PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim global sekitar 3 4 juta tahun yang lalu telah mempengaruhi evolusi hominidis melalui pengeringan di Afrika dan mungkin pertanda zaman es pleistosin kira-kira 2,75 juta tahun yang lalu. Banyak penjelasan dari fenomena iklim ini melibatkan perubahan dalam sirkulasi dari Samudera Atlantik Utara oleh karena tutupan dari daratan yang sempit di Panama. Tertutupnya Arus Lintas Indonesia 3 4 juta tahun yang lalu yang mengakibatkan perubahan iklim ini, terutama kekeringan di Afrika (Cane dan Molnar 2001). Pernyataan ini memberikan gambaran bahwa betapa pentingnya Arus Lintas Indonesia (Arlindo) memainkan peranannya dalam fenomena iklim global. Arus Lintas Indonesia membawa massa air dengan temperatur dan salinitas yang memodifikasi budget bahang dan massa air dengan salinitas rendah serta fluks bahang udara laut dari Samudera Pasifik dan Samudera India serta dapat memainkan suatu peranan dalam El-Nino/Southern Oscillation (ENSO) dan fenomena Iklim Muson Asia. Observasi menunjukkan bahwa komposisi massa air Arlindo berasal dari massa air termoklin Pasifik Utara, meski pada kedalaman yang lebih dalam (massa airnya lebih dingin dari 6 C) massa airnya secara langsung berasal dari Pasifik Selatan (Gordon et al. 2003). Alasan bahwa asal usul aliran berasal dari Pasifik Utara adalah berdasarkan pada pertimbangan nilai salinitas. Gordon (1986) memetakan salinitas rata-rata dari massa air dengan kisaran suhu 10º 20ºC yang dilewati Arlindo. Nilai salinitas yang berada pada kisaran suhu tersebut memiliki gradien 0,05 psu sepanjang lintasan dari selatan Mindanao sampai Selat Makassar dan Laut Banda menuju Samudera India melalui Selat Lombok dan Laut Timor. Jadi massa air yang masuk dan muncul dalam lintasan Arlindo adalah massa air Air Ugahari Pasifik Utara, AUPU (North Pacific Intermediate Water). Gradien salinitas yang besar yaitu 0,5 psu terlihat antara perairan timur Indonesia dan pesisir Pantai Utara Papua New Guinea. Hal ini pada dasarnya memisahkan massa air AUPU dari massa air Air Ugahari Pasifik Selatan (ASPS) yang lebih asin.
2 Arlindo memiliki keragaman yang tinggi baik secara musiman maupun tahunan. Keragaman musiman berkaitan dengan adanya pergantian arah angin di Indonesia. Menurut Wyrtki (1987); Gordon dan Susanto (2003), laju transpor tertinggi ditemukan pada saat Muson Tenggara, yaitu selama bulan Juni sampai Agustus sedangkan aliran lintasan terendah pada saat muson barat laut yaitu pada bulan Desember sampai Februari. Selanjutnya Gordon dan Susanto (2003) juga menyebutkan keragaman tahunan Arlindo antara lain berkaitan dengan fenomena ENSO yang mempengaruhi iklim dunia secara global. Philander (1986) menyebutkan bahwa sebagai perairan yang berada di sekitar katulistiwa (equator), Selat Makassar memiliki variabilitas musiman Arlindo yang berhubungan dengan pengaruh skala besar. Oleh karena itu perairan ini dipengaruhi kuat oleh gelombang di khatulistiwa dari jenis gelombang panjang seperti gelombang Kelvin, gabungan Gravitasi-Rossby dan juga gelombang gravitasi yang mempunyai periode dari 5-30 hari. Berbagai fenomena di atas menggambarkan peranan perairan Indonesia sebagai penghubung massa air dari Samudera Pasifik menuju Samudera India. Meskipun sepanjang tahun aliran ini cenderung ke arah selatan, aliran akan mengalami variabilitas dan karakteristik yang berubah-ubah secara musiman maupun tahunan baik arah, volume transpor dan lapisan termoklin. Beberapa penelitian seperti Gordon (1986); Godfrey (1996); Gordon et al. (1999); Aung (1998); Cresswell (1998) dengan pendekatan geostropik, pemodelan maupun pengukuran arus telah dilakukan dengan memperoleh hasil yang berbedabeda. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan guna mengungkapkan fenomena lainnya. Fenomena tersebut antara lain penyebab menguat dan melemahnya transpor serta pembalikan (reversal) arah Arlindo pada lapisan-lapisan tertentu. Hal ini dianggap akan menambah pemahaman tentang dinamika yang terjadi pada Arlindo khususnya di Selat Makassar sebagai lintasan primer. Sebagaimana dikemukakan di depan bahwa Arlindo mempunyai peranan penting dalam perubahan iklim global maka sudah selayaknya penelitian tentang dinamika yang terjadi di perairan Selat Makassar secara kontinyu sangat perlu dilakukan dari berbagai aspek sehingga dapat melengkapi pengetahuan tentang pertukaran massa air antara kedua samudera serta akibat-akibat yang ditimbulkan
3 secara global. Salah satu langkah yang ditempuh adalah penelitian tentang variabilitas arus dan karakteristik arus itu sendiri serta besarnya volume transport dan mengkaji lapisan termoklin pada kedua musim yang berbeda. Masalah utama dalam penelitian ini adalah bahwa volume dan distribusi dari Arlindo belum diketahui dengan baik, sehingga mendorong para peneliti untuk lebih intensif melakukan observasi maupun pemodelan tentang sirkulasi antar samudera Pasifik dan Samudera India. Kerangka Pemikiran Massa air laut yang saling berhubungan antara tiga samudera di permukaan bumi membentuk suatu sistem sirkulasi peredaran massa air dunia yang disebut edaran massa air dunia (Broecker 1997). Sirkulasi dimulai dari Samudera Atlantik Utara bagian utara. Adanya proses penguapan menyebabkan massa air tenggelam ke lapisan dalam, membentuk North Atlantic Deep Water (NADW) atau Air Dalam Atlantik Utara (ADAU) yang mengalir ke Samudera Atlantik Selatan pada kedalaman 3000 4000 meter. Sampai di ujung selatan Samudera Atlatik Selatan aliran massa air berbelok ke arah timur bergabung dengan Arus Antartika. Massa air ini terus bergerak memasuki ujung selatan Samudera India kemudian ke timur memasuki ujung selatan Samudera Pasifik Selatan. Di ujung selatan Samudera India, sebagian aliran berbelok ke utara sampai sekitar katulistiwa dan naik ke permukaan (Broecker 1997 ; Gordon et al. 1994). Selanjutnya (Broecker 1997) juga menyebutkan aliran yang sampai ke ujung selatan Samudera Pasifik Selatan juga berbelok ke utara masuk ke Samudera Pasifik, melewati katulistiwa dan naik ke permukaan. Sirkulasi massa air ini disebut sirkulasi massa air dalam, sedangkan sistem peredaran massa air permukaan adalah bergeraknya massa air yang yang berasal dari Samudera India bagian selatan untuk mengisi kekosongan yang disebabkan oleh tenggelamnya massa air di Samudera Atlantik bagian utara. Selanjutnya kekosongan massa air di lapisan atas Samudera India ini akan menyebabkan massa air Samudera Pasifik mengalir ke Samudera India melalui perairan Indonesia bagian timur, yang kemudian dikenal dengan Arlindo dimana lintasan primernya adalah Selat Makassar.
4 Lebih lanjut Wyrtki (1987) dan Gordon et al. (1994) menyebutkan bahwa gaya penggerak utama Arlindo pada lapisan 0 200 m adalah perbedaan tekanan permukaan laut yang kuat antara Samudera Pasifik dan Samudera India (Gambar 1). Perbedaan ketinggian permukaan laut antara kedua samudera tersebut mencapai 16 cm. Kondisi ini menimbulkan gradien tekanan ke arah Samudera India sehingga massa air Samudera Pasifik mengalir ke Samudera India dan mengisi perairan timur Indonesia. Aliran ini sepanjang tahun mengalir ke selatan, namun oleh karena karakteristik perairan Indonesia bagian timur yang begitu kompleks mengakibatkan dinamika internal yang kuat serta pengaruh muson dan fenomena global lainnya di katulistiwa sehingga mengakibatkan Arlindo mengalami variabilitas dan karakteristik yang beragam dalam periode harian, musiman maupun tahunan. Selain itu juga pengaruh muson dan fenomena global seperti Samudera Pasifik (barat) Beda Paras Laut (Sea Level) Samudera India (timur laut) ARLINDO (di Selat Makassar) Interaksi Internal- - Angin Lokal, gesekan dasar,pasut, geometri perairan Dinamika Regional Musiman, antar musim, Kelvin Wave, Rossby Wave. Dinamika Global - ENSO - Variabilitas harian dan Musiman, tahunan? - Karakteristik Time domain (Kecepatan dan arah)? - Fluktuasi Volume Transpor? - Perubahan Kedalaman Lapisan Termoklin? Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran dan perumusan masalah
5 ENSO mengakibatkan volume transpor massa air Arlindo mengalami perbedaan intensitasnya pada musim barat dan musim timur. Hal yang sama juga dialami oleh lapisan termoklin yang akan mengalami fluktuasi sebagai akibat dari variabilitas Arlindo (Gambar 1). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan Perairan Indonesia sebagai suatu lintasan dalam mentransfer massa air Samudera Pasifik ke Samudera Hindia. Arlindo secara signifikan mempengaruhi keseimbangan suhu dan massa air dengan nilai salinitas yang lebih rendah dari kedua samudera ini. Oleh karena itu dapat dipertimbangkan sebagai komponen kunci dalam ENSO dan fenomena iklim muson. Sirkulasi meridional, stratifikasi, suhu permukaan laut dan muka laut akan berubah secara signifikan jika volume transport aliran Arlindo bernilai nol (Sprintall et al. 2004). Perumusan dan Pendekatan Masalah Arlindo dianggap sebagai bocoran dari massa air bagian barat Pasifik tropis yang mengalir menuju ke bagian tenggara Samudera India tropis melalui perairan Indonesia. Arlindo merupakan satu lintasan penting yang mentransfer signal iklim dan anomalinya dimana pengaruhnya dapat dirasakan di seluruh samudera dunia. Bahang dan massa air yang bersalinitas rendah yang diangkut oleh Arlindo diperkirakan mempengaruhi perimbangan kedua parameter tersebut di kedua samudera yaitu Pasifik dan India. Volume dan distribusi dari Arlindo belum diketahui dengan baik, sehingga mendorong para peneliti untuk lebih intensif melakukan observasi maupun pemodelan tentang sirkulasi antar samudera ini (Sprintall et al. 2004). Massa air dari Laut Sulawesi mengalir ke selatan menuju ke Selat Makassar dan memasuki Selat Lombok dan Laut Flores (Gordon 2001), sedangkan massa air dari Laut Maluku mengalir menuju ke Laut Banda dan bergabung dengan aliran dari Selat Makassar. Massa air dari Perairan Indonesia ini kemudian mengalir ke luar melalui tiga perairan yaitu Selat Lombok (Murray and Arief 1988), Selat Ombai dan Laut Timor (Potemra et al. 2002). Transpor Arlindo sepanjang tahun selalu mengalir ke selatan dengan intensitas volume yang bervariasi akibat dari perbedaan tinggi paras laut antara
6 barat Pasifik dan timur laut Samudera India yang berbeda-beda setiap musim. Namun demikian Burnet et al. (2003) menyatakan melalui analisis keseimbangan momentum dan energi menunjukkan bahwa total transpor Arlindo tidak tergantung secara eksklusif pada perbedaan tekanan antar samudera tetapi pada faktor-faktor lain termasuk angin lokal, gesekan dasar, serta aksi tekanan pada sisi internal. Karena kompleksitasnya Perairan Indonesia seperti selat yang sempit serta pengaruh muson membawa dampak yang signifikan terhadap variabilitas dan karakteristik serta lapisan termoklin pada perairan dimana dilintasi oleh Arlindo. Permasalahan dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh dinamika internal, regional dan global terhadap variabiltas dan karakteristik Arlindo serta fluktuasi lapisan termoklin akibat dari melemah dan menguatnya transpor Arlindo di Selat Makassar. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji dan menganalisis variabilitas dan karakteristik Arlindo pada Musim Barat dan Musim Timur untuk tiap lapisan kedalaman. 2. Menghitung besarnya transpor Arlindo dari hasil pengukuran arus dan pendekatan geostropik pada musim barat dan musim timur. 3. Mengkaji dan menganalisis lapisan termoklin pada periode musim yang berbeda sebagai indikasi dari melemah dan menguatnya transpor Arlindo. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang dinamika Arlindo baik untuk kepentingan perikanan maupun fenomena iklim global. Untuk kepentingan fenomena iklim global dapat dikatakan bahwa jika intensitas Arlindo kuat, berarti perpindahan bahang ke Samudera India pun semakin tinggi dengan demikian maka penguapan di Samudera India pun semakin tinggi yang membawa dampak kepada perubahan iklim global. Selain itu hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti terhadap pengeksplorasian sumberdaya hayati laut, karena jika terdeteksi adanya periode El-Nino berarti dapatlah diinformasikan akan datangnya up-welling yang intensif terutama di selatan Jawa, barat Sumatera dan Selatan Selat Makassar. Hal ini
7 disebabkan karena pada fase El-Nino angin musson tenggara yang berhembus di selatan Jawa lebih kuat dari biasanya. Hembusan angin ini mengakibatkan massa air bergerak sejajar garis pantai. Namun demikian Efek Coriolis membelokkan gerak massa air ke arah laut lepas (Transpor Ekman) yang mengakibatkan kekosongan massa air di pantai. Kekosongan inilah yang akan diisi oleh massa air yang berasal dari dasar perairan yang kaya akan nutrien. Hal inilah yang merupakan indikasi kesuburan perairan meningkat selama fase El-Nino di wilayah Selatan Jawa, Selatan Sulawesi dan Barat Sumatera. Hipotesis Mengacu pada berbagai perkembangan literatur (penelitian terakhir) maka dibuat dugaan sementara (hipotesis) yang berkaitan dengan permasalahan tersebut di atas antara lain : 1. Signal musiman mendominasi variabilitas Arlindo di Selat Makassar dibandingkan dengan signal lainnya, terutama di lapisan permukaan. 2. Aliran arus di Selat Makassar di dominasi oleh aliran komponen v (utara - selatan) dengan signal yang lebih kuat jika dibandingkan dengan komponen u (timur barat) karena aliran sepanjang tahun bergerak ke selatan.