi Jenis 6.8 Produksi Mini Plant Setelah Penerapan Kebijakan Produksi mini plantmengalami perubahan karena penerapan kebijakan membuatrajungan kecil tidak akan diproduksi sehingga jumlah produksi akan mengalami penurunan. Perubahan produksi juga mempengaruhi biaya input rajungan dan jumlah output daging rajungan pada mini plant. Perubahan produksi pada mini plant setelah penerapan kebijakan dapat dilihat pada Tabel

15 Tabel 21. Produksi Mini Plant Pengolahan Rajungan Setelah Kebijakan Input Output Nama Total Biaya Rendemen Rajungan Daging Penjualan Output Maulana kg Rp ,16 kg ,84 kg Klasifikasi Jenis A.Hamid kg Rp ,72 kg ,28 kg Campuran 6.9 Hasil Analisis (CBA) Sebelum Penerapan Kebijakan Perhitungan Cost Benefit Analysis (CBA) dilakukan berdasarkan data cash flow yang didapatkan dengan mewawancarai pemilik mini plant pengolahan rajungan. Analsis ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan finansial dan tingkat profitability mini plant pengolahan rajungan yang belum menerapkan kebijakan minimum legal size input production. Berdasarkan hasil perhitungan CBAsebelum kebijakan dapat diketahui bagaimana tingkat profitability mini plant ditinjau dari Net Present Value (NPV), Internal Rate of Retrurn (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). Perhitungan CBA disimulasikan selama mini plant tersebut beroperasi. Perhitungan ini menggunakan tingkat diskonto (discount rate) sebesar 15 persen berdasarkan nilai suku bunga pinjaman. Perhitungan CBAsebelum kebijakan diaplikasikan pada mini plant Bapak Maulana karena masih menggunakan input rajungan kecil (all size) dan didapatkan hasil NPV sebesar Hasil perhitungan IRR mini plant ini sebesar 28 persen (lebih dari nilai discount rate). Sedangkan NET B/C yang didapatkan dari perhitungan CBAsebesar 4,67 dan payback perioddiestimasi hingga 10,09 tahun. Secara keseluruhan hasil perhitungancba pada mini plant Bapak Maulana dinyatakan layak untuk dijalakan, namun sebaiknya mini plant ini mencari alternatif lain untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Hasil perhitungan CBA pada mini plant Bapak Maulana dapat dilihat pada Lampiran Hasil Analisis (CBA) Setelah Penerapan Kebijakan Simulasi penerapan kebijakan ini dilakukan dengan cara menghitung CBA dari cash flow mini plant dimana input yang digunakan dalam produksi merupakan rajungan yang berukuran karapasnya lebih dari delapan sentimeter. Perubahan data cash flow terjadi pada perubahan harga input rajungan, harga jual daging rajungan, serta jumlah daging rajungan yang dihasilkan. Berdasarkan 59

16 perubahan-perubahan tersebut perhitungan CBA akan berbeda secara aktual sehingga dapat dibandingkan perbedaan hasil perhitungan CBAtersebut guna mengetahui perbandingan tingkat profitability mini plant. Perhitungan CBA dengan penerapan kebijakan ini digunakan untuk mengestimasi tingkat perubahan profitability mini plant bila diterapkan kebijakan minimum legal size input production. Penerapan kebijakan minimum legal size input production padamini plant Bapak Maulana akan membuat mini plant ini tidak menerima rajungan kecil dari nelayan. Sehingga ukuran input rajungan yang diproduksi adalah hanya rajungan yang ukurannya lebih dari delapan sentimeter. Sehingga hasil perhitungan CBA ini akan berbeda dengan perhitungan CBA secara aktual. Perhitungan CBA saat diterapkan kebijakan minimum legal size input production menghasilkan NPV sebesar Hasil perhitungan IRR mini plant ini meningkat menjadi 37 persen. Sedangkan NET B/C yang didapatkan dari perhitungan CBA sebesar 6,45 dan payback period diestimasi hingga 10,089tahun. Secara keseluruhan hasil perhitungan CBA setelah penerapan kebijakanmenjadilebih tinggi dibandingkan secara aktual. Hal tersebut menyimpulkanbahwa usaha mini plant pengolahan rajungan milik Bapak Maulana layak dan menguntungkan untuk dijalankan.hasil perhitungan CBA pada mini plant Bapak Maulana setelah diterapkan kebijakan dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil perhitungan CBA setelah penerapan kebijakan dilakukan juga di mini plant skala rumah tangga milik Bapak Abdul Hamid karena mini plant ini tidak menggunakan input rajungan kecil pada produksinya. Input rajungan di mini plant ini besar karena pedagang (bakul) telah melakukan penyortiran ukuran rajungan sesuai dengan ukuran rajungan yang dipesan oleh mini plant Abdul Hamid. Hasil perhitungan CBA setelah kebijakan dapat dilihat berdasarkan nilai NPV sebesar ,49. Nilai IRR yang didapatkan sebesar 27 persen dengan nilai NET B/C sebesar 2,94 dan payback period diestimasi hingga 6,14 tahun. Sehingga diketahui bahwa mini plant ini layak untuk dijalankan karena masih menguntungkan. Tabel perhitungan data CBA setelah kebijakan yang diterapkan di mini plant Bapak Abdul Hamid dapat dilihat pada Lampiran

17 6.11 Estimasi Dampak Penerapan Kebijakan Kebijakan minimum legal size input production yang diterapkan pada mini plant pengolahan rajungan akan berdampaklangsung pada finansial mini plant. Dampak finansial tersebut terlihat pada perubahan produksi yang mempengaruhi cash inflow dan cash outflow mini plant. Berdasarkan perhitungan cost benefit analysis diketahui bahwa terjadi peningkatan secara kelayakan fianansial jika dilihat dari hasil NPV, IRR, NET B/C, dan payback period setelah diberlakukannya kebijakan minimum legal size input production. Perubahan hasil Bapak Maulana dapat dilihat pada Tabel 22 sedangkan hasilperhitungan CBA pada mini plantbapak Abdul Hamid dapat dilihatpada Tabel 23. Tabel 22. Hasil Perhitungan CBA pada Mini Plant Bapak Maulana Nilai Sebelum Penerapan Setelah Penerapan Incremental Kebijakan Kebijakan Benefit Penerimaan Biaya Investasi & Operasioanal , , NPV IRR 28 % 37 % 9 % NET B/C 4,67 6,45 1,78 Payback Period 10,09 tahun 10,089 tahun 0,001 tahun Tabel 23. Hasil Perhitungan CBA pada Mini Plant Bapak Abdul Hamid Nilai PenerapanKebijakan Penerimaan Biaya Investasi & Operasioanal NPV ,49 IRR 27 % NET B/C 2,94 Payback Period 6,14 tahun Produksi rajungan yang berukuran besar dapat menghasilkan daging yang lebih besar dan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Sehingga dapat disimpukan bahwa jika kebijakan tersebut diterapkan akan meningkatkan profitability mini plant dalam jangka panjang. Selain itu, kebijakan tersebut juga 61

18 berdampak pada peningkatan produktifitas tenaga kerja mini plant. Peningkatan produktifitas pekerja dikarenakan jumlah output (daging rajungan) mini plant setelah penerapan kebijakan menjadi lebih besar dan hal tersebut berbanding lurus dengan tingkat produktifitas pekerja. Dampak kebijakan minimum legal size input production juga mempengaruhi hal di luar mini plant, yaitu stok rajungan di laut. Bila kebijakan tersebut diterapkan pada mini plant secara langsung mkan akan mempengaruhi permintaan rajungan pada nelayan. Sehingga pihak mini plant akan membatasi permintaan rajungan yaitu hanya rajungan yang berukuran minimal delapan sentimeter sebagai input produksinya. Sehingga rajungan kecil (ukuran kurang dari delapan sentimeter) tidak memiliki pasar dan nelayan pun enggan menangkap rajungan kecil karena tidak bernilai ekonomi. Pembatasan ukuran tersebut membuat rajungan kecil memiliki kesempatan untuk berkembang biak dan melestarikan populasinya di laut. Dalam jangka panjang stok rajungan di laut akan menjadi stabil dan lestari Sistem Pemasaran Rajungan Pengolahan rajungan tidak serta merta menangkap kemudian memproduksi. Namun, pengolahan rajungan ini memiliki alur sitem pemasaran dalam pengolahannya. Sitem pemasaran yang terbentuk dalam pengolahan rajungan mulai dari nelayan, pedagang (bakul), mini plant, plant, dan kemudian diekspor. Sitem pemasaran rajungan tersebut dapat dilihat Gambar 18. Gambar 18. Sistem Pemasaran dalam Pengolahan Rajungan Sistem pemasaran yang digambarkan dalam bagan di atas terlihat alur pemasaran rajungan mulai dari nelayan lokal hingga pasar interasional melalui ekspor. Dalam 62

19 Alur pemasaran rajungan terdapat beberapa proses pengolahan rajungan seperti perebusan, pengupasan, pengklasifikasian jenis daging rajungan, pengolahan daging rajungan, dan pengemasan daging rajungan olahan. Proses tersebut dijelaskan dalam bagan dengan menggunakan angka satu sampai lima yang menjelaskan masing-masing output dari sitem pemasaran. Maksud dari angkaangka tersebut adalah sebagai berikut : (1) Nelayan menangkap rajungan kemudian menjual rajungan yang masih hidup (mentah) tersebut kepada pedagang (bakul). (2) Rajungan yang dikumpulkan oleh pedagang (bakul) dari sejumlah nelayan kemudian dijual kembali kepada mini plantskala rumah tangga yang sudah menjadi pelanggannya. (3) Hasil tangkapan nelayan selain dijual pada pedagang (bakul), dijual secara langsung juga pada mini plant yang sudah menjadi mitra usaha. Rajungan yang dijual ke mini plant merupakan rajungan mentah dan rajungan yang sudah direbus oleh nelayan. (4) Mini plant memproses rajungan mentah dengan melakukan perebusan dan pengupasan untuk mendapatkan dagingnya. Setelah hasil daging rajungan diperoleh dari hasil produksi mini plant, daging rajungan tersebut dikelompokan berdasarkan jenis daging yang diinginkan oleh plant. Kemudian daging rajungan yang telah dipisahkan berdasarkan jenisnya di jual kepada pabrik (plant). (5) Daging-daging rajungan yang diterima oleh plant dari berbagai mini plant diperiksa berdasarkan standar mutu plant, bila daging tersebut telah lolos uji mutu maka dilakukan proses selanjutnya seperti pembekuan, pengolahan bahan makanan, pengalengan, dan pengemasan untuk diekspor ke negara lain seperti Amerika, Singapura, Malaysia, dan Korea. 63

20 6.13 Rekomendasi Implikasi Kebijakan Kebijakan minimum legal size input production merupakan kebijakan yang dapat melestarikan populasi rajungan serta meningkatkan profit mini plant pengolahan rajungan dalam jangka panjang. Melihat manfaat dan keuntungan dari kebijakan tersebut maka rekomendasi implikasi kebijakan tersebut yang dapat dilaksanakan seperti : 1. Menerapkan kebijakan minimum legal size rajungan > 8 cmdi tingkat nelayan dengan pengawasan yang baik. 2. Menerapkan standarisasi mata jaring untuk menangkap rajungan sehingga nelayan tidak menggunakan mata jaring dengan ukuran kecil untuk menangkap rajungan. 3. Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan serta kecamatan dan desa setempat melakukan sosialisasi mengenai manfaat dan keuntungan bila kebijakan ini diterapkan pada seluruh mini plant pengolahan rajungan. 4. Memberikan denda dan sanksi yang tegas pada pemilik mini plant jika terbukti masih menggunakan rajungan dengan ukuran kurang dari delapan sentimeter sebagai input produksinya. 5. Pemerintah setempat melakukan inspeksi berkala pada setiap mini plant pengolahan rajungan untuk mengontrol pelaksanaan kebijakan ini. 6. Pemerintah setempat memberikan reward atau penghargaan kepada mini plant yang telah melaksanakan kebijakan ini dengan baik. 64

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan di Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut Indonesia sangat berperan penting bagi sebagian besar masyarakatnya karena dari sumberdaya perikanan tersebut masyarakat dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Packing House Packing house ini berada di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Packing house dibangun pada tahun 2000 oleh petani diatas lahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele phyton, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Usaha warnet sebetulnya tidak terlalu sulit untuk didirikan dan dikelola. Cukup membeli beberapa buah komputer kemudian menginstalnya dengan software,

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kota depok yang memiliki 6 kecamatan sebagai sentra produksi Belimbing Dewa. Namun penelitian ini hanya dilakukan pada 3 kecamatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR

IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR 4.1 Gambaran Umum Kelompok Tani Hurip Kelompok Tani Hurip terletak di Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga. Desa Cikarawang adalah salah satu Desa di Kecamatan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Laboratorium Percontohan Pabrik Mini Pusat Kajian Buah Tropika (LPPM PKBT) yang berlokasi di Tajur sebagai sumber informasi

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari 47 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari sampai dengan Februari 2011. 3.2 Bahan dan alat Bahan yang di

Lebih terperinci

5.3 Keragaan Ekonomi Usaha Penangkapan Udang Net Present Value (NPV)

5.3 Keragaan Ekonomi Usaha Penangkapan Udang Net Present Value (NPV) 5.3 Keragaan Ekonomi Usaha Penangkapan Udang 5.3.1 Net Present Value (NPV) Usaha penangkapan udang, yang dilakukan oleh nelayan pesisir Delta Mahakam dan sekitarnya yang diproyeksikan dalam lima tahun

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan kambing perah Prima Fit yang terletak di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yang merupakan suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

ECONOMI VALUE ADDED OF BLUE SWIMMING CRAB (Portunus pelagicus) PROCESSING AT CV. LAUT DELI BELAWAN NORTH SUMATERA

ECONOMI VALUE ADDED OF BLUE SWIMMING CRAB (Portunus pelagicus) PROCESSING AT CV. LAUT DELI BELAWAN NORTH SUMATERA ECONOMI VALUE ADDED OF BLUE SWIMMING CRAB (Portunus pelagicus) PROCESSING AT CV. LAUT DELI BELAWAN NORTH SUMATERA Angel Zesikha Purba 1), Lamun Bathara 2), dan Darwis AN 2) Angelzesikha09@gmail.com Abstract

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2011, bertempat di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. 22 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah usaha ternak sapi perah penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

ASPEK FINANSIAL Skenario I

ASPEK FINANSIAL Skenario I VII ASPEK FINANSIAL Setelah menganalisis kelayakan usaha dari beberapa aspek nonfinansial, analisis dilanjutkan dengan melakukan analisis kelayakan pada aspek finansial yaitu dari aspek keuangan usaha

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 17 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Proyek adalah suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil yang secara logika merupakan wadah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada akhirnya setelah penulis melakukan penelitian langsung ke perusahaan serta melakukan perhitungan untuk masing-masing rumus dan mencari serta mengumpulkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit III. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif, yang banyak membahas masalah biayabiaya yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit yang diterima, serta kelayakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan peternakan sapi perah di CV. Cisarua Integrated Farming, yang berlokasi di Kampung Barusireum, Desa Cibeureum, Kecamatan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik dari segi materi maupun waktu. Maka dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 20 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Bogor merupakan salah satu kota wisata yang perlu mengembangkan wisata lainnya, salah satunya adalah wisata Batik. Batik merupakan warisan Indonesia

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 49 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Usaha Nelayan Rajungan Kegiatan usaha penangkapan dimulai dari operasi penangkapan, pemasaran hasil tangkapan, rumah tangga nelayan dan lingkungan ekonomi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Agrifarm, yang terletak di desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana Peternakan Maju Bersama dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Untuk menilai layak atau tidak usaha tersebut

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data VI METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Wisata Agro Tambi, Desa Tambi, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

IV. ANALISA FAKTOR KELAYAKAN FINANSIAL

IV. ANALISA FAKTOR KELAYAKAN FINANSIAL 32 IV. ANALISA FAKTOR KELAYAKAN FINANSIAL 4.1. Identifikasi Indikator Kelayakan Finansial Pada umumnya ada enam indikator yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian kelayakan finansial dari

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan

III. METODE PENELITIAN. mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), proyek pada dasarnya merupakan kegiatan yang menyangkut pengeluaran modal (capital

Lebih terperinci

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Penanganan pascapanen adalah tindakan yang dilakukan atau disiapkan agar hasil pertanian siap

Lebih terperinci

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL Aspek finansial merupakan aspek yang dikaji melalui kondisi finansial suatu usaha dimana kelayakan aspek finansial dilihat dari pengeluaran dan pemasukan usaha tersebut selama

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PENERAPAN KEBIJAKAN MINIMUM LEGAL SIZE INPUT PRODUCTION

ANALISIS DAMPAK PENERAPAN KEBIJAKAN MINIMUM LEGAL SIZE INPUT PRODUCTION ANALISIS DAMPAK PENERAPAN KEBIJAKAN MINIMUM LEGAL SIZE INPUT PRODUCTION TERHADAP TINGKAT PROFITABILITY MINI PLANT PENGOLAHAN RAJUNGAN KECAMATAN TARUMAJAYA KABUPATEN BEKASI HUSEN NUGROHO H44080105 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan terhadap kelayakan investasi PT. ABC

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan terhadap kelayakan investasi PT. ABC BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan terhadap kelayakan investasi PT. ABC maka dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan instrument-instrument kelayakan investasi menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

ABSTRAK. Umur investasi 6 tahun ( ): Payback Period. > 5 tahun. < 1 tahun. Net Present Value. Rp ,- - Rp 978.

ABSTRAK. Umur investasi 6 tahun ( ): Payback Period. > 5 tahun. < 1 tahun. Net Present Value. Rp ,- - Rp 978. ABSTRAK Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan investasi perluasan usaha yang telah berjalan pada PT DUTANIAGA KHATULISTIWA cabang Bandung hingga akhir periode

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) INDUSTRI RUMAH TANGGA, DESA GEGUNUNG WETAN KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

KARAKTERISTIK DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) INDUSTRI RUMAH TANGGA, DESA GEGUNUNG WETAN KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH KARAKTERISTIK DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) INDUSTRI RUMAH TANGGA, DESA GEGUNUNG WETAN KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH Nurjanah Dwi 2, Ariyanti 1, Tati Nurhayati 2 dan Asadatun Abdullah 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Elsari Brownies and Bakery yang terletak di Jl. Pondok Rumput Raya No. 18 Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Restoran Pastel and Pizza Rijsttafel yang terletak di Jalan Binamarga I/1 Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis/Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif karena dalam pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interpretasi tentang arti

Lebih terperinci

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan pembesaran ikan lele sangkuriang kolam terpal. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aspek finansial

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di industri pembuatan tempe UD. Tigo Putro di Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI Menaksir Aliran Kas Beberapa Pertimbangan dalam Menaksir Aliran Kas Dalam analisis i keputusan investasi, i ada bb beberapa langkah yang akan dilakukan: 1) Menaksir aliran

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Kelayakan Investasi Evaluasi terhadap kelayakan ekonomi proyek didasarkan pada 2 (dua) konsep analisa, yaitu analisa ekonomi dan analisa finansial. Analisa ekomoni bertujuan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS PADA USAHA RUMAH MAKAN AYAM BAKAR TERASSAMBEL

STUDI KELAYAKAN BISNIS PADA USAHA RUMAH MAKAN AYAM BAKAR TERASSAMBEL STUDI KELAYAKAN BISNIS PADA USAHA RUMAH MAKAN AYAM BAKAR TERASSAMBEL Nama : Marlina Fitri Annisa Npm : 15213303 Kelas : 4EA33 Fakultas : Ekonomi Jurusan : Manajemen Pembimbing : Christera Kuswahyu Indira,

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada kelompok

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab V Kesimpulan dan Saran BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil perhitungan analisis Capital Budgeting dan analisis sensitivitas pada perusahaan Dian

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian ini, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut:

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian ini, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut: BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan permasalahan serta maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut: 1. Estimasi incremental

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep yang berhubungan dengan penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang semakin berkembang saat ini, di mana ditunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang semakin berkembang saat ini, di mana ditunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia usaha yang semakin berkembang saat ini, di mana ditunjukkan dengan meningkatnya persaingan yang ketat di berbagai sektor industri baik dalam industri yang

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana CV. Usaha Unggas dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Penilaian layak atau tidak usaha tersebut dari

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

9 Universitas Indonesia

9 Universitas Indonesia BAB 2 TINJAUAN LITERATUR 2.1. Studi Kelayakan Studi kelayakan atau feasibility study adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha atau bisnis yang akan dijalankan,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Flow Diagram Pemecahan Masalah Penelitian merupakan suatu rangkaian proses yang saling terkait secara sistematis, setiap tahap merupakan bagian menentukan tahap berikutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi. Dalam bersosialisasi, terdapat berbagai macam jenis hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi. Dalam bersosialisasi, terdapat berbagai macam jenis hubungan yang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan, penulis akan menyampaikan beberapa hal yang berhubungan dengan proses pengerjaan penelitian ini. Antara lain berkenaan dengan latar belakang penelitian, identifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II.1 Tinjauan Pustaka Tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan tanaman buah daerah tropis dan dapat juga tumbuh

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus) Rajungan adalah salah satu anggota filum crustacea yang memiliki tubuh beruas-ruas. Klasifikasi rajungan (Portunus pelagicus)

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISA. dan keekonomian. Analisis ini dilakukan untuk 10 (sepuluh) tahun. batubara merupakan faktor lain yang juga menunjang.

BAB V HASIL ANALISA. dan keekonomian. Analisis ini dilakukan untuk 10 (sepuluh) tahun. batubara merupakan faktor lain yang juga menunjang. BAB V HASIL ANALISA 5.1 ANALISIS FINANSIAL Untuk melihat prospek cadangan batubara PT. XYZ, selain dilakukan tinjauan dari segi teknis, dilakukan juga kajian berdasarkan aspek keuangan dan keekonomian.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pengertian Usaha

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pengertian Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengertian Usaha Menurut Gittinger (1986) bisnis atau usaha adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usaha pengembangan kerupuk Ichtiar merupakan suatu usaha yang didirikan dengan tujuan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Melihat dari adanya peluang

Lebih terperinci

Proceeding Lokakarya Nasional Pemberdayaan Potensi Keluarga Tani Untuk Pengentasan Kemiskinan, 6-7 Juli 2011

Proceeding Lokakarya Nasional Pemberdayaan Potensi Keluarga Tani Untuk Pengentasan Kemiskinan, 6-7 Juli 2011 STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN UNIT PENGOLAHAN GULA SEMUT DENGAN PENGOLAHAN SISTEM REPROSESING PADA SKALA INDUSTRI MENENGAH DI KABUPATEN BLITAR Arie Febrianto M Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara 6 II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Teori dan Tujuan Koperasi di Indonesia Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara bahasa berarti bekerja bersama dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan lokasi penelitian berdasarkan pada potensi hutan rakyat yang terdapat di desa/kelurahan yang bermitra dengan PT. Bina Kayu Lestari Group.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal 18 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Pemanfaatan potensi perikanan laut di Sulawesi Tengah belum optimal dikarenakan sebagian besar pola usaha nelayan masih berskala kecil, bersifat tradisional

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek memiliki beberapa pengertian. Menurut Kadariah et al. (1999) proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia diperkirakan mencapai 6,4

Lebih terperinci

METODE PERBANDINGAN EKONOMI. Pusat Pengembangan Pendidikan - Universitas Gadjah Mada

METODE PERBANDINGAN EKONOMI. Pusat Pengembangan Pendidikan - Universitas Gadjah Mada METODE PERBANDINGAN EKONOMI METODE BIAYA TAHUNAN EKIVALEN Untuk tujuan perbandingan, digunakan perubahan nilai menjadi biaya tahunan seragam ekivalen. Perhitungan secara pendekatan : Perlu diperhitungkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran. 3.2 Metode Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran. 3.2 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Ketersediaan bahan baku ikan hasil tangkap sampingan yang melimpah merupakan potensi yang besar untuk dijadikan surimi. Akan tetapi, belum banyak industri di Indonesia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Berdasarkan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha pengolahan komoditi kelapa, dampaknya terhadap

Lebih terperinci