KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

dokumen-dokumen yang mirip
PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA

Halaman ini sengaja dikosongkan.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Kajian Ekonomi Regional Banten

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN IV-2013

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Provinsi Nusa Tenggara Timur

3.1. Inflasi Umum Provinsi Lampung Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental.

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti Ekspektasi Inflasi...

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

4. Outlook Perekonomian

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Periode Februari 2017

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2016

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat

1. Tinjauan Umum

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

Transkripsi:

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA November 2016

VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil Misi Bank Indonesia: 1. Mencapai stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. Nilai-nilai Strategis: Trust and Integrity- Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara: Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara: Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan. VISI DAN MISI i

VISI DAN MISI ii

KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Sumatera Utara. Edisi periode ini mengulas dinamika ekonomi di Sumatera Utara pada Triwulan III 2016 yang meliputi perkembangan makroekonomi, inflasi, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, serta prospek ekonomi Sumatera Utara ke depan dan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum dan BPR, data statistik dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, data realisasi investasi dari Badan Penanaman Modal dan Promosi Sumatera Utara, data realisasi APBN dari Dirjen Perbendaharaan Negara Wilayah Sumatera Utara, data realisasi APBD dari Biro Keuangan Sumatera Utara, dan data dari instansi/lembaga terkait lainnya serta informasi dari para pelaku ekonomi utama di Sumatera Utara. Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 melambat dari 5,5% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,3% (yoy). Perlambatan kinerja perekonomian ini senada dengan perlambatan perekonomian di level nasional dari 5,2% menjadi 5,0% (yoy). Perlambatan tersebut terutama disebabkan konsumsi pemerintah dan investasi. Sementara itu, kinerja sektor eksternal menurun yang didorong oleh perlambatan ekspor yang dibarengi peningkatan impor. Namun demikian, konsumsi swasta justru meningkat yang disertai oleh meningkatnya impor. Konsumsi swasta terus membaik terutama sejak awal 2015, sementara impor barang konsumsi melonjak tajam dibanding triwulan sebelumnya. Kondisi ini mengindikasikan permintaan masyarakat yang masih kuat. Dari sisi penawaran, melambatnya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 terutama ditekan oleh melambatnya kinerja kategori pertanian sesuai pola musimannya dan kategori industri pengolahan. Memasuki triwulan IV 2016, perekonomian Sumatera Utara diperkirakan membaik. Perbaikan tersebut didukung oleh masih kuatnya daya beli masyarakat yang didorong oleh kenaikan harga komoditas. Kinerja perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih ditopang oleh masih kuatnya permintaan domestik yang disertai dengan kinerja neraca perdagangan yang terus membaik. Adanya perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan realisasi belanja langsung maupun infrastruktur pemerintah diperkirakan mampu memperkuat permintaan domestik pada triwulan IV. Masuknya periode puncak panen raya komoditas CPO yang disertai dengan indikasi perbaikan permintaan dari mitra dagang utama merupakan faktor yang mendukung kuatnya keyakinan akan mulai membaiknya kinerja sektor eksternal pada triwulan IV 2016. Dengan mencermati perkembangan beberapa indikator terkini, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 diperkirakan masih cukup baik dan berada pada rentang 5,2% (yoy) 5,6% (yoy). Momentum perbaikan ekonomi yang masih terlihat dengan kuatnya konsumsi swasta/masyarakat yang merupakan komponen terbesar dalam struktur ekonomi Sumatera Utara perlu terus dijaga. Kegiatan investasi khususnya pembangunan infrastruktur strategis juga perlu didukung dengan sinergitas kebijakan Pemerintah Daerah. Upaya menjaga stabilitas permintaan domestik tersebut diharapkan dapat terus endorong perbaikan ekonomi Sumatera Utara ditengah perbaikan ekonomi global yang masih lambat. Berkenaan dengan hal tersebut, kami memgambil tema "Mengawal Stabilitas Perekonomian Sumatera Utara" sebagai tema buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional edisi November 2016. KATA PENGANTAR iii

Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini, serta mengharapkan kiranya kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang. Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Medan, November 2016 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA Difi A. Johansyah Direktur Eksekutif KATA PENGANTAR iv

APBN APBD Kab/Kota APBD ProvSU Nasional Sumut Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI %, yoy Tw-II 2016 Tw-III 2016 5,5 5,3 Tw-II 2016 Tw-III 2016 5,2 5,0 Konsumsi Rumah Tangga 5,4 Konsumsi Pemerintah -3,5 Investasi 4,4 2,7% 0,3% 1,5% 0,6% 1,3% 1,0% 0,9% 0,7% 1,4% Pertanian 4,7 Industri 1,4 PBE 7,5 Melema nya permintaan domes lk serta merosotnya kinerja tanaman pangan menekan kinerja perekonomian pada tri ulan Harga CPO dan kopi menunjukkan perbaikan, terutama di pasar domestik seiring dengan efektifnya program mandatori biodiesel. Sementara itu, indikasi perbaikan pasar global juga semakin kuat seiring dengan mulai membaiknya aktivitas manufaktur negara mitra utama CPO KARET KOPI ARABIKA Konstruksi 5,5 Net Ekspor 10,8 5,3 %, yoy KOMODITAS UNGGULAN PURCHASING MANAGER Index Tw II 16 Tw III 16 AS 51 52 Tiongkok 49 50 8.605 8.717 Tw II 16 Tw III 16 Rp/kg 650 647 Tw II 16 Tw III 16 USD/Metric ton 17.624 16.728 Tw II 16 Tw III 16 Rp/kg 183 174 Tw II 16 Tw III 16 USD cents/kg 51.993 56.048 Tw II 16 Tw III 16 Rp/kg 471 493 Tw II 16 Tw III 16 USD cents/pound India 51 52 Jepang 48 49 Perlambatan perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 diwarnai dengan melonjaknya tekanan inflasi. Menipisnya pasokan pangan dan hortikultura seiring dengan bergesernya musim tanam dan meluasnya wabah OPT ditengah belum stabilnya Gunung Sinabung mendorong inflasi. - - SSK %, yoy INFLASI year on year (%, YoY) - - INFLASI year on year (%, YoY) - - INFLASI year on year (%, YoY) Nasional INFLASI Tw-II 16 3,5 %, yoy INFLASI UMUM Tw-III 16 3,1 Sumut 4,3 6,0 Medan 4,5 6,1 P.Siantar 3,7 5,3 P.Sidempuan 2,7 4,8 Sibolga 2,8 7,5 Stabilitas keuangan di Provinsi Sumatera Utara pada triwulan III 2016 relatif terjaga. Pertumbuhan aset, DPK dan kredit mengalami penurunan namun masih diiringi dengan kualitas penyaluran kredit yang baik, yang tercermin dari NPL yang masih berada dibawah level indikatifnya. Sementara itu, peran intermediasi perbankan juga masih baik yang tercermin dari LDR yang relatif stabil. 7,1 3,3 Tw II 16 Tw III 16 ASET 7,5 4,8 Tw II 16 Tw III 16 DPK KEUANGAN DAERAH 7,8 7,5 Tw II 16 Tw III 16 KREDIT 5,4 6,7 Tw II 16 Tw III 16 KREDIT KORPORASI 2,5 0,6 Tw IV 15 Tw I 16 KREDIT UMKM PROYEKSI PDRB SUMUT Tw I 2017 92,4 93,0 Tw IV 15 Tw I 16 LDR OUTLOOK TRIWULAN I 2017 3,1 3,1 Tw IV 15 Tw I 16 NPL Tw-II 2016 Tw -III 2016 p mis 5,6 esimis 5,5 5,3 5,2 Tw -IV 2016 p mis 5,5 esimis 5,1 Tw -I 2017 Tw-I 2017 3,5± 0,5% PROYEKSI INFLASI KATA PENGANTAR v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI VISI DAN MISI... I KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI... VII DAFTAR GRAFIK... IX DAFTAR TABEL... XII TABEL INDIKATOR... XIII RINGKASAN UMUM... XV BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH... 1 1.1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL SECARA UMUM... 2 1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN... 3 1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA... 12 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH... 27 2.1 GAMBARAN UMUM... 28 2.2 APBD PROVINSI SUMATERA UTARA... 28 2.2.1 ANGGARAN PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA UTARA... 29 2.2.2 REALISASI PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III 2016... 29 2.2.3 ANGGARAN BELANJA PROVINSI SUMATERA UTARA... 31 2.2.4 REALISASI BELANJA PROVINSI SUMATERA UTARA... 31 2.3 APBD 33 KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA... 33 2.3.1 ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN APBD KABUPATEN/KOTA... 33 2.3.2 ANGGARAN DAN REALISASI BELANJA APBD KABUPATEN/KOTA... 34 2.4 REALISASI APBN DI SUMATERA UTARA TRIWULAN III 2016... 36 BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH... 39 3.1 KONDISI UMUM... 40 3.2 PERKEMBANGAN INFLASI NON FUNDAMENTAL... 42 3.3 PERKEMBANGAN INFLASI FUNDAMENTAL... 44 3.4 INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA... 46 3.4.1 KELOMPOK BAHAN MAKANAN... 46 3.4.2 KELOMPOK MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU... 47 3.4.3 KELOMPOK PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR... 47 3.4.4 KELOMPOK SANDANG... 48 3.4.5 KELOMPOK KESEHATAN... 48 3.4.6 KELOMPOK PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA... 49 3.5 PERBANDINGAN INFLASI ANTAR PROVINSI/KOTA DI SUMATERA... 49 3.6 UPAYA PENGENDALIAN INFLASI... 50 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM... 51 4.1 PERKEMBANGAN PERBANKAN SUMATERA UTARA... 52 4.2 ASESMEN INTERMEDIASI PERBANKAN... 52 DAFTAR ISI vii

4.3 PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM... 53 4.4 STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAERAH... 55 4.4.1 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI... 55 4.4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA... 59 BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH... 61 5.1 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN... 62 5.1.1 PERKEMBANGAN TRANSAKSI SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI... 62 5.1.2 PERKEMBANGAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH... 63 5.2 UPAYA MENJAGA KELANCARAN SISTEM PEMBAYARAN... 64 5.3 PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD)... 66 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN... 69 6.1 KETENAGAKERJAAN... 70 6.2 KESEJAHTERAAN... 72 6.3 NILAI TUKAR PETANI... 73 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH... 75 7.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI... 76 7.2 PROSPEK INFLASI... 80 7.3 REKOMENDASI KEPADA PEMERINTAH DAERAH... 82 LAMPIRAN... 88 DAFTAR ISTILAH... 90 DAFTAR ISI viii

DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan... 3 Grafik 1.2 Survei Konsumen... 4 Grafik 1.3 Indeks Penjualan Eceran... 4 Grafik 1.4 Perkembangan Nilai Tukar... 4 Grafik 1.5 Impor Barang Konsumsi... 4 Grafik 1.6 Perkembangan KPR... 5 Grafik 1.7 Konsumsi Listrik... 5 Grafik 1.8 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja... 5 Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi... 5 Grafik 1.10 Persentase Realisasi APBN Triwulan III di Sumatera Utara... 6 Grafik 1.11 Persentase Realisasi Belanja APBD Pemprov Sumatera Utara Triwulan III... 6 Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda... 6 Grafik 1.13 Pembelian Barang Tahan Lama... 7 Grafik 1.14 Penjualan Barang Konstruksi... 7 Grafik 1.15 Impor Barang Modal... 8 Grafik 1.16 Penjualan Semen... 9 Grafik 1.17 Kredit Investasi... 9 Grafik 1.18 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara... 9 Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama... 10 Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO dan Karet... 10 Grafik 1.21 Ekspor CPO... 10 Grafik 1.22 PMI Negara Mitra Dagang Utama... 10 Grafik 1.23 Ekspor Karet... 11 Grafik 1.24 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut... 12 Grafik 1.25 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut... 12 Grafik 1.26 Penyaluran Pupuk Bersubsidi... 14 Grafik 1.27 Realisasi NTP Sumatera Utara... 14 Grafik 1.28 Penyaluran Kredit Pertanian... 15 Grafik 1.29 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara... 15 Grafik 1.30 Penyaluran Kredit Perkebunan... 16 Grafik 1.31 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan... 17 Grafik 1.32 Perkembangan Ekspor Manufaktur... 17 Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi... 19 Grafik 1.34 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera Utara... 19 Grafik 1.35 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate... 19 Grafik 1.36 Penyaluran Kredit Kategori PBE... 20 Grafik 1.37 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan... 20 Grafik 1.38 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara... 20 Grafik 1.39 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan... 21 Grafik 1.40 Pangsa Industri Terhadap PDRB... 22 Grafik 1.41 Pemetaan Profil Industri di Sumatera... 22 Grafik 1.42 Pemetaan Profil Industri Sedang-Besar di Sumatera... 23 DAFTAR GRAFIK ix

Grafik 1.43 Pangsa Industri Terhadap PDRB... 23 Grafik 1.44 Kondisi Jalan... 23 Grafik 1.45 Persepsi Kebijakan Infrastruktur Daerah... 23 Grafik 1.46 Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan... 24 Grafik 1.47 Perbandingan UMP... 24 Grafik 1.48 Jumlah Tindak Pidana... 24 Grafik 1.49 Risiko Penduduk Terkena Tindak Pidana (Per 100.000 Penduduk)... 24 Grafik 2.1 Perkembangan APBD Provinsi Sumatera Utara... 29 Grafik 2.2 Persentase Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara... 30 Grafik 2.3 Persentase Realisasi Anggaran Belanja dan Transfer Daerah Provinsi Sumatera Utara... 32 Grafik 2.4 Perkembangan APBD Kabupaten/Kota di Sumatera Utara... 33 Grafik 2.5 Proporsi Anggaran Pendapatan Spasial Kabupaten/Kota di Sumatera Utara... 33 Grafik 2.6 Proporsi Komponen Anggaran Pendapatan APBD Kabupaten/Kota di Sumatera Utara... 33 Grafik 2.7 Realisasi Anggaran Pendapatan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Triwulan III 2016... 34 Grafik 2.8 Anggaran Pendapatan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara 2016... 35 Grafik 2.9 Realisasi Belanja APBD 25 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Triwulan III 2016... 35 Grafik 2.10 Persentase Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara Berdasarkan Jenis Belanja Per Triwulan... 37 Grafik 2.11 Persentase Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi... 37 Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional... 40 Grafik 3.2 Inflasi Triwulan II 2016 di seluruh Provinsi se-sumatera... 40 Grafik 3.3 Inflasi Kumulatif Juli 2016 di seluruh Provinsi se-sumatera... 42 Grafik 3.4 Disagregasi Inflasi Sumut... 42 Grafik 3.5 Dinamika Inflasi Volatile Foods Sumut... 43 Grafik 3.6 Stok Beras BULOG... 44 Grafik 3.7 Ekspektasi Inflasi... 45 Grafik 3.8 Survei Harga Properti Residensial... 45 Grafik 3.9 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika... 45 Grafik 3.10 Porsi Kelompok Komoditas dalam Penghitungan Indeks Harga Konsumen di Sumatera Utara... 46 Grafik 4.1 Perkembangan DPK di Sumatera Utara... 52 Grafik 4.2 Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan di Sumatera Utara... 53 Grafik 4.3 Perbandingan Kredit UMKM dengan PDRB Sumut... 53 Grafik 4.4 Risiko Kredit UMKM... 55 Grafik 4.5 Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha... 56 Grafik 4.6 Kapasitas Produksi... 56 Grafik 4.7 Debt Service Ratio dan Interest Coverage Ratio Korporasi Sumatera Utara... 56 Grafik 4.8 Likert Scale Permintaan Permintaan... 57 Grafik 4.9 Likert Scale Investasi dan Kapasitas Utilisasi... 57 Grafik 4.10 Likert Scale Harga Jual dan Margin... 57 Grafik 4.11 Perkembangan harga komoditas dunia... 57 Grafik 4.12 Perbandingan Kredit Korporasi dengan PDRB Sumut... 58 Grafik 4.13 Indeks Keyakinan Konsumen... 59 Grafik 4.14 Rata-rata Penggunaan Penghasilan Rumah Tangga... 59 Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga... 60 DAFTAR GRAFIK x

Grafik 4.16 Risiko Kredit Rumah Tangga... 60 Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi RTGS... 62 Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring... 63 Grafik 5.3 Temuan Uang Rupiah Palsu di Sumut... 64 Grafik 6.1 Perbandingan TPAK dengan TPT Sumatera Utara... 70 Grafik 6.2 Penduduk Bekerja Berdasarkan Sektor Pekerjaan... 71 Grafik 6.3 Indeks Keyakinan Masyarakat terhadap Ketersediaan Tenaga Kerja... 71 Grafik 6.4 Indeks Keyakinan Masyarakat terhadap Penghasilan... 72 Grafik 6.5 Hasil Survei Konsumen... 72 Grafik 6.6 Perbandingan Gini Ratio Sumatera Utara dan Nasional... 73 Grafik 6.7 Perbandingan NTP Sumut dengan Nasional... 73 Grafik 7.1 Survei Konsumen... 76 Grafik 7.2 Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen... 77 Grafik 7.3 Indeks Perkiraan Penjualan... 77 Grafik 7.4 Purchasing Manager Index... 78 Grafik 7.5 Stock Beras BULOG... 80 Grafik 7.6 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga... 81 Grafik 7.7 Term Structure... 86 DAFTAR GRAFIK xi

DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan... 3 Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara... 8 Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama... 10 Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran... 13 Tabel 1.5 Kondisi Jalan Mantap Kawasan Sumatera... 23 Tabel 2.1 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara 2015 dan 2016... 29 Tabel 2.2 Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Triwulan III 2016... 30 Tabel 2.3 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015-2016... 31 Tabel 2.4 Realisasi Anggaran Belanja Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015-2016... 32 Tabel 2.5 Perkembangan Proses Pengadaan Barang dan Jasa APBD Provinsi Sumatera Utara tahun 2016... 32 Tabel 2.6 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Triwulan III 2016 35 Tabel 2.7 Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara... 37 Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan II 2016 di Sumatera Utara... 41 Tabel 3.2 Inflasi menurut Kelompok Barang dan Jasa... 46 Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan... 46 Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau... 47 Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar... 48 Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang... 48 Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan... 48 Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga... 49 Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan... 49 Tabel 4.1 Indikator Perbankan Provinsi Sumatera Utara... 52 Tabel 4.2 Pertumbuhan Kredit Sektoral di Provinsi Sumatera Utara (yoy)... 54 Tabel 4.3 Risiko Kredit per Sektor Ekonomi di Sumatera Utara... 54 Tabel 4.4 Tabel Eksposur Kredit UMKM berdasarkan Lapangan Usaha... 55 Tabel 4.5 Debt Service Ratio dan Interest Coverage Ratio Korporasi Sumatera utara... 56 Tabel 4.6 Indikator Kredit Korporasi Triwulan III Tahun 2016... 58 Tabel 4.7 Pangsa Kredit Rumah Tangga... 60 Tabel 5.1 Transaksi RTGS... 62 Tabel 5.2 Perputaran Kliring... 62 Tabel 6.1 Struktur Ketenagakerjaan berdasarkan jumlah penduduk usia bekerja... 70 Tabel 6.2 Penduduk Bekerja Berdasarkan Pekerjaan Utama... 70 Tabel 6.3 Penduduk Bekerja Berdasarkan Pekerjaan Utama... 71 Tabel 6.4 Nilai Tukar Petani... 74 Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan... 77 Tabel 7.2 Perbandingan Antara Kebijakan Operasi Moneter Lama dan Baru... 84 DAFTAR TABEL xii

TABEL INDIKATOR Indikator Makro 2014 2015 2016 2017 IV Total I II III IV Total I II III IVP Totalp IP PDRB (%,yoy) 4.74 5.23 4.84 5.13 5.09 5.32 5.10 4.66 5.50 5.28 5.2-5.6 5-5.4 5.1-5.5 Sisi Permintaan Konsumsi 4.98 4.97 4.75 4.11 4.44 4.06 4.34 4.62 5.09 4.29 5.1-5.5 4.6-5 4.9-5.3 Konsumsi Swasta 5.26 5.26 4.81 4.45 4.63 4.49 4.60 4.66 5.18 5.35 5.3-5.7 5-5.4 5.1-5.5 Konsumsi Pemerintah 3.26 2.90 4.28 1.54 3.05 1.39 2.45 4.31 4.46-3.53 3.9-4.3 2.1-2.5 3.3-3.7 Pembentukan Modal Tetap Bruto* 3.03 3.08 3.27 3.07 4.90 4.55 3.96 5.23 5.57 4.36 4.9-5.3 4.9-5.3 4.6-5 Ekspor 1.51 7.90-4.25-1.82-2.47 2.36-1.56 7.37 10.60 9.31 9.6-10 9.1-9.5 7.8-8.2 Impor 1.44 8.33-5.50-6.57-5.73 1.41-4.07 1.43 7.61 8.83 8.8-9.2 6.5-6.9 7.4-7.8 Sisi Produksi Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.17 4.39 6.07 5.57 3.83 6.98 5.60 5.04 7.38 4.70 5.6-6 5.5-5.9 6.1-6.5 Pertambangan dan Penggalian 4.14 5.14 12.41 6.08 3.66 3.81 6.40 1.36 6.72 8.36 8.8-9.2 6.1-6.5 4-4.4 Industri Pengolahan 0.32 2.97 0.30 3.09 5.01 5.52 3.52 6.16 1.65 1.36 2-2.4 2.6-3 2.3-2.7 Pengadaan Listrik, Gas 2.91 3.21-8.50-5.56 4.73 4.54-1.30-0.24 7.38 1.59 2.8-3.2 2.7-3.1 3.9-4.3 Pengadaan Air 6.84 6.04 9.70 8.62 4.34 3.40 6.44 4.56 5.13 10.26 5.4-5.8 6.2-6.6 5.1-5.5 Konstruksi 8.53 6.79 8.29 6.58 5.56 2.01 5.52 3.47 5.50 5.48 5.4-5.8 4.8-5.2 4.8-5.2 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 5.46 6.94 4.54 5.43 4.24 3.27 4.36 2.49 5.24 7.53 6.2-6.6 5.2-5.6 5.4-5.8 Transportasi dan Pergudangan 6.35 5.71 5.11 5.12 6.00 5.70 5.49 4.17 6.22 8.03 7.9-8.3 6.5-6.9 7.9-8.3 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.50 6.48 9.21 6.86 6.18 5.66 6.95 4.25 5.70 8.47 6-6.4 6-6.4 4.9-5.3 Informasi dan Komunikasi 4.74 7.23 5.81 7.07 8.10 7.43 7.11 5.78 6.89 8.95 9.2-9.6 7.6-8 5.8-6.2 Jasa Keuangan 4.76 2.62 4.24 4.73 8.49 11.14 7.17 7.54 6.17 3.69 3-3.4 4.9-5.3 6.8-7.2 Real Estate 7.93 6.59 4.94 5.62 6.10 6.34 5.76 4.55 5.25 6.79 5.8-6.2 5.5-5.9 4.4-4.8 Jasa Perusahaan 7.46 6.76 7.24 6.84 5.01 4.49 5.86 5.46 5.49 4.92 4.2-4.6 4.8-5.2 6-6.4 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 5.19 6.92 5.32 6.31 7.04 4.67 5.83 5.51 11.97 11.90 10.4-10.8 9.8-10.2 7.2-7.6 Jasa Pendidikan 0.00 6.37 2.45-0.25 8.14 9.79 5.03 7.39 7.00 2.88 3.5-3.9 5-5.4 6.6-7 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.56 7.00 6.37 7.90 8.85 4.71 6.93 7.92 5.24 4.83 4.8-5.2 5.5-5.9 6.7-7.1 Jasa lainnya 6.08 7.04 6.15 6.91 5.61 8.06 6.69 6.96 6.30 6.42 7-7.4 6.5-6.9 6.6-7 Inflasi IHK (%,yoy) 8.17 8.17 6.14 7.82 6.61 3.24 3.24 7.15 4.31 6.02 Inti 3.97 3.97 4.35 4.82 4.71 4.39 4.39 4.39 5.69 5.80 Volatile Foods 7.52 7.52 3.76 8.13 4.61 4.50 4.50 4.50 5.62 11.21 6.5±0.5 6.5±0.5 4.0±1 Administered Prices 14.02 14.02 9.40 10.45 9.36 1.00 1.00 1.00 1.28 1.59 Ekspor Luar Negeri (Juta USD) 2223.05 9162.05 1803.72 1953.32 1964.57 1925.71 7647.33 1690.09 1852.97 1929.34 Ekspor CPO 840.13 3340.57 570.03 694.36 716.95 696.10 2677.44 498.89 613.88 699.48 Ekspor Karet 193.05 1001.61 189.13 198.13 191.15 159.77 738.18 138.83 161.51 155.71 #N/A #N/A #N/A Ekspor Kopi 96.46 369.05 98.13 114.27 84.99 83.28 380.68 89.39 92.54 67.86 Impor Luar Negeri (Juta USD) 870.50 3546.27 803.91 788.99 730.27 929.33 3252.51 699.99 832.19 808.72 Berbagai sumber, diolah p : angka proyeksi TABEL INDIKATOR xiii

TABEL INDIKATOR xiv

RINGKASAN UMUM ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL Senada dengan perekonomian Nasional, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 melambat dari 5,5% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 5,3% (yoy). Perlambatan tersebut terutama didorong konsumsi pemerintah dan investasi. Kinerja ekspor juga melambat meski masih tumbuh cukup tinggi. Namun demikian, konsumsi swasta justru meningkat yang disertai oleh meningkatnya impor. Konsumsi swasta terus membaik terutama sejak awal 2015, sementara impor barang konsumsi melonjak tajam dibanding triwulan sebelumnya. Kondisi ini mengindikasikan permintaan masyarakat yang masih kuat. Dari sisi penawaran, melambatnya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 terutama ditekan oleh melambatnya kinerja kategori pertanian dan kategori industri pengolahan. Di kategori pertanian, kondisi tersebut tidak terlepas dari merosotnya produksi tanaman pangan dan hortikultura. Sementara itu, tren peningkatan harga komoditas belum diikuti oleh membaiknya kinerja kategori industri pengolahan yang diperkirakan terkait dengan perbaikan ekonomi yang secara fundamental masih terbatas. Namun demikian, kinerja kategori perdagangan meningkat cukup signifikan yang disertai oleh kategori konstruksi yang tumbuh stabil. Dengan kondisi tersebut, memasuki triwulan IV 2016, indikasi perbaikan perekonomian tetap terlihat. Kinerja perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik yang kuat dan disertai kinerja neraca perdagangan yang terus membaik. Masuknya periode puncak panen raya CPO dan perbaikan permintaan dari mitra dagang utama mendukung perbaikan tersebut. Dengan demikian, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 diperkirakan meningkat dan berada pada rentang 5,2% (yoy) 5,6% (yoy). ASESMEN KEUANGAN DAERAH Sampai dengan triwulan III 2016, realisasi belanja fiskal baik untuk APBD Provinsi, APBD Kabupaten / Kota dan APBN di Provinsi Sumatera Utara cukup baik tercermin dari adanya peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi APBD Provinsi Sumatera Utara tercatat sebesar 61,6% dari total anggaran, lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu (58,1%). Realisasi belanja 25 dari 33 APBD Kabupaten/Kota mencapai 45,9%, sedikit lebih rendah dari realisasi tahun 2015. Sementara belanja APBN Pemerintah di Sumatera Utara mencapai 56,2% dari total anggaran sebesar Rp18,562 triliun. Realisasi ini lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 46,3%. ASESMEN INFLASI Perlambatan perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 turut disertai dengan melambungnya tekanan inflasi melebihi sasaran yang telah ditetapkan. Inflasi Sumatera Utara pada triwulan III 2016 tercatat 6,0% (yoy), meningkat dibandingkan dengan realisasi triwulan sebelumnya yang sebesar 4,3% (yoy). Lebih lanjut, realisasi inflasi ini berada jauh di atas inflasi nasional yang hanya mencapai 3,1% (yoy), maupun inflasi kawasan Sumatera yang mencapai 4,3% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor non fundamental, yaitu kenaikan tekanan inflasi Volatile Foods seiring dengan adanya gangguan produksi domestik yang menghambat pasokan pangan di pasaran. Sementara itu, kenaikan tekanan inflasi inti masih berada dalam level yang terjaga. Memasuki triwulan IV 2016, tekanan inflasi Sumatera Utara tak kunjung mereda. Kondisi cuaca pada bulan Oktober b k k f b kt v t t b hk h k b b t k - nya Gunung Sinabung. Dengan demikian, faktor risiko inflasi hingga akhir tahun 2016 diperkirakan masih tinggi. Mencermati tingginya risiko inflasi tersebut, TPID se-provinsi Sumatera Utara terus meningkatkan komitmennya untuk mendukung capaian inflasi yang RINGKASAN UMUM xv

rendah dan stabil. Dengan demikian, tekanan inflasi diperkirakan masih terkendali meski berpotensi tinggi melebihi sasaran yang telah ditetapkan, yaitu 4±1%. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Kinerja perbankan belum menjadi pendorong tren perbaikan ekonomi Sumatera Utara. Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi triwulan III 2016, kinerja perbankan Sumatera Utara juga menunjukkan perlambatan yang diindikasikan oleh indikator utama yaitu asset, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit. Namun demikian, stabilitas keuangan daerah di Provinsi Sumatera Utara masih terjaga. Hal ini tercermin dari kinerja korporasi dan rumah tangga yang masih meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, dengan risiko yang masih berada di bawah level indikatif. ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Sesuai dengan polanya, Sumatera Utara kembali mencatatkan net inflow sebesar Rp5.527 miliar pada triwulan III 2016. Kondisi ini didorong oleh normalisasi kebutuhan transaksi tunai pasca perayaan hari besar lebaran. Dalam rangka clean money policy Bank Indonesia juga telah mengedarkan uang hasil cetak sempurna sebesar Rp364,95 miliar baik melalui perbankan maupun kas keliling. Transaksi non tunai melalui BI-RTGS mengalami peningkatan 15,7% dari sisi nilai berbanding terbalik dengan transaksi kliring melalui SKNBI yang mengalami penurunan 15,74%. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan beberapa kebijakan terkait upaya peningkatan kelancaran sistem pembayaran tunai melalui program Aplikasi Biasa Hasil Luar Biasa (ASALUSA) dan Gerakan Peduli Koin serta non tunai melalui Gerakan Nasional Non Tunai dan Perluasan Agen Layanan Keuangan Digital (LKD). ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Ditengah perlambatan ekonomi pada triwulan III tahun 2016, kondisi ketenagakerjaan Sumatera Utara relatif membaik. Hal tersebut diindikasikan oleh penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan peningkatan jumlah tenaga kerja terutama pada kategori Pertanian dan kategori Industri Pengolahan. Namun, kondisi tersebut belum tercermin pada perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Secara umum, tingkat kesejahteraan dapat dikatakan belum mengalami perubahan yang signifikan. Persepsi pendapatan masyarakat menunjukkan peningkatan namun diiringi dengan ketimpangan yang semakin melebar. Selain itu, daya beli masyarakat pertanian menurun dengan rataan nilai tukar petani (NTP) pada triwulan III 2016 berada dibawah 100. Kurang kondusifnya cuaca mendorong kurang optimalnya produksi tanaman pangan dan hortikultura sehingga menekan kinerja NTP secara agregat. PROSPEK PEREKONOMIAN Perekonomian pada triwulan I 2017 diperkirakan masih cukup baik di kisaran 5,1-5,5% (yoy). Sumber utama pertumbuhan perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih bersumber dari kuatnya permintaan domestik sementara perbaikan dari sisi eksternal masih relatif terbatas. Perekonomian mendatang juga diperkirakan masih ditunjang dengan tekanan inflasi yang menurun seiring dengan mulai masuknya periode panen tanaman pangan yang lazimnya terjadi setiap triwulan I. Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 masih diperkirakan membaik dibandingkan tahun sebelumnya dan berada pada kisaran 5,2%-5,6%,yang disebabkan oleh perbaikan permintaan domestik yang semakin semakin solid serta kinerja net ekspor yang semakin membaik. Perbaikan perekonomian pada tahun 2017 disertai dengan perkiraan akan kembali terjangkarnya inflasi yang diperkirakan akan berada pada kisaran 4,0 ± 1% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2016. Rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh pasokan pangan yang mulai kembali normal pada awal tahun 2017. RINGKASAN UMUM xvi

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Senada dengan perekonomian Nasional, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 melambat dari 5,5% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 5,3% (yoy). Perlambatan tersebut terutama terjadi pada konsumsi pemerintah dan investasi. Namun demikian, konsumsi swasta justru meningkat yang disertai oleh meningkatnya impor. Konsumsi swasta terus membaik terutama sejak awal 2015, sementara impor barang konsumsi melonjak tajam dibanding triwulan sebelumnya. Kondisi ini mengindikasikan permintaan masyarakat yang masih kuat. Dari sisi penawaran, melambatnya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 terutama ditekan oleh melambatnya kinerja kategori pertanian dan industri pengolahan. Di kategori pertanian, kondisi tersebut tidak terlepas dari merosotnya produksi tanaman pangan dan hortikultura. Sementara itu, tren peningkatan harga komoditas belum diikuti oleh membaiknya kinerja kategori industri pengolahan yang diperkirakan terkait dengan perbaikan ekonomi yang secara fundamental masih terbatas. Namun demikian, kinerja kategori perdagangan meningkat cukup signifikan yang disertai oleh kategori konstruksi yang tumbuh stabil. Dengan kondisi tersebut, memasuki triwulan IV 2016, indikasi perbaikan perekonomian tetap terlihat. Kinerja perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik yang kuat dan disertai kinerja neraca perdagangan yang terus membaik. Masuknya periode puncak panen raya CPO dan perbaikan permintaan dari mitra dagang utama mendukung perbaikan tersebut. Dengan demikian, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 diperkirakan meningkat dan berada pada rentang 5,2% (yoy) 5,6% (yoy). PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 1

1.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum Tw-II 2016 Tw-III 2016 5,5 5,3 Tw-II 2016 Tw-III 2016 5,2 5,0 Sumut Nasional Senada dengan perekonomian Nasional, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 relatif melambat dari 5,5% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,3% (yoy). Capaian ini diatas kinerja perekonomian nasional yang juga mengalami perlambatan menjadi 5,0% (yoy). Perlambatan ini didorong oleh adanya penurunan baik dari sisi domestik maupun eksternal. Penurunan permintaan domestik terutama dari sisi konsumsi pemerintah dan investasi, sementara konsumsi rumah tangga masih tumbuh baik. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh adanya penantian kepastian realokasi anggaran pasca penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK). Dengan demikian, realisasi belanja pemerintah baik dalam bentuk belanja langsung maupun infrastruktur relatif tertahan. Sementara itu, momentum perbaikan harga komoditas perkebunan belum dapat memberikan dampak yang cukup baik bagi kinerja perdagangan Sumatera Utara. Hal tersebut tercermin dari kinerja ekspor yang melambat. Dari sisi penawaran, melambatnya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 terutama ditekan oleh terpuruknya kinerja kategori pertanian dan industri pengolahan. Sementara itu, kinerja kategori konstruksi relatif stabil dan kinerja kategori perdagangan membaik. Anjloknya kinerja kategori pertanian tidak terlepas dari merosotnya produksi tanaman pangan dan hortikultura. Panen raya kedua pada triwulan III 2016 tercatat lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Perbaikan harga komoditas perkebunan yang terjadi belum mampu menahan penurunan kinerja kategori ini lebih lanjut. Perbaikan harga komoditas juga belum dapat memberikan dampak yang optimal pada kinerja industri pengolahan. Adanya pengaturan kebijakan fiskal yang memukul kinerja konsumsi pemerintah dan investasi juga turut menyebabkan kurang maksimalnya kinerja kategori konstruksi yang pada umumnya akseleratif pada triwulan III 2016. Sementara itu, semarak perayaan hari raya kemerdekaan dan Festival Danau Toba pada akhir triwulan mendorong kinerja kategori perdagangan. Memasuki triwulan IV 2016, indikasi perbaikan perekonomian masih cukup kuat. Kinerja perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik yang kuat yang disertai dengan kinerja neraca perdagangan yang terus membaik. Adanya perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan realisasi belanja langsung maupun infrastruktur pemerintah seiring dengan proses realokasi anggaran pasca kebijakan manajemen fiskal dari pemerintah yang telah rampung dilakukan oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota diperkirakan mampu memperkuat permintaan domestik pada triwulan IV. Masuknya periode puncak panen raya komoditas CPO yang disertai dengan indikasi perbaikan permintaan dari mitra dagang utama yang mendukung kuatnya keyakinan akan mulai membaiknya kinerja sektor eksternal pada triwulan IV 2016. Dengan mencermati perkembangan beberapa indikator terkini, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 diperkirakan masih cukup baik dan berada pada rentang 5,2% (yoy) 5,6% (yoy). Meskipun demikian, masih terdapat beberapa faktor risiko yang mewarnai perekonomian kedepan yang perlu diantisipasi lebih lanjut. Salah satunya terkait dengan ketidakpastian ekonomi global yang masih cukup tinggi yang dapat menahan perbaikan harga komoditas. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 2

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan Indikator Makro 2014 2015 2016 IV Total I II III IV Total I II III Arah PDRB (%,yoy) 4.7 5.2 4.8 5.1 5.1 5.3 5.1 4.7 5.5 5.3 Sisi Permintaan Konsumsi 5.0 5.0 4.8 4.1 4.4 4.1 4.3 4.6 5.1 4.3 Konsumsi Swasta 5.3 5.3 4.8 4.5 4.6 4.5 4.6 4.7 5.2 5.4 Konsumsi Pemerintah 3.3 2.9 4.3 1.5 3.0 1.4 2.4 4.3 4.5-3.5 Pembentukan Modal Tetap Bruto* 3.0 3.1 3.3 3.1 4.9 4.5 4.0 5.2 5.6 4.4 Ekspor 1.5 7.9-4.3-1.8-2.5 2.4-1.6 7.4 10.6 9.3 Impor 1.4 8.3-5.5-6.6-5.7 1.4-4.1 1.4 7.6 8.8 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Perlambatan perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 ditopang oleh melemahnya perekonomian dari sisi domestik maupun eksternal. Pelemahan ekonomi domestik terutama disumbang dari sisi pemerintah sementara kinerja swasta relatif masih cukup kokoh dalam menahan perlambatan perekonomian yang lebih dalam. Sementara itu, perbaikan harga komoditas yang disertai dengan indikasi mulai membaiknya aktivitas manufaktur negara mitra dagang utama belum mampu mendongkrak kinerja ekonomi Sumatera Utara. PMTB; 1.5% Net Ekspor; 0.6% Konsumsi Pemerintah ; 0.3% Konsumsi Rumah Tangga; 2.7% Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan Tw-II 2016 Tw-III 2016 5,2 5,4 Seiring dengan adanya perayaan HBKN dan tahun ajaran baru, konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2016 kembali terakselerasi dari 5,2% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 5,4% (yoy). Akselerasi konsumsi rumah tangga juga turut didukung oleh meningkatnya daya beli masyarakat seiring dengan harga komoditas yang membaik. Antusiasme masyarakat dalam merayakan hari raya Idul Fitri mendorong peningkatan konsumsi masyarakat terutama dari sisi konsumsi makanan dan minuman, pakaian, dan alas kaki serta transportasi dan komunikasi. Sementara itu, dimulainya tahun ajaran baru juga turut meningkatkan konsumsi masyarakat atas kesehatan dan pendidikan. Perayaan hari raya Idul Fitri yang identik dengan penganan khas tertentu mendorong peningkatan konsumsi masyarakat atas makanan dan minuman. Tingginya konsumsi atas penganan khas sejalan dengan cukup panjangnya libur dan cuti bersama Idul Fitri yang mencapai 9 hari, jauh lebih panjang dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya mencapai 6 hari. Dengan perkembangan tersebut, konsumsi makanan dan minuman meningkat dari 6,3% (yoy) menjadi 6,5% (yoy). PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 3

114.0 73.9 83.1 85.6 62.8 110.4 72.6 65.3 74.9 86.7 73.3 119.9 62.2 70.0 48.6 120.7 117.3 78.4 84.4 Panjangnya periode libur dan cuti bersama Idul Fitri juga turut meningkatkan konsumsi masyarakat atas transportasi dan komunikasi untuk kepentingan mudik baik dengan moda transportasi darat, laut maupun udara. Sementara itu, panjangnya periode libur tersebut juga dijadikan ajang liburan bagi masyarakat yang tidak merayakannya. Konsumsi atas transportasi dan komunikasi meningkat dari 4,2% (yoy) menjadi 4,3% (yoy). Optimisnya perilaku konsumen dalam melakukan aktivitas konsumsinya pada Lebaran kali ini juga turut terbukti dari hasil Survei Konsumen yang menunjukkan peningkatan pada triwulan III 2016. 145 135 125 115 105 95 85 75 OPTIMIS PESIMIS IEK IKK IKE Batas I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Grafik 1.2 Survei Konsumen Masih dalam menyambut meriahnya Idul Fitri 2016, kebutuhan masyarakat akan pakaian baru pun semakin tinggi. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari hasil liaison kepada perusahaan ritel yang menyatakan peningkatan permintaan akan sandang yang meningkat tajam pada periode Ramadhan-Lebaran yang bertepatan dengan end season sale. Hal tersebut tercermin dari indeks penjualan eceran yang meningkat dari 6,0% (yoy) menjadi 11,4% (yoy). Tingginya permintaan sandang ini mampu mendorong akselerasi konsumsi akan pakaian dan alas kaki dari 5,4% (yoy) menjadi 5,7% (yoy). Tingginya permintaan masyarakat juga tidak terlepas dari masih baiknya daya beli masyarakat. Struktur tenaga kerja di Sumatera Utara yang didominasi oleh tenaga kerja yang berkaitan dengan sektor pertanian mendorong tingginya pengaruh pergerakan harga komoditas terhadap pendapatan masyarakat. Pada triwulan III 2016, harga komoditas perkebunan mulai menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Pembukuan harga komoditas karet dan kelapa sawit menunjukkan pergerakan yang cukup gemilang (lebih lanjut baca bagian ekspor). Dengan demikian, pergerakan harga komoditas yang cukup baik ini mendukung perbaikan kinerja konsumsi masyarakat. 250 200 150 100 50 0 USD/Rp 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 Indeks SPE 94.2 96.7 130.2 142.9 150.8 149.9 171.5 176.8 184.1 180.3 200.0 202.9 191.8 197.4 196.1 185.3 176.0 175.7 178.7 Grafik 1.3 Indeks Penjualan Eceran Grafik 1.4 Perkembangan Nilai Tukar Stabilitas nilai tukar yang terus diupayakan oleh Bank Indonesia diperkirakan dapat menjaga level psikologis masyarakat dalam melakukan aktivitas konsumsinya. Nilai tukar Rupiah ini secara konsisten mengalami penguatan sejak awal tahun 2016 dan terus berlanjut memasuki triwulan IV 2016. 6.0% 176.1 Grafik 1.5 Impor Barang Konsumsi Growth (yoy) 11.4% 8.7% 20% 179.4 186.2 199.1 191.4 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 4,000-3.9% juta 140 2,000 120 100 80 60 40 20 0-2011 2012 2013 2014 2015 2016 8,904 8,590 8,610 9,000 9,100 9,306 9,508 9,624 9,694 9,789 10,664 11,689 11,847 11,618 11,762 12,247 12,799 13,134 13,639 13,578 13,533 13,318 13,134 13,084-5.8% RptoUS Growth 22.2% 70% 60% 50% 40% 30% 10% 0% -10% -20% 25.0% 21.5% 20.0% 18.7% 16.0% 15.0% 10.4% 12.2% 13.0% 10.3% 10.9% 10.0% 8.3% 8.0% 6.9% 5.2% 2.2% 4.8% 3.0% 5.0% 6.5% -2.4% 0.9% -3.3% 0.0% -4.3% -3.3% -5.0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Volume (ton) 11.9% %, yoy -10.0% Growth (yoy) 100% 73.5% 80% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 2015 2016 60% 40% 20% 0% -20% -40% -60% -80% PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 4

24,781 26,299 27,803 29,371 30,219 31,239 32,880 34,548 35,072 35,421 36,943 37,681 37,821 38,615 39,752 40,968 40,965 41,762 42,414 42,794 42,907 43,607 44,324 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016 Peningkatan aktivitas konsumsi masyarakat turut tercermin dari impor barang konsumsi yang meningkat tajam pada triwulan III 2016. Impor barang konsumsi pada triwulan III 2016 tercatat membaik dari 11,9% (yoy) menjadi 73,5% (yoy). Lonjakan impor barang konsumsi ini terutama terjadi pada kelompok makanan dan minuman, baik dalam bentuk bahan mentah maupun olahan. Peningkatan impor makanan dan minuman ini juga diperkirakan didorong untuk memenuhi persediaan dalam menyambut konsumsi yang biasanya kembali melonjak pada akhir tahun. Rp Miliar 16 14 12 10-8 6 4 2 KPR Growth KPR I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Grafik 1.6 Perkembangan KPR YoY 60.0-10.0 Meskipun demikian, kegiatan konsumsi ini diindikasikan belum optimal. Disamping itu, beberapa indikator menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Adanya kebijakan pelonggaran ketentuan Loan to Value (LTV) untuk kepemilikan properti belum mendapatkan respons positif yang tercermin dari penyaluran Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) yang masih melambat. Meskipun demikian, tingginya kebutuhan akan rumah huni masih menyebabkan terakselerasinya konsumsi masyarakat atas perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang meningkat dari 4,1% (yoy) menjadi 4,7% (yoy). Konsumsi listrik rumah tangga menunjukkan penurunan pada triwulan III 2016. Di sisi lain, pasokan listrik sudah relatif memadai memasuki tahun 2016. 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 milyar kwh Bisnis Industri Rumah Tangga G Rumah 3 G Bisnis G Industri 2 2 1 1 - Sumber: PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, diolah Grafik 1.7 Konsumsi Listrik Perbaikan harga komoditas perkebunan yang terjadi pada triwulan III belum kuat. Kondisi tersebut diperkirakan belum cukup kuat untuk memperluas kesempatan kerja yang tercermin pada persepsi masyarakat atas ketersediaan tenaga kerja yang relatif stabil. Sementara itu, persepsi akan penghasilan masyarakat relatif menurun. 160.0 140.0 120.0 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Grafik 1.8 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja Perbaikan konsumsi rumah tangga diperkirakan masih terus berlanjut pada triwulan IV 2016. Geliat penyaluran kredit konsumsi yang mulai meningkat pada triwulan III 2016 diharapkan dapat mendorong kinerja konsumsi pada triwulan berjalan. Peningkatan aktivitas konsumsi juga berkaitan dengan adanya perayaan natal dan libur akhir tahun. Rp Miliar 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Nominal Persepsi Penghasilan Growth (yoy) Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% yoy -5% -10% -15% -20% -25% Persepsi Lapangan Kerja 4.4% 4.5% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2011 2012 2013 2014 2015 2016 yoy 40.0% 35.0% 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 5

Kebijakan manajemen fiskal berupa penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) 1 maupun Dana Alokasi Khusus (DAK) menekan kinerja konsumsi pemerintah yang terkoreksi cukup dalam sebesar -3,5% (yoy), dibandingkan realisasi triwulan lalu yang mencapai 4,5% (yoy). Berkaitan dengan hal tersebut, proses realokasi anggaran dengan tetap memprioritaskan program strategis tidak berjalan mudah, terutama bagi pemerintah daerah yang telah melakukan pengesahan APBD-P. Kondisi politik yang belum stabil juga turut berkontribusi dalam rendahnya kinerja belanja pemerintah pada triwulan III 2016. % 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 Tw-II 2016 Tw-III 2016 4,5-3,5 55.0 54.6 47.8 48.2 47.2 52.8 46.2 56.2 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.10 Persentase Realisasi APBN Triwulan III di Sumatera Utara Anjloknya realisasi konsumsi pemerintah turut disebabkan oleh adanya pergeseran periode pencairan gaji ke-13 dan 14 yang cair lebih awal mengikuti bulan Ramadhan yang bergeser ke triwulan II. Penggelontoran dana yang biasanya dilaksanakan pada triwulan III telah direalisasikan pada triwulan sebelumnya. Dengan demikian realisasi anggaran secara akumulatif masih relatif lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Hingga triwulan III 2016, realisasi anggaran belanja APBN di Provinsi Sumatera Utara telah mencapai 56,2% dari pagunya. Capaian ini lebih baik dibandingkan dengan realisasi triwulan III dalam 7 tahun terakhir yang rata-rata baru mencapai 50,3% dari pagunya. Peningkatan belanja APBN ini didorong oleh tingginya capaian realisasi belanja pegawai yang telah mencapai 77,4% dari pagunya dan belanja barang yang telah mencapai 51,4% dari pagunya. 90.0% 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 50.7% 58.1% TW III 2014 TW III 2015 TW III 2016 61.6% 59.7% 55.0% 61.1% Sumber: DJPK dan Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Grafik 1.11 Persentase Realisasi Belanja APBD Pemprov Sumatera Utara Triwulan III Masih baiknya akumulasi konsumsi pemerintah daerah juga tercermin dari realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang mencapai 61,6% dari pagunya. Sama halnya dengan realisasi APBN, realisasi APBD ini juga lebih baik dari historisnya dalam 2 tahun terakhir. Derasnya belanja pemerintah ini juga tercermin dari rekening pemda di perbankan yang terkoreksi hingga -6,7% (yoy) dari posisi triwulan sebelumnya yang sebesar 5,5% (yoy). 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 23.4% 0.0% 19.8% 50.6% 48.5% Total Belanja Belanja Operasi Belanja Modal Transfer 16.0% 20.8% 8.8% 27.1% 22.0% -1.4% Kredit (Rp Miliar) 19.5% 0.6% -0.3% -19.6% G (yoy) 41.8% 42.8% 29.1% 32.9% 27.3% 24.8% 9.1% 18.7% 14.7% 11.7% 2.4% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2011 2012 2013 2014 2015 2016 82.5% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 5.5% 0.0% -6.7% -10.0% -20.0% -30.0% Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 6

Mencermati perkembangan tersebut serta penetapan strategi realokasi dalam mengantisipasi penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK), konsumsi pemerintah pada triwulan IV diperkirakan kembali menggeliat. Dampak dari kebijakan tersebut diperkirakan tidak akan menjalar pada realisasi konsumsi pemerintah pada triwulan IV seiring dengan masih memadainya kapasitas fiskal pemerintah, sehingga keyakinan perbaikan kinerja konsumsi pemerintah masih kuat. Hal tersebut juga tercermin dari rekening pemda di perbankan yang relatif menurun. Tertahannya realisasi belanja modal pemerintah seiring dengan penantian kepastian proses realokasi anggaran dalam merespon penundaan DAU menyebabkan perkembangan investasi bangunan yang tertahan. Hal tersebut tercermin dari penjualan barang konstruksi yang melambat dari 2,9% (yoy) menjadi 1,0% (yoy). Meskipun demikian, masih terus berjalannya proyek infrastruktur strategis nasional serta kembali normalnya aktivitas investasi pemerintah yang tetap memprioritaskan investasi strategis dalam realokasi anggaran pasca penundaan DAU diperkirakan mampu menopang kegiatan investasi ke depan. Tw-II 2016 Tw-III 2016 5,6 4,4 Rp Juta Indeks Penjualan Barang Konstruksi Growth 6,000 5,000 4,000 40% 35% 30% 25% Belum optimalnya realisasi belanja pemerintah daerah terkait dengan proses realokasi anggaran menyebabkan menurunnya kinerja investasi pada triwulan III 2016, dari 5,6% (yoy) menjadi 4,4% (yoy). Penurunan kinerja investasi ini diperkirakan didorong oleh tertekannya realisasi investasi pemerintah daerah, sementara realisasi investasi swasta diperkirakan membaik. Hal tersebut terbukti dari penyaluran kredit investasi kepada sektor pemerintah yang semakin terkoreksi dari -10,8% (yoy) menjadi -20,7% (yoy). Penurunan investasi juga diduga terjadi pada level rumah tangga yang tercermin dari menurunnya indeks pembelian barang tahan lama. 120.0 115.0 110.0 105.0 100.0 95.0 90.0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2012 2013 2014 2015 2016 Grafik 1.13 Pembelian Barang Tahan Lama 3,000 2,000 1,000 0 2,978 3,146 3,668 3,999 3,997 3,738 3,963 3,989 4,152 4,278 Grafik 1.14 Penjualan Barang Konstruksi Sementara itu, aktivitas investasi dari sektor non pemerintah diperkirakan membaik. Hal tersebut tercermin dari penyaluran kredit kepada sektor non pemerintah justru membaik signifikan dari - 1,5% (yoy) menjadi 41,7% (yoy). Dalam meningkatkan kapabilitas perekonomian untuk merespon penguatan ekonomi domestik yang diperkirakan akan terjadi kedepan, investasi non bangunan pada triwulan III 2016 juga turut membaik yang terindikasi dari peningkatan impor barang modal dari 19,0% (yoy) menjadi 21,8% (yoy). Peningkatan impor barang modal ini terkonfirmasi dari hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara kepada pelaku usaha yang masih menunjukkan optimismenya terhadap iklim usaha terutama untuk pasar domestik. Optimisme ini masih cukup kuat meski mayoritas kapasitas terpasang perusahaan di 4,199 4,177 4,890 4,863 4,773 2.5% 4,776 4,967 15% 5.3% 10% 1.0% 5% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 4,983 2012 2013 2014 2015 2016 4,822 1,650 20% 0% -5% PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 7

Sumatera Utara dapat dikatakan belum maksimal, baru mencapai 74%. juta 160 140 120 100 80 60 40 20 0 36.7 37.3 31.0 135.8 55.1 42.5 45.1 33.6 28.2 96.6 Volume (ton) Grafik 1.15 Impor Barang Modal Terus berlanjutnya perbaikan iklim investasi yang disertai dengan perkembangan indikator makro yang cenderung membaik mendorong mulai pulihnya tingkat kepercayaan investor untuk terus berinvestasi di wilayah Sumatera Utara. Selain itu, upaya pemerintah untuk mendukung peningkatan investasi melalui paket kebijakan juga turut berkontribusi pada menariknya iklim investasi di Sumatera Utara. Dengan demikian, pada triwulan II 2016, PMDN menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan setelah turun cukup signifikan pada triwulan lalu. Realisasi PMDN di Sumatera Utara pada triwulan III 2016 kembali meningkat tajam. Nilai investasi PMDN pada triwulan III 2016 mencapai Rp1.129,5 miliar, meningkat dari realisasi pada triwulan sebelumnya yang hanya mencapai Rp888,2 miliar. Peningkatan PMDN terutama terjadi pada kategori konstruksi serta industri kimia dasar, barang kimia, dan farmasi. Iklim investasi yang kondusif serta tingginya atensi pemerintah untuk menyempurkanakn kualitas infrastruktur perhubungan diperkirakan mampu mendorong daya tarik investor terutama sejalan dengan Tol Trans Sumatera dan Pelabuhan Kuala Tanjung yang diperkirakan selesai pada 2017 mendatang. Optimisme investor domestik belum diikuti oleh investor luar negeri. Seiring dengan gonjangganjing politik global serta ekspektasi akan dinaikannya suku bunga acuan Amerika Serikat 30.3 32.8 30.3 28.8 24.8 Growth (yoy) 31.0 21.8% 50% 19.0% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 2015 2016 24.9 34.2 30.2 250% 200% 150% 100% -50% -100% mendorong keragu-raguan investor asing dalam merealisasi investasinya di Indonesia. Realisasi PMA pada triwulan III 2016 mencapai USD283,1 juta, menurun dari triwulan lalu yang hanya mencapai USD320,0 juta. Penurunan PMA tertinggi terjadi pada industri kimia dasar, barang kimia dan farmasi serta listrik, gas dan air. Adanya kebijakan pemerintah untuk menghapus atau meningkatkan porsi Daftar Negatif Investasi (DNI) untuk beberapa sektor diindikasikan belum terlihat pada perkembangan PMA. Hal ini mencerminkan perlu upaya untuk terus membangun persepsi positif investor akan iklim investasi di Sumatera Utara. Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara Periode PMA PMDN Proyek I (juta Proyek I (Rp USD) miliar) 2014 I 65 122,4 15 559,5 II 117 156,3 49 2.985,8 III 74 200,3 20 428,5 IV 180 71,8 73 250,1 2015 I 123 308,1 53 905,1 II 107 323,6 59 2.110,1 III 101 308,2 24 82,8 IV 107 306,1 33 1.189,5 2016 I 39 18,1 12 161,3 II 223 320,0 87 888,2 III 149 283,1 37 1.129,5 P: jumlah proyek; I: Nilai Investasi Sumber: BKPM, diolah Kinerja investasi pada triwulan IV 2016 diperkirakan kembali meningkat seiring dengan realisasi proyek infrastruktur strategis nasional yang terus digalakkan. Hal tersebut tercermin dari masih baiknya realisasi penjualan semen pada awal triwulan IV 2016. Hal ini semakin diperkuat dengan potensi investasi pemerintah daerah yang masih besar mengingat belanja modal pemerintah daerah baru mencapai 19,8% dari pagunya. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 8

Ribu Ton Volume Growth 1,000 900 800 700 600 500 400 300 200 100-758 844 670 740 689 781 706 751 782 793 634 771 753 676 592 724 725 680 612 868 823 709 790 357 Grafik 1.16 Penjualan Semen Sementara itu, masuknya periode puncak produksi yang masih harus diimbangi dengan peningkatan belanja modal untuk memenuhi kebutuhan produksi kedepan. Perbaikan kinerja investasi ini juga semakin ditunjang oleh penyaluran kredit investasi yang membaik dari 11,3% (yoy) menjadi 11,6% (yoy). Adanya pelonggaran kebijakan moneter yang diikuti dengan penurunan tingkat suku bunga diperkirakan mendorong permintaan akan kredit. Rp Miliar 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 - Grafik 1.17 Kredit Investasi 49.1% 20.9% 77.8% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Nominal 16,651 17,494 18,117 22,343 24,626 25,357 25,873 29,524 30,194 35,973 37,257 40,190 39,910 39,995 39,054 38,660 39,547 39,727 40,150 42,602 42,649 44,225 44,815 100% 40% 25.4% Dukungan perbaikan perekonomian dari sisi eksternal juga masih sangat minim. Kinerja ekspor kembali menurun dari 10,6% (yoy) menjadi 9,3% (yoy). Penurunan kinerja ekspor ini diduga lebih banyak disebabkan oleh penurunan kinerja ekspor antar daerah dibandingkan dengan ekspor luar negeri. Penurunan kinerja ekspor antar daerah diduga disebabkan oleh menurunnya permintaan nasional akibat telah melakukan stock untuk 80% 60% 20% 0% -20% yoy 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 11.3% 11.6% 20.0% 10.0% I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II III 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Tw-II 2016 Tw-III 2016 10,6 9,3 0.0% -10.0% memenuhi permintaan masyarakat yang pada umumnya meningkat pada periode lebaran. Dengan demikian, permintaan akan komoditas unggulan Sumut pada triwulan III relatif menurun. Tidak optimalnya capaian kinerja ekspor juga masih terkait dengan proteksionisme di negara tujuan utama serta semakin berkembangnya industri peternakan di Tiongkok yang menjadikan komodits kedelai lebih atraktif dibandingkan dengan kelapa sawit. Sementara itu, kinerja ekspor luar negeri yang menunjukkan perbaikan meski masih terkontraksi. Ekspor luar negeri tercatat membaik dari -5,1% (yoy) menjadi -1,8% (yoy). Perbaikan kinerja ekspor luar negeri ini tidak terlepas dari perbaikan harga komoditas perkebunan yang mencapai kinerja tertingginya sepanjang tahun 2016 yang disertai dengan mulai menggeliatnya industri manufaktur negara tujuan ekspor utama Sumatera Utara. Milyar Nilai (USD) Volume (ton) G Nilai G Volume 3.0 40% 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 - -9.6% -10.6% 10% -5.1% 2.6 2.0 2.4 1.7 2.6 2.3 2.5 2.4 2.4 2.2 2.3 2.2 2.3 2.2 2.4 2.3 2.3 2.1 2.3 2.0 2.3 2.3 2.2 2.3 1.8 1.9 2.0 2.2 2.0 2.4 1.9 2.5 1.7 2.0 1.9 2.0 1.9 2.1 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 2015 2016 0% -1.8% Grafik 1.18 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara 2 Ekspor luar negeri Sumatera Utara masih didominasi oleh ekspor kelapa sawit dengan pangsa sebesar 36,3% dari total nilai ekspor, disusul oleh komoditas karet dengan pangsa 8,1% dan kopi 3,5%. Tingginya dominasi produk ekstraktif dalam komoditas ekspor menyebabkan tingginya pengaruh pasar -10% -20% -30% Data Cognos Bank Indonesia, terdapat perbedaaan pencatatan ekspor luar negeri oleh BPS dan Bank Indonesia 30% 20% PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 9

komoditas terhadap kinerja ekspor Sumatera Utara. Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama Komoditas Pangsa Kelapa Sawit 36,3% Karet 8,1% Kopi 3,5% Lainnya 52,2% Kinerja ekspor Sumatera Utara masih bergantung pada kinerja perekonomian beberapa mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Tiongkok, India dan Euro Area. Ekspor ke empat negara tersebut mencapai sekitar 39,2%, menurun dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 39,9% terhadap total ekspor Sumatera Utara. Lainnya 60% Tiongkok 10% USA 12% Europa 8% India 10% Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama Perbaikan kinerja ekspor luar negeri Sumatera Utara terjadi pada komoditas unggulan CPO seiring dengan harga di pasar internasional yang mulai membaik. Harga CPO baik di pasar lokal maupun internasional menunjukkan kinerja terbaiknya sejak 2015. Harga CPO di pasar lokal membaik hingga 30,2% (yoy), lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 23,0% (yoy). Begitu juga dengan harga CPO di pasar internasional yang membaik dari 27,6% (yoy) menjadi 28,3% (yoy). Hal tersebut mampu mendorong kinerja ekspor CPO merangkak naik dari -11,6% (yoy) menjadi -2,4% (yoy). Perbaikan kinerja CPO juga turut didorong oleh peningkatan permintaan dari negara mitra dagang utama yang ditandai dengan mulai membaiknya geliat industri manufaktur negara mitra dagang utama. PMI dari seluruh negara mitra dagang utama menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan, baik Amerika Serikat, Tiongkok maupun India. Lebih lanjut, pada triwulan III 2016 perbaikan PMI Tiongkok mampu melewati fase kontraksi. 100.0% 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% -20.0% -40.0% CPO Lokal CPO Intl Karet Lokal Karet Intl I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Sumber: Bloomberg dan Bappebti, diolah Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO dan Karet Milyar Nilai (USD) Volume (ton) G Nilai G Volume 1.4 80% 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2-59 57 55 53 51 49 47 45 0.9 0.9 0.7 0.6 1.0 1.1 0.9 1.1 0.8 1.1 0.8 1.1 0.8 1.0 0.9 1.1 0.8 1.0 0.8 0.9 0.9 1.2 0.8 1.2 0.6 0.9 0.7 1.1 0.7 1.2 0.7 1.3 0.5 0.9 0.6 0.9 0.7 1.1 Grafik 1.21 Ekspor CPO -15.7% -13.2% 20% 0% -11.6% -2.4% -20% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 2015 2016 US China India Jepang Batas EKSPANSI KONTRAKSI I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016 Sumber: ieconomics.com dan tradingeconomics.com, diolah Grafik 1.22 PMI Negara Mitra Dagang Utama Tingginya permintaan dari negara mitra dagang utama terjadi seiring dengan perayaan Mid- Autumn Festival di Tiongkok yang menjadi tradisi etnis Tionghoa dan suku Vietnam di berbagai penjuru dunia. Tingginya kebutuhan akan minyak nabati untuk konsumsi makanan maupun minuman ditengah terjadinya penurunan stock dunia pasca El Nino 2015 60% 40% -40% -60% PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 10

meningkatkan kinerja ekspor CPO Sumatera Utara. Gemilangnya kinerja CPO Sumut pada triwulan III 2016 juga didukung oleh tingginya serapan domestik seiring dengan kontrak pembelian CPO untuk kepentingan biodiesel. Lain halnya dengan kinerja ekspor karet yang justru relatif stabil di kisaran -18,5% (yoy). Kecenderungan perbaikan harga komoditas masih belum mendapatkan respon positif dari neraca perdagangan karet. Masih lemahnya permintaan akan produk karet alam terkait dengan masih rendahnya harga produk subtitutif berbasis minyak mentah menyebabkan daya tarik akan karet alam yang masih rendah. Berlanjutnya kesepakatan pembatasan volume ekspor anggota International Tripartite Rubber Council (ITRC) sebagai langkah perbaikan harga diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kinerja perkebunan karet kedepan. Menjelang puncak produksi CPO, kinerja ekspor diperkirakan membaik pada triwulan IV 2016. Mulai kondusifnya cuaca yang ditandai dengan kembali tingginya curah hujan diharapkan mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas rendemen CPO sehingga bisa meningkatkan produktivitas CPO. Selain itu, adanya perayaan Festival Diwali bagi masyarakat etnis India serta telah ditandatanganinya kontrak pembelian CPO untuk BBN biodiesel juga meningkatkan permintaan akan CPO pada periode mendatang. Milyar Nilai (USD) Volume (ton) G Nilai G Volume 0.6 30% 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1-0.5 0.1 0.5 0.1 0.4 0.1 0.4 0.1 0.5 0.2 0.4 0.1 0.4 0.2 0.4 0.2 0.3 0.2 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.1 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 Grafik 1.23 Ekspor Karet 20% 10% -12.3% -9.7% 0% -10% -18.5% -20% -18.5% -30% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 2015 2016-40% -50% -60% Sementara itu, indikasi perbaikan pada triwulan IV dari sisi komoditas karet masih lemah. Tingginya curah hujan memasuki semester II 2016 dapat mengancam kualitas karet. Meskipun demikian, adanya upaya untuk mengurangi sistem kontrak jangka panjang diharapkan dapat mendorong perbaikan harga pada periode mendatang. Ke depan, faktor risiko masih cukup kuat membayangi kinerja ekspor. Masih cukup kuatnya pergeseran penggunaan minyak nabati dari CPO ke kedelai seiring dengan pesatnya perkembangan industri peternakan di Tiongkok mendorong penurunan permintaan agregat dari negara ini. Sementara itu, produksi negara eksportir lainnya diperkirakan kembali pulih dari dampak El Nino pada tahun 2015 lalu. Tw-II 2016 Tw-III 2016 7,6 8,8 Seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi rumah tangga, impor juga cenderung meningkat dari 7,6% (yoy) menjadi 8,8% (yoy). Perbaikan kinerja impor diduga didorong oleh peningkatan impor antar daerah maupun impor luar negeri. Peningkatan impor antar daerah terjadi seiring dengan minimnya produksi pangan di sepanjang triwulan III 2016 akibat anomali cuaca. Adanya peningkatan konsumsi dalam menyemarakkan hari raya Idul Fitri mendorong adanya penjualan bahan pangan dari sentra produksi lain. Adanya kerja sama antara Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah memasuki semester II 2016 juga turut meningkatkan impor antar daerah untuk komoditas bawang merah. Dengan demikian, impor antar daerah maningkat dari 11,1% (yoy) menjadi 15,0% (yoy). PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 11

150% 100% 50% 0% -50% -100% Grafik 1.24 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut Senada dengan impor antar daerah, impor luar negeri juga menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan, yaitu dari 5,5% (yoy) menjadi 10,7% (yoy). Peningkatan impor luar negeri terutama untuk kelompok barang konsumsi. Tren penguatan nilai tukar yang terus berlanjut mendorong harga barang impor yang lebih murah sehingga mampu menunjang kinerja impor. 150% 100% 50% 0% -50% -100% Bahan Baku Barang Konsumsi Barang Modal Total I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2013 2014 2015 2016 Bahan Baku Barang Konsumsi Barang Modal Total I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2013 2014 2015 2016 Grafik 1.25 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut Berdasarkan kategorinya, kelompok barang konsumsi dan bahan baku mengalami peningkatan sementara impor barang modal justru menurun. Impor barang konsumsi mengalami lonjakan paling tajam, yaitu dari 17,4% (yoy) menjadi 62,1% (yoy). Peningkatan impor barang konsumsi ini terjadi terutama untuk kelompok bahan makanan yang pada umumnya meningkat pada hari raya Idul Fitri. Impor bahan baku juga turut meningkat dari - 3,7% (yoy) menjadi 1,4% (yoy). Peningkatan impor bahan baku meningkatkan ekspektasi akan membaiknya kinerja industri pengolahan pada triwulan IV 2016. Sementara itu, seiring dengan penurunan kinerja investasi, impor barang modal turut merosot. Laju impor pada triwulan IV 2016 kembali meningkat seiring dengan kembali membaiknya permintaan domestik. Selain itu, masuknya puncak produksi CPO mendorong kebutuhan akan barang modal dalam mendukung aktivitas industri pada triwulan mendatang. 1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha Dari sisi penawaran, melambatnya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 terutama ditekan oleh menurunnya kinerja kategori pertanian dan kategori industri pengolahan. Sementara itu, kinerja kategori konstruksi relatif stabil. Perbaikan kinerja kategori perdagangan serta transportasi pergudangan mampu menahan perlambatan perekonomian yang lebih dalam. Kelima kategori tersebut menyumbang lebih dari 75% PDRB Sumatera Utara. Kinerja kategori pertanian yang menurun tidak terlepas dari merosotnya produksi tanaman pangan dan hortikultura periode panen raya kedua yang terjadi pada triwulan III. Perbaikan harga komoditas perkebunan yang terjadi belum mampu menahan penurunan kinerja kategori ini lebih lanjut. Sementara itu, kecenderungan perbaikan harga komoditas ini juga belum dapat memberikan dampak yang optimal pada kinerja industri pengolahan. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 12

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran Indikator Makro 2014 2015 2016 IV Total I II III IV Total I II III Arah PDRB (%,yoy) 4.7 5.2 4.8 5.1 5.1 5.3 5.1 4.7 5.5 5.3 Sisi Produksi Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.2 4.4 6.1 5.6 3.8 7.0 5.6 5.0 7.4 4.7 Pertambangan dan Penggalian 4.1 5.1 12.4 6.1 3.7 3.8 6.4 1.4 6.7 8.4 Industri Pengolahan 0.3 3.0 0.3 3.1 5.0 5.5 3.5 6.2 1.7 1.4 Pengadaan Listrik, Gas 2.9 3.2-8.5-5.6 4.7 4.5-1.3-0.2 7.4 1.6 Pengadaan Air 6.8 6.0 9.7 8.6 4.3 3.4 6.4 4.6 5.1 10.3 Konstruksi 8.5 6.8 8.3 6.6 5.6 2.0 5.5 3.5 5.5 5.5 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 5.5 6.9 4.5 5.4 4.2 3.3 4.4 2.5 5.2 7.5 Transportasi dan Pergudangan 6.3 5.7 5.1 5.1 6.0 5.7 5.5 4.2 6.2 8.0 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.5 6.5 9.2 6.9 6.2 5.7 7.0 4.3 5.7 8.5 Informasi dan Komunikasi 4.7 7.2 5.8 7.1 8.1 7.4 7.1 5.8 6.9 9.0 Jasa Keuangan 4.8 2.6 4.2 4.7 8.5 11.1 7.2 7.5 6.2 3.7 Real Estate 7.9 6.6 4.9 5.6 6.1 6.3 5.8 4.6 5.2 6.8 Jasa Perusahaan 7.5 6.8 7.2 6.8 5.0 4.5 5.9 5.5 5.5 4.9 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 5.2 6.9 5.3 6.3 7.0 4.7 5.8 5.5 12.0 11.9 Jasa Pendidikan 0.0 6.4 2.5-0.2 8.1 9.8 5.0 7.4 7.0 2.9 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.6 7.0 6.4 7.9 8.8 4.7 6.9 7.9 5.2 4.8 Jasa lainnya 6.1 7.0 6.2 6.9 5.6 8.1 6.7 7.0 6.3 6.4 Tw-II 2016 Tw-III 2016 7,4 4,7 Merosotnya produksi tanaman pangan dan hortikultura terkait dengan kurang kondusifnya musim tanam maupun panen menekan kinerja kategori pertanian. Secara kuartalan, pertumbuhan kategori pertanian hanya mencapai 2,5% (qtq), jauh lebih rendah dibandingkan dengan rataan historisnya dalam 6 tahun terakhir yang mencapai 6,7% (qtq). Dengan demikian, kinerja pertanian turun tajam dari 7,4% (yoy) menjadi 4,7% (yoy). pergeseran periode tanam yang baru terjadi pada triwulan tersebut. Dengan demikian, capaian produksi padi pada triwulan III hanya mencapai -0,2% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan capaian triwulan lalu yang mencapai 35,7% (yoy). Produksi Triwulan III 2016 (%, yoy) Padi Cabai Besar 0-42 Bawang Merah -6 Periode panen raya kedua yang pada umumnya terjadi pada triwulan III setiap tahunnya terkendala faktor cuaca sehingga capaian panen tidak optimal. Periode tanam padi yang biasanya terjadi pada triwulan II tidak berjalan lancar dikarenakan terlalu keringnya cuaca akibat kondisi sawah di Sumut yang masih didominasi oleh sawah tadah hujan. Mulai membaiknya curah hujan pada triwulan III menyebabkan Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan Gambar 1.1 Realisasi Sifat Curah Hujan Juli 2016 Mulai kondusifnya curah hujan pada awal triwulan III 2016 memberikan dampak positif bagi pertanian. Namun, curah hujan yang terlalu tinggi memasuki September 2016 terutama di sentra produksi memengaruhi secara signifikan produktivitas pertanian. Beberapa lahan pertanian dilaporkan puso terkait dengan bencana banjir. Kondisi tersebut diperparah dengan luasnya paparan gangguan Organisme PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 13

Penggangu Tanaman (OPT) komoditas cabai merah. Tahun 2016 menjadi tahun anomali produksi dengan tingginya luas lahan yang terjangkit virus keriting dan virus kuning hingga mencapai ±1.300 Ha lahan dalam kurun Januari hingga September 2016 3. Dengan demikian, produksi cabai merah di Sumatera Utara juga turut terkoreksi dalam dari -18,5% (yoy) menjadi -42,2% (yoy). vulkanik di area tersebut. Dengan demikian, produksi hortikultura dan sayur mayur Sumatera Utara turut terganggu mengingat sentra produksi yang cukup terkonsentrasi di area Gunung Sinabung. Proses relokasi lahan pertanian masih terus diupayakan namun belum dapat dirampungkan dalam tempo yang cepat mengingat cukup terbatasnya ketersediaan lahan pengganti dengan karakteristik dan tingkat kesuburan yang mendekati areal Gunung Sinabung. 100% 80% Realisasi Sisa Kebutuhan Growth Realisasi 40.0% 30.0% Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan Gambar 1.2 Realisasi Sifat Curah Hujan Agustus 2016 60% 40% 20% 0% -20% 16.7% 38.4% 57.8% 83.2% 21.5% 48.4% 71.9% 100.8% 18.9% 43.9% 66.0% 90.4% 22.9% 48.2% 67.4% 94.4% 20.9% 41.9% 65.2% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 2015 2016 Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.26 Penyaluran Pupuk Bersubsidi 20.0% 10.0% 0.0% -10.0% -20.0% -30.0% Indeks NTP NTPR NTPH NTPP 106 104 102 100 98 96 94 Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan Gambar 1.3 Distribusi Sifat Curah Hujan September 2016 Kondisi ini juga semakin diperburuk dengan normalisasi area Gunung Sinabung yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Pada triwulan III 2016 Gunung Sinabung kembali terlihat meluncurkan awan panas dan belum menunjukkan gejala akan berakhirnya aktivitas 92 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016 Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.27 Realisasi NTP Sumatera Utara Penurunan kinerja pertanian juga turut berimbas pada daya beli masyarakat petani. Rataan NTP pada triwulan III cenderung menurun dari 100,6 pada triwulan lalu menjadi 99,7. Penurunan NTP ini terutama didorong oleh kembali menurunnya NTP tanaman pangan, NTP hortikultura dan NTP perkebunan rakyat. Sementara itu NTP peternakan, perikanan maupun perikanan tangkap relatif membaik. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 14

Tingginya risiko usaha yang dimiliki oleh kategori ini memengaruhi penyaluran kredit perbankan. Penyaluran kredit pertanian relatif melambat dari 25,7% (yoy) menjadi 20,5% (yoy). Meski kinerja kategori ini relatif melambat, kualitas penyaluran kredit yang diberikan, yang tercermin dari nilai NPL, justru menurun dari 2,2% menjadi 2,1%. 181.6 313.9 203.9 9,703 9,671 11,550 13,953 13,980 14,936 15,501 18,358 18,396 18,834 19,183 22,036 22,291 23,629 23,565 25,007 24,196 25,095 26,286 28,623 29,473 31,545 31,678 141.8 92.3 181.9 202.4 193.4 166.6 310.8 214.8 166.8 261.9 188.2 174.9 206.3 165.2 185.6 202.6 Rp Miliar 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 - Nominal Growth (yoy) Grafik 1.28 Penyaluran Kredit Pertanian yoy 70.0% 25.7% 20.5% 40.0% 30.0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Dengan mencermati fakta tersebut, pemerintah daerah tidak lantas berdiam diri. Peningkatan produksi tanaman pangan tetap diupayakan apalagi mengingat adanya penurunan kualitas benih yang digunakan oleh petani pada awal tahun 2016. Dengan demikian, pemerintah meningkatkan penyaluran pupuk bersubsidi, yang bahkan secara tahunan menunjukkan jumlah penyaluran yang jauh lebih tinggi dari historisnya. Jumlah pupuk subsidi yang telah disalurkan pada triwulan III 2016 telah mencapai 21,9% (yoy), jauh meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai -2,0% (yoy). Pemenuhan kebutuhan pupuk juga diindikasikan membaik yang tercermin pada volume impor pupuk yang membaik dari -1,4% (yoy) menjadi 15,8% (yoy). juta 350 300 250 200 150 100 50 0 Volume (ton) Growth (yoy) -1.4% 15.8% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 2015 2016 Grafik 1.29 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara 60.0% 50.0% 20.0% 10.0% 0.0% 100% 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% -60% Mulai membaiknya kinerja kategori perkebunan diperkirakan mampu menahan semakin dalamnya penurunan kinerja pertanian pada triwulan III 2016. Hal tersebut tercermin dari harga komoditas perkebunan yang membaik secara signifikan. Perbaikan harga komoditas ini juga turut ditunjang dengan mulai membaiknya permintaan mitra dagang utama secara perlahan yang ditunjukkan dengan Purchasing Manager Index yang meningkat. Permintaan dari sisi domestik juga cukup kuat yang tercermin dari realisasi komitmen kontrak pengadaan biodiesel yang disalurkan pada bulan Mei-Oktober 2016 4. Perbaikan harga komoditas perkebunan di pasar global terjadi seiring dengan menurunnya pasokan CPO di pasar global. Dampak El Nino di 2015 yang cukup signifikan masih memukul produktivitas CPO di 2016. Kondisi tersebut menyebabkan harga CPO membaik. Namun, dampak El Nino tersebut relatif minimal bagi Sumatera Utara sehingga produksi kelapa sawit tidak terganggu secara signifikan dibandingkan dengan pesaing utama lainnya seperti Malaysia. Meskipun demikian, dorongan perbaikan harga yang bersifat non fundamental masih belum cukup kuat dalam mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit pada perkebunan sawit. Masih didorong kesepakatan pembatasan ekspor oleh International Tripartite Rubber Council (ITRC) serta perbaikan minyak dunia yang terus berlanjut, harga karet baik di pasar lokal maupun internasional turut meningkat. Perbaikan harga ini memberikan angin segar bagi petani karet yang sudah beberapa tahun terakhir terhimpit faktor harga yang terlalu rendah. Meskipun demikian, tanpa adanya Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 258/K/12/DJE/2016 mengenai penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BBN) dan Alokasi Besaran Volume Untuk Pengadaan BBN Jenis Biodiesel di PT Pertamina dan PT AKR Corporindo Periode Mei-Oktober 2016 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 15

pembatasan ekspor pun pada dasarnya pasokan karet sudah mulai menurun akibat hilangnya minat t k t k t t k getah karet akibat terlalu rendahnya harga. Sejalan dengan kondisi tersebut, penyaluran kredit perbankan ke perkebunan karet melambat dari -19,1% (yoy) menjadi -21,5% (yoy). hujan yang mulai meningkat. Adanya pergeseran periode panen tanaman pangan seiring dengan periode tanam yang baru dilaksanakan pada triwulan III juga mendorong masih kuatnya kinerja pertanian pada triwulan IV 2016. Rp Triliun Kebun Karet Kebun Sawit 30 G. P Karet G P Sawit 25 20 15 10 5 - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Grafik 1.30 Penyaluran Kredit Perkebunan 300% 250% 200% 150% 100% 50% 0% -50% -100% Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan Gambar 1.4 Perkiraan Sifat Curah Hujan Oktober 2016 Meskipun demikian, capaian perkebunan juga belum optimal mengingat faktor risiko yang cukup besar dalam menghambat aktivitas perdagangan. Animo pelaku industri pakan ternak Tiongkok akan pesatnya industri peternakan di negara tersebut mendorong tingginya switching penggunaan kedelai sebagai alternatif kelapa sawit. Kedelai dinilai lebih menguntungkan dari kelapa sawit terkait dengan penggunaan ampas yang dapat digunakan sebagai pakan ternak meski harga kedelai cenderung lebih tinggi. Perkembangan industri ternak maupun pakan ternak ini terus membaik meski perekonomian Tiongkok cenderung lesu, terutama untuk komoditas daging babi. Sementara itu, kinerja ekspor kopi juga semakin menurun yang tercermin dari kinerja ekspor kopi yang kembali terkoreksi dari -19,0% (yoy) menjadi -20,2% (yoy) seiring dengan belum pulihnya ekonomi global. Namun demikian, terdapat beberapa faktor risiko perbaikan kinerja kategori pertanian pada periode mendatang. Curah hujan yang kembali tinggi terutama pada bulan Oktober berpotensi menurunkan kuantitas dan kualitas karet alam dan kopi. Selain itu, adanya prakiraan kembali menurunnya harga pada triwulan IV 2016 diperkirakan juga akan membatasi perbaikan kinerja pertanian pada periode mendatang. Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan Gambar 1.5 Perkiraan Sifat Curah Hujan November 2016 Memasuki awal triwulan IV 2016, indikasi perbaikan kinerja pertanian masih cukup kuat. Hal tersebut tidak terlepas dari adanya periode puncak produksi CPO yang diiringi dengan mulai baiknya pasokan air yang tercermin dari curah PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 16

Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan Gambar 1.6 Perkiraan Sifat Curah Hujan Desember 2016 Tw-II 2016 Tw-III 2016 1,7 1,4 Perbaikan harga komoditas perkebunan yang tengah terjadi belum diikuti respons positif kinerja industri pengolahan yang justru melambat dari 1,7% (yoy) menjadi 1,4% (yoy). Kebutuhan untuk meningkatkan persediaan sebelum hari raya Lebaran pada triwulan II lalu mendorong menurunnya permintaan pada triwulan III dari sisi domestik sementara dari sisi eksternal masih cukup kuat. Pengembangan industri juga dihadapkan pada kendala infrastruktur pendukung yang masih terbatas. Diantaranya adalah pengadaan listrik dan gas yang menurun secara signifikan. Kinerja pengadaan listrik dan gas tercatat melambat dari 7,4% (yoy) menjadi 1,6% (yoy). Hal tersebut juga terkonfirmasi dari konsumsi listrik pada golongan industri yang melambat dari 2,9% (yoy) menjadi 1,5% (yoy). Penyesuaian tarif listrik yang dilaksanakan secara berkala turut meningkatkan biaya operasional industri. Pamor kelapa sawit di Tiongkok juga semakin menurun dibandingkan dengan kedelai yang menjadi komoditas yang cukup menjanjikan dalam menopang industri peternakan yang sedang berkembang pesat. Dengan demikian, permintaan akan kelapa sawit dari Tiongkok relatif menurun meski indikator manufaktur menunjukkan perbaikan. Penurunan kinerja industri pengolahan ini juga turut disertai dengan penyaluran kredit ke kategori dimaksud yang masih menurun, yaitu dari -2,8% (yoy) menjadi -1,6% (yoy). Perbaikan harga komoditas yang terjadi pada beberapa periode lalu belum cukup kuat untuk meningkatkan minat perbankan dalam menyalurkan kredit pada sektor ini. Hal tersebut dikarenakan perbaikan harga yang terjadi pada triwulan lalu masih bersifat sementara, sementara itu perbaikan harga dari faktor fundamentalnya belum menunjukkan pergerakan yang berarti. Rp Miliar 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 - Nominal Growth (yoy) 10.0% -2.8% 5.0% -1.6% 0.0% 17,670 18,226 18,455 21,666 20,741 23,120 23,689 26,140 25,942 26,899 29,867 31,883 31,211 33,207 33,380 33,030 35,073 37,803 38,846 36,369 35,425 36,731 38,213 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Grafik 1.31 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan Meski konsumen utama Sumut yaitu Tiongkok mulai melakukan switching, namun kinerja industri di pasar global masih sangat baik. Sehingga secara keseluruhan, kinerja ekspor manufaktur Sumatera Utara terkaselerasi. Milyar 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 - -2.5% 1.9 1.8 1.7 1.5 2.1 2.1 2.0 2.2 1.8 2.0 1.8 2.0 1.8 1.9 1.9 2.1 1.8 1.9 1.8 1.8 1.9 2.1 1.8 2.1 1.4 1.7 1.5 1.9 1.6 2.2 1.6 2.3 1.4 1.8 1.5 1.7 1.6 1.9 Grafik 1.32 Perkembangan Ekspor Manufaktur 45.0% 40.0% 35.0% 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% -5.0% -10.0% Nilai (USD) Volume (ton) G Nilai G Volume 40% Ke depan, perkembangan kinerja industri pengolahan masih dihadang pada sejumlah tantangan. Keterbatasan pasokan bahan baku masih belum mampu mengimbangi laju produksi sehingga harga komoditas yang sedang yoy 30% 20% -9.3% 10% -10.8% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2012 2013 2014 2015 2016 1.1% 0% -10% -20% -30% PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 17

membaik tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Permasalahan minimnya bahan baku masih menjadi dilema bagi industri pengolahan karet, dimana kekurangan bahan baku untuk industri domestik saja mencapai 40%. Infrastruktur pendukung yang masih dinilai belum optimal juga turut menyebabkan capaian kinerja industri pengolahan yang belum maksimal. Kembali disesuaikannya tarif listrik ditengah kehandalan industri yang masih perlu ditingkatkan semakin menghimpit industri terutama karet yang terjepit marjin yang cukup rendah. Harga gas di Sumatera Utara juga dinilai masih belum kompetitif dalam menopang kinerja industri pengolahan ke depan. Harga gas industri di Sumatera Utara mencapai US$11,22/MMBTU, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga gas industri di daerah lain yang hanya mencapai US$6-8/MMBTU. Sementara itu, prakiraan akan membaiknya kondisi pasokan komoditas terutama CPO pada akhir tahun menyebabkan turunnya harga komoditas di pasar internasional. Di sisi lain, perbaikan harga komoditas belum terbantu oleh perbaikan kinerja manufaktur negara mitra dagang yang tercermin dari PMI yang cenderung meningkat. Meskipun demikian, tingginya serapan domestik terutama terkait dengan program mandatori biodiesel diperkirakan mampu memperkuat kinerja industri pengolahan kedepan. Adanya perayaan Diwali di India serta lanjutan dari Mid- Autumn festival bagi etnis Tionghoa diharapkan mampu meningkatkan permintaan atas CPO pada periode mendatang. Penjualan dengan sistem kontrak juga turut menjaga kinerja industri pengolahan. Dengan demikian, kinerja industri pada triwulan IV 2016 diperkirakan masih membaik. Tw-II 2016 Tw-III 2016 5,5 5,5 Kinerja kategori konstruksi masih terbatas, tumbuh stabil di kisaran 5,5% (yoy). Proses pengadaan yang baru rampung memasuki triwulan III 2016 juga turut menyebabkan belum optimalnya realisasi belanja infrastruktur pemerintah daerah. Dengan demikian, kinerja investasi bangunan dari pemerintah daerah diperkirakan menahan perbaikan kinerja kategori ini lebih lanjut. Lain halnya dengan investasi bangunan pemerintah pusat di Sumatera Utara yang diduga masih sangat baik terkait dengan masih realisasi infrastruktur strategis di Sumatera Utara yang on track seperti pembangunan Pelabuhan Belawan, Terminal Multi purpose Pelabuhan Kuala Tanjung dan Tol Trans Sumatera. Dorongan pemerintah pusat untuk melakukan percepatan pembangunan infrastruktur strategis turut berkontribusi dalam tingginya realisasi proyek-proyek tersebut. Masih baiknya konstruksi dari sisi swasta juga tercermin dari konsumsi semen dan penjualan barang konstruksi yang cenderung membaik. Meksi kinerjanya masih tertahan, penyaluran kredit oleh perbankan masih cukup baik bahkan meningkat. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan kredit konstruksi yang tercatat membaik dari 7,9% (yoy) menjadi 9,5% (yoy). Kinerja kategori konstruksi yang relatif stagnan diyakini hanya bersifat sementara yang didasari dengan keyakinan fokus pemerintah yang tetap memprioritaskan infrastruktur strategis dalam alokasi anggaran pasca penundaan penyaluran DAU dan DAK. Proses pengadaan yang baru rampung memasuki triwulan III 2016 juga semakin menguatkan keyakinan akan semakin meningkatnya realisasi belanja infrastruktur pada periode mendatang. Meningkatnya permintaan akan hunian seiring dengan PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 18

kebijakan relaksasi LTV juga diharapkan mendorong konsumsi properti. Dengan demikian, geliat pembangunan diperkirakan akan kembali membaik pada triwulan mendatang. Rp Miliar 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - Nominal Growth (yoy) 2,702 2,687 3,190 3,156 2,935 3,297 3,835 3,953 3,776 4,407 5,279 5,114 4,904 4,907 5,357 5,394 5,027 5,181 5,297 5,270 4,922 5,592 5,802 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2011 2012 2013 2014 2015 2016 7.9% 9.5% 20.0% Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi Tw-II 2016 Tw-III 2016 5,2 7,5 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 10.0% -10.0% Aktivitas konsumsi yang tinggi dalam semarak perayaan hari raya idul fitri mendorong aktivitas perdagangan meningkat dari 5,2% (yoy) menjadi 7,5% (yoy). Membaiknya konsumsi ini tercermin dari hasil survei konsumen dan indeks penjualan eceran yang cenderung meningkat pada triwulan III 2016. Aktivitas mudik yang menuntut kondisi moda angkuran dalam kondisi prima sehingga permintaan akan maintenance dan suku cadang kendaraan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Penjualan suku cadang tercatat melejit lebih tinggi dari 50,8% (yoy) menjadi 62,2% (yoy). Peningkatan penjualan suku cadang ini juga turut ditopang oleh penguatan nilai tukar yang terus berlanjut hingga triwulan III 2016. Dengan demikian, harga sparepart, suku cadang dan aksesoris kendaraan relatif menurun. yoy 0.0% Rp Juta Penjualan Suku Cadang Growth 800 62.2% 700 600 500 400 300 200 100 0 532.8 548.4 586.7 580.5 640.8 555.4 469.0 376.6 371.9 426.6 Grafik 1.34 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera Utara Peningkatan kinerja pariwisata tercermin dari occupancy rate hotel/penginapan dan kunjungan wisatawan mancanegara yang meningkat. Meriahnya perayaan Festival Kemerdekaan dan Festival Danau Toba mampu meningkatkan daya tarik wisata Sumatera Utara. Kondisi tersebut mendorong adanya peningkatan aktivitas perdagangan di Sumatera Utara. 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% -10.0% -20.0% -30.0% -40.0% Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.35 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate Sementara itu, dari sisi pemerintah, adanya kebijakan penundaan DAU dan DAK menjadi faktor penahan kinerja perdagangan pada triwulan III 2016. Dalam menanti proses realokasi terkait kepastian hukum dalam melaksanakan realisasi belanja, pemerintah cenderung menunda pengadaan barang non strategis, dengan demikian permintaan dari sektor ini diprakirakan cenderung menurun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa capaian kinerja sektor perdagangan yang belum optimal. 487.3 472.8 450.1 418.0 459.1 50.8% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 484.6 558.1 630.2 2012 2013 2014 2015 2016 Wisman Occupancy Rate (RHS) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 744.9 60% 61.9% 40% 255.0 80% 20% 0% -20% -40% -60% 60 50 40 30 20 10 - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 19

Adanya HBKN dan libur akhir tahun yang disertai dengan masuknya puncak produksi CPO mendorong peningkatan kinerja kategori perdagangan besar dan eceran (PBE). Seriusnya pemerintah dalam mengembangan kawasan Danau Toba mendorong penyaluran kredit perbankan pada sektor ini meningkat dari 3,0% (yoy) menjadi 4,0% (yoy). Rp Miliar 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 - Nominal Growth (yoy) 18,431 19,193 20,643 21,709 22,784 24,897 24,525 26,531 27,066 32,028 32,144 33,873 34,496 36,200 36,735 38,968 42,195 42,952 44,011 44,598 40,941 44,229 45,771 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Grafik 1.36 Penyaluran Kredit Kategori PBE Tw-II 2016 Tw-III 2016 6,2 8,0 yoy 35.0% 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 3.0% 4.0% 5.0% 0.0% -5.0% Semaraknya budaya mudik serta perbaikan harga komoditas mendorong terdongkraknya kinerja Transportasi dan Pergudangan hingga tumbuh 8,0% (yoy). Adanya perbaikan harga komoditas juga mendorong tingginya arus transportasi dan pergudangan barang sehingga membutuhkan kapasitas pergudangan yang memadai. Meningkatnya aktivitas impor meningkatkan kebutuhan akan pergudangan. Aktivitas muat di Sumatera Utara meningkat tajam dari 42,1% (yoy) menjadi 126,8% (yoy). juta Ton 3 2 2 1 1 - Bongkar Muat G Bongkar G Muat 126.8% 42.1% 8.8% 0.0% -33.0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2011 2012 2013 2014 2015 2016 150.0% 100.0% 50.0% -50.0% -100.0% Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.37 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan Hari raya Idul Fitri diiringi dengan arus mudik yang cukup tinggi serta libur sekolah mendorong peningkatan kebutuhan akan moda transportasi baik untuk darat, laut dan udara. Adanya kebutuhan yang tinggi ini direspon dengan adanya penambahan kapasitas angkut baik melalui jumlah moda transportasi yang lebih banyak maupun frekuensi angkut yang lebih tinggi. Arus mudik terlihat masih cukup ramai mendekati Idul Fitri yang berlangsung pada awal triwulan III 2016. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan arus penumpang udara maupun laut yang melonjak secara signifikan pada triwulan III 2016. juta orang Penumpang Udara Penumpang Laut 3 G Penumpang Udara G Penumpang Laut 2 2 1 1 - -49.1% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2011 2012 2013 2014 2015 2016 100.0% 89.8% 80.0% 60.0% 40.0% 9.9% 20.0% 16.1% 0.0% -20.0% -40.0% -60.0% Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 1.38 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara Memasuki awal triwulan IV 2016, kinerja transportasi dan pergudangan diperkirakan masih tinggi. Perkiraan akan kembali membaiknya aktivitas konsumsi masyarakat terkait perayaan HBKN dan libur akhir tahun diperkirakan mampu meningkatkan kinerja subkategori transportasi. Masuknya periode puncak produksi yang disertai dengan aktivitas manufaktur negara mitra dagang utama yang mulai membaik akan mendorong produktivitas industri. Dengan demikian, kebutuhan akan pergudangan juga diekspektasikan akan meningkat sehingga mendorong kinerja subkategori pergudangan. Hal tersebut juga semakin didorong oleh masih berjalan dengan baiknya kontrak pembelian CPO untuk biodiesel periode Mei-Oktober 2016. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 20

Meskipun demikian, perbankan masih cenderung berhati-hati dalam memberikan pembiayaan kepada sektor ini. Kinerja yang diperkirakan masih akan terus membaik tersebut belum direspon oleh penyaluran kredit yang lebih agresif. Hal tersebut tercermin dari penyaluran kredit yang kembali menurun pada triwulan III 2016. Kredit kategori transportasi dan pergudagan terkoreksi semakin dalam pada triwulan III 2016 dari -3,2% (yoy) menjadi -9,6% (yoy). Rp Miliar 6,000 Nominal Growth (yoy) yoy 80.0% 5,000 60.0% 4,000 40.0% 3,000 20.0% 2,000-3.2% -9.6% 0.0% 1,000-1,568 1,943 2,233 2,485 2,598 2,875 2,995 3,310 3,397 3,588 3,704 3,683 3,570 5,161 4,655 3,925 3,807 3,598 3,605 3,478 3,360 3,482 3,259 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2011 2012 2013 2014 2015 2016-20.0% -40.0% Grafik 1.39 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 21

Boks 1 Mempercepat Transformasi Industri Terintegrasi Rata-rata pangsa industri bagi perekonomian Sumatera Utara dalam 5 tahun terakhir mencapai 19,5% dari total PDRB dan terus menunjukkan tren yang menurun. Hingga triwulan III 2016, pangsa industri di Sumatera utara mencapai 19,0%, lebih rendah dibandingkan dengan pangsa pada tahun 2012 yang mencapai 20,5%. Penurunan pangsa industri terutama terjadi pasca commodity boom, dimana tren pangsa industri maupun pertumbuhan dari industri pengolahan terus menurun. Bila dibandingkan dengan provinsi lain di Sumatera yang turut mengandalkan produk ekstraktif sebagai komoditas unggulannya, Sumatera Utara konsisten berada di zona yang perlu di dorong atau bahkan menurun bersama dengan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Provinsi Sumatera Barat. Namun, pergerakan industri di kedua provinsi lainnya telah menunjukkan tren perbaikan yang tercermin dari tren pangsa maupun pertumbuhan yang relatif membaik meski trennya masih cukup rendah. Hal ini perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut mengingat pengembangan sektor sekunder yang rendah dapat menimbulkan kerentanan sustainabilitas perekonomian jangka panjang. 2016* 2015 2014 2013 2012 19.0 19.5 19.8 20.2 20.5 81.0 80.5 80.2 79.8 79.5 0% 20% 40% 60% 80% 100% Industri Non Industri *tahun 2016 menggunakan data kumulatif hingga triwulan III 2016 Grafik 1.40 Pangsa Industri Terhadap PDRB *Bubble size mengindikasikan pangsa industri terhadap perekonomian Grafik 1.41 Pemetaan Profil Industri di Sumatera Industri di Sumatera Utara didominasi oleh industri makanan, minuman dan tembakau dengan pangsa 46%, disusul oleh industri kimia, batu bara, karet dan plastik dengan pangsa 19% serta industri kayu dan perabot rumah tangga dengan pangsa 12%. Tingginya dominasi industri makanan minuman tidak terlepas dari potensi lokal Sumatera Utara yang kaya akan komoditas kelapa sawit sehingga cukup menunjang aktivitas industri makanan dan minuman. Berdasarkan jumlahnya, pada tahun 2014 industri di Sumatera Utara masih didominasi oleh industri mikro dengan pangsa sebesar 87,6% dari total industri, disusul oleh industri kecil dengan pangsa 11,3%. Sementara itu, industri sedang dan besar hanya mencapai 1,1%. Kondisi ini tidak banyak berubah sejak tahun 2016 dimana pangsa industri sedang dan besar juga masih berada di kisaran 1%. Hal ini mengindikasikan pengembangan ekonomi yang bukan hanya fokus pada penciptaan wirausaha baru, namun juga pendampingan agar skala industrinya dapat lebih berkembang sehingga bisa masuk ke dalam kategori industri besar maupun sedang. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 22

2014 2013 2012 2011 0% 20% 40% 60% 80% 100% Mamin dan Tembakau Tekstil Kayu Kertas Kimia Barang Galian Bukan Logam Logam Dasar Barang dari Logam Lainnya Grafik 1.42 Pemetaan Profil Industri Sedang-Besar di Sumatera 2006 2013 2014 Mikro Kecil Sedang dan Besar *tahun 2006 pada kategori mikro merupakan penjumlahan dari kategori mikro dan kecil Grafik 1.43 Pangsa Industri Terhadap PDRB Lalu apa yang menjadi kendala dalam pengembangan industri di Sumatera Utara sehingga relatif tertinggal dari provinsi lain? Banyak faktor yang menyebabkan kurang atraktifnya industri di Sumatera Utara, terutama terkait dengan infrastruktur dan sumber daya manusia. Masalah kurang baiknya infrastruktur utama maupun pendukung masih perlu mendapatkan lebih lanjut. Hasil survei yang menunjukkan bahwa Sumut memegang posisi terendah dalam persepsi kebijakan infrastruktur daerah. Provinsi ini memiliki jalan rusak berat terpanjang di Pulau Sumatera, terutama di daerah kawasan pantai barat. Meskipun demikian, Sumut justru menunjukkan progres perbaikan jalan yang lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Kepulauan Riau. Kondisi jalan yang kurang baik ini menghambat kelancaran transportasi dan distribusi baik antar kota dalam provinsi maupun antar provinsi. Akibatnya, biaya logistik di Sumatera Utara sangat tinggi. Sementara itu, meski kebutuhan listrik sudah mulai terpenuhi sejak awal 2016 lalu, namun keandalan listrik yang ada masih perlu disempurnakan. Grafik 1.44 Kondisi Jalan Grafik 1.45 Persepsi Kebijakan Infrastruktur Daerah Sumber: BPS Sumber: KPPOD, 2007 Tabel 1.5 Kondisi Jalan Mantap Kawasan Sumatera Sumber: Departemen Regional I Sumatera PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 23

Dalam upaya perbaikan kualitas infrastruktur, pemerintah juga turut menemui beberapa kendala. Kondisi topologi dan geografis Sumatera Utara yang pada umumnya rawan bencana longsor terutama pada kawasan dataran tinggi dan pantai barat menyebabkan proses pembangunan maupun perbaikan jalan yang tidak kunjung rampung. Bencana alam maupun aktivitas tektonik yang tidak dapat diduga mendorong kerusakan jalan yang tidak dapat dihindari. Selain itu, proses ganti rugi lahan yang relatif sulit serta keterbatasan anggaran dalam juga turut menyebabkan terhambatnya proses perbaikan jalan di Sumatera Utara. Sumber: BPS Grafik 1.46 Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan Sumber: Sakernas, BPS Grafik 1.47 Perbandingan UMP Sementara itu, kualitas tenaga kerja di Sumatera Utara masih perlu ditingkatkan. Tenaga kerja di Sumatera Utara masih didominasi oleh tenaga kerja dengan pendidikan rendah. Meskipun demikian, nilai Upah Minimum Provinsi (UMP) di Sumatera Utara jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa Barat dan Jawa Timur. Peningkatan UMP yang belum diiriing dengan peningkatan produktivitas yang berarti menurunkan daya tarik Sumatera Utara bagi investor. Dengan kualitas tenaga kerja yang belum memadai, penyerapan teknologi dalam mendorong kinerja industri juga masih relatif terbatas. Sumber: BPS Grafik 1.48 Jumlah Tindak Pidana Sumber: BPS Grafik 1.49 Risiko Penduduk Terkena Tindak Pidana (Per 100.000 Penduduk) Rendahnya kualitas tenaga kerja juga menekan peluang masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. Dengan demikian, tingkat kejahatan juga menjadi mengkhawatirkan. Sumatera Utara merupakan provinsi dengan tindak kejahatan tertinggi kedua di Indonesia setelah DKI Jakarta. 5 Jumlah tindak pidana di Sumatera Utara mencapai 12% dari total Nasional. Jumlah ini tentu jauh PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 24

lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi peers lain seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Selatan dan Riau. Pada tahun 2010 tingkat kejahatan di Provinsi Jawa Timur masih dapat dikatakan cukup tinggi, namun terus mengalami penurunan yang cukup signifikan dalam 4 tahun terakhir. Begitu juga dengan Provinsi Riau yang pertumbuhan tingkat kejahatannya terus teredam. Peluang penduduk Sumut terkena tindak pidana adalah 0,31%, jauh lebih tinggi dibanding rata-rata Nasional yang hanya sebesar 0,14%. Fenomena kriminalitas ini juga terjadi pada level korporasi. Berdasarkan Enterprise Survei (2015), 6,6% pelaku usaha di Sumatera Utara mengalami kerugian akibat pencurian maupun vandalisme, lebih tinggi dibandingkan dengan yang terjadi pada tataran nasional yang sebesar 4,0%. Sementara itu, biaya kejahatan yang ditanggung oleh pelaku usaha di Sumatera Utara telah mencapai 0,6% dari penjualan tahunan, lebih tinggi dibandingkan dengan level nasional yang mencapai 0,3% dari penjualan tahunan. Mencermati hal tersebut, dalam menciptakan iklim yang kondusif dalam mendorong industri yang berkelanjutan diperlukan dukungan dari berbagai pihak. Penyelesaian masalah dimaksud juga memerlukan solusi jangka panjang dan berkesinambungan yang disertai dengan koordinasi yang intensif antar lembaga maupun institusi, baik di level pusat maupun daerah. Dengan demikian, strategi kebijakan yang dirumuskan dapat memberikan hasil yang optimal. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 25

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 26

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH Sampai dengan triwulan III 2016, realisasi belanja fiskal baik untuk APBD Provinsi, APBD Kabupaten / Kota dan APBN di Provinsi Sumatera Utara cukup baik tercermin dari adanya peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi APBD Provinsi Sumatera Utara tercatat sebesar 61,6% dari total anggaran, lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu (58,05%). Realisasi belanja 25 dari 33 APBD Kabupaten/Kota mencapai 45,9%, sedikit lebih rendah dari realisasi tahun 2015. Sementara belanja APBN Pemerintah di Sumatera Utara mencapai 56,2% dari total anggaran sebesar Rp18,562 triliun. Realisasi ini lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 46,3%. KEUANGAN PEMERINTAH 27

2.1 Gambaran Umum Anggaran belanja fiskal di Sumatera Utara tahun 2016 sebesar Rp71,7 triliun, dengan pangsa terbesar pada belanja APBD Kabupaten/Kota yang mencapai Rp43,2 triliun. Demikian pula anggaran pendapatan sebesar Rp60,1 triliun, sebagian besar juga ditopang oleh APBD Kabupaten/Kota dengan dengan nilai mencapai Rp42,9 triliun. Total anggaran belanja fiskal Sumatera Utara tahun 2016 mencapai Rp71,7 triliun, meliputi belanja APBD Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp10,0 triliun (pangsa 13,9%), belanja APBD Kabupaten/Kota di Sumatera Utara sebesar Rp43,2 triliun (pangsa 60,2%) dan belanja APBN sebesar Rp18,6 triliun (pangsa 25,9%). Secara spasial, anggaran belanja APBD Kabupaten/Kota tertinggi dicatat oleh Kota Medan yang mencapai Rp5,4 triliun dan terendah Kabupaten Pakpak Bharat sebesar Rp551,1 miliar. Sampai dengan triwulan III 2016, realisasi belanja untuk ketiga anggaran belanja tersebut relatif baik tercermin dari adanya peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi belanja APBD Provinsi Sumatera Utara mencapai 61,6% dari rencana anggaran belanja tahun 2016, dengan realisasi terbesar pada belanja operasional. Capaian ini lebih tinggi dari realisasi triwulan III 2015 yang tercatat sebesar 58,1%. Anggaran belanja 25 6 dari 33 APBD Kabupaten/Kota terealisasi 45,9%, dengan Kabupaten Labuhanbatu Selatan menjadi kabupaten/kota dengan realisasi belanja terbesar yaitu sebesar 80,7%, seiring dengan tingginya realisasi belanja operasi. Sementara itu, belanja APBN terealisasi sebesar 56,2% dari pagunya, lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan III 2015 sebesar 46,3%. Dari sisi pendapatan, total anggaran tahun 2016 sebesar Rp52,8 triliun, terdiri dari APBD Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp10,0 triliun (pangsa 18,9%) dan APBD Kabupaten/Kota sebesar Rp42,9 triliun (pangsa 81,1%). Realisasi pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara sampai dengan triwulan III 2016 mencapai 72,7% dari target, didorong oleh pendapatan transfer dan PAD. Realisasi ini sedikit lebih rendah dari capaian triwulan III 2015 yang sebesar 73,2%. Sementara itu realisasi pendapatan 11 7 dari 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara mencapai 65,0%, didorong oleh pendapatan transfer. 2.2 APBD Provinsi Sumatera Utara Pendapatan Pengeluaran 2016 2015 2016 2015 Anggaran pendapatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 tercatat sebesar Rp9,97 triliun, meningkat 18% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, didorong oleh bertambahnya pendapatan transfer. Sementara itu anggaran belanja sebesar Rp10,0 triliun, meningkat 17,9% (yoy) terutama didorong oleh belanja modal. 28

10,000 8,000 6,000 4,000 2,000-7,333 Pendapatan Belanja 7,678 8,482 8,867 8,489 Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara dan situs DJPK, diolah Grafik 2.1 Perkembangan APBD Provinsi Sumatera Utara 8,526 8,452 8,443 9,974 2012 2013 2014 2015 2016 9,951 2.2.1 Anggaran Pendapatan Provinsi Sumatera Utara Peningkatan anggaran pendapatan Provinsi Sumatera Utara terutama bersumber dari pendapatan transfer yang naik 40,0% (Rp1,5 triliun), sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya tumbuh 0,2% (naik Rp6,8 miliar). Pendapatan transfer merupakan semua pengeluaran negara yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Pendapatan transfer akan digunakan untuk pelaksanaan desentralisasi di tingkat provinsi dan sebagian diteruskan kepada pemerintah kabupaten/kota. Tabel 2.1 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara 2015 dan 2016 Rasio derajat otonomi fiskal (DOF) Sumatera Utara masih cukup baik, tercermin dari 46,4% anggaran pendapatan merupakan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pajak daerah masih menjadi komponen terbesar PAD (pangsa 90,4% dari total PAD). Pertumbuhan PAD masih menurun namun hanya -0,3% (yoy) setelah pada tahun 2015 turun 7,8% (yoy). Penurunan target penerimaan pajak antara lain pada target pajak kendaraan bermotor. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah menstimulus aktivitas perekonomian masyarakat yang mayoritas didominasi oleh konsumsi rumah tangga. APBD PROVINSI SUMATERA UTARA URAIAN 2015 2016 % Juta Rp Juta Rp Perubahan TOTAL PENDAPATAN DAERAH 8,452,311 9,973,989 18.0% PENDAPATAN ASLI DAERAH 4,623,637 4,630,468 0.1% PAJAK DAERAH 4,180,783 4,168,615-0.3% RETRIBUSI DAERAH 31,130 31,965 2.7% HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN 255,651 261,614 2.3% LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH 156,074 168,275 7.8% PENDAPATAN TRANSFER 3,793,635 5,309,372 40.0% TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN 1,712,731 2,272,746 32.7% TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA 2,080,904 3,036,627 45.9% TRANSFER PEMERINTAH DAERAH - LAINNYA 0 0 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 35,039 34,148-2.5% Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara 2.2.2 Realisasi Pendapatan Provinsi Sumatera Utara Triwulan III 2016 Pendapatan Tw III 2016 Tw III 2015 Hingga triwulan III 2016, realisasi pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara mencapai Rp7,3 triliun atau 72,7% dari target pendapatan tahun 2016 sebesar Rp10,0 triliun. Realisasi ini secara persentase lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (73,2%) namun secara nominal lebih tinggi. Hal tersebut didorong oleh realisasi pendapatan transfer yang hanya sebesar 71,9%, lebih rendah 29

dibandingkan triwulan III 2015 yang mencapai 74,7%. 120.0% 100.0% 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% 67.3% Tw III 2014 Tw III 2015 Tw III 2016 73.2% 72.7% Total Pendapatan Daerah 62.6% 72.3% Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Grafik 2.2 Persentase Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara 73.8% Pendapatan Asli Daerah 73.4% 74.7% 71.9% Pendapatan Transfer 109.0% 20.2% 53.2% Lain-lain Pendapatan Yang Sah Pendapatan Asli Daerah PAD terealisasi 73,8%, lebih tinggi dari triwulan III 2015 yang sebesar 72,3%, didorong oleh stabilnya realisasi pajak daerah dan meningkat tajamnya realisasi lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pajak daerah yang merupakan komponen terbesar PAD (pangsa 90,4%) mencatat realisasi sebesar 71,9%, sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang terealisasi 71,6%. Sementara lain-lain pendapatan asli daerah yang sah pada triwulan ini terealisasi 90,1%, jauh lebih tinggi dari periode yang sama di tahun sebelumnya (56,4%). Stabilnya realisasi penerimaan pajak daerah sejalan dengan upaya Pemerintah Sumatera Utara untuk meningkatkan wajib pajak serta upaya penegakan hukum terkait perpajakan. Pendapatan Transfer Tabel 2.2 Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Triwulan III 2016 2015 2016 URAIAN Pagu Realisasi Tw III Pagu Realisasi Tw III Juta Rp Juta Rp % Juta Rp Juta Rp % TOTAL PENDAPATAN DAERAH 8,452,311 6,185,176 73.18% 9,973,989 7,253,133 72.7% PENDAPATAN ASLI DAERAH 4,623,637 3,344,121 72.33% 4,630,468 3,415,684 73.8% PAJAK DAERAH 4,180,783 2,994,388 71.62% 4,168,615 2,995,467 71.9% RETRIBUSI DAERAH 31,130 24,231 77.84% 31,965 24,212 75.7% HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN 255,651 237,503 92.90% 261,614 244,330 93.4% LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH 156,074 87,998 56.38% 168,275 151,676 90.1% PENDAPATAN TRANSFER 3,793,635 2,833,990 74.70% 5,309,372 3,819,297 71.9% TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN 1,712,731 1,276,086 74.51% 2,272,746 1,585,484 69.8% TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA 2,080,904 1,547,376 74.36% 3,036,627 2,233,812 73.6% TRANSFER PEMERINTAH DAERAH - LAINNYA 0 10,528-0 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 35,039 7,066 20.17% 34,148 18,153 53.2% Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Secara nominal, pendapatan transfer meningkat menjadi Rp3,8 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,8 triliun. Peningkatan yang cukup signifikan secara nominal tersebut merupakan realisasi dana operasional sekolah untuk pelaksanaan Ujian Nasional tingkat SD, SMP, dan SMU yang berlangsung pada bulan April dan Mei 2016 dan realisasi dana desa. Namun secara persentase, realisasi pendapatan transfer mencapai 71,9%, sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 74,7%. Dalam kaitan ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang terkena kebijakan penundaan penyaluran DAU 8. Pada triwulan III 2016, penundaan DAU Provinsi Sumatera Utara mencapai Rp72,6 miliar setiap bulannya (sejak September) dan kebijakan tersebut direncanakan dilaksanakan hingga akhir tahun. Besarnya penundaan untuk masing-masing daerah didasari oleh perkiraan kapasitas fiskal, kebutuhan belanja dan posisi saldo kas di daerah pada akhir 2016. Penundaan ini diperkirakan terkait dengan penerimaan 30

negara tahun 2016 yang belum stabil. Sampai dengan triwulan III 2016, realisasi penerimaan pajak nasional baru mencapai Rp896,1 triliun, atau 58,2% dari target APBN-P 2016 yang sebesar Rp1.539,2 triliun. 2.2.3 Anggaran Belanja Provinsi Sumatera Utara Anggaran belanja Provinsi Sumatera Utara terdiri dari anggaran belanja dan anggaran transfer. Pada anggaran tahun 2016, anggaran belanja Provinsi Sumatera Utara mencapai Rp10,2 triliun atau naik 17,9% dibandingkan anggaran APBD-P tahun 2015 yang sebesar Rp8,4 triliun. Peningkatan terjadi pada anggaran belanja operasi dan belanja modal sementara belanja transfer mengalami penurunan. Anggaran belanja operasi sebesar Rp6,0 triliun atau meningkat 18,9% dibandingkan tahun 2015, dengan kenaikan terbesar pada belanja hibah (41,8%) disusul oleh belanja barang (26,1%) dan belanja pegawai (16,8%). Tingginya belanja hibah sejalan dengan peningkatan dana BOS (bantuan operasional sekolah) untuk menunjang pembangunan SDM. Tabel 2.3 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015-2016 URAIAN 2015 2016 % Juta Rp Juta Rp Perubahan TOTAL BELANJA 8,442,940 9,950,844 17.9% BELANJA OPERASI 4,623,742 6,042,607 30.7% BELANJA PEGAWAI 1,324,369 1,547,265 16.8% BELANJA BARANG 1,168,022 1,472,526 26.1% BELANJA BUNGA 0 0 BELANJA SUBSIDI 0 0 BELANJA HIBAH 2,131,351 3,022,816 41.8% BELANJA BANTUAN SOSIAL 0 0 BELANJA MODAL 1,023,316 1,243,297 21.5% BELANJA TAK TERDUGA 7,500 7,500 0.0% TRANSFER 2,788,382 2,657,440-4.7% TRANSFER/BAGI HASIL PENDAPATAN KE KABUPATEN / KOTA 2,330,828 2,478,630 6.3% TRANSFER BANTUAN KEUANGAN KE PEMERINTAH DAERAH LAINNYA 457,554 178,810-60.9% Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Demikian pula halnya dengan anggaran belanja modal yang meningkat dari Rp1,0 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp1,2 triliun (naik 21,5%). Hal ini sejalan dengan meningkatnya pelaksanaan perbaikan jalan, irigasi dan jaringan. 2.2.4 Realisasi Belanja Provinsi Sumatera Utara anggaran, lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun sebelumnya. Lebih tingginya realisasi didorong oleh tingginya realisasi transfer. Realisasi transfer di triwulan ini tercatat sebesar 82,5%, sedangkan periode yang sama tahun lalu sebesar 48,5%. Demikian juga dengan realisasi belanja operasi dan belanja modal triwulan ini lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya, masing-masing sebesar 61,1% dan 19,8%. Pengeluaran Tw III 2016 Tw III 2015 Hingga triwulan III 2016 realisasi belanja dan transfer APBD Provinsi Sumatera Utara telah mencapai Rp6,1 triliun atau 61,6% dari total 31

90.0% 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 50.7% 58.1% TW III 2014 TW III 2015 TW III 2016 61.6% 59.7% 55.0% Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Belanja Operasi Grafik 2.3 Persentase Realisasi Anggaran Belanja dan Transfer Daerah Provinsi Sumatera Utara 61.1% 23.4% 0.0% 19.8% 50.6% 48.5% Total Belanja Belanja Operasi Belanja Modal Transfer 82.5% Realisasi belanja operasi pada triwulan III 2016 mencapai 61,1%, lebih tinggi dari triwulan III 2015 (55,0%). Realisasi tertinggi terjadi pada belanja hibah (72,9%) dan belanja pegawai (61,0%). Sementara, realisasi terendah terjadi pada belanja barang (36,9%). Tingginya realisasi belanja pegawai pada periode ini didorong oleh pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke 13 seiring dengan berlangsungnya Ramadhan dan Lebaran di triwulan II dan III 2016. Tabel 2.4 Realisasi Anggaran Belanja Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015-2016 2015 2016 URAIAN Pagu Realisasi Tw III Pagu Realisasi Tw III Juta Rp Juta Rp % Juta Rp Juta Rp % BELANJA 8,442,940,440,715 4,901,154,298,442 58.05% 9,950,844,445,530 6,130,519,867,581 61.6% BELANJA OPERASI 4,623,742,394,784 2,543,280,937,841 55.0% 6,042,607,300,068 3,690,336,244,107 61.1% BELANJA PEGAWAI 1,324,368,936,734 840,987,700,046 63.5% 1,547,265,423,565 943,028,640,461 60.9% BELANJA BARANG 1,168,022,051,400 0 0.0% 1,472,525,876,503 543,279,003,646 36.9% BELANJA BUNGA 0 0-0 BELANJA SUBSIDI 0 0-0 BELANJA HIBAH 2,131,351,406,650 1,702,293,237,795 3,022,816,000,000 2,204,028,600,000 72.9% BELANJA BANTUAN SOSIAL 0 0-0 BELANJA MODAL 1,023,315,937,852 0 0.0% 1,243,297,180,210 246,592,743,026 19.8% BELANJA TAK TERDUGA 7,500,000,000 1,006,289,264,025 13417.2% 7,500,000,000 1,876,198,000 25.0% TRANSFER 2,788,382,108,079 1,351,584,096,576 48.5% 2,657,439,965,252 2,191,714,682,448 82.5% TRANSFER/BAGI HASIL PENDAPATAN KE KABUPATEN / KOTA 2,330,828,370,083 1,351,584,096,576 58.0% 2,478,630,055,595 2,111,878,234,239 85.2% TRANSFER BANTUAN KEUANGAN KE PEMERINTAH DAERAH LAINNYA 457,553,737,996 0 178,809,909,657 79,836,448,209 44.6% Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara 0 Belanja Modal Realisasi belanja modal hingga triwulan III 2016 mencapai 19,8%, lebih tinggi dari realisasi periode yang sama tahun sebelumnya. Setelah terkendala oleh revisi Rencana Anggaran Biaya (RAB) pengadaan karena adanya penurunan harga BBM, pengadaan proses pelelangan proyek-proyek pembangunan maupun peningkatan jalan dan jembatan telah dimulai pada bulan Mei 2016. Penandatanganan kontrak sebagian telah terlaksana pada bulan Juli 2016. Dari 741 rencana paket pengadaan aktivitas strategis yang menggunakan APBD Pemprov Sumut dengan total nilai sebesar Rp1,53 triliun pada tahun 2016, hingga triwulan III 2016 telah diproses pengadaannya sebanyak 80,7% (598 paket pengadaan). Dari jumlah tersebut, 72,7% (539 paket) telah memasuki tahap pelaksanaan dan 28,1% (207 paket) telah selesai. Peningkatan kinerja belanja modal juga tercermin dari realisasi komponen Penerimaan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada PDRB sisi permintaan yang pada triwulan III 2016 ini tumbuh 4,4% (yoy). Tabel 2.5 Perkembangan Proses Pengadaan Barang dan Jasa APBD Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 Pelaksanaan Kegiatan Total Aktivitas Strategis: 741 paket / Rp. 1.539,97 M Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Proses Pengadaan 0.5% 1.4% 7.3% 8.5% 39.3% 59.5% 64.1% 72.2% 80.7% 88.0% Tanda Tangan Kontrak 0.3% 0.7% 1.6% 3.1% 3.6% 22.3% 51.3% 60.7% 73.1% 81.0% Pelaksanaan 0.3% 0.7% 1.5% 2.8% 3.6% 21.9% 49.9% 59.9% 72.7% 80.4% PHO 0.0% 0.0% 0.0% 0.4% 1.1% 2.6% 6.5% 14.0% 28.1% 40.0% Sumber : situs TEPRA http://monev.lkpp.go.id/ 32

Pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara terus berupaya untuk mempercepat proses pengadaan belanja modal serta barang dan jasa yang akuntabel dan transparan, antara lain dengan menerapkan e-procurement melalui satu pintu. Ke depan, realisasi belanja modal perlu senantiasa dicermati agar lebih optimal, karena belanja modal yang efektif dapat memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang lebih tinggi. 2.3 APBD 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Anggaran pendapatan 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara pada tahun 2016 meningkat 21,7% dari Rp35,2 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp42,9 triliun. Sementara anggaran belanja juga mengalami peningkatan, dari Rp36,6 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp43,2 triliun (naik 17,9%). Rp Triliun 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 31.3 35.2 42.9 32.4 36.6 43.2 Pendapatan Daerah 2014 2015 2016 Belanja Daerah Sumber : Situs Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah dan BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 2.4 Perkembangan APBD Kabupaten/Kota di Sumatera Utara 2.3.1 Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Kabupaten/Kota Dari total anggaran pendapatan yang mencapai Rp42,9 triliun, anggaran terbesar berada di Kota Medan (Rp5,3 triliun dengan share 12,5%), diikuti oleh Kabupaten Deli Serdang (Rp3,5 triliun; 8,1%), Kabupaten Simalungun (Rp2,4 triliun; 5,5%) dan Kabupaten Langkat (Rp1,8 triliun; 4,3%). Sementara yang terkecil di Kabupaten Nias Barat (Rp600,0miliar; 1,4%) dan Kabupaten Pakpak Bharat (Rp551,1 miliar; 1,3%). Secara kumulatif, sumber pendapatan terbesar anggaran pendapatan 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara adalah pendapatan transfer, yang mencapai 85,3% dari total anggaran. Tingginya komposisi pendapatan transfer menunjukkan ketergantungan daerah yang masih tinggi terhadap Pemerintah Pusat. Lainnya 68.4% Sumber : Situs Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah dan BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 2.5 Proporsi Anggaran Pendapatan Spasial Kabupaten/Kota di Sumatera Utara LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 1,8T; 5.0% PENDAPATAN TRANSFER RP 36,5T; 84.4% Medan 12.5% Deli Serdang 8.1% Simalungun 5.5% Langkat 4.3% Pakpak Bharat 1.3% PENDAPATAN ASLI DAERAH RP 4,5T; 10.6% Sumber : Situs Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah dan BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 2.6 Proporsi Komponen Anggaran Pendapatan APBD Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mencerminkan kemandirian fiskal hanya mencapai 10,6%. Secara spasial, rasio desentralisasi fiskal tertinggi berada di Kota Medan yang mencapai 34,2% dan terendah di Kabupaten Nias Selatan (1,3%). Tingginya aktivitas ekonomi Kota Medan sebagai ibukota Provinsi dan merupakan salah satu hub di kawasan Indonesia Bagian Barat diindikasikan mendorong tingginya PAD. Sementara rendahnya desentralisasi fiskal Kabupaten Nias Selatan karena rendahnya komponen pajak 33

Asahan Dairi Humbahas Labura Nias Selatan Paluta Tapsel Tobasa Pematang Siantar Sibolga Tanjung Balai 73.1% 48.8% 71.8% 66.8% 68.6% 73.9% 44.7% 88.8% 62.9% 77.2% 72.8% 65.4% 77.1% 46.7% 65.7% 81.6% 77.4% 68.6% 26.6% 18.1% 66.3% 19.4% Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016 daerah terhadap PAD yang hanya mencapai 27,9%. Sampai dengan triwulan III 2016, realisasi pendapatan 11 kabupaten/kota 9 yang ada di Sumatera Utara terealisasi sebesar 65,0% dari total anggaran, lebih rendah dibandingkan realisasi periode yang sama tahun 2015 (79,5%). Realisasi terbesar adalah pendapatan transfer (72,2%) yang meliputi transfer dana dari pemerintah pusat maupun provinsi, diikuti oleh PAD (54,7%) dan lain-lain pendapatan yang sah (22,0%). Hal ini diperkirakan sejalan dengan belum tercapainya target pendapatan pajak nasional dan penundaan penyaluran DAU kabupaten / kota. Secara spasial, realisasi pendapatan tertinggi terjadi di Kota Pematangsiantar yaitu 77,5% dari target pendapatan, didorong oleh realisasi PAD yang mencapai 68,6% dan transfer yang terealisasi 77,1%. Realisasi ini sedikit lebih rendah dari capaian tahun sebelumnya yang sebesar 80,6%. Grafik 2.7 Realisasi Anggaran Pendapatan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Triwulan III 2016 100% 80% 60% 40% 20% 0% % Realisasi Pendapatan % Realisasi PAD Sumber : LRA Kabupaten/Kota BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah 2.3.2 Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota Anggaran belanja 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara pada tahun 2016 tercatat sebesar Rp43,2 triliun, meningkat 17,9% dibandingkan tahun 2015. Sebesar 69,4% atau Rp30,0 triliun merupakan belanja operasi, sedangkan belanja modal mencapai proporsi 20,5% dengan anggaran sebesar Rp8,8 triliun. Secara spasial, anggaran belanja terbesar dimiliki oleh Kota Medan sebesar Rp5,5 triliun atau 12,9% dari total anggaran belanja 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara. Sementara Kabupaten Pakpak Bharat mencatat anggaran belanja terendah sebesar Rp596,1 miliar dengan pangsa 1,4%. Rasio belanja modal tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Nias Barat dan Nias Utara, masingmasing sebesar 37,0 % (Rp235,0 miliar) dan 36,3% (Rp291,4 miliar). Sementara itu rasio belanja modal terendah berada di Kabupaten Simalungun yaitu 6,7% atau Rp148,3 miliar. Hingga triwulan III 2016, realisasi belanja APBD dari 25 10 kabupaten/kota di Sumatera Utara mencapai 45,9% dari total anggaran. Realisasi terendah dialami Kabupaten Nias Selatan (29,3%) sementara realisasi tertinggi dicapai oleh Kabupaten Labuhanbatu Selatan (80,9%). Secara nominal, realisasi belanja tertinggi dicapai oleh Kota Medan dengan realisasi sebesar Rp1,7 triliun sementara nilai realisasi terendah dialami oleh Kabupaten Pakpak Bharat sebesar Rp248,6 miliar. 34

Asahan Batu Bara Dairi Deli Serdang Humbahas Labuhan Batu Labusel Labura Langkat Nias Selatan Padang Lawas Paluta Pakpak Bharat Sergai Karo Tapsel Tapteng Taput Tobasa Binjai Medan Pematang Siantar Sibolga Tanjung Balai Tebing Tinggi 871.3 634.8 534.8 1,001.6 437.7 388.5 718.4 502.1 896.3 357.9 479.4 615.4 248.6 914.2 850.6 817.6 447.2 554.4 465.1 614.1 1,748.4 556.0 592.4 346.6 367.9 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016 Grafik 2.8 Anggaran Pendapatan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara 2016 Rp 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - Anggaran Pendapatan Derajat Desentralisasi Fiskal (Sisi Kanan) 1,108 1.27% 5,336 34.24% Asahan Batu Bara Dairi Deli Serdang Humbahas Labuhan Batu Labusel Labura Langkat Madina Nias Nias Barat Nias Selatan Nias Utara Padang Lawas Paluta Pakpak Bharat Samosir Sergai Simalungun Karo Tapsel Tapteng Taput Tobasa Binjai Gunung Sitoli Medan Padang Sidempuan Pematang Siantar Sibolga Tanjung Balai Tebing Tinggi 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% Sumber : Situs Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah dan BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah Tabel 2.6 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Triwulan III 2016 2015 2016 URAIAN Pagu Realisasi Tw III Pagu Realisasi Tw III Juta Rp Juta Rp % Juta Rp Juta Rp % PENDAPATAN DAERAH 9.314.260 7.401.553 79,46% 12.101.088 7.869.176 65,03% PENDAPATAN ASLI DAERAH 631.893 426.450 67,49% 665.496 364.264 54,74% PENDAPATAN TRANSFER 8.287.202 6.652.437 80,27% 9.935.119 7.175.561 72,22% LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 395.165 322.666 81,65% 1.500.473 329.350 21,95% Sumber : LRA Kabupaten/Kota BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 2.9 Realisasi Belanja APBD 25 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Triwulan III 2016 Miliar Rp 2,000 Nominal Realisasi Belanja % Realisasi Belanja s.d Tw III 2016 100% 1,500 80% 1,000 60% 40% 500 20% 0 0% Sumber: Situs TEPRA dan LRA Kabupaten/Kota BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah 35

2.4 Realisasi APBN di Sumatera Utara Triwulan III 2016 Tw III 2015 Tw III 2016 Rp9.702M (46,3%) Rp10.425M (56,2%) Realisasi belanja APBN pada triwulan III 2016 sebesar 56,2% 11, lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2015 yang hanya sebesar 46,3% dari pagunya (Tabel 2.3). Berdasarkan jenisnya, belanja pegawai yang merupakan belanja rutin mencatat realisasi terbesar yaitu 77,4% 12 dari pagunya. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, peningkatan realisasi terjadi pada belanja pegawai, belanja modal dan belanja barang. Hal tersebut sejalan dengan pencairan Tunjangan Hari Raya (THR), gaji ke 13, dan intensifnya pembangunan infrastruktur di Sumatera Utara (antara lain pembangunan kelistrikan bandara, pembangunan jalan tol, dan pembangunan pelabuhan). Belanja modal berupa pembangunan jalan, irigasi dan jaringan yang merupakan bagian terbesar dari belanja modal (pangsa 77%), mencatat realisasi tertinggi sebesar 36,8% dari pagunya. Realisasi ini lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2015 yang tercatat sebesar 29,1%. Hal ini tercermin dari realisasi pembangunan Jalan Tol Mebidangro, Trans Sumatera dan pengembangan Pelabuhan Belawan dan Pelabuhan Kuala Tanjung yang terus dikebut pembangunannya. Meningkatnya kinerja realisasi belanja modal tercermin dari tingginya pertumbuhan investasi (PMTB) pada struktur PDRB Sumatera Utara. Investasi Sumatera Utara pada triwulan III 2016 tumbuh 4,4% (yoy), lebih tinggi dari triwulan yang sama tahun sebelumnya (3,2%, yoy). Berdasarkan fungsinya, realisasi belanja APBN terbesar dicapai oleh fungsi ketertiban dan keamanan (73,7% dari pagunya) dan fungsi pertahanan (72,6% dari pagunya), yang merupakan pengeluaran rutin untuk menjaga keamanan dan ketertiban di masyarakat. Namun secara nominal realisasi terbesar terjadi pada sektor ekonomi senilai Rp2.508 miliar (39,7% dari pagunya). Bentuk penyaluran belanja fungsi ekonomi antara lain berupa pembangunan jalan, irigasi, dan jaringan untuk mendukung program peningkatan kualitas pengkarantinaan pertanian dan pengawasan keamanan hayati, diversifikasi, dan ketahanan pangan masyarakat. Dibandingkan pola historisnya, belanja untuk fungsi pendidikan di triwulan III 2016 ini mengalami peningkatan realisasi yang signifikan, yaitu mencapai 63,6%. Realisasi tersebut lebih besar dibandingkan triwulan III 2015 (realisasi 51,7%). Bentuk penyaluran belanja fungsi pendidikan antara lain penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah dan penyelenggaraan Ujian Nasional SD, SLTP dan SLTA. Analisis yang digunakan adalah persentase realisasi anggaran terhadap total anggaran belanja APBN Analisis per jenis belanja maupun fungsi menggunakan persentase realisasi dari anggaran masing-masing per jenis belanja maupun fungsi, bukan dari total belanja APBN 36

Tabel 2.7 Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara 2015 2016 Uraian Pagu Realisasi Tw III Pagu Realisasi Tw III (Miliar Rp) (Miliar Rp) % Pagu (Miliar Rp) (Miliar Rp) % Pagu BERDASARKAN JENIS BELANJA Belanja Pegawai 7.113 5.056 71,1% 6.985 5.408 77,4% Belanja Barang 5.894 2.344 39,8% 5.853 3.008 51,4% Belanja Modal 7.173 1.972 27,5% 5.661 1.993 35,2% Belanja Bantuan Sosial 774 330 42,7% 64 16 24,5% BERDASARKAN FUNGSI Agama 260 123 47,3% 358 215 60,1% Ekonomi 7.760 2.457 31,7% 6.312 2.508 39,7% Kesehatan 850 382 44,9% 1.226 584 47,6% Ketertiban dan Keamanan 1.469 915 62,3% 2.911 2.144 73,7% Lingkungan Hidup 373 122 32,8% 343 158 46,2% Pariwisata dan Budaya 50 15 29,9% 4 2 56,8% Pelayanan Umum 3.650 1.999 54,8% 1.059 692 65,3% Pendidikan 3.944 2.040 51,7% 3.585 2.281 63,6% Perlindungan Sosial 73 26 36,5% 47 17 36,3% Pertahanan 2.029 1.412 69,6% 2.103 1.526 72,6% Perumahan dan Fasilitas Umum 496 211 42,5% 616 297 48,3% TOTAL 20.953 9.702 46,3% 18.563 10.425 56,2% Sumber : Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Grafik 2.10 Persentase Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara Berdasarkan Jenis Belanja Per Triwulan 19% 18% 20% 39% 40% 53% 67% 71% 77% 95% 100% 7% 4% 9% 28% 19% 32% 50% 40% 51% 89% 86% 6% 0% 5% 19% 6% 22% 38% 27% 35% 79% 85% Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara, diolah 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Grafik 2.11 Persentase Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara, diolah 1% 4% 2% 24% 5% 14% 44% 43% 25% 95% 93% 2014 2015 2016 10% 8% 12% 30% 22% 36% 53% 46% 56% 90% 91% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bansos Total Belanja I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Agama Ekonomi Kesehatan Ketertiban dan Keamanan Lingkungan Hidup 2014 2015 2016 Pariwisata dan Budaya Pelayanan Umum Pendidikan Perlindungan Sosial Pertahanan Perumahan dan Fasilitas Umum 37

38

BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Perlambatan perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 turut disertai dengan melambungnya tekanan inflasi melebihi sasaran yang telah ditetapkan. Inflasi Sumatera Utara pada triwulan III 2016 tercatat 6,0% (yoy), meningkat dibandingkan dengan realisasi triwulan sebelumnya yang sebesar 4,3% (yoy). Lebih lanjut, realisasi inflasi ini berada jauh di atas inflasi nasional yang hanya mencapai 3,1% (yoy), maupun inflasi kawasan Sumatera yang mencapai 4,3% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor non fundamental, yaitu kenaikan tekanan inflasi Volatile Foods seiring dengan adanya gangguan produksi domestik yang menghambat pasokan pangan di pasaran. Sementara itu, kenaikan tekanan inflasi inti masih berada dalam level yang terjaga. Memasuki triwulan IV 2016, tekanan inflasi Sumatera Utara tak kunjung mereda. Kondisi cuaca pada bulan Oktober belum cukup kondusif bagi kt v t t b hk h k b b t k -nya Gunung Sinabung. Dengan demikian, faktor risiko inflasi hingga akhir tahun 2016 diperkirakan masih tinggi. Mencermati tingginya risiko inflasi tersebut, TPID se-provinsi Sumatera Utara terus meningkatkan komitmennya untuk mendukung capaian inflasi yang rendah dan stabil. Dengan demikian, tekanan inflasi diperkirakan masih terkendali meski berpotensi tinggi melebihi sasaran yang telah ditetapkan, yaitu 4±1%. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 39

3.1 Kondisi Umum Perlambatan perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III 2016 turut disertai dengan melambungnya tekanan inflasi. Inflasi Sumatera Utara pada triwulan III 2016 tercatat 6,0% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan lalu yang mencapai 4,3% (yoy). Lebih lanjut, realisasi inflasi ini berada jauh di atas inflasi nasional yang hanya mencapai 3,1% (yoy), maupun inflasi kawasan Sumatera yang mencapai 4,3% (yoy). Tw-II 2016 Tw-III 2016 4,3 6,0 Tw-II 2016 Tw-III 2016 3,5 3,1 Sumut Nasional Kota Sibolga juga menjadi kota dengan realisasi inflasi diatas sasaran yang ditetapkan disamping Kota Medan yang mencapai 6,1% (yoy). Disparitas realisasi inflasi antar kota yang lebar juga masih turut mewarnai realisasi inflasi pada triwulan ini. Di sisi lain, inflasi di Kota Padangsidempuan dan Kota Pematangsiantar relatif lebih rendah yang masing-masing mencapai 4,8% (yoy) dan 5,3% (yoy). %, YoY 7.0 Sumut Nasional (% yoy) 12 10 8 6 4 2 0 3.9 5.5 Nasional Sumut 2.9 3.9 5.8 6.6 9.4 10.2 7.7 6.2 4.0 4.5 4.3 4.3 5.9 5.9 8.4 8.4 7.3 6.7 4.5 8.4 6.4 7.3 6.8 3.4 4.5 3.5 3.1 3.3 Sumber: BPS, diolah Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional Pada triwulan III 2016, peningkatan tekanan inflasi terutama didorong oleh faktor nonfundamental, khususnya kelompok Volatile Foods. Minimnya pasokan pangan di pasaran akibat penurunan produksi domestik komoditas pangan terutama cabai merah mendorong lonjakan inflasi pada triwulan III 2016. Adanya penyesuaian tarif beberapa komoditas yang harganya diatur oleh pemerintah juga turut berkontribusi meningkatkan tekanan inflasi dari kelompok Administered Prices. Sementara itu, tekanan kelompok inflasi inti pada triwulan III 2016 relatif stabil dengan indikasi adanya kenaikan permintaan masyarakat. Peningkatan tekanan inflasi pada triwulan III 2016 terjadi pada seluruh kota Survei Biaya Hidup (SBH) di Provinsi Sumatera Utara, bahkan menjadi salah satu kota dengan realisasi inflasi tertinggi secara nasional. Laju peningkatan inflasi tertinggi terjadi di Kota Sibolga, yang meningkat tajam dari 2,8% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 7,5% (yoy) pada triwulan III 2016. 4.4 8.2 6.1 7.8 6.6 3.2 7.2 4.3 7.4 6.0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt 2012 2013 2014 2015 2016 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 6.0 5.1 4.6 4.4 4.3 3.9 3.7 3.3 3.0 2.5 Sumut Sumbar Bengkulu Sumsel Babel Sumber: BPS, diolah Grafik 3.2 Inflasi Triwulan II 2016 di seluruh Provinsi se- Sumatera Dalam kurun waktu 3 bulan, Sumatera Utara kembali menduduki posisi inflasi tahunan tertinggi se-kawasan Sumatera. Realisasi inflasi Sumatera Utara yang mencapai 6,0% (yoy) ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi inflasi Provinsi Lampung yang hanya macapai 2,5% (yoy), atau bahkan Provinsi Riau dan Aceh yang berbatasan langsung dengan Sumatera Utara. INFLASI BULANAN (% mtm) JULI 2016 AGUSTUS 2016 SEPTEMBER 2016 0,2% 0,7% 1,2% Dengan mencermati dinamika inflasi bulanan, stabilitas inflasi Sumatera Utara masih perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut. Pada bulan Juli 2016, realisasi inflasi Sumatera Utara hanya mencapai 0,2% (mtm) ditengah berlangsungnya semarak hari raya Idul Fitri. Lebih lanjut, realisasi inflasi ini merupakan realisasi inflasi bulan Juli terendah dalam 14 tahun terakhir. Jambi Aceh Riau Kepri Lampung 3.1 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 40

Rendahnya realisasi inflasi pada bulan Juli 2016 tidak lepas dari intensifnya program kerja TPID Provinsi Sumatera Utara dalam mengendalikan inflasi yang biasanya cukup tinggi pada perayaan HBKN. Perilaku konsumsi masyarakat yang cenderung meningkatkan persediaan sebelum periode lebaran mendorong menurunnya tekanan inflasi pada bulan Juli 2016. Penurunan tekanan inflasi terutama disebabkan oleh komoditas cabai merah yang mengalami penurunan yang cukup signifikan sehingga menyumbang deflasi sebesar -0,2% (mtm). Operasi pasar yang dilakukan oleh TPID diperkirakan dapat menahan tekanan meroketnya harga kebutuhan pokok masyarakat pada periode HBKN selama bulan Juli 2016. Sementara itu, kerjasama dengan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah dalam memenuhi pasokan bawang merah selama periode Ramadhan-Idul Fitri juga ditengarai dapat menurunkan harga bawang merah. Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan II 2016 di Sumatera Utara Jul-16 No. Komoditas (%, yoy) Kontribusi Kontribusi No. Komoditas (%, yoy) (%, yoy) (%, yoy) 1 Angkutan Udara 27.61 0.21 1 Cabai Merah -15.51-0.31 2 Kontrak Rumah 6.50 0.32 2 Kacang Panjang -22.02-0.04 3 Gula Pasir 31.28 0.28 3 Dencis -19.19-0.18 Agu-16 No. Komoditas (%, yoy) Kontribusi Kontribusi No. Komoditas (%, yoy) (%, yoy) (%, yoy) 1 Cabai Merah 7.75 0.06 1 Angkutan Udara -17.12-0.17 2 Sekolah Menengah P 19.59 0.18 2 Bawang Merah 20.92 0.14 3 Dencis -10.34-0.10 3 Gula Pasir 26.88 0.24 Sep-16 No. Komoditas (%, yoy) Kontribusi Kontribusi No. Komoditas (%, yoy) (%, yoy) (%, yoy) 1 Cabai Merah 147.78 1.52 1 Daging Ayam Ras -3.39-0.03 2 Nasi dengan Lauk 14.48 0.21 2 Gula Pasir 21.09 0.19 3 Dencis -3.36-0.03 3 Sawi Hijau 19.16 0.02 Sumber: BPS, diolah Meskipun demikian, rendahnya tekanan inflasi ini tidak berlangsung lama. Tekanan inflasi kemudian merangkak naik yang pada bulan Agustus tercatat 0,7% (mtm) dan September yang tercatat 1,2% (mtm). Pasca lebaran, inflasi pada bulan Agustus 2016 tersebut terkait dengan terbatasnya pasokan pangan di pasaran akibat gangguan produksi yang terus berlanjut terutama pada komoditas cabai merah. Kendala cuaca yang kurang memadai seperti curah hujan yang tinggi dan belum stabilnya erupsi Gunung Sinabung menyebabkan menurunnya aktivitas panen dan melaut. Hal tersebut terlihat dari dinamika harga pangan yang melonjak tajam memasuki minggu ketiga bulan Agustus 2016. Hal ini juga didorong oleh peningkatan tekanan inflasi terkait dengan daya beli masyarakat yang mulai membaik serta adanya pelaksanaan tahun ajaran baru. Gangguan produksi tanaman pangan dan hortikultura yang belum dapat diatasi pada bulan Agustus juga turut memberikan dampak pada kembali meroketnya tekanan inflasi pada bulan September 2016. Peningkatan tekanan inflasi terutama didorong oleh kenaikan tekanan inflasi Cabai Merah seiring dengan dampak erupsi Gunung Sinabung yang masih terasa dan diiringi oleh ekstensifnya dampak Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) akibat curah hujan yang terus meningkat sepanjang bulan September. Dari bulan Januari hingga September 2016 tercatat ±1.300 Ha lahan cabai merah di Sumatera Utara terkena virus kuning dan virus keriting yang menyebabkan anjloknya pasokan di pasaran. Kinerja produksi cabai merah triwulan III 2016 terpuruk hingga -42,2% (yoy) yang merupakan titik terendahnya sepanjang tahun 2016. Memasuki triwulan IV 2016, tekanan inflasi Sumatera Utara tak kunjung mereda. Kondisi cuaca pada bulan Oktober belum cukup kondusif bagi aktivitas pertanian, bahkan masih diwarnai k b b t k G b. Inflasi pada bulan Oktober tercatat sebesar 1,04% (mtm). Tekanan inflasi dari faktor yang bersifat non-fundamental terutama dari kelompok volatile food masih mewarnai inflasi, terutama dari komoditas hortikultura dan sayursayuran. Kondisi pasokan masih tertekan seiring dengan bergesernya musim panen raya ke dua yang biasanya mulai terjadi pada Agustus- September. Hal tersebut disebabkan oleh kekeringan diatas normal memasuki musim tanam kedua yang biasanya terjadi pada April 2016 lalu. Kondisi tersebut belum dapat PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 41

diantisipasi dengan kapasitas irigasi yang memadai sehingga menekan produksi tanaman pangan. Tekanan inflasi juga bersumber dari komoditas daging ayam ras. Adanya kenaikan harga day old chick (DOC) pada Agustus lalu mendorong adanya kenaikan harga daging ayam ras. Selain itu, adanya penyesuaian tarif listrik dan cukai rokok 13 juga kontributif dalam peningkatan tekanan inflasi pada September 2016. Faktor risiko inflasi hingga akhir tahun 2016 diperkirakan masih tinggi, terutama dari pasokan pangan dan penyesuaian harga beberapa komoditas yang diatur oleh pemerintah. Adanya risiko kembali meningkatnya permintaan masyarakat akibat kembali membaiknya daya beli seiring dengan perbaikan harga serta panen raya komoditas perkebunan juga turut meningkatkan risiko tekanan inflasi pada periode mendatang. Mencermati tingginya risiko inflasi tersebut, TPID se-provinsi Sumatera Utara terus meningkatkan komitmennya untuk mendukung capaian inflasi yang rendah dan stabil. Koordinasi terus ditingkatkan baik di level pusat maupun daerah yang disertai dengan gencarnya realisasi program-program pengendalian inflasi sesuai dengan roadmap yang telah disusun. Dengan demikian, stabilitas inflasi diharapkan dapat tetap terjaga meski inflasi sampai dengan akhir tahun berpotensi diatas sasaran inflasi nasional sebesar 4±1%. Dapat ditambahkan bahwa inflasi kumulatif Sumatera Utara sampai dengan Oktober 2016 mencapai 5,3% (ytd). %, YoY 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 5.3 4.8 4.5 3.7 3.5 2.6 2.4 2.4 2.4 1.7 Sumber: BPS, diolah Grafik 3.3 Inflasi Kumulatif Juli 2016 di seluruh Provinsi se- Sumatera 3.2 Perkembangan Inflasi Non Fundamental Peningkatan tekanan inflasi Sumatera Utara pada triwulan III 2016 lebih banyak diwarnai oleh dinamika faktor inflasi yang bersifat non fundamental. Tekanan inflasi berasal dari faktor non fundamental--yang bersifat sementara-- menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama inflasi Volatile Food. Inflasi Administered Prices juga meningkat meski masih berada pada level yang rendah. % (yoy) 20 15 10 5 0-5 Sumut Bengkulu Babel Sumbar Jambi Sumut Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok) Grafik 3.4 Disagregasi Inflasi Sumut Aceh Riau Sumsel Nasional 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kepri 2.1 2013 2014 2015 2016 Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok) INFLASI year on year (%, YoY) Inflasi IHK Core Volatile Foods Administered Prices Lampung - - Seiring dengan penyesuaian beberapa komoditas yang diatur oleh pemerintah, tekanan inflasi Administered Prices meningkat dari 1,3% (yoy) menjadi 1,6% (yoy). PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 42

Peningkatan tekanan inflasi terutama didorong oleh penyesuaian tarif listrik dan cukai rokok. Sepanjang triwulan III 2016, pemerintah kembali melakukan penyesuaian tarif listrik secara berkala untuk beberapa golongan rumah tangga dan industri, baik untuk pelanggan pra bayar maupun pasca bayar. Penyesuaian tarif listrik terjadi menyusul dengan tren pergerakan harga minyak dunia yang mulai pulih meski berjalan lambat. Dengan demikian, inflasi komoditas tarif listrik secara tahunan mengalami peningkatan dari -2,8% menjadi -0,1%. Peningkatan tekanan inflasi Administered Prices juga didukung dengan adanya penyesuaian tarif cukai rokok. Memasuki akhir tahun 2016, pemerintah mengeluarkan kebijakan penyesuaian tarif cukai melalui Peraturan Menteri Keuangan No.147/PMK.010/2016. Dengan demikian, hampir seluruh komoditas rokok mengalami peningkatan tekanan inflasi. Rokok kretek mengalami peningkatan tekanan inflasi tertinggi dengan realisasi sebesar 23,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan lalu yang mencapai 19,7% (yoy). Disusul oleh rokok putih yang meningkat dari 20,6% (yoy) menjadi 24,4% (yoy) dan rokok kretek filter yang meningkat dari 18,1% (yoy) menjadi 20,3% (yoy). Memasuki triwulan IV 2016, tekanan kelompok inflasi Administered Prices pada bulan Oktober 2016 kembali meningkat dari 1,6% (yoy) menjadi 2,2% (yoy). Kembali meningkatnya tekanan inflasi Administered Prices tidak terlepas dari dampak lanjutan kenaikan tarif cukai rokok dan kembali disesuaikannya tarif listrik oleh pemerintah. Meskipun demikian, tingginya dampak kenaikan cukai rokok dan tarif listrik masih mampu diimbangi oleh penurunan tarif angkutan udara pasca perayaan HBKN pada Juli dan September. Dengan mencermati rendahnya gejolak harga komoditas pada kelompok disagregasi, tekanan inflasi kelompok Administered Prices pada triwulan IV 2016 diyakini akan mereda. Kembali rendahnya risiko kenaikan harga minyak dunia menyebabkan potensi kenaikan tekanan inflasi pada kelompok ini relatif minimal. Meskipun demikian, masih terdapat stimulan inflasi pada triwulan IV dari kelompok ini, seperti tarif listrik yang kembali disesuaikan pada bulan Oktober 2016. - - INFLASI year on year (%, YoY) Terbatasnya pasokan pangan di pasaran mendorong kembali meroketnya tekanan inflasi Volatile Foods Sumatera Utara. Pada bulan Oktober 2016, tekanan inflasi kelompok Volatile Foods kembali melonjak tajam dari 5,6% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 11,2% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi kelompok Volatile Foods pada triwulan III didominasi oleh komoditas cabai merah yang kembali melonjak tajam setelah sempat mereda pada triwulan sebelumnya. Turunnya produksi cabai merah Sumatera Utara hingga titik terendahnya pada tahun 2016 menyebabkan tak terelakkannya kenaikan harga cabai merah yang cukup ekstrim. %, yoy 20.0 18.0 17.2 16.0 14.8 14.0 13.6 11.4 12.8 13.4 13.7 12.0 11.2 10.0 10.3 9.810.1 8.0 7.8 7.5 8.1 6.0 3.9 3.4 5.0 5.6 4.0 3.8 4.0 4.64.5 5.1 3.8 2.0 0.9 1.4 1.7 0.0-0.8-2.0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 10 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok) Grafik 3.5 Dinamika Inflasi Volatile Foods Sumut Terpuruknya kinerja produksi cabai merah didorong oleh tidak kondusifnya kondisi cuaca dalam mendukung produksi yang disertai dengan bencana erupsi Gunung Sinabung yang berkepanjangan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pasokan cabai merah yang semakin PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 43

48 104 66 42 34 18 17 13 35 26 22 31 50 24 22 30 28 16 31 17 29 24 20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016 menurun dipengaruhi oleh serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Ekstrimnya, gangguan OPT cabai merah di Sumut menjalar hingga seluas ±1.300 ha dalam kurun waktu 9 bulan dalam bentuk virus kuning dan virus keriting. Hal tersebut diperparah dengan tingginya curah hujan di Sumatera Utara. Pasokan cabai merah kian tertekan dengan normalisasi dampak Gunung Sinabung yang berjalan sangat lambat. Memasuki pertengahan semester II 2016, Gunung Sinabung yang notabene merupakan sentra produksi tanaman hortikultura dan sayur-mayur kembali mengalami erupsi. Dengan demikian, produktivitas tanaman kembali menurun dan mengganggu pasokan pangan di pasaran. Gangguan cuaca juga turut mengganggu pasokan ikan segar di pasaran. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya gelombang di lautan yang menyebabkan nelayan enggan melaut. Kondisi tersebut menyebabkan tekanan inflasi ikan segar juga turut meningkat. Seiring dengan kondisi pasokan pangan yang belum membaik, inflasi kelompok Volatile Foods kembali melonjak pada bulan Oktober 2016, dari 11,2% (yoy) menjadi 17,2% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi ini masih didominasi oleh kenaikan harga cabai merah. Tekanan inflasi kelompok ini semakin bertambah dengan mulai terasanya dampak kenaikan harga days old chick (DOC) pada Agustus lalu terhadap perkembangan harga daging ayam ras di Sumatera Utara. juta ton 120 100 80 60 40 20 - Volume Growth 0.6% Sumber: BULOG Divisi Regional Sumatera Utara, diolah Grafik 3.6 Stok Beras BULOG 49.4% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2011 2012 2013 2014 2015 2016 yoy 200.0% 150.0% 100.0% 50.0% 0.0% -35.0% -50.0% -100.0% Pasokan cabai merah yang masih terbatas hingga akhir tahun menyebabkan risiko kenaikan tekanan inflasi yang masih tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut, TPID se-sumatera Utara terus meningkatkan koordinasi untuk menghadapi risiko kenaikan tekanan inflasi. Kesiapan TPID Provinsi Sumatera Utara dalam menangkal tingginya inflasi pada akhir tahun tercermin dari stok beras BULOG yang diperkirakan mencukupi hingga akhir tahun 2016. Dengan kondisi tersebut, tekanan inflasi Volatile Foods pada periode mendatang diperkirakan membaik. Adanya susulan panen raya kedua yang bergeser akibat pergeseran pola tanam imbas anomali cuaca pada beberapa periode lalu juga meningkatkan keyakinan akan kembali meredanya tekanan inflasi kelompok ini pada periode mendatang. 3.3 Perkembangan Inflasi Fundamental - - INFLASI year on year (%, YoY) Daya beli masyarakat yang membaik terkait dengan perbaikan harga komoditas perkebunan mendorong peningkatan tekanan inflasi inti pada level yang masih terjaga. Harga CPO mencatatkan harga terbaiknya dalam setahun terakhir pada bulan Agustus hingga September 2016 lalu. Meskipun demikian, hal ini tidak cukup kuat untuk mendorong peningkatan tekanan inflasi inti seiring dengan ekspektasi inflasi yang terkelola dengan cukup baik. Peningkatan tekanan inflasi yang terjadi pada level pedagang tidak diiringi dengan peningkatan tekanan inflasi pada level konsumen. Penguatan nilai tukar rupiah yang PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 44

195.0 199.9 204.1 205.3 205.9 206.5 211.4 212.2 213.9 216.0 217.2 224.2 229.3 232.1 232.1 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016 terus berlanjut menekan berkembangnya ekspektasi peningkatan inflasi di masyarakat. 210.0 190.0 170.0 150.0 130.0 110.0 90.0 SK (Perub Hrg 3 bln yad) SPE (Perub Hrg 3 bln yad) III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2014 2015 2016 Grafik 3.7 Ekspektasi Inflasi SK (Perub Hrg 6 bln yad) SPE (Perub Hrg 6 bln yad) Komoditas yang berkontribusi dalam stabilnya tekanan inflasi inti pada periode laporan adalah gula pasir. Berakhirnya periode puncak permintaan gula pasir akibat bulan Ramadhan-- yang umumnya diramaikan dengan makanan khas sarat gula--menyebabkan menurunnya tekanan inflasi pada triwulan III 2016. Selain itu, pasokan gula pasir yang membaik seiring dengan kondusifnya aktivitas panen dan giling gula pasir di beberapa sentra produksi menyebabkan normalisasi harga gula pasir yang berjalan cepat. 240.0 230.0 220.0 210.0 200.0 190.0 180.0 170.0 13.3% 16.3% 16.0% 11.4% 5.6% SHPR Growth 3.3% 3.6% 3.4% 3.9% 4.6% 2.8% 5.7% 7.2% Grafik 3.8 Survei Harga Properti Residensial Sementara itu, peningkatan harga emas turut mengerek kenaikan harga emas perhiasan meski penguatan nilai tukar rupiah terus berlanjut. Komoditas yang pada triwulan lalu menjadi pendorong utama seperti komoditas sewa rumah dan kontrak rumah juga masih kontributif dalam meningkatkan tekanan inflasi inti. Kenaikan tarif sewa tersebut menunjukkan penyesuaian tarif terkait dengan ekspektasi inflasi ditengah penurunan harga properti sebagaimana pada triwulan III 2016 sebagaimana tercermin dari hasil Survei Properti 7.4% I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2013 2014 2015 2016 18.0% 16.0% 14.0% 12.0% 10.0% 8.0% 6.8% 6.0% 4.0% 2.0% 0.0% Residensial. Adanya semarak perayaan hari raya idul fitri juga turut mendorong tekanan inflasi dari kelompok komoditas sandang. USD/Rp 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000-3.9% 2,000-8,904 8,590 8,610 9,000 9,100 9,306 9,508 9,624 9,694 9,789 10,664 11,689 11,847 11,618 11,762 12,247 12,799 13,134 13,639 13,578 13,533 13,318 13,134-5.8% RptoUS Growth 22.2% 21.5% 20.0% 18.7% 16.0% 15.0% 10.4% 12.2% 13.0% 10.3% 10.9% 10.0% 8.3% 8.0% 6.9% 5.2% 2.2% 4.8% 5.0% 6.5% 3.0% 0.9% -2.4% 0.0% -3.3% -4.3% -5.0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Grafik 3.9 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika %, yoy 25.0% -10.0% Memasuki awal triwulan IV 2016 tekanan inflasi inti Sumatera Utara justru menurun dari 5,8% (yoy) menjadi 5,3% (yoy). Penguatan nilai tukar yang terus berlanjut ditengah ekspektasi inflasi yang semakin terkelola dengan baik mendukung penurunan tekanan inflasi ini. Kembali menurunnya harga komoditas perkebunan baik di pasar lokal dan global juga turut membayangi daya beli masyarakat. Hasil survei konsumen yang menunjukkan kembali menurunnya ekspektasi inflasi yang menurun juga mengindikasikan demand pull inflation yang masih relatif lemah. Penurunan tekanan inflasi inti pada bulan Oktober 2016 didorong oleh koreksi harga emas perhiasan dan gula pasir. Menurunnya permintaan masyarakat pasca berakhirnya periode HBKN ditengah cukup baiknya pasokan menyebabkan terjadinya normalisasi harga gula pasir dipasaran. Sementara itu, memasuki bulan Oktober 2016, harga emas di pasar global kembali menurun yang diiringi dengan penguatan nilai tukar yang terus berlanjut. Sehingga, harga emas perhiasan di pasar domestik juga turut menurun. Dengan mencermati dinamika inflasi tersebut, tekanan inflasi inti pada periode mendatang diperkirakan terkendali. Beberapa indikator pendukung juga mengindikasikan risiko tekanan PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 45

inflasi yang minimal. Kembali melemahnya nilai tukar, harga komoditas perkebunan yang kembali merosot serta kenaikan ekspektasi inflasi di tingkat pedagang yang tidak disertai dengan kenaikan ekspektasi inflasi di level konsumen semakin mengkonfirmasi akan terkendalinya realisasi inflasi inti pada triwulan IV 2016. 3.4 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Dinamika inflasi Sumatera Utara dipengaruhi oleh kelompok bahan makanan, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, serta kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan. Keempat kelompok tersebut memiliki bobot 83% terhadap pembentukan inflasi di Sumatera Utara. 6.12 4.04 6.84 18.26 Bahan Makanan 24.17 Makanan Jadi, Minuman, Rokok&Tembakau Perumahan, Air, listrik, Gas & BB Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 24.34 16.23 Grafik 3.10 Porsi Kelompok Komoditas dalam Penghitungan Indeks Harga Konsumen di Sumatera Utara Peningkatan tekanan inflasi pada triwulan III 2016 didorong oleh peningkatan tekanan inflasi komoditas pada kelompok Bahan Makanan, kelompok Makanan Jadi, kelompok Minuman, Rokok dan Tembakau serta kelompok Sandang. Sementara itu, kelompok komoditas lain relatif stabil bahkan turun. Kelompok komoditas dengan lonjakan inflasi tertinggi adalah kelompok Bahan Makanan yang mencapai 12,5% (yoy), meningkat cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan II 2016 yang hanya mencapai 5,4% (yoy). Tabel 3.2 Inflasi menurut Kelompok Barang dan Jasa Kelompok 2015 2016 IV I II III Arah Bahan Makanan 4.4 14.8 5.4 12.5 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 6.2 10.8 11.9 13.5 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar 4.0 3.0 1.6 1.9 Sandang 4.0 4.8 6.3 7.2 Kesehatan 6.0 4.9 4.7 4.5 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 5.9 6.0 6.5 4.5 Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan -2.8 1.8-1.1-2.0 Umum 3.3 7.2 4.3 6.0 Sumber: BPS, diolah 3.4.1 Kelompok Bahan Makanan Kelompok bahan makanan merupakan kelompok dengan peningkatan tekanan inflasi tertinggi pada triwulan III 2016, yaitu dari 5,4% (yoy) menjadi 12,5% (yoy). Lonjakan tekanan inflasi dari kelompok bahan makanan terutama didorong oleh subkelompok bumbu-bumbuan yang meningkat dari 8,8% (yoy) menjadi 83,5% (yoy). Lebih spesifik, peningkatan tekanan inflasi ini terutama didorong oleh kenaikan harga cabai merah. Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan Kelompok Sumber: BPS, diolah 2015 2016 IV I II III Arah Andil (yoy) BAHAN MAKANAN 4.2 14.8 5.4 12.5 2.9 Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 10.3 7.7 6.3 1.7 0.1 Daging dan Hasil-hasilnya 10.7 12.4 9.8-0.5 0.0 Ikan Segar 1.5 0.3-0.9 3.0 0.2 Ikan Diawetkan 4.3 2.5 0.6 0.7 0.0 Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 7.5 7.9 4.6 3.1 0.1 Sayur-sayuran 1.5 10.6 15.0 17.6 0.4 Kacang-kacangan 3.6 8.3 11.2 8.9 0.0 Buah-buahan 7.6 4.9 1.8-0.8 0.0 Bumbu-bumbuan -5.3 101.2 8.8 83.5 2.0 Lemak dan Minyak -2.3-2.3-1.5 5.0 0.1 Bahan Makanan Lainnya 4.3 6.5 9.5 9.9 0.0 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pasokan cabai merah pada triwulan III 2016 menurun tajam ditengah masih cukup baiknya permintaan masyarakat dalam menyemarakkan hari raya idul fitri. Subkelompok ikan segar juga turut berkontribusi dalam peningkatan tekanan inflasi dari -0,9% (yoy) menjadi 3,0% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok ini tidak lepas dari kondisi cuaca yang kurang kondusif terhadap aktivitas perlayaran sehingga pasokan ikan segar di pasaran menurun. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 46

Selanjutnya, subkelompok sayur-sayuran menjadi subkelompok dengan peningkatan tekanan inflasi ketiga tertinggi di Sumatera Utara, yaitu dari 15,0% (yoy) menjadi 17,6% (yoy). Dampak dari erupsi Gunung Sinabung juga turut mengancam ketersediaan pasokan sayur mayur yang banyak diproduksi di lereng Gunung Sinabung. Stabilisasi yang berjalan lambat ditengah relokasi lahan produksi yang belum rampung menyebabkan tidak terelakkannya penurunan produksi sehingga mendorong peningkatan tekanan inflasi pada triwulan III 2016. Menjelang akhir tahun 2016, tekanan inflasi cabai merah tak kunjung mereda. Pada bulan Oktober 2016, tekanan inflasi kelompok bahan makanan kembali meningkat dari 12,5% (yoy) menjadi 18,9% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi pada bulan Oktober kembali disebabkan oleh masih berlanjutnya kenaikan harga komoditas cabai merah seiring dengan masih belum membaiknya kondisi pasokan cabai merah di pasaran. Meskipun demikian, TPID baik di level Provinsi maupun Kab/Kota untuk memperbaiki ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi diperkirakan akan memberikan andil yang cukup besar dalam menurunnya inflasi kelompok bahan makanan. Dengan demikian, diharapkan tekanan inflasi bahan makanan pada triwulan IV 2016 dapat lebih terkendali. 3.4.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Tidak berbeda dengan kelompok bahan makanan, tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau juga turut meningkat dari 11,9% (yoy) menjadi 13,5% (yoy). Subkelompok dengan peningkatan tekanan inflasi tertinggi adalah subkelompok Tembakau dan Minuman Beralkohol yang meningkat dari 18,6% (yoy) menjadi 21,5% (yoy). Lonjakan yang tajam ini terutama disebabkan oleh adanya kebijakan pemerintah untuk meningkatkan tarif cukai rokok (lebih lanjut baca Perkembangan Inflasi Non Fundamental Administered Prices). Selain itu, subkelompok makanan jadi juga menunjukkan peningkatan tekanan inflasi, dari 7,9% (yoy) menjadi 9,4% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi subkelompok ini disebabkan oleh masih tingginya permintaan masyarakat terkait dengan pelaksanaan hari raya Idul Fitri yang diiringi dengan perbaikan harga komoditas perkebunan. Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Kelompok Sumber: BPS, diolah 2015 2016 IV I II III Arah Andil (yoy) MAKANAN JADI 6.4 10.7 11.9 13.5 2.1 Makanan Jadi 3.2 7.1 7.9 9.4 0.8 Minuman yang Tidak Beralkohol 8.9 8.8 12.8 12.1 0.3 Tembakau dan Minuman Beralkohol 10.8 18.7 18.6 21.5 1.0 Memasuki triwulan IV 2016, di Oktober tekanan inflasi masih stabil pada level yang tinggi di kisaran 13,5% (yoy). Masih terus berlanjutnya dampak lanjutan dari kenaikan tarif cukai rokok memberikan tekanan inflasi pada kelompok ini. 3.4.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Peningkatan tekanan inflasi juga terlihat pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar yang meningkat dari 1,6% (yoy) menjadi 1,9% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi pada kelompok ini terutama didorong oleh peningkatan tekanan inflasi subkelompok bahan bakar, penerangan dan air serta subkelompok perlengkapan rumah tangga. Tekanan inflasi subkelompok bahan bakar, penerangan dan air meningkat dari -3,7% (yoy) menjadi -2,1% (yoy) yang terutama didorong oleh adanya kebijakan pemerintah untuk kembali melakukan penyesuaian tarif listrik baik untuk golongan rumah tangga maupun industri pada triwulan III 2016. Penyesuaian tarif ini terjadi seiring dengan mulai kembali membaiknya harga minyak dunia. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 47

Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kelompok Sumber: BPS, diolah Sementara itu, peningkatan tekanan inflasi subkelompok perlengkapan rumah tangga pada umumnya terjadi pada komoditas barang elektronik ditengah penguatan nilai tukar terus berlanjut. Kembali disesuaikannya harga atas barang elektronik terkait dengan persiapan pelaku usaha menyusul penyesuaian Upah Minimum Provinsi (UMP) yang pada umumnya dilakukan pada akhir tahun. Pada bulan Oktober 2016, tekanan inflasi kelompok ini kembali meningkat menjadi 2,0% (yoy). Kembali disesuaikannya tarif listrik menyebabkan tekanan inflasi pada kelompok ini kembali meningkat. 3.4.4 Kelompok Sandang Antusiasme masyarakat dalam menyambut lebaran yang identik dengan pakaian baru dan segala upaya untuk mempercantik diri masih mendorong peningkatan tekanan inflasi sandang dari 6,3% (yoy) menjadi 7,2% (yoy). Inflasi kelompok ini utamanya didorong oleh peningkatan inflasi subkelompok sandang lakilaki, sandang anak dan subkelompok barang pribadi dan sandang lain. Sumber: BPS, diolah 2015 IV I II III PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BB 4.1 3.0 1.6 1.9 0.5 Biaya Tempat Tinggal 3.8 4.3 3.5 3.2 0.4 Bahan Bakar, Penerangan dan Air 5.2-0.6-3.7-2.1-0.1 Perlengkapan Rumah Tangga 3.5 6.3 8.4 8.7 0.1 Penyelenggaraan Rumah Tangga 3.7 3.9 2.3 2.4 0.1 Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Kelompok 2015 2016 2016 IV I II III Arah Arah Andil (yoy) Andil (yoy) SANDANG 4.0 4.8 6.3 7.2 0.4 Sandang Laki-Laki 3.9 2.7 2.4 4.3 0.1 Sandang Wanita 6.8 10.1 11.0 8.8 0.1 Sandang Anak-Anak 3.3 3.5 5.1 5.5 0.1 Barang Pribadi dan Sandang Lain 2.1 3.4 7.3 10.4 0.2 Komoditas dengan peningkatan tekanan inflasi tertinggi diantaranya adalah celana panjang lakilaki dan anak, kemeja laki-laki serta emas perhiasan. Tingginya kebutuhan masyarakat untuk berhias selama Lebaran yang disertai dengan masih tingginya animo masyarakat untuk menjadikan emas perhiasan sebagai instrumen investasi dan lonjakan harga emas internasional mendorong kenaikan tekanan inflasi emas perhiasan (lebih lanjut baca Perkembangan Inflasi Fundamental). Seiring dengan selesainya Lebaran dan tahun ajaran baru, tekanan inflasi kelompok sandang pada Oktober 2016 menurun dari 7,2% (yoy) menjadi 6,0% (yoy). Penurunan tekanan inflasi ini terjadi pada seluruh subkelompok sandang. 3.4.5 Kelompok Kesehatan Lain halnya dengan empat kelompok inflasi sebelumnya, kelompok kesehatan justru relatif stabil dari 4,7% (yoy) menjadi 4,5% (yoy). Harga obat-obatan dan jasa perawatan jasmani relatif stabil sementara jasa kesehatan cenderung meningkat. Peningkatan jasa kesehatan ini mampu diimbangi dengan penurunan tekanan inflasi pada subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika. Komoditas dengan peningkatan tekanan inflasi terbesar pada kelompok ini diantaranya adalah ongkos bidan, tarif dokter gigi dan minyak rambut. Sumber: BPS, diolah Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan Kelompok 2015 2016 IV I II III Arah Andil (yoy) KESEHATAN 6.1 4.9 4.7 4.5 0.2 Jasa Kesehatan 1.7 0.9 3.1 5.4 0.1 Obat-obatan 1.4 2.1 2.8 2.6 0.0 Jasa Perawatan Jasmani 8.8 2.4 6.0 6.2 0.0 Perawatan Jasmani dan Kosmetika 10.4 9.4 6.1 4.1 0.1 Pada bulan Oktober 2016, tekanan inflasi kelompok kesehatan masih relatif stabil yang mencapai 4,5% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi subkelompok obat-obatan yang terjadi pada bulan Oktober masih mampu diimbangi dengan penurunan tekanan inflasi subkelompok jasa kesehatan. Sementara itu, subkelompok jasa perawatan jasmani serta subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika masih relatif stabil. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 48

3.4.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Berlawanan dengan kelompok komoditas lainnya, tekanan inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga justru melandai. Secara tahunan, tekanan inflasi kelompok ini menurun dari 6,5% (yoy) menjadi 4,5% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi pada hampir seluruh subkelompok kecuali subkelompok olahraga. Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga Kelompok Sumber: BPS, diolah 2015 2016 IV I II III Arah Andil (yoy) PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 6.2 6.0 6.5 4.5 0.3 Pendidikan 9.3 9.2 10.1 7.0 0.3 Kursus-Kursus / Pelatihan 0.6 0.6 0.7 0.4 0.0 Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 3.9 4.3 4.2 1.6 0.0 Rekreasi 2.3 1.6 2.1 1.4 0.0 Olahraga 3.3 0.7 0.8 0.9 0.0 Komoditas yang mengalami penurunan tekanan inflasi terbesar pada kelompok ini diantaranya Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Penurunan tekanan inflasi ini terjadi seiring dengan siklus pendaftaran murid tahun ajaran baru yang terjadi pada pertengahan tahun. Penurunan tekanan inflasi kelompok ini terus berlanjut hingga bulan Oktober 2016. Tekanan inflasi kelompok ini pada awal triwulan IV 2016 tercatat menurun menjadi 4,2% (yoy). Dengan demikian, pada akhir tahun 2016 tekanan inflasi kelompok ini diperkirakan cukup rendah. 2.3.2 Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Penurunan tekanan inflasi kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan terus berlanjut hingga triwulan III 2016. Pada triwulan III, tekanan inflasi kelompok ini kembali tercatat deflasi -2,0% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan capaian triwulan lalu yang mencapai -1,1% (yoy). Penurunan tekanan inflasi ini terutama terjadi pada subkelompok transpor yang menurun dari -2,0% (yoy) menjadi -3,4% (yoy). Komoditas dengan penurunan tekanan inflasi terdalam pada kelompok ini adalah angkutan udara. Perilaku konsumen yang cenderung melakukan pembelian tiket mudik untuk menyemarakkan hari raya idul fitri jauh hari menyebabkan tekanan inflasi pada periode HBKN relatif mereda. Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Kelompok Sumber: BPS, diolah 2015 2016 IV I II III Pada bulan Oktober 2016, tekanan inflasi kelompok ini relatif stabil dikisaran -2,0%. Hampir seluruh subkelompok mencatatkan tekanan inflasi yang stabil pada awal triwulan IV 2016. Dengan demikian, pada akhir tahun 2016 diperkirakan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan tidak akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan tekanan inflasi umum yang signifikan. 3.5 Perbandingan Inflasi Antar Provinsi/Kota di Sumatera Arah Andil (yoy) TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN -2.8 1.8-1.1-2.0-0.4 Transpor -4.5 2.0-2.0-3.4-0.5 Komunikasi dan Pengiriman 0.1 0.1 0.1 0.6 0.0 Sarana dan Penunjang Transpor 7.9 3.5 3.8 4.1 0.1 Jasa Keuangan 0.0 1.5 1.6 1.6 0.0 Secara agregat, laju inflasi tahunan Pulau Sumatera pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 4,3% (yoy), di atas laju inflasi nasional sebesar 3,1% (yoy). Inflasi Sumatera pada triwulan III meningkat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (3,7%, yoy). Lima dari sepuluh provinsi di Kawasan Sumatera mencatatkan peningkatan tekanan inflasi pada triwulan III 2016. Provinsi Bangka Belitung yang mencatatkan inflasi tertinggi pada triwulan lalu justru tercatat mereda pada triwulan II 2016. Dengan demikian, pada triwulan III 2016 Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi dengan tekanan inflasi tertinggi di Sumatera. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 49

Sumber: BPS, diolah Gambar 3.1 Sebaran Inflasi Sumatera 3.6 Upaya Pengendalian Inflasi Menghadapi risiko peningkatan tekanan inflasi yang ada, TPID Provinsi Sumatera Utara telah melakukan berbagai hal untuk menjangkar inflasi 2016. Beberapa program yang telah disiapkan diantaranya adalah: a. Mengintensifkan aktivitas perdagangan antar wilayah, diantaranya melalui kerja sama dengan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah serta melakukan pembelian langsung ke beberapa sentra produksi lain untuk menjamin ketersediaan pasokan bahan pangan. b. Optimalisasi peran Toko Tani sebagai perpanjangan tangan TPID di level retail untuk mengatasi inflasi c. Relokasi lahan petani yang terpapar erupsi Gunung Sinabung serta langkah kuratif dalam mengatasi permasalahan lahan cabai yang terkena OPT. d. Pembenahan tata niaga yang terus disempurnakan untuk mengantisipasi praktik penimbunan serta pengembangan pasar lelang komoditas pertanian melalui pembentukan task force sesuai dengan instruksi Presiden. Gudang-gudang penyimpanan barang pokok terus dimonitor secara intensif serta dilakukan pencatatan harga pada level distributor untuk memonitor sumber kenaikan harga. e. Melakukan operasi pasar dan pasar murah untuk menjamin akses masyarakat dalam memperoleh bahan pangan yang berkualitas dan terjangkau. f. Meningkatkan arus informasi terkait cuaca seperti prakiraan curah dan sifat hujan, hari tanpa hujan, daerah rawan banjir dan peta ketersediaan air tanah untuk mendukung pertanian dan perikanan Sumatera Utara. Terkait dengan hal tersebut, TPID juga menyiapkan program antisipasi bencana terkait dengan situasi cuaca yang kurang menentu. g. Penjajakan pembentukan BUMD Pangan dalam mendukung kondisi pasokan yang prima dalam memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 50

BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Kinerja perbankan belum menjadi pendorong tren perbaikan ekonomi Sumatera Utara. Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi triwulan III 2016, kinerja perbankan Sumatera Utara juga menunjukkan perlambatan yang diindikasikan oleh indikator utama yaitu asset, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit. Namun demikian, stabilitas keuangan daerah di Provinsi Sumatera Utara masih terjaga. Hal ini tercermin dari kinerja korporasi dan rumah tangga yang masih meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, dengan risiko yang masih berada di bawah level indikatif. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 51

Tabel 4.1 Indikator Perbankan Provinsi Sumatera Utara Aset Triliun Rp 215,0 221,7 228,5 232,0 233,1 239,9 254,3 245,2 242,4 256,9 262,6 Pertumbuhan (yoy) % (yoy) 17,6% 16,9% 13,4% 8,4% 8,4% 8,2% 11,3% 5,7% 4,0% 7,1% 3,3% Dana Pihak Ketiga Triliun Rp 156,3 165,0 172,8 177,9 176,6 181,4 188,6 183,3 156,3 156,3 156,3 Pertumbuhan (yoy) % (yoy) 14,8% 19,7% 17,6% 15,1% 13,0% 9,9% 9,2% 3,1% 3,7% 7,5% 4,8% Kredit Triliun Rp 148,0 153,7 155,9 161,7 162,4 167,2 171,1 172,7 168,2 180,2 184,0 Pertumbuhan (yoy) % (yoy) 15,5% 13,7% 10,8% 9,0% 9,7% 8,8% 9,7% 6,8% 3,6% 7,8% 7,5% Kredit Non Lancar Triliun Rp 3,76 4,11 4,39 4,14 4,53 5,20 5,55 5,26 5,31 5,53 5,69 NPL (Gross) % 2,4% 2,6% 2,8% 2,5% 2,7% 3,0% 3,1% 3,0% 3,1% 3,1% 3,1% Loan to Deposit Ratio % 94,7% 93,1% 90,2% 90,9% 92,0% 92,2% 90,7% 94,2% 91,9% 92,4% 93,0% 4.1 Perkembangan Perbankan Sumatera Utara Kinerja perbankan belum menjadi pendorong tren perbaikan ekonomi Sumatera Utara. Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi triwulan III 2016, kinerja perbankan Sumatera Utara juga menunjukkan perlambatan yang diindikasikan oleh indikator utama yaitu asset, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit. Pada triwulan laporan, aset dan DPK mengalami perlambatan yang signifikan dibanding triwulan sebelumnya, sementara kredit masih tumbuh cukup baik. Aset perbankan tumbuh melambat dari 7,1% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 3,3% (yoy). Perlambatan ini sejalan dengan perlambatan DPK maupun kredit. DPK perbankan di Sumatera Utara mengalami perlambatan menjadi 3,2% (yoy) dari 6,2% (yoy) triwulan sebelumnya. Sama seperti aset, perlambatan DPK juga disebabkan oleh rendahnya pertumbuhan DPK perbankan konvensional (hanya tumbuh 2,4%, yoy). Namun demikian, DPK hingga triwulan III 2016 tumbuh 7,8% (ytd), lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan DPK tahun 2016 akan lebih baik dari tahun sebelumnya. Dilihat dari komponennya, perlambatan DPK terutama terjadi karena terkontraksinya giro yang diperkirakan terkait dengan realisasi pembiayaan proyek menjelang akhir tahun. Giro terkontraksi dari 0,6% (yoy) menjadi -2,7% (yoy). Sementara itu, tabungan dan deposito masih tumbuh melambat dibanding triwulan sebelumnya. Tabungan melambat dari 13,4% (yoy) menjadi 11,7% (yoy) dan deposito melambat dari 5,7% (yoy) menjadi 2,5% (yoy). Perlambatan DPK ini diperkirakan dipengaruhi oleh penurunan suku bunga. Milyar Rp DPK Konvensional (nominal) DPK Syariah (nominal) % (yoy) g DPK Konvensional g DPK Syariah 250.0 40.0 200.0 150.0 100.0 50.0 0.0 IV I II III IV I II III IV I II III 2014 2015 2016 Sumber : LBU Grafik 4.1 Perkembangan DPK di Sumatera Utara 4.2 Asesmen Intermediasi Perbankan Intermediasi perbankan mengalami perlambatan meski pertumbuhan kredit masih lebih tinggi dibanding pertumbuhan DPK. Selain itu, dilihat dari komponennya, kredit investasi justru meningkat dan tumbuh signifikan. Hal ini mengindikasikan masih adanya ekspektasi perbaikan ekonomi ke depan. Sejalan dengan perlambatan aset dan DPK, kredit perbankan di Sumatera Utara pada triwulan III 2016 juga melambat14. 35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 52

Pertumbuhan kredit perbankan Provinsi Sumatera Utara pada triwulan III 2016 melambat dari 7,8% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 7,5% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit khususnya dikontribusikan oleh kredit modal kerja yang melambat dari 2,2% (yoy) menjadi 0,5% (yoy). Kredit konsumsi relatif stabil, masih terkontraksi sebesar -4,3% (yoy). Sementara kredit investasi meningkat, dari 32,6% (yoy) menjadi 35,6% (yoy). Rp Triliun 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Outstanding Kredit (RHS) KMK KI KK Pertumbuhan Kredit (yoy) KMK I II III IV I II III IV I II III 2014 2015 2016 YoY 75% 65% 55% 45% 35% 25% 15% 5% -5% sebelumnya yang sejalan dengan perbaikan ekonomi. Di tengah perlambatan kredit, risiko kredit perbankan Sumatera Utara pada triwulan III 2016 masih terjaga. Hal ini tercermin dari Non Performing Loan (NPL) gross yang stabil sebesar 3,1%. Secara sektoral, risiko kredit yang perlu mendapat perhatian terutama berasal dari kategori Konstruksi dan kategori PBE. NPL kategori Industri Pengolahan juga menunjukkan peningkatan dan tercatat 2,8% di akhir triwulan dan masih di bawah level indikatif. Sementara itu, NPL kategori lainnya diluar kategori utama ekonomi Sumatera Utara yang meningkat cukup tinggi adalah untuk kategori administrasi pemerintahan. 4.3 Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grafik 4.2 Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan di Sumatera Utara Berdasarkan kategori, perlambatan kredit terjadi pada ketiga kategori utama ekonomi Sumatera Utara yaitu kategori pertanian, kategori industri pengolahan dan kategori perdagangan besar dan eceran (PBE). Sementara kredit konstruksi menunjukkan perbaikan seiring dengan optimisme pelaku usaha akan realisasi infrastruktur strategis pada periode mendatang. Hal ini juga sejalan dengan relaksasi ketentuan LTV khususnya yang terkait dengan kredit pemilikan rumah/properti. Kredit hingga triwulan III 2016 baru tumbuh sebesar 6,5% (ytd), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (5,8%). Hal ini menunjukkan pertumbuhan kredit tahun 2016 diperkirakan membaik dibanding tahun Sumber : LBU (Kredit berdasarkan lokasi proyek) Grafik 4.3 Perbandingan Kredit UMKM dengan PDRB Sumut Pada triwulan III 2016, pertumbuhan kredit UMKM di Provinsi Sumatera Utara relatif sangat rendah, melambat menjadi 0,6% (yoy) dengan tingkat risiko sedikit menurun (NPL 6,0%). Pangsa kredit UMKM mencapai 26,4% pada triwulan III tahun 2016 lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 27,0%. Kredit UMKM tumbuh 0,6% (yoy) melambat dari triwulan sebelumnya yang masih tumbuh sebesar 2,5% (yoy). Pelemahan terjadi hampir di keseluruhan lapangan usaha kecuali industri pengolahan yang tumbuh 2% (yoy) atau tumbuh STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 53

lebih baik setelah terkontraksi pada triwulan sebelumnya. Berdasarkan golongan kredit yang disalurkan, kredit menengah dan kredit kecil mengalami kontraksi yang cukup dalam masing-masing sebesar -6,2% (yoy) dan -1,5% (yoy). Sedangkan kredit mikro tumbuh cukup baik, sedikit melambat dari 18,7% (yoy) menjadi 18,2% (yoy). Sejalan dengan perlambatan kredit UMKM, risiko kredit UMKM menunjukkan penurunan dari triwulan sebelumnya, yaitu dari 6,2% pada triwulan II 2016 menjadi 6,0% pada triwulan laporan. Namun, NPL kredit UMKM tersebut masih di atas level indikatif (5%). Dari keseluruhan kategori kredit, kredit mikro dan menengah telah berada pada batas bawah rasio NPL sedangkan NPL kredit kecil yang di atas level indikatifnya (6,94%). Tabel 4.2 Pertumbuhan Kredit Sektoral di Provinsi Sumatera Utara (yoy) PROVINSI SUMATERA UTARA 2015 2016 Nominal Kredit Sept (RpT) Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III 2015 2016 Share Pertanian 17,5% 20,7% 24,2% 16,1% 4,0% 20,9% 18,8% 34,1 40,5 39,4% Pertambangan dan Penggalian 19,7% -4,6% -3,4% -5,8% 3,8% -30,3% -42,9% 0,4 0,3 0,2% Industri Pengolahan 2,1% 5,5% 15,7% 10,9% -21,5% -1,9% -8,2% 42,4 38,9 37,9% Pengadaan Listrik Air dan Gas -22,2% -22,5% -21,6% -8,9% 3,3% -14,9% -16,3% 0,9 0,7 0,7% Konstruksi 9,7% 10,8% 2,8% 3,4% -14,7% 9,4% 9,9% 6,2 6,8 6,6% Perdagangan Besar dan Eceran 9,1% 7,9% 16,2% 13,5% 2,6% 5,1% 4,7% 50,0 52,4 51,0% Penyedia Akomodasi 5,5% 2,1% 16,1% 24,8% -1,2% 6,1% 5,6% 2,3 2,4 2,3% Transportasi dan Pergudangan 4,0% -8,5% -5,2% -2,7% 9,8% 1,5% -2,8% 3,9 3,8 3,7% Jasa Keuangan 89,7% -16,6% -1,5% -1,1% -0,5% 1,7% 0,7% 1,6 1,6 1,5% Real Estate -36,7% -7,1% 0,6% 16,7% -7,2% 15,4% 0,9% 4,4 4,5 4,4% Administrasi Pemerintahan -32,7% -73,0% -67,6% -63,0% 17,1% -16,4% 1,0% 0,0 0,0 0,0% Jasa Pendidikan 15,7% 16,3% 18,6% 23,8% -46,0% 43,4% 35,8% 0,3 0,5 0,5% Jasa Kesehatan 45,6% 35,4% 25,2% 15,0% 15,7% 9,1% 11,5% 1,0 1,1 1,1% Jasa Kemasyarakatan -1,8% 2,4% -24,3% -61,5% 9,7% -4,1% -1,4% 2,0 2,0 2,0% Jasa Lainnya -11,4% -69,8% -43,2% -51,7% -11,7% -7,2% -30,5% 0,3 0,2 0,2% Tabel 4.3 Risiko Kredit per Sektor Ekonomi di Sumatera Utara NPL (%) 2015 2016 I II III IV I II III Pertanian 2,3 2,2 1,8 Pertambangan 2,7 1,8 1,4 Industri Pengolahan 2,2 2,5 2,8 Pengadaan Listrik Gas 0,3 0,1 0,5 Pengadaan Air 1,8 0,4 3,4 Konstruksi 10,2 9,1 8,1 PBE 4,4 4,0 4 Transportasi 1,6 1,5 2,8 Akomodasi dan Mamin 4,5 5,3 4,8 Informasi dan Komunikasi 4,5 5,3 1,5 Perantara Keuangan 1,7 1,5 0,9 Real Estate 4,8 2,4 2,8 Jasa Perusahaan 6,3 5,2 4,5 Adm Pemerintahan 4,3 6,6 18,3 Jasa Pendidikan 1,8 2,6 0,7 Jasa Kesehatan 2,5 4,1 4,4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 54

Tabel 4.4 Tabel Eksposur Kredit UMKM berdasarkan Lapangan Usaha UMKM Mikro Kecil Menengah Lapangan Usaha Growth Growth Growth Growth Pangsa Pangsa Pangsa Pangsa (yoy) (yoy) (yoy) (yoy) Pertanian 18,7% 0,6% 34,0% 10,1% 20,1% -12,4% 8,6% 6,4% Pertambangan dan Penggalian 0,1% 7,6% 0,1% -12,3% 0,2% 24,9% 0,1% 0,3% Industri Pengolahan 8,4% 2,0% 2,1% -12,6% 4,2% 5,8% 15,1% 2,6% Pengadaan Listrik Air dan Gas 0,2% 0,1% 0,1% -5,6% 0,1% -10,9% 0,2% 5,8% Konstruksi 6,0% -2,0% 1,8% 52,8% 3,4% -19,0% 10,4% -0,6% Perdagangan Besar dan Eceran 55,5% 2,8% 52,4% 26,2% 61,6% 3,5% 53,0% -7,6% Penyedia Akomodasi 2,7% -15,3% 1,2% 37,4% 1,6% -0,7% 4,4% -22,9% Jasa Dunia Usaha 3,3% -21,0% 1,2% -4,4% 3,7% 1,8% 4,3% -32,3% Jasa Sosial Masyarakat 5,0% 5,9% 7,0% 12,8% 5,1% -4,5% 3,8% 10,2% Lainnya 0,0% -20,0% 0,1% 0,0% 0,0% -3,6% 0,0% -62,6% Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Berdasarkan lapangan usaha, pangsa penyaluran kredit UMKM terbesar terdapat pada Perdagangan Besar dan Eceran (55%) dan Pertanian (18,7%). Kredit PBE paling besar terdapat pada kredit kecil sedangkan pertanian paling besar pada kredit mikro. Meskipun lebih rendah dari triwulan sebelumnya, kredit kecil untuk pertambangan masih mencatatkan pertumbuhan tertinggi berdasarkan lapangan usaha. Sedangkan Jasa Dunia Usaha menjadi lapangan usaha yang terkontraksi paling dalam. Sumber : LBU Grafik 4.4 Risiko Kredit UMKM 4.4 Stabilitas Sistem Keuangan Daerah 4.4.1 Asesmen Ketahanan Korporasi Kinerja Korporasi Di tengah perlambatan ekonomi pada triwulan III 2016, kinerja korporasi Sumatera Utara diindikasikan menunjukkan perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia yang mencatat peningkatan saldo bersih tertimbang (SBT) kegiatan usaha sebesar 16,1%, meningkat dibandingkan posisi akhir triwulan II 2016 sebesar 11,2%. Peningkatan SBT terlihat pada semua kategori usaha kecuali kategori Industri Pengolahan. Perbaikan tertinggi dicatat oleh kategori pertambangan dan sektor jasa lainnya. Namun demikian, peningkatan kegiatan dunia usaha belum diikuti oleh peningkatan kapasitas produksi. Kapasitas produksi sedikit turun dari 78% menjadi 77%. Hal ini diperkirakan terkait dengan kondisi permintaan yang belum meningkat secara fundamental. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 55

terutama terjadi pada kategori perkebunan dan kategori perdagangan, masing-masing dengan ROE 0,20 dan 0,15. Grafik 4.5 Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha Grafik 4.6 Kapasitas Produksi Perbaikan kinerja korporasi tersebut juga tercermin pada menurunnya Debt Service Ratio (DSR) dan Interest Coverage Ratio (ICR) yang relatif stabil. DSR turun dari 1,02 pada triwulan III tahun sebelumnya menjadi 1,00 yang mengindikasikan kemampuan membayar hutang korporasi Sumatera Utara membaik. Sementara itu, kemampuan perusahaan untuk membayar bunga hutang juga masih terjaga yang tercermin pada ICR yang stabil sebesar 4,9. Sumber : LBU Grafik 4.7 Debt Service Ratio dan Interest Coverage Ratio Korporasi Sumatera Utara Indikator Return on Equity (ROE) juga membaik sejalan dengan perbaikan kinerja korporasi. Berdasarkan lapangan usaha, perbaikan Sementara itu, indikator Current Ratio (CR) menunjukkan perkembangan yang bervariasi. Kategori Perkebunan, kategori Infrastruktur, dan kategori Perdagangan menunjukkan perbaikan yang signifikan khususnya di kategori Perkebunan. Sementara beberapa kategori lainnya menunjukkan penurunan terutama kategori pertambangan, yaitu dari 0,7 pada tahun sebelumnya menjadi 0,5. Sejalan dengan perbaikan kinerja korporasi, Debt Equity Ratio (DER) menunjukkan penurunan. Kenaikan DER hanya terjadi pada kategori Pertambangan, yaitu dari 5,01 pada tahun sebelumnya menjadi 6,10. Kondisi tersebut terkait dengan harga komoditas pertambangan yang anjlok. Tabel 4.5 Debt Service Ratio dan Interest Coverage Ratio Korporasi Sumatera utara Sumber : LBU (Kredit berdasarkan lokasi proyek) Penilaian Risiko Korporasi Hasil liaison Sumatera Utara juga menunjukkan kinerja korporasi yang tumbuh secara terbatas. Permintaan domestik melambat sedangkan permintaan ekspor tumbuh terbatas, diikuti penurunan kapasitas utilisasi perusahaan. Namun demikian, optimisme terhadap peningkatan konsumsi pada triwulan mendatang mendorong korporasi untuk melakukan investasi. Beban biaya khususnya biaya tenaga kerja turut meningkat seiring dengan dampak kenaikan UMK yang disikapi dengan menaikkan harga jual. Dengan kondisi tersebut, margin korporasi mengalami kenaikan, meski tidak signifikan. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 56

ekspor yang masih terbatas, permintaan domestik membaik khususnya CPO untuk bahan biodiesel. Hal tersebut tercermin dari Likert Scale Permintaan (hasil liaison Bank Indonesia kepada pelaku usaha). Grafik 4.8 Likert Scale Permintaan Permintaan Sumber : Bloomberg dan BAPPEBTI Grafik 4.11 Perkembangan harga komoditas dunia Grafik 4.9 Likert Scale Investasi dan Kapasitas Utilisasi Likert Scale -0.2-0.3 0.1 0.2-0.5 1.1 0.5 1.0 0.2 Grafik 4.10 Likert Scale Harga Jual dan Margin Sumber-sumber Kerentanan Korporasi 0.3-0.5 1.1 0.3 Salah satu sumber kerentanan sektor Korporasi Sumatera Utara adalah harga komoditas internasional. Hal ini dikarenakan ekonomi Sumatera Utara masih sangat bergantung pada ekspor komoditas utamanya, yaitu CPO selain karet dan kopi. Ketiga komoditas tersebut memiliki pangsa sekitar 40% ekspor Sumatera Utara. 0.4-0.3 Harga Jual 0.4-0.4-0.16-0.72-0.4 Margin per Output I II III IV I II III IV I II III IV I II III -1.2 2013 2014 2015 2016 0.1-0.4 0.0-0.6 0.21-0.48 0.6-0.4 Sumber kerentanan lainnya adalah anomali cuaca dan iklim. Hal ini berpengaruh pada korporasi khususnya yang produknya berkaitan dengan tanaman bahan makanan dan perkebunan. Anomali cuaca tersebut berpengaruh pada bergesernya musim tanam dan terganggunya produktivitas/hasil panen. Eksposur Lembaga Keuangan pada Sektor Korporasi Denyut perbaikan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara sudah direspon meski belum diserap secara optimal oleh perbankan. Penurunan pertumbuhan kredit sektor korporasi justru terus terjadi sejak triwulan ketiga tahun 2013 dan mencapai pertumbuhan terendah pada triwulan I tahun 2016. Namun demikian, kredit perbankan mulai menunjukkan peningkatan pada triwulan kedua 2016 meski masih tumbuh terbatas pada triwulan III 2016. Pada triwulan III 2016, harga komoditas internasional dalam tren perbaikan meski perbaikan harga komoditas terlihat masih terbatas. Perbaikan harga tersebut juga diperkirakan belum sustainable dikarenakan belum adanya perbaikan dari sisi permintaan khususnya ekspor. Ditengah kondisi permintaan STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 57

Sumber : LBU (Kredit berdasarkan lokasi proyek) Grafik 4.12 Perbandingan Kredit Korporasi dengan PDRB Sumut Kredit sektor korporasi pada triwulan III tahun 2016 terakselerasi menjadi 10,3% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 5,7% (yoy). Peningkatan ini terutama terjadi pada penyaluran jenis kredit investasi yang mengalami peningkatan sehingga tumbuh 35,5% (yoy). Sementara itu, kredit modal kerja dan kredit konsumsi terkontraksi masing-masing sebesar - 0,9% (yoy) dan -4,3% (yoy). Berdasarkan 3 lapangan usaha utama yang memiliki pangsa terbesar dalam ekonomi Sumatera Utara, kategori Pertanian menjadi primadona pada triwulan III tahun 2016. Kategori Pertanian masih menjadi kategori atau sektor yang menarik sehingga mendukung kenaikan penyaluran kredit. Pangsa kredit perbankan ke kategori Pertanian mencapai 26,2 persen dari total kredit perbankan ke korporasi. Kenaikan kredit tersebut masih didukung oleh NPL yang terjaga dan merupakan yang terendah dan suku bunga yang moderat. Sementara kategori PBE merupakan lapangan usaha dengan pangsa kredit perbankan yang tertinggi. Meski suku bunga ke kategori ini relatif tinggi, NPL-nya masih bisa dijaga di bawah level indikatif. Dalam pada itu, kategori Industri Pengolahan dengan pangsa kredit perbankan terbesar ketiga merupakan lapangan usaha dengan risiko yang moderat dibawah level indikatif. Pertumbuhan kreditnya pada triwulan laporan mengalami penurunan. Kategori Pertanian, kategori Perantara Keuangan dan kategori Jasa Perusahaanmengalami peningkatan pertumbuhan kredit tertinggi masing-masing sebesar 45,3% (yoy), 31,3% (yoy) dan 17,3% (yoy). Sementara kategori ekonomi yang mengalami perlambatan cukup signifikan antara lain Pertambangan (-14,8%), Pengadaan listrik gas (-24,1%) dan Real Estate (-10,3%). Sektor Industri pengolahan juga terkontraksi - 4,2% (yoy) seiring dengan peningkatan risiko kredit pada sektor ini. NPL industri pengolahan meningkat 0,3% dari triwulan sebelumnya meskipun masih terjaga pada kisaran dibawah 5%. Tabel 4.6 Indikator Kredit Korporasi Triwulan III Tahun 2016 PROVINSI SUMATERA UTARA Rp T Pangsa yoy (%) NPL (%) Pertanian 38,2 26,2% 45,3 1,8 Pertambangan 0,2 0,2% (14,8) 1,4 Industri Pengolahan 37,2 25,5% (4,2) 2,8 Pengadaan Listrik Gas 0,5 0,4% (24,1) 0,5 Pengadaan Air 0,0 0,0% 16,9 3,4 Konstruksi 6,0 4,1% 13,7 8,1 PBE 48,7 33,4% 10,6 4,0 Transportasi 3,6 2,5% 0,2 2,8 Akomodasi dan Mamin 2,2 1,5% (0,1) 4,8 Informasi dan Komunikasi 0,1 0,0% 10,3 1,5 Perantara Keuangan 1,5 1,1% 31,3 0,9 Real Estate 2,2 1,5% (10,3) 2,8 Jasa Perusahaan 2,1 1,4% 17,3 4,5 Adm Pemerintahan 0,0 0,0% 3,1 18,3 Jasa Pendidikan 0,3 0,2% (0,5) 0,7 Jasa Kesehatan 1,0 0,7% (5,7) 4,4 Jasa Lainnya 1,8 1,2% (6,1) 5,5 Sumber : LBU (kredit berdasarkan lokasi proyek) Perekonomian Sumatera Utara masih ditopang oleh kategori Pertanian dengan komoditas utama kelapa sawit dan karet. Perbaikan harga komoditas CPO meski dalam level yang terbatas mendorong peningkatan pembiayaan pada perkebunan kelapa sawit yang membaik cukup signifikan, tumbuh 56% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya meningkat 28,2% (yoy). Hal ini merupakan akumulasi dari perbaikan harga komoditas yang diikuti dengan persiapan memasuki musim panen kelapa sawit pada bulan November sampai dengan Desember. Sementara kredit untuk perkebunan karet masih lesu dan mengalami penurunan. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 58

PESIMIS OPTIMIS Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016 4.4.2 Asesmen Ketahanan Rumah Tangga Kinerja Rumah Tangga Di tengah perlambatan ekonomi pada triwulan III 2016, konsumsi swasta atau rumah tangga menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi tersebut diperkirakan masih akan berlanjut, tercermin dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dari Survei Konsumen Bank Indonesia yang mencapai level 112,28, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 107,41. Level indeks tersebut menunjukkan bahwa sektor rumah tangga memiliki optimisme yang cukup tinggi. Peningkatan IEK dipengaruhi peningkatan ekspektasi penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan kegiatan usaha 6 bulan yang akan datang. Selanjutnya, Survei Konsumen Bank Indonesia mencatat bahwa mayoritas pendapatan di sektor rumah tangga digunakan untuk konsumsi (66,1%). Sisanya digunakan untuk tabungan (23,8%) dan pembayaran cicilan pinjaman (10,0%). Hal ini mencerminkan bahwa repayment capacity konsumen di Sumatera Utara masih cukup baik, mengingat masih ada bagian dari pendapatan yang ditabung. 145 135 125 115 105 95 85 75 IEK IKK IKE Batas I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Grafik 4.13 Indeks Keyakinan Konsumen Sumber : Survei Konsumen Grafik 4.14 Rata-rata Penggunaan Penghasilan Rumah Tangga Sumber-sumber Kerentanan Rumah Tangga Kondisi sektor Rumah Tangga di Sumatera Utara dipengaruhi oleh perkembangan harga komoditas dan tekanan inflasi. Perbaikan harga komoditas diperkirakan berdampak pada optimisme rumah tangga akan kondisi ekonomi. Ekspektasi kenaikan pendapatan terkait dengan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) diperkirakan dapat mendorong kemampuan membayar rumah tangga. Di sisi lain, inflasi mengalami peningkatan yang utamanya didorong oleh kenaikan harga komoditas bahan pangan. Kondisi ini mempengaruhi daya beli masyarakat yang dapat meningkatkan kerentanan sektor rumah tangga. Sumber kerentanan rumah tangga lainnya adalah berkaitan dengan kondisi cuaca dan iklim yang masih diliputi oleh ketidakpastian. Sumber kerentanan ini sama seperti yang dihadapi oleh sektor korporasi. Hal ini diperkirakan akan berdampak pada pendapatan masyarakat yang didominasi bekerja di sektor pertanian (hingga 42,5% pada tahun 2014). Namun demikian, perbaikan kesejahteraan petani yang tercermin dari NTP yang mulai di atas 100 menunjukkan ketahanan sektor rumah tangga relatif membaik. Eksposur Perbankan pada Sektor Rumah Tangga Kredit yang disalurkan kepada sektor rumah tangga pada triwulan III 2016 tercatat sebesar Rp40,6 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp39,9 triliun. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 59

Kredit ke sektor rumah tangga masih terkontraksi -4,3% (yoy), stabil sebagaimana pada triwulan II 2016 yang juga terkontraksi - 4,3% (yoy). Kredit Perumahan merupakan pangsa kedua terbesar dengan suku bunga paling rendah untuk kredit jenis ini, akan tetapi memiliki risiko kredit yang cukup tinggi. Sedangkan kredit kendaraan bermotor terkontraksi cukup dalam pada triwulan III tahun 2016. Kondisi ekonomi yang belum pulih ditengah kenaikan harga bahan pokok diperkirakan menyebabkan alokasi untuk pembayaran kredit kendaraan bermotor pada peringkat terakhir. Meskipun begitu, risiko kredit kendaraan bermotor membaik dari triwulan sebelumnya. Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Tabel 4.7 Pangsa Kredit Rumah Tangga Jenis Kredit Pangsa Growth (yoy) NPL gross SBT Kredit Rumah Tangga 22,1% -4,3% 2,7% 12,5% KPR 34,8% 0,4% 4,5% 12,0% KKB 7,7% -40,0% 1,8% 12,9% Kredit Multiguna 49,5% 4,6% 1,1% 12,7% Kredit Rumah Tangga memiliki pangsa 22,1% dari keseluruhan kredit yang disalurkan oleh perbankan di Sumatera Utara. Porsi terbesar dari penyaluran kredit rumah tangga pada triwulan III tahun 2016 didominasi oleh kredit multiguna dengan pangsa 49,5% dari total kredit. Kredit multiguna tumbuh 4,6% (yoy), tertinggi dibandingkan jenis kredit ke sektor rumah tangga lainnya, meskipun melambat dari triwulan sebelumnya (4,2%). Sumber : LBU (Kredit berdasarkan lokasi proyek) Grafik 4.16 Risiko Kredit Rumah Tangga Risiko kredit rumah tangga pada triwulan III 2016 membaik. Hal ini tercermin dari level Non Performing Loan (NPL) kredit sektor Rumah Tangga membaik pada hampir keseluruhan jenis kredit. Kredit perumahan rakyat (KPR) untuk flat atau apartemen s.d tipe 21 mengalami penurunan tingkat risiko sehingga mencapai 1,5%. Sedangkan kredit KPR untuk rumah tinggal tipe 21 masih memiliki risiko kredit yang cukup tinggi mendekati level indikatif 5%. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 60

BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Sesuai dengan polanya, Sumatera Utara kembali mencatatkan net inflow sebesar Rp5.527 Miliar pada triwulan III 2016. Kondisi ini didorong oleh normalisasi kebutuhan transaksi tunai pasca perayaan hari besar lebaran. Dalam rangka clean money policy Bank Indonesia juga telah mengedarkan uang hasil cetak sempurna sebesar Rp364,95 Miliar baik melalui perbankan maupun kas keliling. Transaksi non tunai melalui BI-RTGS mengalami peningkatan 15,7% dari sisi nilai berbanding terbalik dengan transaksi kliring melalui SKNBI yang mengalami penurunan 15,7%. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan beberapa kebijakan terkait upaya peningkatan kelancaran sistem pembayaran tunai melalui program Aplikasi Biasa Hasil Luar Biasa (ASALUSA) dan Gerakan Peduli Koin serta non tunai melalui Gerakan Nasional Non Tunai dan Perluasan Agen Layanan Keuangan Digital (LKD). PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 61

Tabel 5.1 Transaksi RTGS URAIAN 2014 2015 2016 I II III IV I II III IV I II III Perputaran Kliring : Nominal (Rp. Miliar) 35.402 36.366 40.082 40.984 40.120 27.949 40.909 46.651 55.173 59.679 47.398 Volume (lembar warkat) 622.456 964.606 1.080.514 1.751.227 1.094.426 758.664 1.080.942 1.102.953 1.135.315 1.247.493 1.100.949 Rata-rata Perputaran Kliring per Hari : Nominal (Rp Miliar) 590 606 607 621 627 458 639 740 904 963 803,35 Volume (lembar warkat) 10.374 16.077 16.371 26.534 17.100 12.437 16.890 17.507 18.612 20.121 18.660 Pertumbuhan Perputaran Kliring : Nominal (qtq, %) 5,59 2,72 10,22 2,25 (2,11) (30,34) 1,97 14,04 18,27 8,17 (20,58) Volume (qtq, %) (22,10) 54,97 12,02 62,07 (37,51) (30,68) (1,23) 2,04 2,93 9,88 (11,75) Nominal (yoy %) (7,10) (6,29) 20,90 22,24 13,33 (23,14) 12,49 13,83 37,52 113,53 15,86 Volume (yoy, %) (44,22) (12,18) 29,03 119,18 75,82 (21,35) 12,06 (37,02) 3,74 64,4% 1,85 Tabel 5.2 Perputaran Kliring URAIAN 2014 2015 2016 I II III IV I II III III I II III Jumlah Transaksi RTGS : Nominal (Triliun Rp) 201,67 233,92 212,06 239,68 176,35 223,80 196,13 216,7 203,4 254,1 294,1 Volume (ribu lembar warkat) 219,57 239,93 204,13 199,58 126,98 128,75 120,51 198,7 120,9 136,8 126,7 Rata-rata Transaksi RTGS per hari : Rata2 harian (Triliun Rp) 3,36 3,90 3,21 3,69 2,76 3,67 3,06 3,39 3,18 3,97 4,60 Rata2 harian (ribu lembar warkat) 3,66 4,00 3,09 3,07 1,98 2,11 1,88 3,10 1,89 2,14 1,98 Pertumbuhan RTGS Pertumbuhan nominal (qtq, %) -11,99 15,99-9,35 13,02-26,42 26,91-12,36 10,49-6,14 24,93 15,74 Pertumbuhan volume (qtq, %) -7,81 9,27-14,92-2,23-36,38 1,39-6,40 64,89-39,15 13,15-7,38 Pertumbuhan nominal (yoy, %) 2,84 10,61 4,30 4,59-12,56-4,33-7,51-9,59 15,34 13,54 49,95 Pertumbuhan volume (yoy, %) -8,76-3,42-10,50-16,20-42,17-46,34-40,97-0,44-4,79 6,26 5,14 5.1 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran 5.1.1 Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai Pada triwulan III 2016, transaksi yang dilakukan melalui Sistem BI-RTGS (Bank Indonesia Real Time Gross Settlement) mencapai 126,7 ribu transaksi dengan nilai sebesar Rp294,1 triliun (Grafik 5.1). Volume transaksi mengalami penurunan sebesar 7,4% dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebanyak 136,8 ribu transaksi. Sementara itu nilai transaksi mengalami peningkatan sebesar 15,7% dari triwulan sebelumnya sebesar Rp254,1 triliun. 350 300 250 200 150 100 50 0 Nominal (Triliun Rp, skala kiri) Pertumbuhan nominal (yoy, %, skala kanan) Volume (ribu lembar warkat, skala kiri) Pertumbuhan volume (yoy, %, skala kanan) 196.10 240.67 211.48 248.43 203.31 228.07 229.16 238.18 201.67 219.57 233.92 239.93 212.06 204.13 239.68 199.58 176.35 126.98 223.80 128.75 196.13 120.51 216.7 198.7 203.4 120.9 254.1 136.8 294.1 126.7 I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2013 2014 2015 2016 Sumber : Bank Indonesia Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi RTGS Rata-rata transaksi harian BI-RTGS tercatat mencapai 1.980 transaksi dengan nilai Rp4,6 triliun per hari. Penurunan volume RTGS sejalan dengan menurunnya aktivitas transaksi pasca Hari Besar Keagamaan Nasional dan tahun ajaran baru pada triwulan lalu. 80 60 40 20 0-20 -40-60 -80 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 62

70 60 50 40 30 20 10 0 35.40 6.22 Nominal (Triliun Rp, skala kiri) Nominal (yoy, %, skala kanan) 36.37 9.65 40.08 10.81 40.98 17.51 40.12 10.94 27.95 7.59 40.91 10.81 Volume (ratus ribu lembar warkat, skala kiri) 200 Volume (yoy, %, skala kanan) 46.65 11.03 55.17 11.35 59.68 12.47 Sumber : Bank Indonesia Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring 47.40 11.01 I II III IV I II III IV I II III 2014 2015 2016 SKNBI merupakan sarana transfer dana non tunai secara ritel selain RTGS dengan nominal transaksi yang lebih kecil. Di Sumatera Utara, penyelenggaraan kegiatan kliring dilaksanakan di 3 (tiga) tempat Kantor Perwakilan Bank Indonesia yaitu di Medan, Pematang Siantar dan Sibolga. Untuk meningkatkan pelayanan transaksi kliring kepada masyarakat, Bank Indonesia juga membuka kesempatan bagi institusi yang ingin menjadi Penyelenggara Kliring Lokal (PKL). Saat ini di Sumatera Utara memiliki 1 PKL di Kota Tebing Tinggi. Pada triwulan III 2016, transaksi kliring melalui SKNBI 15 volumenya tercatat sebanyak 1.100.949 warkat dengan nilai nominal transaksi sebesar Rp47,4 triliun. Volume tersebut menunjukkan penurunan sebesar 11,8% dibandingkan volume transaksi SKNBI pada triwulan II 2016 yang tercatat sebanyak 1.247.493 warkat. Penurunan volume transaksi juga diikuti oleh penurunan nilai transaksi sebesar 20,6% dari sebelumnya sebesar Rp59,7 triliun menjadi Rp47,4 triliun. Rata-rata harian transaksi SKNBI di Sumatera Utara pada triwulan III 2016 tercatat 18.660 warkat dengan nilai sebesar Rp803,4 miliar per hari. Sebagaimana halnya dengan RTGS, penurunan transaksi kliring ini juga sejalan dengan 15 SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia), berbeda dengan BI RTGS, setelmennya periodik (netting) serta untuk transaksi bernilai kecil (maksimal Rp.500 juta). Data periode ini berbeda dengan triwu 150 100 50 0-50 -100 perlambatan transaksi pasca HBKN sebagaimana disebutkan sebelumnya. 5.1.2 Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah Sesuai dengan polanya, pada triwulan laporan penarikan uang kartal menurun secara signifikan disertai peningkatan penyetoran seiring dengan menurunnya kebutuhan uang tunai pasca Lebaran dan tahun ajaran baru pada triwulan II 2016. Dengan demikian transaksi uang kartal di Sumatera Utara mencatat net cash inflow 16. Penurunan kebutuhan uang tunai ini sejalan dengan menurunnya aktivitas konsumsi, sebagaimana tercermin pada penurunan pertumbuhan konsumsi pada PDRB Sumatera Utara triwulan III 2016 (dari 5,1% menjadi 4,3%). Secara keseluruhan, aliran uang kartal di Provinsi Sumatera Utara mencatat net cash inflow sebesar Rp5.527 miliar. Berbeda dengan kondisi triwulan sebelumnya yang tercatat net cash outflow sebesar Rp5.114 miliar. Secara spasial, net cash inflow terjadi di Medan sebesar Rp6.616 miliar, sementara Sibolga dan Pematang Siantar mencatat net cash outflow sebagaimana polanya masing-masing sebesar Rp586 miliar dan Rp503 miliar. Penyetoran uang kartal dari perbankan di Provinsi Sumatera Utara ke Bank Indonesia 17 pada triwulan III 2016 tercatat sebesar Rp11.356 miliar,atau tumbuh meningkat dari Net cash inflow mencerminkan jumlah penarikan (outflow) dari Bank Indonesia lebih rendah dibanding jumlah penyetoran (inflow) ke Bank Indonesia. Perhitungan inflow/outflow uang kartal dilakukan berdasarkan pelaporan bank di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang berada di Sumatera Utara yaitu KPw BI Provinsi Sumatera Utara, KPw BI Sibolga, dan KPw BI Pematangsiantar. Terdapat 3 Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Sumatera Utara yaitu di Medan, Pematang Siantar dan Sibolga PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 63

2,094 722 817 461 1,373 615 298 1,227 944 1,066 1,446 1,496 825 1,170 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara November 2016 triwulan sebelumnya yang sebesar 10,0% (yoy) menjadi 18,4% (yoy). Sedangkan penarikan uang kartal oleh perbankan dari Bank Indonesia mencapai Rp5.828 miliar, atau menurun signifikan dari 72,6% (yoy) pada triwulan lalu menjadi -27,9% (yoy). Hal ini sesuai dengan polanya seiring dengan telah selesainya kebutuhan uang kartal untuk transaksi HBKN yang bergeser ke triwulan II 2016. Ditengah penyetoran uang kartal yang meningkat, jumlah uang rupiah tidak layak edar (UTLE) yang dimusnahkan pada triwulan laporan menurun 11,7%. Penurunan dari Rp4.602 miliar pada triwulan lalu menjadi Rp4.064 miliar pada triwulan III 2016. Uang tidak layak edar yang dimusnahkan tersebut tercatat sebesar 35,8% dari penyetoran uang kartal ke Bank Indonesia di Sumatera Utara pada triwulan laporan, menurun tajam dibandingkan triwulan sebelumnya (65,3% dari penyetoran). Menurunnya UTLE diperkirakan didorong oleh meningkatnya kondisi uang layak edar di masyarakat seiring dengan terus digencarkannya clean money policy. Pada triwulan III 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara juga mengeluarkan uang hasil cetak sempurna senilai Rp365,0 miliar yang diedarkan ke masyarakat di Sumatera Utara. Uang hasil cetak sempurna yang dikeluarkan tersebut mencapai 14% dari penarikan uang kartal oleh perbankan. Jumlah ini menurun tajam dibandingkan triwulan lalu yang sebesar Rp2.279 miliar (32,3% dari penarikan). Penurunan ini sejalan dengan menurunnya UTLE yang dimusnahkan dan normalisasi transaksi pasca Lebaran sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Tabel 5.3 Indikator Pengedaran Uang di Provinsi Sumatera Utara Periode 2015 2016 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III Penarikan (Rp juta) 3.726.494 7.048.068 8.090.061 9.012.489 4.492.860 12.161.924 5.828.976 Penyetoran (Rp juta) 8.313.765 6.378.689 9.592.420 5.968.705 9.616.263 7.047.916 11.356.269 Net Penarikan/ Penyetoran (Rp juta) (4.587.271) 669.378 (1.502.360) 3.043.783 (5.123.403) 5.114.008 (5.527.293) Pemusnahan (Rp juta) 3.244.569 2.628.846 3.840.162 3.213.975 2.930.718 4.602.216 4.064.590 % Pemusnahan terhadap penyetoran 39,03% 41,21% 40,03% 53,85% 30,48% 65,30% 35,79% Uang Palsu (lembar) 1.227 944 1.066 1.446 1.496 825 1.170 Lembar 2,500 2,000 1,500 1,000 500 - II III IV I II III IV I II III IV I II III 2013 2014 2015 2016 Sumber : Bank Indonesia Grafik 5.3 Temuan Uang Rupiah Palsu di Sumut Selama triwulan III 2016, jumlah temuan uang rupiah palsu yang dilaporkan oleh perbankan dan masyarakat ke Bank Indonesia tercatat sebesar 1.170 lembar (Grafik 5.3). Jumlah ini meningkat dibandingkan triwulan II 2016 yang sebesar 825 lembar. Komposisi uang pecahan palsu tertinggi adalah pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu masing-masing sebesar 401 lembar (pangsa 34,2%) dan 740 lembar (pangsa 63,2%). 5.2 Upaya Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran Dalam menjaga kelancaran sistem pembayaran di Sumatera Utara, Bank Indonesia senantiasa berupaya melakukan berbagai tindakan yang bersifat preventif maupun represif, agar sistem pembayaran berjalan lancar, aman, efektif dan efisien. 5.2.1. Penanganan Uang Palsu Bank Indonesia terus berupaya mengantisipasi penggunaan dan peredaran uang Rupiah palsu. Upaya yang dilakukan berupa perencanaan desain dan bahan pengaman uang, koordinasi yang intensif dengan berbagai pihak (termasuk PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 64

Kepolisian), dan sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah (CiKUR) ke berbagai lapisan masyarakat baik melalui media maupun secara langsung. Hingga bulan Oktober 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara telah melakukan sosialisasi CIKUR sebanyak 55 kali. Sosialisasi dilakukan kepada mahasiswa, pelajar, masyarakat umum dan perbankan. Sementara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Pematang Siantar telah melakukan sosialisasi CIKUR dan Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah Di Wilayah NKRI sebanyak 2 kali masing-masing ke pelajar SMA dan ke petani bawang merah di Kabupaten Baturabara. 5.2.2. Penyediaan Uang Rupiah Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Terkait dengan peran Bank Indonesia dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan layak edar (clean money policy). Untuk mewujudkan kebijakan clean money policy, pengelolaan pengedaran uang yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia melakukan pengeluaran uang, pengedaran uang, pencabutan dan penarikan uang sampai dengan pemusnahan uang. Dalam rangka memastikan ketersediaan Uang Layak Edar (ULE) di masyarakat, Bank Indonesia di Sumatera Utara melakukan pelayanan baik secara langsung maupun melalui perbankan. Pelayanan secara langsung dilakukan dalam bentuk kas keliling, program peduli uang lusuh, penukaran uang lusuh di Bank Indonesia secara berkala, dan gerakan Peduli Koin. (Tabel 5.4). Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan kerjasama dengan perbankan, dalam bentuk Kas Titipan yang berada di Kota Tebing Tinggi, pelayanan penukaran uang pecahan kecil melalui Card to Cash, dan penukaran bersama di titik-titik tertentu menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional. Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara juga mengembangkan Aplikasi Biasa Hasil Luar Biasa (ASALUSA) berbasis android untuk penukaran uang. Sementara ini aplikasi tersebut hanya digunakan pada saat pelaksanaan penukaran uang pecahan kecil jelang HBKN, namun ke depan akan terus dikembangkan agar dapat digunakan untuk transaksi harian melalui kas keliling. Dengan aplikasi ini, diharapkan masyarakat dapat terlayani dengan cepat (tidak perlu antri lama) dan penyediaan modal kas sesuai dengan permintaan. 5.2.3. Program Elektronifikasi Elektronifikasi secara umum didefinisikan sebagai upaya untuk mengubah transaksi masyarakat yang semula dilakukan secara manual menjadi elektronik, dari metode pembayaran secara tunai menjadi non tunai, serta pelaku transaksi keuangan yang sebelumnya bersifat eksklusif menjadi inklusif. Dalam kaitan dengan keuangan inklusif, elektronifikasi membuka akses masyarakat untuk terhubung dengan layanan keuangan serta mendekatkan lembaga keuangan kepada masyarakat hingga ke daerah terpencil (remote area). Sebagai otoritas di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki tugas dan peran yang esensial dalam penggunaan layanan keuangan non tunai. Upaya peningkatan layanan keuangan non tunai dituangkan dalam Pencanangan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada tanggal 14 Agustus 2014. Bank Indonesia telah menetapkan roadmap elektronifikasi tahun 2014-2024 melalui 4 strategi utama yaitu (1) upaya perubahan perilaku masyarakat, (2) upaya perubahan PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 65

perilaku industri sistem pembayaran ritel, (3) perluasan penerimaan instrumen dan layanan non tunai serta (4) koordinasi kelembagaan dan regulasi untuk tujuan elektronifikasi. Strategi ini dilakukan untuk mencapai target 2024 antara lain peningkatan masyarakat banked dari 36% menjadi 75%, peningkatan transaksi retail dari 1,68 kali GDP menjadi 4 kali GDP serta peningkatan transaksi G2P dengan LKD dari 0,07% menjadi 50%. Peningkatan implementasi elektronifikasi tahun 2016 dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara melalui perluasan program elektronifikasi transaksi penerimaan dan pembayaran Pemerintah di daerah. Selain itu, dilakukan juga perluasan pelaksanaan edukasi terkait elektronifikasi dan keuangan inklusif kepada masyarakat. Untuk perluasan transaksi penerimaan dan pembayaran pemerintah, telah dilakukan penandatanganan nota kesepahaman kerjasama dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara dan koordinasi dengan Pemda untuk mendorong implementasi Kartu Pegawai Elektronik (KPE) dalam pembayaran gaji pegawai. Hingga bulan Juli 2016, realisasi KPE untuk pegawai Pemda sebanyak 10.285 pegawai atau sebesar 53%. Sementara edukasi terkait elektronifikasi dan keuangan inklusif telah dilaksanakan di USU, Tanjung Pura, Langkat, Pangkalan Susu, IAIN Langsa, SMAN 6 Binjai dan SMA Syafiatul Medan. 5.3 Perkembangan Layanan Keuangan Digital (LKD) Layanan Keuangan Digital adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile/web dalam rangka keuangan inklusif. 18 LKD memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tidak terjangkau oleh layanan resmi perbankan seperti kantor cabang bank atau ATM (unbanked) untuk mendapatkan layanan keuangan yang mudah, murah, terjangkau, nyaman, aman, terpercaya serta proporsional. Penyelenggaraan LKD dapat dilakukan bank dengan agen LKD badan hukum maupun agen LKD individu. Khusus untuk implementasi LKD menggunakan agen LKD individu, saat ini hanya diperuntukkan bagi bank BUKU 4. Sampai saat ini, baru 3 bank yang memperoleh izin dari Bank Indonesia yaitu Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri (keduanya telah memiliki izin sejak tahun 2014) disusul Bank Central Asia. Jumlah Agen LKD di Sumatera Utara terus meningkat dan mencapai angka 6.007 agen pada September 2016 atau tumbuh 9,5% (qtq). Pertumbuhan jumlah agen ini diiringi pertumbuhan positif jumlah pemegang uang elektronik (U-Nik) yang telah mencapai 34.716 pemegang, tumbuh 9,5% (qtq). Sementara itu, jumlah U-Nik tercatat sebanyak 34.767 pada September 2016 dengan nominal mencapai Rp 2,3 miliar (Grafik 5.4). Grafik 5.4 Jumlah Agen LKD dan Pemegang Uang Elektronik di Sumatera Utara Peraturan Bank Indonesia No. 16/8/PBI/2014 perihal Uang Elektronik (Electronic Money) PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 66

Daerah dengan agen terbanyak berada di Medan sebanyak 1.522 agen, sementara daerah dengan agen terendah berada di Padang Lawas Utara sebanyak 1 agen. Di Kabupaten Gunung Sitoli, Nias Barat dan Nias Utara masih belum terdapat agen. Jumlah pemegang U-Nik terbanyak terdapat di Kabupaten Karo dan Kota Pematangsiantar masing-masing sebanyak 21.064 dan 11.921, sementara 17 dari 33 Kabupaten/Kota belum ada pemegang U-Nik. Transaksi LKD terdiri atas pengisian ulang (top up), tarik tunai, pembayaran atas tagihan rutin/berkala, fasilitator registrasi pemegang, transfer person to person serta transfer person to account. Berdasarkan frekuensi dan nominal, transaksi yang paling banyak dilakukan oleh pemegang U- Nik adalah top up sebanyak 4.164 pada triwulan III 2016 (turun 64,6% qtq) dengan nominal mencapai Rp255,8 juta (turun 1,07%, qtq). Upaya pengembangan LKD terus dilakukan oleh Bank Indonesia. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara secara aktif melakukan sosialisasi bersama dengan bank penyelenggara LKD (BRI dan Bank Mandiri) untuk memastikan masyarakat memahami program LKD. Pada bulan September 2016 juga telah dilakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan perusahaan telekomunikasi dan bank penyelenggara LKD untuk mencari solusi jaringan telekomunikasi yang belum merata dan menjadi kendala dalam proses transaksi LKD. Sosialisasi kepada pada agen dan calon agen juga tetap dilakukan untuk meningkatkan jumlah dan kapasitas agen baru khususnya di daerah dengan tingkat penggunaan LKD yang masih rendah. Tabel 5.4 Jumlah Agen LKD dan Pemegang Uang Elektronik di Sumatera Utara Jenis Transaksi Tw. I 2016 Tw.II 2016 Tw.III 2016 Frekuensi Nominal (Rp) Frekuensi Nominal (Rp) Frekuensi Nominal (Rp) Top Up 3.938 189.071.514 11.762 258.588.036 4.164 255.817.108 Tarik Tunai 244 83.060.300 249 108.352.000 170 122.874.000 Pembayaran Tagihan 222 6.526.660 206 7.508.955 133 6.696.400 Transfer P2P 207 18.498.100 1.486 87.500.510 623 42.924.281 Transfer P2A 86 62.270.000 118 71.173.425 83 71.984.587 Registrasi 55 1.820.000 240 4.343.000 38 2.398.000 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 67

Boks 2 Gerakan Peduli Koin Provinsi Sumatera Utara I. Gerakan Peduli Koin Bertepatan dengan Hari Uang Republik Indonesia ke-70 yang jatuh pada tanggal 30 Oktober 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara melakukan aksi peduli koin bertempat di Lapangan Benteng, Kelurahan Petisah Tengah Kota Medan. Rangkaian acara telah b b k j t k k k b sekolah baik negeri maupun swasta pada berbagai jenjang pendidikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menegah Atas. Sebelumnya, pada sekolah tersebut dilakukan Sosialisasi Ciri-ciri keaslian uang rupiah dan diinfokan bahwa akan dilakukan penukaran uang logam. Melalui aksi tersebut terkumpul uang logam sejumlah Rp. 244.866.125,-. Kegiatan peduli koin berlangsung mulai pukul 09.00 WIB sampai dengan 17.00 WIB dan terkumpul uang logam senilai Rp. 112.003.150,-. Akumulasi jumlah logam yang terkumpul mencapai Rp. 362.869.275,- dan merupakan jumlah terbesar secara nasional. Pada saat kegiatan juga dilakukan penukaran uang lusuh sebagai salah satu langka mensukseskan green money policy. II. Integrasi Lembaga Keuangan dengan Dunia Usaha Pada saat kegiatan berlangsung, dilakukan juga penandatanganan kerjasama antara Perbankan yang diwakili oleh ASKAMED (Asosiasi Kasir Medan) dengan PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk. dan PT. Indomarco Prismatama, Tbk. Bentuk kerjasama yang dilakukan adalah kemudahan akses penukaran uang logam melalui perbankan bagi pelaku usaha terutama Alfamart dan Indomaret sebagai waralaba dengan 400 cabang dengan kebutuhan uang pecahan kecil logam yang tinggi. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 68

BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Ditengah perlambatan ekonomi pada triwulan III tahun 2016, kondisi ketenagakerjaan Sumatera Utara relatif membaik. Hal tersebut diindikasikan oleh penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan peningkatan jumlah tenaga kerja terutama pada kategori Pertanian dan kategori Industri Pengolahan. Namun, kondisi tersebut belum tercermin pada perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Secara umum, tingkat kesejahteraan dapat dikatakan belum mengalami perubahan yang signifikan. Persepsi pendapatan masyarakat menunjukkan peningkatan namun diiringi dengan ketimpangan yang semakin melebar. Selain itu, daya beli masyarakat pertanian menurun dengan rataan nilai tukar petani (NTP) pada triwulan III 2016 berada dibawah 100. Kurang kondusifnya cuaca mendorong kurang optimalnya produksi tanaman pangan dan hortikultura sehingga menekan kinerja NTP secara agregat. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 69

6.1 Ketenagakerjaan Tenaga Kerja Aug 2016 (%) TPAK TPT 67,3 65,9 6,7 5,8 Kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Utara masih cukup baik ditengah perlambatan kinerja perekonomian. Kondisi ini tercermin dari penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), sementara Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sedikit menurun. Terjaganya persepsi masyarakat terhadap ketersediaan lapangan kerja di masa yang akan datang juga masih menopang baiknya ketenagakerjaan. Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurun dari 6,71% menjadi 5,84% (Grafik 6.1). Penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka ditengarai disebabkan oleh masih optimisnya pelaku usaha terhadap perekonomian ke depan sehingga kesempatan kerja masih terbuka. Meskipun demikian, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) relatif menurun dari 67,28% menjadi 65,90%. Penurunan TPAK terjadi karena kenaikan jumlah penduduk berusia 15 tahun keatas yang termasuk bukan angkatan kerja. Penurunan TPAK disebabkan oleh penduduk usia kerja yang sebelumnya mencari pekerjaan beralih dengan hanya menjadi mengurus rumah tangga atau lainnya dikarenakan berbagai alasan (Tabel 6.1). Hal ini terkonfirmasi dari kenaikan tenaga kerja pada sektor rumah tangga. Ribu Orang Bekerja Pengangguran TPK (%) TPAK (%) 6,600 6,400 6,200 6,000 5,800 5,600 5,400 5,200 402 380 419 5,912 5,752 6,081 5,881 5,962 5,990 Sumber: BPS Sumut Grafik 6.1 Perbandingan TPAK dengan TPT Sumatera Utara 391 6.7 6.6 6.7 5.8 429 372 2011 2012 2013 2014 2015 2016 % 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 Tabel 6.1 Struktur Ketenagakerjaan berdasarkan jumlah penduduk usia bekerja Sumatera Utara 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Penduduk 15 tahun ke atas (ribu) 8.759 8.835 9.205 9.351 9.499 9.642 Total Angkatan Kerja (ribu) 6.314 6.132 6.501 6.272 6.391 6.363 Bekerja 5.912 5.752 6.081 5.881 5.962 5.991 Pengangguran 402 380 420 391 429 372 Bukan Angkatan Kerja (ribu) 2.445 2.703 2.704 3.079 3.108 3.279 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 72,1% 69,4% 70,6% 67,07% 67,28% 65,99% Tingkat Pengangguran Terbuka 6,4% 6,2% 6,5% 6,23% 6,71% 5,84% Sumber: BPS Sumut Tabel 6.2 Penduduk Bekerja Berdasarkan Pekerjaan Utama Agustus 2014 Agustus 2015 Agustus 2016 LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA Jumlah Jumlah Jumlah Persen Persen (000) (ribu) (ribu) Persen Pertanian 2.483 40,2% 2.462 41,3% 2.666 44,5% Perdagangan, rumah makan dan akomodasi 1.352 21,9% 1.271 21,3% 1.152 19,2% Jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan 897 14,5% 922 15,5% 906 15,1% Industri 528 8,6% 450 7,5% 456 7,6% Lainnya 912 14,8% 857 14,4% 811 13,5% JUMLAH 6.171 100,0% 5.962 100,0% 5.991 100,0% Sumber: BPS Sumut KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 70

Masih cukup optimisnya pelaku usaha terhadap perekonomian ke depan diperkirakan terjadi pada sektor Pertanian dan Industri Pengolahan. Hal tersebut tercermin dari kenaikan jumlah tenaga kerja yang terjadi pada kedua sektor ini setelah sempat menurun pada 2015 lalu akibat pukulan harga yang rendah. Tenaga kerja pada kategori Pertanian mengalami kenaikan jumlah pekerja sebesar 4,3% (Tabel 6.2). Kenaikan ini sejalan dengan musim tanam padi yang terjadi sepanjang bulan September sampai dengan Desember. Selain itu, di bulan Oktober, November, dan Desember juga merupakan musim panen sawit dan bawang merah. Aktivitas tanam dan panen turut mempengaruhi kenaikan jumlah pekerja kategori Pertanian yang memang merupakan pangsa terbesar tenaga kerja yang mencapai 31,7% dari total pekerja di Sumatera Utara. Berdasarkan pekerjaan utamanya, jumlah pekerja keluarga meningkat hingga 15,7%. Sementara itu, tenaga kerja yang berusaha dibantu buruh baik yang sifatnya tetap maupun tidak tetap juga relatif meningkat. Sementara itu, pekerja yang berusaha sendiri, jumlah butuh maupun pekerja bebas justru relatif menurun. Sumber : BPS Tabel 6.3 Penduduk Bekerja Berdasarkan Pekerjaan Utama Agu-15 Agu-16 % PEKERJAAN UTAMA Jumlah Jumlah Kenaikan/ Persen Persen (000) (000) Penurunan Berusaha sendiri 1.124 18,2% 946 15,8% -15,8% Berusaha dibantu buruh tidak tetap 982 15,9% 995 16,6% 1,3% Berusaha dibantu buruh tetap 165 2,7% 225 3,8% 36,4% Buruh/Karyawan/Pegawai 2.310 37,4% 2.173 36,3% -5,9% Pekerja bebas 534 8,7% 429 7,2% -19,7% Pekerja keluarga 1.057 17,1% 1.223 20,4% 15,7% JUMLAH 6.171 100,0% 5.991 100,0% -2,9% Mangkei dan Pelabuhan Kuala Tanjung yang menguatkan optimisme akan perbaikan ekonomi Sumatera Utara pada tahun 2017. 130.0 Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Ketersediaan Lapangan Kerja 6 Bulan YAD Garis Batas 120.0 110.0 100.0 94.4 97.0 95.9 Sumber : BPS Grafik 6.2 Penduduk Bekerja Berdasarkan Sektor Pekerjaan Peningkatan jumlah pekerja pada kategori Industri berdampak pada peningkatan jumlah pekerja formal sebesar 1,9%. Peningkatan tenaga kerja di kategori Industri dikonfirmasi oleh Saldo Bersih Tertimbang (SBT) perkiraan jumlah karyawan total hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha yang tercatat meningkat dari - 1.0% pada triwulan sebelumnya menjadi 0,7% pada triwulan laporan. Pergeseran jumlah tenaga kerja informal menjadi formal didorong daya dukung industri lainnya seperti KEK Sei 90.0 80.0 70.0 60.0 81.1 81.2 I II III IV I II III IV I II III IV 2014 2015 2016 Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia. Grafik 6.3 Indeks Keyakinan Masyarakat terhadap Ketersediaan Tenaga Kerja Positifnya perkembangan kondisi ketenagakerjaan juga ditopang oleh optimisme masyarakat akan ketersediaan lapangan pekerjaan. Hasil survei konsumen menunjukkan pergerakan keyakinan indeks ketersediaan lapangan pekerjaan pada 6 bulan yang akan datang pada triwulan III 2016 yang meningkat 81.9 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 71

dari 94,4 menjadi 97,0. Keyakinan ini ditunjang dengan mulai masuknya puncak produksi kelapa sawit, peningkatan permintaan domestik menjelang akhir tahun, dan ekspektasi penurunan inflasi pada awal tahun 2017. 6.2 Kesejahteraan Tingkat kesejahteraan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara dilihat dari beberapa indikator antara lain persepsi pendapatan dan ketimpangan pendapatan masyarakat. Secara umum, tingkat kesejahteraan dapat dikatakan stabil, yang tercermin dari persepsi pendapatan masyarakat yang meningkat namun dengan ketimpangan yang semakin melebar. Sejalan dengan kenaikan persepsi positif masyarakat terhadap ketersediaan tenaga kerja, keyakinan masyarakat terhadap kondisi penghasilan saat ini maupun 6 bulan yang akan datang juga meningkat. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan keyakinan masyarakat terhadap penghasilan saat ini meningkat dari 114,2 menjadi 121,1. Hal ini merupakan dampak dari penetapan persentase kenaikan Upah Minimum Pekerja (UMP) 2017 oleh Kementerian Tenaga Kerja untuk 34 provinsi sebesar 8,25%. Dengan demikian, UMP 2017 Sumatera Utara naik dari Rp1.811.875 menjadi Rp1.961.354,-. 150.0 140.0 130.0 120.0 110.0 100.0 90.0 KESEJAHTERAAN SUMATERA UTARA IKE IKK IEK Gini Ratio 0,34 0,35 Penghasilan Saat Ini Ekspektasi Penghasilan Garis Batas 124.3 114.2 126.5 121.3 123.3 I II III IV I II III IV I II III IV 2014 2015 2016 117.9 Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia. Grafik 6.4 Indeks Keyakinan Masyarakat terhadap Penghasilan Selain ditopang oleh kenaikan Upah Minimum Provinsi, perbaikan persepsi penghasilan pada triwulan III juga didorong oleh perbaikan harga komoditas yang terjadi pada triwulan III 2016, bahkan untuk komoditas CPO berhasil mencatatkan level harga tertingginya sejak tahun 2016. Adanya peningkatan permintaan dari sisi global seiring dengan penurunan pasokan global akibat El Nino di negara produsen lain serta meningkatnya serapan domestik seiring dengan program mandatori biodiesel mendorong meningkatnya persepsi masyarakat akan penghasilan. Dengan kondisi tersebut, masyarakat cenderung optimis dalam melaksanakan aktivitas konsumsinya. 145 135 125 115 105 95 85 75 OPTIMIS PESIMIS IEK IKK IKE Batas I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Grafik 6.5 Hasil Survei Konsumen Masih terjaganya keyakinan masyarakat di level optimis tercermin dari perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), dan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE). Hal ini mengindikasikan bahwa secara umum masyarakat masih optimis dengan kondisi perekonomian, meski tidak sekuat pada periode sebelumnya. Optimisme masyarakat tersebut seiring dengan penguatan nilai tukar yang terus berlanjut hingga akhir triwulan yang disertai dengan penguatan kapabilitas perekonomian domestik kedepannya seiring dengan pembangunan infrastruktur strategis yang masih on track. Berdasarkan ketimpangan distribusi pendapatan yang dilihat melalui gini ratio, Sumatera Utara masih berada di bawah Nasional. Sumatera Utara memiliki indeks gini ratio 0,3 lebih rendah dari Nasional yang mencapai 0,4 (Grafik 6.2.4). Hal ini berarti KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 72

ketimpangan pendapatan antar kelompok masyarakat di Sumatera Utara lebih rendah dibandingkan Nasional. 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 Sumatera Utara Nasional Sumber: BPS Sumut (diolah) Grafik 6.6 Perbandingan Gini Ratio Sumatera Utara dan Nasional Secara spasial, pada umumnya ketimpangan pendapatan di daerah kota lebih lebar dibandingkan kabupaten. 4 dari 8 kota yang berada di Sumatera Utara menduduki posisi kota dengan indeks gini tertinggi. Kota dengan ketimpangan pendapatan tertinggi adalah Kota Tebing Tinggi dengan rasio gini sebesar 0,40. Capaian ini lebih buruk dibandingkan dengan rasio gini pada tahun 2015 yang hanya mencapai 0,31. Sementara itu, kabupaten dengan rasio gini tertinggi adalah Kabupaten Tapanuli Tengah yang tercatat 0,36. Sebaran rasio gini antara satu kota/kabupaten di Sumatera Utara dapat disimpulkan lebar. Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan daerah dengan rasio gini terendah sebesar 0,23. Capaian ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan rasio gini tertinggi di Sumatera Utara yang mencapai 0,40 maupun Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan nilai rasio gini 0,36. 6.3 Nilai Tukar Petani Meski harga komoditas mengalami perbaikan, namun hal tersebut belum berimbas pada daya beli masyarakat pertanian secara agregat. Nilai rataan Nilai Tukar Petani (NTP) Sumatera Utara kembali menurun ke 99,7, lebih rendah dibandingkan dengan capaian pada triwulan sebelumnya yang tercatat 100,6. Bahkan, 0.41 0.34 1996 1999 2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 0.4 0.35 capaian pada triwulan ini kembali lebih rendah dari level indikatifnya, yaitu 100. Penurunan NTP ini berlawanan arah dengan realisasi NTP nasional yang tercatat stabil di kisaran 101. 104.0 103.0 102.0 101.0 100.0 99.0 98.0 97.0 96.0 95.0 101.9 100.2 98.5 98.6 Sumatera Utara 101.5 102.7 97.7 98.1 Nasional 102.0 99.3 101.4 100.6 99.7 I II III IV I II III 2015 2016 101.7 Sumber : BPS Grafik 6.7 Perbandingan NTP Sumut dengan Nasional Kembali menurunnya NTP Sumatera Utara terutama didorong oleh penurunan NTP Perkebunan Rakyat, NTP Tanaman Pangan, dan NTP Hortikultura, sementara itu NTP pada sektor lainnya justru tercatat membaik. Penurunan NTP perkebunan rakyat terjadi ditengah lonjakan harga komoditas perkebunan. Tanaman perkebunan di Sumatera Utara yang sudah relatif tua menyebabkan kualitas dan kuantitas Tandan Buah Segar (TBS) maupun karet rendah. Cuaca yang cenderung kering memasuki triwulan II hingga triwulan III 2016 berpotensi menekan kualitas rendemen kelapa sawit. Selain itu, didorong efisiensi yang dilakukan pada 2015, kurangnya pemupukan pada tanaman perkebunan menyebabkan hasil panen yang tidak optimal. Dengan demikian, lonjakan perbaikan harga komoditas ini tidak berpengaruh signifikan dalam mendorong daya beli masyarakat perkebunan. Seiring dengan kondisi iklim yang kurang kondusif, NTP petani tanaman pangan dan hortikultura juga turut tertekan. Rataan NTP petani tanaman pangan kembali menurun dari 98,2 menjadi 97,5. Hal serupa juga terjadi pada NTP petani hortikultura yang menurun dari 98,0 menjadi 97,3. Kondisi cuaca yang kurang kondusif sepanjang triwulan III 2016 menyebabkan merosotnya KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 73

produksi tanaman pangan dan hortikultura. Selain itu, kondisi Gunung Sinabung sebagai sentra hortikultura dan sayur-mayur yang tak kunjung stabil juga menyebabkan pemulihan kinerja produksi yang berjalan lambat (selanjutnya baca Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah). Kondisi tersebut menyebabkan daya beli masyarakat pertanian tanaman pangan dan hortikultura terus tertekan. Sementara itu, NTP kategori Peternakan, Perikanan dan Perikanan budi daya justru membaik. Bahkan, NTP subkategori Peternakan dan subkategori Perikanan telah berada diatas level indikatif sebesar 100. Peningkatan pendapatan NTP subkategori Peternakan terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat akan daging-dagingan seiring dengan adanya perayaan idul fitri dan idul adha sepanjang triwulan III 2016. Sementara itu, peningkatan NTP subkategori Perikanan didorong oleh kembali naiknya harga komoditas perikanan yang disebabkan oleh kembali minimnya pasokan ikan segar di pasaran. Kondisi cuaca yang kurang kondusif juga terjadi di lautan sehingga berdampak pada indeks harga yang diterima oleh petani. Selain itu, animo masyarakat untuk mengkonsumsi ikan segar juga masih tinggi sehingga masih menjaga tingkat permintaan masyarakat. Tabel 6.4 Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani 2015 2016 I II III IV I II III Tanaman Pangan 96.0 96.2 96.0 96.8 98.4 98.2 97.5 Hortikultura 99.0 98.3 92.7 96.5 97.4 98.0 97.3 Tanaman Perkebunan Rakyat 95.0 95.9 92.7 93.1 95.3 98.1 95.3 Peternakan 108.3 107.5 109.7 110.5 109.4 110.5 112.9 Perikanan 103.4 100.7 100.5 100.0 101.4 102.4 104.4 Perikanan Budidaya 93.0 92.4 92.7 94.3 95.7 95.3 95.8 NTP 98.5 98.6 97.7 98.1 99.3 100.6 99.7 Sumber : BPS KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 74

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Perekonomian pada triwulan I 2017 diperkirakan masih cukup baik di kisaran 5,1-5,5% (yoy). Sumber utama pertumbuhan perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih bersumber dari kuatnya permintaan domestik sementara perbaikan dari sisi eksternal masih relatif terbatas. Perekonomian mendatang juga diperkirakan masih ditunjang dengan tekanan inflasi yang menurun seiring dengan mulai masuknya periode panen tanaman pangan yang lazimnya terjadi setiap triwulan I. Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 masih diperkirakan membaik dibandingkan tahun sebelumnya dan berada pada kisaran 5,2%-5,6%,yang disebabkan oleh perbaikan permintaan domestik yang semakin semakin solid serta kinerja net ekspor yang semakin membaik. Perbaikan perekonomian pada tahun 2017 disertai dengan perkiraan akan kembali terjangkarnya inflasi yang diperkirakan akan berada pada kisaran 4,0 ± 1% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2016. Rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh pasokan pangan yang mulai kembali normal pada awal tahun 2017. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 75

7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi Mencermati perkembangan indikator terkini, perekonomian Sumatera Utara tahun 2016 masih diperkirakan membaik meski dengan magnitude PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Tw-II 2016 yang lebih rendah dari perkiraan semula 19. Perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2016 diperkirakan berada pada rentang 5,0-5,4% (yoy). Hal ini terutama didorong oleh adanya kebijakan pemerintah untuk melakukan efisiensi fiskal yang menyebabkan lebih rendahnya performa konsumsi pemerintah dari perkiraan semula, meski masih relatif lebih baik dibandingkan tahun 2015 lalu. Masih kuatnya kinerja swasta serta mulai membaiknya sektor eksternal masih menopang akselerasi perekonomian pada tahun 2016. Daya beli masyarakat yang mulai pulih seiring dengan perbaikan harga komoditas dan permintaan akan komoditas perkebunan yang membaik mendorong masih kuatnya konsumsi rumah tangga. Dengan demikian, kokohnya konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang utama akselerasi perekonomain pada tahun 2016. Meski sempat terkendala proses realokasi anggaran pasca efektifnya program efisiensi fiskal dari pemerintah pusat, namun komitmen pemerintah yang tinggi dalam memprioritaskan program infrastruktur strategis mendorong keyakinan akan masih tingginya realisasi investasi pada tahun 2016. Pembangunan proyek infrastruktur strategis di Sumatera Utara masih tercatat on track tanpa diwarnai hambatan yang signifikan. PROYEKSI PDRB SUMUT Tw I 2017 5,5 5,3 5,2 Tw -III 2016 p mis 5,6 esimis Tw -IV 2016 p mis 5,5 esimis 5,1 Tw -I 2017 Realisasi proyek infrastruktur yang tepat waktu menciptakan persepsi positif akan iklim investasi di Sumatera Utara. Beberapa paket kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah sepanjang tahun 2015-2016 juga semakin mendorong persepsi positif terhadap investor. Hal tersebut juga diakomodasi oleh reformasi birokrasi yang terus diupayakan oleh pemerintah. Pembiayaan yang memadai juga menunjang realisasi investasi pada periode mendatang. Kinerja ekspor pada tahun 2016 juga turut diperkirakan membaik seiring dengan perbaikan harga komoditas perkebunan baik di pasar domestik maupun internasional. Perbaikan harga komoditas ini juga didukung dengan peningkatan permintaan terutama dari sisi domestik seiring dengan efektifnya program mandatori biodiesel. Dengan demikian, kinerja impor juga turut meningkat. Memasuki tahun 2017, perekonomian pada triwulan I 2017 diperkirakan masih cukup baik di kisaran 5,1-5,5% (yoy). Sumber utama pertumbuhan perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan masih bersumber dari kuatnya permintaan domestik sementara perbaikan dari sisi eksternal masih relatif terbatas. 145 135 125 115 105 95 85 75 OPTIMIS PESIMIS IEK IKK IKE Batas I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Grafik 7.1 Survei Konsumen Relaksasi perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2017 diperkirakan masih terjadi sesuai dengan historisnya. Puncak periode panen CPO yang terjadi pada triwulan IV disertai dengan harga komoditas perkebunan yang ditaksir akan kembali menurun memasuki awal tahun 2017 76

diperkirakan menekan daya beli masyarakat sehingga konsumsi diperkirakan kembali menurun. Dengan demikian, keyakinan konsumen dalam melakukan aktivitas konsumsinya juga cenderung tertahan. Hal tersebut tercermin dari hasil survei konsumen yang kembali menurun. Melandainya ekspektasi konsumen terutama dididorong oleh penurunan ekspektasi penghasilan maupun kondisi ekonomi. 160.0 150.0 140.0 130.0 120.0 110.0 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 Grafik 7.2 Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen Ekspektasi akan penurunan kinerja konsumsi masyarakat juga terjadi pada level pedagang. Berdasarkan hasil Survei Perdagangan Eceran (SPE) ekspektasi penjualan dalam 6 bulan ke depan dipekirakan stabil. 180.0 160.0 140.0 120.0 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 - Penghasilan 6 bulan yad Ekonomi 6 bulan yad I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Penjualan 3 bulan kedepan Lapangan kerja 6 bulan yad Batas Penjualan 6 bulan kedepan III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2014 2015 2016 2017 Grafik 7.3 Indeks Perkiraan Penjualan Sejalan dengan polanya, kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan menurun. Pada awal tahun, seiring dengan realisasi anggaran pemerintah yang belum optimal, maka konsumsi pemerintah juga relatif terhambat. Meskipun demikian, monitoring realisasi anggaran yang terus dilaksanakan secara intensif diperkirakan dapat menjaga realisasi konsumsi pemerintah. Belum optimalnya realisasi belanja pemerintah juga turut menekan kinerja investasi pemerintah. Proses pengadaan yang pada umumnya tidak terjadi di awal tahun, bahkan acap kali molor hingga ke triwulan III menyebabkan tidak optimalnya capaian investasi pemerintah pada periode mendatang. Kendati demikian, realisasi belanja infrastruktur strategis yang terus dilakukan seiring dengan komitmen pemerintah untuk terus menyempurnakan kualitas infrastruktur yang ada diperkirakan mampu menahan penurunan kinerja investasi lebih lanjut. Ekspektasi peningkatan investasi dari sisi swasta juga masih cukup kuat, tercermin dari beberapa kontak liaison yang menyatakan rencananya untuk merealisasikan investasi berupa barang modal pada periode mendatang, antara lain upaya peningkatan luas lahan beserta produktivitasnya serta pengadaan mesin meski perkiraan perbaikan harga tidak seoptimis perkiraan. Sementara itu, realisasi investasi rumah tangga juga diperkirakan mampu menahan lebih dalamnya koreksi kinerja investasi. Hal ini didukung dengan telah terlaluinya periode tax amnesty yang mendorong sikap wait and see investor pada beberapa periode lalu. Begitu juga dengan adanya pelonggaran kebijakan moneter serta relaksasi Loan to Value (LTV) yang dilakukan Bank Indonesia pada beberapa periode lalu diperkirakan dapat menstimulus investasi rumah tangga. Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan Komoditas Harga Tw IV 2016 (%, yoy, proyeksi) Harga Tw I 2017 (%, yoy, proyeksi) Kelapa Sawit 25 8 Karet 24 19 Kopi 12 14 Sumber: IMF Edisi Agustus 2016, diolah Selesainya periode puncak panen yang terjadi pada triwulan IV lalu menyebabkan kinerja ekspor diperkirakan tertahan. Hal ini juga semakin diperkokoh dengan prakiraan akan kembali menurunnya harga komoditas perkebunan unggulan Sumatera Utara seiring dengan asumsi akan kembali membaiknya pasokan di pasar global. Perbaikan pasokan CPO di pasar global terjadi seiring dengan normalisasi produksi CPO dunia pasca El Nino tahun 2015 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 77

lalu yang memukul produksi negara eksportir utama. Kondisi cuaca di awal tahun yang cenderung basah juga mengancam kualitas produksi karet dan kopi yang merupakan komoditas unggulan Sumatera Utara. Preferensi Tiongkok untuk menggunakan minyak kedelai seiring dengan majunya industri peternakan di Tiongkok. Hingga triwulan III 2016 pembukuan nilai ekspor CPO ke Tiongkok kembali merosot dari -7,8% (yoy) menjadi -13,6% (yoy). Meski dari sisi harga diperkirakan akan kembali menurun, namun pada dasarnya permintaan akan komoditas unggulan Sumatera Utara masih cukup tinggi. Perayaan Imlek yang terjadi serentak di seluruh dunia akan meningkatkan kebutuhan CPO sebagai bahan baku maupun komplemen dari produk makanan, baik dari sisi domestik maupun internasional. Sementara itu, dari sisi domestik peningkatan permintaan CPO juga turut ditopang dengan ditetapkannya pengadaan biodiesel periode November 2016- April 2017 berjumlah 1,53 juta Kl 20. Momentum mulai membaiknya aktivitas industri manufaktur negara mitra dagang utama juga diperkirakan memberikan dampak yang baik bagi perekonomian. Perkembangan nilai Purchasing Manager Index pada triwulan IV menunjukkan pergerakan yang cukup menggembirakan. 20 Keputusan ESDM bernomor 637 K/12/DJE/2016 Tentang Penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel dan Alokasi Besaran Volumenya Untuk Pengadaan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Pada PT Pertamina dan PT AKR Corporindo Tbk periode November 2016-April 2017 59 57 55 53 51 49 47 45 US China India Jepang Batas I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016 Grafik 7.4 Purchasing Manager Index Meski harga karet di pasar internasional diperkirakan kembali menurun, namun harapan akan perbaikan kinerja karet masih terlihat. Meski adanya kesepakatan antara International Tripartite Rubber Council (ITRC) belum cukup kuat dalam mendorong perbaikan harga karet di pasar global maupun domestik, adanya wacana penyerapan karet dalam produk infrastruktur hingga 15-20% untuk aspal pada tahun 2017 mendatang akan mendorong kinerja karet. Lebih lanjut, mulai dihentikannya penjualan karet dengan kontrak jangka panjang diharapkan dapat mendongkrak harga yang sudah terjerembab pada beberapa periode lalu. Pasokan karet di pasar global juga diperkirakan turut menurun seiring dengan terjadinya La Nina dan pergeseran musim gugur di bagian selatan Indonesia 21. Dengan berkurangnya stok karet secara global maka diharapkan harga perlahanlahan akan kembali membaik. Dari sisi penawaran, perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan didukung oleh masih baiknya kinerja kategori pertanian dan industri pengolahan. Sementara itu, kinerja konstruksi dan perdagangan diperkirakan menurun. Masuknya periode puncak panen raya tanaman pangan dan hortikultura ditengah selesainya periode puncak panen kelapa sawit mendorong PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 78

kinerja kategori pertanian. Tingginya intensi pemerintah untuk meningkatkan kapasitas produksi pada 2015 lalu yang ditandai dengan tingginya pendampingan maupun penyaluran bantuan dalam bentuk alat atau benih diharapkan mampu meningkatkan produksi pangan pada triwulan I 2017. Sementara itu, kinerja subkategori perkebunan diperkirakan menurun seiring dengan selesainya puncak produksi CPO dan kembali menurunnya harga komoditas di pasar internasional. Ekspektasi akan meningkatnya permintaan, terutama dari sisi domestik meningkatkan kinerja kategori industri pengolahan. Meningkatnya kapabilitas industri pendukung seperti listrik dan gas mampu menunjang aktivitas industri. Telah ditetapkannya kontrak penjualan Bahan Bakar Nabati jenis biodiesel untuk periode November 2016-April 2017 juga turut meningkatkan permintaan domestik. Peningkatan aktivitas industri juga dilakukan untuk meningkatkan stok dalam rangka menyambut Ramadhan dan hari raya Idul Fitri yang jatuh pada triwulan II 2017. Belum optimalnya realisasi belanja infrastruktur pemerintah juga turut menekan kinerja kategori konstruksi. Proses pengadaan proyek infrastruktur yang biasanya molor menyebabkan realisasi investasi bangunan sulit untuk dilaksanakan. Meskipun demikian, masih berlanjutnya proyek infrastruktur strategis diharapkan mampu menahan semakin dalamnya penurunan kinerja konstruksi. Sementara itu, selesainya puncak aktivitas konsumsi seiring dengan perayaan Natal dan tahun baru juga turut menekan kinerja kategori Perdagangan Besar dan Eceran (PBE). Meskipun demikian, nilai tukar yang diperkirakan masih dapat menguat diharapkan mampu menahan penurunan kinerja PBE lebih lanjut. sebelumnya dan berada pada kisaran 5,2%- 5,6%, yang disebabkan oleh perbaikan permintaan domestik yang semakin semakin solid serta kinerja net ekspor yang semakin membaik. Konsumsi rumah tangga yang kuat masih menjadi penyumbang utama akselerasi perekonomian pada tahun 2017. Upaya Pemerintah untuk memperbaiki kualitas infrastruktur yang memadai juga memberikan dukungan terhadap potensi tetap kuatnya permintaan domestik dari sisi investasi. Realisasi proyek infrastruktur yang tepat waktu menciptakan persepsi positif akan iklim investasi di Sumatera Utara. Beberapa paket kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah sepanjang tahun 2015-2016 juga semakin mendorong persepsi positif investor. Hal tersebut juga diakomodasi oleh reformasi birokrasi yang terus diupayakan oleh pemerintah. Pembiayaan yang memadai juga menunjang realisasi investasi pada periode mendatang. Sementara itu, dari sisi perdagangan, kinerja ekspor Sumatera Utara juga turut diperkirakan membaik yang terutama didorong oleh peningkatan ekspor antar daerah, sementara perkembangan kinerja perdagangan luar negeri diperkirakan masih belum terlalu menggembirakan. Peningkatan kinerja perdagangan antar daerah terutama disebakan oleh tingginya serapan biodiesel domestik seiring dengan program mandatori BBN seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sementara itu, adanya rencana pemanfaatan karet dalam proyek infrastruktur perhubungan nasional juga diharapkan mampu meningkatkan serapan karet domestik sehingga kinerja karet dapat kembali bangkit. Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 masih diperkirakan membaik dibandingkan tahun PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 79

7.2 Prospek Inflasi Tw-I 2017 3,5± 0,5% PROYEKSI INFLASI Tingginya risiko tekanan inflasi mendorong perkiraan tekanan inflasi 2016 yang lebih tinggi dari perkiraan. Masifnya penurunan produktivitas tanaman pangan dan hortikultura memasuki semester II 2016 mendorong langkanya pasokan sehingga menyebabkan kembali meningkatnya tekanan inflasi. Perbaikan harga komoditas perkebunan yang terjadi memasuki semester II 2016 juga turut menopang daya beli masyarakat sehingga meningkatkan tekanan inflasi pada tahun 2016. Seiring dengan masuknya musim panen tanaman pangan yang lazimnya terjadi pada triwulan I 2017, tekanan inflasi Sumatera Utara turut menurun hingga kembali terjangkar pada kisaran 3,5 ± 0,5% (yoy). Tekanan inflasi yang melandai pada triwulan I 2016 diperkirakan didorong oleh meredanya tekanan inflasi dari kelompok Volatile Foods dan inflasi inti. Meredupnya tekanan inflasi ini juga ditunjang dengan koordinasi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dengan Pemerintah melalui forum TPI/TPID yang telah berjalan dengan baik dan terus ditingkatkan sehingga mampu menjaga stabilitas inflasi. Pasokan pangan dan hortikultura yang diperkirakan kembali prima pada triwulan I 2017 mampu menunjang penurunan tekanan inflasi kelompok Volatile Foods. Kondisi cuaca yang kondusif dalam menopang aktivitas pertanaman mendorong cukup optimalnya produktivitas pertanian pada triwulan mendatang. Tingginya penyaluran bantuan benih padi, jagung dan kedelai (pajale) pada tahun 2016 terutama di beberapa sentra produksi padi, jagung dan kedelai juga semakin memperkuat basis produksi pangan di Sumatera Utara. Tingginya komitmen Pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan juga menjadi pemacu suksesnya kegiatan panen pada periode mendatang. Komitmen tersebut dilakukan dalam bentuk pendampingan maupun penyaluran pupuk bersubsidi yang lebih deras. Hal tersebut tercermin dari realisasi penyaluran pupuk bersubsidi pada triwulan III 2016 yang tercatat cukup tinggi. Kendati risiko peningkatan tekanan inflasi pada triwulan I 2017 dapat disimpulkan cukup rendah, TPID Provinsi Sumatera Utara terus meningkatkan koordinasi dan merealisasikan program yang telah disusun dalam roadmap pengendalian inflasi yang telah disusun sebelumnya. Melalui BULOG, persediaan beras untuk meredam tekanan inflasi dapat dinilai memadai. juta ton 120 100 80 60 40 20 - Volume Growth 0.6% 48 104 66 42 34 18 17 13 35 26 22 31 50 24 22 30 28 16 31 17 29 24 20 Sumber: BULOG Divisi Regional Sumatera Utara, diolah Grafik 7.5 Stock Beras BULOG 49.4% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2011 2012 2013 2014 2015 2016 200.0% 150.0% 100.0% 50.0% 0.0% -35.0% -50.0% -100.0% Memasuki awal tahun 2017, kondisi cuaca di Sumatera Utara diperkirakan kembali normal. Dengan demikian, aktivitas produksi maupun distribusi pada triwulan I 2017 diharapkan dapat kontributif dalam penurunan tekanan inflasi. Sementara itu, tingginya intensi pemerintah untuk terus mengupayakan penyempurnaan konektivitas perhubungan diperkirakan mampu menjaga tekanan inflasi dari sisi distribusi. yoy PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 80

210.0 190.0 SK (Perub Hrg 3 bln yad) SPE (Perub Hrg 3 bln yad) SK (Perub Hrg 6 bln yad) SPE (Perub Hrg 6 bln yad) 170.0 150.0 130.0 110.0 Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan Gambar 7.1 Perkiraan Sifat Curah Hujan Januari 2016 Meskipun demikian, masih terdapat beberapa faktor risiko yang berpengaruh pada perkembangan inflasi kelompok Volatile Foods. Masih belum stabilnya Gunung Sinabung pasca erupsi berkepanjangan yang disertai dengan belum rampungnya proses relokasi lahan produksi sayur mayur dan hortikultura menimbulkan risiko tersendiri. Selain itu, kenaikan harga Days Old Chicken (DOC) sejak akhir Juli 2016 juga turut mewarnai risiko tekanan inflasi pada awal tahun 2017. Penurunan tekanan inflasi juga turut didorong oleh penurunan tekanan inflasi inti. Stabilitas nilai tukar diperkirakan masih dapat dijaga ditengah situasi ekonomi politik global masih terus berkembang. Dengan demikian, perkembangan harga produk konsumsi berbasis impor diperkirakan masih relatif stabil. Komunikasi yang terus digencarkan oleh TPID Provinsi Sumatera Utara juga mampu menciptakan ekspektasi inflasi yang terkelola dengan baik. Hal tersebut tercermin dari ekspektasi peningkatan inflasi di level konsumen yang justru menurun meski ekspektasi peningkatan inflasi pada level pedagang cenderung meningkat. Hal ini mengindikasikan risiko demand pull inflation yang relatif rendah. 90.0 III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2014 2015 2016 2017 Grafik 7.6 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga Rendahnya demand pull inflation tersebut ditopang oleh prakiraan akan kembali menurunnya harga komoditas perkebunan terutama kelapa sawit dan karet 22. Struktur tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara yang masih didominasi oleh tenaga kerja di bidang terkait kelapa sawit dan karet menyebabkan cukup tingginya pengaruh perkembangan harga komoditas perkebunan terhadap daya beli masyarakat secara umum. Hal tersebut juga turut semakin ditunjang dengan selesainya periode puncak produksi CPO yang pada umumnya terjadi pada akhir tahun seiring dengan tingginya curah hujan. Konsumsi semen yang biasanya cukup rendah pada awal tahun juga turut memperkuat keyakinan akan kembali rendahnya tekanan inflasi inti. Hal tersebut terutama didorong oleh belum gencarnya investasi pemerintah maupun swasta sesuai dengan pola belanjanya. Risiko peningkatan tekanan inflasi inti juga masih perlu diantisipasi. Pergerakan harga emas internasional menyusul ketidakpastian situasi ekonomi politik global juga perlu dicermati lebih jauh. Hal ini disebabkan oleh kondisi pasar keuangan yang belum stabil serta harga minyak bumi yang masih rendah sehingga mendorong berpalingnya investor pada komoditas emas sebagai instrumen investasi alternatif. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 81

Berbeda dengan kedua kelompok disagregasi lainnya, tekanan inflasi kelompok Administered Prices diperkirakan meningkat. Adanya rencana pemerintah untuk mulai melakukan migrasi pelanggan listrik secara bertahap untuk golongan rumah tangga 900 VA yang sempat tertunda pada tahun 2016 meningkatkan potensi peningkatan tekanan inflasi pada triwulan I 2017. Selain itu, pergerakan harga minyak dunia yang mulai menunjukkan pola perbaikan meski berjalan lambat juga menimbulkan potensi peningkatan tekanan inflasi dari sisi tarif listrik. Meski magnitude perbaikan harga minyak dunia masih relatif rendah, namun potensi penyesuaian harga BBM pada awal tahun 2017 masih perlu diwaspadai. Hal tersebut disebabkan oleh tidak adanya penyesuaian harga BBM bersubdisi pada Oktober 2016 lalu menyebabkan diskrepansi harga minyak mentah dunia yang sudah cukup lebar bila dibandingkan dengan April 2016 (periode terakhir pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi). Delta harga minyak dunia pada bulan April dan November 2016 telah mencapai 14,1%. Dampak lanjutan dari penyesuaian tarif cukai rokok juga diperkirakan masih menambah tekanan inflasi pada triwulan mendatang. Secara keseluruhan tahun, tekanan inflasi Sumatera Utara tahun 2017 diperkirakan 4,0 ± 1% (yoy), sama dengan tahun 2016. Rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh pasokan pangan yang mulai kembali normal pada awal tahun 2017. Dengan demikian, tekanan inflasi kelompok Volatile Foods diperkirkaan mereda. Sementara itu, tekanan inflasi dua kelompok disagregasi lainnya diperkirakan meningkat. Risiko peningkatan tekanan inflasi kelompok Administered Prices pada tahun 2017 masih cukup tinggi. Tertundanya rencana pemerintah untuk melakukan migrasi pelanggan listrik subsidi menimbulkan tekanan inflasi tersendiri. Sementara itu, pergerakan harga minyak dunia yang kembali merangkak direspon pemerintah dengan adanya penyesuaian tarif listrik dalam beberapa bulan terakhir. Hal tersebut juga meningkatkan risiko kembali disesuaikannya tarif BBM bersubsidi mengingat penundaan kenaikan tarif tersebut telah dilakukan pada bulan Oktober 2016 lalu. Sementara itu, peningkatan tekanan inflasi inti terjadi seiring dengan relatif membaiknya daya beli masyarakat pada tahun 2017 seiring dengan prakiraan perbaikan harga komoditas perkebunan. Situasi global yang masih dirundung ketidakpastian juga masih menekan nilai tukar. Meskipun demikian, peningkatan tekanan inflasi inti ini diperkirakan masih berada dalam level yang terkendali sehingga inflasi secara umum masih mampu terjangkar pada sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. 7.3 Rekomendasi kepada Pemerintah Daerah Pertumbuhan Ekonomi Indikasi perbaikan perekonomian yang terus berlanjut masih dibayangi oleh beberapa faktor risiko terutama dari sisi eksternal yang belum menunjukkan perbaikan secara fundamental. Dengan demikian, diperlukan penguatan perekonomian dari sisi domestik yang dapat didorong oleh Pemerintah Daerah. Beberapa langkah dan rekomendasi di antaranya adalah: a. Mengintensifkan monitoring realisasi APBD dan APBN se-provinsi Sumatera Utara, terutama pasca dilakukannya pemotongan DAU dan DBH, sehingga realisasi dana APBD dapat optimal dan tepat guna b. Mendorong berbagai kegiatan MICE dalam rangka penguatan permintaan domestik melalui aktivitas konsumsi seperti event pariwisata melalui media pemasaran yang massive dan terpusat serta penciptaan budaya masyarakat pariwisata. c. Menciptakan persepsi positif terhadap iklim investasi di Sumatera Utara kepada investor PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 82

dan masyarakat luas melalui publikasi perkembangan kemajuan pembangunan infrastruktur melalui media komunikasi yang lebih luas dan terpusat dengan kredibilitas informasi yang lebih tinggi (Regional Investor Relation Unit/RIRU). d. Mempercepat penyediaan infrastruktur pendukung yang memadai seperti listrik dan gas sehingga proses industrialisasi dan daya tarik investasi di Sumatera Utara dapat meningkat. e. Melakukan penyempurnaan infrastruktur perhubungan untuk mendukung aktivitas perekonomian ke depan. Pengendalian Inflasi Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk pengendalian inflasi tetap terkendali, diantaranya: a. Meningkatkan program pendampingan dan pembinaan kelompok petani terkait optimalisasi produktivitas tanaman serta t k k t periode tanam/panen tertentu. b. Melanjutkan program peningkatan produksi pangan maupun diversifikasi konsumsi masyarakat melalui komunikasi yang lebih intensif. c. Melakukan percepatan pembangunan infrastruktur perhubungan untuk mendukung kelancaran distribusi barang. Hal tersebut dapat dilakukan melalui kemudahan perizinan, pengadaan lahan maupun penguatan komunikasi dengan masyarakat. d. Mengintensifkan kerja sama perdagangan antar wilayah terutama mengingat dominasi Kota Medan dalam penentuan inflasi di Sumatera Utara meski Kota Medan bukan merupakan sentra produksi pangan di Sumatera Utara. Dukungan kota/kabupaten lain sebagai daerah buffer bagi daerah lain. e. Optimalisasi peran Toko Tani dalam pengendalian inflasi di tingkat ritel f. Perluasan atau diversifikasi areal pertanaman maupun sentra produksi baru di daerah yang tidak rentan bencana untuk menghindari ketergantungan pasokan dari satu daerah tertentu. g. Sosialisasi yang lebih intensif kepada petani untuk meningkatkan tindakan tepat waktu dalam mengantisipasi paparan wabah penyakit maupun hama. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 83

Boks 3 Penguatan Kerangka Operasi Moneter 23 dan Respons Kebijakan Moneter Bank Indonesia November 2016 III. Fitur Kerangka Operasi Moneter Baru (BI 7-Day Reverse Repo Rate dan Koridor Suku Bunga) BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) digunakan sebagai suku bunga kebijakan baru sebagai pengganti BI Rate berlaku efektif pada 19 Agustus 2016. Implementasi BI 7-day RR Rate ini diikuti dengan normalisasi koridor suku bunga. Lending Facility (LF) dan Deposit Facility (DF) tetap berperan sebagai koridor atas dan bawah suku bunga. LF dan DF berjarak simetris dari BI 7-day RR Rate, masing-masing sebesar 75bps. Pada kerangka operasi moneter sebelumnya, LF berjarak lebih dekat dari suku bunga kebijakan (BI Rate) dibandingkan DF sehingga membentuk koridor yang tidak simetris. Gambar 7.2 Pegerakan Koridor Suku Bunga Kebijakan Bank Indonesia Tabel 7.2 Perbandingan Antara Kebijakan Operasi Moneter Lama dan Baru Kerangka Operasi Moneter Kerangka Operasi Moneter LAMA BARU Sk. Bunga Kebijakan BI Rate BI 7-day RR Rate Tercermin pd Tenor OM 12 bulan 1 Minggu Standing Facilities LF (Ceiling), DF (Floor) LF (Ceiling), DF (Floor) Koridor Asimetris (50 bps + 200 bps) Simetris (75bps + 75bps) PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 84

Pemilihan 7-day RR Rate sebagai suku bunga kebijakan baru didasari oleh sejumlah pertimbangan, yaitu: 1) 7-day RR mengacu pada instrumen Operasi Moneter yang aktif ditransaksikan antara Bank Indonesia dan perbankan (transaksional). 2) Instrumen Operasi Moneter 7-day Reverse Repo memiliki pasar yang relatif dalam. 3) 7-day RR Rate memiliki hubungan yang kuat dengan suku bunga sasaran operasional kebijakan moneter, yaitu suku bunga PUAB O/N. Sementara itu, pilihan koridor suku bunga yang simetris memberikan sinyal bahwa bank sentral memiliki preferensi yang netral terhadap likuiditas perbankan dan mendorong perbankan melakukan manajemen likuiditas yang optimal sesuai dengan dinamika ekonomi/kebutuhan. Disamping itu, pembentukan koridor yang simetris melalui penurunan LF dapat memperkuat posisi instrumen LF sebagai liquidity support bagi bank yang membutuhkan likuiditas jangka pendek. Penurunan cost of being illiquid diharapkan dapat memberi ruang bagi bank untuk melakukan penempatan pada tenor yang lebih panjang di pasar keuangan, sehingga mendukung pendalaman pasar uang. II. Tujuan Penguatan Kerangka Operasi Moneter Penguatan kerangka Operasi Moneter memiliki tiga tujuan utama, yaitu: 1) Memperkuat sinyal kebijakan moneter dengan suku bunga BI 7-day RR Rate sebagai acuan utama di pasar keuangan. Dengan demikian, pelaku pasar dapat menggunakan BI 7-day RR Rate sebagai acuan utama dalam menentukan suku bunga lainnya di pasar keuangan. 2) Memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang dan suku bunga perbankan. 3) Mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya transaksi dan pembentukan struktur suku bunga di pasar uang antarbank (PUAB) untuk tenor 3 bulan hingga 12 bulan. Untuk itu, penguatan Operasi Moneter akan disertai dengan langkah-langkah untuk percepatan pendalaman pasar uang. III. Struktur Suku Bunga (Term Structure) Operasi Moneter dan Stance Kebijakan Moneter Perubahan suku bunga kebijakan dari BI Rate menjadi BI 7-Day Repo Rate dilakukan sebagai upaya penguatan operasi moneter. Penguatan ini tidak mengubah stance kebijakan moneter yang tengah diterapkan mengingat peralihan dari BI Rate menjadi BI 7-Day Repo Rate terjadi masih dalam struktur suku bunga atau term structure Operasi Moneter yang sama. Suku bunga kebijakan hanya berganti dari BI Rate, ekuivalen dengan suku bunga Operasi Moneter bertenor 12 bulan, menjadi BI 7-day RR Rate yang bertenor 7 hari. Term structure baru akan bergeser apabila Bank Indonesia mengubah stance kebijakan moneter, contohnya pada bulan Januari, Februari, Maret dan Juni 2016. Sebaliknya, pada bulan-bulan lain saat tidak terjadi perubahan stance kebijakan moneter, term structure akan tetap (lihat grafik). PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 85

Grafik 7.7 Term Structure Sejalan dengan mulai digunakannya BI 7-day RR Rate sebagai suku bunga kebijakan baru pada RDG Agustus 2016, term structure Operasi Moneter akan tetap dipublikasikan di laman BI. Untuk sementara waktu, guna terus memperkuat guidance suku bunga ke pasar, pelaksanaan operasi moneter akan dilakukan dengan menerapkan metode Fixed Rate Tender (FRT) dalam lelang semua tenor instrumen moneter. Secara bertahap, penggunaan FRT akan semakin dikurangi dan digantikan dengan Variable Rate Tender (VRT). IV. Operasi Moneter Pasca Implementasi BI 7-day RR Rate Untuk mengendalikan pergerakan suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) tenor overnight (O/N) di tengah kondisi surplus likuiditas harian di sistem perbankan, Bank Indonesia, salah satunya, akan melakukan lelang Reverse Repo dengan underlying SBN pada tenor 1 minggu yang merupakan bagian dari instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT). Melalui transaksi tersebut, Bank Indonesia dapat menjaga pergerakan suku bunga PUAB O/N bergerak di sekitar BI 7-day RR Rate tanpa memengaruhi harga surat berharga secara signifikan. Hal ini merupakan salah satu kelebihan penggunaan instrumen OPT yang bersifat repurchase agreement (repo) dibandingkan dengan penggunaan transaksi pembelian atau penjualan surat berharga secara outright. Bank Indonesia akan secara rutin melakukan lelang Reverse Repo SBN 1 minggu untuk memperkuat stance kebijakan moneter. Oleh karena itu, metode lelang terutama akan menggunakan Fixed Rate Tender (FRT). Pelaksanaan lelang Reverse Repo SBN 1 minggu membuat suku bunga kebijakan (BI 7- day RR Rate) langsung ditransaksikan dengan peserta OPT, dalam hal ini perbankan domestik, dan diharapkan ditransmisikan ke suku bunga pada tenor yang lebih panjang. Suku bunga kebijakan yang bersifat transaksional tersebut diharapkan dapat memperkuat transmisi kebijakan moneter. V. Respons Kebijakan Moneter Bank Indonesia November 2016 Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 November 2016 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day RR Rate tetap sebesar 4,75%, dengan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 4,00% dan Lending Facility tetap sebesar 5,50%. Kebijakan tersebut sejalan dengan kehatihatian Bank Indonesia dalam merespons meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global pasca pemilihan umum (Pemilu) di AS, di tengah stabilitas makroekonomi dalam negeri yang tetap terjaga sebagaimana tercermin pada inflasi yang rendah dan defisit transaksi berjalan yang PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 86