REFERENSI PADA JAGAD JAWA DALAM SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS JURNAL ILMIAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jawa dalam surat kabar harian Solopos (2) pemerolehan data (3) analisis data.

REFERENSI DALAM WACANA BERBAHASA JAWA DI SURAT KABAR

ANAFORA GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL GARUDA PUTIH KARYA SUPARTO BRATA

Analisis Deiksis dalam Komik Angkara Tan Nendra Karya Resi Wiji S. dalam Majalah Panjebar Semangat

BAB III METODE PENELITIAN

BENTUK DAN MAKNA NAMA-NAMA BANGUNAN POKOK DI KERATON KASUNANAN SURAKARTA SKRIPSI

TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM WACANA KOLOM PAK RIKAN DI KORAN MINGGUAN DIVA

Analisis Kalimat Majemuk dalam Cerita Bersambung Ngoyak Lintang Karya Al Aris Purnomo

Analisis Konjungsi dalam Wacana Berita pada Rubrik Sariwarta di Majalah Panjebar Semangat Edisi Januari-Desember 2013

SKRIPSI. oleh. Nama. : Elok Wahyuni. : Bahasa dan Sastra Jawa NIM. Program. Jurusan FAKULTAS

GAYA BAHASA DALAM KUMPULAN CERITA MISTERI JAGADING LELEMBUT PADA MAJALAH DJAKA LODANG TAHUN 2001

NARASI KELISANAN DALAM TRADISI NGLIWETI PARI DESA JURANGJERO REMBANG

BENTUK UJARAN BAHASA JAWA TATARAN FONOLOGI ANAK TUNAGRAHITA TINGKAT BERAT SMP LUAR BIASA NEGERI SEMARANG (KAJIAN PSIKOLINGUISTIK)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

BAB III METODE PENELITIAN. menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat

KAJIAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA

UNIT KEGIATAN BELAJAR (UKB)

SINESTESIA PADA TUTURAN MAHASISWA PBSJ FBS UNNES SKRIPSI

ABSTRAK. Kata Kunci: Simbol, makna, ajaran, semiotik, Serat Suluk Kaga Kridha Sopana.

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PAMERAN BUKU MURAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014 TANGGAL 27 NOVEMBER 2014

ANALISIS WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL DALAM NOVEL PRAWAN NGISOR KRETEG KARYA SOETARNO

A. RUMAH PANGGANG PE A. OMAH PANGGANG PE

ANALISIS DEIKSIS DALAM TAJUK RENCANA HARIAN KOMPAS DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN MENULIS DI KELAS X

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

KOHESI GRAMATIKAL REFERENSI PADA RUBRIK HARIAN KRONIK SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS OKTOBER-NOVEMBER 2012 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan

KISI-KISI PENULISAN SOAL

Purwaka Nembang macapat, budaya tradhisional lan kuna sing isih ana nganti saiki. Budaya nembang macapat isih urip ing Kutha Surabaya.

Analisis Deiksis Cerita Bersambung Evelyn karya Dyah Katrina dalam Majalah Djaka Lodang Tahun 2014

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

ANALISIS STRUKTURAL DAN MORALITAS TOKOH DALAM DONGENG PUTRI ARUM DALU KARANGAN DHANU PRIYO PRABOWO

TRADHISI KUNGKUM SINDHEN ING SENDHANG MADE, DESA MAADE, KECAMATAN KUDU - JOMBANG

CERITA RAKYAT KI SONDONG MAJERUK DAN KI SONDONG MAKERTI DALAM PERSPEKTIF GREIMAS

Dra. Sri Sulistiani, M.Pd. Dosen Jurusan S1 Pendidikan Bahasa Daerah, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya.

REFERENSI DALAM WACANA HUMOR BERBAHASA JAWA CURANMOR (CURAHAN PERASAAN DAN HUMOR) DI SIARAN YES RADIO CILACAP

Pengaruh Medhia Smart Card kanthi Teknik TS-TS tumrap Kawasisan Nulis Pasangan Ca, Ja, Ma, Ba, Ka, Ta, La

ANALISIS DEIKSIS DALAM NOVEL LINTANG PANJER RINA KARYA DANIEL TITO DAN PEMBELAJARANNYA DI SMA. Diyah Agustiyan Universitas Muhammadiyah Purworejo

BAB II PEMBAHASAN. Dalam pembahasan ini akan dipaparkan mengenai penanda kohesi (baik

ANALISIS TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL DALAM NOVEL TRAJU MAS KARYA IMAM SARDJONO

KISI-KISI PENULISAN SOAL

PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION

Legendha Desa ing Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek(TintinganFolklor) Legendha Desa ing Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek (Tintingan Folklor)

PRATIWI AMALLIYAH A

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM ROMAN KADURAKAN ING NGISOR DRINGU KARYA SUPARTO BRATA

KEUTUHAN STRUKTUR WACANA OPINI DALAM MEDIA MASSA CETAK KOMPAS EDISI BULAN MARET 2012

Pengembangan Medhia Explosion Box Tumrap Kawasisan Nulis Teks Geguritan

ANALISIS TINDAK TUTUR DALAM NOVEL JARING KALAMANGGA KARYA SUPARTO BRATA

Upaya Bahasa Jawa Mengakomodasi Tulisan Ilmiah: Tanda-Tanda Impotensi atau Komplikasi?

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan berkomunikasi. Dalam kegiatan berkomunikasi, manusia. perasaan, mengungkapakan kejadian yang dialami, bahkan mengungkapkan

Analisis Kesalahan Kebahasaan pada Lembar Kerja Siswa Kuncaraning Widya Bagelen Kelas X SMA Kabupaten Purworejo

Legendha Jeneng Desa ing Kecamatan Jogoroto. Legendha Jeneng Desa ing Kecamatan Jogoroto

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA RUBRIK FOKUS SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS EDISI OKTOBER 2011

PENGGUNAAN KOHESI DAN KOHERENSI ANTARKALIMAT DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SAPURAN KABUPATEN WONOSOBO

PEMAKAIAN BAHASA JAWA MAHASISWA PENUTUR NGAPAK DI LINGKUNGAN FBS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Analisis Kesalahan Ortografi dalam Karangan Narasi Berbahasa Jawa Siswa Kelas XI di SMA N 6 Purworejo Tahun Pelajaran 2012/2013

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL DALAM NOVEL KIRTI NJUNJUNG DRAJAT KARYA R. Tg. JASAWIDAGDA

Oleh: Nurul Habibah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purworejo

Set Prabot Pawon Adhedhasar Makna Referensial SET PRABOT PAWON ADHEDHASAR MAKNA REFERENSIAL. Andi Susilo

DEIKSIS ARTIKEL HARIAN SUARA MERDEKA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MENULIS NARASI NONFIKSI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA

Alenia Kesatuan dan Kepaduan. Sri Hertanti Wulan

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER

TINDAK TUTUR PENYIAR ING GIYARAN MANGGA TRESNA BUDAYA RADIO MTB FM SURABAYA. Hendra Setiawan ABSTRAK

PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009

BAB I PENDAHULUAN. novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari

KESALAHAN BERBAHASA JAWA PADA PAPAN NAMA PERTOKOAN DI KABUPATEN PEMALANG

PANGREMBAKANE MEDIA ANIMASI GAMBAR ING PASINAON NYEMAK CRITA CEKAK SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 NGANJUK TAUN AJARAN 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas

Kajian Deiksis dalam Cerita Bersambung Getih Sri Panggung Karya Kukuh S.Wibowo Panjebar Semangat Edisi 23 Maret 29 Juni 2013

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

Analisis Sosiologi Sastradalam Naskah Layang Sri Juwita karya Mas Sasra Sudirja

KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF PADA KISAH NABI MUHAMMAD SAW DALAM BUKU KISAH-KISAH TELADAN 25 NABI DAN RASUL KARYA MB.

PENGEMBANGAN MEDHIA ANIMASI FLASH TUMRAP KAWASISAN NYEMAK CRITA RAKYAT SISWA KELAS VII SMPN 2 WLINGI, BLITAR TAUN 2015/2016

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1

KOHESI LAN KOHERENSI ING RUBRIK PANGUDARASA KALAWARTI PANJEBAR SEMANGAT EDISI OKTOBER-DESEMBER 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kontraksi Tembung Basa Jawa ing Cecaturan Masyarakat Wilayah Jombang

Bathik Jonegoroan Ing Desa Prayungan, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Bojonegoro (Tintingan Wujud, Makna, Ekologi Budaya LanFungsi)

pemilik code yang close sou bisa membagi source coden melalui lisensi, entah denga gratis maupun membayar. Meskipun gratis, lisensi terte bisa

ASPEK KONJUNGSI DALAM CERITA BERSAMBUNG (CERBUNG) BASKARA MUNCAR PADA MAJALAH PANJEBAR SEMANGAT

ANALISIS DEIKSIS DALAM TAJUK RENCANA KORAN REPUBLIKA

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AL-KAHFI (SURAT 18)

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007

MAKNA FILOSOFIS SAJRONE TRADHISI GANTI LANGSE ING PETILASAN PRABU KERTABUMI

KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

t (, ) = 2,000 sajrone panliten II. Kaloro asil kasebut kagolong signifikan. Asil kasebut uga

ANALISIS DEIKSIS DALAM NOVEL EMPRIT ABUNTUT BEDHUG KARYA SUPARTO BRATA

TRADHISI BUCENG ROBYONG ING DESA GEGER KECAMATAN SENDANG KABUPATEN TULUNGAGUNG TINTINGAN FOLKLOR. Dening:

Ummi Mahmudah S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah, FBS, UNESA dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat

REFERENSI DALAM WACANA TULIS PADA SURAT KABAR SOLOPOS EDISI JANUARI 2010 NASKAH PUBLIKASI

SERAT PATRAPING NGELMU PANGUKUDAN DALAM KAJIAN STRUKTURALISME TZVETAN TODOROV

LEGENDHA PASAREAN ANDONGSARI ING DESA LEDOK KULON KABUPATEN BOJONEGORO. Dening: Rindha Novacerya

Dayane Media Audiovisual Slide Bersuara Tumrap Undhaking Kawasisan Ngapresiasi Crita Rakyat Siswa Kelas VIII SMP N 4 Ngawi Taun Ajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Nomor: 1

Transkripsi:

REFERENSI PADA JAGAD JAWA DALAM SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS JURNAL ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah MUHAMMAD PEBRI PURWOKO A 310 080 192 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012

ii

ABSTRAK REFERENSI PADA JAGAD JAWA DALAM SURAT KABAR HARIAN SOLOPOS Muhammad Pebri Purwoko, A310 080 192, Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012, 51 halaman. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan analisis referensi pronomina persona pada Jagad Jawa dalam surat kabar harian Solopos, (2) mendeskripsikan analisis referensi pronomina demonstratif pada Jagad Jawa dalam surat kabar harian Solopos. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini data yang diambil adalah penggalan wacana tulis berbahasa Jawa pada suplemen khusus Jagad Jawa yang mengandung kohesi gramatikal referensi endofora dalam surat kabar harian Solopos bulan april-agustus 2012, kemudian ditentukan beberapa data yang dipandang cukup mewakili sebagai contoh. Sumber data dalam penelitian ini adalah wacana tulis berbahasa Jawa pada suplemen khusus Jagad Jawa dalam surat kabar harian Solopos bulan april-agustus 2012. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dan catat. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode agih. Metode penyajian analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode informal karena hanya menggunakan kata-kata biasa. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa : (1) Referensi persona yang digunakan pada Jagad Jawa dalam surat kabar harian Solopos, berupa persona bentuk bebas seperti: dheweke dia, piyambake beliau, panjenengane beliau, dan berupa persona bentuk terikat seperti: -e/-ne nya. (2) Referensi demonstratif yang digunakan pada Jagad Jawa dalam surat kabar harian Solopos, seperti kuwi itu, iku itu, iki ini, kasebut tersebut, kene sini, kono situ, kana sana, mangkono begitu, mau tadi, ndhisik dahulu, biyen dahulu, nalika semana pada waktu itu. Kata kunci : kohesi gramatikal referensi, wacana tulis berbahasa jawa, solopos iii iii

A. PENDAHULUAN Manusia dalam kehidupan sehari-hari tentunya membutuhkan suatu informasi, baik di dapat secara langsung maupun tidak langsung. Secara umum, dalam penyampaian informasi dapat disampaikan melalui lisan maupun tertulis. Dalam penyampaian informasi lisan, misalnya berupa pidato, khotbah, kontak melalui handpone maupun percakapan secara langsung antar manusia. Sedangkan penyampaian informasi tertulis, misalnya buku, majalah, iklan maupun salah satu perangkat handpone yaitu sms. Dalam penyampaian sebuah informasi, tentunya dibutuhkan sebuah alat atau media dalam penyampaiannya. Berdasarkan media penyampaiannya, media dibedakan menjadi dua, yaitu media lisan dan media tulis. Surat kabar atau media massa cetak merupakan salah satu media sarana informasi yang cara penyampaiannya diwujudkan secara tulis. Dalam media surat kabar, biasanya di dalamnya mencakup berbagai informasi. Dari informasi tersebut, kemudian dituangkan ke dalam kalimat. Kalimat merupakan satuan dasar wacana. Artinya, wacana hanya akan terbentuk jika ada dua kalimat, atau lebih, yang letaknya berurutan dan berdasarkan kaidah kewacanaan (Alwi et al., 2003: 311). Selain kalimat merupakan satuan dasar wacana. wacana (discourse) merupakan satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar (Kridalaksana, 2008: 259). Sebagaimana diketahui bahwa kedudukan wacana dalam satuan kebahasaan, wacana dipahami sebagai satuan bahasa yang berada di atas tataran kalimat atau satuan bahasa dibawahnya. Sehubungan dengan hal tersebut, Chaer (2007: 267) menyatakan, sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apapun. Chaer menambahkan, sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan yang lainnya. 1

Persyaratan kewacanaan yang lainnya salah satunya ditandai adanya unsur kohesi, yakni hubungan antarkalimat atau disingkat penanda hubung dalam wacana. Kohesi wacana dibedakan menjadi dua jenis, yakni kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Berdasarkan cara hubungannya, kohesi gramatikal dibedakan menjadi empat jenis, yakni (1) referensi (pengacuan), (2) subtitusi (penggantian), (3) elipsis (pelesapan), dan (4) kohesi konjungtif (Wedhawati et al., 2006: 604). Dari uraian telah dijelaskan bahwa referensi merupakan rincian dari kohesi gramatikal. Referensi adalah rujukan terhadap sesuatu yang telah atau yang akan dikatakan di dalam teks (Hasan Lubis, 1993: 10). Referensi dibagi atas 2 bagian yaitu endofora dan eksofora. Endofora adalah penunjukan ke dalam (teks) eksofora itu menunjuk ke luar. Referensi endofora dibagi lagi atas dua bagian yaitu anafora dan katafora. Anafora menunjuk ke belakang dan katafora menunjuk ke muka. Hasan Lubis (1993: 25) menyatakan hubungan dengan menggunakan referensi adalah hubungan yang lazim dipakai dalam tiap-tiap bahasa. Sehubungan dengan hal itu, dalam penelitian ini mengenai referensi dalam berbahasa Jawa. Selanjutnya, referensi merupakan salah satu bagian kohesi gramatikal sebagai sarana kohesif wacana. Berdasarkan penanda kohesifnya, referensi dibedakan menjadi dua, yakni (1) referensi pronomina persona dan (2) referensi pronomina demonstratif (Wedhawati et al., 2006: 604). Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti mengenai Referensi pada Jagad Jawa dalam Surat Kabar Harian Solopos. B. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan semata-mata berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret: paparan seperti adanya (Sudaryanto, 1988: 62). 2

Objek penelitian ini pada kohesi gramatikal yang mengandung unsur referensi pronomina persona dan referensi demonstratif pada Jagad Jawa dalam surat kabar harian Solopos. Data dalam penelitian ini adalah kalimat dan paragraf dalam wacana media cetak khusus yang mengandung unsur kohesi gramatikal referensi pronomina persona, dan referensi pronomina demonstratif. Sumber data dalam penelitian ini pada Jagad Jawa dalam surat kabar harian Solopos. Pengumpulan data menggunakan metode simak, yaitu metode yang pelaksanaanya dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 133), dalam hal ini adalah pada Jagad Jawa dalam surat kabar harian Solopos. Metode simak dilaksanakan dengan teknik dasar sadap dan teknik catat sebagai teknik lanjutannya. Tahap analisis data, peneliti menangani langsung masalah yang terkandung pada data. Analisis data menggunakan metode agih, yaitu metode yang pelaksanaannya dengan menggunakan unsur penentu yang berupa unsur bahasa itu sendiri (Sudaryanto, 1993: 15). Metode agih dilaksanakan dengan teknik lanjutan, yaitu teknik lesap, teknik ganti, teknik balik. Teknik lesap digunakan untuk mengetahui kadar keintian unsur yang dilesapkan. Teknik ganti digunakan untuk mengetahui kadar kesamaan kelas atau kategori unsur terganti dengan unsur pengganti. Teknik balik digunakan untuk mengetahui ketegaran letak suatu unsur. Penyajian hasil analisis data dengan memaparkan kaidah-kaidah kohesi gramatikal referensi pronomina pada Jagad Jawa dalam surat kabar harian Solopos. Kaidah-kaidah tersebut dipaparkan dengan metode informal, yaitu paparan yang menggunakan rumusan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993: 145). C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini terutama akan dibicarakan hubungan yang endofora. Adapun mengenai hubungan eksofora tidak akan dibicarakan dalam penelitian ini, karena penunjukan disini tidak ke dalam atau ke kalimat- 3

kalimat yang sebelum atau sesudahnya, tetapi menunjuk ke luar bahasa itu (Hasan Lubis, 1993: 25). a. Referensi Pronomina Persona Pronomina persona adalah pronomina yang dipakai untuk mengacu pada manusia. Pronomina persona sebagai sarana kekohesifan dapat direlisasikan dalam bentuk bebas ataupun bentuk terikat. Pronomina persona bentuk bebas dan bentuk terikat dalam bahasa Jawa itu ada dua macam, yaitu pronomina yang menggunakan ragam ngoko dan ragam krama. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, referensi persona yang didapat pada Jagad Jawa dalam surat kabar harian Solopos, berupa persona bentuk bebas seperti: dheweke dia, piyambake beliau, panjenengane beliau, dan berupa persona bentuk terikat seperti: -e/-ne nya. Adapun penanda kohesi gramatikal berupa pronomina-pronomina persona tersebut dapat dilihat pada data-data berikut. (1) Raden Ajeng (RA) Kartini iku pahlawan wanita kang wis ditepungi bebrayan agung amarga berjuwang kanggo kapreluan dhasare wanita, yaiku pendidikan. Panjenengane duwe panemu utawa gagasan, bocah wadon kuwi ora beda karo bocah lanang babagan hak pendhidhikan... (Memulang Bocah Wadon Jagad Jawa No 248/April/2012). Raden Ajeng (RA) Kartini adalah pahlawan wanita yang sudah dikenali oleh masarakat karena berjuang untuk keperluan dasar wanita, yaitu pendidikan. Beliau punya ide atau gagasan, anak perempuan itu tidak ada bedanya dengan anak laki-laki tentang hak pendidikan... (2) Sunan Kalijaga nggunakake wayang kulit kanggo medhia dakwah. Miturut sujarah, piyambake dadi wong siji-sijine kang gawe wayang saka kulit kewan. (Wayang ing Lakuning Jaman Jagad Jawa No 256/Juni/2012). Sunan Kalijaga menggunakan wayang kulit sebagai media dakwah. Menurut sejarah, beliau menjadi satu-satunya orang yang membuat wayang dari kulit hewan. (3) Edy Sulistiono duwe gelar Raden Ngabehi saka Karaton Surakarta Hadiningrat. Dheweke diparingi gelar amarga 4

duwe lelabetan ing budaya Jawa, yakuwi pasinaon budaya lan uga ndhalang. (Gelar Sesambungan Kaliyan Lelabetan Jagad Jawa No 255/Juni/2012). Edy Sulistiono mempunyai gelar Raden Ngabehi dari Keraton Surakarta Hadiningrat. Dia diberikan gelar karena mempunyai jasa dalam budaya Jawa, yaitu pembelajaran budaya dan juga dalang. (4)... Nuduhake kepriye dheweke ora gampang marem karo ilmune. Sawuse lulus kuliyah Sastra Inggris Universitas Diponegoro, dheweke banjur mbacutake kuliyah ing Magister Manajemen ing Universitas Gadjah Mada (UGM). (Ngudi Kawruh Dadi Laku Niti Urip Jagad Jawa No 250/Mei/2012).... menunjukkan bagaimana dia tidak mudah puas dengan ilmunya. Setelah lulus kuliah Sastra Inggris Universitas Diponegoro, dia lalu melanjutkan kuliah di Magister Manajemen ing Universitas Gadjah Mada (UGM). (5)... Tari uwis dadi laku batin lan perangan seka uripe. Suprapto ngendika yen bakal terus nari angger awak bisa tetep obah, batese nganti tumekaning pati. (Tari Nentremake Ati Jagad Jawa No 249/April/2012).... Tari sudah menjadi kesenangan dan sebagian dari kehidupannya. Suprapto mengatakan bahwa tetap akan terus menari jika badan bisa tetap bergerak, batasnya hingga datangnya ajal mati. Pada data (1) pronomina persona ketiga panjenengane (ragam krama: panjenengane, piyambake, ngoko: dheweke) beliau mengacu pada Raden Ajeng (RA) Kartini. Piyambake beliau pada data (2) mengacu pada Sunan Kalijaga. Dheweke dia pada data (3) mengacu pada Edy Sulistiono. Dheweke pada data (4) mengacu pada tokoh sentral pada paragraf yang mendahuluinya. Pronomina persona bentuk terikat -ne (varian -e) pada ilmune ilmunya juga mengacu pada tokoh sentral pada paragraf yang mendahuluinya. Dari data itu, dapat diketahui bahwa pengacuan -e/-ne bersifat anaforis. Namun, -e/-ne selain bersifat anaforis dapat pula bersifat 5

kataforis (Wedhawati, 2006: 605). Pronomina persona -e/-ne pada uripe kehidupannya mengacu pada Suprapto (data 5). b. Referensi Pronomina Demonstratif Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa (TBBJ, 1991: 94) dijelaskan bahwa, pronomina subkategori ini berkaitan dengan penunjukan terhadap banyak hal. Pertama, dengan substansi tertentu sehingga timbul adanya pronomina demonstratif substantif (iki ini, kuwi itu ). Kedua, dengan tempat tertentu sehingga timbul adanya pronomina demonstratif lokatif (kene sini, kono situ ). Ketiga, dengan perian tertentu sehingga timbul adanya pronomina demonstratif deskriptif (ngene, mangkene begini, ngono, mangkono begitu ). Keempat, dengan waktu tertentu sehingga timbul adanya pronomina demonstratif temporal (saiki sekarang, kini, mengko nanti ). Kelima, dengan ukuran sehingga timbul adanya pronomina demonstratif dimensional (semene sekian (ini), semono sekian (itu) ). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, referensi demonstratif yang didapat pada Jagad Jawa dalam surat kabar harian Solopos, seperti kuwi itu, iku itu, iki ini, kasebut tersebut, kene sini, kono situ, kana sana, mangkono begitu, mau tadi, ndhisik dahulu, biyen dahulu, nalika semana pada waktu itu. Adapun penanda kohesi gramatikal berupa pronomina-pronomina demonstratif tersebut dapat dilihat pada data-data berikut. 1) Penunjukan kuwi / iku itu, iki ini, kasebut tersebut. Dalam hubungan endoforik kata itu selalu menunjuk ke depan (Ramlan, 1993: 13). Dari pengertian itu jelas kiranya bahwa penunjukan kata kuwi / iku dalam bahasa Jawa bersifat anaforis. Adapun penanda penunjukan tersebut dapat dilihat pada data berikut. (6) Botohan: senadyan cilik tetep wae ora becik, sebab kuwi sipat kang ala, lan kasile botoh ora bakal bisa menehi kabecikan lan katentreman. (Pager Mangkok Luwih Kuwat Tinimbang Pager Tembok Jagad Jawa No 261/Juli/2012). 6

Taruhan: meskipun kecil tetap saja tidak baik, karena itu sifat yang jelek dan hasil taruhan tidak akan bisa memberikan kebaikan dan ketentraman. (7) Sadurunge agama Islam ngrasuk ing Nuswantara, saperangan wargane ngugemi kaprecayan kuno kang diarani animisme, dinamisme, fatisisme, lan politisme. Saliyane iku uga ana sing mracayani anane kakuatan supernatural kang nguwasani alam saisine, arupa dewa dewa. (Sedhekah Laut Jagad Jawa No 246/April/2012). Sebelum agama Islam masuk di Nusantara, sebagian warganya menganut kepercayaan kuno yang dinamakan animisme, dinamisme, fatisisme, dan politisme. Selain itu juga ada yang mempercayai adanya kekuatan supernatural yang menguasai alam seisinya, berupa para dewa. Dari contoh-contoh itu, dapat diketahui bahwa pengacuan demonstratif kuwi / iku itu bersifat anaforis. Kata kuwi itu pada data (6) mengacu ke depan secara anaforis pada botohan taruhan ; kata iku itu pada data (7) mengacu ke depan secara anaforis pada animisme, dinamisme, fatisisme,... politisme. Berbeda dengan kata itu yang dalam hubungan endoforik selalu menunjuk ke depan, kata ini dapat menunjuk ke depan dan dapat juga menunjuk ke belakang (Ramlan, 1993: 14). Dari pengertian itu jelas kiranya bahwa penunjukan kata iki dalam bahasa Jawa selain bersifat anaforis dapat pula bersifat kataforis. Adapun penanda penunjukan tersebut dapat dilihat pada data berikut. (8) Jeneng ruwahan dipracaya saka jeneng Sasi Ruwah. Iseh ana masarakat Jawa kang padha mengeti sasi iki kanthi cara jiyarah ing kuburan wongtuwo utawa leluhur. (Ruwahan, Ngelingi Arwah Jagad Jawa No 257/Juni/2012). Nama ruwahan dipercaya dari nama Bulan Ruwah. Masih ada masyarakat Jawa yang memperingati bulan ini dengan cara ziarah di pemakaman orang tua atau leluhur. (9) Sipat iki bisa nekani bebaya nalika ana tangga sing kemalingan, tangga liya ora preduli, senadyan bisa menehi pitulungan. Sipat individual yakuwi rumangsa bisa urip dhewe 7

tanpa pitulungan wong liya... (Pager Mangkok Luwih Kuwat Tinimbang Pager Tembok Jagad Jawa No 261/Juli/2012). Sifat ini bisa mendatangkan bahaya ketika ada tetangga yang kemalingan, tetangga lain tidak peduli, meskipun bisa memberikan pertolongan. Sifat individual yaitu merasa bisa hidup sendiri tanpa pertolongan orang lain... Kata iki ini pada frasa sasi iki bulan ini pada data (8) mengacu ke depan secara anaforis pada sasi ruwah; sedangkan kata iki ini pada frasa sipat iki sifat ini pada data (9) mengacu ke belakang secara kataforis pada sipat individual sifat individual. Data penelitian ini menunjukkan bahwa selain penunjukan kata kuwi / iku itu, iki ini, ditemukan pula pronomina penunjukan dengan kata kesebut tersebut. Menurut Ramlan (1993: 15) kata tersebut juga berfungsi sebagai penanda penunjukan seperti halnya kata itu dan ini yaitu sebagai penanda penunjukan yang menunjuk ke depan secara anaforik. Dari pengertian itu jelas kiranya bahwa kata tersebut bersifat anaforis. Dalam hal ini kata tersebut dalam bahasa Indonesia bersinonim dengan kata kasebut dalam bahasa Jawa. Adapun penanda penunjukan tersebut dapat dilihat pada data berikut. (10) Kabudayan duweni sawetara perangan, salah sijine yaiku tradhisi sedekah laut dadi salah siji contone. Saka warisan leluhur kasebut, dadi tradhisi kang ora kabeh wong-wong nindakake. Tegese amung wong-wong tartamtu kang duweni kapentingan ing sajerone... (Wujud Sukure Nelayan marang Sing Kuwasa Jagad Jawa No 246/April/2012). Kebudayaan mempunyai beberapa bagian, salah satunya yaitu tradisi sedekah laut menjadi salah satu contohnya. Dari warisan leluhur tersebut, menjadi tradisi yang tidak semua orang menjalankannya. Artinya hanya orangorang tertentu yang mempunyai kepentingan di dalamnya. Kata kasebut tersebut pada frasa warisan leluhur kasebut warisan leluhur tersebut pada data (10) mengacu ke depan secara anaforis pada tradhisi sedekah laut. 8

2) Penunjukan kene sini, kono situ, kana sana. Selain penunjukan kata kuwi / iku itu, iki ini, kesebut tersebut, pronomina penunjukan dalam bahasa Jawa dapat pula dinyatakan dengan kata kene sini, kono situ, kana sana yang berfungsi sebagai penanda penunjukan waktu. Adapun penanda penunjukan tersebut dapat dilihat pada data berikut. (11) Sekolah bisa dadi salah sijine lembaga kang mbentuk watake bocah dadi kuwat, disiplin lan urmat karo budayane dhewe. Bocah ing kene wus ora kapitung maneh anggone melu adicara-adicara seni lan budaya. (Sekolahan Bisa Dadi Papan Dolanan Bocah Jagad Jawa No 252/Mei/2012). Sekolahan bisa menjadi salah satunya lembaga yang membentuk watak anak menjadi kuat, disiplin dan hormat pada budayanya sendiri. Anak di sini sudah tidak terhitung lagi dalam mengikuti adicara-adicara seni dan budaya. (12) Taman: Papan panggonan ing wis digawe sakapik-apike panggonan, ditata kanthi apik lan endah. Ing kono ana maneka jinis kembang, tanduran, abang, kuning, ijo tumplek bleg dadi siji. (Taman Raja kanggo Posah pasihan Jagad Jawa No 251/Mei/2012). Taman: tempat yang telah dibuat sebaik-baiknya, ditata hingga bagus dan indah. Di situ ada beragam jenis bunga, tanaman, merah, kuning, ijo berkumpul jadi satu. (13) Taman Balekambang ing lingkungan Banjarsari dadi papan plesiran masarakat Soloraya. Wiwit bocah TK nganti SMA padha sinau biologi, kewan lan tanduran. Ing kana uga akeh mudha-mudhi sing padha seneng ngiyup saka hawa panas ing ngisor wit-witan gedhe. (Taman kanggo Njaga Larasing Urip Jagad Jawa No 251/Mei/2012). Taman Balekambang di lingkungan Banjarsari menjadi tempat wisata masyarakat Soloraya. Mulai anak TK hingga SMA belajar Biologi, hewan dan tumbuhan. Di sana juga banyak muda-mudi yang senang berteduh dari hawa panas di bawah pohon-pohon besar. (14) Ing kana, akeh wong asli saka Jawa. Jaman Landa, wong Jawa padha diguwak dening Landa menyang Suriname minangka buruh lan budak. Mula ing kana, basa sing dienggo 9

nganti saiki salah sijine basa Jawa. (Perda kanggo Nglestarekake Basa Jawa Jagad Jawa No 254/Juni/2012). Di sana, banyak orang asli dari Jawa. Zaman Belanda, orang Jawa dibuang oleh Belanda menuju ke Suriname sebagai buruh dan budak. Maka di sana bahasa yang digunakan hingga sekarang salah satunya adalah bahasa Jawa. Kata kene sini pada frasa ing kene di sini pada data (11) mengacu ke depan secara anaforis pada sekolah sekolahan ; kata kono situ pada frasa ing kono di situ data (12) mengacu ke depan secara anaforis pada taman; kata kana sana pada frasa ing kana di sana data (13) mengacu ke depan secara anaforis pada taman Balekambang. Penunjukan kene sini, kono situ, kana sana yang berfungsi sebagai penanda penunjukan tempat selain bersifat anaforis dapat pula bersifat kataforis. Pronomina demonstratif kana sana pada frasa ing kana di sana pada data (14) mengacu secara anaforis dan kataforis pada Suriname. 3) Penunjukan mangkono begitu. Kata mangkono begitu dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa (TBBJ, 1991: 94) termasuk golongan kata penunjukan pada perian tertentu disebut pronomina demonstratif deskriptif. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengacuan mangkono begitu bersifat anaforis. Adapun penanda penunjukan tersebut dapat dilihat pada data berikut. (15) Mangsa dadi bocah yaiku mangsa kang endah. Kayane padinane amung kanggo dolanan lan tetembangan. Sanajan mangkono, sejatine dolanan bocah iku kanthi turun tumurun ngandhut piwulang tumrap bocah, ing antarane karukunan, guyub lan jujur. (Dolanan Bocah Nuduhake Kerukunan Jagad Jawa No 252/Mei/2012). Masa menjadi anak-anak yaitu masa yang indah. Sepertinya kesehariannya hanya untuk bermain dan bernyanyi. Meskipun begitu, sebenarnya permainan anakanak itu hingga turun-menurun mengandung pelajaran untuk anak-anak, di antaranya kerukunan, kebersamaan dan jujur. 10

Kata mangkono begitu pada data (15) mengacu ke depan secara anaforis pada padinane amung kanggo dolanan lan tetembangan kesehariannya hanya untuk bermain dan bernyanyi. 4) Penunjukan mau tadi, ndhisik dahulu, biyen dahulu. Kata mau tadi, ndhisik dahulu, biyen dahulu dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa (TBBJ, 1991: 94) termasuk golongan kata penunjukan pada waktu tertentu disebut pronomina demonstratif temporal. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengacuan mau, ndhisik, biyen bersifat anaforis. Adapun penanda penunjukan tersebut dapat dilihat pada data berikut. (16)... Basa Jawa duwe pirang-pirang jinis utawa undhakundhakane, kaya dene ngoko, ngoko alus, krama alus, krama inggil lan sakpiturute. Undhak-undhakane kuwi mau bisa dadi tatacara nerapake tatakama lan bisa dadi thukul rasa urmat marang wongtua. (Memulang Bocah Wadon Jagad Jawa No 248/April/2012).... Bahasa Jawa mempunyai beberapa jenis atau tingkatan, misalnya ngoko, ngoko alus, krama alus, krama inggil dan seterusnya. Tingkatan itu tadi bisa menjadi tatacara penerapan tatakrama dan bisa menjadi menumbuhkan rasa hormat terhadap orang tua. (17) Taun 1980-an mrene wis arang ana bocah gelem dolanan tradhisional. Jaman ndhisik para bocah bisa dolanan kanthi apa wae. Bebasan direwangi bapake gawe dolanan saka maneka warna piranti, bisa saka uwuh, bisa saka barang kang wus ora migunani. (Dolanan Bocah Nuduhake Kerukunan Jagad Jawa No 252/Mei/2012). Pada tahun 1980-an hingga sekarang sudah jarang ada anak-anak mau bermain tradisional. Zaman dahulu anakanak bisa bermain apa saja. Di ibaratkan bapaknya membuat mainan dari berbagai macam alat, bisa dari buah, bisa dari barang yang sudah tidak dipakai. (18) Tari utawa beksa uwis ana wiwit atusan kepungkur. Tari ing padesan kang ing jaman biyen di gelar nalika ngepasi panen utawa nalika udan, saiki kaya-kaya uwis ora maneh. Jaman uwis ganti, tari uga melu ganti. (Tari Nentremake Ati Jagad Jawa No 249/April/2012). 11

Tari sudah ada mulai ratusan tahun yang lalu. Tari di pedesaan yang pada zaman duhulu diadakan ketika bertepatan dengan panen atau ketika hujan, sekarang seperti sudah tidak lagi. Zaman sudah berubah, tari juga ikut ganti. Kata mau tadi pada frasa undhak-undhakane kuwi mau tingkatan itu tadi pada data (16) mengacu ke depan secara anaforis pada ngoko, ngoko alus, krama alus, krama inggil...; kata ndhisik dahulu pada frasa jaman ndhisik zaman dahulu pada data (17) mengacu ke depan secara anaforis pada taun 1980-an tahun 1980-an ; kata biyen dahulu pada frasa jaman biyen zaman dahulu pada data (18) mengacu ke depan secara anaforis pada atusan kepungkur ratusan tahun yang lalu. Pronomina penunjukan waktu dalam bahasa Jawa dapat pula dinyatakan dengan frasa nalika semana pada saat itu. Dalam Tata Baku Bahasa Jawa (TBBJ, 1991: 100), dimungkinkan pula adanya semana yang ada bersama-sama dengan kata penunjuk saat nalika ketika, yakni nalika semana pada saat itu ; tetapi tidak ada *nalika semene dan *nalika semono. Adapun penanda penunjukan tersebut dapat dilihat pada data berikut. (19) Dina nalika Bung Karno lan Bung Hatta maca Proklamasi Kamardikan Indonesia, pas banget ing Sasi Pasa, dina Jemuwah 17 Agustus 1945. Nalika semana, umat Islam padha pasa, Indonesia entuk berkahe Sasi Pasa kang gedhe banget, yaiku mardika. (Apa Prelune Mengeti Kamardikan? Jagad Jawa No 264/Agustus/2012). Hari ketika Bung Karno dan Bung Hatta membaca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepat sekali di Bulan Puasa, hari Jumat 17 Agustus 1945. Pada waktu itu, umat Islam semua puasa, Indonesia mendapatkan berkah Bulan Puasa yang besar sekali, yaitu kemerdekaan. Frasa nalika semana pada saat itu pada data (19) mengacu ke depan secara anaforis pada dina Jemuwah 17 Agustus 1945 hari Jumat 17 Agustus 1945. 12

D. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraian di atas, maka dapat disimpulkan di bawah ini. Referensi persona yang digunakan pada Jagad Jawa dalam surat kabar harian Solopos, berupa persona bentuk bebas seperti: dheweke dia, piyambake beliau, panjenengane beliau, dan berupa persona bentuk terikat seperti: -e/-ne nya. Referensi demonstratif yang digunakan pada Jagad Jawa dalam surat kabar harian Solopos, seperti kuwi itu, iku itu, iki ini, kasebut tersebut, kene sini, kono situ, kana sana, mangkono begitu, mau tadi, ndhisik dahulu, biyen dahulu, nalika semana pada waktu itu. DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan et al. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Cetakan ke 6. Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka. Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT Rineka Cipta. Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Lubis, A. Hamid Hasan. 1993. Jenggala Bahasa Indonesia. Cetakan ke (angka terakhir). Bandung: Angkasa. Ramlan. M. 1993. Paragraf (Alur Pikiran dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia). Edisi pertama. Cetakan pertama. Yogyakarta: Andi Offset. Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik (Bagian Pertama: Ke Arah Memahami Metode Linguistik). Cetakan ke 2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sudaryanto et al. (Penyunting). 1991. Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa. Cetakan ke-1. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa (Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistis). Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Wedhawati et al. 2006. Tata Bahasa Jawa Mutakhir. Edisi Revisi. Cetakan ke 1-5. Yogyakarta: Kanisius. 13