Octalya Mutiara, Ari Widayanti, Pramulani Mulya Lestari Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi dan Sains UHAMKA Jakarta ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia),

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg.

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco

PENGARUH PENGGUNAAN AMILUM JAGUNG PREGELATINASI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT TERHADAP SIFAT FISIK TABLET VITAMIN E

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR

10); Pengayak granul ukuran 12 dan 14 mesh; Almari pengenng; Stopwatch;

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.

FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan dan Alat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Tablet Asam Folat. Sebagai contoh F1 (Formula dengan penambahan Pharmacoat 615 1%).

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

UJI AMILUM BUAH PISANG BARANGAN SEBAGAI BAHAN PENGISI TABLET CTM

Kentang. Dikupas, dicuci bersih, dipotong-potong. Diblender hingga halus. Residu. Filtrat. Endapan. Dibuang airnya. Pati

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

Zubaidi, J. (1981). Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistiawati. Jakarta: UI Press. Halaman 172 Lampiran 1. Gambar Alat Pencetak Kaplet

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

THE EFFECT OF INCREASING CONCENTRATION OF SWEET POTATO STARCH AS A BINDER ON PHYSICAL PROPERTIES OF WET GRANULATION LOZENGES OF GINGER EXTRACT

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV.

FORMULASI TABLET PARASETAMOL MENGGUNAKAN TEPUNG BONGGOL PISANG KEPOK (Musa paradisiaca cv. Kepok) SEBAGAI BAHAN PENGIKAT

PERBANDINGAN PENGGUNAAN BAHAN PENGHANCUR SECARA INTRAGRANULAR, EKSTRAGRANULAR, DAN KOMBINASINYA

THE EFFECT OF ASPARTAME AND SUCROSE AS SWEETENER AND DURIAN SEED S STARCH AS A BINDING AGENT IN ETHANOL EXTRACT 95% BETLE LEAF LOZENGES

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

FORMULASI TABLET DISPERSIBEL EKSTRAK KERING DAUN SUKUN DENGAN CROSCARMELLOSE SODIUM SEBAGAI PENGHANCUR SECARA METODE GRANULASI KERING

Lampiran 1. Contoh Perhitungan Pembuatan Tablet Isoniazid

Gambar Selulosa Mikrokristal dari Nata de Coco

PENINGKATAN LAJU DISOLUSI TABLET PIROKSIKAM MENGGUNAKAN POLISORBAT 80

PENGARUH PENAMBAHAN AVICEL PH 101 TERHADAP SIFAT FISIS TABLET EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum. L) SECARA GRANULASI BASAH

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung daging lidah

Uji Mutu Fisik Tablet Ekstrak Daun Jambu Monyet (Anacardium occidentale L.) dengan Bahan Pengikat PVP (Polivinilpirolidon) secara Granulasi Basah

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

FORMULASI TABLET PARASETAMOL KEMPA LANGSUNG MENGGUNAKAN EKSIPIEN CO-PROCESSING DARI AMILUM SINGKONG PARTIALLY PREGELATINIZED DAN GOM AKASIA ABSTRAK

PEMBAHASAN. R/ Acetosal 100 mg. Mg Stearat 1 % Talkum 1 % Amprotab 5 %

PENGARUH UKURAN GRANUL DAN KADAR SOLUTIO GELATIN SEBAGAI BAHAN PENGIKAT TERHADAP MIGRASI VITAMIN B6

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

Optimasi Fast Disintegrating Tablet (FDT) Ranitidin Hidroklorida dengan Menggunakan Metode Simplex Lattice Design

PHARMACY, Vol.07 No. 03 Desember 2010 ISSN Dwi Rahayuningsih, Agus Siswanto, Suparman

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimen dengan menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN

Pembuatan Tablet Asetosal dengan Metode Granulasi Kering

FORMULASI GRANUL EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA. L) MENGGUNAKAN AEROSIL DAN AVICEL PH 101

PENGEMBANGAN FORMULASI TABLET MATRIKS GASTRORETENTIVE FLOATING DARI AMOKSISILIN TRIHIDRAT

Pembuatan Tablet CTM Dengan Metode Kempa Langsung

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI. UJI AMILUM BATANG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SEBAGAI BAHAN PENGISI PADA TABLET KLORFENIRAMIN

LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI TABLET PERCOBAAN 2 EVALUASI GRANUL

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga

membentuk warna biru keunguan maka amilum ganyong banyak mengandung

FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN TABLET EKSTRAK DAUN GEDI HIJAU (Abelmoschus manihot) DENGAN METODE GRANULASI BASAH

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

BAB III METODE PENELITIAN

Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Asam Sitrat Terhadap Sifat Fisik Granul Effervescent Sari Buah Naga (Hylocereus undatus)

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak. kering akar kucing dengan kadar 20% (Phytochemindo), laktosa

Lampiran 1. Gambar Berbagai Jenis Kentang. Kentang Putih. Kentang Kuning. Kentang Merah. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

sampel pati diratakan diatas cawan aluminium. Alat moisture balance ditutup dan

PENGARUH PENGEMPAAN ULANG PADA STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGISI-PENGIKAT TABLET KEMPA LANGSUNG

DITOLAK BAGIAN PENGAWASAN MUTU PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN

Revika Rachmaniar, Dradjad Priambodo, Maulana Hakim. Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran. Abstrak

PENGARUH PENGGUNAAN AEROSIL TERHADAP DISOLUSI TABLET ISONIAZID (INH) CETAK LANGSUNG ABSTRACT ABSTRAK

FORMULASI TABLET HISAP EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH (Piper crocotum Ruiz & Pav.) DENGAN PEMANIS SORBITOL-LAKTOSA-ASPARTAM

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI

Pengaruh Konsentrasi Amilum Jagung Pregelatinasi sebagai Bahan Penghancur (Ayu, M., Sri, A., Eka, I.S.)

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Buah Stroberi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian bersifat eksperimental yaitu dilakukan pengujian pengaruh

BAB IV PROSEDUR KERJA

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

PRAKTIKUM II PENGUJIAN TERHADAP GRANUL

FORMULASI TABLET EKSTRAK BUAH PARE DENGAN VARIASI KONSENTRASI AVICEL SEBAGAI BAHAN PENGIKAT Puspita Septie Dianita 1, Tiara Mega Kusuma 2.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

Sapri, Dedi Setiawan, Rizki Khairunnisa Akademi Farmasi Samarinda ABSTRACT

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

LAMPIRAN. Lampiran 1 Data kalibrasi piroksikam dalam medium lambung ph 1,2. NO C (mcg/ml) =X A (nm) = Y X.Y X 2 Y 2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory),

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN A HASIL DETERMINASI TANAMAN PISANG AGUNG

Temu Putih. Penyortiran Basah. Pencucian. Pengupasan. Timbang, ± 200 g. Pengeringan sesuai perlakuan

BAB IV METODE PENELITIAN

PHARMACY, Vol.06 No. 03 Desember 2009 ISSN Heni Sumanti, Iskandar Sudirman, Indri Hapsari

Jurnal Para Pemikir Volume 6 Nomor 2 Juni 2017 p-issn : e-issn :

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan

BAB II PEMBAHASAN. biasanya digunakan 30% dari formula agar memudahkan proses pengempaan sehingga pengisi yang dibutuhkanpun makin banyak dan mahal.

Transkripsi:

THE EFFECT OF INCREASING PREGELATINIZED TEMPERATURE OF TARO STARCH (Colocasia esculenta (L.) Schott) AS DISINTEGRANT ON DISINTEGRATION TIME OF CHLORPHENIRAMIN MALEAS WET GRANULATION TABLET PENGARUH PENINGKATAN SUHU PREGELATINASI AMILUM TALAS (Colocasia esculenta (L.) Schott.) SEBAGAI PENGHANCUR TERHADAP WAKTU HANCUR TABLET KLORFENIRAMIN MALEAT METODE GRANULASI BASAH Octalya Mutiara, Ari Widayanti, Pramulani Mulya Lestari Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi dan Sains UHAMKA Jakarta ABSTRACT Pregelatinizing is modified of starch structure by heating in the water to certain temperature. By increasing the temperature, the hydrogen binding between amylose and amylopectin became weak. It made starch particle size bigger and had a big cavity. If pregelatinized starch met water, it will disintegrate easier. In order that, pregelatinized starch can be used as one of tablet disintegrant. The objective research was to determine the effect of increasing pregelatinized temperature of taro starch as disintegrant on disintegration time of chlorpheniramine maleas tablets with wet granulation method. Tablet was made in 3 formulas, by different pregelatinized temperature starch. The result of dissolution test, concentration of chlorpheniramine maleas was 92,8%, 91,8%, and 93,0%. Disintegration time of each increasing temperature was 3 47, 2 36, and 2 18. It can be concluded that increasing pregelatinized temperature of taro starch can made the tablets disintegration time faster. Keywords: Chlorpheniramine maleas, Disintegrant, Taro starch pregelatinized, Wet granulation, ABSTRAK Pregelatinasi merupakan proses berubahnya struktur amilum dengan memanaskan suspensi amilum dalam air sampai suhu tertentu. Dengan semakin meningkatnya suhu, ikatan hidrogen antara amilosa dan amilopektin akan melemah sehingga ukuran partikel amilum membesar, memiliki rongga yang besar pula sehingga ketika kontak dengan air, amilum lebih mudah hancur. Oleh karena itu amilum pregelatinasi dapat digunakan sebagi salah satu penghancur tablet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh peningkatan suhu pregelatinasi amilum talas sebagai penghancur terhadap waktu hancur tablet klorfeniramin maleat yang dibuat dengan metode granulasi basah. Tablet dibuat dalam 3 peningkatan suhu yaitu suhu 50, 60, dan 70 0 C. Pada hasil uji disolusi didapatkan banyaknya klorfeniramin maleat yang terdisolusi adalah 92,8%, 91,8%, dan 93,0%. Waktu hancur yang didapatkan adalah 3 47, 2 36, and 2 18. Disimpulkan bahwa semakin meningkatnya suhu pregelatinasi amilum talas dapat mempercepat waktu hancur tablet. Kata kunci: Amilum Talas Pregelatinasi, Granulasi Basah, Klorfeniramin maleat, Penghancur PENDAHULUAN Amilum pregelatinasi adalah amilum yang telah dimodifikasi untuk pemakaian oral pada formula tablet dan kapsul sebagai bahan pengikat, pengisi, dan penghancur. Pregelatinasi dibuat dengan cara pemanasan suspensi amilum yang mengandung air tidak kurang dari 42% berat amilum pada suhu 62-72 0 C (Rowe et al 2009). Banyaknya air dan suhu pemanasan yang diperlukan pada proses pregelatinasi akan berpengaruh pada amilum Octalya Mutiara 1004015200, UHAMKA 2015 1

pregelatinasi yang diperoleh (Rahman 2012). Amilum yang digunakan adalah amilum talas yang mengandung 80% amilum dalam umbinya yang terdiri dari 5,55% amilosa dan 74,45% amilopektin (Rahmawati et al 2012). Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi proses pregelatinisasi. Penggunaan panas yang terus meningkat menyebabkan ikatan hidrogen antara amilosa dan amilopektin semakin melemah sehingga granula pati menyerap air dan mengembang secara cepat sehingga diperoleh ukuran partikel yang lebih besar. Ukuran partikel yang lebih besar diharapkan memiliki rongga-rongga yang besar pula. Sehingga ketika kontak dengan air, amilum akan lebih mudah hancur dan amilum pregelatinasi tersebut dapat berperan sebagai bahan penghancur tablet (Rahayuningsih 2010). Pada penelitian ini digunakan klorfeniramin maleat sebagai bahan aktif yang merupakan antihistamin dengan dosis lazim untuk oral 2-4 mg sekali, 6-16 mg sehari (Departemen Kesehatan RI 1979). Untuk mengetahui suhu pregelatinasi yang menghasilkan amilum pregelatinasi yang baik sebagai penghancur tablet klorfeniramin maleat yang dibuat dengan metode granulasi basah maka dalam penelitian ini akan digunakan formula dengan peningkatan suhu amilum talas pregelatinasi yakni suhu 50, 60, dan 70 0 C. Dari peningkatan suhu tersebut akan dilihat pengaruhnya terhadap waktu hancur tablet klorfeniramin maleat. METODOLOGI A. Alat Timbangan analitik (Ohaus), kompor listrik (Akebonno), botol timbang, krusibel, penjepit krusibel, desikator, waterbath (Eyela OSB-2100), oven (Memmert), tanur (Furnance 1000), tapped density tester, granule flow terster, kertas millimeter block, mortir dan stamper, jangka sorong, ayakan bertingkat, pipet volume, beaker glass, stopwatch, labu ukur, spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV-1601), mesin cetak tablet single punch, hardness tester (Min hua YD-3), friability tester (Guoming CS-2), disintegration tester (BJ-2), dissolution tester (TDTF ZRS-6G), dan alat-alat gelas lainnya. B. Bahan Zat aktif klorfeniramin maleat (Supriya-India), amilum umbi talas (BALITRO), PVP, magnesium stearat, talk, laktosa, aquadest, iod, larutan HCl 1%, etanol 96%. C. Prosedur Penelitian 1. Pengujian karakteristik amilum talas a. Uji Organoleptik Amilum talas yang diperoleh diperiksa menggunakan panca indera meliputi bentuk, warna, bau, dan rasa. b. Uji Reaksi kimia Panaskan sampai mendidih suspensi 1,0 g amilum talas dalam 50 ml air, kemudian dinginkan hingga terbentuk larutan kanji encer. Teteskan iod kedalam kanji, akan terbentuk warna biru tua yang hilang pada pemanasan dan timbul kembali pada pendinginan (Departemen Kesehatan RI 1995). c. Uji Susut Pengeringan Timbang 1,0 gram amilum umbi talas. Tara botol timbang dangkal bersumbat kaca yang telah dikeringkan selama 30 menit. Masukan amilum umbi talas kedalam botol timbang dan timbang seksama botol beserta isinya. Pelahan-lahan dengan menggoyang ratakan amilum sampai setinggi lebih kurang 5 mm. Masukan kedalam oven, buka sumbat dan biarkan sumbat ini dalam oven. Panaskan zat uji pada suhu 100-105 0 C (Departemen Kesehatan RI 1995). d. Uji Sisa Pemijaran Ditimbang 1,0 gram amilum talas dalam krusibel yang sebelumnya telah dipijar, didinginkan dan ditimbang. Panaskan diatas hot plate hingga mengarang. Pijarkan dalam Octalya Mutiara 1004015200, UHAMKA 2015 2

tanur dengan suhu lebih kurang 600 0 C hingga arang menjadi abu. Dinginkan dalam desikator. Lalu timbang krus yang berisi abu. (Departemen Kesehatan RI 1995). 2. Pembuatan Amilum Talas Pregelatinasi Amilum umbi talas ditimbang 500,0 g. Kemudian suspensikan dalam air dengan perbandingan 1:4 (500,0 g amilum dalam 2 L air). Kemudian suspensi tersebut dipanaskan di atas waterbath pada suhu yang telah ditetapkan yaitu 50, 60, dan 70 0 C selama 10 menit, hingga menghasilkan kanji yang kental atau suspensi amilum. Setelah diperoleh suspensi amilum dari masing-masing suhu, suspensi tersebut disaring dengan kain flannel lalu amilum yang tertinggal di kain flannel diambil kemudian dikeringkan dengan oven suhu 50 0 C selama lebih kurang 48 jam. Hasil yang diperoleh dihaluskan dengan mortir dan stamper hingga menjadi serbuk. Setelah itu serbuk diayak dengan ayakan nomor mesh 30. Setelah diayak amilum talas yang sudah dipregelatinasi disimpan di wadah yang kering dan bersih (Mariyani 2012). 3. Pengujian Karakteristik Amilum Talas Pregelatinasi Dilakukan uji untuk mengetahui sifat alirnya berupa waktu alir, dan sudut istirahat. 4. Pembuatan Larutan Baku Induk Klorfeniramin Maleat Pelarut HCl 1% Buatlah larutan HCl 1% terlebih dahulu sebagai pelarut kemudian timbang dengan saksama 100,0 mg klorfeniramin maleat, masukkan dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan HCl 1% sampai tanda batas, sehingga didapatkan konsentrasi 1000 µg/ml (Departemen Kesehatan RI 1995). 5. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Klorfeniramin Maleat Pelarut HCl 1% Dari larutan baku induk dipipet sebanyak 1 ml dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan HCl 1% hingga tanda batas sehingga didapatkan konsentrasi 10µg/ml. Larutan tersebut diukur serapannya dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 240-300 nm (Departemen Kesehatan RI 1995). 6. Pembuatan Kurva Kalibrasi Klorfeniramin Maleat Pelarut HCl 1% Pembuatan kurva kalibrasi klorfeniramin maleat dalam HCl 1% dibuat dengan menggunakan 5 seri konsentrasi yaitu 10, 15, 20, 25, dan 30 µg/ml. Kemudian ukur serapan tiap-tiap konsentrasi pada panjang gelombang maksimum klorfeniramin maleat. Kurva kalibrasi diperoleh dari plot antara nilai serapan dan konsentrasi larutan baku (Departemen Kesehatan RI 1995). 7. Pembuatan Larutan Baku Klorfeniramin Maleat Pelarut Aquadest Ditimbang dengan saksama 100,0 mg klorfeniramin maleat, masukkan dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan Aquadest sampai tanda batas, sehingga didapatkan konsentrasi 1000 µg/ml (Departemen Kesehatan RI 1995). 8. Pembuatan Panjang gelombang Maksimum Klorfeniramin Maleat Pelarut Aquades Dari larutan baku induk dipipet sebanyak 3 ml dimasukan kedalam labu ukur 100 ml, ditambahkan Aquadest hingga tanda batas sehingga didapatkan konsentrasi 30µg/ml. Larutan tersebut diukur serapannya dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 240-300 nm (Departemen Kesehatan RI 1995). 9. Pembuatan Kurva Kalibrasi Klorfeniramin Maleat Pelarut Aquadest Pembuatan kurva kalibrasi klorfeniramin maleat dalam Aquadest dibuat dengan menggunakan 5 seri konsentrasi yaitu 15, 25, 35, 45, dan 55 µg/ml. Kemudian ukur serapan tiap-tiap konsentrasi pada panjang gelombang maksimum klorfeniramin maleat. Kurva kalibrasi diperoleh dari plot antara nilai serapan dan konsentrasi larutan baku (Departemen Kesehatan RI 1995). D. Cara Pembuatan Tablet Klorfeniramin Maleat Tablet dibuat dengan metode granulasi basah. Langkah pertama adalah mencampurkan klorfeniramin maleat dan laktosa sebagai fase dalam. Kemudian larutkan PVP dengan etanol 96% secukupnya untuk digunakan sebagai larutan pengikat yang dituang Octalya Mutiara 1004015200, UHAMKA 2015 3

sedikit demi sedikit ke fase dalam. Setelah larutan tersebut habis, buat banana breaking dengan menambahkan aquadest yang terukur sedikit demi sedikit. Kemudian ayak dengan ayakan nomor 16 kemudian keringkan granul dalam oven pada suhu lebih kurang 500C selama lebih kurang 24 jam. Kemudian granul kering diayak dengan ayakan nomor 20. Tambahkan fase luar yakni amilum talas pregelatinasi, talk, dan magnesium stearat. Kocok ad homogen. Lakukan evaluasi granul. Kemudian dilakukan pencetakan tablet dengan menggunakan alat pencetak tablet single punch sebanyak 200 tablet tiap formula dengan bobot 200 mg. Lakukan evaluasi tablet. Tabel 1. Formula Tablet Klorfeniramin Maleat Formula (mg) Bahan Suhu 50 0 C Suhu 60 0 C Suhu 70 0 C Kegunaan Klorfeniramin Maleat 4 4 4 Bahan aktif Amilum Talas Pregelatinasi 12 12 12 Penghancur PVP 6 6 6 Pengikat Mg Stearat 1 1 1 Lubrikan Talk 2 2 2 Glidan Laktosa Ad 200 200 200 Pengisi Tiap formula dibuat 700 tablet E. Evaluasi Massa Cetak Tablet 1. Waktu Alir Masukkan granul seberat 50,0 g ke dalam corong aluminium yang masih tertutup lubangnya. Buka tutupnya, bersamaan dengan itu nyalakan stopwatch. Catat waktu ketika granul sudah habis (Siregar 2010). 2. Sudut Istirahat Siapkan alat granule flow tester. Masukkan granul seberat 50,0 g kedalam corong aluminium dimana lubang masih tetap tertutup. Buka tutupnya, biarkan granul mengalir. Tampung granul yang keluar dari lubang dengan kertas millimeter block, kemudian beri tanda pada millimeter block sebagai diameter, ukur tinggi granulnya (Siregar 2010). 3. Distribusi Ukuran Partikel Diuji dengan menggunakan ayakan bertingkat dengan susunan ayakan nomor terkecil paling atas yakni no mesh 18, 20, 30, 40, 60. Masukkan 100,0 g granul ke ayakan bertingkat paling atas. Tutup ayakan, nyalakan mesin dengan frekuensi 30 Hz selama 25 menit. Timbang granul yang tertinggal pada masing-masing ayakan (Lachman et al 1994). 4. Kompresibilitas Siapkan mesin pengetap dan gelas ukur 100 ml. Masukan granul sebanyak 100 ml kedalam gelas ukur, lakukan pengetapan sebanyak 500 kali. catat perubahan volume yang terjadi. Ulangi sebanyak 3 kali sampai bobot volume konstan. Timbang granul dari gelas ukur tersebut dan catat bobotnya. Hitung persen (%) kompresibilitasnya (Siregar 2010). 5. Komprimabilitas dan Kompaktibilitas Disiapkan mesin tablet dengan diameter punch ukuran 13 mm kemudian atur kedalaman punch bawah 10 mm, setelah itu die diisi dengan massa cetak sampai penuh, punch atas diatur dari mulai posisi 0, 1, 2, 3 mm dan seterusnya. Sehingga bila dilakukan penekanan, serbuk terbentuk menjadi tablet. Tiap selesai penekanan, kekerasan tablet yang terbentuk diukur dan dicatat. Penurunan punch atas dilakukan sampai mesin tidak mampu Octalya Mutiara 1004015200, UHAMKA 2015 4

menekan lagi serbuk pada ruang kompresi (Anggi 2011). Uji kompaktibilitas dilakukan dengan melihat bentuk fisik tablet pada penurunan punch atas 7 mm secara visual. F. Evaluasi Tablet 1. Uji Organoleptis Pengamatan dilakukan secara visual, diamati bentuk fisik tablet, tekstur permukaan, rasa, bau, dan warna tablet (Lachman et al 1994). 2. Keseragaman Ukuran Siapkan 20 tablet dari tiap formula. Ukur ketebalan luar tablet dan diameter dengan tepat memakai jangka sorong (Ben 2008) 3. Keseragaman Bobot Timbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya pada kolom A, dan tidak satu tabletpun yang menyimpang dari bobot rata-rata pada kolom B (Departemen Kesehatan RI 1979). Lihat tabel (2) Tabel 2. Keseragaman Bobot Tablet Bobot Rata-rata Penyimpangan Bobot Rata-rata dalam (%) A B 25 15 30 26-150 10 20 151-300 7,5 15 >300 5 10 4. Kekerasan Tablet Siapkan 10 tablet pada tiap formula. Letakkan satu tablet dengan posisi tegak lurus pada alat hardness tester, selanjutnya tekan tombol penggerak untuk menekan tablet sampai pecah. Dibaca skala alat yang menunjukan kekerasan tablet dalam satuan kilogram (Ben 2008). 5. Kerapuhan Tablet Percobaan dilakukan terhadap 20 tablet. Tablet dibersihkan dan dibebasdebukan kemudian ditimbang. Dilakukan pemutaran pada alat friability tester dengan 25 putaran per menit yang diputar selama 4 menit. Setelah itu tablet dibersihkan lagi dan ditimbang. Hitung friabilitas tablet dan lakukan sebanyak 3 kali (Ben 2008). 6. Waktu Hancur Masukkan satu tablet pada masing-masing tabung atau keranjang, masukkan satu cakram pada tiap tabung dan jalankan alat, gunakan air bersuhu 37 0 ±2 0 C sebanyak lebih kurang 1000 ml, sedalam tidak kurang dari 15 cm sehingga dapat dinaik turunkan dengan teratur. Keranjang dinaik turunkan secara teratur 30 kali tiap menit. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal diatas kasa. Pada akhir batas waktu seperti yang tertera dalam monografi, angkat keranjang dana amati semua tablet; semua tablet harus hancur sempurna. Bila satu atau dua tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya. Tidak kurang dari 16 dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna. (Departemen Kesehatan RI 1979; Departemen Kesehatan RI 1995). 7. Penetapan Kadar Diambil 20 tablet yang kemudian ditimbang. Gerus tablet hingga homogen. Timbang seksama sejumlah serbuk tablet setara 4 mg klorfeniramin maleat atau kurang lebih 200 mg massa tablet, kemudian masukan ke dalam labu ukur 20,0 ml kemudian tambahkan HCl 1% hingga tanda baca kemudian dikocok. Pipet 1,0 ml kemudian encerkan dalam labu ukur 20 ml. Setelah itu baca serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang Octalya Mutiara 1004015200, UHAMKA 2015 5

maksimum klorfeniramin maleat yakni 264,3 nm. Kadar zat aktif dapat dihitung dengan menggunakan regresi linier dari kurva kalibrasi klorfeniramin maleat dengan pelarut HCl 1% (Departemen Kesehatan RI 1995). 8. Uji Keseragaman Kandungan Diambil dan timbang satu-persatu sebanyak 10 tablet kemudian masing-masing tablet digerus, masukan dalam labu ukur 20,0 ml, tambahkan HCl 1% hingga tanda batas, kocok. Ambil bagian yang bening sebanyak 1,0 ml kemudian masukan kedalam labu ukur 20,0 ml tambahkan HCl 1% hingga tanda baca lalu dibaca serapannya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hitung kadar zat aktif dengan menggunakan persamaan regresi linier dari kurva kalibrasi klorfeniramin maleat dengan pelarut HCl 1%, dengan persyaratan jika jumlah zat aktif dalam masing-masing dari 10 satuan terletak antara 85,0 hingga 115,0 % dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6% (Departemen Kesehatan RI 1995). 9. Uji Disolusi Dengan menggunakan alat tipe 2, isi masing-masing chamber dengan aquadest 500 ml dengan temperatur 37 0 C ± 0,5 0 C masukan 6 tablet kedalam masing-masing chamber. Atur kecepatan putar pemutar dayung 50 rpm. Pengambilan sampel pada menit ke 45 sebanyak 10 ml. Kemudian tetapkan % klorfeniramin maleat yang terdisolusi pada panjang gelombang maksimum 261,4 nm. Hasilnya dimasukan dalam persamaan regresi dan kurva kalibrasi klorfeniramin maleat dengan pelarut aquadest. Hasil disolusi tablet klorfeniramin maleat dalam waktu 45 menit harus larut tidak kurang dari 75% (Q) (Departemen Kesehatan RI 1995). HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Evaluasi Amilum Talas Evaluasi dilakukan terhadap amilum talas yang didapatkan dari BALITRO. Evaluasi meliputi uji organoleptis, reaksi kimia, susut pengeringan, dan sisa pemijaran. Tabel 3. Hasil Evaluasi Amilum Talas No. Pemeriksaan Hasil Syarat Organoleptis: a. Bentuk a. Serbuk 1 b. Aroma b. Tidak berbau - c. Rasa c. Tidak berasa d. Warna d. krem 2 Reaksi Kimia Biru tua Biru tua <15% 3 Susut pengeringan 9,4241% (Departemen Kesehatan RI 1995) 4 Sisa pemijaran 0,4330% < 0,6 % (Departemen Kesehatan RI 1995) B. Hasil Evaluasi Amilum Talas Pregelatinasi Evaluasi yang dilakukan meliputi sifat alir amilum talas pregelatinasi yang dibandingkan dengan sifat alir amilum talas dengan menggunakan alat granule flow tester. Hasilnya adalah amilum talas dan amilum talas pregelatinasi tidak memiliki sifat alir yang baik. Karena saat diuji serbuk amilum talas dan amilum talas pregelatinasi tidak mengalir Octalya Mutiara 1004015200, UHAMKA 2015 6

(mampat) dan sudut istirahatpun tidak terukur karena jatuhnya serbuk menyebar tidak beraturan. C. Hasil Panjang Gelombang Maksimum Klorfeniramin Maleat dalam Medium HCl 1% Panjang gelombang maksimum klorfeniramin maleat dalam medium HCl 1 % ditentukan pada panjang gelombang 240-300 nm, diperoleh panjang gelombang maksimumnya pada 264,3 nm yang dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Panjang Gelombang Maksimum Klorfeniramin Maleat Medium HCl 1% Dalam Farmakope Indonesia Edisi IV panjang gelombang maksimum klorfeniramin maleat terletak pada 264 nm. Panjang gelombang ini yang akan digunakan untuk membuat kurva kalibrasi untuk dilanjutkan penetapan kadar dan keseragaman kandungan tablet klorfeniramin maleat. D. Kurva Kalibrasi Klorfeniramin Maleat dengan Medium HCl 1% y = 0.02336x + 0.0384 R² = 0.9993 Absorban Kalibrasi CTM Linear (Kalibrasi CTM) Konsentrasi (µg/ml) Gambar 2. Grafik Kurva Kalibrasi Klorfeniramin Maleat dengan Medium HCl 1%. Dari hasil pembuatan kurva kalibrasi dengan medium HCl 1% didapatkan regresi linier y = 0,0384 + 0,02336x dengan koefisien regresi r = 0,9993. Regresi linier inilah yang akan dipakai dalam perhitungan penetapan kadar dan keseragaman kandungan tablet klorfeniramin. E. Panjang Gelombang Maksimum Klorfeniramin Maleat Medium Aquadest Panjang gelombang maksimum klorfeniramin maleat dalam medium aquadest ditentukan pada panjang gelombang 250-280 nm, diperoleh panjang gelombang maksimumnya pada 261,4 nm yang dapat dilihat pada gambar 3. Octalya Mutiara 1004015200, UHAMKA 2015 7

Gambar 3. Panjang Gelombang Maksimum Klorfeniramin Maleat Medium Aquadest Panjang gelombang maksimum ini dibuat untuk penetapan % terdisolusi dalam uji disolusi yang dilakukan menggunakan medium air. Dalam Farmakope Indonesia edisi IV serapan dalam uji disolusi dibaca pada panjang gelombang lebih kurang 262 nm. F. Kurva Kalibrasi Klorfeniramin Maleat Medium Aquadest y = 0.01393x + 0.00365 R² = 0.9990 Absorban Kalibrasi CTM Linear (Kalibrasi CTM) Konsentrasi (µg/ml) Gambar 4. Grafik Kurva Kalibrasi Klorfeniramin Maleat Medium Aquadest Dari hasil pembuatan kurva kalibrasi dengan medium aquadest didapatkan regresi linier y = 0,00365 + 0,01393x dengan koefisien regresi r = 0,9990. Regresi linier inilah yang akan dipakai dalam perhitungan jumlah zat aktif klorfeniramin maleat yang terdisolusi. G. Hasil Evaluasi Granul Dari hasil evaluasi susut pengeringan granul hasil yang didapatkan tidak memenuhi syarat susut pengeringan granul yakni 2-4 % (Lachman et al 1994). Sehingga granul yang dibuat dikategorikan terlalu kering karena presentasinya dibawah 2%. Dikhawatirkan bila granul terlalu kering, tablet yang terbentuk akan rapuh. Dari hasil pengamatan waktu alir granul klorfeniramin maleat, waktu alir yang didapatkan tidak memenuhi syarat waktu alir yang baik. Hal tersebut dapat terjadi karena banyaknya fines pada granul yang menghambat granul mengalir. Pengujian ini sangat tergantung pada alat yang digunakan (Hadisoewignyo 2013). Jika waktu alir tidak baik dikhawatirkan pada proses pencetakan tablet dengan menggunakan mesin cetak tablet granul yang keluar dari hopper tidak teratur sehingga dapat memberikan variasi pada bobot dari tiap tablet. Dari hasil pengamatan sudut istirahat dengan menggunakan 50 g granul, sudut istirahat yang didapat setiap formula termasuk kategori bagus (Agoes 2012). Kemudian dilakukan pengamatan kompresibilatas di mana hasil dari semua formula dikategorikan istimewa (Lachman et al 1994). Kemudian dilakukan uji distribusi ukuran partikel yang dilakukan Octalya Mutiara 1004015200, UHAMKA 2015 8

dengan menggunakan ayakan bertingkat dengan nomor mesh 18, 20, 30, 40, dan 60. Dari hasil penimbangan bobot granul yang tertinggal pada ayakan, granul terbanyak terdapat pada ayakan no mesh 30. Kemudian setelah dibuat grafik, grafik tidak membentuk lonceng karena pada penampung jumlah yang tertinggal lebih banyak dibandingkan pada ayakan nomor mesh 60. Ukuran dan distribusi ukuran granul dapat mempengaruhi bobot tablet, variasi bobot tablet, waktu hancur tablet, sifat alir, dan kinetika kecepatan pengeringan pada granulasi basah (Hadisoewignyo 2013). Evaluasi Susut Pengeringan Kompresibilitas Waktu Alir (detik) Sudut Istirahat Tabel 4. Hasil Evaluasi Granul Formula Suhu Suhu Suhu 50 C 60 C 70 C 1,1653 ± 0,1781 8,653 ± 1,611 8,5766± 0,2926 31 0 7 12 ± 1,6898 1,4884 ± 0,2633 8,659 ± 1,1549 n = 3 7,45 ± 0,0541 31 0 40 12 ± 1,4818 n = 6 1,1539 ± 0,0837 8,988 ± 0,0029 8,2666 ± 0,1211 31 0 38 24 ± 1,7029 Syarat 2-4% (Lachman et al 1994) 10 detik (Hadisoewignyo 2013) granul tertinggal (g) formula1 formula2 formula3 mesh Gambar 5. Grafik Distribusi Ukuran Partikel Lalu dilakukan pengamatan terhadap komprimabilitas yang bertujuan untuk mengetahui perilaku serbuk jika diberi tekanan. (Hadisoewignyo 2013) dan kompaktibilitas granul di mana hasilnya, nilai komprimabilitas dari tiap formula adalah 2 yang artinya pada penurunan punch atas 2 mm sudah tercetak tablet dengan kekerasan sama dengan 0. Dan penurunan Octalya Mutiara 1004015200, UHAMKA 2015 9

punch atas hanya bisa dilakukan hingga 7 mm. Pada penurunan punch 7 mm dilihat secara visual di mana hasilnya bentuk fisik tablet adalah kompak, dan mengkilat. H. Hasil Evaluasi Tablet Evaluasi Suhu 50 C Formula Suhu 60 C Suhu 70 C Diameter (cm) 0,805 ± 0 0,805 ± 0 0,805 ± 0 Ketebalan (cm) Penyimpangan keseragaman bobot (%) Kekerasan (kg) Kerapuhan (%) Waktu Hancur (menit) Penetapan Kadar (%) Keseragaman Kandungan (%) Jumlah Obat yang Terisolusi (%) 0,3093 ± 0,0034 2,2195 ± 1,527 5,125 ± 0,913 0,3684 ± 0,0555 3 47 ± 0,055 100,5707 ± 3,6408 101,0932 ± 2,855 92,8079 ± 3,498 0,325 ± 0,0095 1,1341 ± 0,0599 n=20 4,882 ± 0,6917 n=10 0,4026 ± 0,1554 2 36 ± 0,045 103,1392 ± 4,1134 n=3 100,1123 ± 2,8434 n=10 91,8526 ± 3,4737 n=3 0,3092 ± 0,004 3,2570 ± 1,5963 4,761 ± 1,3634 0,5381 ± 0,0736 2 18 ± 0,1053 103,71 ± 4,046 97,7529 ± 2,3264 93,0329 ± 3,8113 Syarat 4/3 tebal <diameter < 3x tebal tablet (Departemen Kesehatan RI 1979) - (Lihat Tabel 2) 4-8 Kg (Hadisoewignyo 2013) <1% (Agoes 2012) < 15 menit (Departemen Kesehatan RI 1979) 93-107% (Departemen Kesehatan RI 1995) 85-115 % (Departemen Kesehatan RI 1995) (Lihat Tabel 4) Penampilan umum tablet klorfeniramin maleat dari semua formula berwarna putih dengan bintik abu-abu karena warna amilum talas pregelatinasi yang tidak putih, berbentuk bulat dengan diameter rata-rata 0,805 cm setiap formula dan tebal tablet bervariasi tiap formula. Dari hasil pengukuran diameter dan tebal tablet klorfeniramin maleat dengan Octalya Mutiara 1004015200, UHAMKA 2015 10

menggunakan jangka sorong, tablet memenuhi persyaratan keseragaman ukuran dalam farmakope Indonesia edisi 3. Hasil keseragaman bobot yang didapat dari perhitungan % penyimpangan tiap formula memenuhi persyaratan keseragaman bobot dalam farmakope Indonesia edisi 4. Kekerasan tablet merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, benturan dan keretakan selama pengemasan, penyimpanan, transportasi dan sampai ke tangan pengguna. Faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah tekanan kompresi dan sifat bahan yang dikempa. Kekerasan tablet yang diperoleh pada tiap formula memenuhi persyaratan kekerasan tablet yakni 4-8 Kg (Hadisoewignyo 2013). Kerapuhan tablet merupakan parameter yang menggambarkan kekuatan permukaan tablet dalam melawan berbagai perlakuan yang menyebabkan abrasi pada permukaan tablet (Hadisoewignyo 2013). Dari hasil uji kerapuhan yang didapat, seluruh formula memenuhi syarat kerapuhan tablet di mana % kehilangan massa tablet kurang dari 1 % (Agoes 2012). Waktu hancur tablet adalah waktu yang diperlukan sejumlah tablet untuk hancur menjadi granul atau partikel yang menyusunnya. Dari hasil uji waktu hancur, seluruh formula memiliki waktu hancur yang memenuhi persyaratan farmakope Indonesia edisi 3 yakni kurang dari 15 menit. Dari ketiga formula menunjukan bahwa semakin tinggi suhu pregelatinasi amilum talas sebagai penghancur semakin cepat waktu hancur tablet klorfeniramin maleat. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori amilum pregelatinasi dimana semakin meningkatnya suhu seharusnya waktu hancur semakin lambat. Namun dalam penelitian ini waktu hancur tablet semakin cepat dengan meningkatnya suhu. Hal tersebut dapat terjadi karena dipengaruhi oleh hasil evaluasi tablet yang lain yakni pada formula 70 C tablet rapuh karena kekerasannya pun dibawah suhu 50 dan 60 C. Mekanisme amilum pregelatinasi sebagai penghancur adalah melalui celah kapiler dimana amilum pregelatinasi yang ukuran partikelnya lebih besar dibandingkan dengan amilum biasa, maka memiliki rongga yang besar pula sehingga ketika kontak dengan air, air yang masuk ke rongga antar partikel amilum pregelatinasi menyebabkan tablet pecah. Setelah didapatkan data waktu hancur setiap formula, data tersebut diuji statistik dengan metode ANAVA diperoleh sig 0,000 < 0,05 maka H 0 ditolak yang berarti terdapat perbedaan waktu hancur yang bermakna antar formula tablet klorfeniramin maleat. Lalu dilanjutkan uji analisa tukey HSD untuk melihat perbedaan masing-masing formula. Hasil yang didapat adalah terdapat perbedaan antara formula 1 dengan formula 2 dan formula 3, terdapat perbedaan bermakna antara formula 2 dengan formula 1 dan tidak terdapat perbedaan bermakna dengan formula 3, terdapat perbedaan bermakna antara formula 3 dengan formula 1 dan tidak terdapat perbedaan bermakna dengan formula 2. Kemudian dilakukan uji penetapan kadar pada tiap formula di mana hasilnya % kadar formula 1 = 100,5707 %, formula 2 = 103,1392 %, dan formula 3 = 103,71 %. Perhitungan penetapan kadar dilakukan dengan nilai regresi linier yang dibuat dengan media HCl 1% sesuai dengan yang dikatakan dalam farmakope Indonesia edisi IV. Kemudian dilanjutkan dengan uji keseragaman kandungan yang merupakan salah satu uji keseragaman sediaan. Hasil yang didapatkan adalah semua formula memenuhi syarat keseragaman kandungan yakni jumlah zat aktif dalam masing-masing dari 10 satuan sediaan terletak antara 85,0-115,0 % dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0%. Uji selanjutnya adalah uji disolusi. Disolusi merupakan proses zat kimia atau obat melarut didalam pelarut. Uji yang dilakukan pada seluruh formula memenuhi interpretasi uji disolusi dalam farmakope edisi 4 di mana dari 6 tablet yang diuji tidak kurang dari Q+5 % di mana Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut seperti yang dikatakan dalam masing-masing monografi. Dalam monografi tablet klorfreniramin maleat nilai Q = 75%. Octalya Mutiara 1004015200, UHAMKA 2015 11

Jumlah obat yang terdisolusi dari tiap formula bervariasi hal tersebut dapat terjadi karena adanya faktor terkait parameter uji disolusi yakni temperatur, penyimpangan elemen pengaduk, gangguan pola aliran, posisi alat pengambil sampel dan penyaring, dan posisi sediaan (Agoes 2012). Selain itu faktor yang mempengaruhi uji disolusi adalah formulasi sediaan. Adanya lubrikan yang bersifat hidrofobik dapat mengahalangi pembasahan tablet, disintegrasi, dan disolusi. Untuk mengatasi masalah ini, zat disintegrasi sering digabung dengan lubrikan untuk memberikan disintegrasi ekstragranular dan mempermudah pembasahan tablet, dan disolusi zat aktif (Siregar 2010). SIMPULAN Berdasarkan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan suhu pregelatinasi amilum talas yang digunakan sebagai penghancur tablet klorfeniramin maleat dengan peningkatan suhu pregelatinasi 50, 60, dan 70 0 C berpengaruh pada waktu hancur tablet klorfeniramin maleat yang dibuat dengan metode granulasi basah. Pada peningkatan suhu 70 0 C menghasilkan waktu hancur tercepat yakni 2 menit 18 detik. DAFTAR PUSTAKA Agoes, G. 2012. Sediaan Farmasi Padat. Penerbit ITB. Bandung. Hlm. 92, 93, 101-103, 325 Ben, ES. 2008. Teknologi Tablet. Andalas University Press. Padang. Hlm. 239, 243-244, 255 Hadisoewignyo, LFA. 2013. Sediaan Solida. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Hlm. 18, 36-37, 43, 62, 70, 80, 84, 104-111, 114-121 Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hlm. 6, 7, 963 Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hlm. 4-5, 210-211, 515, 519, 771, 925, 954, 999, 1043, 1044-1045, 1087 Lachman. L., Herbert. AL., Joseph. LK. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri Jilid II Edisi Ketiga, Terjemah Suyatmi. UI Press. Jakarta. Hlm. 645, 648, 651, 654-655, 658,684-685 Rahayuningsih, D. 2010. Pengaruh Penggunaan Amilum Singkong Pregelatinasi Sebagai Bahan Penghancur Terhadap Sifat Fisik Tablet Aspirin. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Purwokerto. Hlm.2 Rahman, S. 2012. Pengaruh Peningkatan Suhu Pregelatinasi Amilum Jagung (Zea mays L.) Sebagai Penghancur Tablet Terhadap Laju Disolusi Tablet Ketokonazol Menggunakan Metode Granulasi Basah. Skripsi. UHAMKA. Jakarta. Hlm.1, 9-11 Rahmawati W, Kusumastuti YA, Aryanti N. 2012. Karakterisasi Pati Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) Sebagai Alternatif Sumber Pati Industri di Indonesia. Dalam: Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. Hlm. 347-351 Rowe, RC., Paul JS., and Sian CO. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipient Sixth Edition. Pharmaceutical Press and American Pharmacist Association. Washington and London. Hlm. 131, 403, 691-693, 728 Siregar, CJP. 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet. EGC. Jakarta. Hlm. 2-3, 34, 139-140, 145, 166-169, 178, 196 Octalya Mutiara 1004015200, UHAMKA 2015 12