BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

STEERING. Komponen Sistem Kemudi/ Steering

MODUL SISTEM KEMUDI DPKJ OLEH : KHUSNIADI PROGRAM STUDI TEKNIK KENDARAAN RINGAN JURUSAN TEKNIK MEKANIK OTOMOTIF SMK NEGERI 1 BUKITTINGGI 2011

SISTEM KEMUDI & WHEEL ALIGNMENT

PERANCANGAN SISTEM KEMUDI MANUAL PADA MOBIL LISTRIK

BAB III PERHITUNGAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA PERILAKU ARAH SISTEM KEMUDI KENDARAAN GOKART DENGAN MESIN HONDA SUPRA X 110CC

Membongkar Sistem Kemudi Tipe Recirculating Ball

Oleh : Bimo Arindra Hapsara Dosen Pembimbing : Ir. J. Lubi. Proposal Tugas Akhir. Tugas Akhir

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. seperti mesin, suspensi transmisi serta digunakan untuk menjaga mobil agar

ANALISA GAYA PADA SISTEM KEMUDI TYPE RECIRCULATING BALL

BAB 1 PENDAHULUAN. akan berbelok, maka ada dua skenario atau kejadian yang dikenal sebagai understeer

Oleh : Michael.P.O.F Manalu NRP : Dosen Pembimbing : Dr Unggul Wasiwitono, ST, M.Eng

BAB I MENGENAL SISTEM KEMUDI MANUAL PADA MOBIL

MEMERIKSA SISTEM KEMUDI OTO.KR

RANCANG BANGUN SISTEM KEMUDI MANUAL PADA MOBIL LISTRIK GARUDA UNESA

PERENCANAAN LAYOUT DAN ANALISIS STABILITAS PADA KENDARAAN HYBRID RODA TIGA HYVI SAPUJAGAD

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam

BAB IV KONSEP PERANCANGAN A. TATARAN LINGKUNGAN KOMUNITAS

BAB II LANDASAN TEORI

MODIFIKASI SISTEM KEMUDI MANUAL MENJADI SISTEM KEMUDI DENGAN POWER STEERING TIPE RACK AND PINION PADA TOYOTA KIJANG 5K

Membongkar Sistem Kemudi Tipe Rack And Pinion

MODIFIKASI SISTEM KEMUDI MANUAL MENJADI POWER STEERING PADA TOYOTA KIJANG 5K

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN:

Analisa Perilaku Arah Kendaraan dengan Variasi Posisi Titik Berat, Sudut Belok dan Kecepatan Pada Mobil Formula Sapuangin Speed 3

Sistem suspensi dipasang diantara rangka kendaraan dengan poros roda, supaya getaran atau goncangan yang terjadi tidak di teruskan ke body.

MAKALAH SISTEM PEMINDAH TENAGA PROPELLER SHAFT. Rian Alif Prabu ( ) Septian Dwi Saputra ( )

Analisa Kinematik Secara Spatial Untuk Rack and Pinion pada Kendaraan Hybrid Roda Tiga Sapujagad 2

MODIFIKASI SISTEM STEERING CHEVROLET LUV MENJADI POWER STEERING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang padat penduduk dan dikenal dengan melimpahnya sumber daya alam.

Analisa Kinematik secara spatial untuk Rack and pinion pada Kendaraan hybrid roda 3 Sapujagad 2

MODIFIKASI SISTEM KEMUDI MANUAL MENJADI SISTEM KEMUDI POWER STEERING PADA KIJANG 5K (STEERING GEAR) PROYEK AKHIR

Undercarriage and Tyre ( DTAB 2207, 2 SKS)

MODIFIKASI SISTEM STEERING CHEVROLET LUV MENJADI POWER STEERING

PERENCANAAN LAYOUT DAN ANALISIS STABILITAS PADA KENDARAAN HYBRID RODA TIGA HYVI SAPUJAGAD

GIGI KEMUDI TYPE RAK DAN PINION

LAPORAN TUGAS AKHIR RANCANG ULANG SISTEM KEMUDI PADA MOBIL ETHANOL

PERANCANGAN SISTEM KEMUDI GOKAR LISTRIK

teknologi yang menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan. kendaraan antara 220 cm dan 350 cm. (Regulasi IEMC 2014)

Analisis Stabilitas Arah Mobil Toyota Agya G dengan Variasi Jumlah Penumpang, Kecepatan Belok, Sudut Belok dan Kemiringan Melintang Jalan

POROS PENGGERAK RODA

dapat ditunjukkan pada gambar berikut ini. Tan δ 2 = a/r + s (2.2)

ANALISA KINERJA SUDUT KEMUDI PADA KENDARAAN DUNE BUGGY POLITEKNIK NEGERI BATAM ABSTRAK ABSTRACT

Pemodelan Gerak Belok Steady State dan Transient pada Kendaraan Empat Roda

BAB III LANDASAN TEORI. start. Persiapan alat. Dongkrak roda depan. Setting laser. Setting lavel. Sentering as. Sentering titk roda. setting.

BAB 24 SISTEM EPS, WIPER, KURSI ELECTRIK

Disusun Oleh : Novriza, S.Pd

BAB III BALANS RODA/BAN

Undercarriage and Tyre

MELEPAS DAN MEMASANG PROPELLER SHAFT, AS RODA DAN GARDAN PADA MOBIL TOYOTA KIJANG 5K LAPORAN PRAKTIK AKHIR SEMESTER GENAP

Analisis Stabilitas dan Kekuatan Pengait Bak Angkut Kendaraan Multiguna Pedesaan

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

Rizqi An Naafi Dosen Pembimbing: Ir. J. Lubi

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Gambar 4.1 Seteering gear box

Jurnal Jurusan Pendidikan Teknik Mesin (JJPTM) Vol: 8 No: 2 Tahun: 2017

BAB III ANALISIS FRONT WHEEL ALIGNMENT PADA DAIHATSU GRAN MAX PICK UP

CASIS GEOMETRI RODA. Sistem starter, pengapian, sistem penerangan, sistem tanda dan sistem kelengkapan tambahan

MEKANISME KERJA MESIN TOE TESTER DI PT. SUZUKI INDOMOBIL MOTOR PLANT TAMBUN II

BAB III ANALISIS SISTEM SUSPENSI DEPAN

Elektro Hidrolik Aplikasi sitem hidraulik sangat luas diberbagai bidang indutri saat ini. Kemampuannya untuk menghasilkan gaya yang besar, keakuratan

ANALISA DYNAMIC OF HANDLING KENDARAAN REVERSE TRIKE DITINJAU DARI PERGESERAN CENTRE OF GRAVITY (CG) SKRIPSI

Setelah mengikuti pelajaran ini peserta dapat mengetahui fungsi wheel alignment.

LAPORAN PROYEK AKHIR

SISTEM GARDAN / DIFFERENTIAL

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan serta kemajuan di bidang industri terutama dalam

MODUL SISTEM PERALATAN KENDARAAN TAKTIS (RANTIS) 5 JP (225 menit) Pengantar. Standar Kompetensi. Kompetensi Dasar

Karateristik Perolehan Gaya Dorong Power Steering Pada Sistem Kemudi Kendaraan

SUSPENSI (suspension)

BAB II DASAR TEORI. dalam mendukung performa kendaraan. Karena, sistem pemindah tenaga atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. II untuk sumbu x. Perasamaannya dapat dilihat di bawah ini :

Kata kunci: understeer, oversteer.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TEORI DASAR. unloading. Berdasarkan sistem penggeraknya, excavator dibedakan menjadi. efisien dalam operasionalnya.

BAB IV PERHITUNGAN HIDRAULIK

POROS PENGGERAK RODA

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

Analisa Perilaku Gerak Belok Mobil Listrik ITS 1

1 BAB II LANDASAN TEORI

PARAMETER SUDUT BELOK RODA PADA KENDARAAN DENGAN SISTEM KEMUDI EMPAT RODA

BAB II DASAR TEORI Suspensi

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode ini digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada

Analisa Sudut Belok Roda Belakang Sebagai Fungsi Sudut Belok Roda Depan dan Kecepatan pada Kendaraan Mini 4WS

BAHAN PELATIHAN NASIONAL OTOMOTIF PERBAIKAN KENDARAAN RINGAN

SISTEM GARDAN / DIFFERENTIAL

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 PENENTUAN REGION SKID-NON SKID (2WS) TYPE MODEL KENDARAAN REAR WHEEL DRIVE (RWD)

LAPORAN TUGAS AKHIR RANCANG ULANG SISTEM KEMUDI PADA MOBIL ETHANOL

ANALISIS KESTABILAN KENDARAAN MINI TRUCK SANG SURYA PADA SAAT MEMBELOK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tio Agustian, 2014 Analisis front wheel alignment (fwa) pada kendaraan Daihatsu Gran Max Pick Up

PENGARUH PENDAYAGUNAAN LEMBAR KERJA (JOB SHEET) TERHADAP PRESTASI PRAKTIK PEMERIKSAAN SISTEM KEMUDI SISWA KELAS XI PROGAM KEAHLIAN MEKANIK OTOMOTIF

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. yang menggerakan roda telah dibebaskan oleh kopling. Agar kendaraan bias. dan dengan jarak yang seminim mungkin.

BAB II LANDASAN TEORI

PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia

RANCANG BANGUN KOPLING MAGNET PADA POMPA POWER STEERING SUZUKI VITARA

PEMINDAH DAYA. 1. Uraian Tipe axle dan axle shaft

BAB II LANDASAN TEORI

TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER S U R A B A Y A 2006

Perancangan dan Analisa Sistem Kemudi Narrow Tilting Vehicle dengan Variasi Trackwidth dan Panjang Suspensi Arm

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gokart Gokart merupakan salah satu produk yang sarat dengan teknologi dan perkembangan. Ditnjau dari segi komponen, Gokart mempunyai beragam komponen didalamnya, namun secara garis besar tersusun atas empat komponen utama, yaitu : 1. Rangka 2. Body 3. Rangkaian penghasil tenaga 4. Rangkaian penerus tenaga Gokart, secara garis besar sama hanya tanpa bodi dan sebagian besar komponennya berupa frame chassis, karena gokart merupakan kendaraan kecil yang digunakan untuk sirkuit balap dengan lintasan yang rata dan tikungan tikungan dengan jarak dekat maka paling dibutuhkan oleh sebuah gokart adalah akselerasi yang ditentukan oleh rangkaian penghasil tenaga/mesin dan rangkaian penerus tenaga, serta kekuatan atau keamanan dari frame dan chassis tersebut. 6

7 Gambar 2.1 Autocad Gokart 2.2 Sistem Kemudi Di dalam sebuah sistem kemudi ada dua faktor yang menjadi tujuan dari setiap pengembangan teknologi otomotif yaitu mempermudah pengendalian kendaraan dan meningkatkan keselamatan. Begitu pula yang terjadi pada sistem kemudi, dari semula hanya mengandalkan gerakan mekanik hingga yang tercanggih menggunakan otak elektronik. Sistem kemudi yang memiliki fungsi untuk mengarahkan kendaraan pun jadi lebih mudah digerakkan. Cara pengoperasian sistem kemudi cukup mudah. Pengemudi yang berada di kabin tinggal memutar roda kemudi ke kiri atau ke kanan, tergantung arah yang hendak dituju. Didalam sistem kemudi terdapat komponen yang bisa menerjemahkan gerakan memutar menjadi gerakan fleksibel batang ke roda. Fungsi sistem kemudi adalah mengatur arah kendaraan dengan cara membelokkan roda depan, bila roda kemudi diputar, kolom kemudi meneruskan putaran ke roda gigi kemudi. Roda gigi kemudi ini memperbesar momen putar, akibatnya

8 menghasilkan tenaga yang lebih besar untuk menggerakkan roda depan melalui sambungan kemudi (steering linkage). Karakteristik handling merupakan perilaku atau respon sebuah kendaraan terhadap perintah kemudi maupun pengaruh lingkungan seperti hembusan angin dan gangguan-gangguan jalan yang memberikan pengaruh terhadap arah laju kendaraan. Dimana ada dua pokok dasar dalam menangani kendaraan : pertama adalah kontrol arah gerak dari suatu kendaraan kemudian kemampuan untuk menstabilkan arah gerakan terhadap gangguan dari luar (eksternal). 2.3 Bagian-Bagian Utama Pada Sistem Kemudi Pada umumnya sistem kemudi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: 1) Steering Column (Kolom kemudi) Steering column terdiri dari main shaft yang meneruskan putaran roda kemudi ke steering gear, dan column tube yang mengikat main shaft ke body. Ujung atas dari main shaft dibuat meruncing dan bergerigi, dan roda kemudi diikatkan ditempat tersebut dengan sebuah mur. Steering column juga merupakan mekanisme penyerap energi yang menyerap gaya dorong dari pengemudi pada saat terjadinya tabrakan. Steering column dipasang pada body melalui bracket column tipe breakaway sehingga steering column dapat bergeser turun pada saat terjadinya tabrakan. Disamping mekanisme penyerap energi, pada steering column kendaraan tertentu terdapat sistem control kemudi. Misalnya mekanisme steering lock untuk mengunci main shaft, mekanisme tilt steering untuk memungkinkan

9 pengemudi menyetel posisi vertikal roda kemudi, telescopic steering untuk mengatur panjang main shaft agar diperoleh posisi yang sesuai dan sebagainya. Gambar 2.2 Mekanisme Breakaway Penyerap Energi Pada Kolom Stir ( Sumber: Thomas D. Gillespie, 1994. ) Bagian bawah main shaft dihubungkan pada steering gear melalui flexible joint atau universal joint yang berfungsi untuk memperkecil pengiriman kejutan yang diakibatkan oleh keadaan jalan dari steering gear ke roda kemudi. 2) Steering Gear ( Roda Gigi Kemudi ) Steering gear tidak hanya berfungsi untuk mengarahkan roda depan, tetapi dalam waktu yang bersamaan juga berfungsi sebagai gigi reduksi untuk meningkatkan momen agar kemudi menjadi ringan. Untuk itu diperlukan perbandingan reduksi yang disebut juga perbandingan steering gear. Biasanya perbandingan steering gear antara 18-20: 1. Perbandingan semakin besar akan menyebabkan kemudi menjadi semakin ringan akan tetapi jumlah putaran akan bertambah banyak, untuk sudut belok yang sama. Ada beberapa macam tipe steering gear antara lain:

10 a. Model rack dan pinion b. Model peluruc. Model screw dan nut c. Model screw pin d. Model worm dan sector 3) Steering Linkage ( Sambungan-sambungan Kemudi ) Steering linkage terdiri dari tie rod dan arm yang meneruskan tenaga gerak dari steering gear ke roda depan. Dengan berbagai kondisinya, terjadi situasi-situasi yang dapat mempengaruhi kemampuan pengendara dan sistem kemudi untuk merespon. Gerakan-gerakan kemudi harus tetap dapat dilanjutkan sistem kemudi ke roda-roda dengan sangat cepat dan akurat setiap saat. Dan kemudian sambungan-sambungan kemudilah yang mempunyai peran untuk meneruskan putaran kemudi yang telah diproses oleh roda gigi kemudi untuk selanjutnya dihantarkan kepada roda depan. Beberapa contoh model sambungan-sambungan kemudi : a. Untuk Suspensi Independen pada tipe ini terdapat dua buah tie rod yang dihubungkan dengan relay rod (pada tipe rack and pinion, rack berfungsi sebagai relay rod). Diantara tie rod dan tie rod end dipasang sebuah pipa untuk menyetel dan menyesuaikan panjang rod. Untuk suspensi indenpenden, ada dua tipe roda gigi kemudi yang dapat digunakan, roda gigi tipe rack and pinion (Gambar 2.2) dan roda gigi kemudi tipe recirculation ball (Gambar 2.3).

11 Gambar 2.3 Sambungan Kemudi Suspensi Independen Tipe Roda Gigi Kemudi Rack And Pinion ( Sumber: Thomas D. Gillespie, 1994. ) Gambar 2.4 Sambungan Kemudi Suspensi Independen Tipe Roda Gigi Kemudi Recirculation Ball. ( Sumber: Thomas D. Gillespie, 1994. ) b. Untuk Suspensi Rigid (Poros Kaku) Sambungan kemudi untuk tipe ini terdiri dari beberapa komponen, yaitu pitman arm, drag link, knuckle arm, tie rod dan tie rod end. Tie rod mempunyai pipa untuk menyetel dan menyesuaikan panjang rod.

12 Gambar 2.5 Sambungan Kemudi Untuk Suspensi Rigid ( Sumber: Thomas D. Gillespie, 1994. ) 2.4 Bentuk-Bentuk Sistem Kemudi berikut : Pada dasarnya sistem kemudi dibedakan menjadi 2 ( dua ) yaitu sebagai 1. Sistem kemudi manual 2. Sistem Kemudi Daya (Power Steering) 2.4.1 Sistem Kemudi Manual Sistem kemudi manual disebut juga sebagai sistem kemudi konvensional karena masih memanfaatkan tenaga dari pengemudi untuk membelokkan roda. Seluruh tenaga yang diperlukan untuk membelokkan roda kendaraan berasal dari tenaga pengemudi yang ditransmisikan ke roda melalui sistem kemudi. Pada saat roda kemudi diputar maka di setiap link dalam sistem kemudi akan menghasilkan gaya. Tipe sistem kemudi manual yang banyak digunakan adalah sebagai berikut :

13 a) Recirculating Ball Pada waktu pengemudi memutar roda kemudi, poros utama yang dihubungkan dengan roda kemudi langsung membelok. Di ujung poros utama kerja dari gigi cacing dan mur pada bak roda gigi kemudi menambah tenaga dan memindahkan gerak putar dari roda kemudi ke gerakan mundur maju lengan pitman (pitman arm). Gambar 2.6 Type Recirculating Ball ( Sumber: Sampurno B, 2002. ) Lengan-lengan penghubung (linkage), batang penghubung (relay rod), tie rod, lengan idler (Idler arm) dan lengan nakel arm dihubungkan dengan ujung pitman arm. Mereka memindahkan gaya putar dari kemudi ke roda-roda depan dengan memutar ball joint pada lengan bawah (lower arm) dan bantalan atas untuk peredam kejut. Jenis ini biasanya digunakan pada kendaraan penumpang atau komersial.

14 Keuntungan tipe ini yaitu : Komponen gigi kemudi relative besar, bisa digunakan untuk mobil ukuran sedang, mobil besar dan kendaraan komersial. Keausan relative kecil dan pemutaran roda kemudi relative ringan. b) Tipe Rack and Pinion Pada waktu roda kemudi diputar, pinion pun ikut berputar. Gerakan ini akan menggerakkan rack dari samping ke samping dan dilanjutkan melalui tie rod ke lengan nakel pada roda-roda depan sehingga satu roda depan didorong, sedangkan satu roda tertarik, hal ini menyebabkan roda-roda berputar pada arah yang sama. Kemudi jenis rack and pinion jauh lebih efisien bagi pengemudi untuk mengendalikan roda-roda depan. Pinion yang dihubungkan dengan poros utama kemudi melalui poros intermediate, berkaitan dengan rack. (Sumber: Manual Book General Information For Step-1 & Step-2) Gambar 2.7 Type Rack And Pinion ( Sumber: Saepudin dede, 2012. )

15 2.4.2 Sistem Kemudi Daya (Power Steering) Power steering merupakan sebuah sistem yang berfungsi untuk meringankan memutar sistem kemudi kendaraan sehingga menghasilkan putaran kemudi yang ringan tanpa membutuhkan tenaga yang berarti untuk mengendalikan kemudi, terutama pada kecepatan rendah dan menyesuaikannya pada kecepatan menengah serta tinggi. Power steering mempunyai dua tipe peralatan yaitu tipe hidraulis yang menggunakan tenaga mesin, dan yang lainnya menggunakan motor listrik atau biasa di sebut Electric Power Steering (EPS). Pada power steering yang menggunakan tenaga mesin, tenaga mesin di pakai untuk menggerakkan pompa, sedangkan pada jenis yang menggunakan motor listrik, pompa digerakkan oleh motor listrik. Keduanya sama sama bertujuan untuk membangkitkan tekanan hidraulis yang dipakai untuk menggerakkan torak pada power cylinder dan memberikkan tambahan tenaga pada pinion dan rack. 2.5 Perilaku-Perilaku Belok pada Kendaraan Pada saat kendaraan berbelok ada tiga jenis kondisi yang kerap terjadi pada belokan yaitu understeer, neutralsteer, dan oversteer. Sebagai gambaran awal perhatikan gambar berikut ini :

16 Gambar 2.8 Kondisi kendaraan pada saat berbelok ( Sumber: Triwarno Yunarko, 2005. ) Dimana ketiga kondisi tersebut dipengaruhi oleh koefisien understeer (Kus) dan dinyatakan dalam radian. ( Sumber: I Nyoman, dkk, 2010. ) 2.5.1 Perilaku Ackerman Perilaku Ackerman merupakan perilaku belok kendaraan yang ideal, kendaraan akan berbelok mengikuti gerakan Ackerman dimana tidak terjadi sudut slip pada setiap roda. Pada kecepatan yang rendah roda tidak memerlukan gaya lateral sehingga pada saat membelok belum menimbulkan sudut slip. Pusat belok dari kendaraan merupakan perpotongan garis yang berhimpit dengan poros belakang dengan garis tegak lurus terhadap sudut belok roda depan ( δ0 dan δi). Bila digambarkan gerakan Ackerman akan terlihat pada gambar berikut ini :

17 Gambar 2.9 Geometri Kemudi Ackerman ( Sumber: Thomas D. Gillespie, 1994. ) 2.5.2 Perilaku Netral Pada kenyataan setiap kendaraan selalu terjadi gaya sentrifugal yang cukup untuk menimbulkan sudut slip pada setiap roda. Jika besar rata- rata sudut slip roda depan sama dengan rata rata sudut slip roda belakang maka kondisi ini dinamakan kondisi belok netral. Pada kondisi ini, dan besar radius kendaraan (Rn) hanya dipengaruhi oleh sudut belok roda depan. Namun lintasan kendaraan dipengaruhi oleh sudut belok roda depan dengan sudut slip roda depan serta belakang. Perilaku belok netral dari suatu kendaraan ditunjukkan pada gambar di bawah ini: Gambar 2.10 Geometri Belok Netral ( Sumber: Thomas D, Gillespie, 1994. )

18 2.5.3 Perilaku Understeer Perilaku understeer adalah seperti perilaku belok netral yaitu memperhitungkan arah dari sudut slip rata rata roda belakang dan roda depan. Pada kondisi understeer sudut slip roda belakang lebih kecil dari sudut slip roda depan. Titik pusat belok dan lintasan belok kendaraan understeer berbeda dengan kendaraan dengan perilaku netral kendaraan understeer adalah kendaraan yang sulit untuk berbelok sehingga umumnya ia memerlukan sudut belok yang lebih besar untuk belokan tertentu. Kendaraan dengan perilaku belok yang understeer mempunyai radius belok yang lebih besar dibandingkan radius belok kendaraan dengan perilaku netral. Dapat dikatakan bahwa kendaraan dengan perilaku understeer mempunyai sudut slip roda depan lebih besar dari sudut slip roda belakang. Untuk mengendalikan kendaraan yang mempunyai perilaku understeer tidaklah begitu sulit karena pada dasarnya kendaraan ini berbelok sedikit untuk sudut steer tertentu. Untuk berbelok lebih besar maka cukup dengan memberikan sudut steer yang lebih besar. Perilaku understeer dapat ditunjukkan oleh gambar dibawah ini : Gambar 2.11 Geometri Belok Understeer ( Sumber: I Nyoman, dkk, 2010 )

19 2.5.4 Perilaku Oversteer Sama dengan perilaku Understeer, perilaku oversteer menunjukan kondisi dimana pengaruh sudut slip roda depan dan belakang sangat dominan terhadap gerakan belok kendaraan. Pada kendaraan yang mempunyai perilaku oversteer pengaruh sudut slip mengakibatkan kendaraan sangat responsif pada waktu belok, atau ia dapat berbelok lebih besar dari yang diharapkan. Kendaraan oversteer sering lebih sulit dikendalikan oleh pengemudi normal, namun pengemudi trampil atau pembalap sering lebih senang kendaraan yang sedikit oversteer. Perilaku belok oversteer ditunjukan pada gambar : Gambar 2.12 Geometri Belok Oversteer ( Sumber: I Nyoman, dkk, 2010 ) Untuk kendaraan yang mempunyai perilaku sedikit oversteer masih dapat dikendalikan oleh pengemudi trampil atau pembalap. Namun untuk kendaraan yang terlampau oversteer dia sangat susah dikendalikan Lost Of Control dimana pengemudi tidak mampu lagi mengendalikan kendaraan. Kondisi kendaraan seperti itu sangat sering menyebabkan kecelakaan. Kendaraan yang mempunyai perilaku terlampau oversteer juga disebut kendaraan yang mempunyai perilaku

20 yang membingungkan. Kendaraan berbelok dengan perilaku yang membingungkan ditunjukan pada gambar : Gambar 2.13 Geometri Kendaraan Dengan Perilaku Membingungkan ( Sumber: I Nyoman, dkk, 2010. ) Kondisi ini terjadi umumnya diakibatkan karena sudut slip roda belakang αr, jauh lebih besar dibandingkan sudut slip roda depan αf. ( Sumber: I Nyoman, dkk, 2010 ) 2.6 Pengujian Perilaku Arah Kendaraan Terhadap Belokan Dalam pengujiannya ada dua bahasan pokok yang dicari yaitu koefisien understeer ( Kus ) dan kecepatan karakteristik ( Vch ) untuk kendaraan understeer. Sedangkan untuk kendaraan oversteer, kecepatan kritis ( Vkr ) secara nyata tidak dapat diperhitungkan sehingga pada pengujian arah kendaraan dijalan Vkr tidak dapat dicari. Untuk mencari kendaraan oversteer serta kecepatan karakteristik suatu kendaraan, maka dilakukan pengujian dengan metode uji lapangan yaitu pengujian dengan U-Turn. Konsep dari pengujian ini adalah dengan rumus berikut :

21 Kus = (αƒ αr) V2 g.r Keterangan : V = Kecepatan (m/s) αf = Sudut slip roda depan αr = Sudut slip roda belakang Dimana: : g R = Gaya gravitasi yang nilainya sudah ditetapkan yaitu 9,8 m/s = Radius belok kendaraan (4m)

22 2.7 Analisa Sudut Slip Untuk melanjutkan pengolahan data Kus (Koefisien Understeer) maka harus diketahui dulu sudut slip pada masing-masing roda. Besarnya sudut slip roda depan (αƒ) dan sudut slip roda belakang (αr) tergantung pada besarnya gaya sentrifugal. Hubungan sudut slip dengan konstanta kekakuan lateral (K) adalah : Dimana : α = Sudut Slip (rad) V g = Kecepatan (m/s) = Gaya gravitasi yang nilainya sudah ditetapkan yaitu (9,8 m/s) R = Radius belok kendaraan (4 m) Maka untuk sudut slip roda depan dan roda belakang adalah: Roda Depan Dimana : α V g = Sudut Slip (rad) = Kecepatan (m/s) = Gaya gravitasi yang nilainya sudah ditetapkan yaitu (9,8 m/s) R = Radius belok kendaraan (4 m) Kf = yang nilai nya sudah ditetapkan yaitu (210 rad)

23 Roda Belakang Dimana : α V g = Sudut Slip (rad) = Kecepatan (m/s) = Gaya gravitasi yang nilainya sudah ditetapkan yaitu (9,8 m/s) R = Radius belok kendaraan (4 m) Kr = yang nilai nya sudah ditetapkan yaitu (73 rad) 2.8 Analisa Koefisien Understeer (Kus) Dengan didapatkan sudut slip roda depan (αƒ) dan sudut slip roda belakang (αr), maka Indeks Understeer bisa di hitung dengan menggunakan rumus: Keterangan : Dimana: : V = Kecepatan (m/s) g = Gaya gravitasi yang nilainya αf = Sudut slip roda depan (rad) αr = Sudut slip roda belakang (rad) sudah ditetapkan yaitu (9,8 m/s) R = Radius belok kendaraan (4 m)

23 Indeks Understeer adalah besaran yang dapat mengidentifikasi perilaku arah dari kendaraan belok. Jika Kus = 0 kendaraan berperilaku netral, jika Kus positif maka kendaraan berperilaku understeer, dan jika Kus negatif maka kendaraan berperilaku oversteer. Jika hasil Indeks Understeer adalah Understeer maka kecepatan karakteristik (Vch) dapat di hitung dengan menggunakan rumus: Dimana : Vch = Kecepatan Karakteristik (m/s) Lf = Jarak Dari Titik Pusat Berat Ke Poros Depan (m) Lr = Jarak Dari Titik Pusat Berat Ke Poros Belakang (m) Kus = Koefisien Understeer (rad) Dan jika hasil Indeks Understeer adalah Oversteer kecepatan kritis (Vkr) secara nyata tidak dapat diperhitungkan sehingga pada pengujian arah kendaraan dijalan kecepatan kritis (Vkr) tidak dapat dicari.

24 2.9 Perhitungan Untuk Titik Berat Gokart Sebelum menganalisa kecepatan karakteristik kendaraan lebih lanjut, maka perlu ditentukan terlebih dahulu dimana titik berat dari kendaraan. Untuk menentukan titik berat kendaraan dapat menggunakan sebuah sistem eksperimen yaitu ditimbang dengan asumsi bahwa beban terdistribusi merata. Secara bergantian roda depan dan roda belakang ditimbang seperti gambar berikut : Dari penimbangan diatas didapatkan : a) Wf = berat kendaraan roda depan Gambar 2.14 Titik Berat Gokart ( Dede Saepudin, 2012. ) b) Wr = berat kendaraan roda belakang Dimana L = a + b adalah jarak antara kedua sumbu roda depan dan belakang dan Wt = Wf + Wr merupakan berat total. Dengan menggunakan rumus Σ M = 0, didapat : Wr. L = a. W dan a = Wr. L / W Wr. L = b. W dan b = Wr. L / W