BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING

HISTOLOGI URINARIA dr d.. K a K r a ti t k i a a R at a n t a n a P e P r e ti t w i i

11/28/2011 SISTEM URINARIA. By. Paryono

TRAUMA GINJAL. Batasan

Tumor Urogenitalia A. Tumor ginjal 1.Hamartoma ginjal 2. Adenokarsinoma ginjal / grawitz / hipernefroma / karsinoma sel ginjal Staging : Grading :

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns

2. Sumsum Ginjal (Medula)

BAB I PENDAHULUAN. lokasinya dan kapsulnya yang tipis Glisson capsule. Cedera organ hepar

a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru

Trauma urogenitalia.

11/27/2011 SISTEM URINARIA. By. Paryono

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

M.Biomed. Kelompok keilmuan DKKD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

- - SISTEM EKSKRESI MANUSIA - - sbl1ekskresi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kasus 1 (SGD 1,2,3) Pertanyaan:

Sistem Ekskresi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si LOGO

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

ASKEP Pasien dgn Gangguan Sistem Perkemihan

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:

Biologi Ginjal dan Saluran Kemih

Modul: Batu Ureter. Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu untuk :

Mahasiswa dapat menjelaskan alat ekskresi dan prosesnya dari hasil percobaan

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan

ASPEK MEDIKOLEGAL PERDARAHAN KELENJAR ADRENAL PADA TRAUMA TUMPUL ABDOMEN. Lidiya Utama Fakultas Kedokteran-Universitas Udayana ABSTRAK

Struktur bagian dalam ginjal

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

ANATOMI DAN FISIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. pengguna kendaraan bermotor di masyarakat, tingkat kecelakaan di dunia

BAB I PENDAHULUAN. (USRDS) menunjukkan prevalens rate penderita penyakit ginjal di Amerika

BAB VII SISTEM UROGENITALIA

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

EMBRIOLOGI SISTEM URINARIUS. dr. Al-Muqsith, M.Si

Sejarah X-Ray. Wilheim Conrad Roentgen

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari 2010 Desember 2010 terdapat 77 neonatus

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB II KAJIAN PUSTAKA. transaminase yaitu serum glutamat oksaloasetat transaminase

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Sistem Ekskresi. Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013

PYLORUS STENOSIS HYPERTROPHY

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

SATUAN ACARA PENYULUHAN. I. Tujuan Instruksional Umum Setelah diberikan penyuluhan, diharapkan masyarakat kelurahan Jagir dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

Bab. Sistem Ekskresi. A. Sistem Ekskresi pada Manusia B. Sistem Ekskresi pada Hewan

BAB I PENDAHULUAN. dimana pada pria membentuk sebuah kantong tertutup sedangkan pada wanita berhubungan

TRAUMA. DEFINISI Keadaan yang menggambarkan luka atau cedera.

LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN

Gagal Ginjal Kronis. 1. Apa itu Gagal Ginjal Kronis?

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TUMOR GINJAL Di Ruang Cendana 3 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM EKSKRESI MANUSIA 1: REN. by Ms. Evy Anggraeny SMA Regina Pacis Jakarta

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.3. Air. Asam amino. Urea. Protein

BAB I PENDAHULUAN. di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah masa keras seperti batu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka

BAB I KONSEP DASAR. cedera (Sjamsuhidajat, 1997). Trauma abdomen terbagi menjadi jenis : Trauma

Pathway. Paksaan : Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll. Benda tajam : Pisau, peluru, ledakan, dll

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Disfungsi dasar panggul merupakan salah satu penyebab morbiditas yang

Beberapa Gejala Pada Penyakit Ginjal Anak. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a IKA FK UWK

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.1

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

BAB I PENDAHULUAN. Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks atau

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat sensitif terhadap sentuhan dan cenderung mengalami robekan. BAK dan aktivitas seksual ibu pasca melahirkan.

SAKIT PERUT PADA ANAK

NEUROBLASTOMA,NEFROBLASTOMA, RETINOBLASTOMA. Nurlaili Muzayyanah Departemen IKA FK UII

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN GANGGUAN SISTEM GASTROINTESTINAL TRAUMA ABDOMEN DI BANGSAL IMC RSU ISLAM KUSTATI

Transkripsi:

4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ginjal 2.1.1 Anatomi Ginjal Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Cekungan ini disebut sebagai hilus renalis, yang di dalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain yang merawat ginjal, seperti pembuluh darah, sistem limfatik, dan sistem saraf. Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Dalam hal ini, ginjal lelaki relatif lebih besar ukurannya daripada perempuan. Pada orang yang mempunyai ginjal tunggal yang didapat sejak usia anak, ukurannya lebih besar daripada ginjal normal. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran rerata ginjal orang dewasa adalah 11,5cm (panjang) x 6cm (lebar) x 3.5cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120 170 gram, atau kurang lebih 0.4 % dari berat bedan (Purnomo, 2011). 2.1.2 Struktur di sekitar ginjal Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa (true capsule) ginjal, yang melekat pada parenkim ginjal. Di luar kapsul fibrosa terdapat jaringan lemak yang di sebelah luarnya dibatasi oleh fasia Gerota. Diantara kapsula fibrosa ginjal dengan kapsul Gerota terdapat rongga perirenal (Purnomo, 2011). Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal atau disebut juga kelenjar suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia Gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barrier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urine pada saat

5 terjadi trauma ginjal. Selain itu, fasia Gerota dapat pula berfungsi sebagai barrier dalam menghambat penyebaran infeksi atau menghambat metastasis tumor ginjal ke organ di sekitarnya. Di luar fasia Gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal yang terbungkus oleh peritoneum posterior. Rongga di antara kapsula Gerota dan peritoneum ini disebut rongga pararenal (Purnomo, 2011), Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh berbagai otot punggung yang tebal serta tulang rusuk ke XI dan XII, sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh organ intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum; sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pancreas, jejenum, dan kolon (Purnomo, 2011). Gambar 2.1. Rongga perirenal dan pararenal yang membatasi ginjal Sumber: Purnomo, 2011 2.1.3 Struktur Ginjal Secara anatomis ginjal terbagi kepada 2 bagian, yaitu korteks dan medula ginjal. Korteks ginjal terletak lebih superfisial dan di dalamnya terdapat berjuta juta nefron. Nefron merupakan unit fungsional terkecil ginjal. Medulla ginjal yang terletak lebih profundus banyak terdapat duktuli atau saluran kecil yang mengalirkan hasil ultrafiltrasi berupa urin. (Purnomo, 2011) Nefron terdiri dari glomerulus, tubulus kontortus (TC) proksimalis, Loop of Henle, tubulus kontortus (TC) distalis, dan duktus kolegentes.

6 Gambar 2.2. Nefron Sumber: Purnomo, 2011 Sistem pelvikalises ginjal terdiri dari kaliks minor, infundibulum, kaliks major, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel transisional dan dindingnya terdiri dari otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urin sampai ke ureter (Purnomo, 2011). Gambar 2.3. A : Irisan longitudinal ginjal, tampak korteks dan medulla ginjal. B :Sistem pelvikalises ginjal yang terdiri atas kaliks minor,....infundibulum, kaliks mayor, dan pelvis renalis Sumber : Purnomo, 2011

7 2.1.4 Fungsi Ginjal Ginjal berperan dalam berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan, yakni menyaring sisa hasil metabolisme dan toksin dari darah, serta mempertahankan homeostasis cairan dan eletrolit tubuh, yang kemudian dibuang melalui urin. Fungsi tersebut di antaranya adalah: a) Mengontrol sekresi hormon aldosteron dan ADH (anti diuretic hormone) yang berperan dalam mengatur jumlah cairan tubuh. b) Mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D. c) Menghasilkan beberapa hormon, antara lain: eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah, renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah, serta hormon prostaglandin yang berguna dalam berbagai mekanisme tubuh (Purnomo, 2011). 2.2 Trauma Ginjal 2.2.1 Definisi Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam trauma baik tumpul maupun tajam. Trauma ginjal merupakan trauma yang terbanyak pada sistem urogenitalia. Kurang lebih 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal (Purnomo, 2011). 2.2.2 Epidiomologi Frekuensi cedera ginjal tergantung pada populasi pasien yang dipertimbangkan. Trauma ginjal menyumbang sekitar 3% dari seluruh penerimaan trauma dan sebanyak 10 % dari pasien yang mempertahankan trauma abdomen. Dengan menggunakan Nasional Trauma Data Bank, Grimsby et al. mengulas data cedera ginjal anak untuk menentukan mekanisme cedera dan kelas, demografi, perawatan, dan pengaturan perawatan. Sebagian besar trauma ginjal pada anak-anak ditemukan pada kelas rendah (79%) dan ditemukan trauma tumpul (>90%). Cedera usia rata-rata adalah 13.7 tahun, yaitu 94% dari pasien adalah berusia 5 sampai 18 tahun. Hanya 12% dari pasien dirawat di rumah sakit

8 anak. Meskipun sebagian besar anak-anak dirawat secara konservatif di rumah sakit dewasa, tingkat nefrektomi tiga kali lebih tinggi dibandingkan pasien dirawat di rumah sakit anak (Grimsby et al, 2014). 2.2.3 Etiologi Cedera ginjal dapat terjadi secara: a) Langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang. b) Tidak langsung, yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba - tiba di dalam rongga retroperitoneum. Jenis cedera yang mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, luka tusuk, atau luka tembak. Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabangcabangnya. Cedera ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, seperti hidronefrosis, kista ginjal atau tumor ginjal (Purnomo, 2011). Terdapat 3 penyebab utama dari trauma ginjal : a) Trauma tumpul Trauma tumpul biasanya terjadi karena kecelakaan kenderaan bermotor, dan jatuh. Trauma tumpul dari tabrakan kendaraan bermotor, jatuh dan tabrakan pribadi adalah penyebab utama trauma ginjal b) Trauma iatrogenik Trauma iatrogenik dapat hasil dari operasi, retrograde pyelography, percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal c) Trauma tajam... Trauma tajam adalah seperti tikaman atau luka tembak pada daerah...abdomen bagian atas ataupun pinggang (Lusaya, 2015).

9 2.2.4 Klasifikasi Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan menjadi: a) cedera minor. b) cedera mayor. c) cedera pada pedikel atau pembuluh darah ginjal. Pembagian sesuai dengan skala cedera organ (organ injury scale) cedera ginjal dibagi dalam 5 derajat sesuai dengan penemuan pada pemeriksaan pencitraan maupum hasil eksplorasi ginjal. Sebagian besar (85%) trauma ginjal merupakan cedera minor (derajat I dan II), 15% merupakan cedera mayor (derajat III dan IV), dan 1% merupakan cedera pedikel ginjal (Purnomo, 2011). Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi oleh Federle : Tabel 2.1 Klasifikasi Trauma Ginjal DERAJAT JENIS CEDERA GAMBARAN CEDERA Derajat I - Kontusio - Hematoma - Mikroskopis atau hematuria gross,..studi urologi yang normal. - Subkapsular, nonexpanding tanpa..parenkim laserasi Derajat II - Hematoma - Laserasi - Nonexpanding hematoma perirenal..dikonfirmasi ke ginjal. - Retroperitoneum. - <1.0 cm kedalaman parenkim dari..korteks ginjal tanpa kemih extravasasi

10 Derajat III - Laserasi -< 1,0 cm kedalaman parenkim korteks ginjal tanpa mengumpulkan sistem ruptur atau extravasasi kemih. Derajat IV - Laserasi - Vaskular - Laserasi parenkim memperpanjangkan..melalui korteks ginjal, medula dan..sistem pengumpulan. - Arteri ginjal atau cedera vena utama..mengandungi pendarahan. Derajat V -Laserasi - Ginjal terbelah sepenuhnya. - Vaskular - Avulsi pedikel ginjal, mungkin terjadi..trombosis arteri renalis. Sumber: The American Association of the Surgery of Trauma (AAST), 2015 Gambar 2.4. Klasifikasi trauma ginjal menurut AAST Sumber: The American Association of the Surgery of Trauma (AAST), 2015 2.2.5 Manifestasi Klinis Tanda-tanda dan gejala trauma ginjal adalah :

11 a) Hematuria : Hematuria merupakan manifestasi yang umum terjadi. Oleh karena itu, adanya darah dalam urin setelah suatu cedera menunjukkan kemungkinan cedera ginjal. Namun demikian, hematuria mungkin tidak akan muncul atau terdeteksi hanya melalui pemeriksaan mikroskopik. b) Nyeri mungkin terlokalisasi pada satu daerah panggul atau di atas perut. c) Syok atau tanda-tanda kehilangan darah. d) Ekimosis pada daerah panggul atau kuadran atas perut. e) Sebuah massa teraba mungkin merupakan retroperitoneal besar hematoma atau kemungkinan ekstravasasi kemih. f) Laserasi (luka) di abdomen lateral dan rongga panggul (Summerton et al, 2014). 2.2.6 Komplikasi Jika tidak mendapatkan perawatan cepat dan tepat, maka trauma mayor dan trauma pedikel sering menimbulkan perdarahan yang hebat dan berakhir dengan kematian. Terdapat beberapa komplikasi awal setelah cedera yaitu : a) Delayed bleeding. b) Urinary leakage. c) Abses perirenal. Dikemudian hari pasca cedera ginjal dapat menimbulkan komplikasi lanjutan yaitu : a) Hidronefrosis. b) Pielonefritis kronis. c) Hipertensi. d) Fistula arteriovenosa. e) Urolithiasis (Purnomo, 2011).

12 2.2.7 Diagnosis Penilaian awal pada pasien trauma ginjal harus meliputi jalan nafas, mengkontrol perdarahan yang tampak. Pada banyak kasus, pemeriksaan fisik dilakukan sesuai dengan kondisi pasien. Apabila trauma ginjal dicurigai maka harus dilakukan evaluasi lebih lanjut: 1) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Indikasi yang memungkinkan bahwa terjadinya trauma ginjal meliputi mekanisme deselerasi yang cepat seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan bermotor dengan kecepatan yang laju, atau trauma langsung pada region flank. Riwayat penyakit sebelumnya harus digali, apakah adanya disfungsi organ sebelum terjadinya trauma dan adanya riwayat penyakit ginjal sebelumya yang dapat memperberat trauma (Cachecho et al., 1994). Hidronefrosis, batu ginjal, kista, atau tumor telah dilaporkan dapat menimbulkan komplikasi yang berat (Sebastià et al., 1999). Pemeriksaan fisik adalah suatu pemeriksaan yang harus dilakukan pada pasien trauma. Stabilitas haemodinamik merupakan faktor utama dalam pengelolaan semua trauma ginjal. Vital sign harus dicatat untuk mengevaluasi pasien (Summerton et al., 2014). Pada pemeriksaan fisik harus dinilai adanya trauma tumpul atau trauma tembus pada region flank, lower thorax, dan abdomen atas. Pada luka tembus, panjang luka tidak menggambarkan secara akurat kedalaman penetrasi. Penemuan seperti hematuria, jejas, dan nyeri pada daerah pinggang, patah tulang iga bawah, atau distensi abdomen dapat dicurigai adanya trauma pada ginjal (Summerton et al., 2014). Kecurigaan adanya cedera ginjal jika terdapat : a) Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut...bahagian atas dengan disertai nyeri ataupun didapati adanya jejas pada...daerah tersebut. b) Hematuria c) Fraktur kosta sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus spinosus...vertebra.

13 d) Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang. e) Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas (Purnomo, 2011). 2) Pemeriksaan Laboratorium Urinalisa, darah rutin dan kreatinin merupakan pemeriksaan laboratorium yang penting. Urinalisa merupakan pemeriksaan penting untuk mengetahui adanya cedera pada ginjal. Hematuria mikroskopis atau gross, sering terlihat tetapi tidak cukup sensitif dan spesifik untuk membedakan apakah suatu trauma minor atau mayor (Buchberger et al., 1993). Tambahan pula, untuk trauma ginjal yang berat seperti robeknya ureteropelvic junction, trauma pedikel ginjal, atau trombosis arteri dapat tampil tanpa disertai dengan hematuria (Eastham et al, 1992). Hematokrit serial dan vital sign merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mengevaluasi pasien trauma. Penurunan hematokrit dan kebutuhan untuk transfusi darah merupakan tanda kehilangan darah dan respon terhadap resusitasi akan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Peningkatan kreatinin dapat dikatakan sebagai tanda patologis pada ginjal. 3) Pemeriksaan Radiologi (Pencitraan) Indikasi untuk melakukan pemeriksaan radiologi pada trauma ginjal adalah gross hematuria, hematuria mikroskopik yang disertai syok, atau cedera pada organ lain. Pada luka tembus, setiap kecurigaan adalah luka yang mengarah pada ginjal maka perlu melakukan pemeriksaan radiologi tanpa memperhatikan derajat hematuria. a) Pemeriksaan Intravenous Urografi (IVU) atau disebut sebagai Pielografi Intra Vena (PIV) atau Intravenous Pyelografi (IVP). Pemeriksaan IVP adalah foto yang dapat mengambarkan keadaan sistem urinaria melalui bahan kontras( dengan menyuntikkan bahan kontras dosis tinggi ±2ml/kgBB) digunakan untuk menilai tingkat kerusakan ginjal dan menilai keadaan ginjal kontralateral. Pemeriksaan IVU dilakukan apabila diduga terdapat : i. Luka tusuk atau luka tembak yang mengenai ginjal.

14 ii..cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria...makroskopik. iii. Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria...mikroskopik dan disertai syok (Purnomo, 2011). b) Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang apabila diduga cedera tumpul pada ginjal yang menunjukkan tanda hematuria mikroskopik tanpa disertai syok. Pemeriksaan USG ini dapat menemukan adanya kontusio parenkim ginjal atau hematoma subkapsuler. Dengan pemeriksaan ini dapat juga diperlihatkan ada atau tidak robekan kapsul ginjal. Pemeriksaan USG pada ginjal dipergunakan : i. Untuk mendeteksi keberadaan dan keadaan ginjal (hidronefrosis,...kista, massa, atau pengkerutan ginjal) yang menunjukkan non...visualized pada pemeriksaan IVU. ii. Sebagai penuntun pada saat melakukan pungsi ginjal, atau...nefrostomi perkutan (Purnomo, 2011). Pada color Droppler ginjal dan arteri renalis, dapat menentukan adanya penyempitan (stenosis) karena arteriosklerosis menyebabkan aliran darah ke ginjal menurun (Purnomo, 2011). c) Pemeriksaan Computed Tomography (CT) adalah teknik pencitraan non invasive, yang lebih superior daripada USG. Pemeriksaan CT scan ini dilakukan untuk menerangkan kelainan pada ginjal, arteri dan vena renalis, vena kava, dan massa di retroperitoneal. Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya robekan jaringan ginjal, ekstravasasi kontras yang luas, dan adanya nekrosis jaringan ginjal. Selain itu, pemeriksaan CT scan juga dapat mendeteksi adanya trauma pada organ yang lain. Alat CT scan ini dapat mendeteksi kelainan dalam waktu cepat (< 30 detik), sehingga dapat dipakai untuk menilai penyebab kolik ureter atau ginjal. Pemeriksaan CT scan merupakan pemeriksaan radiologi yang utama bagi pasien trauma ginjal dengan hemodinamik stabil (Purnomo, 2011).

15 2.2.8 Penatalaksanaan Kebutuhan untuk eksplorasi ginjal dapat diprediksi dengan jenis cedera, kebutuhan transfusi, darah urea nitrogen, dan kadar kreatinin, serta grade cedera (Shariat et al., 2008). Namun, manajemen cedera ginjal mungkin dipengaruhi oleh keputusan untuk mengeksplorasi atau mengamati luka di abdominal. Table 2.2. Indikasi pemeriksaan CT scan pada kelainan urologi Kecurigaan adanya massa di ginjal. Penderajatan (staging) keganasan urologi. Abses, urinoma, dan infeksi urogenitalia. Kolik ureter atau ginjal. Cedera pada urogenitalia (ginjal, buli-buli, ureter, dan uretra). Kecurigaan kelainan di retroperitoneum. Gambar 2.5. Pencitraan CT scan pada trauma ginjal Sumber: Purnomo, 2011

16 Terapi yang dikerjakan pada trauma ginjal adalah : 1) Operasi dan Rekontruksi Operasi ditujukan pada trauma ginjal mayor dengan tujuan untuk segera menghentikan perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu dilakukan debriment reparasi ginjal (berupa renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan ginjal yang sangat berat. Semakin banyak pihak menganut pendekatan konservatif untuk pasien trauma ginjal (Hammer dan Santucci, 2003). Pada trauma ginjal, mayoritas ahli menganjurkan pendekatan transperitoneal (Robert et al., 1996). Untuk menilai di tingkat acak secara prospektif nefrektomi, tingkat transfusi, kehilangan darah, dan waktu operasi dalam menembus pasien trauma ginjal acak kontrol vaskular atau tidak ada kontrol vascular adalah sebelum membuka fasia Gerota. (Gonzalez et al., 1999) Secara keseluruhan, 13 % pasien trauma ginjal yang membutuhkan nefrektomi pada saat eksplorasi, umumnya nefrektomi dilakukan pada pasien dengan riwayat syok, hemodinamik tidak stabil, dan skor trauma yang berat (Davis et al., 2006). Pada luka tembak, rekonstruksi mungkin susah dilakukan sehingga dibutuhkan nefrektomi (Wright et al., 2006). Secara keseluruhan, perbaikan berhasil dicapai pada 89 % dari unit ginjal dieksplorasi. Prinsip-prinsip manajemen operasi yang sukses termasuk kontrol vaskular awal dan berbagai teknik bedah. Penyelamatan ginjal setelah trauma utama dapat berhasil dilakukan dengan aman (McAninch et al., 1990). Pada semua kasus, direkomendasikan penggunaan drainase retroperitoneal untuk mengalirkan kebocoran urin. 2) Manajemen Non- Operatif / Konservatif Perbedaan dalam pengelolaan trauma tumpul dan penetrasi adalah hasil dari ketidakstabilan yang lebih besar dari pasien setelah trauma tembus dan kemungkinan lebih tinggi dari cedera tumpul parah setelah senjata api dan luka tusuk (Vanni dan Wessels, 2011).

17 a) Cedera ginjal tumpul Manejemen non-operatif semakin banyak dipertimbangkan oleh pasien trauma ginjal. Pada pasien yang stabil, melakukan perawatan suportif yaitu dengan istirahat dan observasi. Semua kasus trauma ginjal derajat 1 dan 2 dapat dirawat secara konservatif baik pada trauma tumpul ataupun trauma tembus. Tetapi pada trauma ginjal derajat 3 telah menjadi kontroversi selama bertahuntahun (Alsikafi dan Rosenstein, 2006). Mayoritas pasien dengan trauma ginjal derajat 4 dan 5 datang dengan trauma penyerta dan akhirnya menjalani eksplorasi dan tingginya angka untuk melakukan nefrektomi (Santucci et al., 2001). Pada pasien trauma ginjal derajat 4 dan 5 dapat dirawat secara konservatif dengan syarat kondisi haemodinamik stabil. Pendekatan klinis yang sistematis adalah berdasarkan pada temuan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang radiologi. b) Penetrasi trauma ginjal Luka tembus telah mendekati pembedahan secara tradisional. Namun, pendekatan sistematis berdasarkan evaluasi klinis, laboratorium dan radiologi untuk meminimalkan eksplorasi negatif tanpa meningkatkan morbiditas dari cedera terjawab (Armenakas et al., 1999). Selektif oleh manajemen non-operatif untuk luka tusuk perut umumnya diterima untuk meningkatkan proporsi pusat trauma (Jansen et al., 2013). Perdarahan terus-menerus merupakan indikasi utama untuk eksplorasi dan rekonstruksi. Dalam semua kasus cedera parah, manajemen non-operatif harus mengambil langkah hanya setelah pementasan ginjal lengkap pada pasien hemodinamik stabil (Buckley dan McAninch, 2006). Luka tembak harus dieksplorasi hanya jika melibatkan hilus atau disertai dengan tanda-tanda perdarahan terus, cedera ureter, atau laserasi pelvis ginjal (Velmahos et al., 1998). Tembak kecepatan rendah dan luka tusuk minor dapat dikelola secara konservatif dengan hasil yang diterima baik (Baniel dan Schein, 1994). Sebaliknya, jaringan kerusakan dari cedera tembak kecepatan tinggi bisa lebih luas dan nefrektomi diperlukan lebih sering.

18 Pada pasien hemodinamik stabil tanpa peritonitis mampu menjalani pemeriksaan klinis serial, cedera organ padat bukan kontra - indikasi untuk manajemen non - operatif. Dalam pengaturan yang sesuai, manajemen non - operatif cedera organ padat setelah tembak melukai dikaitkan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi dan penyelamatan organ (DuBose et al., 2007). Jika situs penetrasi dengan luka tusukan adalah posterior ke garis aksila anterior, 88% dari cedera ginjal tersebut dapat dikelola dengan non-operatif (Bernath et al., 1983).