BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Peta lokasi penelitian disajikan pada Lampiran A. Hasil pengolahan data arus polar current rose disajikan pada Lampiran B. Hasil pengolahan data komponen arus setelah dilakukan low pass filter 48 jam dan analisa spektralnya disajikan pada Lampiran C. Hasil korelasi serta plot antara data komponen arus dan indeks Osilasi Selatan disajikan pada Lampiran D. Tabel korelasi dari data komponen arus mooring dan indeks Osilasi Selatan disajikan pada lampiran E. 4.2 Pembahasan Pada bagian pembahasan ini berisi uraian dari hasil pengolahan data beserta penjelasannya yang mencakup fenomena-fenomena yang mempengaruhi terhadap variabilitas Arlindo di Selat Lifamatola serta hubungannya dengan fenomena ENSO. Pemasangan mooring yang pertama dilakukan pada bulan Januari 2004 sampai 17 Juli 2005 ketika fasa El Niño sedangkan ketika pemasangan mooring yang kedua di daerah Selat Lifamatola pada tanggal 19 Juli 2005 sampai Desember 2006 bertepatan dengan kondisi fasa La Niña. Dengan menggunakan data dengan periode 3 tahun untuk kedalaman m dan 1.5 tahun untuk kedalaman m didapatkan hubungan antara Fasa El Niño dan Arlindo terlihat jelas pada hasil data kecepatan arusnya. Selama fasa El Niño arlindo akan lebih rendah dibandingkan ketika fasa La Niña. Arlindo dipengaruhi dengan adanya fasa ENSO: transport yang lebih besar selama nilai SOI positif (negatif anomali SST di Nino 3.4), kondisi La Niña, dan transport yang lebih kecil selama nilai SOI negatif (positif anomali SST di Nino 3.4), kondisi El Niño. IV-1

2 Arah arus di Selat Lifamatola menunjukkan arus arah dominan ke arah tenggara (Lampiran B). Pada kedalaman 1000 m sampai 1300 m current rose memperlihatkan arah arus yang dominan ke arah barat daya, sedangkan untuk kedalaman dari 1400 sampai ke 2000 m menunjukkan perubahan arah arus menuju tenggara. Besarnya kecepatan arah arus yang semakin dalam berbanding dengan pertambahan kedalaman akan menunjukkan kecepatan rata-rata yang besar pada kedalaman 1950 m dan menurun kembali pada kedalaman 2000 m karena dipengaruhi pengaruh gesekan dasar. U E W S Gambar 4.1. Gambar kecepatan arus terhadap kedalaman dan terlihat bahwa kecepatan arusnya akan semakin besar dari kedalaman 1500 m sampai 1950 m kemudian menurun di kedalaman 2000 m. IV-2

3 » Analisis Kecepatan Arus pada tahun Kondisi Arus pada Kedalaman 1000 m Komponen arus arah-u cenderung menuju ke arah barat dan lemah di bulan Oktober 2006 (Lampiran C.1). Kecepatan rata-ratanya -5.7 cm/s. Untuk Komponen arus arah-v cenderung menuju ke utara dan menguat di bulan Juli dengan kecepatan rataratanya 1.34 cm/s (Lampiran C.1). Pengukuran arus pada kedalaman 1000 m menunjukkan arus rata-rata dominan yang arahnya menuju ke barat laut sebesar 5.86 cm/s (Lampiran B.1). Kondisi Arus pada Kedalaman 1100 m Komponen arus arah-u di kedalaman ini menuju ke barat dan melemah di bulan Mei dengan besarnya cm/s dan kecepatan rata-rata cm/s (Lampiran C.2), sedangkan komponen arus arah-v menunjukkan arah ke utara dan kuat di bulan Juni dengan besarnya cm/s. Kecepatan rata-rata pada komponen arus arah-v ini adalah sama yaitu 1.95 cm/s (Lampiran C.2). Pengukuran arus di daerah Selat Lifamatola pada kedalaman 1100 m pada dengan kecepatan rata-rata 7.7 cm/s dengan arah arus dominan ke arah barat laut. Hasil plot menunjukkan pergerakan arah arusnya bergerak dari tenggara dan barat laut (Lampiran B-2). Kondisi Arus pada Kedalaman 1200 m Komponen arus arah-u sudah mulai menunjukkan pergerakan ke arah timur walaupun masih lemah, sedangkan besar dari kecepatan rata-ratanya bertambah besar dari kedalaman 1000 dan 1100 m yaitu cm/s (Lampiran C.3). Komponen arus arah-v terlihat masih dominan menuju ke utara dengan menguat pada bulan Juni mencapai cm/s dengan besar kecepatan rata-ratanya 1.69 cm/s (Lampiran C.3). IV-3

4 Dengan besarnya nilai kecepatan arus untuk komponen arah-u dan komponen arus arah-v dapat dilihat bahwa pola arus rata-rata polarnya bernilai 2.80 cm/s dengan arah barat laut (Lampiran B.3). Kondisi Arus pada Kedalaman 1300 m Komponen arus arah-u menunjukkan perubahan arah yaitu ke timur dengan kecepatan lebih besar ke arah timur di bulan April dengan kecepatan cm/s. Besarnya kecepatan rata-rata membesar mencapai 1.58 cm/s (Lampiran C.4). Komponen arus arah-v masih menuju utara dan kuat pada bulan Juni, sedangkan kecepatan rata-ratanya menjadi 0.21 cm/s (Lampiran C.4). Arus pada kedalaman 1300 m mengecil menjadi 1.5 cm/s dengan arah dominannya ke arah barat laut. Terlihat pada plot arusnya dalam periode 3 tahun yaitu ini menunjukkan adanya kecepatan yang sudah mulai menuju ke arah selatan dengan arus dominan yang cukup kecil (Lampiran B-4). Kondisi Arus pada Kedalaman 1400 m Komponen arus arah-u menuju ke arah timur dengan dengan nilai maksimum pada bulan Januri 2006 sebesar cm/s dan kecepatan reratanya membesar menjadi 6.39 cm/s (Lampiran C.5). Komponen arus arah-v bergerak ke arah selatan yang melemah di Januari 2006 mencapai cm/s. Kecepatan rerata untuk komponen arus arah-v ini tidak begitu kuat dengan besarnya cm/s (Lampiran C.5). Hal ini terlihat jelas ketika kecepatan arusnya di plot menjadi bentuk polar terlihat bahwa arah arus dominannya berubah arah menjadi ke arah tenggara dengan magnitudonya 6.8 cm/s (Lampiran B-5). Kondisi Arus pada Kedalaman 1500 m Komponen arus arah-u bertambah besar mencapai 36 cm/s dan maksimum di bulan Januari 2006 dengan kecepatan rata-ratanya makin membesar untuk komponen arus IV-4

5 arah-u mencapai cm/s (Lampiran C.6), sedangkan komponen arus arah-v dengan besar cm/s pada bulan Januari 2006 dan kecepatan rata-ratanya terus melemah ke selatan sebesar cm/s (Lampiran C.6). Pada arus polar ditunjukkan pula bahwa arah dominannya yang merupakan komponen kedua arah arusnya ini bergerak atau menuju ke arah tenggara dan magnitudonya lebih besar daripada di kedalaman 1400 m yaitu cm/s (Lampiran B-6). Kondisi Arus di Kedalaman 1600 m Kondisi arus pada kedalaman 1600 m ini menunjukkan pada komponen kecepatan arus arah-u menuju ke arah timur dengan kecepatan rata-rata yang sebesar cm/s begitupun sebaliknya pada komponen kecepatan arus arah-v yang bergerak ke selatan dengan kecepatan rata-ratanya sebesar cm/s (Lampiran C-7). Dengan pola lain yaitu current rose ditunjukkan arah dominan yang bergerak ke arah tenggara sebesar 26.7 cm/s (Lampiran B-7), dengan variasi pergerakan ke barat laut menjadi kecil. Kondisi Arus di Kedalaman 1650 m Pada kedalaman ini pun menunjukkan adanya nilai kecepatan komponen arus arah-u dan arah-v nya mulai membesar dengan kecepatan rata-ratanya masing-masingnya 27 cm/s dan -20 cm/s dengan perubahan arah arus pada bulan maret 2006 (Lampiran C-8). Sedangkan pada gambar arus polar menghasilkan nilai lebih besar dibandingkan dengan kedalaman-kedalaman sebelumnya yaitu sebesar 34.4 cm/s dengan arah dominan ke arah tenggara (Lampiran B-8). IV-5

6 Kondisi Arus di Kedalaman 1700 m Di kedalaman 1700 m ini komponen kecepatan arus arah-u dan arus arah-v nya membesar dengan kecepatan rata-ratanya masing-masing komponen yaitu 31 cm/s dan cm/s dan dan berubah ketika pada bulan Maret Pada komponen kecepatan arus arah-u kecepatan arus berubah menuju barat atau minimum di bulan Maret 2006, sedangkan pada komponen kecepatan arus arah-v terlihat menuju ke selatan dan maksimum di bulan Maret 2006 dan arahnya menuju ke utara (Lampiran C-9). Arus polarnya pun menunjukkan hal yang sama variasi pergerakan ke arah barat laut lebih kecil dibandingkan pergerakan arus ke tenggara, menyebabkan pergerakan arus bertambah besar dengan magnitudonya sebesar 41 cm/s (Lampiran B-9). Kondisi Arus di Kedalaman 1750 m Pada kedalaman ini komponen kecepatan arus arah-u menunjukkan nilai positif dan berarah ke timur sedangkan pada komponen arus arah-v menunjukkan nilai negatif dan berarah ke selatan untuk semua waktu selama 1.5 tahun dengan kecepatan ratarata 36 cm/s dan -33 cm/s tetapi terjadi perubahan arah arus yang menuju ke arah berlawanan kecepatan arus arah-u yang menuju ke barat dan kecepatan arus arah-v yang menuju ke arah utara pada maret 2006 (Lampiran C-10). Arah dari hasil polar menunjukkan arahnya yang tetap ke tenggara dan mempunyai kecepatan rata-rata magnitudo yang besarnya 49 cm/s. Ini berarti bahwa besarnya kecepatan rata-ratanya bertambah terhadap pertambahan kedalaman (Lampiran B- 10). Kondisi Arus di Kedalaman 1800 m Komponen kecepatan arus arah-u menunjukkan arus berarah ke arah utara yang ditunjukkan nilai yang positif dan ke selatan pada bulan maret 2006 dengan nilai kecepatan rata-ratanya 42 cm/s. Komponen kecepatan arus arah-v menunjukkan arus IV-6

7 yang berarah ke selatan dan ditandai dengan nilai yang negatif dan menuju ke utara di sekitar bulan maret 2006 dengan kecepatan rata-ratanya yaitu -39 cm/s (Lampiran C-11). Arus polarnya menunjukkan kecepatan arusnya mengarah menuju tenggara dengan kecepatannya 58 cm/s (Lampiran B-11). Kondisi Arus di kedalaman 1850 m Kecepatan arus arah-v menunjukkan adanya arus yang bergerak ke arah selatan dan ini diduga karena adanya arus lintas indonesia yang menuju ke daerah selatan ditandai dengan nilai negatif dengan kecepatannya rata-ratanya -44 cm/s. Sedangkan komponen kecepatan arus arah-u menuju ke timur dengan besarnya 49 cm/s dan bernilai positif tetapi ada arus yang berbalik arah pada bulan maret 2006 (Lampiran C-12). Pada arus polar ditunjukkan hampir semua kecepatan arusnya menuju ke tenggara dengan kecepatan rata-rata dominannya mencapai 66 cm/s (Lampiran B-12). Kondisi Arus pada kedalaman 1900 m Komponen arus arah-u bergerak ke arah utara yang nilainya positif dengan nilai minimum di bulan maret 2006 mempunyai kecepatan rata-rata 52 cm/s dan komponen arus arah-v bergerak ke arah Selatan dengan kecepatan rata-rata -39 cm/s dan mencapai maksimum pada saat maret 2006 (Lampiran C-13). Arus polarnya menuju ke arah tenggara dengan kecepatan rata-rata dominan yaitu 66 cm/s (Lampiran B-13). Kondisi Arus pada kedalaman 1950 m Komponen kecepatan arus pada arah-u ini menuju arah positif atau menuju ke arah timur dan menyebabkan besarnya nilai kecepatan rata-ratanya menjadi 55 cm/s dan IV-7

8 minimum di bulan maret 2006 dengan besarnya cm/s dan pada komponen arus arah-v menuju ke arah negatif atau menuju ke arah selatan pada maret 2006 terlihat arus menuju ke utara tetapi tidak sebesar pada kedalaman-kedalaman sebelumnya (Lampiran C-14). Pada (Lampiran B-14) menunjukkan adanya komponen kecepatan arusnya yang berarah ke tenggara dengan kecepatan arusnya sebesar 68 cm/s yang menunjukkan semakin besar kecepatannya dengan bertambahnya kedalaman. Kondisi Arus pada kedalaman 2000 m Pada kedalaman 2000 m sudah mulai mengecil kecepatan arusnya (Lampiran C-15), untuk komponen kecepatan arus arah-u yang masih berarah menuju timur menunjukkan nilai yang besarnya 41 cm/s dan komponen arus arah-v menunjukkan nilai yang besarnya -26 cm/s yang berarah ke selatan. Setelah kedua komponen kecepatan arus ini dijadikan arus polar terlihat arah arusnya yang bergerak ke arah tenggara dan besarnya kecepatan rata-rata adalah 49 cm/s. Kecepatan rata-rata yang menurun dari kedalaman m ini diakibatkan oleh adanya gesekan dasar sehingga pada kedalaman 2000 m kecepatan arusnya menjadi berkurang dan menurun (Lampiran B-15). Pada (Lampiran C) kecepatan arus diuraikan menjadi komponen arah arus timurbarat atau arah-u dan komponen arah arus utara-selatan atau arah-v. Penggunaan metode low pass filter pada kecepatan arus membantu untuk membuang arus pasang surut sehingga didapatkan trend data dari kecepatan arus dan membantu mempermudah annalisis. Dari trend data ini dapat dilihat untuk kedua komponen baik komponen arus arah-u dan komponen arus arah-v memiliki nilai yang dominan. Bulan Maret 2006 untuk semua kedalaman terdapat arus yang arahnya berbeda atau berlawanan tetapi besarnya tidak terlalu berbeda dengan bulan-bulan yang lain. Untuk IV-8

9 komponen kecepatan arus arah-v menunjukkan arah arus yang dominan ke arah selatan. Ini lebih jelas terlihat pada grafik mooring velocity di kedalaman 1400 sampai 2000 m. Jika dibandingkan dengan komponen kecepatan arus arah-u menunjukkan adanya komponen kecepatan rata-rata maksimum yang sama-sama dominan dan saling mempengaruhi. Perlakuan yang sama dialami oleh komponen kecepatan arus arah ini pada bulan Maret 2006 arus ini berbalik arah dengan cepat, pada grafik terlihat menuju ke arah yang berlawanan untuk semua kedalaman (Lampiran C). Gambar 4.2. Gambar Kecepatan terhadap kedalaman setiap komponen arus arah-u dan arah-v. Pada Gambar 4.2 diperlihatkan adanya kecepatan arus vertikal arah-u yang berubah sampai ke kedalaman 1950 m dan menurun di kedalaman 2000 m dikarenakan adanya gesekan dasar. Komponen arus arah-u menunjukkan nilai dominan di kedalaman 1950 m dengan besarnya cm/s. Pada kecepatan arus arah-u yang vertikal ini sudah dibuktikan dengan penelitian sebelumnya oleh Aken di tahun 2007 yang sudah dijelaskan pada bab II sebelumnya. Dengan kecepatan rata-rata maksimum di kedalaman 1950 m sebesar cm/s. IV-9

10 » Analisis Spektral Kecepatan Arus Setelah dilakukan analisa spektral (Lampiran C) dari kedua komponen arus menunjukkan frekuensi dominan dari data arus tersebut adalah frekuensi rendah, yang menunjukkan bahwa kecepatan arus akan mengalami perubahan nilai pada periode panjang (musiman atau tahunan). Didapatkan nilai periode dominan yaitu periode pasang surut yaitu f 0.08 dan f 0.04 yang berarti periodenya 12 jam dan 24 jam. Pada kedalaman 1000 dan 1100 m untuk komponen arus arah-u periode yang paling besar adalah periode 12 jam. Di kedalaman 1200 m komponen arus arah-u periode yang dominan adalah keduanya yaitu 12 jam dan 24 jam. Untuk kedalaman lainnya baik komponen arus arah-u dan komponen arus arah-v terlihat dominan di periode 24 jam. Dengan munculnya periode dominan tersebut diduga bahwa tipe pasang surut dari Selat Lifamatola ini adalah pasang surut diurnal yaitu pasang surut yang terjadi 1 kali pasang dan 1 kali surut pada satu hari. Ini dibuktikan juga dengan adanya studi terdahulu dengan komponen pasut yang dominan adalah komponen O1 dan K1 (Aken, 2007) yang sudah dijelaskan di bab IV sebelumnya. Setelah hasil analisa spektral kecepatan komponen arus arah-u diperbesar maka didapatkan nilai frekuensi yang cukup besar yaitu pada f , f dan f yaitu periode 2 minggu, 2 bulanan, dan 3 bulanan di semua kedalaman. Frekuensi yang paling dominan adalah pada f yaitu sekitar 6 bulanan, pada kedalaman m lebih terlihat spektrum energinya yang menonjol di f dengan periodenya berkisar 14 bulanan atau 1 tahunan. Untuk kecepatan komponen arus arah-v memiliki nilai spektrum yang hampir sama dengan komponen arah-u nya yaitu f , f , dan f maka periodenya menjadi 2 mingguan, 4 mingguan, dan 2 bulanan. Periode maksimum serupa dengan komponen arus arah-u yaitu pada f periode 6 bulanan (semi-tahunan) dan f periode 1 tahunan, lebih terlihat pada kedalaman antara m (Lampiran C). Dari hasil analisis spektral tidak bisa didapatkan periode ENSO karena data yang digunakan adalah data 3 tahunan sehingga masih kurang panjang periodenya untuk IV-10

11 menggambarkan atau mengetahui periode dari ENSO. Periode semi-tahunan kemungkinan terkait dengan dua fenomena. Pertama adalah dikarenakan skala waktu eddy (eddy time scale) yang berkisar antara tiga hari sampai enam bulan dan faktor yang kedua adalah dikarenakan adanya faktor siklus pasang surut akibat pengaruh posisi bumi terhadap matahari yaitu solar semi-annual constituents (182.6 hari), waktu yang dibutuhkan oleh matahari untuk merubah deklinasi dari nol derajat sampai maksimum dan kembali lagi ke nol derajat dikarenakan oleh adanya variasi atau perbedaan deklinasi matahari (Krisnoto, 2007). Periode 3 bulanan merupakan periode musiman yaitu periode dimana terjadinya peralihan dari musim peralihan I ke musim timur lalu musim peralihan II ke musim barat. Periode untuk 2 mingguan merupakan pengaruh dari komponen pasang surut lunar fortnightly (13.66 hari), waktu bulan untuk merubah deklinasi dari nol derajat atau ekuator ke derajat maksimum dan kembali lagi ke nol disebabkan oleh adanya perbedaan deklinasi dari bulan. Periode yang ditunjukkan selama tahunan pun dikarenakan adanya faktor periode tahunan. Sedangkan periode 4 mingguan dikarenakan adanya pengaruh pasang surut periode panjang yang memiliki periode hari yaitu Moon annual constituents (Mm). Tabel 4.1. Frekuensi-frekuensi dominan pada komponen arus arah-u Komponen arus arah-u Periode Analisis f jam Pasut semidiurnal f jam Pasut diurnal f minggu pengaruh pasut lunar fortnightly f bulanan pengaruh pasut periode 2 bulanan f bulanan pengaruh musiman karena pergantian musim f bulanan eddy time scale, semi-annual constituents f tahunan Periode tahunan IV-11

12 Tabel 4.2. Frekuensi-frekuensi dominan pada komponen arus arah-v: Komponen arus arah-v Periode Analisis f jam Pasut semidiurnal f jam Pasut diurnal f minggu pengaruh pasut Moon annual constituents f minggu pengaruh pasut lunar fortnightly f tahunan Periode tahunan f bulanan Pengaruh pasut periode2 bulanan f bulanan eddy time scale, semi-annual constituents» Analisis Plot Korelasi Kecepatan Arus dan SOI Untuk melihat keterkaitan antara Arlindo di Selat Lifamatola dan fenomena ENSO dilakukan plot data arus dan Indeks Osilasi Selatan (SOI) dengan mendekomposisi sinyal dengan bantuan deret Fourier. Keterkaitan antara fenomena ENSO dan variabilitas Arlindo dapat dilihat berdasarkan nilai korelasi silang antara kedua parameter tersebut. Data yang digunakan berupa hasil dekomposisi sinyal Arlindo dan SOI berdasarkan deret Fourier dengan mengeluarkan komponen sinyal periode 6 bulanan (semi annual) dan 1 tahunan (Lampiran D). Perbedaan di antara kedua sinyal periode adalah pada nilai korelasi komponen sinyal periode tahunan terlihat lebih besar dibandingkan dengan nilai korelasi yang dimiliki oleh komponen sinyal periode 6 bulanan. Plot korelasi silang untuk 6 bulanan menunjukkan pola arus yang serupa untuk semua kedalaman hanya besarnya kecepatan yang semakin besar terhadap perubahan kedalaman. IV-12

13 Kedalaman 1000 m Untuk melihat keterkaitan antara fenomena ENSO dengan variabilitas Arlindo pada tahun pada kedalaman m dilakukan plot data arus dan Indeks Osilasi Selatan (SOI) dengan mendekomposisi sinyal dengan bantuan deret Fourier dan hanya digunakan komponen sinyal dengan periode 6 bulanan (semi-annual) dan 1 tahunan. Keterkaitan antara variabilitas Arlindo dan fenomena ENSO dapat dilihat berdasarkan nilai korelasi silang dari kedua parameter tersebut. Hasil plot Arlindo- SOI dengan menggunakan data komponen 6 bulanan pada kedalaman 1000 m menunjukkan bahwa pola fluktuasi kecepatan arus yang serupa dengan fluktuasi SOI (Lampiran D.1). Pada Maret 2005 di saat SOI minimum (fasa El Niño) sebelumnya terjadi peningkatan komponen kecepatan arus arah-u ke barat di bulan November 2004 dengan keterlambatan waktunya adalah 4 bulan maka nilai korelasinya memenuhi korelasi signifikan r > yaitu (r) = (Lampiran E.1). Hal tersebut berarti bahwa fluktuasi kecepatan Arlindo pada kedalman 1000 m berfluktuasi bersamaan (atau terjadi keterlambatan fasa maksimum sekitar 4 bulan) dengan fluktuasi Indeks Osilasi Selatan.Hasil ini mengindikasikan jika terjadi nilai minimum SOI (fasa El Niño) akan terjadi dahulu peningkatan kecepatan arus ke arah barat dengan keterlambatan waktu sebesar 4 bulan. Begitu pula dengan nilai SOI di bulan Agustus 2006 yang berselisih selama 2 bulan dengan penguatan kecepatan arus ke barat di bulan Oktober 2006 dengan korelasinya sebesar Jika pada kasus ini penguatan arus ke arah barat terjadi setelah 2 bulan terjadi SOI minimum (fasa El Niño). Pola yang sama dari kecepatan arus arah-v menunjukkan pola yang berlawanan antara SOI-Arlindo tetapi nilai keterlambatan waktu yang sama antara pelemahan (penguatan) kecepatan arus dan SOI minimum (SOI maksimum) dengan lag time 4 bulan. Ini berarti setelah adanya SOI minimum (fasa El Niño) sebelumnya terjadi adanya penguatan arus ke arah utara di bulan November 2004 (Lampiran D.1) dengan korelasinya sebesar (r) = untuk komponen 6 bulanan dan (r) = dengan keterlambatan waktu 2 bulan untuk SOI maksimum. Ini berarti pada waktu terjadinya SOI maksimum (fasa La Niña) 2 bulan sebelumnya sudah terjadi IV-13

14 peningkatan kecepatan arus ke arah utara dengan korelasi r = (Lampiran E.1 dan Lampiran E.2). Kedalaman 1100 m Korelasi antara komponen kecepatan arus arah-u komponen 6 bulanan dan SOI menunjukkan pada penguatan kecepatan arus ke barat di bulan November 2004 mengikuti fasa El Niño (SOI minimum) pada bulan Maret 2005 sedangkan Januari 2006 penguatan kecepatan arus ke arah timur mengikuti SOI yang maksimum pula pada bulan Maret 2006 (Lampiran D.2). Oleh karena itu korelasinya sebesar (r) = dengan keterlambatan waktunya adalah 4 bulanan dan (r) = dengan keterlambatan waktunya sebesar 2 bulanan. Ini berarti bahwa 2-4 bulan sebelum terjadi SOI minimum (maksimum) maka terjadi peningkatan arus ke barat (timur). Untuk komponen 1 tahunan pada bulan SOI minimum di bulan Maret 2005, 4 bulan sebelumnya yaitu bulan Oktober 2004 terjadi kecepatan arus yang menguat ke arah selatan begitu pula dengan pada SOI maksimum di bulan Januari 2006 diikuti oleh penguatan kecepatan arus yang utara di bulan Februari 2006 dengan nilai korelasi positif sebesar (r) = untuk lag time 4 bulan dan (r) = dengan lagtime 1 bulan (Lampiran D.2). Korelasi komponen kecepatan arus arah-v dan SOI komponen 6 bulanan menunjukkan penguatan kecepatan arus ke utara di bulan November 2004 diikuti nilai SOI minimum (fasa El Niño) di bulan Maret 2005 begitu pula dengan komponen 1 tahunan dengan masing-masing korelasi (r) = dan (r) = dengan keterlambatan waktu 4 bulan. Dengan demikian 4 bulan sebelum terjadi nilai SOI maksimum (La Niña) dan SOI minimum(fasa El Niño), terjadi dahulu penguatan arus ke arah utara. Seain itu ada pula nilai keterlambatan 2 bulan untuk komponen 6 bulanan dan 1 bulan untuk komponen 1 tahunan dengan nilai yang memenuhi nilai signifikan dengan nilai korelasi r (-2) = dan r(1) = Kedalaman 1200 m Pada Kedalaman 1200 m komponen 6 bulan korelasi SOI dan kecepatan arus arah-u menunjukkan bahwa terjadi keterlambatan fasa sebesar 4 bulan ini dapat dilihat pada IV-14

15 SOI minimum (fasa El Niño) diikuti oleh adanya pelemahan kecepatan arus minimum pada bulan November 2004 dan begitu pula pada SOI maksimum (fasa La Niña) diikuti adanya penguatan kecepatan arus ke arah timur di bulan Januari 2006 dengan nilai korelasinya (r) = sedangkan untuk komponen 1 tahunan serupa dengan kecepatan arus komponen 6 bulanan hanya saja nilai korelasinya negatif yaitu (r) = = karena pola arus dan SOI berlawanan arah (Lampiran D.3). Komponen kecepatan arus arah-v menunjukkan adanya keterlambatan waktu sebesar 4 bulanan juga pada bulan Maret 2005 pada SOI minimum (fasa El Niño) sebeumnya diikuti oleh peningkatan arus ke arah utara bulan November 2004 (Lampiran D.3) begitu pula pada SOI maksimum diikuti oleh peningkatan arus ke arah selatan di bulan Januari 2006 dengan nilai korelasinya sebesar r (-4) = dan r(-2)= Untuk komponen 1 tahunan kecepatan arus arah-v berkorelasi dengan keterlambatan waktu yang memenuhi adalah 1-4 bulan sebelum terjadi SOI minimum atau maksimum terjadi penguatan arus ke arah utara atau ke selatan, pada bulan Januari 2006 pada saat SOI maksimum akan diikuti oleh nilai penguatan arus yang ke arah selatan dengan lag time 1 bulan dan korelasi r(1) = dan pada saat SOI minimum sebelumnya sudah diikuti oleh nilai penguatan arus ke arah utara di bulan November 2004 dengan nilai korelasi sebesar r(-4)= Kedalaman 1300 m Pada kedalaman 1300 m ini menunjukkan pola yang berbeda dengan nilai kedalamankedalaman lainnya dengan keterlambatan waktu antara 7-8 bulan antara SOI dan penguatan kecepatan arus. Pada komponen 6 bulanan kecepatan arus arah-u dan kecepatan arus arah-v menunjukkan plot SOI dan kecepatan arus yang berkorelasi begitu pula dengan komponen 1 tahunan yang sama antara kecepatan arus dan SOI, hanya saja korelasi silang komponen 6 bulanan menunjukkan korelsi yang signifikan sedangkan yang 1 tahunan tidak menunjukkan nilai korelasi signifikan pada lag time di 4 bulan sebelum SOI ekstrim atau 1 bulan sesudah SOI ekstrim tetapi ini tidak berarti terdapat kesalahan hanya saja nilai korelasi signifikan hanyalah nilai statistik saja belum tentu dari perhitungan atau fisisnya adalah benar (Lampiran D.4), baik IV-15

16 untuk komponen arah U dan komponen kecepatan arus arah V dengan nilai korelasi untuk komponen kecepatan arus arah-u adalah r (7) = dan r (-8 ) = sedangkan untuk komponen 1 tahunan korelasinya sebesar r (1) = dan r (-4 ) = Ini berarti bahwa untuk komponen arus arah timur barat terjadi peningkatan arus yang berarah ke timur setelah 7 bulan terjadinya nilai SOI positif maksimum atau 8 bulan sebelum SOI negatif minimum terjadi penguatan arus ke arah barat. Untuk komponen arus arah-v nilai korelasi yang didapatkan adalah r (2) = untuk filter 6 bulanan serta r (1) = untuk filter 1 tahunan yang kedua filter memiliki nilai korelasi yang signifikan. Ini menunjukkan bahwa 1 bulan setelah terjadinya SOI positif maksimum maka terjadilah penguatan arus yang berarah ke selatan. Kedalaman 1400 m Pada kedalaman 1400 m ini komponen arus arah-u mengikuti SOI minimum (fasa El Niño) dan SOI maksimum (Fasa La Niña) dengan keterlambatan waktunya adalah 5-6 bulan untuk filter 6 bulanan sedangkan untuk komponen kecepatan arus arah U filter 1 tahunan masih mengalami keterlambatan waktu diantara 1-4 bulan dengan nilai keduanya adalah berkorelasi antara nilai SOI dan penguatan kecepatan arus (Lampiran D.5). Sedangkan untuk komponen arus arah-v untuk komponen 6 bulanan memiliki lag time 7-9 bulan sebelum terjadi nilai SOI minimum maupun nilai SOI maksimum sedangkan untuk nilai komponen kecepatan arus pada 1 tahunan nilai lag timenya tidak sama dengan komponen nilai dari 6 bulanan terlihat dengan nilai grafiknya yang menunjukkan penguatan kecepatan arus arah ke selatan atau bisa dikatakan arus selatan melemah empat bulan sebelum terjadi SOI minimum (fasa El Niño) dan sebulan setelah SOI maksimum (fasa La Niña) arus mengalami pelemahan arus utara dengan nilai korelasi yang tidak berkorelasi baik yang 6 bulanan serta 1 tahunan (Lampiran D.5) dengan nilai korelasi masing-masingnya untuk komponen 6 bulanan untuk komponen kecepatan arus arah-u adalah (r) = dan (r) = , sedangkan untuk komponen kecepatan arus arah-v adalah (r) = dan (r) = IV-16

17 Kedalaman 1500 m Pada kedalaman 1500 m pola dari SOI minimum (fasa El Niño) dapat terlihat di filter 6 bulan baik untuk kecepatan arus arah-u dan arah-v nya dengan nilai korelasi r = untuk lag time 6 bulan begitu pula dengan nilai komponen kecepatan arus arah-v nya memiliki korelasi r = dengan nilai lag time yang sama. Pada SOI maksimum (fasa La Niña) tidak terlihat sampai kecepatan arus difilter menjadi 1 tahun barulah terlihat adanya lag time untuk SOI maksimum sebulan setelah adanya SOI positif maksimum barulah terjadi penguatan arus ke arah selatan dengan nilai korelasi yang sesuai dengan nilai signifikan (Lampiran D.6), dan korelasinya sebesar r(1)= untuk komponen kecepatan arus arah-u dan r (4)= untuk kecepatan komponen arus arah-v. Pada kedalaman ini plot antara SOI dan Arlindo terlihat berkorelasi antara satu dengan yang lainnya. Kedalaman 1600 m Di kedalaman 1600 m untuk semua komponen kecepatan arus arah-u dan arus arah- V terlihat mengikuti pola SOI dengan perbedaan lag timenya adalah sebesar 11 bulan dengan korelasi yang signifikan yaitu r(11) = dan r(11)= Ini berarti bahwa setelah terjadinya SOI minimum (fasa El Niño) selama 11 bulan barulah terjadi penguatan arus ke arah barat, begitu pula dengan komponen arus arah-v menunjukkan setelah 11 bulan terjadinya fasa SOI positif maksimum terjadi penguatan arus yang menuju ke selatan. Sedangkan untuk komponen 1 tahunan terlihat bahwa tidak adanya korelasi antara plot SOI dan kecepatan arus dikarenakan nilai korelasinya yang tidak signifikan atau tidak memenuhi diantara kedua komponen baik komponen kecepatan arus arah-u dan komponen kecepatan arus arah-v. Korelasi signifikan ditunjukkan pada 8-12 bulan sebelum SOI maksimum/minimum terjadilah penguatan kecepatan arus. Ini diduga karena korelasi signifikan secara fisis tidaklah selalu benar atau data yang digunakan pada kedalaman ini adalah tidak terlalu panjang dibandingkan dengan data yang dipakai di kedalamankedalaman sebelumnya hanya berkisar 1.5 tahun. IV-17

18 Kedalaman 1650 m Kedalaman 1650 ini mengalami keterlambatan waktu sebesar 11 bulan dengan nilai korelasi untuk komponen 6 bulanan adalah (r) = untuk komponen kecepatan arus arah-u dan (r) = untuk komponen kecepatan arus arah-v. Ini berarti bahwa 11 bulan sebelum terjadinya SOI negatif minimum terjadilah penguatan kecepatan arus yang mengarah ke barat sedangkan untuk komponen arus arah-v, 2 bulan setelah terjadinya penguatan kecepatan arus yang arahnya ke selatan maka kemudian SOI positif maksimum terjadi. ebaliknya pada komponen 1 tahunan ditandai dengan penguatan kecepatan arus kemudian diikuti dengan adanya nilai SOI dengan nilai korelasi yang signifikan pula dan menunjukkan nilai korelasi yang lebih besar pula yaitu sebesar r(-11) = untuk komponen kecepatan rus arah-u dan r(-11) = untuk komponen kecepatan arus. Maka dapat kita buktikan bahwa pada kedalaman 1650 m memiliki nilai lag time yang sama baik untuk komponen 6 bulanan maupun tahunan. Kedalaman 1700 m Kedalaman 1700 m ini terlihat lag time nya adalah sebesar 11 bulan. Artinya nilai SOI diikuti oleh penguatan kecepatan arus sebelum setelah SOI maksimum di bulan April 2006 dan kecepatan arus baru muncul di bulan Januari Nilai korelasi di kedalaman ini adalah (r) = (r) = untuk filter 6 bulanan baik komponen arus arah-u dan komponen arus arah-vnya. dan 1 tahuann untuk lag time antara 2-4 bulan sebelum SOI maksimum/minimum terjadi tetapi dengan nilai korelasi yang tidak signifikan. Ketidak signifikan korelasi ini dapat dikarenakan tidak panjangnya perekaman data menyebabkan tidak terdeteksinya penguatan kecepataan arus yang berhubungan dengan fenomena ENSO atau karena fluktuasi kecepatan arus yang sudah mulai terlihat konstan terhadap grafik SOI. Kedalaman 1750 m Kedalaman 1750 m ini sudah mulai konstan sepanjang tahunnya terhadap grafik SOI Pada kedalaman ini Arlindo masih berpengaruh. Arah arus yang dominan ke arah IV-18

19 tenggara dipengaruhi oleh Arlindo dan oleh fenomena-fenomena lainnya (Lampiran B.10). Lag time yang dihasilkan oleh kedalaman 1750 m ini adalah 11 bulan. Ini berlaku untuk kecepatan arus arah-u dan komponen kecepatan arus arah-v, ini mempunyai arti bahwa adanya penguatan kecepatan arus ke arah barat dan penguatan arus ke utara 11 bulan sebelum terjadinya nilai SOI positif maksimum (fasa La Niña) dan SOI negatif minimum (fasa El Niño) pada filter 6 bulanan. Kedalaman m Kedalaman 1800 sampai kedalaman 2000 m ini mengalami hal yang serupa dengan kedalaman 1750 m yang grafiknya terlihat konstan relatif sepanjang tahunnya dengan nilai lag timenya adalah 11 tahun untuk komponen 6 bulanan dari kedalaman, m baik untuk kecepatan arus arah-u dan kecepatan arus arah-v. Pada kedalaman m ini memiliki arti bahwa pada saat SOI negatif minimum 11 bulan sebelumnya terjadi dahulu penguatan kecepatan arus yang mengarah dan menuju ke arah timur untuk komponen arus arah-u nya dan mengarah ke utara untuk komponen arus arah V-nya. Sedangkan pada periode nilai 1 tahunan niali lag timenya berbeda-beda karena sinyal arusnya tidak begitu terdeteksi. Oleh sebab itu lag time dari nilai kecepatan arus dan SOI adalah bervariai antara 6-8 bulan sebelum terjadi SOI minimum/maksimum.nilai Arlindo yang semakin besar terhadap kedalaman sampai ke kedalaman 1950 m menunjukkan adanya Arlindo pada perairan Selat Lifamatola didukung oleh adanya fenomena-fenomena lain atau karakteristik terhadap perairan tersebut. (Lampiran D.11, Lampiran D.12, Lampiran D.13, Lampiran D.14, dan Lampiran D.15).. Tabel 4.3 Nilai korelasi dan keterlambatan waktu pada setiap kedalaman dan setiap komponen kecepatan arus pada komponen 6 bulanan. Filter 6 bulanan Koefisien Korelasi Lag Time Kedalaman (m) u v u v IV-19

20 Tabel 4.4 Nilai korelasi dan keterlambatan waktu pada setiap kedalaman dan setiap komponen kecepatan arus pada komponen1 tahunan. Filter 1 tahunan Koefisien Korelasi Lag Time Kedalaman (m) u v u v Maka dapat disimpulkan dari hasil seluruh kedalaman antara m di Selat Lifamatola menunjukkan korelasi positif dan negatif dengan kisaran koefisien korelasi (r) = s.d untuk filter 1 tahunan dan (r) = s.d untuk IV-20

21 komponen 6 bulanan dengan keterlambatan waktu antara 1-11 bulan.. Indeks Osilasi Selatan yang menunjukkan bahwa fluktuasi kecepatan Arlindo terjadi seiring dengan fluktuasi tekanan udara (atmosfer) yang terjadi antara Tahiti dan Darwin. Jika SOI bernilai negatif (minimum) maka tekanan udara (atmosfer) di Tahiti lebih rendah dibandingkan dengan tekanan udara (atmosfer) di Darwin (fasa El Niño) dan kecepatan Arlindo di perairan Selat Lifamatola pun akan melemah akibat gradien tekanan antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia menjadi berkurang. Berkurangnya gradien tekanan antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang merupakan gaya pembangkit Arlindo menyebabkan terjadinya pelemahan arus di perairan Selat Lifamatola. Kedalaman m memiliki gradien tekanan yang kecil, sehingga menunjukkan keterlambatan fasa antara sinyal SOI terhadap sinyal pelemahan kecepatan Arlindo seiring dengan bertambahnya kedalaman perairan. Diduga pada bulan Maret 2006 adalah bulan terjadinya La Niña. Hasil ini menguatkan pernyataan (Susanto, 1999) bahwa terdapat hubungan yang kuat antara variabilitas Arlindo dan fenomena El Niño dan La Niña. Untuk nilai kedalaman m sudah terlihat ada beberapa nilai koefisien korelasi signifikannya sudah tidak muncul lagi, tetapi nilai korelasi signifikannya belum tentu benar secara fisis. Arah arus yang dominan ke arah tenggara diperkirakan adanya fenomena-fenomena di perairan dalam Selat Lifamatola. Tetapi pada umumnya untuk semua kedalaman fluktuasi kecepatan arus di Selat Lifamatola dapat dikatakan berkaitan erat terhadap fenomena ENSO. Sekitar 1-11 bulan setelah terjadi nilai SOI minimum (fasa El Niño), maka akan terjadi pelemahan kecepatan Arlindo begitu pula dengan nilai SOI maksimum( fasa La Niña) akan terjadi penguatan kecepatan Arlindo. Nilai korelasi Arlindo-SOI yang tidak signifikan adalah karena kurang panjangnya perekaman data arus sehingga tidak terdeteksinya pelemahan arus (penguatan arus) yang berhubungan dengan fenomena ENSO. Korelasi yang bervariasi di wilayah perairan Indonesia terhadap SOI juga dipengaruhi oleh kondisi geografis wilayah perairan Indonesia itu yang banyak terdapat IV-21

22 pulau/daratan (benua maritim) sehingga menyebabkan terhalangnya pergerakan massa air antar perairan tersebut. IV-22

ANALISIS SINYAL EL NIÑO SOUTHERN OSCILLATION (ENSO) DAN HUBUNGANNYA DENGAN VARIABILITAS ARUS LINTAS INDONESIA DI SELAT LIFAMATOLA TUGAS AKHIR

ANALISIS SINYAL EL NIÑO SOUTHERN OSCILLATION (ENSO) DAN HUBUNGANNYA DENGAN VARIABILITAS ARUS LINTAS INDONESIA DI SELAT LIFAMATOLA TUGAS AKHIR ANALISIS SINYAL EL NIÑO SOUTHERN OSCILLATION (ENSO) DAN HUBUNGANNYA DENGAN VARIABILITAS ARUS LINTAS INDONESIA DI SELAT LIFAMATOLA TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi salah satu syarat kurikuler Program

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar BAB II Tinjauan Pustaka II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar Matsumoto dan Yamagata (1996) dalam penelitiannya berdasarkan Ocean Circulation General Model (OGCM) menunjukkan adanya variabilitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Verifikasi Hasil simulasi model meliputi sirkulasi arus permukaan rata-rata bulanan dengan periode waktu dari tahun 1996, 1997, dan 1998. Sebelum dianalisis lebih

Lebih terperinci

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT)

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) Oleh: Ince Mochammad Arief Akbar C64102063 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Arus Tiap Lapisan Kedalaman di Selat Makassar Fluktuasi Arus dalam Ranah Waktu di Lokasi Mooring Stasiun 1

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Arus Tiap Lapisan Kedalaman di Selat Makassar Fluktuasi Arus dalam Ranah Waktu di Lokasi Mooring Stasiun 1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Arus Tiap Lapisan Kedalaman di Selat Makassar Fluktuasi Arus dalam Ranah Waktu di Lokasi Mooring Stasiun 1 Pada bulan Desember 1996 Februari 1997 yang merupakan puncak musim barat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012 KATA PENGANTAR i Analisis Hujan Bulan Agustus 2012, Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2012, dan Januari 2013 Kalimantan Timur disusun berdasarkan hasil pantauan kondisi fisis atmosfer dan data yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang

Lebih terperinci

Musim Hujan. Musim Kemarau

Musim Hujan. Musim Kemarau mm IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Data Curah hujan Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah Lampung, Pontianak, Banjarbaru dan Indramayu. Selanjutnya pada masing-masing wilayah

Lebih terperinci

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA OLEH : ANDRIE WIJAYA, A.Md FENOMENA GLOBAL 1. ENSO (El Nino Southern Oscillation) Secara Ilmiah ENSO atau El Nino dapat di jelaskan

Lebih terperinci

ANALISIS KORELASI MULTIVARIABEL ARLINDO DI SELAT MAKASSAR DENGAN ENSO, MONSUN, DAN DIPOLE MODE TESIS

ANALISIS KORELASI MULTIVARIABEL ARLINDO DI SELAT MAKASSAR DENGAN ENSO, MONSUN, DAN DIPOLE MODE TESIS ANALISIS KORELASI MULTIVARIABEL ARLINDO DI SELAT MAKASSAR DENGAN ENSO, MONSUN, DAN DIPOLE MODE TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 El Niño-Osilasi Selatan (ENSO-El Niño Southern Oscillation).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 El Niño-Osilasi Selatan (ENSO-El Niño Southern Oscillation). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 El Niño-Osilasi Selatan (ENSO-El Niño Southern Oscillation). Pada tahun 1997 terjadi pengaruh global dari kejadian ENSO yang menyebabkan anomali kondisi iklim yang berkepanjangan.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN memiliki nilai WWZ yang sama pada tahun yang dan periode yang sama pula. Hubungan keterpengaruhan juga teridentifikasi jika pada saat nilai WWZ bintik matahari maksimum, didapatkan nilai WWZ parameter

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b a Program Studi Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, b Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang jatuh

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

Kajian Elevasi Muka Air Laut di Perairan Indonesia Pada Kondisi El Nino dan La Nina

Kajian Elevasi Muka Air Laut di Perairan Indonesia Pada Kondisi El Nino dan La Nina Kajian Elevasi Muka Air Laut di Perairan Indonesia Pada Kondisi El Nino dan La Nina Niken Ayu Oktaviani 1), Muh. Ishak Jumarang 1), dan Andi Ihwan 1) 1)Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pola Iklim, Arus Pasang Surut, dan Gelombang di Selat Lombok

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pola Iklim, Arus Pasang Surut, dan Gelombang di Selat Lombok BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pola Iklim, Arus Pasang Surut, dan Gelombang di Selat Lombok Pada sub bab ini dipaparkan mengenai keadaan di kawasan Selat Lombok yang menjadi daerah kajian dalam tugas akhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan

Lebih terperinci

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS Kondisi Indian Oscillation Dipole (IOD), El Nino Southern Oscillation (ENSO), Curah Hujan di Indonesia, dan Pendugaan Kondisi Iklim 2016 (Update Desember 2015) Oleh Tim Agroklimatologi PPKS Disarikan dari

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN : PRISMA FISIKA, Vol. II, No. (24), Hal. - 5 ISSN : 2337-824 Kajian Elevasi Muka Air Laut Di Selat Karimata Pada Tahun Kejadian El Nino Dan Dipole Mode Positif Pracellya Antomy ), Muh. Ishak Jumarang ),

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 d) phase spectrum, dengan persamaan matematis: e) coherency, dengan persamaan matematis: f) gain spektrum, dengan persamaan matematis: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Geografis dan Cuaca Kototabang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim global sekitar 3 4 juta tahun yang lalu telah mempengaruhi evolusi hominidis melalui pengeringan di Afrika dan mungkin pertanda zaman es pleistosin kira-kira

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

III-11. Gambar III.13 Pengukuran arus transek pada kondisi menuju surut

III-11. Gambar III.13 Pengukuran arus transek pada kondisi menuju surut Hasil pengukuran arus transek saat kondisi menuju surut dapat dilihat pada Gambar III.13. Terlihat bahwa kecepatan arus berkurang terhadap kedalaman. Arus permukaan dapat mencapai 2m/s. Hal ini kemungkinan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Abstrak

Abstrak PENENTUAN KEJADIAN EL-NINO DAN LA-NINA BERDASARKAN NILAI SOUTHERN OSCILATION INDEKS Heni Maulidiya ), Andi Ihwan, M.Si ), Muh. Ishak Jumarang, M.Si ) ) Prodi Fisika FMIPA UNTAN Email : lidiya788@yahoo.co.id

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR Nensi Tallamma, Nasrul Ihsan, A. J. Patandean Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Makassar Jl. Mallengkeri, Makassar

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN : Pengaruh Fenomena El Niño Southern Oscillation dan Dipole Mode Terhadap Curah Hujan di Muhammad Elifant Yuggotomo 1,), Andi Ihwan ) 1) Stasiun Klimatologi Siantan Pontianak ) Program Studi Fisika Fakultas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino G181 Iva Ayu Rinjani dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

PROSPEK KEJADIAN SIKLON TROPIS DI WILAYAH SAMUDERA HINDIA SELATAN INDONESIA PADA MUSIM SIKLON 2016/2017

PROSPEK KEJADIAN SIKLON TROPIS DI WILAYAH SAMUDERA HINDIA SELATAN INDONESIA PADA MUSIM SIKLON 2016/2017 PROSPEK KEJADIAN SIKLON TROPIS DI WILAYAH SAMUDERA HINDIA SELATAN INDONESIA PADA MUSIM SIKLON 2016/2017 Disusun oleh : Kiki, M. Res. Miming Saepudin, M. Si. PUSAT METEOROLOGI PUBLIK BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Angin Di perairan barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2, o LS hampir sepanjang tahun kecepatan angin bulanan rata-rata terlihat lemah dan berada pada kisaran,76 4,1

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arus Eddy Penelitian mengenai arus eddy pertama kali dilakukan pada sekitar tahun 1930 oleh Iselin dengan mengidentifikasi eddy Gulf Stream dari data hidrografi, serta penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina ENSO (EL-NINO SOUTERN OSCILLATION) ENSO (El Nino Southern Oscillation) ENSO adalah peristiwa naiknya suhu di Samudra Pasifik yang menyebabkan perubahan pola angin dan curah hujan serta mempengaruhi perubahan

Lebih terperinci

(a) Profil kecepatan arus IM03. (b) Profil arah arus IM03. Gambar III.19 Perekaman profil arus dan pasut stasiun IM03 III-17

(a) Profil kecepatan arus IM03. (b) Profil arah arus IM03. Gambar III.19 Perekaman profil arus dan pasut stasiun IM03 III-17 (a) Profil kecepatan arus IM3 (b) Profil arah arus IM3 Gambar III.19 Perekaman profil arus dan pasut stasiun IM3 III-17 Gambar III.2 Spektrum daya komponen vektor arus stasiun IM2 Gambar III.21 Spektrum

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu Permukaan Laut (SPL) Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah matahari. Daerah yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

Gambar C.16 Profil melintang temperatur pada musim peralihan kedua pada tahun normal (September, Oktober, dan November 1996) di 7 O LU

Gambar C.16 Profil melintang temperatur pada musim peralihan kedua pada tahun normal (September, Oktober, dan November 1996) di 7 O LU Gambar C.15 Pola arus permukaan pada musim peralihan kedua pada tahun normal (September, Oktober, dan November 1996). Lingkaran biru adalah Eddy Mindanao Gambar C.16 Profil melintang temperatur pada musim

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp. (021) 7353018, Fax: (021) 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Umum Perairan Selatan Jawa Perairan Selatan Jawa merupakan perairan Indonesia yang terletak di selatan Pulau Jawa yang berhubungan secara langsung dengan Samudera Hindia.

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG 1. TINJAUAN UMUM 1.1.

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten Ankiq Taofiqurohman S Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Bandung 40600 ABSTRACT A research on climate variation

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI MUKA LAUT DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP DAN BENOA MENGGUNAKAN METODE WAVELET

ANALISIS VARIASI MUKA LAUT DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP DAN BENOA MENGGUNAKAN METODE WAVELET ANALISIS VARIASI MUKA LAUT DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP DAN BENOA MENGGUNAKAN METODE WAVELET Oleh : Imam Pamuji C64104019 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) Oleh : HOLILUDIN C64104069 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN : Analisis Tingkat Kekeringan Menggunakan Parameter Cuaca di Kota Pontianak dan Sekitarnya Susi Susanti 1), Andi Ihwan 1), M. Ishak Jumarangi 1) 1Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

KARAKTER FISIK OSEANOGRAFI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA-SUMBAWA DARI DATA SATELIT MULTI SENSOR. Oleh : MUKTI DONO WILOPO C

KARAKTER FISIK OSEANOGRAFI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA-SUMBAWA DARI DATA SATELIT MULTI SENSOR. Oleh : MUKTI DONO WILOPO C KARAKTER FISIK OSEANOGRAFI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA-SUMBAWA DARI DATA SATELIT MULTI SENSOR Oleh : MUKTI DONO WILOPO C06400080 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali 80361, Indonesia. Abstrak

Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali 80361, Indonesia. Abstrak PENGARUH ENSO TERHADAP VARIABILITAS IKLIM DI SULAWESI DENGAN MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI WAVELET Ni Luh Gede Desy Suryaningsih 1, I Ketut Sukarasa 1, Ida Bagus Alit Paramarta 1, I Gede Hendrawan 1

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Aken, H.M. Van.and S. Makarim INSTANT : Observations in Lifamatola Passage. NIOZ.

DAFTAR PUSTAKA. Aken, H.M. Van.and S. Makarim INSTANT : Observations in Lifamatola Passage. NIOZ. DAFTAR PUSTAKA Aken, H. M. Van, J. Punjanan, dan S. Saimima, 1988. Physical Aspect of The East Flushing of The East Indonesian Basins. Netherlands Journal of Sea Research 22 (4): 315-339 Aken, H. M. Van,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelapisan Massa Air di Perairan Raja Ampat Pelapisan massa air dapat dilihat melalui sebaran vertikal dari suhu, salinitas dan densitas di laut. Gambar 4 merupakan sebaran menegak

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian berjudul Pemodelan dan Peramalan Angka Curah Hujan Bulanan Menggunakan Analisis Runtun Waktu (Kasus Pada Daerah Sekitar Bandara Ngurah Rai), menjelaskan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Beda Tinggi Antara Bench Mark Dengan Palem Dari hasil pengukuran beda tinggi dengan metode sipat datar didapatkan beda tinggi antara palem dan benchmark

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur http://lasiana.ntt.bmkg.go.id/publikasi/prakiraanmusim-ntt/ Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA

HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA Hubungan antara Anomali Suhu Permukaan Laut.(Mulyana) 125 HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA Erwin Mulyana 1 Intisari Perubahan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum El Nino El Nino adalah fenomena perubahan iklim secara global yang diakibatkan oleh memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA KEJADIAN KELEMBABAN SANGAT RENDAH TANGGAL 31 JANUARI 2018

ANALISIS CUACA KEJADIAN KELEMBABAN SANGAT RENDAH TANGGAL 31 JANUARI 2018 ANALISIS CUACA KEJADIAN KELEMBABAN SANGAT RENDAH TANGGAL 31 JANUARI 2018 I. INFORMASI KEJADIAN KEJADIAN Kelembaban Sangat Rendah LOKASI Kecamatan Rantetayo Kab. Tana Toraja TANGGAL 31 Januari 2018 DAMPAK

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BMKG Alamat : Bandar Udara Mali Kalabahi Alor (85819) Telp. Fax. : (0386) 2222820 : (0386) 2222820 Email : stamet.mali@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terletak pada wilayah ekuatorial, dan memiliki gugus-gugus kepulauan yang dikelilingi oleh perairan yang hangat. Letak lintang Indonesia

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI NABIRE

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI NABIRE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS CUACA EKSTRIM ANGIN KENCANG (22 Knot)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Kecamatan Muara Gembong merupakan kecamatan di Kabupaten Bekasi yang terletak pada posisi 06 0 00 06 0 05 lintang selatan dan 106 0 57-107 0 02 bujur timur. Secara

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI TANJUNGPANDAN

STASIUN METEOROLOGI TANJUNGPANDAN BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI TANJUNGPANDAN BMKG Bandara H.AS. Hanandjoeddin Tanjungpandan 33413 Telp. : 07199222015 Email: stamettdn@yahoo.com IDENTIFIKASI CUACA TERKAIT

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Siantan Pontianak pada tahun 2016 menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau dan Prakiraan Musim Hujan. Pada buku Prakiraan Musim Kemarau 2016

Lebih terperinci

DEPRESI DAN SIKLON PENGARUHI CUACA INDONESIA

DEPRESI DAN SIKLON PENGARUHI CUACA INDONESIA AKTUALITA DEPRESI DAN SIKLON INDERAJA TROPIS PENGARUHI CUACA INDONESIA DEPRESI DAN SIKLON TROPIS PENGARUHI CUACA INDONESIA Davit Putra, M.Rokhis Khomarudin (Pusbangja ) Cuaca di Indonesia dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

Stasiun Klimatologi Pondok Betung

Stasiun Klimatologi Pondok Betung Stasiun Klimatologi Pondok Betung Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com Website: www.staklimpondokbetung.net

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan, yang menghasilkan minyak nabati paling efisien yang produknya dapat digunakan dalam

Lebih terperinci

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah Yohana Fronika a, Muhammad Ishak Jumarang a*, Andi Ihwan a ajurusanfisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2016 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Geofisika Kelas 1 Yogyakarta / Pos Klimatologi

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI ANGIN

Lebih terperinci

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b a Jurusan Fisika FMIPA Universitas Tanjungpura Pontianak b Program Studi

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2017 REDAKSI

PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2017 REDAKSI Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenannya, kami dapat menyelesaikan Buku Prakiraan Musim Kemarau Tahun 2017 Provinsi Kalimantan Barat. Buku ini berisi kondisi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018 1 Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenannya, kami dapat menyelesaikan Buku Prakiraan Musim Hujan Tahun Provinsi Kalimantan Barat. Buku ini berisi kondisi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 661-669 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A KAITANNYA DENGAN EL NINO SOUTHERN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Press Release BMKG Jakarta, 12 Oktober 2010 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 2 BMKG A F R I C A A S I A 3 Proses EL NINO, DIPOLE MODE 2 1 1963 1972 1982 1997 1 2 3 EL NINO / LA NINA SUHU PERAIRAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI ANGIN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS STASIUN CUACA METEOROLOGI TERKAIT HUJAN

Lebih terperinci