KONSEP SISTEM PENGUMPULAN SAMPAH PENGEMAS PLASTIK OLEH PRODUSEN SEBAGAI BENTUK PENERAPAN EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSEP SISTEM PENGUMPULAN SAMPAH PENGEMAS PLASTIK OLEH PRODUSEN SEBAGAI BENTUK PENERAPAN EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR)"

Transkripsi

1 Jurnal Teknik Lingkungan Volume 17 Nomor 2, Oktober 2011 (Hal 22-33) KONSEP SISTEM PENGUMPULAN SAMPAH PENGEMAS PLASTIK OLEH PRODUSEN SEBAGAI BENTUK PENERAPAN EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) THE CONCEPT OF PLASTIC PACKAGING WASTE COLLECTION SYSTEM BY PRODUCER TO IMPLEMENT EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) 1* Gendis Ayu Satiti Irawan, 2 Mochammad Chaerul 1,2 Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl Ganesha 10 Bandung *1 gendis_as@yahoo.co.id, 2 mochammad.chaerul@ftsl.itb.ac.id Abstrak: Di Kota Bandung sampah pengemas plastik memilki timbulan sebesar 0,49/orang/hari. Pemanfaatan timbulan tersebut didominasi oleh sektor informal seperti pemulung karena memiliki nilai ekonomis. Timbulan sampah pengemas plastik yang ada di sektor informal sebesar 10,1 kg/hari di tingkat pemulung, di tingkat lapak sebesar 50,6 kg/hari dan 1279,4 kg/hari di tingkat bandar. Timbulan plastik pengemas juga ditemukan di TPA dengan komposisi sebesar 22,36%. Timbulan tersebut dapat dijadikan sebagai potensi untuk dijalankannya program EPR di Kota Bandung. Sesuai dengan UU No 18 Tahun 2008 Pasal 15 yang mewajibkan produsen untuk mengelola sampahnya. Kewajiban produsen tersebut dapat dipenuhi dengan bantuan pihak ketiga yaitu PRO. Tugas dari PRO adalah sebagai perpanjangan dari produsen untuk melakukan kegiatan pengumpulan dan pengelolaan sampah pengemas yang seluruhnya didanai oleh produsen atau sebagian dari subsidi pemerintah. Dalam mengumpulkan sampah pengemasnya, produsen dapat melibatkan pihak-pihak tertentu seperti konsumen, retailer, dan pelaku daur ulang di sektor informal, kerjasama tersebut dijalin dengan bantuan PRO. Penarikan kemasan dari konsumen dapat dilakukan dengan deposit-refund di retailer, depot pengumpulan khusus yang dibangun produsen atau langsung diangkut oleh petugas kebersihan. Kata kunci: daur ulang, deposit-refund, EPR, PRO, sampah kemasan plastik, Abstract : Plastic packaging waste in Bandung has a generation of 0.49 / person / day, use of the generation is dominated by the informal sector such as scavenger because it has economic value. Plastic packaging waste in informal dirty of 10.1 kg / day in the level of scavengers, in the shanties of 50.6 kg / day and kg / day at the airport. The generation of plastic packaging was also found in a landfill with a composition of 22:36%. generation such as the potential for the exercise of EPR programs in the city of Bandung, in accordance with UU No 18 of2008 Section 15 which obligate the manufacturers to manage their packaging waste. In collecting plastic packaging waste, manufacturers can involve certain parties such as consumers, retailers, and actors in the informal sector recycling. Withdrawal of consumer packaging can be done with a deposit-refund on retailers, special collection depot built by the manufacturer or directly transported janitor. Key words: EPR, deposit-refund, plastic packaging waste, PRO, recycle PENDAHULUAN Kota Bandung merupakan kota terbesar ketiga setelah Jakarta dan Surabaya dengan jumlah penduduk sebesar jiwa. Seiring dengan pertumbuhan penduduk jumlah timbulan sampah pun semakin meningkat. Saat ini upaya yang ditempuh dalam menanggulangi masalah persampahan masih difokuskan pada pengangkutan sampah ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Pemerintah kota telah mulai menumbuhkan penerapan kegiatan reuse, reduce dan 22

2 recycle (3R) di Kota Bandung salah satunya upaya dengan pemilahan, dengan menyediakan tempat sampah terpilah agar sampah dapat dikelola secara terpisah. Kegiatan 3R ini masih didominasi oleh pelaku daur ulang di sektor informal. Sampah plastik pengemas sering dimanfaatkan oleh sektor informal seperti pemulung karena memiliki nilai ekonomi. Sampah pengemas plastik yang tidak dapat didaur ulang diangkut bersama sampah kota lain menuju ke TPA dan sebagian kecil tidak terangkut sehingga berpotensi untuk mencemari lingkungan. Produsen penghasil produk yang kemudian kemasannya menjadi sampah ikut bertanggung jawab dalam permasalahan ini. Dalam UU No 18 Tahun 2008 Pasal 15 diatur mengenai kewajiban produsen. Pasal tersebut berbunyi: Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksi yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam. Pengelolaan oleh produsen tersebut dikenal sebagai Extended Producer Responsibility (EPR). Extended Producer Resposibility (EPR) atau tanggung jawab produsen secara berkelanjutan adalah prinsip kebijakan perlindungan lingkungan untuk mengurangi dampak lingkungan yang berasal dari siklus hidup produk dengan memperluas tanggung jawab produsen atas siklus hidup produknya dengan penarikan kembali dan pemusnahan akhir dari sisa produk tersebut pasca penjualan (Lindhqvist, 2006). Produsen dapat menjalankan kewajibannya secara kolektif dengan mengikuti suatu organisasi yang menyelenggarakan secara langsung program EPR. Organisasi tersebut adalah Producer Responsibility Organization (PRO). Sistem pengumpulan sampah pengemas plastik dapat dilakukan dengan mengikutsertakan konsumen, retailer sebagai distributor produk berkemasan plastik dan pelaku daur ulang di sektor informal seperti pemulung, lapak dan bandar. Penarikan sampah kemasan produk dari konsumen dilakukan dengan menjalankan program deposit-refund. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1 Persiapan Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan Data Primer Penentuan Wilayah Penelitian Penysunan dan Penyebaran Kuesioner Penentuan Jumlah Sampel Sampling Sampling di tingkat di tingkat pemulung, Pemulung, lapak, Lapak/Bandar bandar dan TPA dan TPA Observasi dan Wawancara Pengolahan Data dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran Gambar 1. Tahapan Penelitian Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Gendis Ayu Satiti Irawan dan Mochammad Chaerul 23

3 Tahap Persiapan dan Identifikasi Awal Tahapan ini meliputi studi dan analisis data awal (Data awal dari BPS Kota Bandung, PD Kebersihan, Produsen, Jurnal, Artikel, Texbook dan Laporan Penelitian sebelumya) mengenai kegiatan daur ulang di sektor informal yang meliputi observasi kondisi eksisting aktivitas persampahan di kota Bandung, kegiatan para pelaku daur ulang, dokumentasi dan persiapan sampling untuk pengambilan data. Selanjutnya dilakukan observasi adalah sampah plastik kemasan dan akan diidentifikasi sampah pengemas plastik yang berpotensi untuk didaur ulang dan tidak dapat didaur ulang dengan melihat produsen dari produk berkemasan plastik tersebut. Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data primer meliputi survey dan obesrvasi pada konsumen, distributor, produsen, dan sektor informal. Jumlah responden dari survey ini sebesar 45 konsumen, 25 lapak, 15 bandar, 4 distributor dan 3 produsen. Survey yang dilakukan adalah studi kesediaan terhadap pelaksanaan program EPR beserta faktor penunjang apa saja yang diperlukan untuk mendukung keberlangsungan program tersebut. Pengumpulan Data Sekunder Pelaksanaan sampling dilakukan di tingkat lapak atau bandar untuk mendapatkan timbulan sampah pengemas plasti di setiap sektor sebagai data penunjang dengan tahapan merujuk pada SNI Pengolahan Data dan Pembahasan Pada tahap pengolahan data dan pembahasan dilakukan analisis data hasil observasi dan wawancara ditunjang dengan data hasil sampling mengenai kesediaan produsen dan stakeholder untuk mengimplementasi EPR dan penyusunan konsep penerapan EPR yang memungkinkan untuk diterapkan di Kota Bandung dengan beberapa alternatif. Kesimpulan dan Saran Dari pengolahan data dan pembahasan ini, akan diperoleh suatu kesimpulan rekomendasi terpilih dari sistem implementasi EPR berupa bentuk tanggung jawab dari produsen dan Stakeholder terhadap sampah pengemas plastik yang ditimbulkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Penerapan EPR di Kota Bandung Timbulan sampah plastik yang tinggi menjadi peluang untuk diterapkannya program EPR. Pelaku daur ulang sektor informal seperti pemulung, lapak dan bandar mendominasi kegiatan daur ulang sampah plastik. Rata-rata timbulan sampah kemasan plastik di tingkat pemulung sebesar 10,1 kg/hari, di tingkat lapak sebesar 50,6 kg/hari dan di tingkat bandar sebesar 1279,4 kg/hari. Jumlah dari timbulan ini membuktikan bahwa sampah kemasan plastik memiliki potensi untuk didaur ulang sehingga pelaksanaan program EPR di Kota Bandung memungkinkan untuk diterapkan. Untuk plastik jenis PET dalam pasar non-tradisional tidak stabil dan mudah dimainkan sehingga harga dipasaran dapat berubah-ubah (Stormberg, 2007). Maka dari itu pemerintah harus mengawasi harga dari sampah pengemas plastik. Sampah pengemas plastik belum dapat dimanfaatkan seluruhnya oleh sektor informal terlihat dari hasil sampling di TPA mengenai komposisi sampah yang berada disana, sampah plastik masih terdapat sekitar 22,36%. Dengan melibatkan produsen sebagai pemegang kewajiban pengelolaan sampah pengemas plastik produknya, jumlah sampah plastik di TPA akan semakin berkurang. 24 Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Gendis Ayu Satiti Irawan dan Mochammad Chaerul

4 Tabel 1. Timbulan Sampah Pengemas Plastik di Sektor Informal Jumlah Rata-Rata Pengemas Plastik yang Dikumpulkan (Kg/hari) Jenis Kegiatan PET AMDK (Botol) AMDK (Gelas) PP HDPE Total Timbulan Sampah Kemasan Plastik (Kg/hari) Pemulung 1 2,0 1,2 3,0 2,7 8,8 Pemulung 2 3,0 2,50 3,75 2,17 11,4 Pemulung Pemulung 3 1,6 1,63 4,7 2,1 10,1 Rata-rata (kg/hari) 2,2 1,8 3,8 2,3 10,1 Harga Jual Rata-rata/ Kg Lapak 1 15,6 12,2 20,3 10,0 58,1 Lapak 2 12,2 11,0 8 15,0 46,2 Lapak 3 10,9 9,29 15,5 12,0 47,6 Lapak Rata-rata (kg/hari) 148,6 10,8 14,6 12,3 50,6 Harga Jual Rata-rata/ Kg Bandar 1 638,4 587,0 54,9 801,1 2081,4 Bandar 2 82,3 30,5 118, ,9 569,0 Bandar Bandar 3 241,2 148,63 202,4 595,5 1187,7 Rata-rata (kg/hari) 148,6 255,4 125,2 578,2 1279,4 Harga Jual Rata-rata/ Kg Berikut adalah hasil sampling mengenai komposisi sampah di TPA Sarimukti yang dilakukan 2 hari karena keterbatasan waktuu penelitian Tabel 2. Komposisi Sampah di TPA Sarimukti Hari Ke-1 Hari Ke-2 Rata-rata Komponen Komposisi Berat Komposisi Komposisi Berat (Kg) (%) (Kg) (%) (%) Sampah Organik 13,6 61,82 10,3 60,59 61,21 Plastik 4,4 20 4,2 24,71 22,36 Kertas 4 18,18 2,5 14,71 16,45 Total Kesediaan Produsen dan stakeholder dalam menjalankan program EPR Ketika produsen melakukan internalisasi Biaya Lingkungan terhadap produk mereka (termasuk pengolahan bahan baku, produksi, pemakaian, dan penarikan kembali sisa produk dari konsumen, recovery, re-use, atau pemusnahan) akan memberikan kesan produknya lebih ramah lingkungan (Manomaivibool, 2008) Dilakukan survey pada produsen, konsumen, retailer, pemerintah dan pelaku daur ulang di sektor informal untuk mengetahui kesediaannya dalam menjalankan program EPR. Dilakukan survey terhadap tiga produsen yaitu produsen A yang memproduksi makanan ringan, minuman dan produk perawatan diri, produsen B yang memproduksi herbisida dan produsen C yang memproduksi alat-alat kesehatan seperti jarum suntik, masker dan infus.survey pada konsumen dilakukan dengan membagi 45 konsumen dalam 3 kelompok berdasarkan tingkat ekonomi yaitu konsumen tingkat ekonomi rendah, menengah dan tinggi. Pelaku sektor informal yang disurvey meliputi pemulung, lapak dan bandar. Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Gendis Ayu Satiti Irawan dan Mochammad Chaerul 25

5 Tiga produsen yang disurvey menyatakan kesediannya untuk mengelola sampah pengemasnya dengan menjalankan program EPR. 100% retailer menyetujui adanya kegiatan penukaran sampah pengemas plastik di retailer dengan alasan program EPR ini merupakan misi/nilai dari perusahaan untuk berkontribusi pada lingkungan. Responden dari konsumen sebanyak 9% menyatakan tidak bersedian untuk berpartisipasi dalam program EPR karena dianggap merepotkan dan belum ada mekanisme yang jelas. Sebesar 40% respoden lapak dan bandar tidak bersedia untuk berpartisipasi dalam program EPR karena dinilai membatasi perolehan keuntungan dari jenis sampah lain yang selama ini mereka kumpulkan. Jumlah responden (%) Produsen Retailer 91 konsumen Pemerintah Pemulung Lapak Bandar Bersedia n=3 n=4 n=45 n=1 n=30 n=25 n=15 Pelaku program EPR Gambar 2. Kesedian produsen dan stakeholder dalam penerapan EPR Peran Producer Responsibility Organization (PRO) dalam Pelaksaan Program EPR PRO adalah perusahaan yang bekerja sama dengan produsen dan stakeholder yang menerapkan EPR dengan membantu dalam pengumpulan kemasan produk dan penyusunan rencana dalam daur ulang. PRO merupakan organisasi yang didirikan oleh berbagai pihak yang berkepentingan seperti produsen, pemerintah, pihak swasta aatau gabungan dari pihak-pihak tersebut. Beberapa tugas yang ditanggung oleh PRO adalah: a. Mengelola dana yang terkumpul dari kegiatan deposit-refund, pengenaan pajak produk serta, anggaran dari pemerintah serta dana kerjasama yang diberikan produsen untuk membiayai program EPR b. Membuat daftar produsen yang tergabung dalam PRO. Pendaftaran ini bertujuan untuk mencegah masuknya free rider ke dalam sistem. Free rider adalah pihak yang tidak terdaftar bekerja sama dengan PRO namun mereka tidak membayar jasa pengumpulan dan pengolahan limbah kemasannya. c. Menyediakan fasilitas pengumpulan dan transportasi limbah kemasan yang telah terkumpul. Tempat pengumpulan dapat disediakan di beberapa titik yang strategis dari permukiman penduduk. Tempat pengumpulan ini dibangun atas kerjasama dengan produsen. d. Mengatur kerjasama antara produsen dan sektor informal dalam pengumpulan sampah pengemas plastik. Pembiayaan sektor informal oleh produsen dapat dilakukan melalui PRO dengan produsen membayar sejumlah uang kepada PRO dan PRO akan mengalokasikan dana tersebut pada sekor informal yang bergabung dalam sistem EPR. Pengurus PRO tidak hanya dari pihak pemerintah saja melainkan dari setiap perwakilan komponen yang terlibat dalam sistem EPR. 26 Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Gendis Ayu Satiti Irawan dan Mochammad Chaerul

6 Sistem pengumpulan sampah kemasan plastik oleh produsen dalam penerapan EPR dengan Bantuan PRO Terdapat dua bentuk keikutsertaan konsumen dalam program EPR yaitu pengenaan pajak pengelolaan produk dan program deposit-refund. Pengenaan pajak ini ditujukan untuk mendanai program EPR sedangkan program deposit-refund merupakan sistem penarikan dan pengumpulan sampah kemasan produk dari konsumen. Dalam konsep EPR ini memindahkan tanggungan biaya pengelolan sampah produk yang semula menjadi tanggung jawab pemerintah yang dilimpahkan kepada masyarakat berupa pajak menjadi pembiayaan langsung oleh konsumen melalui penambahan harga barang sehingga selain mengurangi biaya pengelolaan sampah pemerintah juga dapat menjadi upaya reduksi sampah (Mckerlie,2005) Dalam program deposit-refund, konsumen akan dikenakan biaya diluar dari harga produk, bila kemasan dikembalikan/ ditukarkan ke titik pengumpulan maka konsumen akan mendapatkan uang sejumlah biaya yang telah dikeluarkan saat pembelian produk. kegiatan deposit-refund ini difokuskan pada retailer dan depot penukaran kemasan yang dibangun oleh produsen. Jumlah Responden (%) Gambar 3. Bentuk Penukaran Kemasan Produk 25 Atas Menengah Bawah Konsumen 37.5 Gambar 4. Tempat Penukaran Kemasan Produk yang Sama Voucher Belanja Pengumpulan dibagi menjadi 4 alternatif yaitu pengumpulan melalui kerjasama retailer, depot penukaran produsen, operator petugas kebersihan dan pengumpulan melalui sektor informal. Alternatif ini dirancang dengan melewati tahap survey terhadap produsen, konsumen, PD. Kebersihan dan pelaku daur ulang di sektor informal seperti pemulung, lapak dan bandar mengenai kesediaannya ikut berpartisipasi dalam program EPR khususnya dalam sistem penarikan kembali kemasan oleh produsen Retailer Stasiun Pengumpulan Khusus Didatangi Petugas 0 Atas Menengah Bawah Jumlah Responden (%) Konsumen Uang Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Gendis Ayu Satiti Irawan dan Mochammad Chaerul 27

7 Produsen A Gambar 5. Sistem pengumpulan sampah kemasan plastik 28 Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Gendis Ayu Satiti Irawan dan Mochammad Chaerul

8 Pengumpulan melalui retailer Penukaran di retailer menjadi pilihan utama bagi konsumen dengan 45% responden memilih penukaran di retailer. Salah satu faktor yang mendukung adalah lokasi retailer yang berada di sekitar permukiman sehingga mudah dicapai oleh konsumen. Tempat retailer yang nyaman juga membuat konsumen memilih retailer sebagai tempat transaksi penukaran. Pilihan penukaran didominasi oleh responden tingkat ekonomi kelas atas dan menengah karena frekuensi berbelanja di retailer yang cukup tinggi dibandingkan dengan responden pada tingkat ekonomi rendah yang lebih sering berbelanja di warung sekitar tempat tinggal. Hasil survey terhadap 4 retailer berbeda yang tersebar di Kota Bandung, 100% responden menyatakan bersedia menerima kegiatan penukaran konsumen di retailer dengan alasan yang tertera pada Tabel 3 alasan yang paling banyak dipilih adalah ikut serta dalam EPR merupakan salah satu nilai dari perusahaan untuk berkontribusi pada lingkungan. Tabel 3. Alasan retailer bersedia melayani penukaran kemasan Alasan Bersedia Melayani Penukaran Produk Retailer A Retailer B Retailer C Retailer D Membantu menyukseskan Program EPR V V - V Meningkatkan Image Perusahaan - - V - Salah satu misi/nilai perusahaan untuk berkontribusi pada lingkungan V V V V Menarik konsumen untuk lebih sering berbelanja V - V - Alternatif pengumpulan ini ditujukan untuk pengumpulan produk dari produsen A. Hal ini disebabkan produk produsen A banyak dijual di berbagai retailer sehingga bila bentuk penukarannya dengan produk yang sama akan memudahkan mekanisme penukaran. Disamping itu terbentuk kerjasama antara produsen dan retailer merupakah salah satu jalur distribusi produk produsen A untuk sampai ke konsumen. Pengumpulan melalui Depot Penukaran Produsen Produsen dapat memilih untuk mengumpulkan sampah kemasannya sendiri melalui pembangunan depot pengumpulan sendiri. Hasil survey pada tiga produsen, produsen menyatakan bahwa dalam mengumpulan kemasannya, produsen B memilih untuk membangun depot pengumpulan sendiri. Produk herbisida didistribusikan ke daerah-daerah yang sebagian mata pencaharaian warganya adalah bertani. Sehingga jika dibangun depot pengumpulan khusus di kawasan pertanian akan memperbesar peluang untuk menarik kemasan lebih banyak, depot pengumpulan akan ditempatkan pada kawasan khusus dimana produk herbisisda ini didistribusikan. Tanggung jawab secara fisik Sistem Pengumpulan Tabel 4. Tanggung jawab produsen secara fisik Tempat pengumpulan Operator pengumpulan Program penukaran Produsen Produsen A Produsen B Produsen C Membangun Bekerjasama dengan depot Bekerjasama dengan retailer pengumpulan sektor informal sendiri penukaran dengan produk yang sama Menggunakan jasa pihak ketiga penukaran dengan uang penukaran dengan produk yang sama Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Gendis Ayu Satiti Irawan dan Mochammad Chaerul 29

9 Produsen C yang memproduksi alat kesehatan disarankan memiliki depot pengumpulan sendiri untuk mengumpulkan sampah pengemas produknya dari rumah sakit yang belum memiliki fasilitas pengelolaan limbah medis. Depot pengumpulan khusus ini menerima alat-alat kesehatan bekas pakai seperti infus, jarum suntik, masker dan alat kesehatan lainnya. Produsen dapat bekerjasama dengan produsen alat kesehatan lainnya untuk bersama mengelola limbah medis. Limbeh medis termasuk limbah infeksius yang tergolong dalam limbah B3 sehingga pengelolaannya harus dibedakan dengan pengelolaan limbah non B3. Operator yang bertugas menangani penukaran dan pengumpulan sampah kemasan produk diserahkan produsen oleh pihak ketiga yaitu PRO. PRO dapat bekerjasama dengan pemerintah untuk menggunakan petugas kebersihan yang ada atau bekerjasama dengan pihak swasta yang bergerak dalam jasa kebersihan. Petugas Kebersihan Sebesar 42% reponden memilih untuk didatangi petugas untuk mengambil sampah kemasan yang telah mereka kumpulkan. Pengangkutan oleh petugas memudahkan konsumen untuk menukarkan sampah kemasan yang telah dikumpulkan. Konsumen tidak perlu datang ke tempat pengumpulan sehingga waktu yang dimiliki tidak terbuang. Petugas kebersihan ini dapat berasal dari petugas kebersihan setempat, di kota Bandung dikelola oleh PD. Kebersihan atau petugas kebersihan yang disediakan oleh pihak swasta. Pengangkutan sampah kemasan ini dapat digabungkuan dengan pengangkutan sampah rumah tangga yang biasa dilakukan oleh petugas kebersihan namun sebelumnya konsumen harus memilah sampahnya terlebih dahulu. Setelah petugas mengangkut sampah dari permukiman maka sampah tersebut langsung disalurkan ke tempat pengumpulan sementara setelah itu langsung dikirim ke gudang penyimpanan. Sektor Informal Pengumpulan melalui sektor informal dilakukan dengan mengikuti pola daur ulang yang telah berjalan. Pertama adalah pengumpulan oleh pemulung kemudian lapak dan setelah lapak mengumpulkan sampah plastik maka akan disetorkan ke bandar. Dalam sehari pemulung dapat mengumpulkan sampah pengemas plastik sebanyak kurang lebih 10.1 kg. Dengan melihat banyaknya jumlah sampah yang dapat dikumpulkan pemulung maka jasa para pemulung dapat dimanfaatkan untuk mengumpulkan sampah pengemas plastik secara maksimal. Hasil survey pada 30 pemulung, sebesar 100% responden menyatakan bersedia bila diminta bekerjasama dengan produsen. Timbal balik yang diharapkan pemulung selain hasil pengumpulan yang dibeli dengan harga tinggi adalah mendapatkan fasilitas penunjang seperti uang makan, rumah singgah dan biaya pengobatan. Para pemulung juga berharap produsen memfasilitasi mereka dengan memberikan gerobak untuk tempat pengumpulan sementara sampah yang telah didapat sebelum disetorkan pada lapak. Sistem kerjasama dapat dilakukan dengan dua alternatif yaitu kerjasama langsung dan kerjasama tidak langsung. Pemulung yang berniat untuk bekerjasama dengan produsen perlu mendaftarkan diri terlebih dahulu pada PRO. Pendataan ini ditujukan untuk mengalokasikan dana untuk pembelian sampah pengemas yang telah dikumpulkan dan penyediaan fasilitas bagi pemulung yang telah terdaftar. Setiap pemulung yang terdaftar akan diberi target pengumpulan. Setiap harinya mereka harus mengumpulkan sampah pengemas plastik sebanyak yang ditentukan oleh produsen. 30 Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Gendis Ayu Satiti Irawan dan Mochammad Chaerul

10 Rumah Singgah 37% Harga beli tinggi 40% Fasilitas Penunjang Peralatan (Makan dan biaya Memulung pengobatan 10% 13% Gambar 6. Fasilitas yang Ingin Disediakan Produsen Kerjasama tidak langsung. Produsen bekerjasama dengan lapak dan bandar yang mempekerjakan pemulung untuk mengumpulkan sampah pengemasnya. Dalam alternatif ini, pemulung tidak secara langsung bekerjasama dengan produsen namun melalui lapak terlebih dahulu. Fasilitas bagi pemulung disediakan melalui lapak dan bandar. Produsen menyerahkan sejumlah uang dan fasilitas lain yang akan dibagi oleh pemilik lapak pada pemulung yang bekerja di lapak tersebut. Lapak dapat dijadikan tempat pengumpulan sementara sampah pengemas plastik yang dikumpulkan oleh pemulung dan dapat juga menerima sampah kemasan langsung dari konsumen. Lapak dijadikan sebagai perantara penyaluran fasilitas bagi pemulung dari produsen. Bentuk kerjasama produsen dengan lapak dengan memberikan target jumlah kemasan plastik yang harus terkumpul dalam waktu yang ditentukan. Pemilik lapak berkewajiban untuk membuat daftar pemulung yang bekerja tetap di lapak tersebut untuk memudahkan penyaluran fasilitas dari produsen. Rumah singgah disediakan produsen di lapak, dengan menyediakan area kosong untuk para pemulung beristirahat. Fasilitas lainnya diserahkan produsen melalui pemilik lapak. Pemilik lapak diperkenankan untuk menerima sampah pengemas dari pemulung yang tidak terdaftar namun tidak memberikan fasilitas penunjang dari produsen. Pemilik lapak berkewajiban untuk membuat daftar pemulung yang bekerja sama, melaporkan jumlah pengemas plastik yang terkumpul dan membuat laporan keuangan. Sebelum menjalankan sistem ini, produsen memberikan pengarahan terlebih dahulu pada pemilik lapak mengenai cara mengatur keuangan dan menyusun laporan rutin untuk PRO. Fasilitas untuk lapak itu sendiri adalah membeli hasil pengumpulan oleh lapak dan memberikan tambahan modal untuk memperbesar lapak agar target pengumpulan dapat tercapai. Membeli Hasil Pengumpulan 36% Memberi Tambahan Modal 64% Gambar 7. Bentuk Kerjasama dengan Produsen Bandar menerima pasokan kemasan plastik yang telah dikumpulkan oleh lapak dan melakukan kegiatan pensortiran lebih lanjut serta pencucian agar sampah kemasan plastik yang terkumpul siap dicacah atau dikirmkan ke pabrik daur ulang atau perusahaan yang berproduk berbahan plastik. Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Gendis Ayu Satiti Irawan dan Mochammad Chaerul 31

11 Bandar dapat mengumpulkan ratusan kilogram sampah kemasan plastik per hari, dengan melihat potensi ini produsen dapat mengambil peluang kerjasama dengan bandar agar target daur ulang produsen dapat tercapai. Berikut adalah hasil sampling pada 3 bandar utnuk mengetahui banyaknya sampah kemasan yang dapat dikumpulkan Kerjasama yang dijalin oleh produsen dapat dengan produsen membeli sampah kemasan plastik yang dikumpulkan dan memberikan fasilitas penunjang seperti pengadaan mesin pencacah baru bagi bandar yang sekaligus mencacah sampah plastiknya dan memberikan tambahan modal agar pemilik bandar dapat membeli plastik dari lapak semakin banyak. Kapasitas Penyimpanan dan Transportasi Sampah Pengemas Plastik yang Terkumpul PRO memiliki salah satu tugas yaitu menetapkan target daur ulang yang harus dicapai oleh produsen disesuaikan dengan target pengelolaan sampah kota. PD kebersihan sebagai institusi yang mengelola persampahan di kota Bandung menargetkan upaya daur ulang sebesar 20% dari total timbulan sampah (PD. Kebersihan 2011). Target tersebut merupakan salah satu rencana pembangunan jangka panjang daerah kota Bandung tahun Timbulan sampah plastik di kota Bandung mencapai 208,87 ton/hari dengan kemasan plastik produk sebesar 27,9% dari total timbulan sampah plastik yaitu sebesar 58,33 ton/hari (Fakhruroji,2009). Sehingga produsen harus mengelola sampah kemasannya sebesar 20% dari total timbulan sampah kemasannya yaitu sebanyak 11,67 ton/hari. Setelah sampah pengemas terkumpul maka perlu ada tempat penyimpanan yang cukup untuk menampungnya. Maka perlu disediakan gudang penyimpanan yang cukup untuk menampung sampah kemasan sebanyak 11,67 ton/hari. Setelah sampah terkumpul di retailer, depot dan petugas kebersihan sampah tersebut dikirim ke tempat penyimpanan sementara. Bandar dapat dijadikan sebagai tempat penyimpanan sementara sebelum dikirim ke gudang penyimpanan. Rata-rata bandar memiliki daya tampung 1,341 ton/hari. Jumlah tersebut hanya untuk tiga jenis sampah kemasan plastik, sehingga kapasitas daya tampungnya akan lebih besar. Alat transportasi yang digunakan untuk mengangkut sampah kemasan dapat digunakan dengan pemakaian bersama sarana pengangkut sampah yang dimiliki oleh PD kebersihan. Gudang penyimpanan dibangun didekat pusat daur ulang sehingga memudahkan transportasi sampah kemasan plastik ke tempat daur ulang. Gudang penyimpanan akan dibagi menjadi dua yaitu tempat penyimpanan sampah kemasan plastik non B3 dan sampah pengemas plastik B3. Sampah kemasan plastik yang mengandung B3 akan diolah secara khusus dan terpisah dari pengolahan kemasan non B3. KESIMPULAN Timbulan sampah pengemas plastik yang ada di sekotor informal sebesar 10,1 kg/hari di tingkat pemulung, di tingkat lapak sebesar 50,6 kg/hari dan 1279,4 kg/hari di tingkat bandar. Produsen dapat memenuhi kewajibannya melalui program EPR secara kolektif dengan bergabung menjadi anggota PRO. PRO bertugas mengelola dana yang terkumpul untuk menyediakan fasilitas pengumpulan dan transportasi limbah kemasan yang telah terkumpul serta mengatur kerjasama antara produsen dan stakeholdernya dalam pengumpulan sampah pengemas plastik. Kesediaan pelaksanaan program penarikkan kembali sampah pengemas produk yaitu dengan menjalankan program deposit-refund yang diikuti oleh konsumen dengan melibatkan pelaku daur ulang di sektor informal dan pemerintah kota sebagai penyedia fasilitas transportasi dan sarana pengelolaan sampah. Bentuk penukaran yang diharapkan konsumen adalah 29% penukaran dengan produk yang sama, 19% voucher belanja dan 52% penukaran dengan uang, sehingga bentuk penukaran dapat difokuskan dengan uang. Sistem pengumpulan dilakukan dengan penukaran langsung di retailer dan stasiun pengumpul khusus, langsung diangkut oleh petugas, serta melibatkan sektor informal 32 Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Gendis Ayu Satiti Irawan dan Mochammad Chaerul

12 DAFTAR PUSTAKA Cahill, R., Grimes, S.M. & Wilson, D.C. (2010). Extended producer responsibility for packaging wastes and WEEE a comparison of implementation and the role of local authorities across Europe. Journal of Waste Management & Research 0(0) 1 25 Fakhruroji, Ahmad Reza Studi Timbulan Sampah Kemasan Plastik Produk dan Potensi Penerapan Extended Producer Responsibillity (EPR). Bandung: Laporan Tugas Akhir, Program Studi Teknik Lingkungan, ITB Lindhqvist, Thomas. Tojo, Naoko, dan Van Rossem, Chris Extended Producer Responsibility : an Examination of its Impact on Innovation and Greening Product. The European Environmental Bureau Manomaivibool, Panate Extended producer responsibility in a non-oecd context: The management of waste electrical and electronic equipment in India..Swedia: International Institute for Industrial Environmental Economics at Lund University, Conservation and Recycling 53 (2009) McKerlie, Kate., Knight, Nancy., dan Thorpe, Beverley Advancing Extended Producer Responsibility in Canada. Third Avenue, Ottawa, Ontario K1S 2J8, Journal of Cleaner Production 14 (2006) Nahman, Anton Extended producer responsibility for packaging waste in South Africa: Current approaches and lessons learned. South Africa: Resources, conservation and recycling 54 (2010) PD. Kebersihan Sistem Pengelolaan Sampah Kota Bandung Stromberg P. Market imperfections in recycling markets: conceptual issues and empirical study of price volatility in plastics. Resources, Conservation and Recycling 2004;41: Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 2 Gendis Ayu Satiti Irawan dan Mochammad Chaerul 33

PENGELOLAAN SAMPAH KERTAS DI INDONESIA

PENGELOLAAN SAMPAH KERTAS DI INDONESIA PENGELOLAAN SAMPAH DI INDONESIA Oleh : Sri Wahyono *) Abstract Paper waste is one type of municipal solid wastes that is not properly manage yet. It contributes about ten percent of MSW. Indonesia paper

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU INDONESIA BERSIH SAMPAH 2020 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP L/O/G/O

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU INDONESIA BERSIH SAMPAH 2020 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP L/O/G/O KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU INDONESIA BERSIH SAMPAH 2020 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP L/O/G/O 2014 DASAR HUKUM PENGELOLAAN SAMPAH UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PERATURAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL )

PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL ) PRESENTASI TESIS PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL ) DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. YULINAH TRIHADININGRUM, MApp.Sc OLEH : MALIK EFENDI (3310202708)

Lebih terperinci

DAUR ULANG SAMPAH PLASTIK KOTA BANDA ACEH

DAUR ULANG SAMPAH PLASTIK KOTA BANDA ACEH DAUR ULANG SAMPAH PLASTIK KOTA BANDA ACEH PENDAHULUAN Kota Banda Aceh dengan jumlah penduduk sebanyak 256.147 jiwa pada tahun 2012 menghasilkan sampah sebanyak 180 ton/hari atau 720 m3/hari. Karakteristik

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA)

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA) KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA) Oleh : Shinta Dewi Astari 3308 202 006 Dosen Pembimbing : I.D.A.A Warmadewanthi, ST., MT., Ph.D. PROGRAM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK Joko Widodo dan Yulinah Trihadiningrum Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP - ITS Surabaya ABSTRAK Pembuangan akhir sampah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH B3 PERMUKIMAN DI KECAMATAN WONOKROMO SURABAYA LISA STUROYYA FAAZ

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH B3 PERMUKIMAN DI KECAMATAN WONOKROMO SURABAYA LISA STUROYYA FAAZ STUDI PENGELOLAAN SAMPAH B3 PERMUKIMAN DI KECAMATAN WONOKROMO SURABAYA LISA STUROYYA FAAZ 3306 100 086 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

TRANSFORMASI PARADIGMA PENANGANAN SAMPAH

TRANSFORMASI PARADIGMA PENANGANAN SAMPAH TRANSFORMASI PARADIGMA PENANGANAN SAMPAH PT. SUKSES SEJAHTERA ENERGI Jl. Lawu Tegalarum 418 RT 02/13, Cangakan Karanganyar, Jawa Tengah, 57722 Telepon: 0271 494253 More Than Recycling Daftar Isi Permasalahan

Lebih terperinci

POTENSI EKONOMI KEGIATAN DAUR ULANG SAMPAH TETRAPAK KEMASAN PRODUK PADA SEKTOR INFORMAL DI KOTA BANDUNG

POTENSI EKONOMI KEGIATAN DAUR ULANG SAMPAH TETRAPAK KEMASAN PRODUK PADA SEKTOR INFORMAL DI KOTA BANDUNG POTENSI EKONOMI KEGIATAN DAUR ULANG SAMPAH TETRAPAK KEMASAN PRODUK PADA SEKTOR INFORMAL DI KOTA BANDUNG ECONOMIC POTENTIAL OF TETRAPAK PACKAGING WASTE RECYCLING FOR THE INFORMAL SECTOR IN BANDUNG Cut Raihan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 54 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DAN ZAT KIMIA PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA DAN BANDAR UDARA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah menurut SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan didefinisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri atas bahan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.188, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Sampah. Rumah Tangga. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah persampahan kota hampir selalu timbul sebagai akibat dari tingkat kemampuan pengelolaan sampah yang lebih rendah dibandingkan jumlah sampah yang harus dikelola.

Lebih terperinci

Pengelolaan Sampah Berkelanjutan untuk Kota Depok. Alin Halimatussadiah Universitas Indonesia

Pengelolaan Sampah Berkelanjutan untuk Kota Depok. Alin Halimatussadiah Universitas Indonesia Pengelolaan Sampah Berkelanjutan untuk Kota Depok Alin Halimatussadiah Universitas Indonesia Status & Perkembangan Pengelolaan Sampah di Depok 1 TPA Cipayung, overloaded, didirikan 1987 Rencana pemanfaatan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE) PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE) Disampaikan oleh: DINAS CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KABUPATEN KENDAL 2016 Dasar hukum Pengelolaan Sampah Undang undang no. 18 tahun 2008 ttg Pengelolaan

Lebih terperinci

Timbulan dan Pengurangan Sampah di Kecamatan Klojen Kota Malang

Timbulan dan Pengurangan Sampah di Kecamatan Klojen Kota Malang JURNAL TEKNIK ITS Vol. x, No. x, (2017) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-xxxx Print) F-468 Timbulan dan Pengurangan di Kecamatan Klojen Kota Malang Rizqi Meuthia Widyaningsih dan Welly Herumurti Departemen Teknik

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

POTENSI PEMANFATAN SAMPAH DI PASAR LEUWILIANG, CIGUDEG DAN JASINGA KABUPATEN BOGOR MELALUI PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU

POTENSI PEMANFATAN SAMPAH DI PASAR LEUWILIANG, CIGUDEG DAN JASINGA KABUPATEN BOGOR MELALUI PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU INFOMATEK Volume 9 Nomor 2 Desember 207 POTENSI PEMANFATAN SAMPAH DI LEUWILIANG, CIGUDEG DAN JASINGA KABUPATEN BOGOR MELALUI PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU Ratnaningsih *), Pramiati Purwaningrum, Fajriani Widya

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR + BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang

Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang Sudiro 1), Arief Setyawan 2), Lukman Nulhakim 3) 1),3 ) Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. kapasitas atau jumlah tonnasenya. Plastik adalah bahan non-biodegradable atau tidak

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. kapasitas atau jumlah tonnasenya. Plastik adalah bahan non-biodegradable atau tidak 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Plastik adalah material sintetis yang berupa senyawa polimer yang unsur utamanya adalah karbon dan hidrogen atau hidrokarbon. Sejak ditemukan material plastik maka

Lebih terperinci

POTENSI PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU ZERO WASTE YANG BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG ABSTRAK

POTENSI PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU ZERO WASTE YANG BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG ABSTRAK POTENSI PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU ZERO WASTE YANG BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG Nama Mahasiswa : Sriliani Surbakti NRP : 3308.201.007 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Wahyono Hadi,

Lebih terperinci

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang PERANSERTA MASYARAKAT DALAM USAHA MEMPERPANJANG MASA PAKAI TPA KEBON KONGOK KOTA MATARAM Imam Azhary, Ellina S. Pandebesie Program Pascasarjana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Email: imam_dpu@yahoo.com

Lebih terperinci

Perencanaan Material Recovery Facility Di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang

Perencanaan Material Recovery Facility Di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang Perencanaan Material Recovery Facility Di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang Oleh : Dorry Jaya W (3306 100 053) Dosen Pembimbing : Ir. Didik Bambang S., MT JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwarna hitam merupakan salah satu jenis plastik yang paling banyak beredar di

BAB I PENDAHULUAN. berwarna hitam merupakan salah satu jenis plastik yang paling banyak beredar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dan memberikan pengaruh satu sama lain, mulai dari keturunan, lingkungan, perilaku

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam rangka mewujudkan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SAMPAH KANTOR SECARA TERPADU: (Studi Kasus Kantor BPPT)

PENGELOLAAN SAMPAH KANTOR SECARA TERPADU: (Studi Kasus Kantor BPPT) JRL Vol.7 No.2 Hal. 153-160 Jakarta, Juli 2011 ISSN : 2085.3866 No.376/AU1/P2MBI/07/2011 PENGELOLAAN SAMPAH KANTOR SECARA TERPADU: (Studi Kasus Kantor BPPT) Rosita Shochib Pusat Teknologi Lingkungan-BPPT

Lebih terperinci

POTENSI PENERAPAN PRINSIP 3R DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA NGENEP KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG

POTENSI PENERAPAN PRINSIP 3R DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA NGENEP KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG Spectra Nomor 22 Volume XI Juli 2013: 24-31 POTENSI PENERAPAN PRINSIP 3R DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA NGENEP KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG Puji Ariyanti Sudiro Program Studi Teknik Lingkungan

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN KOTA KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang 25 BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT 2.1 Pengertian sampah dan sejenisnya Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruangan yang ditempati

Lebih terperinci

Kata kunci : Sampah, Reduksi, daur ulang, kawasan komersial dan Malioboro

Kata kunci : Sampah, Reduksi, daur ulang, kawasan komersial dan Malioboro ANALISIS POTENSI REDUKSI SAMPAH DI KAWASAN KOMERSIAL MALIOBORO KOTA YOGYAKARTA Cesaria Eka Yulianti Sri Hastuti dan Susi Agustina Wilujeng Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS Kampus ITS Sukolilo Surabaya

Lebih terperinci

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa lingkungan hidup yang baik merupakan hak asasi

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota seringkali menimbulkan permasalahan baru dalam menata perkotaan yang berkaitan dengan penyediaan prasarana dan sarana

Lebih terperinci

pendahuluan dilakukan untuk memperoleh hasil pengolahan atau daur ulang yang mengefektifkan pengolahan sampah selanjutnya, termasuk upaya daur ulang.

pendahuluan dilakukan untuk memperoleh hasil pengolahan atau daur ulang yang mengefektifkan pengolahan sampah selanjutnya, termasuk upaya daur ulang. BAB VI POTENSI REDUKSI SAMPAH DI KOMPLEKS PERUMAHAN BBS KELURAHAN CIWEDUS KOTA CILEGON BANTEN 6.1. Konsep Pemilahan Sampah Dalam usaha mengelola limbah atau sampah secara baik, ada beberapa pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatnya volume sampah di Surakarta telah menimbulkan masalah yang kompleks dalam pengelolaan sampah. Untuk itu dibutuhkan strategi yang efektif untuk mereduksi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembelian dengan menggunakan dua variabel yaitu Green packaging dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembelian dengan menggunakan dua variabel yaitu Green packaging dan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini melihat faktor-faktor yang mempengaruhi Keputusan Pembelian dengan menggunakan dua variabel yaitu Green packaging dan Marketing Mix. Dari hasil

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisa terhadap 22 Kelurahan di

Lebih terperinci

KAJIAN PENGADAAN DAN PENERAPAN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST) DI TPA km.14 KOTA PALANGKA RAYA

KAJIAN PENGADAAN DAN PENERAPAN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST) DI TPA km.14 KOTA PALANGKA RAYA KAJIAN PENGADAAN DAN PENERAPAN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST) DI TPA km.14 KOTA PALANGKA RAYA Teguh Jaya Permana dan Yulinah Trihadiningrum Program Magister Teknik Prasarana Lingkungan Permukiman

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT MELALUI USAHA PENGOLAHAN SAMPAH PLASTIK MASYARAKAT TPA SUMOMPO KEC. TUMINTING KOTA MANADO

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT MELALUI USAHA PENGOLAHAN SAMPAH PLASTIK MASYARAKAT TPA SUMOMPO KEC. TUMINTING KOTA MANADO Prosiding SNaPP2016 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT MELALUI USAHA PENGOLAHAN SAMPAH PLASTIK MASYARAKAT TPA SUMOMPO KEC. TUMINTING KOTA MANADO

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI sumber ENERGI alternatif terbarukan

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI sumber ENERGI alternatif terbarukan KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI sumber ENERGI alternatif terbarukan ASISTEN DEPUTI PENGELOLAAN SAMPAH 2014 Dasar Hukum: 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSEP GREEN MANUFACTURING PADA BOTOL MINUMAN KEMASAN PLASTIK

PENERAPAN KONSEP GREEN MANUFACTURING PADA BOTOL MINUMAN KEMASAN PLASTIK PENERAPAN KONSEP GREEN MANUFACTURING PADA BOTOL MINUMAN KEMASAN PLASTIK Wisma Soedarmadji 1*, Surachman 2, Eko Siswanto 3 1,2,3 Universitas Brawijaya, Fakultas Teknik Mesin, Malang 65145, Indonesia ABSTRACT

Lebih terperinci

SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU

SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU Alfi Rahmi, Arie Syahruddin S ABSTRAK Masalah persampahan merupakan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SAMPAH DI KAWASAN PURA BESAKIH, KECAMATAN RENDANG, KABUPATEN KARANGASEM DENGAN SISTEM TPST (TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU)

PENGELOLAAN SAMPAH DI KAWASAN PURA BESAKIH, KECAMATAN RENDANG, KABUPATEN KARANGASEM DENGAN SISTEM TPST (TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU) PENGELOLAAN SAMPAH DI KAWASAN PURA BESAKIH, KECAMATAN RENDANG, KABUPATEN KARANGASEM DENGAN SISTEM TPST (TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU) I Gusti Ayu Nyoman Sugianti dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan industri dan urbanisasi pada daerah perkotaan dunia yang tinggi meningkatkan volume dan tipe sampah. Aturan pengelolaan sampah yang kurang tepat

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN KONSEP 3R (STUDI KASUS : KEC. CILANDAK, JAKARTA SELATAN)

STUDI EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN KONSEP 3R (STUDI KASUS : KEC. CILANDAK, JAKARTA SELATAN) VOLUME 4 NO. 1, JUNI 2007 STUDI EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN KONSEP 3R (STUDI KASUS : KEC. CILANDAK, JAKARTA SELATAN) Pramiati P.P.Riatno, Setijati H.E, Widita Vidyaningrum Jurusan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

TIMBULAN SAMPAH STYROFOAM DI KOTA BANDUNG STYROFOAM WASTE GENERATION IN THE CITY OF BANDUNG

TIMBULAN SAMPAH STYROFOAM DI KOTA BANDUNG STYROFOAM WASTE GENERATION IN THE CITY OF BANDUNG Jurnal Teknik Lingkungan Volume 17 Nomor 2, Oktober 211 (Hal 87-97) TIMBULAN SAMPAH STYROFOAM DI KOTA BANDUNG STYROFOAM WASTE GENERATION IN THE CITY OF BANDUNG 1* Noor Laily Fitidarini, 2 Enri Damanhuri

Lebih terperinci

Kajian tentang Pengelolaan Limbah Elektronik

Kajian tentang Pengelolaan Limbah Elektronik Kajian tentang Pengelolaan Limbah Elektronik Nama Mahasiswa: Ayu Nindyapuspa 3309 100 017 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Yulinah Trihadiningrum., MAppSc Latar Belakang Populasi Penduduk Daya Beli Masyarakat

Lebih terperinci

Kajian Timbulan Sampah Domestik di Kelurahan Sukamenak Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung

Kajian Timbulan Sampah Domestik di Kelurahan Sukamenak Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung Kajian Timbulan Sampah Domestik di Kelurahan Sukamenak Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung BUNGA DWIHAPSARI, SITI AINUN, KANCITRA PHARMAWATI Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

POTENSI TIMBULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK RUMAH TANGGA DI WILAYAH SURABAYA BARAT

POTENSI TIMBULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK RUMAH TANGGA DI WILAYAH SURABAYA BARAT POTENSI TIMBULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK RUMAH TANGGA DI WILAYAH SURABAYA BARAT Ira Indrihastuti dan Ellina S. Pandebesie Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO Oleh: Chrisna Pudyawardhana Abstraksi Pengelolaan sampah yang bertujuan untuk mewujudkan kebersihan dan kesehatan lingkungan serta menjaga keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan permasalahan yang selalu dihadapi masyarakat Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung. Seiring dengan meningkatnya laju pembangunan, pertumbuhan

Lebih terperinci

Konsep penanganan sampah dengan sistem koperasi. Oleh Kelompok 9

Konsep penanganan sampah dengan sistem koperasi. Oleh Kelompok 9 Konsep penanganan sampah dengan sistem koperasi Oleh Kelompok 9 Kondisi Eksisting TPS Balubur : Jalan Taman Sari Wilayah cakupan : Kelurahan Sekeloa, Kelurahan Taman Sari, dan Kelurahan Lebak Gede Jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dan merupakan tempat hidup mahluk hidup untuk aktivitas kehidupannya. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan sisa aktivitas manusia yang belum dimanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan sisa aktivitas manusia yang belum dimanfaatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampah merupakan sisa aktivitas manusia yang belum dimanfaatkan dengan baik. Peningkatan jumlah penduduk dan daya konsumsi masyarakat berbanding lurus terhadap bertambahnya

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa memenuhi ketentuan pasal 18 ayat 1, 2 dan 3 Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sampah merupakan suatu sisa-sisa benda yang tidak diinginkan setelah berakhirnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sampah merupakan suatu sisa-sisa benda yang tidak diinginkan setelah berakhirnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampah merupakan suatu sisa-sisa benda yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah bisa juga diartikan oleh manusia menurut keterpakaiannya,

Lebih terperinci

ADLN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. 13 tahun 2012 tentang pedoman pelaksanaan reduce, reuse, dan recycle melalui

ADLN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. 13 tahun 2012 tentang pedoman pelaksanaan reduce, reuse, dan recycle melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surabaya merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia yang memiliki permasalahan kompleks, salah satunya adalah permasalahan sampah. Sebagai kota terbesar ke dua

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA Shinta Dewi Astari dan IDAA Warmadewanthi Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP Program Pascasarjana, Institut Teknologi

Lebih terperinci

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MEREDUKSI SAMPAH DI KECAMATAN TENGGILIS MEJOYO, SURABAYA TIMUR

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MEREDUKSI SAMPAH DI KECAMATAN TENGGILIS MEJOYO, SURABAYA TIMUR PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MEREDUKSI SAMPAH DI KECAMATAN TENGGILIS MEJOYO, SURABAYA TIMUR Intan Julia Laksono 1, *), Yulinah Trihadiningrum 1), Yeni Dhokikah 1), Ellina S. Pandebesie 1), dan Sony Sunary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila tidak diimbangi dengan fasilitas lingkungan yang memadai, seperti penyediaan perumahan, air bersih

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DAN LINGKUNGAN OLEH PEMERINTAH, SWASTA DAN MASYARAKAT BUPATI POLEWALI MANDAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang dipandang tidak mempunyai

Lebih terperinci

EVALUASI DAN OPTIMALISASI MASA PAKAI TPA SUNGAI ANDOK KOTA PADANG PANJANG

EVALUASI DAN OPTIMALISASI MASA PAKAI TPA SUNGAI ANDOK KOTA PADANG PANJANG EVALUASI DAN OPTIMALISASI MASA PAKAI TPA SUNGAI ANDOK KOTA PADANG PANJANG Delfianto dan Ellina S. Pandebesie Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA 1. Latar Belakang Sampah yang menjadi masalah memaksa kita untuk berpikir dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan responden pemukiman elite

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan responden pemukiman elite 94 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan responden pemukiman elite seluruhnya memiliki bak tempat sampah sendiri sedangkan responden pemukiman kumuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan pengelolaan sampah merupakan sesuatu yang tidak asing lagi bagi setiap wilayah di dunia tidak terkecuali Indonesia. Hampir di seluruh aspek kehidupan manusia

Lebih terperinci

RINGKASAN ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG

RINGKASAN ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG 1 RINGKASAN ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG Berdasarkan data dari PD Kebersihan Kota Bandung Tahun 2009, volume timbulan

Lebih terperinci

Timbulan sampah menunjukkan kecenderungan kenaikan dalam beberapa dekade ini. Kenaikan timbulan sampah ini disebabkan oleh dua faktor dasar, yaitu 1)

Timbulan sampah menunjukkan kecenderungan kenaikan dalam beberapa dekade ini. Kenaikan timbulan sampah ini disebabkan oleh dua faktor dasar, yaitu 1) Pengelolaan Sampah Timbulan sampah menunjukkan kecenderungan kenaikan dalam beberapa dekade ini. Kenaikan timbulan sampah ini disebabkan oleh dua faktor dasar, yaitu 1) perubahan populasi, 2) perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia, karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Sampah merupakan salah satu permasalahan yang patut untuk diperhatikan. Sampah merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia, karena pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung yang dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung yang dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Lampung yang dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang, menghasilkan sampah dengan karakteristik yang bervariasi. Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH DI TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU LAHUNDAPE KECAMATAN KENDARI BARAT KOTA KENDARI

KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH DI TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU LAHUNDAPE KECAMATAN KENDARI BARAT KOTA KENDARI KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH DI TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU LAHUNDAPE KECAMATAN KENDARI BARAT KOTA KENDARI Ishak Bafadal dan Yulinah Trihadiningrum 2 Program Pasca Sarjana Teknik Lingkungan Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK. maka para pengusaha AMDK berusaha mengemas tempat untuk air agar konsumen

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK. maka para pengusaha AMDK berusaha mengemas tempat untuk air agar konsumen BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Air Minum dalam Kemasan Ketika perkembangan zaman semakin menuntut segalanya harus lebih praktis, maka para pengusaha AMDK berusaha mengemas tempat untuk air agar konsumen

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 6A TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN BUPATI LOMBOK BARAT, Menimbang : a. bahwa salah satu faktor

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa pertambahan

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH,

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, SALINAN QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang Mengingat : a. bahwa perkembangan penduduk

Lebih terperinci

SUMMARY. PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus di UD. Loak Jaya)

SUMMARY. PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus di UD. Loak Jaya) SUMMARY PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus di UD. Loak Jaya) Sri Wedari Rusmin Djuma, 811409010. 2013. Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH MELALUI 3R UNTUK KADER LINGKUNGAN

PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH MELALUI 3R UNTUK KADER LINGKUNGAN PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH MELALUI 3R UNTUK KADER LINGKUNGAN PROYEK PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH UNTUK KEGIATAN 3R DAN PENGELOLAAN SAMPAH DI REPUBLIK INDONESIA Kata Pengantar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk Jakarta cenderung meningkat setiap tahun. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai perubahan pola konsumsi dan gaya hidup turut meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan membahas mengenai kesimpulan dan rekomendasi yang didapat dari hasil analisis tata kelola persampahan berkelanjutan di Kawasan Perkotaan Sumedang yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP No.933, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011

Lebih terperinci

Rancangan Peraturan Pemerintah Pengelolaan Sampah Spesifik

Rancangan Peraturan Pemerintah Pengelolaan Sampah Spesifik KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Rancangan Peraturan Pemerintah Pengelolaan Sampah Spesifik Direktorat Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkunan Hidup dan Kehutanan Sosialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. operasi, sisa suntikan, obat kadaluarsa, virus, bakteri, limbah padat dan lain-lain.

BAB I PENDAHULUAN. operasi, sisa suntikan, obat kadaluarsa, virus, bakteri, limbah padat dan lain-lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan sumber limbah B3 yang harus mendapat perhatian. Limbah B3 yang dikeluarkan dari rumah sakit meliputi limbah infeksius, sisa operasi, sisa suntikan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi masyarakat, peningkatan konsumsi masyarakat dan aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menimbulkan bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tahun 2012 memiliki total jumlah penduduk sebesar jiwa (BPS, 2013).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tahun 2012 memiliki total jumlah penduduk sebesar jiwa (BPS, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Makassar sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia pada tahun 2012 memiliki total jumlah penduduk sebesar 1.369.606 jiwa (BPS, 2013). Jumlah penduduk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR INFORMAL DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA BANYUROTO, KULON PROGO

PERAN SEKTOR INFORMAL DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA BANYUROTO, KULON PROGO PERAN SEKTOR INFORMAL DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA BANYUROTO, KULON PROGO Venna Megawangi Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia Jalan Kaliurang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN SAMPAH Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA

BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA 5.1 Latar Belakang Program Setiap rumah tangga adalah produsen sampah, baik sampah organik maupun sampah anorganik. Cara yang paling efektif untuk mengatasi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Kabupaten Tabanan, Peran serta masyarakat, pengelolaan sampah, TPS 3R

ABSTRAK. Kata Kunci : Kabupaten Tabanan, Peran serta masyarakat, pengelolaan sampah, TPS 3R ABSTRAK Kabupaten Tabanan memiliki luas 839,33 km², (14,90% dari luas provinsi Bali). Pada tahun 2013 tercatat jumlah penduduk Kabupaten Tabanan mencapai 448.033 jiwa. Kepadatan penduduk di kabupaten ini

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA., Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Permukiman Sehat Yang Bersih Dari Sampah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Permukiman Sehat Yang Bersih Dari Sampah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Untuk mencapai kondisi masyarakat yang hidup sehat dan sejahtera di masa yang akan datang, akan sangat diperlukan adanya lingkungan permukiman yang sehat. Dari aspek

Lebih terperinci

PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP

PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP 36 PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP 37 EKSPOSE P1 ADIPURA TAHUN 2017 / 2018 21 38 39 KOORDINASI PENYAMBUTAN PENGHARGAAN TENTANG LINGKUNGAN HIDUP Merupakan kegiatan untuk memberikan apresiasi kepada masyarakat

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSEP 3R MELALUI BANK SAMPAH DALAM MENUNJANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KELURAHAN RAWAJATI, JAKARTA SELATAN

PENERAPAN KONSEP 3R MELALUI BANK SAMPAH DALAM MENUNJANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KELURAHAN RAWAJATI, JAKARTA SELATAN Penerapan Konsep er melalui Bank Sampah dalam Menunjang Pengelolaan Sampah di Kelurahan, Jakarta Selatan, B. Revani, et.al., JTL Vol. 7 No. 3 Juni 2016, 107-115 PENERAPAN KONSEP 3R MELALUI BANK SAMPAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci