TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Garut

dokumen-dokumen yang mirip
TINGKAH LAKU HARIAN DAN POLA MAKAN PADA DOMBA GARUT DENGAN PEMBERIAN PELLET YANG MENGANDUNG LIMBAH TAUGE DAN LEGUM INDIGOFERA sp.

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merah bata dan kaki bagian bawah berwarna putih (Gunawan, 1993). Menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging dengan protein yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Materi

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan dapat meningkatkan rata-rata bobot potong ayam (Gunawan dan

HASIL DA PEMBAHASA. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Chen et al., 2005). Bukti arkeologi menemukan bahwa kambing merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN

Feed Wafer dan Feed Burger. Ditulis oleh Mukarom Salasa Selasa, 18 Oktober :04 - Update Terakhir Selasa, 18 Oktober :46

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Kambing Etawah dan Peranakan Etawah Kandang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Jantan

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

KAJIAN KEPUSTAKAAN. relatif lebih kecil dibanding sapi potong lainnya diduga muncul setelah jenis sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

Coleman and Lawrence (2000) menambahkan bahwa kelemahan dari pakan olahan dalam hal ini wafer antara lain adalah:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient

ILMU BETERNAK Suatu Tinjauan dari Sisi Pakan Ternak Oleh : Ir. H. Anggodo Marnomo Praktisi & Pengamat Pakan Ternak

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba UP3 Jonggol Domba Garut

Gambar 2.1. Kambing yang terdapat di Desa Amplas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

Budidaya Ternak Kambing Dan Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba termasuk ordo Actiodactyla, sub ordo Ruminantia, famili Bovidae, genus Ovis, dan species Ovis aries (Mason, 1984). Domba hidup secara berkelompok-kelompok. Tiap kelompok mempunyai pemimpin, biasanya yang menjadi pemimpin adalah yang tertua dari anggota kelompoknya (Hafez, 1984). Domba mempunyai celah pada bagian atas bibir yang memungkinkan dapat merumput rapat dengan tanah (Klem, 1984). Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap pakan yang buruk dan iklim tropis serta beranak sepanjang tahun. Domba lokal memiliki bentuk tubuh kecil, warna bulu yang seragam, ekor kecil, dan tidak terlalu panjang. Domba Garut Domba garut terdapat di Jawa Barat terutama di daerah Garut, Majalengka, Kuningan, Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya, Bandung, Sumedang, Indramayu, dan Purwakarta. Domba garut merupakan hasil persilangan antara beberapa bangsa domba yang berbeda. Persilangan merupakan salah satu cara untuk perbaikan mutu genetik ternak, yaitu dengan mengawinkan ternak dari bangsa yang berbeda. Kawin silang antar bangsa yang berbeda adalah sistem persilangan yang banyak dilakukan di negara-negara sedang berkembang, dilakukan dengan tujuan untuk mengambil keuntungan dari gejala heterosis dan kualitas-kualitas baik dari dua bangsa atau lebih yang mempunyai tipe yang jelas berbeda yang terdapat di dalam kombinasi yang saling melengkapi. Domba garut telah berkembang sejak tahun 1864 dari persilangan domba merino dan domba cape (diperkirakan dari Afrika Selatan) dengan domba lokal yaitu domba ekor pendek (Devendra dan Mc ILroy, 1992). Hasil dari persilangan diharapkan performa generasi pertama akan melebihi rataan performa tetuanya, sehingga untuk mengevaluasi hasil persilangan secara sederhana dapat dilakukan dengan membandingkan performa ternak hasil persilangan dengan salah satu tetuanya. 3

Umur pubertas domba garut dicapai lebih awal, tidak memiliki sifat kawin musiman sehingga sangat menguntungkan untuk kondisi tropis dan dapat beranak sepanjang tahun. Domba jantan memiliki berat sekitar 60 80 kg sedangkan domba betina memiliki berat antara 30 50 kg. Ciri fisik pada domba garut jantan yaitu bertanduk, berleher besar dan kuat, dengan corak warna putih, hitam, cokelat atau campuran ketiganya. Ciri domba betina adalah dominan tidak bertanduk, kalaupun bertanduk namun kecil dengan corak warna yang serupa domba jantan. Domba garut adalah jenis domba tropis bersifat prolifik yaitu dapat beranak lebih dari dua ekor dalam satu siklus kelahiran dan dalam periode satu tahun domba garut dapat mengalami dua siklus kelahiran. Tingkah Laku Ethologi merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku hewan, yang berasal dari kata ethos yang berarti karakter dan logos yang berarti ilmu. Mengamati dan mempelajari tingkah laku hewan berarti menentukan karakteristik dan respon hewan terhadap lingkungan. Menurut Gonyou (1991), selama ada interaksi ternak akan menimbulkan respon berupa tingkah laku terhadap lingkungan yang dihadapinya. Tingkah laku hewan dipengaruhi oleh dua faktor, antara lain faktor dalam dan faktor luar individu yang bersangkutan, faktor dalam antara lain hormon dan sistem syaraf sedangkan faktor luar antara lain cahaya, suhu dan kelembaban (Grier, 1984). Tingkah laku hewan dapat diketahui berdasarkan komunikasi, keagresifan dan struktur sosial, irama biologis dan tidur, tingkah laku sexual, tingkah laku maternal (keibuan), dan tingkah laku makan dan minum (Houpt, 2005). Terjadinya tingkah laku makan, disebabkan karena adanya makanan yang merupakan rangsangan dari luar dan adanya rasa lapar yang merupakan rangsangan dari dalam. Menurut Hafez et al., (1969), tingkah laku domba secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 1. 4

Tabel 1. Tingkah Laku Domba Tingkah Laku Ingestif Shelter-seeking Investigatory (memeriksa lingkungan) Allelomimetik (berkelompok) Gambaran Karakteristik Merumput, makan tunas-tunas, mengunyah, menjilat garam, menyusui, dan mendorong dengan hidung. Bergerak ke bawah pohon, ke dalam kandang, berkumpul bersama untuk menjauhkan lalat, saling berdesakan pada keadaan iklim yang sangat dingin, dan membuat lubang di tanah serta berbaring. Mengangkat kepala, mengarahkan mata dan telinga serta hidung ke arah gangguan atau mencium domba lainnya. Berjalan, berlari, merumput, tidur sama, dan menumbuk rintangan dengan kaki tegak secara bersamaan. Mengkais, menanduk, mendorong dengan bahu, lari Agonistik bersama, dan menerjang (menendang dan berkelahi, melarikan diri dan menanduk). Eliminatif Posisi untuk urinasi, membungkukkan punggung dan (pengeluaran) membengkokkan kaki (anak domba jantan). Menjilati serta menggigit membran plasenta pada anak, membungkukkan punggung untuk memberi kesempatan Care-giving anak menyusu, mencium anak domba mulai dari ekor, dan mengembik/berteriak pada ternak dewasa bilamana dipisahkan dari kelompoknya. Keterangan: Hafez, et al., (1969). Tingkah Laku Mencari Makan dan Minum Pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan tingkah laku makan pada ternak. Menurut Cambell (2003), aktivitas makan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan hidup, performa produksi dan reproduksi. Pakan yang memiliki tingkat palatabilitas yang tinggi maka konsumsi pakan akan tinggi begitu juga sebaliknya terhadap pakan yang memiliki palatabilitas rendah maka akan terjadi penurunan konsumsi pakan. Menurut Hafez (1984), domba pada sistem pengembalaan kontinu mempunyai sifat sangat selektif memilih hijauan, umumnya memilih hijauan yang pendek-pendek yang disukainya. Intensitas dan metode pengembalaan yang berbeda akan memberikan pengaruh terhadap produksi susu dan pertambahan bobot badan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku merumput pada 5

domba antara lain: 1) umur, keadaan fisiologis dan kebutuhan zat makan, 2) faktor tanaman yaitu jenis hijauan, palatabilitas dan tingkat ketinggian tanaman dan 3) faktor lingkungan yaitu hujan, temperatur dan kelembaban. Menurut Leibholz (1985), pada temperatur yang tinggi maka waktu merumput akan lama, waktu ruminasi singkat dan waktu istirahat akan lama. Umumnya domba mempunyai dua periode merumput yang berhubungan dengan waktu matahari terbit dan matahari tenggelam. Periode merumput domba adalah 4-7 kali tiap 24 jam dengan total waktu merumput 9-11 jam (Dudzinski dan Arnold, 1979). Tingkah laku makan pada pemberian pellet biasanya dimulai dari mencium, mengamati, memeriksa, mengambil, mengunyah, dan menelan pakan, sedangkan pada hijauan dengan cara memilih, merenggut dengan cara menarik dan mendorong mulut ke depan-atas atau belakang-bawah sambil mendengus, mengunyah, dan menelan. Aktivitas makan pada domba secara umum dilakukan dengan cara mengambil pakan langsung dengan menggunakan bibir atas dan bibir bawah kemudian dikunyah sebelum ditelan. Jika pakan dalam wadah tinggal sedikit, domba mengambil pakan menggunakan lidahnya, hal ini diperkirakan untuk mempermudah dalam pengambilan pakan. Aktivitas minum merupakan total konsumsi air, termasuk air yang terkandung di dalam pakan hewan. Air digunakan untuk kebutuhan hidup domba, diantaranya untuk pencernaan, thermoregulator dan sebagai pelarut zat-zat makanan maupun senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam tubuh. Aktivitas minum pada domba dilakukan dengan cara mendekatkan mulutnya ke tempat air minum yang telah disediakan kemudian lidahnya dijulurkan ke dalam air secara berulang-berulang, ujung lidah digerakkan sehingga air dapat masuk ke dalam mulutnya. Tingkah Laku Ruminasi Ruminasi merupakan tingkah laku yang dominan pada ternak ruminansia. Tingkah laku ruminasi merupakan pengeluaran makanan dari rumen yang dimuntahkan ke mulut yang ditandai dengan adanya bolus yang bergerak ke arah atas kerongkongan dari rumen. Hal ini sejalan dengan pendapat Dudzinski dan Arnold, 6

(1979), yang mengatakan bahwa ruminasi merupakan proses memakan kembali bolus setelah makanan masuk dalam rumen. Jika ternak dengan pemberian pakan pellet, kemungkinan ukuran bolus yang bergerak ke atas kerongkongan tidak sama dengan ternak yang diberikan pakan berupa hijauan. Domba membutuhkan sepertiga waktu dalam sehari untuk ruminasi. Menurut Afzalani et al.,(2006), pada ternak domba bahwa jumlah periode ruminasi 9 18 kali dan jumlah siklus ruminasi dalam satu periode ruminasi sebanyak 12 35 kali. Tingkah Laku Agonistik Tingkah laku agonistik merupakan interaksi sosial antara satwa yang dikategorikan dalam beberapa tingkat konflik, yaitu dalam memperoleh makanan, pasangan seksual dan perebutan wilayah istirahat dengan melakukan tindakan yang bersifat ancaman menyerang dan perilaku patuh (Hart,1985). Pada umumnya sebelum berkelahi domba akan mengendus-ngendus dan akan terus berkelahi sampai salah satu dari mereka menyerah dan berhenti. Menurut Tomaszewaska et al.,(1991), agonistik berasal dari kata latin yang berarti berjuang. Agonistik merupakan suatu kegiatan mengkais, menanduk dan mendorong dengan bahu (Hafez et al., 1969). Perilaku agonistik merupakan hal yang sangat penting dalam mempertahankan hubungan dominan dan subordinat antara tingkatan sosial spesies. Jika sistem pengembalaan di padang rumput dengan sumber makanan dan air yang banyak tersedia, keadaan perilaku dominan tidak jelas terlihat, tetapi ini akan terlihat nyata dalam keadaan berdesakan (Tomaszewaska et al., 1991). Menurut Campbell (2003), diantara variasi spesies domestik mamalia, jantan lebih banyak menyukai pertarungan daripada betina, tetapi betina melakukan hal yang sama pada kondisi melindungi anaknya. Tingkah laku agonistik pada domba jantan diperlihatkan pada saat berkelahi dengan mundur terlebih dahulu kemudian menyerang dengan cara menumbukkan kepala atau tanduknya pada kepala lawan (Ensminger, 2002). Tingkah Laku Membuang Kotoran (Defekasi dan Urinasi) Kotoran domba memiliki bentuk yang khas yaitu berbentuk bulat hitam sedangkan urin berbentuk cair berwarna kuning. Domba jantan pada saat 7

membuang kotoran cukup berdiri tegak serta menggoyangkan ekornya. Domba pada saat defekasi atau urinasi bisa disembarang tempat dan bukan pada tempat yang sama seperti khusus di sudut kandang. Tingkah laku membuang kotoran pada umumnya terjadi beberapa jam setelah makan maupun sedang makan. Menurut Hart (1985), tingkah laku membuang kotoran dipengaruhi oleh pakan yang dimakan serta karakter fisiologis dari tiap hewan tersebut. Aktivitas defekasi pada domba dilakukan dengan cara mengangkat ekor baik dengan melengkung atau berdiri lurus kemudian menggoyang-goyangkannya atau menggerak-gerakkannya sampai keluarnya kotoran setelah itu ekor digerakgerakkan kembali. Aktivitas membuang kotoran ini dapat dilakukan secara bersamaan dengan aktivitas makan, berdiri, bergerak, bermain, merawat diri, istirahat, dan makan. Proses urinasi yang umum pada jantan yaitu air mengucur ke bawah dari bawah perut. Jumlah dan komposisi urin berubah-ubah, hal ini dipengaruhi oleh bahan makanan, berat badan, usia, jenis kelamin, dan kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, aktivitas tubuh, dan kondisi kesehatan. Posisi domba pada saat urinasi yaitu cukup dengan berdiri dan sedikit merenggangkan kedua kaki belakang. Tingkah Laku Istirahat dan Tidur Aplikasi tingkah laku istirahat pada hewan antara lain tidur, berbaring atau berdiri yang terkadang diselingi dengan merawat tubuh dan duduk. Menurut Fraser (1975), istirahat pada hewan adalah waktu yang digunakan oleh seekor hewan dengan tidak melakukan satu kegiatan apapun. Frekuensi istirahat yang tinggi terjadi pada hewan yang dipelihara secara intensif dengan pakan yang dikontrol oleh manusia. Aktivitas istirahat penting dilakukan untuk memamah biak, mencerna makanan, memproduksi energi, dan memberikan kesempatan pada otot untuk mengendur-ngendurkan otot yang tegang akibat aktivitas yang telah dilakukan. Menurut Fraser (1990), tingkah laku istirahat dan tidur berfungsi untuk menghindari bahaya predator agar posisinya tidak mudah terlihat dan tidak mudah ditemukan oleh pemangsa, serta untuk menghemat energi yang digunakan oleh tubuh. Aktivitas istirahat pada domba dilakukan dengan cara mengawali dengan 8

menekuk pergelangan kedua kaki depan ke arah belakang diikuti menundukkan kepala kemudian dilanjutkan dengan menekuk pergelangan kedua kaki belakang dan diikuti dengan merebahkan tubuh. Tingkah Laku Bersuara atau Vokalisasi Tingkah laku bersuara sering terjadi pada domba sebagai salah satu bentuk dari keinginan makan, minum atau berkomunikasi dengan domba lainnya.tingkah laku bersuara dapat dilakukan pada saat hewan berdiri atau sedang istirahat. Menurut Fraser (1975), tingkah laku bersuara merupakan tingkah laku sosial yang penting dan merupakan alat komunikasi antara anggota dalam satu flock. Domba bersuara mbekk..mbekk..mbekk dengan nada yang berbeda. Aktivitas bersuara sering dilakukan saat domba melakukan aktivitas berdiri dan berbaring. Tingkah Laku Merawat Diri Perilaku merawat diri dilakukan dengan cara seperti mencari kutu atau parasit, menggosok-gosokkan tubuh dan kepala kebenda keras dan menjilati bulubulu dengan menggunakan lidah. Aktivitas merawat diri pada domba banyak dilakukan pada bagian badan dan kaki. Menurut Mitchell (1987), merawat diri merupakan salah satu tingkah laku pada hewan untuk merawat dirinya dari ektoparasit yang melekat pada rambut di permukaan tubuhnya. Perilaku merawat diri sering dilakukan pada saat hewan istirahat atau pada posisi berdiri. Pellet Pellet adalah bentuk dari bahan pakan yang dipadatkan dan berasal dari bahan konsentrat atau hijauan. Menurut McElhiney (1994), pellet merupakan hasil proses pengolahan bahan baku secara mekanik yang didukung oleh faktor kadar air, panas dan tekanan, karakteristik, dan ukuran partikel bahan. Pellet dapat meningkatkan kandungan nilai nutrisi pakan karena bentuk pellet yang kompak memungkinkan ternak untuk tidak memilih bahan pakan serta dapat meningkatkan level asupan pakan dan mengurangi jumlah pakan yang terbuang. Menurut Pathak (1997), tujuan dari pembuatan pellet adalah untuk mengurangi sifat berdebu pakan, meningkatkan palatabilitas pakan, mengurangi pakan yang terbuang, 9

mengurangi sifat voluminous pakan, dan untuk mempermudah penanganan pada saat penyimpanan dan transportasi. Pellet terdiri dari dua jenis yaitu pellet keras dan pellet lunak. Pellet keras merupakan pellet yang dalam proses pembuatannya tidak menggunakan bahan berupa molases atau menggunakan molases sebagai perekat kurang dari 10%. Pellet lunak yaitu pellet yang dalam proses pembuatannya menggunakan molases sebagai perekat sebanyak 30-40%. Pellet untuk anak domba memiliki garis tengah 5 mm dengan panjang pelet 8 mm, sedangkan pellet untuk domba yang sedang tumbuh memiliki garis tengah 8 mm dengan panjang pellet 11 mm. Limbah tauge berasal dari sisa produksi tauge kulit kacang hijau dan pecah-pecahan tauge yang dibawa dalam cucian akhir pembuatan tauge segar atau pada saat penganyakan yang tidak lagi mempunyai nilai ekonomi dan dapat mencemari lingkungan karena dibuang begitu saja oleh pedagang atau penghasil tauge. Menurut Judoamidjojo et al., (1989), limbah tauge dengan pendaurulangan limbah pertanian menjadi komoditas baru dapat memberikan keuntungan lain seperti penyerapan tenaga kerja dan dihasilkan produk baru yang berguna sehingga dapat meningkatkan keuntungan petani dan produsen. Limbah tauge dapat dilihat pada Gambar 1.a. limbah tauge segar dan 1.b. limbah tauge kering udara. Menurut Hassen et al., (2006), tanaman Indigofera sp. dapat beradaptasi tinggi pada kisaran lingkungan yang luas, dan memiliki berbagai macam morfologi dan sifat agronomi yang sangat penting terhadap penggunaannya sebagai hijauan. Sekitar 50% jenis Indigofera sp. yang ada beracun dan hanya 30% yang palatabel (Strickland et al.,1987), akan tetapi jenis yang palatabel memiliki potensi yang besar sebagai hijauan pakan, sedangkan jenis yang tidak palatabel (beracun) sangat cocok sebagai cover crop terutama pada daerah kering, semi kering dan gurun (Hassen et al., 2006). 10

(a) (b) Gambar 1. (a) Limbah Tauge Segar, (b) Limbah tauge Kering Udara Jenis Indigofera spicata memiliki zat anti nutrisi berupa hepatotoxic amino acid yaitu indospicine, yang mengganggu sistem metabolisme. Indospicine merupakan asam amino yang umumnya terakumulasi di daun. Dampak yang ditimbulkan pada ternak akibat keracunan indospicine dapat menurunkan fungsi hati pada sapi dan domba terutama pada kuda dapat mengakibatkan keguguran. Zat anti nutrisi yang terkandung dalam Indigofera sp. segar, jika diolah menjadi pellet kemungkinan zat anti nutrisi tersebut akan hilang karena suhu dalam proses pembuatan pellet tersebut tinggi sekitar 80 0 C. Legum Indigofera sp. dapat dilihat pada Gambar 2.a. Indigofera sp. segar dan Gambar 2.b. Indigofera sp. kering udara. (a) (b) Gambar 2. (a) Indigofera sp. Segar, (b) Indigofera sp. Kering Udara Limbah tauge dan legum Indigofera sp. segar tersebut kemudian dikeringkan dengan sinar matahari hingga kadar air mencapai 15% agar dapat 11

disimpan lebih lama, kemudian digiling halus dan dicampur dengan bahan konsentrat dengan menggunakan mixer sampai homogen, kemudian dibentuk pellet. Pellet yang dihasilkan oleh kedua bahan tersebut memiliki perbedaan dari segi fisik yang meliputi aroma, warna dan tekstur. Aroma pellet yang ditimbulkan oleh limbah tauge lebih harum bila dibandingkan dengan pellet Indigofera sp. yang cenderung berbau langu. Warna pellet dari bahan limbah tauge lebih gelap bila dibanding dengan pellet Indigofera sp. Tekstur dari pellet limbah tauge tersebut lebih padat dan kuat sehingga tidak mudah rapuh, sedangkan pellet berbahan dasar Indigofera sp. mudah hancur. Pellet limbah tauge dan Indigofera sp. Dapat dilihat pada Gambar 3.a dan 3.b. (a) (b) Gambar 3. (a) Pellet Limbah Konsumsi Tauge, Pakan (b) Pellet Indigofera sp. Ternak ruminansia mempunyai keistimewaan, salah satunya adalah dapat dengan cepat menampung makanan dalam jumlah yang banyak. Kemampuan mengkonsumsi pakan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu kapasitas tampung alat pencernaan, bobot badan, bentuk dan kandungan zat-zat makanan ransum, kebutuhan ternak akan zat-zat makanan, dan status fisiologis ternak. Konsumsi merupakan faktor esensial yang mendasar untuk hidup dan menentukan produksi. Menurut Tillman et al., (1998), konsumsi pada umumnya diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, yang kandungan zat makanan didalamnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi ternak tersebut. Menurut Church and Pond (1988), konsumsi juga sangat dipengaruhi oleh palatabilitas yang tergantung pada penampilan dan bentuk makanan, bau, rasa, tekstur, dan suhu lingkungan. 12

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi antara lain bobot badan, jenis kelamin, genetik, umur, lingkungan, dan makanan yang diberikan (Parakkasi, 1999). Pengaruh jenis kelamin terhadap konsumsi kambing betina dan jantan dengan bobot badan yang sama, mengakibatkan konsumsi energi pada kambing jantan lebih banyak daripada kambing betina (Arsadi, 2006). Kebutuhan energi sangat dipengaruhi oleh lingkungan seperti temperatur, kelembaban dan gerak angin (Haryanto dan Djajanegara, 1993). Menurut Mustofa (2004), di daerah dingin dibutuhkan makan yang mengandung nilai energi lebih tinggi, apabila dibandingkan dengan kebutuhan ternak di daerah panas. Kesejahteraan Hewan Kesejahteraan ternak merupakan usaha untuk memberikan kondisi lingkungan yang sesuai bagi ternak sehingga berdampak terhadap peningkatan sistem psikologi dan fisiologi ternak sepertimemberikan perlindungan terhadap hewan dari kekejaman manusia dan pendekatan moral manusia untuk kesejahteraan hewan. Ketentuan ini mewajibkan semua hewan yang dipelihara atau hidup bebas di alam memiliki hak-hak/kebebasan berikut : 1. Bebas dari rasa lapar dan haus. Salah satu kebutuhan dasar mahluk hidup adalah makan dan minum. Oleh sebab itu, setiap hewan mempunyai hak untuk terpenuhi dalam hal makanan dan minumnya. Makanan dan minum hewan harus tepat, proporsional, layak, higienis, memenuhi gizi serta sesuai dengan musim. 2. Bebas dari rasa panas dan tidak nyaman. Setiap hewan, walaupun dipelihara, tetap memiliki hak untuk bebas dari rasa tidak nyaman. Rasa tidak nyaman ini bisa diakibatkan berbagai macam hal seperti kandang yang terlalu kecil, kotor, panas atau tidak nyaman. 3. Bebas dari luka, penyakit dan sakit. Hewan punya hak bebas dari rasa sakit, penyakit dan luka. Artinya mereka berhak mendapat pengobatan atau pertolongan bila mengalami luka atau sakit. Vaksinasi adalah salah satu usaha untuk mencegah dari penyakit yang fatal dan penyakit menular. 13

4. Bebas dari rasa takut dan penderitaan. Hewan juga punya hak bebas dari rasa takut dan stres, tidak ada konflik (pertengkaran) antar atau lain spesies, tidak adanya gangguan dari hewan pemangsa (predator). 5. Bebas mengekspresikan perilaku normal dan alami. Seperti halnya manusia, hewan juga memiliki sifat dan kebiasaan alamiah. Sifat dan kebiasaan ini bisa merupakan ciri dari spesies hewan tersebut atau bersifat individual. Oleh sebab itu, hewan memiliki hak untuk mendapatkan tempat tinggal yang memadai, fasilitas kandang yang sesuai dengan tingkah laku satwa dan adanya teman untuk berinteraksi sosial. Kesejahteraan hewan berkaitan erat dengan tingkat kesetresan pada ternak. Stres merupakan suatu respon fisiologis, psikologis dan perilaku dari ternak yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan eksternal. Stressor adalah kejadian, situasi, ternak atau suatu obyek yang dilihat sebagai unsur yang menimbulkan stres dan menyebabkan reaksi stres sebagai hasilnya. Menurut Tomaszewaskaet al., (1991), stres disebabkan oleh kejadian yang menghasilkan cekaman dan ketegangan atau siksaan sebagai efek akhirnya. Tingkah laku merupakan cara yang mudah untuk mengukur kesejahteraan hewan dan dapat menggambarkan keaadaan internal hewan tersebut. Rasa sakit dan senang merupakan elemen penting yang secara alami dapat digunakan sebagai kriteria penilaian terhadap kesejahteraan pada hewan (Appleby dan Hughes, 1997). Menurut Wiryosuhanto (2001), kode kesejahteraan hewan harus didasarkan atas kebutuhan dasar hewan, yaitu: 1. Bebas dari kelaparan, kehausan dan mal nutrisi 2. Mendapatkan tempat dan kandang yang nyaman 3. Mendapatkan pencegahan atau diagnosa cepat, pengobatan luka serta penyakit atau parasit 4. Bebas dari perlakuan yang menyebabkan stres, penderitaan dan kesakitan 5. Memperoleh kebebasan untuk bergerak sesuai dengan pola perilaku hewan normal. 14