BAB 4 HASIL DAN ANALISIS. 4.1 Percobaan Metode Videogrametri di Laboratorium

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 TAHAPAN STUDI. 3.1 Percobaan Videogrametri di Laboratorium

PEMANFAATAN VIDEOGRAMETRI DALAM PENENTUAN POSISI UNTUK TRAJEKTORI

HASIL DAN ANALISIS. Tabel 4-1 Hasil kalibrasi kamera Canon PowerShot S90

BAB 2 STUDI REFERENSI. Gambar 2-1 Kamera non-metrik (Butler, Westlake, & Britton, 2011)

TAHAPAN STUDI. Gambar 3-1 Kamera Nikon D5000

BAB III IMPLEMENTASI METODE CRP UNTUK PEMETAAN

BAB 3 PEMBAHASAN START DATA KALIBRASI PENGUKURAN OFFSET GPS- KAMERA DATA OFFSET GPS- KAMERA PEMOTRETAN DATA FOTO TANPA GPS FINISH

PELAKSANAAN PENGUKURAN DAN HITUNGAN VOLUME METODE FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DAN METODE TACHYMETRI

BAB 4 ANALISIS. Tabel 4.1 Offset GPS-Kamera dalam Sistem Koordinat Kamera

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r)

BAB III REKONTRUKSI 3D MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK PHOTOMODELER.

BAB 3 PERBANDINGAN GEOMETRI DATA OBJEK TIGA DIMENSI

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

Analisa Kalibrasi Kamera Sony Exmor Pada Nilai Orientasi Parameter Interior untuk Keperluan Pemetaan (FUFK)

BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Perbandingan Posisi Titik Perbandingan Posisi Titik dari Elektronik Total Station

BAB 2 STUDI LITERATUR

BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Prinsip Penggunaan dan Pengolahan TLS 4.2 Analisis Penggunaan TLS Untuk Pemantauan Longsoran

APLIKASI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY UNTUK PERHITUNGAN VOLUME OBJEK

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Jenis Peta menurut Skala. Secara umum, dasar pembuatan peta dapat dinyatakan seperti Gambar 2.1

1.1 Latar belakang Di awal abad 21, perkembangan teknologi komputer grafis meningkat secara drastis sehingga mempermudah para akademisi dan industri

Defry Mulia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3.3.2 Perencanaan Jalur Terbang Perencanaan Pemotretan Condong Perencanaan Penerbangan Tahap Akuisisi Data...

BAB I PENDAHULUAN I.1.

METODE KALIBRASI IN-FLIGHT KAMERA DIGITAL NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN CLOSE- RANGE PHOTOGRAMMETRY

LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL

Supaya Foto Tidak Blur

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH. ACARA 2 Mozaik Foto Udara dan Pengamatan Sterioskop. Oleh : Muhamad Nurdinansa [ ]

Gambar 4.1. Kemampuan sensor LIDAR untuk memisahkan antara permukaan tanah dengan vegetasi di atasanya [Karvak, 2007]

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi Dan Pemetaan Teristris

I. BAB I PENDAHULUAN

Analisis Kesalahan Pengukuran Kecepatan Akibat Distorsi Lensa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Fotografi 1 Dkv215. Bayu Widiantoro Progdi Desain Komunikasi Visual Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Katolik SOEGIJAPRANATA

IV.1. Analisis Karakteristik Peta Blok

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK

ANALISIS PARAMETER ORIENTASI LUAR PADA KAMERA NON-METRIK DENGAN MEMANFAATKAN SISTEM RTK-GPS

PEMANFAATAN FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DALAM BIDANG ARSITEKTUR LANSEKAP (STUDI KASUS : CAMPUS CENTER INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG)

KAJI PENGARUH PARAMETER KAMERA TERHADAP REKONTRUKSI BENDA 3D MENGGUNAKAN TEKNIK DIGITAL PHOTOGRAMMETRY STUDI KASUS: REKONTRUKSI SAYAP TENGAH CN-235

terdiri dari Langkah Berirama terdiri dari Latihan Gerak Berirama Senam Kesegaran Jasmani

SOAL DAN PEMBAHASAN REFLEKSI DAN DILATASI

S M A 10 P A D A N G

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan

Muhammad Shofi IR. R. Adi Wardoyo, M.Mt

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KOREKSI GEOMETRIK. Tujuan :

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini.

DAFTAR ISI BAB II LANDASAN TEORI Reverse Engineering D Laser Scanning Laser... 7

II.1. Persiapan II.1.1. Lokasi Penelitian II.1.2. Persiapan Peralatan Penelitian II.1.3. Bahan Penelitian II.1.4.

Bab III Pelaksanaan Penelitian

BAB IV PEMBAHASAN PERANGKAT DAN PENGUJIAN TAPIS

STUDI FOTOGRAMETRI JARAK DEKAT DALAM PEMODELAN 3D DAN ANALISIS VOLUME OBJEK

BAB I PENDAHULUAN I.1.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan November 2013 s/d Mei 2014.

BAB III PENJELASAN SIMULATOR. Bab ini akan menjelaskan tentang cara pemakaian simulator robot pencari kebocoran gas yang dibuat oleh Wulung.

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

ANGKA UKUR. Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir.

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat. Graphic Card dengan memory minimum 64 mb

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

PERSIAPAN DALAM MEMBUAT FILM

DASAR DASAR PENGGUNAAN SAP2000

SURVEYING (CIV -104)

STEREOSKOPIS PARALAKS

BAB V PENGUJIAN DAN ANALISA. Tempat Melakukan Pengujian : Peralatan Yang Dibutuhkan :

BAB III ANALISIS SPEKTRUM CAHAYA. spektrumnya. Sebagai kisi difraksi digunakan potongan DVD yang sudah

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Pertemuan 3. Fotografi ACHMAD BASUKI

PENGERTIAN ALAT UKUR TANAH DAN ALAT SURVEY PEMETAAN

Komputer di bidang pendidikan. Anggota : Khairul rahman : Prasetyo Wibowo :

KINEMATIKA 1. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT.

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI I (Individu)

KINEMATIKA 1. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT.

JENIS-JENIS KAMERA & TEKNIK KAMERA DALAM PENGAMBILAN GAMBAR

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perakitan kamera gyroscope, diawali dengan pembentukan rangka dengan

Antiremed Kelas 12 Fisika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR

METODE PENGUKURAN DATA ANTROPOMETRI

APLIKASI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY DALAM PEMETAAN BANGUN REKAYASA DENGAN KAMERA DIJITAL NON METRIK TERKALIBRASI. Oleh:

BAB 4 ANALISIS SIMULASI KINEMATIKA ROBOT. Dengan telah dibangunnya model matematika robot dan robot sesungguhnya,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR

Perbaikan Kualitas Rekonstruksi Motion Capture

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

r = r = xi + yj + zk r = (x 2 - x 1 ) i + (y 2 - y 1 ) j + (z 2 - z 1 ) k atau r = x i + y j + z k

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dan menarik kesimpulan dengan masalah penelitian tertentu.

UN SMA IPA 2008 Fisika

STUDI FOTOGRAMETRI JARAK DEKAT DALAM PEMODELAN 3D DAN ANALISIS VOLUME OBJEK

IP TRAFFIC CAMERA PADA PERSIMPANGAN JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE LUASAN PIKSEL

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

2. TINJAUAN PUSTAKA. Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh

Bab III Perangkat Pengujian

Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

Jurnal Geodesi Undip April 2015

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI DASAR PENGAMATAN PARALAKS FOTO UDARA

PENGENDALIAN MUTU KLAS X

Bahan ajar On The Job Training. Penggunaan Alat Total Station

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS 4.1 Percobaan Metode Videogrametri di Laboratorium Dalam percobaan metode videogrametri di laboratorium ini dilakukan empat macam percobaan yang berbeda, yaitu penentuan posisi objek (senter) yang bergerak, animasi dari gerakan objek (manusia), penentuan kecepatan suatu objek jatuh, dan penentuan trajektori. 4.1.1 Kalibrasi Kamera Hasil dari kalibrasi yang dilakukan adalah sebagai berikut. Pada percobaan di laboratorium digunakan tiga macam kamera yaitu Brica DV H9, Sony DCR SR100, dan video Canon EOS 600D. Hasil kalibrasi dari ketiga kamera ini dapat dilihat pada Lampiran A. Gambar 4-1 Hasil Kalibrasi Photomodeler 4.1.1.1 Analisis Pada awalnya kalibrasi dilakukan secara otomatis dengan menggunakan perangkat lunak Photomodeler. Hal ini tidak masalah bagi kamera video Brica DV- H9 dan Sony DCR-SR100, akan tetapi tidak bagi video Canon EOS 600D. Titik-titik kontrol pada lembar kalibrasi tidak dikenali pada kamera ini. Untuk itu dilakukan manual marking dengan tidak mencentang opsi automatic marking pada proses kalibrasi menggunakan Photomodeler. Proses kalibrasi ini dilakukan terus hingga diperoleh RMS residual lebih kecil dari 2 pixel. 30

Gambar 4-2 Opsi Kalibrasi pada Photomodeler 4.1.2 Kerangka Dasar Percobaan di Laboratorium Hasil dari pendefinisian kerangka dasar yang di lakukan pada saat percobaan di laboratorium dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 4-3 Kerangka Dasar Percobaan di Laboratorium 4.1.2.1 Analisis Kerangka dasar yang didefinisikan pada percobaan di laboratorium sangat terkait dengan perangkat lunak Photomodeler. Ada dua tipe pendefinisian acuan dalam Photomodeler, yang pertama menggunakan pendefinisian titik nol, jarak antara dua titik, dan sistem salib sumbu serta yang kedua menggunakan tiga titik yang didefinisikan. Dalam percobaan di laboratorium digunakan tipe yang pertama. 4.1.3 Reseksi Berikut adalah hasil dari reseksi yang dilakukan pada masing-masing kamera pada setiap percobaan yang dilakukan. 31

Tabel 4-1 Hasil Reseksi Percobaan 1 Kamera Orientasi (deg) X Y Z Ome Phi Kap Brica -1744.560-17.459 4350.239 2.987-26.176 1.915 0.184 Sony 1927.364-82.277 3724.353 6.489 21.903-3.017 0.085 Canon 253.961-48.600 2775.622 8.160-1.796-0.609 0.212 Tabel 4-2 Hasil Reseksi Percobaan 2 Kamera Orientasi (deg) X Y Z Ome Phi Kap Brica -2017.086-5.103 4515.814 3.648-28.097 2.264 0.056 Sony 1233.778-84.225 3417.885 6.724 13.106-2.060 0.059 Canon 366.387-44.364 2357.954 7.568 0.482-0.877 0.076 Tabel 4-3 Reseksi Percobaan 3 Kamera Orientasi (deg) X Y Z Ome Phi Kap Brica -1502.132-94.761 3807.707 4.304-24.651 0.235 4.010 Sony 1298.690-65.636 3441.048 4.988 19.287 0.780 0.338 Canon 301.101 108.350 1985.905 0.967 2.946 0.591-0.387 Tabel 4-4 Reseksi Percobaan 4 Kamera Orientasi (deg) X Y Z Ome Phi Kap Brica DV H-9-1169.244-27.167 3467.14 1.905-22.213 0.160 0.857 Sony DCR SR 100 1456.859-50.043 2598.03 2.039 22.997 0.088-0.073 Video EOS 600D 318.501 49.745 1754.15-0.210 0.807 0.438 0.235 4.1.3.1 Analisis Proses reseksi dilakukan menggunakan perangkat lunak Photomodeler dan Australis. Pada dasarnya sistem kerja Photomodeler tidak memisahkan mana bagian reseksi dan mana bagian interseksi karena perangkat lunak Photomodeler menggunakan sistem perataan berkas. Sedangkan sistem kerja perangkat lunak Australis, untuk melakukan reseksi harus didefinisikan terlebih dahulu titik-titik yang akan menjadi kontrol untuk reseksi. Berdasarkan persamaan kesegarisan, minimal diperlukan tiga titik kontrol yang terdefinisi dalam sistem koordinat ruang. Meskipun dilakukan proses reseksi dengan menggunakan dua perangkat lunak, hanya salah satu 32

saja yang akan digunakan sebagai hasil akhir. Dalam hal ini yang digunakan adalah data olahan dari perangkat lunak Photomodeler, sedangkan data dari perangkat lunak Australis hanya dijadikan pembanding. Orientasi yang didefinisikan pada Photomodeler telah umum digunakan, yaitu omega, phi, dan kappa. Perangkat lunak Australis mendefinisikan orientasinya dengan karakteristik pendefinisian orientasi yang berbeda yaitu azimuth, elevation, dan roll. 4.1.4 Interseksi Berikut adalah hasil dari interseksi pada percobaan yang dilakukan di laboratorium. Tabel 4-5 Hasil Interseksi Percobaan 1 No Deviasi (mm) 1 0.314 265.767 582.017 3.620 1.739 6.874 1.029 2 184.449 276.678 595.611 2.300 1.467 4.358 0.016 3 443.239 284.019 605.869 1.612 1.065 2.213 0.039 4 717.920 290.796 580.482 2.185 0.938 2.941 0.039 5 979.290 285.862 534.678 1.704 0.612 1.745 0.075 Gambar 4-4 Hasil Reseksi dan Interseksi Percobaan 1 Tabel 4-6 Hasil Interseksi Percobaan 2 Posisi 1 ID Presisi (mm) Kepala 411.877 1032.856 430.678 0.281 0.827 0.762 0.224 Bahu 1 301.911 725.821 385.097 0.337 0.613 0.943 0.044 Bahu 2 561.421 756.676 390.874 0.293 0.483 0.774 0.062 Siku 1 238.528 538.964 335.840 0.349 0.450 0.973 0.188 Siku 2 597.327 550.474 361.937 0.333 0.334 0.976 0.188 Perut 405.492 423.164 446.140 0.429 0.545 1.288 0.188 33

Pinggang 1 295.095 220.502 436.089 0.447 0.364 1.211 0.065 Pinggang 2 520.977 246.191 443.045 0.262 0.311 0.744 0.045 Tangan 1 196.136 139.438 392.499 0.515 0.416 1.733 0.303 Tangan 2 595.334 152.490 418.289 0.281 0.269 0.829 0.140 Lutut 1 307.099-91.705 415.378 0.507 0.361 1.084 0.477 Lutut 2 491.873-110.171 421.649 0.256 0.344 0.738 0.107 Kaki 1 315.281-475.181 351.059 0.337 0.654 0.824 0.081 Kaki 2 484.370-484.636 348.287 0.240 0.641 0.724 0.210 Tabel 4-7 Hasil Interseksi Percobaan 2 Posisi 2 ID Presisi (mm) Kepala 403.451 1039.452 427.518 0.309 0.789 0.904 0.080 Bahu 1 298.164 720.882 382.049 0.346 0.598 1.040 0.209 Bahu 2 554.477 754.630 386.841 0.348 0.493 0.883 0.183 Siku 1 228.991 538.732 332.447 0.365 0.465 1.058 0.161 Siku 2 600.090 549.680 366.077 0.379 0.377 1.027 0.276 Perut 400.920 420.601 443.001 0.454 0.632 2.154 0.018 Pinggang 1 288.534 220.739 431.266 0.422 0.407 1.301 0.292 Pinggang 2 515.458 246.267 445.133 0.405 0.401 0.951 0.279 Tangan 1 104.894 149.390 380.991 0.603 0.380 1.513 0.472 Tangan 2 652.676 156.479 437.600 0.385 0.325 0.985 0.179 Lutut 1 304.529-92.387 413.951 0.401 0.361 1.214 0.053 Lutut 2 488.841-109.810 426.294 0.318 0.363 0.952 0.111 Kaki 1 312.449-475.374 355.620 0.351 0.605 0.980 0.126 Kaki 2 482.439-485.504 350.306 0.291 0.592 0.890 0.090 Tabel 4-8 Hasil Interseksi Percobaan 2 Posisi 3 ID Presisi (mm) Kepala 407.495 1030.893 438.225 0.264 0.643 0.777 0.079 Bahu 1 302.718 716.230 385.527 0.290 0.489 0.876 0.249 Bahu 2 559.376 751.709 386.471 0.301 0.408 0.770 0.159 Siku 1 215.184 538.916 336.204 0.317 0.394 0.909 0.099 Siku 2 625.458 550.908 370.081 0.333 0.322 0.889 0.137 Perut 405.767 417.262 442.387 0.395 0.540 1.863 0.064 Pinggang 1 294.165 217.174 432.722 0.345 0.340 1.096 0.043 Pinggang 2 521.302 243.696 443.238 0.286 0.309 0.830 0.134 Tangan 1 27.481 172.521 374.088 0.572 0.337 1.318 0.137 Tangan 2 721.380 169.526 454.099 0.360 0.281 0.865 0.164 Lutut 1 308.796-94.477 413.475 0.331 0.304 1.041 0.540 34

Lutut 2 492.955-111.916 423.537 0.276 0.306 0.842 0.039 Kaki 1 315.592-476.390 352.336 0.295 0.486 0.859 0.099 Kaki 2 485.473-486.114 350.276 0.254 0.478 0.773 0.180 Tabel 4-9 Hasil Interseksi Percobaan 2 Posisi 4 ID Presisi (mm) Kepala 407.868 1037.775 423.796 0.404 0.948 1.195 0.460 Bahu 1 298.858 725.806 372.609 0.431 0.723 1.344 0.034 Bahu 2 559.069 758.069 376.910 0.491 0.606 1.186 0.267 Siku 1 186.278 553.540 335.422 0.512 0.612 1.464 0.245 Siku 2 650.543 565.358 380.567 0.564 0.493 1.365 0.320 Perut 402.573 423.176 438.065 0.592 0.794 2.871 0.074 Pinggang 1 289.190 222.778 425.168 0.494 0.500 1.789 0.262 Pinggang 2 517.719 248.490 440.671 0.495 0.465 1.353 0.124 Tangan 1-60.685 220.593 366.695 1.202 0.591 2.158 0.186 Tangan 2 800.079 207.778 489.952 0.895 0.497 1.480 0.192 Lutut 1 302.902-90.237 408.677 0.478 0.473 1.726 0.089 Lutut 2 488.599-108.578 424.103 0.476 0.480 1.399 0.248 Kaki 1 309.866-474.963 352.085 0.436 0.747 1.444 0.086 Kaki 2 482.043-484.837 354.903 0.442 0.719 1.258 0.423 Tabel 4-10 Hasil Interseksi Percobaan 2 Posisi 5 ID Presisi (mm) Kepala 408.420 1035.756 424.573 0.196 0.426 0.570 0.114 Bahu 1 300.336 725.175 375.408 0.205 0.334 0.630 0.032 Bahu 2 563.070 757.350 373.928 0.231 0.297 0.590 0.095 Siku 1 161.766 568.342 340.424 0.245 0.292 0.672 0.094 Siku 2 680.751 582.101 375.674 0.332 0.264 0.692 0.277 Perut 405.599 420.826 436.755 0.292 0.384 1.358 0.138 Pinggang 1 293.042 219.974 427.765 0.228 0.240 0.797 0.108 Pinggang 2 520.574 246.854 434.724 0.244 0.227 0.677 0.078 Tangan 1-134.012 276.037 361.726 0.469 0.263 0.888 0.141 Tangan 2 891.830 257.072 486.976 0.387 0.223 0.708 0.082 Lutut 1 306.973-91.937 413.994 0.226 0.223 0.785 0.167 Lutut 2 492.979-109.397 421.616 0.240 0.224 0.696 0.104 Kaki 1 317.543-475.869 350.407 0.250 0.328 0.688 0.358 Kaki 2 485.524-485.202 348.444 0.224 0.328 0.628 0.063 35

Tabel 4-11 Hasil Interseksi Percobaan 2 Posisi 6 ID Presisi (mm) Kepala 413.340 1038.440 416.376 0.282 0.532 0.780 0.223 Bahu 1 300.289 730.920 370.256 0.285 0.427 0.843 0.145 Bahu 2 564.103 763.427 368.927 0.323 0.406 0.844 0.043 Siku 1 139.278 591.173 340.363 0.331 0.385 0.868 0.086 Siku 2 708.876 608.760 372.765 0.602 0.509 1.507 0.158 Perut 407.991 425.444 427.058 0.464 0.453 1.317 0.219 Pinggang 1 295.903 221.763 424.013 0.303 0.326 1.035 0.249 Pinggang 2 522.995 247.874 432.337 0.352 0.317 0.952 0.253 Tangan 1-196.364 343.786 354.590 0.590 0.360 1.000 0.146 Tangan 2 970.943 326.909 490.428 0.552 0.330 0.978 0.177 Lutut 1 309.882-91.048 410.493 0.301 0.307 1.032 0.088 Lutut 2 495.439-108.445 419.245 0.346 0.306 0.972 0.049 Kaki 1 315.530-474.648 354.226 0.283 0.419 0.918 0.079 Kaki 2 488.025-484.440 351.167 0.321 0.407 0.889 0.066 Tabel 4-12 Hasil Interseksi Percobaan 2 Posisi 7 ID Presisi (mm) Kepala 410.558 1038.135 426.540 0.351 0.840 1.121 0.270 Bahu 1 298.541 738.183 375.488 0.358 0.651 1.192 0.159 Bahu 2 562.646 770.871 376.484 0.446 0.543 1.066 0.067 Siku 1 119.473 616.525 344.015 0.516 0.605 1.324 0.299 Siku 2 728.324 638.120 376.354 0.536 0.773 2.042 0.241 Perut 406.207 426.978 434.237 0.386 0.540 1.419 0.261 Pinggang 1 295.018 222.852 430.054 0.398 0.455 1.691 0.135 Pinggang 2 522.568 249.210 440.531 0.481 0.434 1.317 0.213 Tangan 1-245.250 409.612 343.255 1.076 0.764 2.275 0.197 Tangan 2 1034.235 398.766 494.953 1.080 0.500 1.921 0.121 Lutut 1 309.981-89.615 415.366 0.392 0.415 1.693 0.288 Lutut 2 495.048-105.974 424.583 0.470 0.425 1.399 0.306 Kaki 1 314.102-473.464 352.912 0.559 0.791 2.401 0.294 Kaki 2 486.886-482.330 356.446 0.444 0.662 1.277 0.224 Hasil interseksi dari beberapa posisi pada percobaan 2 digabungkan ke dalam satu format video sehingga akan dihasilkan gerakan yang berurutan dari posisi satu hingga posisi 7. 36

Gambar 4-5 Rekonstruksi Rangka Manusia Posisi 1 Gambar 4-6 Rekonstruksi Rangka Manusia Posisi 7 Tabel 4-13 Hasil Interseksi Percobaan 3 Waktu (detik) Deviasi (mm) RMS (pixel) 19.21 100.2680 641.9309 532.4092 8.6015 9.9983 33.8233 3.2222 19.33 73.7485 272.5195 446.0061 3.4742 3.0383 8.2086 0.4267 19.45 105.0388-285.2897 410.6272 4.5707 3.8553 9.4808 1.9687 Dari data di atas dapat dihitung kecepatan dari objek yang dijatuhkan. Berdasarkan koordinat dari titik-titik di atas diperoleh informasi sebagai berikut : Tabel 4-14 Kecepatan Perubahan Posisi Percobaan 3 Antara titik Selisih waktu (s) Jarak (mm) Kecepatan (mm/s) 1 dan 2 12 380.30717 31.69226421 2 dan 3 9 559.80519 62.20057708 Tabel 4-15 Hasil Interseksi Percobaan 4 Waktu Presisi (mm) 4.20 545.1488-232.55 419.402 0.86188 0.65685 1.60490 0.15941077 4.98 489.8583-142.277 434.629 0.94073 0.71790 1.96882 0.02873683 5.28 425.5849-109.132 446.102 0.86011 0.71855 1.72244 0.05872428 5.46 382.0509-102.031 451.839 0.88079 0.72356 1.72859 0.02576058 5.70 314.6274-114.183 460.845 0.92047 0.71575 1.71966 0.05463018 5.88 270.2953-138.29 467.041 1.10097 0.72022 1.97317 0.02430853 6.06 241.2637-165.156 474.489 0.98127 0.69619 1.71942 0.00237524 6.30 213.8188-208.8 472.970 1.15987 0.68517 1.96471 0.11388615 6.54 198.3557-261.457 477.419 1.18903 0.67222 1.98696 0.08749732 6.78 193.8391-301.556 471.468 2.28847 0.78957 3.82918 0.19033148 7.02 216.7452-365.709 475.632 1.20657 0.66775 2.08672 0.03504497 37

7.26 246.6901-406.252 472.052 2.24742 0.92987 3.94099 0.14153217 7.50 293.064-451.129 462.207 2.73051 2.31444 5.21065 0.08341333 7.74 346.020-466.48 454.293 2.70150 2.32754 5.27912 0.08552254 8.10 428.016-462.13 446.460 2.67132 2.32835 5.39111 0.06955742 8.28 462.938-449.114 430.258 2.66405 2.32783 5.40131 0.00152783 8.58 512.494-407.508 431.708 2.65447 2.30663 5.42192 0.06512858 8.82 538.879-359.256 426.124 1.87808 0.88011 4.28432 0.00536406 9.18 556.980-303.57 424.239 2.65608 2.27633 5.42659 0.11740623 9.42 556.304-271.714 425.830 2.65829 2.27519 5.44482 0.03675475 Gambar 4-7 Hasil Reseksi dan Interseksi Percobaan 4 Gambar 4-8 Hasil Interseksi Percobaan 4 Dari koordinat titik-titik tersebut beserta data waktu, maka dapat ditentukan kecepatan perubahan posisi dari masing-masing titik. 38

Tabel 4-16 Kecepatan dari Perubahan Posisi Percobaan 4 Posisi Jarak (mm) Selisih Waktu (detik) Kecepatan (mm/s) 1 ke 2 106.9492154 0.78 137.1143787 2 ke 3 73.22058303 0.3 244.0686101 3 ke 4 44.48098734 0.18 247.1165963 4 ke 5 69.09930412 0.24 287.9137672 5 ke 6 50.84167936 0.18 282.4537742 6 ke 7 40.24978217 0.18 223.609901 7 ke 8 51.57840379 0.24 214.9100158 8 ke 9 55.06069844 0.24 229.4195768 9 ke 10 40.78936049 0.24 169.9556687 10 ke 11 68.24643245 0.24 284.3601352 11 ke 12 50.52957121 0.24 210.53988 12 ke 13 65.28021475 0.24 272.0008948 13 ke 14 55.70083297 0.24 232.0868041 14 ke 15 82.48404894 0.36 229.1223582 15 ke 16 40.63823434 0.18 225.7679686 16 ke 17 64.72192765 0.3 215.7397588 17 ke 18 55.27793066 0.24 230.3247111 18 ke 19 58.58423773 0.36 162.7339937 19 ke 20 31.90265873 0.24 132.9277447 Kecepatan rata-rata = 222.7456073 Dari gambar di atas terlihat trajektori dari perubahan posisi coded target membentuk lingkaran. Hal ini karena perputaran ban sepeda yang membentuk lingkaran. Sedangkan titik-titik yang membentuk bidang persegi di belakang merupakan titik-titik pada lembar kalibrasi yang ditempel di dinding dan dijadikan acuan dalam pendefinisian kerangka dasar. 4.1.4.1 Analisis Pada percobaan 1, sinkronisasi waktu dilakukan dengan dengan menghidupmatikan senter yang digunakan. Posisi yang ditentukan adalah ketika cahaya senter hidup sehingga diperoleh citra-citra pada saat yang sama dari ketiga kamera yang digunakan. Pada percobaan ke-2 sinkronisasi waktu dilakukan dengan pengukuran waktu sebelum melakukan percobaan, selain itu aba-aba gerakan mulut juga jadi 39

acuan. Pada percobaan ke-3 dan percobaan ke-4 sinkronisasi waktu dilakukan dengan menggunakan timer yang terlihat pada komputer. Pada percobaan satu dan dua deviasi pengukuran relatif kecil dibandingkan dengan percobaan 3. Hal ini karena kecepatan perekaman kamera lebih kecil dibandingkan dengan objek yang bergerak sehingga yang terlihat adalah bayangan dari objek. Untuk mengatasi hal ini, dapat digunakan sensor dengan kemampuan perekaman frame per second yang lebih besar. 4.2 Aplikasi Metode Videogrametri di Lapangan 4.2.1 Kalibrasi Kamera Proses pengambilan data kalibrasi untuk aplikasi videogrametri sama dengan percobaan di laboratorium. Dalam hal ini digunakan enam kamera video Sony DSR- PD177 dan satu kamera SLR Nikon D-5000 yang akan digunakan dalam proses rekonstruksi ram. Hasil kalibrasi dari kamera-kamera tersebut dapat dilihat pada Lampiran A. 4.2.1.1 Analisis Meskipun ke-6 kamera video Sony DSR-PD177 yang digunakan merupakan tipe yang sama yang sama akan tetapi ada kemungkinan perbedaan karakteristik masingmasing kamera sehingga ke-6 kamera tersebut harus dikalibrasi. Dalam proses kalibrasi kamera sebaiknya dilakukan dengan ratio 4:3 (aspect ratio normal) karena sensor perekam akan melakukan resampling jika pada ratio lain (ratio default setiap kamera pada umumnya adalah 16:9). Bahkan ada beberapa kamera yang tidak bisa dikalibrasi jika menggunakan ratio selain 4:3, seperti kamera video Sony DSR PD-177. Sedangkan untuk mengatasi kegagalan pada kalibrasi menggunakan perangkat lunak Photomodeler, maka proses marking titik-titik kalibrasi dilakukan secara manual seperti yang dilakukan pada percobaan di laboratorium. 4.2.2 Kerangka Dasar Aplikasi Videogrametri di Lapangan Tabel berikut merupakan hasil dari pengukuran kerangka dasar yang didefinisikan secara lokal. Skema penempatan titik kontrol untuk kerangka dasar dapat dilihat pada Gambar berikut. 40

Tabel 4-17 Koordinat Titik Kontrol Titik Kontrol X (m) Y (m) Z (m) 1 0 0 0 2 17.11122-58.4811-0.71718 3 52.79188-48.3292-1.92219 4-399.805-50.527-2.47553 5-804.22-86.816-3.83093 6-801.853 9.843-2.20982 7-780.186-81.915-3.88088 99-451.421 945.9817-2.75026 Gambar 4-9 Skema Penempatan Titik Kontrol, Target di Tanah dan Ram 4.2.2.1 Analisis Kerangka dasar yang didefinisikan di lapangan dilakukan dengan pengukuran menggunakan ETS. Titik nol ditempatkan di dekat station 2, sumbu X sejajar dengan garis yang ditarik dari station 1 ke station 2 dan nilai X membesar ke arah station 2, sumbu Y sejajar dengan arah terbang pesawat dan nilai Y membesar ke arah target, sedangkan sumbu Z tegak lurus kedua sumbu tersebut dan nilai Z membesar ke arah atas. 41

4.2.3 Koordinat Titik Detail Pengukuran ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai detail dan situasi keadaan permukaan tanah pada daerah yang akan dipetakan. Titik detail yang diukur yaitu titik-titik target di tempat sekitar jatuhnya bom dan titik target (bola) pada ram. 4.2.3.1 Koordinat Target Jatuhnya Bom Ada beberapa titik-titik detail di tanah yang akan dijadikan target pelepasan bom. Untuk itu diperlukan data koordinat dari masing-masing titik tersebut. Skema penempatan dari titik-titik target ini dapat dilihat pada Gambar berikut. Tabel 4-18 Koordinat Titik-Titik Target Jatuhnya Bom TITIK TARGET X (m) Y (m) Z (m) TITIK TARGET X (m) Y (m) Z (m) 1-Jan -363.146 649.8834-2.2514 15-Jan -418 511.9124-1.5745 2-Jan -398.933 633.6172-2.1936 16-Jan -385 486.8433-3.273 3-Jan -423.979 621.8039-3.3901 17-Jan -392 518.2758-3.3496 4-Jan -450.176 608.1618-3.9057 18-Jan -365 490.3147-3.8981 5-Jan -487.421 604.8768-2.6588 19-Jan -374 517.7385-3.9736 6-Jan -504.311 581.2854-2.2318 20-Jan -357 524.0123-3.7573 7-Jan -528.099 468.8834-2.15 21-Jan -331 536.1914-4.3478 8-Jan -484.249 448.1355-2.0794 22-Jan -290 417.745-2.3225 9-Jan -492.004 480.3496-1.8217 23-Jan -313 410.0401-2.3446 10-Jan -466.383 488.6383-2.3293 24-Jan -332 400.9675-2.1521 11-Jan -469.282 456.9895-2.02 25-Jan -346 395.24-3.6742 12-Jan -444.875 469.0155-2.3924 26-Jan -376 384.5602-3.5203 13-Jan -445.88 498.871-1.808 27-Jan -414 370.5644-2.5912 14-Jan -412.729 479.6573-1.6964 28-Jan -646 434.7044-0.2262. 4.2.3.2 Koordinat Bola-Bola pada Ram Selain koordinat target di tanah, ditentukan juga koordinat target pada ram yaitu bola-bola berwarna orange. Nantinya koordinat ini akan dijadikan titik sekutu agar koordinat persilangan kawat horizontal dengan kawat vertikal pada ram memiliki sistem yang sama antara station 1 dan station 2. 42

Tabel 4-19 Koordinat Bola-Bola pada Ram Titik X Y Z Station 1 B1 25.4034-45.1156 4.855176 B2 24.19366-44.4972 4.831258 B3 24.20192-44.4634 2.78658 B4 25.48816-45.1989 2.766268 Station 2 A1-793.861-75.0019 2.830671 A2-794.943-76.4591 2.870417 A3-794.936-76.5293 0.793384 A4-793.789-74.932 0.791058 4.2.3.3 Analisis Oleh karena semua sistem di lapangan didesain untuk mengantisipasi pesawat datang sesuai lintasan acuan, maka apabila pesawat keluar dari lintasan maka menyebabkan data tidak terlihat pada kamera video yang telah memiliki posisi yang tetap. Untuk itu ditentukan titik-titik target sebagai acuan pesawat selain untuk menjatuhkan bom tetapi juga sebagai acuan lintasan yang sesuai dengan desain peralatan. Pada saat rekonstruksi titik-titik persilangan kawat ram, sistem koordinat yang digunakan adalah sistem koordinat Photomodeler. Untuk itu diperlukan titik-titik sekutu agar koordinat persilangan kawat pada ram terdefinisi dalam sistem koordinat lokal yang didefinisikan. Bola-bola yang ditempatkan di setiap ram ini yang akan dijadikan titik sekutu tersebut. 4.2.4 Koordinat Persilangan Kawat Pada Ram Setelah diketahui koordinat titik-titik target pada ram yaitu 4 buah bola berwarna orange yang ada pada masing-masing station, maka proses penentuan koordinat ram dapat ditentukan berdasarkan sistem koordinat lokal yang didefinisikan. Dalam hal ini proses dilakukan menggunakan perangkat lunak Photomodeler dengan menggunakan foto yang diambil menggunakan kamera SLR Nikon D-5000 pada ram di setiap station. Koordinat persilangan titik-titik ram yang telah ditransformasikan ke dalam sistem koordinat lokal yang didefinisikan dapat dilihat pada Lampiran B. 43

4.2.4.1 Analisis Hasil rekonstruksi ram yang diperoleh dengan menggunakan perangkat lunak Photomodeler memiliki sistem koordinat sendiri. Untuk itu perlu titik-titik sekutu agar koordinat ram menjadi koordinat lokal yang telah didefinisikan. Dengan menggunakan koordinat bola-bola di ujung-ujung ram, maka hal ini dapat diselesaikan. Akan tetapi pada saat data hasil Photomodeler yang telah ditransformasikan diplot pada perangkat lunak Australis atau perangkat lunak Global Mapper, kondisi station 1 dan station 2 menjadi terbalik. Setelah diteliti lebih dalam, ada perbedaan dalam pendefinisian sistem pada sistem koordinat ruang lokal dengan sistem koordinat Photomodeler. Hasilnya, setelah disamakan urutan bola-bola yang menjadi acuan, kondisi ram menjadi sesuai dengan kenyataan. 4.2.5 Reseksi Tabel berikut merupakan hasil dari reseksi yang dilakukan pada masing-masing kamera video Sony DSR-PD177. Tabel 4-20 Hasil Reseksi Menggunakan Australis Kamera X(m) Y(m) Z(m) Az(deg) El(deg) Ro(deg) 1 25.376266-42.3742 3.8568 160.863 18.9956-2.8901 2 25.80083-44.2314 3.0106 69.3102 35.9599-11.489 3 25.62716-43.9287 3.2287 46.2227 7.48516 0.6151 4-795.6493-74.9657 1.3850-140.285 31.6721-6.1881 5-796.2627-74.9141 1.6012-65.9167 7.00743 1.2082 6-796.1874-75.4355 1.6143-91.5403 20.3573 6.9099 4.2.5.1 Analisis Dari hasil Az terlihat bahwa proses interseksi tidak akan dapat dilakukan. Hal ini kembali dikarenakan perbedaan dalam pendefinisian sistem. Hasil interseksi perangkat lunak Australis mendefinisikan sumbu X dan sumbu Y yang berbeda dengan sistem koordinat lokal yang didefinisikan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sumbu X positif pada Australis merupakan sumbu Y positif pada sistem koordinat lokal. Dengan demikian setiap sudut Az pada australis ditambahkan 90 O. 44

4.2.6 Interseksi Hasil dari interseksi yang dilakukan terhadap pesawat pada saat akan merilis bom dan pada saat terlihat ledakan bom di tanah tercantum pada table berikut. Kondisi X (m) Y (m) Z (m) Release -219.93-766.94 869.1406 Di Tanah -280.47 384.03-6.86 4.2.6.1 Analisis Berdasarkan data kalibrasi diperoleh ukuran dari sensor size, berdasarkan data pengukuran terestris dapat diperoleh jarak dari kamera di setiap station ke Bom BTN-250, yaitu sekitar satu kilometer dan dari informasi yang diperoleh dari spesifikasi kamera DSR-PD 177 diperoleh pixel size. Dari data-data tersebut resolusi tanah dapat dihitung. Tabel 4-21 Resolusi Tanah Sony DSR-PD177 Jarak Focal Length Sensor Size (mm) Pixel Size (mm) Ground Resolution (m) H (km) c (mm) w h w h w h 1 7.074 6.379 4.800 0.006 0.004 0.835 0.628 1 7.001 6.401 4.800 0.006 0.004 0.847 0.635 1 7.815 6.406 4.800 0.006 0.004 0.759 0.569 1 7.027 6.400 4.800 0.006 0.004 0.843 0.632 1 7.028 6.398 4.800 0.006 0.004 0.843 0.632 1 7.002 6.396 4.800 0.006 0.004 0.846 0.635 Dengan panjang dari bom BTN-250 yang berkisar 1.5 m, maka seharusnya bom tersebut dapat terekam pada sensor kamera DSR-PD177 maksimal dalam 2 pixel. Akan tetapi sangat beresiko jika hanya menggunakan 2 pixel karena terkait dengan kecepatan bom dibanding dengan kecepatan perekaman, seperti pada percobaan 3 di laboratorium yang menyebabkan objek yang direkam terlihat tidak jelas (blur). Selain itu, hal lain yang mungkin mempengaruhi adalah setting-an autofocus pada kamera yang menyebabkan bagian ram terlihat jelas sedangkan bom yang jauh di belakang ram tidak terlihat. 45

4.2.7 Trajektori Bom Tajam BTN-250 Karena hanya dua titik yang mampu ditentukan pada proses interseksi, maka grafik yang terbentuk adalah garis lurus. Akibatnya trajektori yang dibentuk tidak mencerminkan keadaaan yang sebenarnya. Bom bergerak ke arah sumbu Y, sedangkan posisi terhadap sumbu X relatif tetap. Trajektori 869.1405906 1000 800 600 X 400 200-6.86 0-1000 -800-600 -400-200 -200 0 200 400 600 Y Gambar 4-10 Trajektori Bom BTN-250 4.2.7.1 Analisis Pada dasarnya trajektori suatu objek terbentuk dari perubahan posisi-posisi objek tersebut terhadap waktu. Oleh karena itu, semakin banyak perubahan posisi objek tersebut maka semakin baik trajektori yang akan terbentuk. Hasil trajektori Bom BTN-250 pada penelitian ini sangat tidak representatif bila dibandingkan dengan kenyataan karena perubahan posisi yang dapat ditentukan untuk membentuk trajektori terlalu sedikit yaitu hanya di awal pelepasan bom (posisi pesawat) dan di akhir ketika bom meledak di tanah (ledakan yang terlihat). 46