TIMBULAN SAMPAH STYROFOAM DI KOTA BANDUNG STYROFOAM WASTE GENERATION IN THE CITY OF BANDUNG

dokumen-dokumen yang mirip
POTENSI EKONOMI KEGIATAN DAUR ULANG SAMPAH TETRAPAK KEMASAN PRODUK PADA SEKTOR INFORMAL DI KOTA BANDUNG

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK

PERSEBARAN PELAKU DAUR ULANG INFORMAL AKI BEKAS KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA BANDUNG

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA)

PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL )

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang

1.2 Tujuan Penelitian

SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU

Kata kunci : Sampah, Reduksi, daur ulang, kawasan komersial dan Malioboro

PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY KECAMATAN ARJASA, KABUPATEN JEMBER MATERIAL RECOVERY FACILITY DESIGN FOR ARJASA DISTRICT, JEMBER REGENCY

Potensi Daur Ulang dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kajian Timbulan Sampah Domestik di Kelurahan Sukamenak Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung

OPTIMALISASI MASA PAKAI TPA MANGGAR KOTA BALIKPAPAN

PENGOLAHAN SAMPAH MINGGU 3 SAMPLING TIMBULAN. Disiapkan oleh: Bimastyaji Surya Ramadan - Institut Teknologi Yogyakarta -

KAJIAN PENGADAAN DAN PENERAPAN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST) DI TPA km.14 KOTA PALANGKA RAYA

EVALUASI DAN OPTIMALISASI MASA PAKAI TPA SUNGAI ANDOK KOTA PADANG PANJANG

PENGELOLAAN SAMPAH KERTAS DI INDONESIA

TUGAS PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH SEMESTER GANJIL 2016/2017

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH B3 PERMUKIMAN DI KECAMATAN WONOKROMO SURABAYA LISA STUROYYA FAAZ

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum

Bab III Metodologi Penelitian

POTENSI PEMANFATAN SAMPAH DI PASAR LEUWILIANG, CIGUDEG DAN JASINGA KABUPATEN BOGOR MELALUI PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS

POTENSI DAUR ULANG SAMPAH DI KOTA CIREBON

KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH DI TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU LAHUNDAPE KECAMATAN KENDARI BARAT KOTA KENDARI

PPM REGULER. Oleh : Suhartini

Karakteristik dan Komposisi Sampah di TPA Buku Deru-Deru, Takome Kota Ternate dan Alternatif Pengelolaannya

PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY SECARA MANUAL DI TPA BULUSAN BANYUWANGI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Kajian Timbulan Sampah Sistem Pengelolaan Sampah Berbasis 3R Studi Kasus RW 17 Kelurahan Cilengkrang Kabupaten Bandung

PENANGANAN SAMPAH BERDASARKAN KARAKTERISTIK SAMPAH DI KOTA SURAKARTA

KARAKTERISTIK FISIK SAMPAH KOTA PADANG BERDASARKAN SUMBER SAMPAH DAN MUSIM

MODEL OPTIMASI ALOKASI PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN PENDEKATAN INEXACT FUZZY LINEAR PROGRAMMING ( STUDI KASUS: PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA MALANG )

Pengaruh Stasiun Peralihan Antara Terhadap Pengelolaan Sampah Permukiman di Kecamatan Tambaksari, Surabaya

Anissa Yanuarina Putri, Cindy Rianti Priadi, Gabriel S.B. Andari. Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Indonesia

PENGELOLAAN SAMPAH DI KAWASAN PURA BESAKIH, KECAMATAN RENDANG, KABUPATEN KARANGASEM DENGAN SISTEM TPST (TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU)

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA

Timbulan dan Pengurangan Sampah di Kecamatan Klojen Kota Malang

BAB III METODE PERENCANAAN

KONSEP SISTEM PENGUMPULAN SAMPAH PENGEMAS PLASTIK OLEH PRODUSEN SEBAGAI BENTUK PENERAPAN EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR)

Studi Timbulan Komposisi Dan Karakteristik Sampah Domestik Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

Timbulan sampah menunjukkan kecenderungan kenaikan dalam beberapa dekade ini. Kenaikan timbulan sampah ini disebabkan oleh dua faktor dasar, yaitu 1)

SATUAN TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH DOMESTIK KABUPATEN TANAH DATAR

PENGELOLAAN SAMPAH KANTOR SECARA TERPADU: (Studi Kasus Kantor BPPT)

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Simpulan

BAB II. DAUR ULANG SAMPAH BOTOL PLASTIK

POTENSI PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU ZERO WASTE YANG BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perencanaan Material Recovery Facility Di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan sisa aktivitas manusia yang belum dimanfaatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

POTENSI EKONOMI TIMBUNAN SAMPAH DI TPA NGIPIK KABUPATEN GRESIK

SONNY SAPUTRA PEMBIMBING Ir Didik Bambang S.MT

STUDI KARAKTERISTIK SAMPAH KANTOR WALIKOTA MAKASSAR DAN ALTERNATIF PENGOLAHANNYA

NILAI EKONOMI SAMPAH INSTITUSI (STUDI KASUS SAMPAH KAMPUS ITS SUKOLILO, SURABAYA)

BAB I PENDAHULUAN. poly chloro dibenzzodioxins dan lain lainnya (Ermawati, 2011).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PROSIDING SEMINAR NASIONAL HARI LINGKUNGAN HIDUP 2011 ISBN

III. METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH STASIUN PERALIHAN ANTARA TERHADAP PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KECAMATAN TAMBAKSARI, SURABAYA

KAJIAN PENINGKATAN UMUR PAKAI TPA TANAH GROGOT DAN PEMANFAATAN SAMPAH DI KECAMATAN TANAH GROGOT KABUPATEN PASER PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

PROPOSAL PROYEK AKHIR. Yayuk Tri Wahyuni NRP Dosen Pembimbing Endang Sri Sukaptini, ST. MT

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. plastik relatif murah, praktis dan fleksibel. Plastik memiliki daya kelebihan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

PERAN SEKTOR INFORMAL DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA BANYUROTO, KULON PROGO

KERJA SAMA BISNIS PENDIRIAN BANK SAMPAH MODEL BARU

OPTIMALISASI SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS DIPONEGORO: UPAYA MENUJU UNDIP ECO-CAMPUS

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MEREDUKSI SAMPAH DI KECAMATAN TENGGILIS MEJOYO, SURABAYA TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

POTENSI PENERAPAN PRINSIP 3R DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA NGENEP KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG

EVALUASI KAPASITAS LAHAN TPA LADANG LAWEH DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU PENERAPAN SISTEM CONTROLLED LANDFILL

BAB I PENDAHULUAN. paling sering ditemui diantaranya adalah sampah plastik, baik itu jenis

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

pendahuluan dilakukan untuk memperoleh hasil pengolahan atau daur ulang yang mengefektifkan pengolahan sampah selanjutnya, termasuk upaya daur ulang.

Lampiran IA Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/SE/M/2011 Tanggal : 31 Oktober 2011

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila

BAB IV INVENTARISASI STUDI PERSAMPAHAN MENGENAI BIAYA SPESIFIK INVESTASI

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH B3 PERMUKIMAN DI KECAMATAN WONOKROMO SURABAYA STUDY ON HOUSEHOLD HAZARDOUS WASTE MANAGEMENT AT WONOKROMO DISTRICT SURABAYA

PERANCANGAN SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH UNTUK MENDUKUNG PERKEMBANGAN INDUSTRI KREATIF DI DAERAH PARIWISATA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. kapasitas atau jumlah tonnasenya. Plastik adalah bahan non-biodegradable atau tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

STUDI TIMBULAN, KOMPOSISI, DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH KAWASAN PT SEMEN PADANG

EVALUASI SISTEM PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN BANDA RAYA, JAYA BARU DAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH

STUDI EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN KONSEP 3R (STUDI KASUS : KEC. CILANDAK, JAKARTA SELATAN)

TUGAS PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH SEMESTER GANJIL 2015/2016

OPTIMASI PENGELOLAAN SAMPAH DI KAMPUS UPN VETERAN JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Reduksi Sampah di Tempat Penampungan Sementara (TPS) terhadap Produksi Gas Rumah Kaca di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Kota Madiun

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo ± 4 km. Jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah Jiwa

Identifikasi Timbulan Sampah di Pasar Induk Caringin Bandung

Studi Tingkat Partisipasi Pedagang dalam Pengelolaan Sampah Berbasis 3r di Pasar Induk Gedebage

Transkripsi:

Jurnal Teknik Lingkungan Volume 17 Nomor 2, Oktober 211 (Hal 87-97) TIMBULAN SAMPAH STYROFOAM DI KOTA BANDUNG STYROFOAM WASTE GENERATION IN THE CITY OF BANDUNG 1* Noor Laily Fitidarini, 2 Enri Damanhuri 1,2 Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl Ganesha 1 Bandung 4132 *1 laily.f.noor@gmail.com dan 2 e_damanhuri@ftsl.itb.ac.id Abstrak: Styrofoam merupakan plastik nomor 6 dalam klasifikasi plastik, yaitu polystyren, sehingga styrofoam sama berbahayanya dengan plastik. Saat ini, styrofoam banyak digunakan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan seperti kemasan, bahan kerajinan, dekorasi, bahan bangunan, dan sebagainya. Jika konsumsi styrofoam tidak diimbangi dengan pengelolaan limbahnya yang baik, maka akan timbul pencemaran lingkungan. Penanganan limbah styrofoam yang sebatas pembuangan juga akan membebani alam dalam penguraiannya. Oleh karena itu diperlukan upaya daur ulang untuk mengurangi pencemaran terhadap lingkungan dan volume timbulan sampah styrofoam di tempat pembuangan akhir. Tujuan dari penilitian ini adalah untuk mengetahui jumlah timbulan sampah styrofoam dan pelaku utama kegiatan pengelolaan sampah styrofoam di Kota Bandung. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam studi timbulan dan potensi daur ulang sampah kota adalah Materials Balance Analysis/ Materials Flow Method. Jumlah timbulan sampah styrofoam yang berasal dari sumber rumah tangga dan non-rumah tangga (rumah makan/catering, toko bunga, jasa dekorasi, supermarket) diperkirakan sebesar 21,769 ton/bulan. Perlakuan masyarakat Kota bandung terhadap sampah styrofoam adalah dengan membuangnya, menyimpan, menggunakan kembali, membakar, dan menjualnya. Pelaku daur ulang sampah styrofoam di Kota Bandung terdiri dari pemulung dan bandar. Diperkirakan, jumlah sampah styrofoam di pelaku daur ulang adalah,655 ton/bulan pada pemulung Kota Bandung dan 5,184 ton/bulan pada bandar Kota Bandung. Sampah styrofoam yang tertimbun di TPA Sarimukti diperkirakan sebesar 2,185 ton/bulan. Kata kunci: Daur ulang, pelaku daur ulang, styrofoam, timbulan Abstract : Styrofoam is plastic number 6 in plastics clasification so that it is as dangerous as the plastics. Currently, styrofoam is widely used by society for various purposes such as packaging, craft materials, decoration, building materials, and so forth. If its consumption doesn t counterbalanced with good management of styrofoam waste, it will give rise to environmental pollution. If styrofoam waste just dosposes for handling, it will burdens the nature to decomposes it. Therefore, it is recycle efford needed in order to environment pollution reduction and styrofoam waste volume reduction in the landfill. The objective of this research is to determine the amount of styrofoam waste generation and the performenrs of styrofoam waste management activities of in the city of Bandung.The method used for waste generation study and municipal-waste recycling potential is Materials Balance Analysis or Materials Flow Analysis. The total estimation of styrofoam waste generated by household and non-household sector (restaurants/catering, florists, decoration services, supermarkets) is 21.769 tons/month. The societies treat styrofoam waste by disposed, stored, reused, insenerated, and sold it. The stakeholder of styrofoam waste recycling in Bandung comes from informal sectors, they are pemulung and bandar. It is estimated that the amount of waste styrofoam on the recycled performers are,655 tons/month at pemulung and 5,184 tons/month at the bandar of Bandung City. Styrofoam waste buried in Sarimukti landfill estimated at 11.151 tons/month. Key words: Recycle, recycle performer, styrofoam, generation 87

PENDAHULUAN Pilihan pengelolaan limbah yang berbeda limbah untuk limbah padat kota telah dipelajari dalam analisis sistem. Kombinasi yang berbeda dari insinerasi, bahan daur ulang plastik dan kontainer kardus yang telah dipisahkan, dan pengelolaan secara biologi (anaerobic digenstion dan pengomposan) limbah yang dapat terurau secara biologi, dipelajari dan dibandingkan dengan pembuangan akhir (Eriksson et al, 25.). Timbulan limbah padat adalah salah satu masalah perkotaan, yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang cepat ditambah dengan teknik pembuangan limbah yang konvensional dan diperparah oleh kebijakan pengelolaan limbah tidak konsisten (Olorunfemi, JF dan Odita, CO, 1998). Teknologi kunci dalam pengelolaan sampah padat daerah rural, baik skala kompos tanaman terpusat dan tersebar sampah yang dioperasikan petani memperlakukan sistem menunjukkan janji dalam memberikan manfaat tepat waktu dalam efisiensi, penanganan kapasitas besar, kualitas tinggi dari produk akhir, serta kembali ekonomi yang baik (Lu dan Wang, 27). Ini secara tradisional berpendapat bahwa daur ulang sampah kota biasanya tidak ekonomis dan bahwa hanya ketika eksternalitas, pertimbangan dinamis jangka panjang, dan / atau siklus hidup seluruh produk diperhitungkan, daur ulang menjadi berharga dari segi sosial pandang. Namun, daur ulang optimal lebih sering dari biasanya diklaim, bahkan ketika pertimbangan eksternalitas diabaikan (Lavee, 24). Saat ini, styrofoam banyak digunakan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan seperti kemasan, bahan kerajinan, dekorasi, bahan bangunan, dan sebagainya. Jika konsumsi styrofoam tidak diimbangi dengan pengelolaan limbahnya yang baik, maka akan timbul pencemaran lingkungan. Styrofoam merupakan plastik nomor 6, yaitu polystyren, dalam klasifikasi plastik sehingga styrofoam sama berbahayanya dengan plastik. Styrofoam merupakan material yang sulit terurai secara oleh alam. Penanganan limbah styrofoam yang sebatas pembuangan juga akan membebani alam dalam penguraiannya. Oleh karena itu kegiatan pengelolaan sampah styrofoam perlu dilakukan. Pengelolaan tersebut dapat berupa daur ulang. Metoda yang dapat digunakan untuk studi timbulan dan potensi daur ulang sampah kota adalah material balance analysis/ materials flow method, yang merupakan metode penentuan timbulan sampah yang didasarkan pada aliran material. Metode ini dapat memperkirakan timbulan sampah yang menjadi potensi daur ulang dengan cepat (Tchobanoglous et al., 1993). Tujuan dari penilitian ini adalah untuk mengetahui jumlah timbulan sampah styrofoam dan pelaku utama kegiatan pengelolaan sampah styrofoam di Kota Bandung. METODOLOGI Studi dilakukan untuk menganalisis pengelolaan limbah padat atau sampah styrofoam dengan tahapan seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1. Pengumpulan data primer Pengumpulan data Penentuan wilayah penelitian Penentuan sampel Penyusunan & penyebaran kuesioner Observasi & Evaluasi pengelolaan sampah styrofoam dan analisis keseluruhan Gambar 1. Bagan alir penelitian 88 Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Noor Laily Fitidarini dan Enri Damanhuri.

Kegiatan studi ini mencakup tahap persiapan, pengumpulan data sekunder, studi pendahuluan, sampling, wawancara, dan penyebaran kuesioner terhadap penghasil sampah styrofoam di area studi, yaitu Kota Bandung. Tahapan kegiatan dilakukapan pada Februari sampai dengan minggu pertama bulan Mei 211. Sampel Penelitian dan Pengambilan Data Primer Untuk mendapatkan data penggunaan styrofoam dan perlakukan terhadap sampah styrofoam atau styrofoam bekas di Kota Bandung, dilakukan survey pada rumah tangga dengan cara kuesioner. Penentuan jumlah sampel masyarkat yang diambil dapat menggunakan rumus berikut untuk jumlah penduduk > 1 6 jiwa (Damanhuri dan Padmi, 28): =...(1) Keterangan: P = jumlah sampel Cd = koefisien; Cd = 1, bila kepadatan penduduk normal Cd < 1, bila kepadatan penduduk jarang Cd > 1, bila kepadatan penduduk padat Ps = jumlah penduduk Diketahui: Jumlah penduduk Kota Bandung = 2.417.584 jiwa (www.bandung.go.id, 21) Asumsi setiap rumah dihuni 5 orang, sehingga: = 1 2.417.584 2.417.584 3759 1 Jumlah rumah tangga yang seharusnya disurvey = 752 h Jumlah sampel rumah tangga yang tersurvey terdiri dari 3 rumah tangga dengan tingkat ekonomi rendah, 52 rumah tangga dengan tingkat ekonomi menengah, dan 38 rumah tangga dengan tingkat ekonomi tinggi. Berdasarkan hasil survey, diketahui bahwa sebagian besar rumah tangga di Kota Bandung dihuni oleh 5 orang. Dengan demikian, survey mewakili 6 orang. Sampling berupa wawancara terhadap konsumen styrofoam pada sektor non-rumah tangga dilakukan pada 15 buah rumah makan/ catering, 3 buah supermarket, 24 buah toko bunga, dan 8 buah jasa dekorasi. Untuk mendapat data mengenai aliran material limbah styrofoam, jumlah limbah styrofoam, dan aktivitas pada setiap pelaku, dilakukan survey dan wawancara pada pelaku daur ulang informal di Kota Bandung.Sampel diambil secara acak di setiap wilayah di kota Bandung. Khusus untuk pemulung, sampel juga diambil di TPA Sarimukti yang merupakan tempat pembuangan akhir sampah dari Kota Bandung. Sampel pelaku daur ulang sektor informal yang berhasil tersurvey sebanyak 75 pemulung, 2 tukang loak, 25 lapak, dan 25 bandar. Jumlah pemulung di Kota Bandung diperkirakan berjumlah 3648 pemulung yang terdiri dari 12 pemulung (Damanhuri dan Padmi, 28) pada tiap TPS dan 6 pemulung di TPA (PD Kebersihan Kota Bandung, 28), sedangkan Kota Bandung memiliki TPS sebanyak 254 dan 1 TPA yang masih aktif (PD Kebersihan Kota Bandung, 28). Di Kota Bandung diperkirakan terdapat 13 tukang loak, 44 lapak, 33 bandar kecil, dan 21 bandar besar (Hapsari, 28). Penelitian ini juga mempertimbangkan kemampuan peneliti, waktu, dan biaya. Data Sekunder Data sekunder didapat dari PD Kebersihan Kota Bandung, Balai Pengelolaan Sampah Regional Jawa Barat (TPPAS Metro Bandung Wilayah Barat TPK Sarimukti), Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandung, Dinas Pariwisata Kota Bandung, dan dari penelitian-penelitian tentang sampah terutama penelitian mengenai daur ulang sampah yang dilakukan sebelumnya. Data-data sekunder yang dibutuhkan untuk menunjang penelitian ini ialah: jumlah penduduk Kota Bandung, timbulan sampah dan densitas sampah Kota Bandung, persentase pelayanan pengangkutan sampah ke TPA, timbulan sampah di TPS dan TPA, peta wilayah pelayanan sampah PD Kebersihan Kota Bandung, jumlah TPS di Kota Bandung, Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Noor Laily Fitidarini dan Enri Damanhuri 89

jumlah konsumen styrofoam non-rumah tangga di Kota Bandung, seperti jumlah supermarket dan jumlah rumah makan di Kota Bandung. Pengukuran Timbulan Sampah Styrofoam di TPS dan TPA Pengukuran timbulan sampah styrofoam dilakukan melalui perhitungan densitasnya dengan cara mengukur berat, volume, dan komposisi sampah styrofoam terhadap sampah di TPS dan TPA. Alat yang digunakan untuk menghitung sampel komposisi sampah di TPS dan TPA adalah sampling box standar berukuran (4 4 5) cm 3, neraca pegas, dan neraca duduk. Metoda pengukuran sampel sampah di TPS dan TPA hampir sama, yaitu mengambil sampel di sampah di gerobak sampah (untuk TPS) dan landfill (untuk TPA) kemudian ditimbang berat total sampel dan masing-masing jenis sampah dalam sampel. Persentase berat basah masingmasing sampah, termasuk styrofoam didapat dari perbandingan berat masing-masing sampah dalam sampel terhadap berat total sampel sampah. Volume total sampel sampah dan masingmasing komponennya juga diukur menggunakan sampling box untuk menghitung densitas sampah yang akan digunakan untuk memperkirakan timbulan sampah di seluruh TPS Kota Bandung melalui perkiraan volume sampah yang masuk di TPS Data perkiraan volume sampah yang masuk ke TPS, diperoleh dari wawancara dengan petugas sampah. Data berat sampah yang masuk ke TPA diperoleh dari Balai Pengelolaan Sampah Regional Jawa Barat (TPPAS Metro Bandung Wilayah Barat TPK Sarimukti). Sampling dilakukan di 5 TPS, yaitu TPS Tamansari, Suci, Aruna, Antapani, dan Tegalega. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Perolehan Styrofoam Pemanfaatan styrofoam pada rumah tangga berdasarkan tingkat ekonomi dan nonrumah tangga (rumah makan/cattering, toko bunga, jasa dekorasi, dan supermarket) di Kota Bandung ditunjukkan pada Gambar 2. 1% 8% 6% 4% 2% % 3 3 4 33 37 8 15 3 24 61 52 8 6 3 14 8 4 bahan dasar produk pengemas barang kemasan makanan dekorasi sekat dalam pengemas barang elektronik Gambar 2. Pemanfaatan styrofoam pada rumah tangga dan non-rumah tangga di Kota Bandung Pada masyarakat tingkat ekonomi rendah, sebanyak % responden menggunakan styrofoam untuk kemasan barang, sebanyak % responden menggunakan styrofoam untuk bahan dasar produk, sebanyak % responden menggunakan styrofoam untuk dekorasi, sebanyak 4 % responden menggunakan styrofoam untuk penyekat dalam kemasan elektronik, dan sebanyak 6 % responden menggunakan styrofoam untuk kemasan makanan. Pada masyarakat tingkat ekonomi menengah, sebanyak 4% responden menggunakan styrofoam untuk kemasan barang, sebanyak 2% responden menggunakan styrofoam untuk bahan dasar produk, sebanyak % responden menggunakan styrofoam untuk dekorasi, sebanyak 33% responden menggunakan styrofoam untuk penyekat dalam kemasan elektronik, dan sebanyak 61% responden menggunakan styrofoam untuk kemasan makanan. Pada masyarakat tingkat ekonomi tinggi, 9 Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Noor Laily Fitidarini dan Enri Damanhuri.

sebanyak 8% responden menggunakan styrofoam untuk kemasan barang, sebanyak 4% responden menggunakan styrofoam untuk bahan dasar produk, sebanyak % responden menggunakan styrofoam untuk dekorasi, sebanyak 36% responden menggunakan styrofoam untuk penyekat dalam kemasan elektronik, dan sebanyak 52% responden menggunakan styrofoam untuk kemasan makanan. Berdasarkan hasil survey tersebut, sebagian besar masyarakat rumah tangga menggunkan styrofoam untuk kemasan makanan dan sekat dalam kemasan barang elektronik. Semakin tinggi tingkat ekonomi, pemanfaatan styrofoam akan lebih bervariasi, tidak hanya untuk kemasan makanan ataupun sekat dalam kemasan elektronik. 1% rumah makan/catering yang tersurvey menggunakan styrofoam sebagai kemasan makanan. 1% toko bunga yang tersurvey menggunakan styrofoam sebagai bahan dasar produk karangan bungan untuk ucapan dan 12,5% di antaranya juga menggunakan styrofoam untuk dekorasi. 1% penyedia jasa dekorasi yang tersurvey menggunakan styrofoam untuk dekorasi dan bahan dasar produk. 1% supermarket tersurvey menggunakan styrofoam untuk kemasan produk dan kemasan makanan. Konsumen styrofoam dari non-rumah tangga memperoleh styrofoam dari agen distributor atau toko penjual styrofoam. Persentase sumber perolehan styrofoam oleh konsumen non-rumah tangga tersurvey dapat dilihat pada Gambar 3. 1% 8% 6% 4% 2% % 4 12 8 3 11 12 Rumah makan/catering Toko bunga Jasa dekorasi Supermarket Toko/koperasi Agen dostributor Pabrik Gambar 3. Perolehan styrofoam pada konsumen non-rumah tangga Sebagian besar konsumen dari non-rumah tangga, yaitu 1% jasa dekorasi, dan supermarket tersurvey, 5% toko bunga tersurvey, serta 3% rumah makan/catering tersurvey, memperoleh satyrofoam dari agen distributor styrofoam karena biasanya, konsumsi konsumsinya terhadap styrofoam cenderung banyak sehingga akan lebih murah jika langsung membeli dari agen distributor. Sedangkan sisanya, yaitu 5% toko bunga dan 7 % rumah makan/catering tersurvey, memperoleh styrofoam dari toko atau koperasi yang menjual styrofoam karena biasanya, konsumsi terhadap styrofoam tidak terlalu banyak. Timbulan Sampah Styrofoam di Rumah Tangga dan Non-Rumah Tangga Berdasarkan hasil survey terhadap rumah tangga di Kota Bandung, diperkirakan bahwa berat sampah styrofoam yang ada di rumah tangga adalah sebesar 9,818 ton/bulan yang terdiri dari 5,17 ton/bulan sampah styrofoam yang dihasilkan di rumah tangga tingkat ekonomi rendah; 4,645 ton/bulan sampah styrofoam yang dihasilkan di rumah tangga tingkat ekonomi menengah; dan,2 ton/bulan sampah styrofoam yang dihasilkan di rumah tangga tingkat ekonomi tinggi. Berdasarkan survey dan perhitungan, rumah tangga ekonomi rendah yang tersurvey lebih banyak menghasilkan sampah styrofoam dari pada rumah tangga ekonomi menengah dan ekonomi tinggi yang tersurvey. Diperkirakan, hal ini disebabkan oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan responden. Pada umumnya, responden dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki tingkat ekonomi tinggi dan pengetahuan yang lebih banyak dibandingkan responden yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah yang pada umunya tingkat ekonominya juga rendah. Pengetahuan tentang bahaya styrofoam terhadap lingkungan mendorong masyarakat ekonomi tinggi untuk megurangi pemakaian styrofoam sehingga Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Noor Laily Fitidarini dan Enri Damanhuri 91

sampah styrofoam yang dihasilkannya lebih sedikit dari pada di rumah tangga dengan tingkat ekonomi rendah. Berdasarkan hasil survey terhadap masyarkat non-rumah tangga (rumah makan/catering, toko bunga, penyedia jasa dekorasi, dan supermarket Superindo, Giant, dan Yogya ), di Kota Bandung, diperkirakan bahwa jumlah berat sampah styrofoam yang dihasilkan rumah makan/catering/restoran di Kota Bandung adalah sebesar 2,284 ton/bulan. Untuk toko bunga di Kota Bandung, sampah styrofoam yang dihasilkan adalah sebesar 1,393 ton/bulan. Untuk penyedia jasa dekorasi di Kota Bandung, sampah styrofoam yang dihasilkan adalah sebesar,837 ton/bulan. Untuk Superindo di Kota Bandung, sampah styrofoam yang dihasilkan adalah sebesar,733 ton/bulan. Untuk Giant di Kota Bandung, sampah styrofoam yang dihasilkan adalah sebesar,834 ton/bulan. Untuk Yogya di Kota Bandung, sampah styrofoam yang dihasilkan adalah sebesar 5,868 ton/bulan. Perbandingan jumlah timbulan sampah styrofoam di rumah tangga dan non-rumah tangga dapat dilihat pada Gambar 4. 7. 6. 5. 4. 3. 2. 1.. 5.17 4.65.2 2.28 1.39.84.73.83 5.87 Gambar 4. Jumlah Konsumsi Sampah Styrofoam di Rumah Tangga & Non-Rumah Tangga di Kota Bandung (ton/bulan) Jumlah timbulan sampah styrofoam yang ada di sektor non-rumah tangga Kota Bandung diperkirakan sebesar 11,951 ton/bulan. Dari data hasil perhitungan, diperkirakan jumlah timbulan sampah styrofoam di Kota Bandung dari sektor rumah tangga dan non-rummah tangga adalah sebesar 21,769 ton/bulan. Jumlah sampah styrofoam yang berasal dari sektor nonrumah tangga ternyata lebih besar dibandingkan dengan timbulan sampah styrofoam yang berasal dari rumah tangga. Hal ini dikarenakan sektor non-rumah tangga yang disurvey (rumah makan/catering, toko bunga, penyedia jasa dekorasi, supermarket) merasa perlu menggunakan styrofoam untuk menunjang aktivitas usahanya. Perlakuan terhadap Sampah Styrofoam di Rumah Tangga Perlakuan masyarakat pada rumah tangga di Kota Bandung terhadap sampah styrofoam berdasarkan tingkat ekonomi ditunjukkan pada Gambar 5. 92 Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Noor Laily Fitidarini dan Enri Damanhuri.

Persen perlakuan 1% 8% 6% 4% 2% % Rendah Menengah Tinggi Tingkat Ekonomi Dijual Digunakan kembali Dibuang Diberikan Pemulung Disimpan Gambar 5. Perlakuan masyarakat di rumah tangga Kota Bandung terhadap sampah styrofoam Pada masyarakat di rumah tangga dengan tingkat ekonomi rendah, perlakuan terhadap sampah styrofoam antara lain dibuang (sebanyak 56% responden), digunakan kembali (sebanyak 41% responden), dan disimpan (sebanyak 3%). Pada masyarakat di rumah tangga dengan tingkat ekonomi menengah, perlakuan terhadap sampah styrofoam antara lain dibuang (sebanyak 51% responden), digunakan kembali (sebanyak 22% responden), disimpan (sebanyak 19%), dan diberikan kepada pemulung (sebanyak 8% responden). Pada masyarakat di rumah tangga dengan tingkat ekonomi tinggi, perlakuan terhadap sampah styrofoam antara lain dibuang (sebanyak 5% responden), digunakan kembali (sebanyak 3% responden), disimpan (sebanyak 16%) dan diberikan kepada pemulung (sebanyak 4% responden). Semakin tinggi tingkat ekonomi, semakin sedikit persentase masyarakat yang membuang sampah styrofoam-nya. Dari rumah tangga yang tersurvey, tidak ada yang menjual sampah styrofoam-nya. Hal ini menandakan bahwa styrofoam tidak terlalu diminati oleh pelaku daur ulang seperti pemulung, tukang loak, lapak, maupun bandar, sehingga nilai ekonomi styrofoam saat ini masih rendah. Styrofoam yang disimpan oleh masyarakat, biasanya, berupa styrofoam untuk penyekat produk elektronik sehingga perlakuannya sekaligus berupa penggunaan kembali styrofoam tersebut untuk fungsi yang sama. Perlakuan berupa penggunaan kembali juga dilakukan pada styrofoam berbentuk wadah atau kemasan. Berdasarkan survey, masyarakat menggunakannya kembali sebagai wadah penyimpan barang, tempat makanan binatang peliharaan, bahkan ada juga yang menggunaknnya sebagai bahan pembuat lem. Perlakuan terhadap Sampah Styrofoam di Non-Rumah Tangga Perlakuan masyarakat non-rumah tangga di Kota Bandung terhadap sampah styrofoam berdasarkan jenis kegiatan ditunjukkan pada Gambar 6. 1% 8% 6% 4% 2% % 2 15 2 7 3 4 1 rumah makan toko bunga jasa dekor supermarket reuse buang bakar Gambar 6. Perlakuan masyarakat non-rumah tangga Kota Bandung terhadap sampah styrofoam 1 % masyarakat non-rumah tangga di bidang rumah makan/catering yang tersurvey memperlakukan sampah styrofoam yang dihasilkan dengan cara membuangnya. Pada kegiatan toko bunga, perlakuan terhadap sampah styrofoam antara lain dibuang (sebanyak 83% Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Noor Laily Fitidarini dan Enri Damanhuri 93

responden), dan digunakan kembali (sebanyak 17 %). Pada penyedia jasa dekorasi, perlakuan terhadap sampah styrofoam antara lain dibakar (sebanyak 87% responden) dan digunakan kembali (sebanyak 13 %). Pada supermarket, perlakuan terhadap sampah styrofoam antara lain dibuang (sebanyak 1% responden) dan sebagian dikembalikan lagi ke supplier produk (sebanyak 13 %). Jumlah dan Komposisi Sampah Styrofoam pada Pelaku Daur Ulang Reduksi timbulan sampah plastik di Kota Bandung tidak terlepas dari peranan para pelaku daur ulang sektor informal. Di mana pelaku daur ulang sektor informal umumnya berskala kecil, tidak memiliki hak izin usaha, berskala kecil, dan masih menggunakan teknologi yang masih sederhana (Wilson et al., 26). Berdasarkan hasil survey akan dijelaskan mengenai komposisi sampah secara umum yang dikumpulkan dan komposisi sampah jenis plastik, termasuk sampah styrofoam, di pelaku daur ulang, yaitu pemulung, tukang loak, lapak, dan bandar. Pengkomposisian berdasarkan jenis plastik dalam makalah ini dibagi menjadi plastik (kresek, peka, daun), botol PET, gelas PET, emberan (HDPE, LDPE, PP), dan styrofoam (polystyrene PS). Jumlah dan komposisi sampah jenis plastik pada setiap pelaku daur ulang di Kota Bandung ditunjukkan pada Gambar 5. 1% 8% 6% 4% 2% %.65 1.5.. 5.18 485.45 55.36.3 73.71 178.2 342.36 337.5 114.37 229.32 45.84 Pemulung of Bandung.13 54.14.1 48.6.3 Pemulung of TPA 44. 3.55 39.6 78.64 512.28 Tukang Loak Lapak Bandar botol PET gelas PET Plastik (kresek,peka,daun) Emberan (HDPE, LDPE, PP) Styrofoam Gambar 5. Jumlah (dalam ton/bulan) dan persentase sampah jenis plastik pada setiap pelaku daur ulang di Kota Bandung Pemulung yang mengumpulkan sampah styrofoam sangat sedikit jumlahnya karena harga jual sampah styrofoam sangat rendah dan hampir tidak ada lapak ataupun bandar di Kota Bandung yang bersedia menampung atau membelinya. Pemulung yang mengumpulkan sampah styrofoam biasanya merupakan pemulung yang dipekerjakan oleh bandar penampung sampah styrofoam. Ada juga pemulung yang mengumpulkan sampah styrofoam karena adanya pesanan dari suatu pabrik daur ulang sampah styrofoam. Dari 75 sampel pemulung, hanya satu pemulung yang mengumpulkan sampah styrofoam hingga saat ini dan satu pemulung yang pernah mengumpulkan styrofoam tetapi sejak tahun 211 hingga dilakukannya survey penelitian ini, pemulung yang bersangkutan tidak lagi mengumpulkan sampah styrofoam karena alasan tidak adanya permintaan. Berdasarkan hasil survey, dari 2 tuang loak yang tersurvey, tidak ada tukang loak yang mengumpulkan sampah styrofoam. Alasannya sama dengan mengapa hanya sedikit pemulung yang mengumpulkan sampah styrofoam, yaitu karena harga jualnya rendah dan (hampir) tidak ada lapak atau bandar yang beredia membelinya. Dengan demikian jalur daur ulang sampah styrofoam di Kota Bandung tidak melalui pelaku daur ulang di tingkat tukang loak. Berdasarkan hasil survey, dari 25 lapak tersurvey, tidak ada lapak yang menampung sampah styrofoam. Alasan mengapa hampir tidak ada lapak yang menampung sampah styrofoam adalah karena harga jualnya sangat rendah dan jarang sekali (hampir tidak ada) bandar yang menampungnya atau jarang terdapat pabrik daur ulang sampah styrofoam di Kota 94 Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Noor Laily Fitidarini dan Enri Damanhuri.

Bandung. Dengan demikian jalur daur ulang sampah styrofoam di Kota Bandung tidak melalui pelaku daur ulang di tingkat lapak. Dari 25 bandar tersurvey, hanya dua bandar yang mengumpulkan sampah styrofoam. Bandar ini berlokasi di Cigondewah dan TPA Sarimukti. Bandar ini memperoleh sampah styrofoam dari pemulung yang diminta secara khusus untuk mengumpulkan sampah styrofoam, atau secara langsung didapat dari perkantoran. Pada umunya, sampah styrofoam yang dikumpulkan berupa bekas kemasan barang dan bekas sekat kemasan elektronik yang sudah dilakukan pemilahan oleh pemulung. Perlakuan di bandar tehadap sampah styrofoam antara lain pencacahan, peleburan, dan pencetakan. Bandar ini akan menjual material styrofoam yang telah dileburkan dan dipadatkan ke pabrik daur ulang material plastik di dalam dan luar Kota Bandung, yaitu ke daerah Cicaheum dan Cikampek. Sampah Styrofoam di TPS Berdasarkan survey yang dilakukan, berat sampah di seluruh TPS diperkirakan sebanyak 96774 ton/bulan. Persentase sampah plastik pada TPS Kota Bandung adalah 4,85% (Damanhuri, 1988). Tipikal persentase sampah yang diambil pemulung di TPS adalah 2 % (Damanhuri, 28). Jumlah Timbulan sampah styrofoam di sektor rumah tangga dan non-rumah tangga adalah 21,769 ton/bulan. Dari data tersebut, diperoleh tipikal persentase sampah styrofoam dalam sampah plastik di TPS adalah: 21,769 / 1% =,46% 4,85% 96774 / Dengan demikian, jumlah sampah styrofoam di TPS Kota Bandung adalah:,46% x 4,85% x 96774 ton/bulan = 21,545 ton/bulan, Sampah styrofoam yang diambil pemulung sebanyak: 2% x 21,545 ton/bulan =,431 ton/bulan, dan sampah styrofoam yang tercecer sebanyak: 21,545 ton/bulan 19,45 ton/bulan,431 ton/bulan = 1,79 ton/bulan. Sampah Styrofoam di TPA Karena sampah di TPA Sarimukti tidak dipilah, data sampah styrofoam yang sampai ke TPA tidak dapat diketahui secara pasti. Data tersebut dapat diperkirakan berdasarkan pendekatan perhitungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, berat rata-rata sampah yang masuk ke TPA Sarimukti adalah 41416 ton/bulan. Persentase sampah plastik pada sampah Kota Bandung adalah 4,11% (Damanhuri et al., 29). Jumlah timbulan sampah di Kota Bandung diperkirakan sekitar 1551 ton/hari (Damanhuri et al., 29) atau sekitar 4653 ton/bulan. Jumlah Timbulan sampah styrofoam di sektor rumah tangga dan non-rumah tangga sebesar 21,769 ton/bulan sehingga diperoleh persentase timbulan sampah styrofoam dalam timbulan sampah plastik Kota Bandung diperkirakan sebesar: 21,769 / 1% = 1,14% 4,11% 4653 / Dengan demikian sampah styrofoam di TPA Sarimukti= 4,11 % x 1,14% x 41416 ton/bulan = 19,45 ton/bulan. Diketahui bahwa TPA Sarimukti juga menerima sampah dari Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat. Berdasarkan survey, diketahui bahwa sampah dari Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat yang masuk ke TPA Sarimukti, berturut-turut, adalah sekitar 125248 kg/hari dan 61647 kg/hari atau sekitar 3697,44 ton/bulan dan 1849,68 ton/bulan. Berdasarkan pengujian komposisi untuk sampel sampah TPA Sarimukti, komposisi sampah styrofoam di TPA Sarimukti adalah sekitar 1%. Maka akan didapatkan: Sampah styrofoam dari Kota Cimahi di TPA Sarimukti = 4,11 % x 1% x 3697,44 ton/bulan = 1,52 ton/bulan Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Noor Laily Fitidarini dan Enri Damanhuri 95

Sampah styrofoam dari Kabupaten Bandung Barat di TPA Sarimukti = 4,11 % x 1% x 1849,68 ton/bulan =,76 ton/bulan Dengan demikian, sampah styrofoam di TPA Sarimukti adalah= (19,45 + 1,52 +,76) ton/bulan = 21,685 ton/bulan Berdasarkan hasil survey kepada 15 pemulung di TPA Sarimukti, diketahui bahwa persentase jumlah pemulung yang pernah mengumpulkan sampah styrofoam dari lokasi penimbunan adalah 6 %. Survey diperkirakan mewakili 2,5% dari keseluruhan populasi pemulung di TPA. Tipikal persentase sampah yang terambil oleh pemulung di TPA adalah 5% (Damanhuri, 28), sehingga perkiraan berat sampah styrofoam yang terambil oleh pemulung adalah: 5% 21.685 = 1.84 /. Namun, berdasarkan survey dan wawancara, di TPA Sarimukti hanya terdapat dua pemulung yang mengumpulkan sampah styrofoam. Pemulung tersebut rata-rata mampu mengumpulkan sampah styrofoam sebanyak 1,5 ton/bulan. Dengan demikian, sampah styrofoam yang tertimbun di TPA Sarimukti diperkirakan sebesar: (21,685 1,5) ton/bulan = 2,185 ton/bulan. KESIMPULAN Diperkirakan bahwa timbulan sampah styrofoam yang ada di rumah tangga adalah sebesar 9,818 ton/bulan yang terdiri atas 5,17 ton/bulan dari rumah tangga tingkat ekonomi rendah; 4,645 ton/bulan dari rumah tangga tingkat ekonomi menengah; dan,2 ton/bulan dari rumah tangga tingkat ekonomi tinggi. Jumlah timbulan sampah styrofoam yang ada di sektor non-rumah tangga Kota Bandung diperkirakan sebesar 11,951 ton/bulan. Perlakuan masyarakat rumah tangga terhadap sampah styrofoam antara lain dengan pembuangan, penggunaan kembali, penyimpanan, dan pemberian kepada pemulung. Perlakuan masyarakat rumah tangga terhadap sampah styrofoam antara lain pembuangan, pembakaran, penggunaan kembali, dan pengembalian kepada distributor. Diperkirakan bahwa jumlah sampah styrofoam di pelaku daur ulangnya adalah sebesar,655 ton/bulan pada tingkat pemulung Kota Bandung dan 5,184 ton/bulan pada tingkat bandar di Kota Bandung. Tukang loak dan lapak di Kota Bandung tidak mengumpulkan sampah styrofoam. Perlakuan di bandar tehadap sampah styrofoam antara lain pencacahan, peleburan, dan pencetakan. Bandar ini akan menjual material styrofoam yang telah dileburkan dan dipadatkan ke pabrik daur ulang material plastik di dalam dan luar Kota Bandung, yaitu ke daerah Cicaheum dan Cikampek. Sampah styrofoam yang tertimbun di TPA Sarimukti diperkirakan sebesar 2,185 ton/bulan. DAFTAR PUSTAKA Damanhuri, Enri dan Tri Padmi. 28. Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah. Bandung: Teknik Lingkungan ITB Damanhuri, E., Wahyu, R.Ramang, dan Tri Padmi. 29. Evaluation od Municipal Solid Waste Flow in the Bandung Metropolitan Area, Indonesia. J Mater Cycle Waste Manag,II Eriksson, M. Carlsson Reich, B. Frostell, A. Björklund, G. Assefa, J. -O. Sundqvist, J. Granath, A. Baky and L. Thyselius. 25. Municipal Solid Waste Management from a Systems Perspective. Journal of Cleaner Production. Volume 13, Issue 3.Pages 241-252-O Hapsari, Hermala Nindya. 28. Laporan Tugas Akhir: Analisis Aliran Material Sampah Plastik Air Minum dalam Kemasan (AMDK) (Studi Kasus: Kota Bandung). Bandung: Program Studi Teknik Lingkungan ITB Lavee, Doron. 24. Is Municipal Solid Waste Recycling Economically Efficient?. Environmental Management. Volume 4, Number 6, 926-943 Lu, Wenjing and Hongtao Wang. 27. Role of rural solid waste management in non-point source pollution control of Dianchi Lake catchments, China. Frontiers of Environmental Science & Engineering in China, Volume 2, Number 1, 15-23 96 Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Noor Laily Fitidarini dan Enri Damanhuri.

Olofunfemi,J.F. and Odita, C.O. 1998. Land Use and Solid Waste Generation in Ilorin Kwara State Nigeria. The Environmentalist. Volume 18, Number 2, Pages 67-75 PD. Kebersihan Kota Bandung. 28. Kondisi Pengelolaan Sampah Kota Bandung Tahun 28. Bandung: PD Kebersihan Kota Bandung Tchobanoglous, Geoge, Hillary Theises, and Samuel A. Vigil. 1993. Intergrated Solid Waste Management: Engineering Principles and Management Issues. Singapore: McGraw-Hill, Inc. Wilson, David C., Velis, C., Cheeseman, C., 26. Role of Informal Sector Recycling in Waste Management in Developing Countries. Habitat International 3, 797 88 Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Noor Laily Fitidarini dan Enri Damanhuri 97