BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Tablet Asam Folat. Sebagai contoh F1 (Formula dengan penambahan Pharmacoat 615 1%).

Zubaidi, J. (1981). Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistiawati. Jakarta: UI Press. Halaman 172 Lampiran 1. Gambar Alat Pencetak Kaplet

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.

Kentang. Dikupas, dicuci bersih, dipotong-potong. Diblender hingga halus. Residu. Filtrat. Endapan. Dibuang airnya. Pati

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco

BAB IV PROSEDUR KERJA

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

Lampiran 1. Contoh Perhitungan Pembuatan Tablet Isoniazid

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia),

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

2.1.1 Keseragaman Ukuran Kekerasan Tablet Keregasan Tablet ( friability Keragaman Bobot Waktu Hancur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

1. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum Pembuatan kurva baku... 35

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg.

Lampiran 1. Gambar Berbagai Jenis Kentang. Kentang Putih. Kentang Kuning. Kentang Merah. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV

FAHMI AZMI FORMULASI DISPERSI PADAT IBUPROFEN MENGGUNAKAN HPMC 6 cps PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan dan Alat

PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hipertensi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang terjadi di

LAMPIRAN. Lampiran 1 Data kalibrasi piroksikam dalam medium lambung ph 1,2. NO C (mcg/ml) =X A (nm) = Y X.Y X 2 Y 2

Gambar Selulosa Mikrokristal dari Nata de Coco

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR.. vii. DAFTAR ISI.. viii. DAFTAR GAMBAR. xi. DAFTAR TABEL. xiii. DAFTAR LAMPIRAN. xiv. INTISARI.. xv. ABSTRAC.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Tablet Khusus. (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP)

1 Pemerian Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa Sesuai sedikit pahit 2 Identifikasi

PEMBAHASAN. R/ Acetosal 100 mg. Mg Stearat 1 % Talkum 1 % Amprotab 5 %

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak. kering akar kucing dengan kadar 20% (Phytochemindo), laktosa

DITOLAK BAGIAN PENGAWASAN MUTU PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN

LAMPIRAN A HASIL DETERMINASI TANAMAN PISANG AGUNG

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al,

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR

DAFTAR ISI. BAB I. PENDAHULUAN A...Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah... 2 C. Tujuan Penelitian... 2 D. Manfaat Penelitian...

Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Buah Stroberi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

Bab III Metodologi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (

ARTIKEL PENELITIAN. Rini Agustin 1 & Hestiary Ratih 2

FORMULASI GRANUL EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA. L) MENGGUNAKAN AEROSIL DAN AVICEL PH 101

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013

3 Metodologi Penelitian

Pembuatan Tablet Asetosal dengan Metode Granulasi Kering

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna

POTENSI EKSTRAK KERING SIRIH MANADO:MIYANA SEBAGAI BAHAN BAKU TABLET HERBAL

4019 Sintesis metil asetamidostearat dari metil oleat

Gambar 1. Alat kromatografi gas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan Pemerian Kelarutan Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen Persyaratan (Ditjn POM DepKes RI, 1995) Serbuk hablur putih hingga hampir putih, berbau khas lemah Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam etanol, metanol, aseton, dan kloroform Hasil Serbuk hablur putih berbau khas Praktis tidak larut dalam air; larut dalam etanol (1:3); larut dalam metanol (1:1,5); larut dalam aseton (1:2,5); larut dalam kloroform (1:1,5) Jarak lebur 75,0-78,0 C 75,1-77,5 C λ Identifikasi Puncak pada 263 nm dan 273 nm Puncak pada 263 nm dan 273 nm Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku HPMC Pemeriksaan Persyaratan (Wade, 2003) Sertifikat Analisis Pemerian Serbuk putih atau putih krem, Serbuk putih atau hampir berserat atau bergranul putih berserat atau bergranul Viskositas (cp) 4,8-7,2 5,77 Sisa pemijaran (%) Tidak lebih dari 1,5 0,62 Kandungan gugus metoksi (%) 28,0-30,0 28,9 Kandungan gugus hipropropoksi (%) 7,0-12,0 9,0 ph 6,6 6,6 Penentuan panjang gelombang maksimum ibuprofen pada dapar fosfat ph 7,2 adalah 221 nm. Kurva kalibrasi dibuat dari konsentrasi 3 sampai 20 bpj untuk menghitung kadar ibuprofen yang melarut pada uji kelarutan dan uji disolusi tablet. Selanjutnya dibuat kurva kalibrasi pada dapar fosfat ph 7,2. Hasil kurva kalibrasi memberikan persamaan Y = 0,0382 X + 0,101 dengan harga r = 0,9992. 25

26 Tabel 4.3 Hubungan Konsentrasi dan Absorbansi Ibuprofen Konsentrasi (bpj) Absorbansi 3 0,2150 4 0,2515 5 0,3045 6 0,3253 7 0,3700 9 0,4387 10 0,4806 20 0,8673 Pada tahap awal penelitian ini pembuatan dispersi padat ibuprofen-hpmc dicoba dengan menggunakan teknik pelarutan dan pengendapan (copresipitate). Pada pembuatan dispersi padat menggunakan teknik pelarutan divariasikan rasio HPMC yang digunakan (Tabel 3.1). Ibuprofen dan HPMC dilarutkan dalam campuran pelarut etanol dan diklorometan. Kemudian larutan diuapkan menggunakan heating plate hingga terbentuk massa kental. Massa kental dipindahkan ke atas plat logam kemudian dikeringkan di dalam oven 40 ºC. Pada formula dispersi padat dengan perbandingan 1:1; 1:1,5; dan 1:2 terbentuk lapisan putih yang elastis. Sedangkan pada formula dispersi padat dengan perbandingan 1:0,5 dan 1:0,25 terbentuk granul dan serbuk. Perbedaan bentuk padatan yang dihasilkan dipengaruhi oleh jumlah HPMC yang digunakan. Semakin tinggi jumlah HPMC yang digunakan maka padatan kering yang dihasilkan akan semakin elastis. Hal ini diperkirakan disebabkan pada saat proses penguapan pelarut, suhu pemanasan melebihi suhu transisi gelas HPMC sehingga menghasilkan padatan yang elastis. Kemudian pada tahap selanjutnya dilakukan proses penguapan pelarut mengunakan penangas air dengan suhu 40 C. Dengan komposisi bahan dan formula yang sama seperti pada Tabel 3.1 dilakukan penelitian pembuatan dispersi padat ibuprofen:hpmc dengan metode pelarutan tetapi pada proses penguapan pelarut digunakan penangas air dengan suhu 40 C. Proses penguapan pelarut dari satu formula dibutuhkan waktu lebih dari 2 jam dan setelah terbentuk massa kental, massa kental dipindahkan ke atas plat logam dan dikeringkan di dalam oven 40 ºC. Pada proses ini tetap menghasilkan padatan yang elastis dan tidak dapat diserbukkan secara mekanik. Dengan perkiraan bahwa proses pemanasan yang berlebih (pemanasan pada suhu

27 tinggi atau pemanasan dalam jangka waktu yang lama) akan menyebabkan tercapainya suhu transisi gelas HPMC maka dikembangkan metode lain yang tidak menggunakan pemanasan untuk menghilangkan pelarut. Selanjutnya pembuatan sistem dispersi padat akan menggunakan teknik pengendapan yang menggunakan prinsip salting out. Tahap selanjutnya pada pembuatan sistem dispersi padat ibuprofen HPMC adalah menggunakan teknik pengendapan. Ibuprofen dan HPMC dilarutkan dalam campuran pelarut organik (etanol-diklorometan) sesuai dengan perbandingan pada Tabel 3.2, kemudian ke dalam larutan tersebut ditambahkan sejumlah air sedikit demi sedikit hingga terbentuk larutan koloidal putih sambil diaduk menggunakan pengaduk magnetik. Campuran didiamkan selama waktu tertentu agar massa koloidal mengendap. Endapan putih lalu dipisahkan dari lapisan atas. Endapan dipindahkan ke atas plat logam kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 40 C selama 1 hari. Setelah proses pengeringan terbentuk masa berupa lapisan elastis yang tidak dapat diserbukkan secara mekanik. Padatan berupa lapisan elastis dicoba untuk diserbukkan menggunakan alat penghancur granul dengan kecepatan 1500 ppm selama 30 menit dan dihasilkan fragmen-fagmen kecil dari lapisan tersebut. Penyerbukan dilanjutkan menggunakan blender selama 15 menit agar dihasilkan fragmen-fragmen yang berukuran lebih kecil kemudian dilakukan pengujian kelarutan ibuprofen hasil dispersi padat dalam dapar fosfat ph 7,2 dibandingkan dengan campuran fisik dan senyawa murninya. Hal ini untuk mengetahui pengaruh HPMC terhadap kelarutan ibuprofen. Hasil penetapan kadar ibuprofen dari campuran fisik dan dispersi padat dengan metode pengendapan ditunjukkan pada Tabel 4.4. Dari data kelarutan sistem dispersi padat dan campuran fisik ditunjukkan bahwa jumlah HPMC optimum untuk meningkatkan kelarutan ibuprofen adalah sebesar 60% (rasio ibuprofen-hpmc = 1:1,5). Jumlah HPMC yang lebih besar mengakibatkan penurunan kelarutan ibuprofen. Hal ini disebabkan pada saat melarut, HPMC pertama kali akan mengembang (swealing) membentuk lapisan gel menyelubungi ibuprofen kemudian tererosi dan ibuprofen akan berdifusi melalui lapisan gel HPMC tersebut. Sehingga peningkatan jumlah HPMC akan menghambat kecepatan pelarutan ibuprofen karena barier lapisan gel HPMC yang dilewati semakin tebal. Pada uji kelarutan

28 menggunakan dapar fosfat ph 7,2 dilakukan selama 30 menit sehingga tidak dimungkinkan seluruh HPMC untuk mengembang dan melarut sempurna. konsentrasi ibuprofen yang terlarut (ug/ml) 12 10 8 6 4 2 0 0 20 33 50 60 67 Rasio HPMC % b/b Tabel 4.4 Pengaruh HPMC terhadap kelarutan ibuprofen ( ) = ibuprofen murni, ( )=dipsersi padat, ( )=campuran fisik. Padatan yang dihasilkan pada penelitian di atas tidak dapat dilakukan pencetakan tablet sehingga dikembangkan suatu metode pelarutan dengan penguapan menggunakan rotavapor. Tahap yang paling penting pada pembuatan dispersi padat menggunakan teknik pelarutan adalah tahap pemilihan pelarut, cara penguapan pelarut, dan kecepatan penguapan pelarut. Pelarut yang akan digunakan adalah yang dapat melarutkan baik ibuprofen maupun HPMC, yaitu: etanol, campuran etanol-diklorometan, metanol, dan campuran metanol-diklorometan. Penguapan pelarut dilakukan menggunakan rotavapor dengan kecepatan 40 ppm dan suhu penangas air sebesar 40 C. Pembuatan dispersi padat dengan metode pelarutan dengan penguapan menggunakan rotavapor pada berbagai pelarut seperti ditunjukkan pada Tabel 3.3 tidak dihasilkan padatan serbuk melainkan endapan kering seperti lateks. Hal ini kemungkinan karena adanya interaksi atau inkompatibilitas antara ibuprofen dan HPMC. Oleh karena itu untuk membuktikan dugaan tersebut ibuprofen dihilangkan dari formula (formula 4, 5, dan 6).

29 Akan tetapi hasil yang diperoleh tidak berbeda dengan formula sebelumnya sehingga dugaan adanya interaksi ibuprofen-hpmc tidak terbukti. Berdasarkan hal tersebut, dapat dijelaskan bahwa salah satu karakteristik alamiah HPMC adalah merupakan polimer non-thermoplastik yang akan melunak karena pemasasan tetapi pada saat pendinginan akan membentuk lapisan elastis yang kuat karena adanya ikatan hidrogen yang kuat dan banyak antar rantai polimer. Oleh sebab itu untuk proses pembuatan dispersi padat ibuprofen-hpmc dikembangkan metode yang meminimalkan penggunaan panas dan pelarut agar dapat diperoleh padatan yang dapat dibuat menjadi tablet. Berdasarkan hal tersebut, maka metode granulasi basah digunakan dalam penelitian ini untuk pembuatan dispersi padat ibuprofen-hpmc. Larutan ibuprofen dalam etanol digunakan untuk menggranulasi serbuk HPMC dan diharapkan pada saat pencampuran dan pengeringan granul, ibuprofen yang semula pada keadaan terlarut dapat memadat dan terdispersi merata dalam HPMC. Orientasi formula dispersi padat dilakukan dengan membuat variasi formula dengan komposisi seperti pada Tabel 3.5 dengan bobot tablet 500 mg. Pada Tabel 4.5 ditunjukkan karakteristik granul yang diperoleh pada masing-masing formula. Tabel 4.5 Evaluasi Granul No. Evaluasi F1 F2 F3 1 Kandungan lembab (%) 1,89 1,61 1,70 2 Kecepatan aliran (g/detik) 3,96 3,07 3,52 3 Distribusi ukuran partikel (%) < 500 µm 18,83 19,72 20,53 500-710 µm 22,67 15,42 17,15 710-1000 µm 37,89 52,20 41,95 > 1000 µm 20,60 12,66 20,50 Granul yang mengandung dispersi padat ibuprofen:hpmc dengan ukuran 500-710 µm diuji kelarutannya selama 24 jam dalam dapar fosfat ph 7,2 dan dibandingkan dengan kelarutan ibuprofen dalam campuran fisik serta ibuprofen murni.

30 Pada Tabel 4.6 ditunjukkan hasil uji kelarutan F1, F2, F3, campuran fisik, dan ibuprofen murni. Dari data tersebut diketahui bahwa kelarutan ibuprofen hasil dispersi padat F2 meningkat sebesar 43% dibandingkan dengan kelarutan ibuprofen murninya. Formula F2 dipilih sebagai formula optimum karena dapat meningkatkan kelarutan ibuprofen yang sebanding dengan peningkatan kelarutan pada F3 tetapi F2 memiliki rasio HPMC yang lebih sedikit. Tabel 4.6 Kelarutan Ibuprofen dari Granul Dispersi Padat (Metode Granulasi) dan Campuran Fisik (selama 24 jam) Formula Jumlah Zat Terlarut (mg) Rata-rata ± SB 1 2 3 CF 73,77 74,15 71,50 73,14 ± 1,43 F1 97,51 97,85 95,18 96,84 ± 1,45 F2 106,75 108,32 105,11 106,73 ± 1,60 F3 108,74 109,58 108,08 108,80 ± 0,74 Ibuprofen 75,49 74,92 73,20 74,54 ± 1,19 Keterangan : CF = campuran fisika Kemudian dilakukan pengujian disolusi granul yang mengandung dispersi padat ibuprofen:hpmc yang berukuran 500-710 µm dan dibandingkan dengan profil disolusi ibuprofen murni. Percobaan disolusi dilakukan selama 45 menit, dengan waktu pengambilan sampel pada 5, 10, 15, 20, 25, 30, 45 menit. Pada 5 menit pertama jumlah ibuprofen yang terdisolusi dari granul yang mengandung dispersi padat ibuprofen:hmpc adalah sebesar 100% sedangkan jumlah ibuprofen murni yang terdisolusi sebesar 70%. Untuk memperoleh profil disolusi yang lebih baik, kadar ibuprofen ditingkatkan menjadi 200 mg. Kemudian dibuat formula dengan variasi komposisi seperti pada Tabel 3.6 dengan bobot tablet 700 mg. Pada Tabel 4.7 dapat dilihat karakteristik granul yang diperoleh pada masing-masing formula. Granul yang mengandung dispersi padat ibuprofen:hpmc yang berukuran 500-710 µm dilakukan pengujian kelarutan selama 24 jam dalam dapar fosfat ph 7,2 dan dibandingkan dengan kelarutan ibuprofen murni serta campuran fisika. Jumlah sampel yang ditimbang setara dengan 200 mg ibuprofen. Tabel 4.8 menunjukkan hasil kelarutan F2, campuran fisik, dan ibuprofen murni selama 24 jam. Dari data tersebut diketahui bahwa kelarutan

31 ibuprofen hasil dispersi padat F2 batch pertama, kedua, dan ketiga meningkat sebesar 116,3% hingga 122,8% dibandingkan dengan kelarutan ibuprofen murninya. Tabel 4.7 Evaluasi granul Evaluasi F1 F2 F3 F4 Kandungan lembab (%) 1,29 1,41 1,11 2,15 Kecepatan aliran (g/detik) 3,17 3,49 3,23 3,52 Berat jenis nyata (g/ml) 0,37 0,38 0,37 0,32 Berat jenis mampat (g/ml) 0,46 0,45 0,43 0,43 Kadar mampat (% T) 9,75 10,27 11,91 25,00 Kompresibilitas (%K) 19,56 15,52 13,95 25,58 Distribusi ukuran partikel (%) < 500 µm 18,60 28,12 25,43 71,43 500-710 µm 37,08 28,00 29,04 18,65 710-900 µm 30,52 22,33 22,37 6,36 900-100 µm 12,16 13,42 18,12 3,56 > 1000 µm 1,64 8,13 5,04 0,00 Keterangan : F2B1 = Formula 2 batch 1, F2B2 = Formula 2 batch2, F2B3 = Formula 2 batch 3, F4 = granulasi menggunakan PVP K-30 sebagai pengikat. Tabel 4.8 Hasil Uji Kelarutan F2 Dibandingkan dengan Campuran Fisik dan Ibuprofen Murni No. Formula Jumlah Zat Terlarut (mg) F2B1 F2B 2 F2B 3 Rata-rata ± SB 1 CF (1:1,5) 194,50 198,46 179,09 194,51 ± 10,23 2 F2B1 191,85 197,84 193,85 194,51 ± 3,05 3 F2B 2 184,55 187,66 184,62 185,61 ± 1,78 4 F2B 3 90,28 83,64 90,67 88,20 ± 3,95 5 Ibuprofen 89,79 83,44 84,20 85,81 ± 3,47 Keterangan : F2B1 = Formula 2 batch 1, F2B2 = Formula 2 batch2, F2B3 = Formula 2 batch 3. Kemudiaan dilakukan evaluasi menggunakan difraktometer sinar X terhadap ibupofen; campuran fisika ibuprofen:hpmc (1:1,5); granul dispersi padat ibuprofen HPMC (1:1,5); dan HPMC dengan hasil seperti pada Gambar 4.1. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahawa HPMC berpengaruh dalam merubah sifat kristalinitas dari ibuprofen. Penambahan HPMC secara fisika maupun dengan pembentukan sistem dispersi padat menghasilkan perubahan difraktogram ibuprofen. Pola difraksi dispersi padat ibuprofen sangat berbeda dengan pola difraksi ibuprofen murni. Pola difraksi ibuprofen dispersi padat tidak menunjukkan puncak karakterisasi. Hal ini menunjukkan bahwa ibuprofen dalam dispersi

32 padat berada dalam keadaan amorf. Penurunan puncak difraksi ibuprofen dalam sistem dispersi padat menunjukkan bahwa terjadi perubahan bentuk kristal selama proses granulasi. Gambar 4.1 Difraktogram Sinar X (A) = ibuprofen murni; (B) = campuran fisika ibuprofen:hpmc (1:1,5); (C) = granul dispersi padat ibuprofen:hpmc (1:1,5); (D) = HPMC murni. Kemudian granul ditambahkan fasa luar berupa amprotab, talk, dan magnesium stearat. Jumlah fasa luar yang ditambahkan ditunjukkan pada Tabel 3.7. Kemudian dilakukan pencetakan tablet dan tablet dievaluasi dengan hasil yang tercantum dalam Tabel 4.9. Tabel 4.9 Evaluasi Tablet Evaluasi F2B1 F2B2 F2B3 F4 Diameter (mm) 13,03 ± 0,08 12,98±0,02 12,99±0,02 12,98±0,03 Tebal (mm) 4,07 ± 0,19 4,36±0,08 4,27±0,11 3,54±0,10 Kekerasan (kg/cm 2 ) 6,50 ± 0,58 6,35±0,28 6,83±0,31 5,50±1,16 Keragaman bobot 683,53 ± 675,43 ± 688,33 ± 5,76 612,97 ± 29,15 (mg) 4,65 16,10 Friabilitas (%) 0,49 0,29 0,67 0,24 Friksibilitas (%) 0,6 0,44 0,63 0,32 Penetapan kadar (%) 97,25 97,25 92,80 - Keterangan : F2B1 = Formula 2 batch 1, F2B2 = Formula 2 batch2, F2B3 = Formula 2 batch 3, F4 = granulasi menggunakan PVP K-30 sebagai pengikat.

33 F4 merupakan formula dengan kadar 200 mg ibuprofen yang digranulasi menggunakan cairan pengikat PVP-K30 dalam etanol. Persen kompresibilitas F4 masih kurang baik karena berada di atas 20%. Diperkirakan pengikatan granul kurang baik karena pada saat pengayakan kedua menggunakan ayakan mesh 16 menyebabkan granul pecah. Hal ini disebabkan distribusi pengikat yang tidak homogen. PVP K-30 dilarutkan semua dalam etanol dan menghasilkan larutan yang sangat kental sehingga sulit untuk mendistribusikan pengikat secara homogen. Sebaiknya proses penambahan pengikat dilakukan secara kering dan basah, dengan sebagian pengikat ditambahkan dalam masa granul dan sisanya dilarutkan dalam larutan penggranul sehingga efektifitas pengikat bisa lebih baik. Pada saat pencetakan tablet F4 terdapat masalah pencetakan, yaitu capping. Capping terjadi karena adanya udara yang terjerap dalam granul sehingga tertekan dalam die selama pengempaan dan kemudian mengembang pada saat daya kempa dilepaskan. Jeratan udara dalam granul bisa dikarenakan jumlah fine yang terlalu banyak. Peningkatan jumlah fine karena pecahnya granul akibat pengayakan menggunakan mesh 16. Capping juga dapat dikarenakan kandungan lembab massa cetak yang terlalu tinggi. Hal ini dimungkinkan karena PVP bersifat higroskopis sehingga dapat terjadi peningkatan kandungan lembab massa cetak. Tablet F4 memiliki kekerasan yang tidak memenuhi syarat, kekerasan tablet F4 sebesar 5,50±1,16 kg/cm 2. Uji disolusi dilakukan selama 45 menit terhadap tablet F2, granul F2, tablet F4, dan dibandingkan dengan tablet ibuprofen yang beredar di pasaran, dan ibuprofen murni. Diperoleh profil disolusi seperti pada Gambar 4.2. Pada 5 menit pertama uji disolusi, tablet F4 sudah hancur dan hampir 100% ibuprofen terdisolusi dibandingkan dengan tablet F2 dan tablet komersial. Hal ini dikarenakan porositas tablet F4 yang tinggi dan komposisi laktosa yang merupakan bahan larut air sebesar lebih dari 60% sehingga penetrasi pelarut kedalam tablet lebih cepat. Dan pada formula ini digunakan acdisol sebagai penghancur dalam sehingga daya hancur tablet F4 lebih cepat. Tablet F2 menunjukkan profil disolusi yang buruk dan menunjukkan profil pelambatan pelepasan ibuprofen jika dibandingkan dengan tablet komersial. Hal ini dapat disebabkan oleh porositas tablet yang rendah sehingga medium disolusi sulit berpenetrasi ke dalam tablet.

34 120 100 % ibuprofen terdisolusi 80 60 40 20 0 0 10 20 30 40 50 waktu (menit) Gambar 4.2 Profil disolusi ( ) tablet F2, ( ) = granul F2, ( ) = tablet F4, ( ) = tablet ibuprofen yang beredar di pasaran, (*) = ibuprofen murni. Hambatan disolusi tablet F2 juga disebabkan oleh sifat HPMC yang akan mengembang membentuk lapisan gel saat kontak dengan cairan kemudian tererosi, dan ibuprofen akan berdifusi melalui lapisan gel HPMC tersebut. Lapisan difusi gel HPMC yang tebal menyebabkan laju difusi dan pelepasan ibuprofen akan terhambat. Dari hasil disolusi diperoleh bahwa jumlah zat yang terdisolusi selama 45 menit sebesar 60 mg. Sebagian besar ibuprofen masih tertahan (sustained) dalam tablet. Hal ini dapat diperjelas dengan tidak hancurnya tablet F2 sampai akhir uji disolusi dan tablet F2 menjadi mengembang. Untuk perbaikan dapat dicoba dengan meningkatkan jumlah laktosa (bahan larut air) pada F2 ditingkatkan. Granul F2 memiliki profil disolusi yang lebih baik dari pada tablet komersil. Pada 5 menit pertama 100% ibuprofen terdisolusi. Sehingga proses pengempaan granul F2 menyebabkan penurunan disolusi ibuprofen karena terjadi penurunan luas permukaan kontak antara padatan dan cairan. Luas permukaan granul F2 jauh lebih besar dibandingkan dengan tablet F2 sehingga permukaan yang berinteraksi dengan media disolusi semakin besar dan penetrasi pelarut menjadi lebih cepat. Penggunaan laktosa sebagai pengisi larut air meningkatkan penetrasi larutan ke dalam granul dan penambahan acdisol sebagai penghancur dalam menyebabkan granul lebih cepat hancur.