KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN SELAR (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG

dokumen-dokumen yang mirip
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.3 Pengumpulan Data Primer

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama

3. METODE PENELITIAN

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN SELAR KUNING

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

2. METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Length-Weight based Stock Assesment Of Round Scad ( Decapterus russelli ) From Mapur Fishing Ground and Landed at Pelantar KUD Tanjungpinang

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

Hardiyansyah Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP, UMRAH,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

Study Programme of Management Aquatic Resource Faculty of Marine Science and Fisheries, University Maritime Raja Ali Haji

3. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lampiran 1. Sebaran frekuensi panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) betina yang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation)

Study Programme of Management Aquatic Resources Faculty of Marine Science and Fisheries, University Maritime Raja Ali Haji

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Sardinella sp. merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, dari famili

Abstrak. Kata Kunci : Ikan ekor Kuning, pertumbuhan, laju mortalitas, eksploitasi. Abstract

PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN TERI PEKTO (Stolephorus Waitei) DI PERAIRAN BELAWAN KOTA MEDAN SUMATERA UTARA

3. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. adalah sekitar 220 mil laut dan berakhir pada ujung sebelah selatan yang

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii : Perciformes

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

BAB III METODE PENELITIAN. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 berikut:

3. METODE PENELITIAN

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA. : Perciformes

Length-Weight based Stock Assessment Of Eastern Little Tuna (Euthynnus affinis ) Landed at Tarempa Fish Market Kepulauan Anambas

KAJIAN STOK DAN ANALISIS KETIDAKPASTIAN IKAN KUNIRAN

3. METODE PENELITIAN

KAJIAN POLA PERTUMBUHAN DAN CIRI MORFOMETRIK-MERISTIK BEBERAPA SPESIES IKAN LAYUR

KAJIAN STOK IKAN LAYANG (Decaterus ruselli) BERBASIS PANJANG BERAT YANG DIDARATKAN DI PASAR IKAN TAREMPA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS

3. METODE PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Teknik Pengambilan Data Pengumpulan Data Vegetasi Mangrove Kepiting Bakau

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN BOBOT PANJANG IKAN TUNA MADIDIHANG Thunnus albacares DARI PERAIRAN MAJENE SELAT MAKASSAR SULAWESI BARAT Wayan Kantun 1 dan Ali Yahya 2

Growth Analysis and Exploitation rate of Tuna Fish (Auxis thazard) landed on Belawan Ocean Fishing Port Sumatera Utara

The study of Sardinella fimbriata stock based on weight length in Karas fishing ground landed at Pelantar KUD in Tanjungpinang

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) DI PERAIRAN SELAT SUNDA NUR LAILY HIDAYAT

5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN

C E =... 8 FPI =... 9 P

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

STATUS STOK SUMBERDAYA IKAN LEMURU (Sardinella lemuru) DI PERAIRAN SELAT SUNDA GAMA SATRIA NUGRAHA

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

3. METODE PENELITIAN

structure Population of Indian Mackerel, Rastrelliger kanagurta Catch in Pancana Waters, Barru District

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN SELAR (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG Wenny Damayanti SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Kajian Stok Sumberdaya Ikan Selar (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) di Perairan teluk Jakarta dengan Menggunakan Sidik Frekuensi Panjang. Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2010 Wenny Damayanti C24060356

RINGKASAN Wenny Damayanti. C24060356. Kajian Stok Sumberdaya Ikan Selar (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) di Perairan teluk Jakarta dengan Menggunakan Sidik Frekuensi Panjang. Dibawah bimbingan Mennofatria Boer dan Zairion. Perairan laut Teluk Jakarta merupakan salah satu lokasi kegiatan perikanan tangkap di DKI Jakarta baik perikanan pelagis, demersal, maupun karang. Hasil tangkapan utama nelayan di Teluk Jakarta, yang didaratkan di TPI Muara Angke adalah ikan pelagis kecil, salah satunya yaitu ikan selar (Caranx leptolepis). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola pertumbuhan, mortalitas dan koefisien pertumbuhan serta faktor kondisi ikan selar melalui analisis frekuensi panjang. Penelitian ini dilaksanankan di TPI Muara Angke, Provinsi DKI Jakarta berlangsung dari tanggal 6 Februari 2010 hingga 28 Maret 2010. Jumlah ikan selar yang diamati selama penelitian sebanyak 341 ekor. Pengambilan ikan contoh dilakukan secara acak dari beberapa nelayan yang ada, kemudian ikan diambil 30-100 ekor per tiap pengambilan contoh dari keranjang nelayan. Ikan contoh didapatkan dengan cara meminjamnya kepada nelayan. Analisis data dikelompokkan kedalam dua aspek, mulai dari aspek pertumbuhan hingga aspek eksploitasi. Dalam penentuan sebaran frekuensi panjang digunakan data panjang total. Distribusi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas panjang kemudian diplotkan dalam sebuah grafik. Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan L dilakukan dengan menggunakan metode plot Ford-Walford. Laju mortalitas total diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan berdasarkan data komposisi panjang. Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z). Faktor kondisi ikan selar diduga dengan menggunakan metode Panderal s Index yang menggunakan data panjang total (mm) dan bobot (gr). Pola pertumbuhan ikan selar di perairan Teluk Jakarta yang di daratkan di Muara Angke bersifat allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan bobot). Panjang asimtotik (infinitif) ikan selar sebasar 282.98 dan nilai koefisien pertumbuhan (K) sebesar 0.31 per tahun. Nilai t 0 didapatkan secara empiris yaitu -0.15. Sehingga persamaan pertumbuhan untuk ikan selar adalah L t = 282.980 (1-e [-0.31(t+0.15] ). Faktor kondisi tertinggi terdapat pada awal Februari yaitu berkisar dari 0.7527-1.5392, yang diduga merupakan waktu pemijahan ikan selar. Mortalitas total (Z) ikan selar sebesar 2.2510 dan mortalitas alami (M) sebesar 0.0739, serta tingkat eksploitasi bagi perikanan selar sebesar 96.72%. Hal ini menunjukkan bahwa stok ikan selar di perairan Teluk Jakarta mengalami kondisi tangkap lebih (overfishing). Kematian ikan selar di perairan Teluk Jakarta cenderung disebabkan oleh aktivitas penangkapan Kata kunci : analisis frekuensi panjang, faktor kondisi, ikan selar (Caranx leptolepis), pertumbuhan, Teluk Jakarta.

KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN SELAR (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG Wenny Damayanti C24060356 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

PENGESAHAN SKRIPSI Judul Skripsi : Kajian Stok Sumberdaya Ikan Selar (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) di Perairan Teluk Jakarta dengan Menggunakan Sidik Frekuensi Panjang. Nama : Wenny Damayanti. NIM : C24062948 Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer,DEA Ir. Zairion, M. Sc NIP. 19570928 198103 1 006 NIP. 19640703 199103 1 003 Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc. NIP. 19660728 199103 1 002 Tanggal Lulus : 10 Agustus 2010

PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul Kajian Stok Sumberdaya Ikan Selar (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) di Perairan teluk Jakarta dengan Menggunakan Sidik Frekuensi Panjang; disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Muara Angke pada februari hingga Maret 2010. Hal ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis. Namun demikian penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak. Bogor, Agustus 2010 Penulis

UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA dan Ir. Zairion, M.Sc, masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyususnan skripsi ini. 2. Ir. Rahmat Kurnia M,Si selaku dosen penguji tamu dan Ir. Agustinus Samosir, M.Phill selaku dosen penguji dari program studi yang telah memberikan saran yang sangat berarti bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc selaku Pembimbing Akademik yang telah memberi saran dan dukungannya. 4. Dinas pertanian dan perikanan DKI Jakarta atas dukungan dan bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian. 5. Keluarga tercinta, mama (Marnelis), papa (Usman), kakak (Dewi dan Amri), dan adik (Ikshi) atas doa, kasih sayang, dukungan dan motivasinya kepada penulis. 6. Seluruh staf Tata Usaha dan sivitas Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perkanan dan Ilmu Kelautan, IPB. 7. Teman-teman MSP 43 khususnya (Genny, Adis, Nadler, Wana) atas kebersamaan dan bantuan selama penelitian dan perkuliahan. 8. Teman-teman kos Rempati khususnya (Michelle, Ajeng, dan mba Arta) atas semangat dan bantuannya. 9. MOSI crew, serta semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis.

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palu, Sulawesi Tengah pada tanggal 17 Oktober 1988 dari pasangan Bapak Usman dan Ibu Marnelis. Penulis merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara. Pendidikan formal ditempuh di SDN Impres Lolu VI Palu (2000), SMPN 4 Palu (2003), SMAN 1 Palu (2006). Pada tahun 2006 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI, kemudian di terima di Departemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai pegurus Divisi Minat Bakat (HRD) pada tahun 2008/2009 dan anggota Divisi HRD HIMASPER tahun 2007/2009, serta aktif dalam kegiatan non akademik (Tenis Lapangan). Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Penulis melaksanakan penelitian yang berjudul Kajian Stok Sumberdaya Ikan Selar (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) di Perairan teluk Jakarta dengan Menggunakan Sidik Frekuensi Panjang.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xi xii xiii 1. PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 2 1.3. Tujuan... 3 1.4. Manfaat... 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Selar... 4 2.1.1. Klasifikasi dan morfologi... 4 2.1.2. Distribusi ikan selar... 5 2.2. Alat Tangkap Ikan Selar... 5 2.3. Sebaran Frekuensi Panjang... 7 2.4. Pertumbuhan... 7 2.5. Hubungan Panjang dan Bobot... 8 2.6. Faktor Kondisi... 8 2.7. Mortalitas dan Laju Eksploitasi... 9 2.8. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan... 10 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu... 11 3.2. Bahan dan Alat... 12 3.3. Pengumpulan Data... 12 3.4. Analisis Data... 13 3.4.1. Sebaran frekuensi panjang... 13 3.4.2. Identifikasi kelompok ukuran... 14 3.4.3. Pertumbuhan... 15 3.4.3.1. Hubungan panjang dan bobot... 15 3.4.3.2. Plot Ford-Walford... 16 3.4.4. Faktor kondisi... 18 3.4.5. Mortalitas dan laju eksploitasi... 18 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil... 20 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Jakarta... 20 4.1.2. Sebaran frekuensi panjang... 21 ix

x 4.1.3. Kelompok umur... 21 4.1.4. Hubungan panjang dan bobot... 23 4.1.5. Perameter pertumbuhan... 23 4.1.6. Faktor kondisi... 24 4.1.7. Mortalitas dan laju eksploitasi... 26 4.2. Pembahasan... 27 4.2.1. Sebaran frekuensi panjang... 27 4.2.2. Kelompok umur... 27 4.2.3. Hubungan panjang dan bobot... 28 4.2.4. Perameter pertumbuhan... 29 4.2.5. Faktor kondisi... 31 4.1.5. Mortalitas dan laju eksploitasi... 31 4.2.7. Implikasi bagi pengelolaan sumberdaya ikan selar di Teluk Jakarta... 33 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan.... 34 5.2. Saran... 34 DAFTAR PUSTAKA... 35 LAMPIRAN..... 38 x

DAFTAR TABEL Halaman 1. Alat dan Bahan... 12 2. Sebaran frekuensi panjang ikan selar (Caranx leptolepis) bulan Februari hingga bulan Maret 2010... 21 3. Sebaran kelompok ukuran ikan selar (Caranx leptolepis) setiap pengambilan contoh... 23 4. Hubungan panjang berat ikan selar (Caranx leptolepis) setiap pengambilan contoh... 23 5. Kisaran nilai faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis) setiap pengambilan contoh di perairan Teluk Jakarta.... 24 6. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar... 26 7. Parameter pertumbuhan ikan selar (Caranx spp.) dari beberapa hasil penelitian...... 30 8. Laju mortalitas total (Z), laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan (F) ikan selar dengan spesies yang berbeda... 32. xi

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ikan Selar (Caranx leptolepis)... 4 2. Peta sebaran ikan selar (Caranx leptolepis)... 5 3. Cara kerja alat tangkap purse seine... 7 4. Peta lokasi penelitian dan daerah penangkapan ikan selar di Teluk Jakarta... 11 5. Diagram alir pengumpulan data panjang dan berat ikan selar Di TPI Muara Angke... 13 6. Frekuensi panjang ikan selar (Caranx leptolepis) periode bulan Februari hingga bulan Maret 2010... 22 7. Kurva pertumbuhan Von Bartalanffy ikan selar di Teluk Jakarta... 24 8. Faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis)... 25 9. Kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berbasis data panjang... 26 10. Hubungan panjang-bobot ikan selar (Caranx leptolepis) di perairan Teluk Jakarta.... 29 xii

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data mentah panjang dan bobot ikan selar (Caranx leptolepis) di Teluk Jakarta... 39 2. Uji statistik nilai b dan hubungan panjang bobot ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh pertama.... 43 3. Uji statistik nilai b dan hubungan panjang bobot ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh kedua... 44 4. Uji statistik nilai b dan hubungan panjang bobot ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh ketiga... 45 5. Uji statistik nilai b dan hubungan panjang bobot ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh keempat... 46 6. Uji statistik nilai b dan hubungan panjang bobot ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh kelima... 47 7. Faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis)pada pengambilan contoh pertama (6 Februari 2010)... 48 8. Faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh kedua (16 Februari 2010)... 50 9. Faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh ketiga (26 Februari 2010)... 52 10. Faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh keempat (18 Maret 2010)... 54 11. Faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis) pada pengambilan contoh kelima (28 Maret 2010)... 55 12. Perhitungan pendugaan mortalitas total (Z), alami (M), penangkapan (F) dan laju eksploitasi... 56 xiii

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan laut Teluk Jakarta membentang sepanjang kurang labih 33 kilometer dengan kedalaman berkisar 4 sampai dengan 29 meter dan merupakan salah satu lokasi kegiatan perikanan tangkap di DKI Jakarta, baik perikanan pelagis, demersal, maupun karang. Penangkapan ikan di Teluk Jakarta terjadi pada saat musim Barat, yaitu dari Bulan Desember sampai Maret sedangkan musim paceklik berlangsung dari bulan Juni sampai November. Hasil tangkapan utama nelayan di Teluk Jakarta, terutama yang didaratkan di TPI Muara Angke adalah ikan pelagis kecil, salah satunya yaitu ikan selar (Caranx leptolepis). Ikan selar merupakan ikan yang banyak diminati pembeli (konsumen) selain jenis tongkol, kue, dan bawal yang sebagian besar berasal dari Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek). Menurut Dirjen Perikanan (1994) in Rifqie (2007), 63% sumber protein hewani yang dikonsumsi masyarakat Indonesia terutama berasal dari ikan pelagis kecil. Menurut data perikanan tangkap DKI Jakarta dari tahun 1997 sampai tahun 2008, penangkapan ikan selar mengalami penurunan dari tahun 2006 hingga 2008 yaitu dari 209 956 kg turun hingga 80 921 kg. Hal ini disebabkan karena ikan selar sangat digemari untuk dikonsumsi dan harga jualnya relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan harga jual ikan-ikan pelagis lainnya. Pada dasarnya kemajuan yang dapat dicapai dalam suatu kegiatan usaha penangkapan disuatu daerah memerlukan adanya pengkajian menyeluruh, di mulai dari aspek biologi yaitu sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan, diikuti aspek teknis seperti alat tangkap, aspek sosial yang berkaitan dengan tenaga kerja, dan aspek ekonomi. Adapun aspek biologi yang dapat dikaji diantaranya adalah perubahan stok sumberdaya yang dieksploitasi yang dapat meliputi hal-hal yang dipengaruhi oleh pertumbuhan, rekruitmen, mortalitas alami, dan mortalitas penangkapan. Hubungan panjang dan berat (Length - Weight Relationship/LWR) merupakan informasi yang penting dalam penelitian ilmiah perikanan khususnya biologi perikanan, karena dapat memberikan informasi parameter-parameter

2 pertumbuhan dan kondisi populasi (Krause et al. 1998; Ovedral et al. 2002; Ecoutin et al. 2005 in Hendyds 2009). Dengan mengetahui pola pertumbuhan (aspek biologi) ikan selar diharapkan tercipta suatu strategi pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. 1.2. Rumusan Masalah Hasil tangkapan ikan selar di perairan Teluk Jakarta cukup banyak, karena banyaknya permintaan pasar akan ikan selar. Dengan banyaknya permintaan dan penangkapan akan ikan selar, maka suatu saat stok ikan tersebut akan mengalami penurunan. Semakin meningkatnya upaya penangkapan terhadap ikan di alam, dapat menimbulkan kekhawatiran akan turunya populasi ikan tersebut (Isriansyah dan Sukarti 2007 in Tampubolon 2009). Perubahan (dinamika) sumberdaya yang dieksploitasi tidak terlepas dari halhal yang dipengaruhi mortalitas penangkapan, dan ikan pelagis kecil dilaut jawa umumnya telah mengalami tangkapan lebih (over fishing). Over fishing diduga sebagai salah satu penyebab utama semakin mengecilnya ukuran panjang ikan yang tertangkap sehingga diperlukan suatu pengelolaan yang tepat. Dalam upaya meningkatkan produksi perikanan di Teluk Jakarta diperlukan informasi mengenai pertumbuhan ikan selar. Melihat pentingnya informasi panjang maupun bobot, serta belum tersedianya informasi yang dimaksudkan untuk ikan selar, maka diperlukan suatu kajian atau penelitian yaitu studi kasus tentang penyebaran kelompok umur berdasarkan analisis frekuensi panjang, hubungan antara panjang dan bobot tubuh ikan selar. Selain itu, dari data panjang total dan bobot tubuh tersebut dapat memberikan nilai faktor kondisi ikan selar. Dari hasil kajian pertumbuhan dapat menjadi masukan dalam strategi pengelolaan perikanan ikan selar yang berkelanjutan.

3 1.3. Tujuan Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menduga pola pertumbuhan dan faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis) di perairan Teluk Jakarta. 2. Menduga parameter pertumbuhan, mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar di perairan Teluk Jakarta. 1.4. Manfaat Informasi mengenai pertumbuhan ikan selar ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam pengelolaan perikanan ikan selar di perairan Teluk Jakarta.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Selar 2.1.1. Klasifikasi dan morfologi Klasifikasi ikan selar (Gambar 1) menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Sub kelas : Teleostei Ordo : Percomorphi Sub Ordo : Perciformes Famili : Carangidae Genus : Caranx Spesies : Caranx leptolepis (Cuvier, 13983) Sinonim : Selaroides leptolepis (Cuvier, 1833) Caranx mertensii Caranx procaranx Nama umum : Slender Scaled Scad, Smooth-Tail Trevally, Thinscaled Trevally, Yellow Stripe Trevally, Yellowstripe Scad. Nama lokal : Selar (Jakarta), Selar kuning (Jakarta) Gambar 1. Ikan selar (Caranx leptolepis).

5 Ikan selar tergolong ikan pelagis yang suka bergerombol (schooling) ikan ini berkerabat dengan ikan pelagis lainnya seperti golongan famili scombridae dan clupeidae. Bentuk tubuh ikan selar (Caranx leptolepis) lebih kecil dari pada ikan selar yang lain. Ikan selar memiliki ciri-ciri morfologi seperti : memiliki finlet berjumlah 5-7, panjang maksimum 22 cm, dan panjang pada umumnya 15 cm serta berat maksimum untuk ikan ini 625 gr (www.fishbase.org 2009), badan pipih, lonjong dan memanjang, sirip punggung dan sirip dubur tanpa sirip tambahan, tidak terdapat gigi pada rahang bagian atas, sisik yang menebal relatif besar, terdapat sebuah garis kuning lebar dari pinggiran bagian atas mata ke batang ekor, pada operkulum bagian atas terdapat bintik hitam terang. Ikan selar kuning termasuk ikan laut perenang cepat dan kuat. 2.1.2. Distribusi ikan selar Daerah penyebaran ikan selar dapat dilihat pada Gambar 2 yaitu meliputi Pasifik bagian barat, tersebar hampir di seluruh Indonesia, Persian, Philippina, Jepang bagian utara, Arafuru bagian selatan dan Autralia. Ikan selar hidupnya di sekitaran karang, berada di kedalaman 1-25 m (www.fishbase.org). Gambar 2. peta sebaran ikan selar (Caranx leptolepis). Sumber : www. Fishbase.org (2009)

6 2.2. Alat Tangkap Ikan Selar Ikan selar termasuk kedalam jenis ikan pelagis kecil yang ditangkap dengan menggunakan berbagai janis alat tangkap seperti gillnet, payang, pukat cincin (purse seine), bagan dan jaring insang hanyut. Pukat cincin adalah alat tangkap yang sering digunakan untuk menangkap ikan pelagis yang bersifat bergerombol dan berada dipermukaaan air (Gambar 3). Gambar 3. Cara kerja alat tangkap purse seine Sumber : http://www.eurocbc.org/page371.html Pukat cincin atau purse seine adalah sejenis jaring yang di bagian bawahnya dipasang sejumlah cincin atau gelang besi. Pukat cincin dioperasikan dengan cara melingkarkan jaring terhadap gerombolan ikan. Pelingkaran dilakukan dengan cepat, kemudian secepatnya menarik purse line diantara cincin-cincin yang ada, sehingga jaring akan membentuk seperti mangkuk. Kecepatan tinggi diperlukan dalam hal ini agar ikan tidak dapat meloloskan diri. Setelah ikan berada di dalam mangkuk jaring, lalu dilakukan pengambilan hasil tangkapan menggunakan serok atau penciduk. Pukat cincin dapat dioperasikan pada siang hari maupun malam hari. Pengoperasian pukat cincin pada siang hari sering menggunakan rumpon atau payaos sebagai alat bantu pengumpul ikan. Alat bantu pengumpul ikan yang sering digunakan dalam pengoperasian pukat cincin di malam hari adalah lampu, umumnya menggunakan lampu petromaks. Gafa et al. (1987) in www.perikanan-diy (2007) mengemukakan bahwa payaos selain berfungsi sebagai alat pengumpul ikan juga berfungsi sebagai

7 penghambat pergerakan atau ruaya ikan, sehingga ikan akan berada lebih lama di sekitar payaos. Panjang purse seine tergantung pada ukuran kapal, waktu operasi, dan jenis ikan yang akan ditangkap. Hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan penangkapan antara lain adalah kecerahan perairan, gelombang, sinar bulan, musim, binatang buas, panjang dan ke dalaman jaring, kecepatan kapal pada waktu melingkari gerombolan ikan, serta kecepatan menarik purse line. 2.3. Sebaran Frekuensi Panjang Busacker et al. (1990) in Syakila (2009) menyatakan bahwa umur ikan bisa ditentukan dari sebaran frekuensi panjang melalui analisis kelompok umur, karena panjang ikan dari umur yang sama cenderung membentuk suatu sebaran normal. Dengan mengelompokkan ikan dalam kelas panjang dan menggunakan modus panjang kelas tersebut bisa diketahui kelompok umur ikan. Metode ini umumnya tepat digunakan untuk menentukan umur ikan yang berada pada kisaran 2-4 tahun, namun kurang akurat pada kelompok ikan yang lebih tua karena ada tumpang tindih distribusi panjang (Rounsefell & Everhart 1962 in Tutupoho 2008). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan yang lambat pada ikan-ikan yang lebih tua dibandingkan dengan pertumbuhan ikan yang lebih muda (Effendie 1979). 2.4. Pertumbuhan Pertumbuhan ikan merupakan perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah dan ukuran) persatuan waktu baik individu, stok maupun komunitas, sehingga pertumbuhan ini banyak dipengaruhi faktor lingkungan seperti makanan, jumlah ikan, jenis makanan, dan kondisi ikan. Pertumbuhan yang cepat dapat mengindikasikan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan yang sesuai (Moyle & Cech 2004 in Tutupoho 2008). Widodo dan Suadi (2006) berpendapat laju pertumbuhan ikan di tentukan oleh: (i) faktor genetik yang berbentuk dalam setiap spesies, (ii) jumlah pakan, (iii) temperature, (iv) siklus hormonal, dan (v) beberapa faktor lain seperti suasana berdesak-desakkan (crowding) yang menekan pertumbuhan ikan.

8 Secara umum pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu keturunan (genetik), jenis kelamin, parasit dan penyakit (Effendie 1997). Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah ikan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut (Weatherley 1972 in Tutupoho 2008). 2.5. Hubungan Panjang dan Bobot Hubungan panjang dan bobot hampir mengikuti hukum kubik, yaitu bobot ikan merupakan hasil pangkat tiga dari panjangnya, nilai pangkat (b) dari analisis tersebut dapat menjelaskan pola pertumbuhan. Nilai b yang lebih besar dari 3 menunjukkan bahwa tipe petumbuhan ikan tersebut bersifat allometrik positif, artinya pertumbuhan bobot lebih besar dibandingkan petumbuhan panjang. Nilai b lebih kecil dari 3 menunjukkan bahwa tipe pertumbuhan ikan bersifat allometrik negatif, yakni pertumbuhan panjang lebih besar daripada pertumbuhan bobot. Jika nila b sama dengan 3, tipe pertumbuhan ikan bersifat isometrik yang artinya pertumbuhan panjang sama dengan petumbuhan bobot (Effendie 1997). Perhitungan hubungan panjang dan bobot antara ikan jantan dan betina sebaiknya dipisahkan, karena umumnya terdapat perbedaan hasil antara ikan jantan dan ikan betina (Effendie 1997). Tipe pertumbuhan memberikan informasi mengenai baik atau buruknya pertumbuhan ikan yang hidup di lokasi pengamatan, sehingga akan ada gambaran mengenai ekosistem yang sesuai atau tidak untuk tempat ikan tersebut (Utomo 2002). 2.6. Faktor Kondisi Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokkan ikan dengan angka. Faktor kondisi ini disebut juga Ponderal s index (Legler 1961 in Effendie 1979). Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan melakukan reproduksi (Effendie 1997). Satuan faktor kondisi sendiri tidak berarti apapun, namun kegunaanya akan terlihat jika dibandingkan dengan individu lain atau antara satu kelompok dengan kelompok lain. Perhitungan

9 faktor kondisi didasarkan pada panjang dan bobot ikan. Variasi nilai faktor kondisi bergantung pada makanan, umur, jenis kelamin, dan kematangan gonad (Effendie 1979). Faktor kondisi yang tinggi pada ikan betina dan jantan menunjukkan ikan dalam tahap perkembangan gonad, sedangkan faktor kondisi yang rendah mengindikasikan ikan kurang mendapat asupan makanan. 2.7. Mortalitas dan Laju Eksploitasi Mortalitas terdiri atas mortalitas karena penangkapan dan mortalitas alami yang meliputi berbagai peristiwa seperti kematian karena penyakit, predasi dan umur (Sparre & Venema 1999). Laju mortalitas penangkapan (fishing mortality rate) merupakan fungsi dari upaya penangkapan (fishing effort), yang mencakup jumlah, jenis, efektivitas dari alat penangkapan dan waktu yang digunakan untuk melakukan penangkapan (Widodo dan Suadi 2006). Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan Von Bartalanffy yaitu K dan L. Ikan yang pertumbuhannya cepat (nilai K tinggi) mempunyai nilai M tinggi dan begitu pula sebaliknya. Nilai M berkaitan dengan karena pemangsa ikan besar lebih sedikit dari pada ikan kecil (Beverton & Holt 1957). Menurut Pauly (1984), faktor lingkungan yang mempengaruhi nilai M adalah suhu rata-rata perairan selain faktor panjang maksimum secara teroritis (L ) dan laju pertumbuhan. Dalam populasi yang tidak dieksploitasi, mortalitas total mencangkup mortalitas alami yang terdiri dari proses-proses seperti pemangsaan, penyakit, dan kematian melalui perubahan-perubahan drastis dari lingkungan. Dalam populasi yang dieksploitasi, mortalitas total terdiri dari mortalitas alami dan mortalitas penangkapan (Widodo dan Suadi 2006). Dalam menentukan tingkat dan pola yang memadai dari mortalitas penangkapan secara substansial dihambat oleh kesulitan dalam melakukan estimasi kelimpahan populasi dan laju dinamika populasi serta keragamannya (Widodo dan Suadi 2006). Laju eksploitasi (E) merupakan bagian dari populasi ikan yang ditangkap selama periode waktu tertentu (1 tahun), sehingga laju eksploitasi juga didefinisikan sebagai jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati karena semua faktor baik faktor alami maupun faktor penangkapan. Eksploitasi

10 optimal dicapai jika laju mortalitas penangkapan (F) sama dengan laju mortalitas alami (M), yaitu 0.5 (Pauly 1984). 2.8. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Mallawa (2006) menyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan adalah pengelolaan yang mengarah kepada SDI yang ada saat ini agar mampu memenuhi kebutuhan sekarang dan kebutuhan generasi yang akan datang, aspek pengelolaan berkelanjutan harus meliputi aspek ekologi, sosial-ekonomi, masyarakat dan institusi. Pengelolaan SDI berkelanjutan tidak melarang aktifitas penangkapan yang bersifat ekonomi/komersial, tetapi menganjurkan dengan persyaratan bahwa tingkat pemanfaatan tidak melampaui MSY, sehingga generasi mendatang tetap memiliki aset sumberdaya alam yang sama atau lebih banyak dari generasi saat ini. UU perikanan No 45. Tahun 2009 pasal 2 menjelaskan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan indonesia salah satunya dilakukan melalui asas pembangunan yang berkelanjutan, dimana pengelolaan perikanan yang dilakukan secara terencana dan mampu meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan rakyat dengan mengutamakan kelestarian fungsi lingkungan hidup untuk mas kini dan mendatang. JICA (2009) juga menyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan tanpa melakukan penangkapan belum tentu dapat mengamankan stok sumberdaya ikan di perairan, akan tetapi dalam keadaan yang berkesinambungan dapat ditentukan banyaknya ikan yang boleh ditangkap (potensi lestari) sehingga kegiatan penangkapan dan kegiatan pencegahan dalam rangka mempertahankan volume sumberdaya alam di lautan dapat berlangsung secara berkesinambungan.

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu dari bulan Februari 2010 hingga Maret 2010 dengan interval waktu pengambilan contoh 10 hari. Pengambilan data primer berupa data panjang dan bobot ikan di TPI Muara Angke, Jakarta Utara dan pengambilan data sekunder dilakukan selama penelitian berlangsung. Ikan contoh yang diamati terutama berasal dari hasil tangkapan nelayan di Teluk Jakarta (Gambar 4). Peta Teluk Jakarta Daerah penangkapan ikan selar. TPI Muara Angke. Kepulauan Seribu. Gambar 4. Peta lokasi penelitian dan daerah penangkapan ikan selar di Teluk Jakarta.

12 3.2. Alat dan Bahan Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian berlangsung disajikan pada Tabel 1. Alat dan Bahan No Alat dan bahan Kegunaan Keterangan 1. Timbangan digital Mengukur berat ikan Ketelitian 1 gr 2. Penggaris Mengukur ukuran tubuh ikan Ketelitian 1 mm 3. Tissue Membersihkan tubuh ikan - 4. Plastik bening Sebagai alas timbangan digital - 5. Kamera digital Dokumentasi Merek canon 6. Alat tulis Untuk mencatat data panjang dan berat ikan - 7. Ikan selar Bahan yang digunakan - 3.3. Pengumpulan Data Pengambilan contoh ikan dilakukan secara acak terhadap jenis ikan selar yang hanya ditangkap di perairan Teluk Jakarta dan didaratkan di TPI Muara Angke, Jakarta Utara. Pengambilan ikan contoh dilakukan secara acak dari beberapa nelayan yang ada, kemudian ikan diambil 30-100 ekor per tiap pengambilan contoh dari keranjang nelayan. Ikan contoh didapatkan dengan cara meminjamnya kepada nelayan. Alur pengumpulan data disajikan pada Gambar 5. Ikan selar tersebut ditangkap oleh nelayan dengan menggunakan mini purse seine, mata jaring 1.7 inchi, dan dioperasikan dengan kapal berukuran < 10 GT. Pengambilan data ikan dilakukan dengan interval waktu 10 hari selama dua bulan. Pengumpulan data primer meliputi pengukuran panjang dan bobot ikan. Panjang ikan selar yang diukur adalah panjang total dengan menggunakan penggaris 30 cm dengan skala terkecil 1 mm. Panjang total adalah panjang ikan yang diukur dari ujung mulut (bagian depan) hingga ujung ekor (bagian belakang). Data bobot diperoleh dari hasil penimbangan bobot basah total ikan selar, yaitu total jaringan tubuh ikan dan air yang terkandung di dalam tubuh ikan. Dalam pengambilan data bobot digunakan timbangan digital dengan skala terkecil 1 gram. Pengumpulan data sekunder juga dilakukan selama penelitian berlangsung dengan mengumpulkan data yang berasal dari arsip TPI Muara Angke dan Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data

13 kapal perikanan, alat tangkap yang digunakan, dan kondisi umum lingkungan Teluk Jakarta. Kapal & alat tangkap ikan selar Kapal 1 Kapal 2 1 keranjang 1 keranjang 30-100 ekor contoh ikan Data panjang dan bobot Analisis data Gambar 5. Diagram alir pengumpulan data panjang dan bobot ikan selar di TPI Muara Angke 3.4. Analisis Data 3.4.1. Sebaran frekuensi panjang Dalam penentuan sebaran frekuensi panjang digunakan data panjang total ikan. Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan selang kelas, nilai tengah dan frekuensi dari masing-masing selang kelas tersebut dengan langkah-langkah sebagai berikut :

14 1. menentukan nilai maksimum dan nilai minimum dari keseluruhan data panjang total ikan selar. 2. menentukan jumlah kelas berdasarkan (1+3.32 log n), n adalah ukuran contoh. 3. menentukan lebar kelas dengan (nilai maksimum-nilai minimum)/selang kelas. 4. menentukan nilai tengah untuk setiap selang kelas. 5. menentukan frekuensi untuk setiap selang kelas tersebut. 6. menjumlahkan frekuensi dan memeriksa apakah hasilnya sama dengan banyaknya total data panjang. Distribusi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas panjang kemudian diplotkan dalam sebuah grafik. Dari grafik tersebut dapat terlihat distribusi kelas panjang. Pergeseran distribusi frekuensi panjang mengambarkan jumlah kohort yang ada dan perubahan posisi ukuran panjang kelompok yang sama. 3.4.2. Identifikasi kelompok ukuran Pendugaan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang. Sebaran frekuensi panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur yang diasumsikan menyebar normal, masing-masing dicirikan oleh rata-rata dan simpangan baku. Menurut Boer (1996), jika f i adalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i (i = 1, 2,...,N), µ j adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σ j adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan p i adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j = 1, 2,...,G), maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga { ˆ μ, ˆ σ, pˆ } adalah fungsi kemungkinan maksimum (maksimum likelihood function) : j j L = n i= 1 G fi log p q jj (1) j= 1 j q ij = σ j 2 1 1 x 2 i μ j σ j e 2π yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah µ j dan simpangan baku σ j. x i adalah titik tengah kelas panjang ke-i.

15 Fungsi objektif L ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µ j, σ j dan p j sehingga diperoleh dugaan ˆ μ, ˆ σ, dan pˆ yang akan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan. j j 3.4.3. Pertumbuhan 3.4.3.1. Hubungan panjang bobot Pola hubungan eksponensial panjang-bobot ditentukan dengan persamaan berikut (Effendie 1997): W = al b (2) untuk mendapatkan persamaan linear atau garis lurus digunakan transformasi sebagai berikut : Log W = Log a + b Log L (3) W adalah, L adalah panjang, Log a adalah Intersept (perpotongan sumbu y), dan b adalah penduga pola pertumbuhan panjang-bobot. Untuk mendapatkan parameter a dan b, digunakan analisis regresi dengan log W sebagai y dan log L sebagai x, maka didapatkan persamaan regresi : y i = β o + β 1 x i + ε i atau Y ˆ 1 = b 0 + b 1 x (i = 1,2,..., n), n adalah ukuran contoh. Konstanta b diduga 0 dengan b 1 dan konstanta a diduga dengan 10 b. Sedangkan b 1 dan b 0 masing-masing dihitung dengan (Dowdy et al. 2004): b 1 = n x y 1 xi i i i i= 1 n i= 1 i= 1 n n 2 2 1 xi xi i= 1 n i= 1 n n y (4) dan b 0 = y 1 b x (5) Untuk menguji nilai β 1 dilakukan pengujian dengan menggunakan uji-t, dengan hipotesis:

16 H 0 : β 1 = 3, pola hubungan panjang dan bobot adalah isometrik H 1 : β 1 3, pola hubungan panjang dan bobot adalah allometrik Dimana allometrik terbagi menjadi dua, yaitu allometrik positif (b > 3, pertambahan bobot lebih cepat dibanding pertambahan panjang) dan allometrik negatif (b < 3, pertambahan panjang lebih cepat dibanding pertambahan bobot). t hitung = b b 1 Sb 1 (5) s b 1 adalah simpangan baku dugaan b 1 atau b yang dihitung dengan : s b 1 = n i= 1 2 s n 2 n 1 x i ( x ) i= 1 i 2 (6) Sedangkan s 2 adalah kuadrat tengah sisa sebagai penduga σ 2, yang dapat dihitung dengan : s 2 = 1 n n n 2 yi i= 1 i= 1 2 bi n 2 1 n y x y x i n i i i i= 1 i= 1 i= 1 n n yi (7) Setelah mendapatkan nilai untuk t hitung, kemudian nilai tersebut dibandingkan dengan t tabel pada selang kepercayaan 95%. Untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan dapat diambil keputusan sesuai kaidah : t hitung > t tabel berarti tolak hipotesis 0 (terima H 1 ) t hitung < t tabel berarti gagal tolak hipotesis 0 ( terima H 0 ) 3.4.3.2. Plot Ford-Walford (L, K, dan t 0 ) Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan L dilakukan dengan menggunakan metode plot Ford-Walford, sedangkan nilai dugaan t 0 (umur teorotis ikan pada saat panjang sama dengan nol ) diperoleh melalui persamaan Pauly (1984) Log (-t 0 ) = 3.3922 0.2752 (Log L ) 1.038 (Log K) (8)

17 Ketiga nilai dugaan parameter tersebut dimasukkan ke model pertumbuhan Von Bartalanffy : L t = L [1 e K t t ) ( 0 ] (9) L t adalah panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L adalah panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per satuan waktu), dan t 0 adalah umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol. Untuk t sama dengan t+1, persamaan (9) menjadi : Sehingga, L t+1 = L [1- e K ( t t0 ) ] (10) L t+1 L t = L e K ( t t0 ) [1-e -K ] (11) Dengan mensubtitusikan persamaan (9) dan (11), diperoleh L t+1 L t = [L - L t ] [1- e -K ] (12) atau, L t+1 = L [1-e K ] + L t e K (13) L t dan L t+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan saat t+1 yang merupakan panjang ikan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstan (1= tahun, bulan atau minggu) (Pauly 1984). Persamaan (13) dapat diduga dengan persamaan regresi linear y = b 0 + b 1 x, jika L t sebagai absis (x) diplotkan terhadap L t+1 sebagai ordinat (y) sehingga terbentuk kemiringan (slope) sama dengan e -K dan titik potong dengan absis sama dengan L [1-e K ]. Dengan demikian, nilai K dan L diperoleh dengan cara sebagai berikut : K = -ln(b) (14) dan L = a ( 1 b) (15)

18 3.4.4. Faktor Kondisi Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup maupun untuk bereproduksi. Jika pertumbuhan ikan selar termasuk pertumbuhan isometrik (b = 3), maka nilai faktor kondisi (K) dapat dihitung dengan rumus berikut (Effendie 1997): 5 10 W K = 3 L Namun, jika pertumbuhan allometrik (b 3) maka digunakan rumus berikut (Effendie 1997) : (16) K = W b al (17) K adalah faktor kondisi, W adalah bobot ikan contoh (gram), L adalah panjang ikan contoh (mm), a dan b adalah konstanta regresi. Jika pertumbuhan bersifat allometrik positif umumnya ikan yang diamati lebih gemuk dibandingkan ikan yang tipe pertumbuhannya allometrik negatif. 3.4.5. Mortalitas dan laju eksploitasi Mortalitas alami dapat dihitung dengan hubungan linear empiris (Pauly 1980 in Sparre & Venema 1999) Ln M = -0.0152-0.279 ln L +0.6543 ln K+0.463 ln T (18) Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999) menyarankan untuk ikan yang bergerombol, persamaan hubungan linear untuk mortalitas alami dikalikan 0.8 sehingga untuk spesies yang bergerombol nilai dugaan menjadi 20% lebih rendah : [-0.152-0.279 Ln M = 0.8 e L +0.6543 ln K+0.463 ln T] (19) M adalah mortalitas alami, L adalah panjang asimtotik pada persamaan Von Bartalanffy, K adalah koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan Von Bartalanffy, T adalah rata-rata suhu permukaan air ( 0 C).

19 Laju mortalitas total diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan berdasarkan data komposisi panjang (Sparre & Venema 1999) dengan langkah sebagai berikut : Pertama : mengkonversi data panjang ke data umur dengan menggunakan inverse persamaan Von Bartalanffy. 1 L t(l) = t 0 ( ln(1 )) K L (20) Kedua : menghitung waktu yang diperlukan oleh rata-rata ikan untuk tumbuh dari panjang 1 L L1 t = t(l 2 )- t(l 1 ) = ( ln(1 )) K L L 2 (21) Ketiga : menghitung (t + t/2) t L1 + L2 2 1 L1 + L2 = t 0 - ( ln(1 )) K 2L (22) Keempat : menurunkan kurva hasil tangkapan (C) yang dilinearkan dan dikonversikan ke panjang Ln C( L1, L2 ) = C Z t Δt( L, L ) 1 2 L1 + L2 2 (23) Dari rumus di atas, diperoleh persamaan linear sebagai berikut : y = Ln C( L1, L2 ), x = t Δt( L, L ) 1 2 L1 + L2 2 dan kemiringan (b) = -Z (24) Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1984). E = F F + M = Z F (25) Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju optimum menurut Gulland (1971) in Pauly (1984) masing-masing adalah : F optimum = M sehingga E optimum = 0.5 (26)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, pada posisi geografis 5 0 54 40-6 0 00 40 Lintang Selatan (LS) dan 106 0 40 45 107 0 01 19 Bujur Timur (BT). Perairan ini memiliki luas sekitar 285 km 2 dengan kedalaman rata-rata mencapai 15 meter, dan garis pantai sepanjang 33 km. Perairan ini mempunyai peranan di berbagai sektor, antara lain sektor industri, pertanian, dan pariwisata serta tempat bagi nelayan melakukan kegiatan penangkapan ikan yang di konsumsi masyarakat. Salah satu jenis ikan hasil tangkapan dari perikanan ini adalah ikan selar (Caranx leptolepis). Karakteristik dasar perairan Teluk Jakarta umumnya didominasi oleh lumpur, pasir dan kerikil. Lumpur banyak terdapat di bagian pinggir dan tengah teluk, sedangkan pasir semakin menonjol di bagian laut lepas. Menurut Anna (1999) in www.antara.co.id (2007) beban pencemaran dan konsentrasi senyawa nitrat, amoniak, dan fosfat diperairan Teluk Jakarta pada tahun 1984-1997 menunjukkan kecendrungan meningkat diikuti dengan meningkatnya pencemaran minyak di Kepulauan Seribu. Adanya data FAO (1998) in www.antara.co.id (2007) yang menunjukkan bahwa konsentrasi rata-rata logam berat berupa merkuri (Hg) dalam sedimen Teluk Jakarta adalah 0.6 mg/kg, sedangkan konsentrasi alami dan baku mutu maksimalnya adalah 0.5 mg/kg. menurut hasil penelitian Apriadi (2005) pada titik contoh sejauh 3 000 m dari muara sungai, kandungan logam berat di Teluk Jakrta diantaranya timbal (Pb) berkisar antara 0.0040-0.0560 mg/l, sedangkan kandungan krom (Cr) berkisar antara 0.0110-0.0300 mg/l. nilai tersebut telah melebihi nilai baku mutu yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 untuk biota laut, yaitu masing-masing sebesar 0.0080 mg/l dan 0.0050 mg/l.

21 4.1.2. Sebaran frekuensi panjang Jumlah ikan selar yang diamati sebanyak 341 ekor, dengan panjang total antara 105 mm 270 mm. Berdasarkan hasil pengelompokkan ke dalam kelas panjang didapatkan 17 kelas panjang dengan frekuensi yang berbeda-beda untuk setiap kelas panjang tersebut (Tabel 2). Jumlah ikan selar yang tertangkap di Teluk Jakarta secara temporal cenderung fluktuatif, dengan jumlah yang terkecil pada tanggal 28 maret 2010. Tabel 2. Sebaran frekuensi panjang ikan selar (Caranx leptolepis) dari bulan februari hingga bulan maret 2010 Selang kls Sabtu Selasa Jumat Kamis Minggu (mm) 6 februari 16 februari 26 februari 18 maret 28 maret 2010 2010 2010 2010 2010 105-114 0 1 0 2 0 115-124 0 16 0 12 0 125-134 0 15 1 8 5 135-144 6 6 10 7 11 145-154 16 9 13 3 5 155-164 36 17 17 7 3 165-174 33 9 17 11 1 175-184 16 0 7 2 2 185-194 8 0 4 0 1 195-204 0 0 0 0 0 205-214 0 0 0 2 0 215-224 1 0 0 0 0 225-234 0 0 0 0 0 235-244 0 0 0 0 0 245-254 0 0 0 0 0 255-264 0 0 0 0 0 265-274 1 0 0 0 0 4.1.3. Kelompok umur Berdasarkan metode Bhatacharya, maka di dapat kurva normal yang menggambarkan jumlah kohort dari sebaran frekuensi panjang yang ada. Pada Gambar 6 terlihat bahwa pada tanggal 16 Februari 2010 hingga 28 Maret 2010, ikan selar mengalami pertumbuhan panjang, dilihat dengan pergeseran modus ke arah kanan dan perubahan ukuran panjang ikan untuk tiap waktu pengambilan contoh.

22 Selanjutnya hasil analisis sebaran kelompok ukuran ikan selar setiap pengambilan contohnya disajikan pada Tabel 3. n = 117 6 Februari 2010 n = 73 16 Februari 2010 n = 69 26 Februari 2010 n = 54 18 Maret 2010 n = 28 28 Maret 2010 Gambar 6. Frekuensi panjang ikan selar (Caranx leptolepis) periode bulan Februari hingga bulan Maret 2010

23 Tabel 3. Sebaran kelompok ukuran ikan selar (Caranx leptolepis) setiap pengambilan contoh Pengambilan mean ± s.d indeks waktu contoh kelompok ukuran 1 kelompok ukuran 2 separasi 1 6 Februari 2010 194.50±14.00 163.53±10.50 2.52 2 16 Februari 2010 157.60±12.97 124.27±5.94 3.53 3 26 Februari 2010 164.50±10.62 - - 4 18 Maret 2010 166.60±6.81 122.65±6.75 6.48 5 28 Maret 2010 179.53±8.47 139.50±7.96 4.87 4.1.4. Hubungan panjang dan bobot Hubungan panjang dan bobot ikan selar menghasilkan satu nilai b untuk tiap pengambilan contoh yang tertangkap di perairan Teluk Jakarta (Tabel 4). Pengambilan contoh pertama hingga kelima menunjukkan tipe pertumbuhan allometrik negatif, yaitu laju pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan bobot. Hal ini didukung setelah dilakukan uji t pada selang kepercayaan 95% terhadap nilai b (Lampiran 2 sampai dengan Lampiran 6). Tabel 4. Hubungan panjang bobot ikan selar (Caranx leptolepis) setiap pengambilan contoh Pengambilan contoh Waktu n a b R 2 r ket 1 6 Februari 2010 117 16x10-4 1.9560 0.6430 0.8018 allometrik negatif 2 16 Februari 2010 73 5x10-5 2.6288 0.9611 0.9804 allometrik negatif 3 26 Februari 2010 69 48x10-4 1.7831 0.6131 0.7830 allometrik negatif 4 18 Maret 2010 54 7x10-5 2.5593 0.8759 0.9359 allometrik negatif 5 28 Maret 2010 28 35x10-3 2.7150 0.8690 0.9322 allometrik negatif 4.1.5. Perameter pertumbuhan Parameter pertumbuhan diduga dengan metode plot Ford-Walford. Metode ini merupakan salah satu metode yang paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (King 1995) dan memerlukan data panjang rata-rata ikan dari setiap kelompok ukuran panjang (Sparre & Venema 1999). Persamaan pertumbuhan Von Bartalanffy yang terbentuk untuk ikan selar adalah L t = 282.980 (1-e [-0.3100(t+0.1547)] ). Panjang maksimum ikan yang tertangkap di

24 Teluk Jakarta yang di daratkan di Muara angke adalah 270 mm, dengan nilai panjang asimtotik (infinitif) sebasar 282.98 dan nilai koefisien pertumbuhan (K) sebesar 0.31 per tahun. Nilai t 0 didapatkan secara empiris yaitu -0.15. Pada Gambar 7 terlihat bahwa laju pertumbuhan ikan selar tidak sama selama rentang hidupnya. Ikan yang berumur muda memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang berumur tua. L L t = 282.980 (1-e [-0.31(t+0.15)] ) Gambar 7. Kurva pertumbuhan Von Bartalanffy ikan selar di Teluk Jakarta 4.1.6. Faktor kondisi Selama waktu pengamatan, faktor kondisi ikan selar di perairan Teluk Jakarta berkisar antara 0.6945-1.5329. Kisaran faktor kondisi ikan selar untuk tiap pengambilan contoh disajikan pada Tabel 5. Fluktuasi nilai faktor kondisi selama penangkapan dapat dilihat pada Gambar 8. Tabel 5. Kisaran nilai faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis) setiap pengambilan contoh di perairan Teluk Jakarta Pengambilan contoh waktu Faktor kondisi 1 6 Februari 2010 0.7527-1.5392 2 16 Februari 2010 0.9571-1.2410 3 26 Februari 2010 0.7676-1.2387 4 18 Maret 2010 0.6945-1.2954 5 28 Maret 2010 0.9203-1.3703

25 FK rata-rata 6 Februari 2010 16 Februari 2010 26 Februari 2010 26 Februari 2010 18 Maret 2010 28 Maret 2010 Gambar 8. Faktor kondisi ikan selar (Caranx leptolepis)

26 4.1.7. Mortalitas dan laju eksploitasi Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) ikan selar dilakukan dengan kurva hasil tangkapan dilinearkan berbasis data panjang. Kurva hasil tangkapan dapat dilihat pada Gambar 9. Untuk pendugaan laju mortalitas alami digunakan rumus empiris Pauly (Sparre & Venema 1999) dengan suhu rata-rata permukaan perairan Teluk Jakarta 28.95 0 C (Praseno & Kastoro 1980). Hasil analisis dugaan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar dapat dilihat pada Tabel 6. 6.00 ln [C (L 1,L 2)/dt] 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 t(l 1+ L 2/2) Gambar 9. Kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berbasis data panjang ( : titik yang digunakan dalam analisis regresi untuk menduga Z) Tabel 6. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar Parameter Nilai (per tahun) Mortalitas total (Z) 2.2510 Mortalitas alami (M) 0.0739 Mortalitas penangkapan (F) 2.1771 Eksploitasi (E) 0.9672

27 Laju mortalitas total (Z) ikan selar adalah 2.2510 per tahun dengan laju mortalitas alami sebasar 0.0739 pertahun, sedangkan untuk laju eksploitasi yaitu sebesar 96.72%. 4.2. Pembahasan 4.2.1. Sebaran frekuensi panjang Total ikan selar contoh adalah sebanyak 341 ekor dengan Jumlah ikan yang banyak tertangkap terdapat pada selang panjang 154-164 mm, yaitu sebanyak 80 ekor. Panjang maksimum ikan yang tertangkap adalah sebesar 270 mm. Menurut data fishbase.org panjang maksimum ikan selar adalah sebesar 22 cm (220 mm). Perbedaan ukuran panjang total ini dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan seperti perbedaan lokasi pengambilan contoh ikan. Spesies yang sama tetapi hidup di lokasi perairan yang berbeda akan mengalami pertumbuhan yang berbeda pula, karena adanya perbedaan faktor dalam dan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan ikan tersebut. Menurut Effendie (1997), faktor dalam yang mempengaruhi pertumbuhan ikan antara lain keturunan, jenis kelamin, umur, parasit dan penyakit. Sedangkan faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan ikan adalah suhu dan makanan. Analisis frekuensi panjang digunakan dalam menentukan parameter petumbuhan yaitu dengan mengelompokkan ikan dalam kelas-kelas panjang dan menggunakan modus panjang kelas tersebut agar kelompok umur ikan dapat diketahui. Kelompok umur ikan dijelaskan pada sub bab selanjutnya. 4.2.2. Kelompok umur Kelompok ukuran ikan dipisahkan dengan menggunakan metode Bhatacharya. Berdasarkan grafik sebaran ukuran panjang ikan selar (Gambar 6) terlihat adanya pergeseran ukuran panjang. Pergeseran dimulai dari sebaran panjang pada tanggal 16 Februari 2010 hingga tanggal 28 Maret 2010. Pada tanggal 6 Februari sebaran frekuensi kelas panjang bergeser ke arah kiri. Pergeseran kelompok umur yang terjadi pada tanggal 28 Februari dan 28 Maret ke arah kanan menunjukkan adanya pertumbuhan, sedangkan pada tanggal 8 Februari pergeseran

28 kelas panjang ke arah kiri. Hal ini dapat diduga karena adanya rekruitmen atau ikan telah mengalami pemijahan. Namun untuk menentukan musim pemijahan dan rekruitmen ikan selar di Teluk Jakarta perlu dilakukan kajian yang lebih lanjut. Dalam pemisahan kelompok ukuran ikan dengan metode Bhatacharya sangat penting untuk memperhatikan nilai indeks separasi yang diperoleh. Clark (1981) in Sparre & Venema (1999) menjelaskan bahwa indeks separasi merupakan kuantitas yang relevan terhadap studi bila dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang berhasil dari dua komponen yang berdekatan, bila indeks separasi kurang dari dua (S.I < 2), maka tidak mungkin dilakukan pemisahan di antara dua kelompok ukuran, karena terjadi tumpang tindih yang besar antara kelompok ukuran tersebut. Berdasarkan Tabel 3, nilai indeks separasi dari hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan selar sebasar 2.52, 3.53, 6.48 dan 4.87. hal ini menunjukkan bahwa hasil pemisahan kelompok ukuran ikan selar dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Umumnya ikan selar memiliki dua kelompok umur, dimana panjang ikan dari umur yang sama cenderung membentuk suatu distribusi normal, sehingga dapat disimpulkan bahwa umur ikan selar yang tertangkap di Teluk Jakarta tidak melebihi dua tahun. 4.2.3. Hubungan panjang dan bobot Analisis hubungan panjang bobot dilakukan untuk melihat pola pertumbuhan individu ikan selar di perairan Teluk Jakarta. Hubungan panjang bobot ikan selar di Teluk Jakarta adalah W = 0.00002 L 2.833 dan persamaan untuk pola pertumbuhan ikan selar di Teluk Jakarta adalah log Log W = - 4.665 + 2.833Log L (Gambar 10). Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa setiap penambahan satu logaritma panjang akan menurunkan logaritma bobot ikan sebesar 2.858 gram. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 81.8%, hal ini berarti variasi bobot ikan selar yang terjadi akibat perubahan panjang dapat dijelaskan oleh formula tersebut sebesar 81.8%. Nilai b yang diperoleh adalah sebesar 2.858 dan setelah dilakukan uji t (α=0.05) terhadap nilai b tersebut, diketahui bahwa ikan selar di Teluk Jakrata memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif yaitu pertambahan panjang lebih