J. Sains Tek., Agustus 2004, Vol. 10, No. 2 Pengaruh Umur Fisiologis Eksplan Daun Muda dan Zat Pengatur Tumbuh terhadap Pembentukan Tunas Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Sri Ramadiana Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jl. Sumantri Brojonegoro 1 Bandar Lampung Abstract The research was designed to evaluate the effects of physiological age of explant and plant growth regulator on shoot regeneration in pepper. Complete block design was used with two treatments: the applications of seedling age of young leaf of 20, 25, and 30 days and the combination of plant growth regulator BAP (2.0, 3.0 mg/l) and IAA (0.2, 0.5 mg/l). The result showed that seedling age affects the development of explant cultured in vitro. Young leaf explant trimmed from 25 days old seedling induced a higher frequency of adventitious buds and the highest number of shoot/explant in the culture media supplemented with BAP 3 mg/l and IAA 0.5 mg/l. Physiological age of explants expressed as seedling age, is obviously as a crucial factor in determining differentiation ability. Keywords: Capsicum annuum, young leaf explant, plant growth regulator Pendahuluan Perbaikan genetik tanaman cabai melalui rekayasa genetika dapat dilakukan bila telah ada metode regenerasi tunas secara in vitro yang efektif. Saat ini regenerasi tunas cabai merah secara in vitro masih sulit dilakukan bila dibandingkan dengan regenerasi tunas cabai manis. Keberhasilan regenerasi tunas secara in vitro dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: jenis eksplan, genotip dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) yang ditambah dalam media regenerasi 1. Regenerasi tunas cabai manis lebih mudah dilakukan dengan cara menginduksi langsung tunas dari eksplan yang digunakan 2,3,4,5,6. Dari penelitian terdahulu diketahui bahwa eksplan yang berasal dari dari kotiledon dan daun muda memiliki potensi untuk membentuk tunas yang lebih baik dibandingkan dengan jenis eksplan lainnya 7. Hal ini juga sejalan dengan penelitian lain yang juga telah dilakukan 8. Pada cabai, ZPT yang biasa digunakan untuk menginduksi pembentukan tunas adalah benzil amino purine (BAP) dan indole acetic acid (IAA). BAP dapat diberikan secara tunggal atau dikombinasikan dengan IAA untuk meningkatkan frekuensi pembentukan tunas cabai manis 2,8. Media terbaik untuk menginduksi pembentukan tunas cabai manis adalah media MS dengan kombinasi BAP (2.0 mg/l) dan IAA (0.5 mg/l). Pada media ini dihasilkan frekuensi pembentukan tunas sebesar 80-93% untuk eksplan kotiledon. 8 Untuk cabai merah cv. Tit L. Super media dengan kombinasi BAP( 2.0 mg/l) dan IAA (0.5 mg/l) menghasilkan frekuensi pembentukan tunas terbaik untuk eksplan kotiledon dan daun muda, masing-masing sebesar 86% dan 78% 7. 2004 FMIPA Universitas Lampung 137
S. Ramadian, Pengaruh Umur Fisiologis Cabai manis dan cabai merah termasuk dalam satu spesies tanaman yang sama sehingga diharapkan keduanya memiliki kemampuan yang sama untuk membentuk tunas secara in vitro. Akan tetapi perlu dilakukan pengujian lebih lanjut pada cabai merah dalam hal kemampuan regenerasinya untuk mendapatkan suatu metode regenerasi tunas yang efektif. Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekular Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bagian tanaman yang diguna-kan berupa benih komersial tanaman cabai cv. Tit L. Super. Benih yang digu-nakan disterilkan dalam larutan 15% (v/v) Clorox dengan bahan aktif NaOCl (0.7%) yang dilakukan selama 15 menit. Benih dibilas tiga kali dengan akuades streril dan disterilisasi ulang menggu-nakan cara dan konsentrasi clorox yang sama. Selanjutnya benih direndam dalam air steril selama 24 jam. Benih yang telah direndam selanjutnya ditanam dalam botol kultur berisi 20 ml media MS tanpa ZPT. Media untuk mengin-duksi tunas tersusun dari media MS, Glukosa D- monohidrat dari Merck (0.3%) dan phytagel dari Sigma, USA (0.2%). Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 121 C dan tekanan 17.5 psi selama 20 menit. Larutan BAP dan IAA yang telah disterilkan dengan millipore ditambahkan ke dalam media yang telah disterilkan sesuai dengan perlakuan dan media dibagi-bagikan ke dalam botol kultur steril dengan volume 10 ml. Tahap percobaan terdiri atas inisiasi pembentukan tunas dalam media regenerasi I, pembesaran dan pemanjangan tunas dalam media regenerasi II. Eksplan ditanam dalam media regenerasi I selama 20-30 hari. Selanjutnya semua eksplan disubkultur ke media regenerasi II dan diinkubasi sampai terjadi pemanjangan tunas. Kultur diinkubasi dalam ruangan kultur dengan intersitas penyinaran sebesar 1500 lux selama 24 jam dan dengan temperatur ruangan 28 C. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak lima kali dengan setiap unit percobaan terdiri dari 8-10 eksplan yang ditanam dalam dua botol kultur sehingga total yang ditanam sebanyak 40-50 eksplan untuk setiap perlakuan. Perlakuan umur kecambah sumber eksplan yang diuji terdiri daun muda umur 20 25, dan 30 hari. Perlakuan ZPT yang diuji adalah BAP ( 1, 2, 3, 4 mg/l) dan IAA ( 0.5 mg/l). Dalam media regenerasi I, pengamatan dilakukan saat 15 hari setelah tanam yang meliputi perkembangan eksplan, frekuensi pembentukan tunas, kalus, dan akar, serta pertumbuhan dan penampakan kalus yang ternetuk. Pertumbuhan kalus yang terbentuk dari eksplan ditentukan dengan menggunakan sistem skoring, yaitu (-) jika tidak terbentuk kalus, (+) jika kalusnya mempunyai diameter kurang dari 0.3 cm, (++) jika diameter kalusnya antara 0.3-0.5 cm dan (+++) jika diameter kalusnya lebih besar dari 0.5 cm. Proliferasi dan pemanjangan tunas Semua eksplan yang sudah membentuk tunas dipindahkan ke dalam media regenerasi II dan disubkultur kembali ke dalam media regenerasi II yang masih segar setiap 15 hari agar terjadi proliferasi dan penanjangan tunas. Media regenerasi II terdiri atas media MS dengan penambahan BAP 2 mg/l, GA3 2 mg/l, Ca-pantotenat 2 mg/l dan AgNO3 5 mg/l. Dalam media regenerasi II, peng-amatan yang dilakukan meliputi perkembangan eksplan, persentase tunas yang 138 2004 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains Tek., Agustus 2004, Vol. 10, No. 2 mengalami proliferasi, dan jumlah tunas yang terbentuk per eksplan. Tunas yang terbentuk juga dikelompokkkan menjadi tunas normal dan tunas abnormal (tunas yang mengalami vitrifikasi). Media terbaik untuk menginduksi pembentukan tunas cabai manis adalah media MS dengan kombinasi BAP (2.0 mg/l) dan IAA (0.5 mg/l). Pada media ini dihasilkan frekuensi pembentukan tunas sebesar 80-93% untuk eksplan kotiledon. 8 Untuk cabai merah cv. Tit L. Super media dengan kombinasi BAP( 2.0 mg/l) dan IAA (0.5 mg/l) meng-hasilkan frekuensi pembentukan tunas terbaik untuk eksplan kotiledon dan daun muda, masing-masing sebesar 86% dan 78%. 7 Cabai manis dan cabai merah termasuk dalam satu spesies tanaman yang sama sehingga diharapkan keduanya memiliki kemampuan yang sama untuk membentuk tunas secara in vitro. Akan tetapi perlu dilakukan pengujian lebih lanjut pada cabai merah dalam hal kemampuan regenerasinya untuk mendapatkan suatu metode regenerasi tunas yang efektif. Hasil dan Pembahasan Perkembangan eksplan dalam media yang mengandung BAP dan IAA cen-derung dipengaruhi oleh umur kecambah. Eksplan daun muda 20, 25, dan 30 hari sama-sama mampu membentuk kalus dalam media regenerasi I. Eksplan daun muda umur 25 dan 30 hari mempunyai frekuensi pembentukan tunas lebih tinggi dibanding daun muda umur 20 hari (Tabel 1.). Namun demikian, eksplan daun muda umur 25 hari membentuk tunas lebih banyak dibandingkan dengan daun muda umur 30 hari (Gambar 1). Pembesaran dan pemanjangan tunas Tunas yang terbentuk dari eksplan daun muda biasanya dapat memanjang dalam media regenerasi II. Akan tetapi, beberapa eksplan berkembang tidak normal, seperti mengalami vitrifikasi dan pencokelatan. Fenomena pencokelatan eksplan dalam media regenerasi II terjadi beberapa hari sesudah tanam. Pada eksplan yang mengalami pencokelatan, biasanya eksplan tidak berkembang lebih lanjut dan akhirnya mati. Rata-rata jumlah tunas yang terbentuk dari eksplan daun muda umur 20 hari berkisar antara 1.0-1.4 tunas, sedangkan untuk daun muda umur 25 hari berkisar antara 1.7-2.8 tunas, dan untuk daun muda umur 30 hari berkisar antara 1.0-1.7 tunas per eksplan (Gambar 2). Keberhasilan dalam regenerasi tunas secara in vitro sangat dipengaruhi oleh eksplan yang dikulturkan. Faktor yang berpengaruh pada frekuensi regenerasi tunas cabai secara in vitro adalah zat pengatur tumbuh, tipe eksplan, dan umur eksplan. Arah perkembangan suatu eksplan dipengaruhi oleh adanya hormon endogen dan eksogen yang diberikan serta signal yang dapat mentrigger perkembangan tersebut. Dalam hal ini kemampuan eksplan untuk diinduksi regenerasi tunasnya merupakan suatu reaksi dari kehadiran auksin atau sitokinin atau keduanya secara eksogen. Bila jaringan atau sel dari eksplan dapat merespon kehadiran sitokinin atau auksin maka akan terjadi perkembangan yang mengarah ke proses morfogenesis. Bila dalam perkembangannya, kultur mengalami perubahan rasio sitokinin/auksin menjadi seimbang maka eksplan yang tadinya telah membentuk tunas akan berubah proses morfogenesisnya ke arah pembentukan kalus (dediferensiasi). 2004 FMIPA Universitas Lampung 139
S. Ramadian, Pengaruh Umur Fisiologis Tabel 1. Frekuensi pembentukan kalus dan tunas dari eksplan daun muda cabai cv. Tit L. Super yang ditanam dalam media MS dengan berbagai perlakuan kombinasi BAP dan IAA Umur Fisiologis Frekuensi eksplan Skoring ukuran IAA(mg/l) BAP(mg/l) Berkalus(%) Berakar(%) Bertunas(%) kalus Daun muda, 20 hari 1 100 c 0 10 a + 0.5 2 85 b 0 10 a + 3 100 c 0 15 ab + 4 100 c 0 13 a + Daun muda, 25 hari 1 100 c 0 40 c ++ 0.5 2 100 c 0 65 g + 3 80 a 0 69 gh + 4 100 c 0 52 d ++ Daun muda, 30 hari 2 100 c 0 38 c ++ 0.5 3 100 c 0 61 f + 2 100 c 0 57 e + 3 100 c 0 67 g + Uji DMRT 5% 2.1 3.5 Keterangan: Skoring ukuran kalus (+) jika kalus berukuran < 0.3 cm, (++) jika berukuran antara 0.3 0.5 cm. Gambar 1. Jumlah rata-rata tunas yang diregenerasikan dari berbagai umur eksplan daun muda cabai Tit L. Super yang ditanam dalam media MS dengan IAA (0.5 mg/l) dan berbagai konsentrasi BAP (1-4 mg/l). Tunas yang dihitung tingginya minimal 0.5 cm. 140 2004 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains Tek., Agustus 2004, Vol. 10, No. 2 Gambar 2. Perkembangan eksplan daun muda dalam media regenerasi II. (A) tunas yang mengalami vitrifikasi, (B) tunas yang mengalami pencoklatan dari daun muda umur 25 hari, (C) tunas yang berkembang dari daun muda umur 30 haari, (D) tunas yang telah memanjang. Hasil percobaan diketahui frekuensi pembentukan tunas juga dipengaruhi oleh umur eksplan daun muda. Daun muda yang berasal dari kecambah umur 20 hari kurang mampu membentuk tunas dibandingkan daun muda dari kecambah umur 25 hari atau 30 hari. Meskipun keduanya mempunyai frekuensi pembentukan tunas yang sama, eksplan daun muda yang berasal dari kecambah umur 25 hari menghasilkan jumlah tunas per eksplan yang lebih tinggi dibanding daun muda dari kecambah umur 30 hari. Dengan demikian, eksplan daun muda dari kecambah umur 25 hari merupakan eksplan yang lebih baik dibanding daun muda dari kecambah umur 20 atau 30 hari. Pada daun yang berumur 30 hari, tunas yang dihasilkan biasanya tampak menggerombol dan lambat memanjang. Pada tanaman Solanum laciniatum, kalus dari daun tua mampu membentuk tunas dengan cepat sedangkan dari daun muda yang belum berkembang penuh pembentukan tunasnya sangat lambat 1. Hal ini juga dilaporkan bahwa eksplan dari cabai manis yang berumur 25 hari memiliki persentase induksi tunas dan jumlah tunas per eksplan yang lebih tinggi dibanding eksplan umur 32 hari. Umur eksplan yang semakin tua menyebabkan kemampuan sel-sel jaringan tanaman tersebut untuk beregenerasi makin rendah 1. Gejala vitrifikasi dan pencokelatan (browning) terjedi setelah eksplan dipindahkan ke dalam media regenerasi II yang mengandung BAP 2 mg/l, GA3 2 mg/l, Ca-Pantotenat 2 mg/l dan AgNO 3 5 mg/l. Gejala vitrifikasi dan pencokelatan ini merupakan keadaan 2004 FMIPA Universitas Lampung 141
S. Ramadian, Pengaruh Umur Fisiologis yang umum terjadi pada eksplan yang dikulturkan secara in vitro dan muncul 5-7 hari setelah tunas di media regenerasi II. Hal ini disebabkan oleh pemberian BAP yang terus menerus pada setiap media perlakuan dan keadaan jaringan eksplan yang muda umurnya. Gejala vitrifikasi ini juga muncul pada tanaman malus yang dikulturkan secara in vitro, pemberian BAP sampai 4.44 µm mengakibatkan frekuensi vitrifikasi yang lebih tinggi dari pada BAP 2.22 µm. Pada kultur cabai, gejala vitrifikasi terjadi pada tunas cabai yang telah dua kali disubkultur dalam media BAP 2 mg/l 8. Kesimpulan Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Induksi pembentukan tunas pada kultur jaringan cabai sangat dipengaruhi oleh umur eksplan. Pada eksplan daun muda, frekuensi pembentukan tunas terbanyak diperoleh pada eksplan umur 25 hari didalam media BAP (3 mg/l) dan IAA (0.5 mg/l). 2. Gejala vitrifikasi dan pencokelatan pada eksplan yang dikulturkan dalam media regenerasi II sangat dipengaruhi oleh tingginya pemberian BAP dalam medium kultur. Daftar Pustaka 1. George, E.F. and Sherington, P. 1984. Plant propagation by tissue culture. Exegetic Pub. Ltd, England. 709p. 3. Philips, G.C. and Hubstenberger, F.1985. Organogenesis in pepper tissue culture. Plant Cell Tissue Organ Culture. 4:261-269. 4. Agrawal, S., Chandra, N.and Kothari, D.I. 1989. Plant regeneration in tissue culture of pepper (Capsicum annuum L.) cv. Mathania. Plant Cell Tissue Organ Culture. 16:47-55. 5. Ebida, A.I. and Hu, C.Y. 1993. In vitro morphogenetic responses and plant regeneration from pepper (Capsicum annuum L.) cv. Early California Wonder seedling plants. Plant Cell Rep. 13:107-110. 6. Kato, K., Matsumoto, M., Shimoda, Y., Yamasaki, S. and Shimamura, F. 1996. Effect of culture conditions on in vitro induction of adventitious bud from leaf expalant in pepper (Capsicum annuum L.) Scientific Report of the facility of Agric. Okayama University. 85: 39-44. 7. Ramadiana, S. 1998. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Tanaman Tipe Eksplan dan Umur Kecambah Sumber Eksplan Terhadap Regenerasi Tunas Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Secara In Vitro. Thesis (Tidak dipublikasikan). IPB. 56 Halaman. 8. Hyde, C.L. and Philips, G.C. 1996. Silver nitrate promotes shoot development and plan regeneration of pepper (Capsicum annuum) via organogenesis. In Vitro Cell Dev. Bio. 32:172-180. 2. Fari, M. and Czako, M. 1981. Relationship between position of morphogenetic response of pepper hypocotyl explant cultured in vitro. Scientica Horticulture. 15:207-213. 142 2004 FMIPA Universitas Lampung