dokumen-dokumen yang mirip

KATA PENGANTAR Pengguna Narkoba Lebih Baik Direhabilitasi daripada Dipenjara Laporan Kinerja BNN Tahun 2014

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

CHECKLIST REVIU LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH. BADAN NARKOTIKA NASIONAL TA No Pernyataan Y/T Keterangan

2 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik I

Optimalisasi Struktur Organisasi Badan Narkotika Nasional

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

Pengguna Narkoba Lebih Baik Direhabilitasi daripada Dipenjara LAKIP BNN Tahun 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

: PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL

PERATURAN KETUA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Nomor : PER / 01 / VIII / 2007 / BNN TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN NARKOTIKA KABUPATEN TOLITOLI

BAB I PENDAHULUAN. perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

FORMAT KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEGIATAN UNIT KERJA VERTIKAL TA 20xx

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

JAKARTA, 22 FEBRUARI 2017

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Loka Rehabilitasi. Organisasi. Tata Kerja.

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA NEGARA. No.679, 2012 BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Balai Rehabilitasi. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Indonesia dan memiliki luas sebesar 2.556,75 km 2 dan memiliki penduduk sebanyak

BAB IV TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Badan Narkotika Nasional Provinsi Riau

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

FORMAT KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEGIATAN ESELON II (DIREKTORAT, BIRO, PUSAT)

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

L A P O R A N K I N E R J A

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KELOMPOK AHLI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROPINSI SULAWESI SELATAN. KEPUTUSAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Nomor : KEP/ 06 / X / 2011 / BNNP TENTANG

A IO N BNN BADAN NARKOTIKA NASIONAL. RENSTRA BNN [reviu]

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Kelompok Ahli. Pengorganisasian.

Pada hakekatnya reformasi birokrasi pemerintah merupakan proses

RENCANA KERJA 2015 BADAN NARKOTIKA NASIONAL KOTA MATARAM

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

Peraturan...

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

2 2. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60); 3. Peraturan Ke

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi.

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2014

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Badan Narkotik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA TASIKMALAYA

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH ( LKIP ) TAHUN 2016

BIO DATA KOTA TANGERANG

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI


LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BIRO HUKUM DAN ORGANISASI TAHUN 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba dan peredaran gelap narkoba di

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAKIP INSPEKTORAT 2012 BAB I PENDAHULUAN. manajemen, antara lain fungsi-fungsi planning, organizing,

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30

P E M E R I N T A H K O T A M A T A R A M

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN NASIONAL ANTI KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Implementasi..., Agustinus Widdy H, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STANDAR EVALUASI DAN PELAPORAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH INSPEKTORAT TAHUN 2015

BAB II PERENCANAAN KINERJA

Rencana Strategis

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

BAB I P E N D A H U L U A N

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 T E N T A N G

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

Transkripsi:

KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-nya, sehingga penyusunan Laporan Kinerja Badan Narkotika Nasional (BNN) Tahun 2016 ini, dapat diselesaikan sesuai dengan target waktu yang ditentukan. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, setiap entitas pelaporan wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan dan kinerja yang berisi tentang ringkasan keluaran dari masing-masing program dan kegiatan yang telah dilaksanakan. Penyusunan laporan kinerja ini dimaksudkan sebagai pelaksanaan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang mengatur, bahwa penyelenggara negara wajib mempertanggungjawabkan hasil akhir setiap program dan kegiatan yang telah dilakukan kepada masyarakat. Sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian, BNN melaksanakan 2 (dua) Program yaitu Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BNN dan Program Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN), yang dalam pelaksanaan progam dan kegiatan telah berpedoman pada rencana strategis lembaga sebagai penjabaran visi dan misi organisasi. Hal ini menyiratkan bahwa Kepala BNN sebagai penanggung jawab program dan kegiatan di bidang P4GN, wajib melaporkan dan mempertanggungjawabkan kinerja secara akuntabel baik kepada Presiden sebagai Kepala Negara maupun masyarakat sebagai penerima manfaat program dan kegiatan yang digulirkan. Secara umum Sasaran Strategis BNN yang telah ditetapkan, telah mencapai target dengan baik bahkan terdapat sasaran kinerja yang melebihi target yang ditentukan. Namun demikian juga masih terdapat target kinerja yang belum mencapai hasil secara optimal, tentunya keberhasilan dan kegagalan pencapaian target menjadi bahan evaluasi dalam pelaksanaan program dan kegiatan di masa mendatang. i

Laporan kinerja yang ringkas ini, diharapkan dapat memberikan gambaran obyektif tentang kinerja Badan Narkotika Nasional Tahun 2016, selain itu laporan ini menjadi acuan yang berkesinambungan dalam merencanakan dan melaksanakan P4GN di masa mendatang. Kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan ini baik dalam bentuk kontribusi data, kontribusi penulisan laporan maupun kontribusi bentuk lainnya saya ucapkan terima kasih, semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi dan memberkati usaha kita semua Amin. Jakarta, Februari 2017 Kepala Badan Narkotika Nasional TTD Drs. Budi Waseso ii

RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KINERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL TAHUN 2016 Sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Badan Narkotika Nasional (BNN) melaksanakan 2 (dua) program yaitu: 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BNN. 2. Program Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN)., Realiasi target kinerja kedua program tersebut diimplementasikan melalui 7 (tujuh) Sasaran Strategis dengan 13 (tigabelas) Indikator Kinerja Utama, dengan kriteria capaian sebagai berikut: a. Capaian di atas 100% sebanyak = 5 Indikator Kinerja Utama;, b. Capaian 90 s/d 100% sebanyak = 3 Indikator Kinerja Utama; c. Capaian 80 s/d 89% sebanyak = 2 Indikator Kinerja Utama; d. Capaian 70 s/d 79% sebanyak = 0 Indikator Kinerja Utama; e. Capaian 60 s/d 69% sebanyak = 0 Indikator Kinerja Utama; f. Capaian 50 sd 59% sebanyak = 1 Indikator Kinerja Utama; g. 2 (dua) Indikator Kinerja Utama BNN belum dapat nilai dari Kemenpan & Reformasi Birokrasi. Upaya pencaian target kinerja BNN, dilakukan dengan mendorong kinerja Satuan Kerja (Satker) melalui pembinaan teknis operasional yang berdampak pada semakin berfungsinya sistem kinerja yang dibangun serta peningkatan kerja sama dengan Kementerian/Lembaga/Instansi dan semakin timbulnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan P4GN. Berdasarkan evaluasi bahwa kinerja Satker setiap tahunnya sudah menunjukkan peningkatan yang berarti, namun dibalik peningkatan kinerja tidak lepas dari permasalahan dan kendala terkait dengan keterbatasan sumber daya manusia baik secara kualitas maupun kuantitas, sumber daya manusia yang paling dibutuhkan saat ini terutama bidang pemberantasan. Sampai saat ini bidang pemberantasan di beberapa Satker di kewilayahan belum terisi baik struktural maupun fungsional. iii

Terhambatnya pengisian personil pemberantasan dan pelaksana tugas teknis lainnya, juga karena adanya keterbatasan BNN menyediakan tunjangan kinerja terutama pada provinsi yang tunjangan kinerja daerah yang sangat besar dibandingkan dengan tunjangan kinerja yang diperoleh bila menjadi pegawai BNN. Adapun langkah-langkah yang ditempuh untuk mengatasi kendala keterbatasan tersebut diatas dilakukan dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada di BNN termasuk dengan melakukan pergeseran personil pada satauan kerja yang sangat membutuhkan dan tergolong rawan peredaran narkoba. Disamping itu mengoptimalkan anggaran yang tersedia khususnya yang berkaitan dengan belanja pegawai. Oleh karena adanya moratorium penerimaan pegawai, maka akan dilakukan pendekatan dengan pemerintah daerah dan juga dengan Polda/ Polres setempat untuk bantuan personil guna mendukung kebutuhan organisasi, bila masih belum mencukupi akan dilakukan penambahan personil tenaga yang dipekerjakan. Dari segi penyerapan anggaran, Tahun 2016 BNN berhasil menyerap anggaran sebesar 72%. Sisa anggaran merupakan penghematan dari Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Belanja Modal. Besarnya sisa anggaran sangat dipengaruhi oleh adanya kebijakan pemotongan/penghematan anggaran oleh Kementerian Keuangan. Jika realisasi anggaran BNN dikurang dengan anggaran yang di blokir, maka realisasi anggaran BNN sesungguhnya tahun 2016 adalah sebesar 89%. iv

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KINERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL TAHUN 2016... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... i iii v vii viii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Dasar Hukum... 2 C. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan... 3 D. Struktur Organisasi... 6 E. Sistematika... 7 BAB II PERENCANAAN KINERJA... 8 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BNN... 11 A. Capaian Kinerja Organisasi... 11 B. Realisasi Anggaran... 76 BAB IV PENUTUP... 78 v

Lampiran Lampiran 1 Perjanjian Kinerja BNN Tahun Anggaran 2016... 81 Lampiran 2 Hasil Pengukuran Aspek Manfaat P4GN TA. 2016... 84 Lampiran 3 Rekapitulasi Perhitungan Laju Angka Coba Pakai Penyalah guna Narkoba Per Provinsi dan Nasional Tahun 2016... 86 Lampiran 4 Partisipasi Kemandirian Lingkungan Masyarakat dalam Program Pemberdayaan Anti Narkoba... 87 Lampiran 5 Partisipasi Kemandirian Lingkungan Masyarakat dalam Program Pemberdayaan Anti Narkoba... 88 Lampiran 6 Rekapitulasi Mantan Penyalah guna dan Pecandu Narkoba yang tidak Kambuh Kembali Setelah Menjalani Rehabilitasi dan/atau Pascarehabilitasi... 89 Lampiran 7 Data Penangangan Kasus Narkotika Tahun 2010 2016... 91 vi

DAFTAR TABEL Tabel 1 Perjanjian Kinerja BNN Tahun Anggaran 2016... 9 Tabel 2 Realisasi Capaian Kinerja BNN Tahun 2016... 11 Tabel 3 Angka Penyalah Guna Narkoba Coba Pakai, Teratur, dan Pecandu Menurut Jenis Kelamin, Umur dan Jenjang Sekolah Berdasarkan Survei terhadap Pelajar dan Mahasiswa Tahun 2016... 20 Tabel 4 Realisasi Sasaran Kegiatan Program Pemberdayaan Anti Narkoba pada Kelompok Masyarakat untuk Tingkat Pusat Tahun 2016... 30 Tabel 5 Realisasi Sasaran Kegiatan Program Pemberdayaan Anti Narkoba pada Kelompok Stakeholder untuk Tingkat Pusat Tahun 2016... 36 Tabel 6 Jumlah Mantan Penyalah Guna dan Pecandu Narkoba yang Tidak Kambuh Kembali Setelah Menjalani Rehabilitasi dan/atau Pascarehabilitasi Berdasarkan Asal Lembaga... 40 Tabel 7 Perbandingan Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama Tahun 2015 dan 2016... 42 Tabel 8 Sasaran, Indikator Kinerja Utama BNN Bidang Rehabilitasi berdasarkan Renstra BNN tahun 2015 2019... 42 Tabel 9 Capaian kinerja BNN Bidang Rehabilitasi tahun 2016 dibandingkan dengan target Jangka Menengah dalam Renstra BNN tahun 2015 2019... 43 Tabel 10 Perbandingan Nilai Hasil Capaian Kinerja BNN Tahun 2014 dengan Tahun 2015 dan 2016... 68 Tabel 11 Kondisi Pertanggungjawaban Keuangan pada Badan Narkotika Nasional dalam Opini BPK RI... 75 vii

DAFTAR GRAFIK Grafik 1 Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba 2006 2016 Menurut Waktu menyalahgunakan narkoba Pada Kelompok Pelajar dan Mahasiswa... 14 Grafik 2 Distribusi yang Pernah Terpapar KIE, Tingkat Pemahaman, dan Yakin Menghindari Narkoba, 2016... 16 Grafik 3 Hasil Olah Data kepada Kelompok Sasaran Keluarga, Pelajar/Mahasiswa, Pekerja, Kelompok Masyarakat... 22 Grafik 4 Jumlah Institusi Pemerintah dan Swasta yang Memiliki Kebijakan Pembangunan Berwawasan Anti Narkoba... 24 Grafik 5 Jumlah Kelompok Masyarakat dan Institusi Pendidikan yang Memiliki Kebijakan Pembangunan Berwawasan Anti Narkoba... 24 Grafik 6 Realisasi Jumlah Kelompok Masyarakat yang menyelenggarakan Program Pemberdayaan Anti Narkoba pada Tingkat Pusat dan daerah Tahun 2016... 31 Grafik 7 Peningkatan Capaian Kinerja Lembaga Pendidkan... 32 Grafik 8 Realisasi Jumlah Kelompok Stakeholder yang menyelenggarakan Program Pemberdayaan Anti Narkoba pada Tingkat Pusat dan daerah Tahun 2016... 37 Grafik 9 Peningkatan Capaian Kinerja Instansi Pemerintah... 38 Grafik 10 Capaian Layanan Rehabilitasi Tahun 2016... 41 Grafik 11 Jumlah Lembaga Rehabilitasi yang Mendapatkan Peningkatan kemampuan, Mampu Operasional, dan Menghasilkan Mantan Pecandu Tidak Kambuh Kembali... 46 Grafik 12 Jumlah Jaringan Sindikat Kejahatan Narkoba yang Terungkap... 50 Grafik 13 Persentase Capaian Penyelesaian Penyidikan Aset TPPU... 53 Grafik 14 Perbandingan Capaian Kinerja Tingkat Efektifitas Kerja Sama Tahun 2015 2016... 60 Grafik 15 Nilai Kinerja Anggaran BNN... 71 Grafik 16 Realisasi Anggaran BNN Tahun 2016 Sebelum Pagu Blokir... 77 Grafik 17 Realisasi Anggaran BNN Tahun 2016 Setelah Pagu Blokir... 78 viii

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba yang melanda dunia juga berimbas ke tanah air, Narkoba dan obat-obatan psikotropika sudah merambah ke seluruh wilayah tanah air dan menyasar ke berbagai lapisan masyarakat Indonesia tanpa kecuali. Sasaran peredaran Narkoba bukan hanya tempat-tempat hiburan malam, tetapi sudah merambah ke daerah pemukiman, kampus, ke sekolah-sekolah, rumah kost, dan bahkan di lingkungan rumah tangga. Penanganan permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba memerlukan kerja keras dan keseriusan dari seluruh komponen masyarakat, bangsa dan negara. Hal ini disebabkan permasalahan Narkoba merupakan kejahatan yang luar biasa, terorganisir, tanpa batas (global), dan sudah multi etnis (melibatkan berbagai suku bangsa). Korban penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, tidak terbatas pada kalangan kelompok masyarakat yang mampu, tetapi juga sudah merambah ke kalangan masyarakat ekonomi rendah. Hal ini dapat terjadi karena komoditi Narkoba memiliki banyak jenis, dari yang harganya paling mahal hingga paling murah. Mencermati perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba akhir-akhir ini, telah mencapai situasi yang mengkhawatirkan, sehingga menjadi persoalan kenegaraan yang mendesak. Korban penyalahgunaan Narkoba bukan hanya pada orang dewasa, mahasiswa tetapi juga pelajar SMU sampai pelajar setingkat SD. Kaum remaja menjadi salah satu kelompok yang rentan terhadap penyalahgunaan Narkoba, karena selain memiliki sifat dinamis, energik, selalu ingin tahu. Mereka juga mudah putus asa dan mudah dipengaruhi oleh pengedar yang berakibat jatuh pada masalah penyalahgunaan Narkoba. 1

Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai focal point penanggulangan Narkoba di tanah air telah melakukan berbagai upaya penanggulangan permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba, melalui Bidang Pencegahan, Pemberdayaan Masyarakat, Rehabilitasi, dan Pemberantasan serta meningkatkan kerjasama nasional dan internasional guna mencegah Narkoba masuk ke Indonesia. Pelaksanaan kerjasama Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di tingkat pusat dengan Kementerian/Lembaga/Instansi didukung dengan adanya perubahan kebijakan pemerintah dalam sistem penganggaran dari semula penganggaran berbasis fungsi (Money Follow Function) berubah menjadi penganggaran berbasis program (Money Follow Program) yang berdampak pada kemudahan bagi K/L/I mengalokasikan anggaran masing-masing dalam pelaksanaan program P4GN. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BNN. Hal tersebut sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. B. Dasar Hukum. 1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. 5. Peraturan Presiden RI Nomor 23 tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional. 6. Peraturan Presiden RI Nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). 2

7. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. 8. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 16 Tahun 2014 tentang Organisasi Tata Kerja Badan Narkotika Nasional. 9. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2015 tentang Organisasi Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota. C. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan. 1. Kedudukan. Badan Narkotika Nasional (BNN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan BNN dipimpin oleh seorang Kepala. 2. Tugas. a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. b. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. c. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. d. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat. e. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. 3

f. Memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. g. Melakukan kerjasama bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkoba. h. Mengembangkan laboratorium narkotika dan prekursor Narkotika. i. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. j. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang. Selain tugas sebagaimana dimaksud, BNN juga bertugas menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan danperedaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol. 3. Fungsi. Dalam melaksanakan tugasnya, BNN menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan dan perumusan kebijakan nasional di bidang P4GN. b. Penyusunan, perumusan dan penetapan norma, standar, prosedur dan kriteria P4GN. c. Penyusunan perencanaan, program dan anggaran BNN. d. Penyusunan dan perumusan kebijakan teknis pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, hukum dan kerja sama di bidang P4GN. e. Pelaksanaan kebijakan nasional dan kebijakan teknis P4GN di bidang Pencegahan, Pemberdayaan Masyarakat, Pemberantasan, Rehabilitasi, Hukum dan Kerja Sama. f. Pelaksanaan pembinaan teknis di bidang P4GN kepada instansi vertikal di lingkungan BNN. 4

g. Pengoordinasian instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat dalam rangka penyusunan dan perumusan serta pelaksanaan kebijakan nasional di bidang P4GN. h. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi di lingkungan BNN. i. Pelaksanaan fasilitasi dan pengoordinasian wadah peran serta masyarakat. j. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan peredaran gelap Narkoba. k. Pelaksanaan pemutusan jaringan kejahatan terorganisasi di bidang Narkoba. l. Pengoordinasian instansi pemerintah terkait maupun komponen masyarakat dalam pelaksanaan rehabilitasi dan penyatuan kembali ke dalam masyarakat serta perawatan lanjutan bagi penyalahgunaan dan/ atau pecandu Narkoba. m. Pengoordinasian peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkoba yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat. n. Peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi penyalahgunaan dan/atau pecandu Narkoba berbasis komunitas terapeutik atau metode lain yang teruji keberhasilannya. o. Pelaksanaan penyusunan, pengkajian, dan perumusan peraturan perundang-undangan serta pemberian bantuan hukum di bidang P4GN. p. Pelaksanaan kerja sama nasional, regional, dan internasional di bidang P4GN. q. Pelaksanaan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan P4GN di lingkungan BNN. 5

r. Pelaksanaan koordinasi pengawasan fungsional instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat di bidang P4GN. s. Pelaksanaan penegakkan disiplin, kode etik pegawai BNN, dan kode etik profesi penyidik BNN. t. Pelaksanaan pendataan dan informasi nasional, penelitian dan pengembangan, dan pendidikan dan pelatihan di bidang P4GN. u. Pelaksanaan pengujian Narkoba. v. Pengembangan laboratorium uji Narkoba. w. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan nasional di bidang P4GN. 4. Kewenangan. Kewenangan BNN secara umum terlihat secara implisit pada tugasnya, namun kewenangan yang dikhususkan oleh undang-undang adalah tugas dalam melaksanakan pemberantasan jaringan sindikat Narkoba, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan. D. Struktur Organisasi. Struktur Organisasi sebagaimana disebut dalam Peraturan Kepala BNN Nomor 16 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional adalah sebagai berikut: 1. Kepala BNN; 2. Sekretariat Utama; 3. Inspektorat Utama; 4. Deputi Bidang Pencegahan; 5. Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat; 6. Deputi Bidang Pemberantasan; 7. Deputi Bidang Rehabilitasi; 8. Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama; 9. Pusat Penelitian, Data, dan Informasi; dan 10. Instansi Vertikal. 6

STRUKTUR ORGANISASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL KEPALA ITTAMA SETTAMA DEPUTI BIDANG PENCEGAHAN DEPUTI BIDANG DAYAMAS DEPUTI BIDANG BERANTAS DEPUTI BIDANG REHABILITASI DEPUTI BIDANG HUKUM & KERMA PUS LITDATIN BNNP BNNK/KOTA E. Sistematika. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) di bidang P4GN ini disusun dengan sistimatika sebagai berikut : Bab I Pendahuluan. Bab II Perencanaan Kinerja. Bab III Akuntabilitas Kinerja. Bab IV Penutup. Lampiran 1. Perjanjian Kinerja 2. Lain-lain yang dianggap perlu 7

BAB II PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA Penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba menjadi salah satu agenda pembangunan nasional, sebagaimana dimaksud dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yaitu dengan memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat. Adapun sasaran yang ingin diwujudkan adalah menguatnya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkoba yang ditandai dengan terkendalinya angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba. Dalam RPJMN telah ditetapkan Laju peningkatan Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia sebesar 0,05% per tahun. Sedangkan arah kebijakan pembangunan dalam rangka mencapai sasaran menguatnya pencegahan dan penanggulangan Narkoba adalah dengan: 1. Mengintensifkan upaya sosisalisasi bahaya penyalahgunaan Narkoba (demand side); 2. Meningkatnya upaya terapi dan rehabilitasi pecandu dan korban penyalahgunaan Narkoba (demand side); dan 3. Meningkatnya efektivitas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba (supply side). Adapun strategi pembangunan untuk melaksanakan arah kebijakan di atas adalah: 1. Pelaksanaan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di daerah; 2. Diseminasi informasi tentang bahaya Narkoba melalui berbagai media; 3. Penguatan lembaga terapi dan rehabilitasi; 4. Rehabilitasi pada korban penyalahgunaan dan/atau pecandu Narkoba; dan 5. Kegiatan intelijen Narkoba. 8

Sejalan dengan RPJMN tersebut, BNN sebagai focal point penanggulangan Narkoba di tanah air, menetapkan visi, misi, tujuan dan sasaran strategis untuk menjadi acuan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi seluruh unit kerja BNN sebagai berikut: Visi : Mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat, bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba Misi : Menyatukan dan menggerakkan segenap potensi masyarakat dalam upaya pencegahan, rehabilitasi, dan pemberantasan penyalahgunaan Narkoba Tujuan : Peningkatan penanganan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba Sedangkan Sasaran Strategis Terkendalinya angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba, dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) Laju peningkatan prevalensi penyalahgunaan Narkoba sebesar 0,05% per tahun Guna mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran strategis peningkatan penanganan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba ditetapkan melalui Perjanjian Kinerja BNN Tahun 2016 sebagaimana tabel di bawah ini. Tabel 1. Perjanjian Kinerja BNN Tahun Anggaran 2016 Kementerian/Lembaga : Badan Narkotika Nasional Tahun Anggaran : 2016 No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Target 2016 1 2 3 4 1. Terkendalinya angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba 2. Meningkatnya daya tangkal masyarakat bahaya terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. Laju Peningkatan Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba Laju angka pengguna Narkoba coba pakai 0,05% 9,75% 9

1 2 3 4 3. Terwujudnya kemandirian Indeks kemandirian partisipasi 2,50 masyarakat dan stakeholder masyarakat dalam pelaksanaan (skala) berpartisipasi dalam P4GN pelaksanaan P4GN 4. Meningkatnya mantan penyalah guna dan pecandu Narkoba yang tidak kambuh kembali 5. Melemahnya aktivitas jaringan sindikat peredaran Indeks kemandirian partisipasi stakeholder dalam pelaksanaan P4GN Jumlah mantan penyalah guna dan pecandu Narkoba yang tidak kambuh kembali setelah menjalani rehabilitasi dan/atau pasca rehabilitasi Jumlah jaringan sindikat kejahatan narkotika yang terungkap 2,50 (skala) 16.000 Orang 22 Jaringan gelap narkotika Persentase penyelesaian 100% 6. Meningkatnya produk dan layanan hukum serta kerjasaman nasional dan internasional bidang P4GN 7. Meningkatnya tata kelola organisasi yang profesional penyidikan asset (TPPU) tersangka tindak perdana narkotika hasil tindak pidana narkotika Indeks layanan hukum bidang P4GN Tingkat efektivitas kerjasama dengan instansi pemerintah dan komponen masyarakat baik dalam maupun luar negeri Nilai Indeks Reformasi Birokrasi BNN Nilai Akuntabilitas Kinerja BNN 4 (skala) 65% 55,00 B Nilai Kinerja Anggaran BNN 85,00 Opini Laporan Keuangan BNN WTP 10

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BNN

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BNN A. Capaian Kinerja Organisasi. Capaian kinerja BNN merupakan implementasi dari perjanjian kinerja yang telah disepakati oleh seluruh pejabat pemangku program dengan Kepala BNN untuk mencapai sasaran strategis, secara cascading turun hingga ke level yang paling bawah di BNN kewilayahan. Sasaran strategis yang dicapai merupakan hal yang harus dipertanggungjawabkan kepada publik, apakah program dan kegiatan yang dilakukan memiliki benefit (manfaat) kepada masyarakat. Dalam Perjanjian Kinerja BNN tahun 2016 ditetapkan 7 (tujuh) sasaran strategis,13 (tiga belas) indikator kinerja utama dengan gambaran capaian setiap sasaran dan indikator kinerja utama adalah sebagai berikut: Tabel 2. Realisasi Capaian Kinerja BNN Tahun 2016 No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Target Realisasi Capaian 2016 2016 (%) 1 2 3 4 5 6 1. Terkendalinya angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba Laju Peningkatan Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba 0,05% -0,3 800% 2. Meningkatnya daya tangkal masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan dan peredar-an gelap Narkoba. Laju angka pengguna Narkoba coba pakai 9,75% 2,12% 178% 3. Terwujudnya Indeks kemandirian 2,50 2,39 95,7% kemandirian masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan (skala) stakeholder P4GN berpartisipasi dalam pelaksanaan P4GN Indeks kemandirian partisipasi stakeholder dalam pelaksanaan P4GN 2,50 (skala) 2,48 99,16% 11

1 2 3 4 5 6 4. Meningkatnya mantan Jumlah mantan penyalah 16.000 9.423 58,89% penyalah guna dan guna dan pecandu Nar- Orang Orang pecandu Narkoba yang koba yang tidak kambuh tidak kambuh kembali kembali setelah menjalani rehabilitasi dan/atau pasca rehabilitasi 5. Melemahnya aktivitas jaringan sindikat peredaran gelap narkotika 6. Meningkatnya produk dan layanan hukum serta kerjasama nasional dan internasional bidang P4GN 7. Meningkatnya tatakelola organisasi yang profesional Jumlah jaringan sindikat kejahatan narkotika yang terungkap Persentase penyelesaian penyidikan asset (TPPU) tersangka tindak pidana narkotika hasil tindak pidana narkotika Indeks layanan hukum bidang P4GN Tingkat efektivitas kerjasama dengan instansi pemerintah dan komponen masyarakat baik dalam maupun luar negeri Nilai Indeks Reformasi Birokrasi BNN Nilai Akuntabilitas Kinerja BNN Nilai Kinerja Anggaran BNN Opini laporan keuangan BNN 22 Jaringan 31 Jaringan 140,91% 100% 86% 86% 4 3,3 82,5% (skala) 65% 65,71% 101,9% 55,00 NA NA B NA NA 85,00 87,14 102,52% WTP WTP 100% Guna mengetahui lebih jauh tentang capaian kinerja yang telah dilakukan BNN selama kurun waktu tahun 2016, perlu dilakukan evaluasi dengan cara melakukan analisis yang berkaitan dengan pencapaian kinerja tahun berjalan. Analisis dilakukan dengan menyajikan perkembangan capaian, baik dalam bentuk narasi maupun tabel atau grafik. 12

1. Sasaran : Terkendalinya Angka Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba Dampak buruk penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba yang sangat merugikan kehidupan masyarakat mendorong pemerintah melalui Badan Narkotika Nasional untuk lebih fokus melakukan berbagai upaya Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba. Adapun target yang ditetapkan dalam RPJMN Tahun 2015-2019 adalah terkendalinya laju peningkatan prevalensi penyalahgunaan Narkoba sebesar 0,05% setiap tahun. Guna mengetahui keberhasilan dan kegagalan dari program yang dilaksanakan perlu dilakukan pengukuran dari setiap sasaran dengan indikator kinerja utama sebagaimana uraian berikut: No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. Laju Peningkatan Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba 0,05% -0,3% 800% Definisi operasional dari laju peningkatan prevalensi penyalahgunaan Narkoba adalah Perubahan rasio jumlah penyalahgunaan Narkoba terhadap populasi penduduk yang berpotensi menyalahgunakan Narkoba (usia 10-59 tahun) pada suatu tahun dibandingkan tahun sebelumnya. Hasil survei BNN bekerja sama dengan Puslitkes UI Tahun 2014 telah melahirkan angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba secara umum sebesar 2,18%. Berdasarkan hasil survei tersebut telah dilakukan perhitungan proyeksi angka prevalensi, dimana tahun 2016 telah diproyeksikan angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba secara umum sebesar 2,21% atau setara dengan 4.173.633 orang dengan rincinan kategori adiksi coba pakai sebanyak 1.632.636 orang (prevalensi 0,87%); kategori teratur pakai sebanyak 1.539.360 orang (prevalensi 0,82%); kategori pecandu suntik sebanyak 70.001 orang (prevalensi 0,04%) dan pecandu non suntik sebanyak 931.636 orang (prevalensi 0,49). 13

Persentase Seperti diketahui bahwa angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba di Indonesia didasari oleh 3 (tiga) hasil survei yaitu survei pada kelompok pelajar dan mahasiswa, kelompok pekerja dan kelompok rumah tangga. Namun penelitian prevalensi penyalahgunaan Narkoba tidak dapat dilakukan secara serentak kepada ketiga kelompok sasaran tersebut setiap tahunnya, oleh karena berbagai keterbatasan utamanya masalah ketersediaan anggaran. Pada Tahun 2016 lalu, BNN bekerjasama dengan Puslitkes-UI telah melakukan Survei Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok Pelajar dan Mahasiswa dan didapatkan angka prevalensi setahun terakhir pakai sebesar 1,9 % (Grafik 1). Jika menggunakan dan membandingkan hasil survei tersebut, maka angka prevalensi bukan lagi sekedar dapat ditahan lajunya, namun dapat diturunkan dari 2,2% di tahun 2015 menjadi 1,9% pada tahun 2016, dengan penurunan laju angka prevalensi sebesar -0.3%. Laju peningkatan prevalensi penyalahgunaan Narkoba diperoleh dengan membandingkan trend angka prevalensi pada tahun ke-n dengan tahun n-1. Angka prevalensi tersebut juga menurun jika dibandingkan dengan hasil survei Tahun 2011 pada kelompok yang sama yaitu 2,9%. Menurunnya angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba pada Kelompok Pelajar dan Mahasiswa tentunya sangat mempengaruhi perkembangan angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba secara umum. Grafik 1. Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba 2006 2016 Menurut Waktu Pada Kelompok Pelajar dan Mahasiswa 10 8 Kecenderungan Angka Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba Semakin Menurun 8,1 7,8 6 4 2 5,2 5,1 4,3 2,9 3,8 1,9 0 2006 2009 2011 2016 Pernah pakai Pakai setahun terakhir 14

Formula yang digunakan untuk mengukur persentase capaian kinerja pada indikator kinerja utama Laju peningkatan prevalensi penyalahgunaan Narkoba, adalah sebagai berikut: Indikator Kinerja Utama Laju peningkatan prevalensi penyalahgunaan Narkoba Formula Hasil Perhitungan Keterangan =(((Tp Rp)+Tp)/Tp))*100% =(((0.05- (-0.3)+0.05 - Tp : Target /0.05))*100% Prevalensi =(0.4/0.05)*100% - Rp : Realisasi =800% Prevalensi Dari formula atau rumus di atas diperoleh bahwa persentase capaian 800%. Terkait dengan perhitungan capaian keberhasilan menahan laju angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba tidak dapat dilakukan perhitungan sebagaimana lazimnya dengan membandingkan realisasi dibagi target lalu dikalikan 100%, akan tetapi dilakukan sebagaimana rumus di atas. Laju angka prevalensi memiliki komposisi perhitungan terbalik, dimana semakin tinggi capaian angka laju akan memperkecil persentase capaian. Begitupun sebaliknya, jika capaian angka laju semakin rendah akan berdampak positif terhadap persentase capaian. Jika dibandingkan dengan capaian tahun 2015 (160%), persentase capaian tahun 2016 sangat meningkat tajam (800%). Sebenarnya capaian tersebut tidak dapat dibandingkan secara apple to apple disebabkan penelitian prevalensi penyalahgunaan Narkoba tidak dapat dilakukan secara serentak kepada ketiga kelompok sasaran sebagaimana dijelaskan di atas. Meski demikian, capaian pada tahun 2016 dapat menggambarkan keberhasilan pemerintah pada akhir periode Renstra mampu menahan laju angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba sebesar 0.05%. Untuk melihat korelasi secara apple to apple antara hasil penelitian pada kelompok pelajar dan mahasiswa dengan fakta nyata di lapangan bahwa terjadi perubahan pengetahuan dan respon untuk menghindari penyalahgunaan Narkoba pada kelompok pelajar dan mahasiswa, berikut ini disajikan informasi tentang keterlibatan pelajar dan mahasiswa dalam kegiatan P4GN yaitu tentang keterpaparan program KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) yang dilakukan oleh BNN. Dari total pelajar dan mahasiswa yang terpapar KIE sebanyak 79%, sebanyak 74% mengaku mengerti dari pada program KIE tersebut dan 53% mengaku akan menghindari Narkoba (Grafik 2). 15

Grafik 2. Distribusi yang Pernah Terpapar KIE, Tingkat Pemahaman, dan Yakin Menghindari Narkoba, 2016 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 81% 65% 57% 87% 84% 77% 79% 74% 69% 55% 53% 31% SMP SMA PT/AKD Total terpapar KIE mengerti Yakin menghindari Faktor keberhasilan pencapaian sasaran tersebut di atas sangat dipengaruhi oleh keberhasilan pelaksanaan advokasi program Pembangunan Berwawasan Anti Narkoba (Bang Wawan), yang didukung dengan kerja keras dari seluruh Satuan Kerja BNN untuk mendorong instansi pemerintah dan komponen masyarakat lainnya melaksanakan program P4GN di lingkungannya. Di samping itu juga sudah terbangun kemandirian masyarakat melakukan kampanye bahaya penyalahgunaan Narkoba melalui program pemberdayaan yang dijalankan oleh para penggiat yang dibentuk oleh BNN. Guna mengetahui sejauh mana dukungan dan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan P4GN, BNN melakukan monitoring dan evaluasi program dan kegiatan yang dilakukan ke berbagai satuan kerja di kewilayahan dengan hasil capaian 4,2 (metode likert skala 5), atau jika dikonversikan ke persentase menjadi 83,3% dengan kategori Baik berdasarkan PMK Nomor 249 tahun 2011 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja atas Pelaksanaan RKA-K/L (Lampiran 2). 16

Selain hal tersebut di atas, upaya P4GN di daerah dapat berjalan lebih efektif sejalan dengan dukungan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2013, tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika. Meskipun menunjukkan keberhasilan dalam menahan laju penyalahgunaan Narkoba, Indonesia masih tetap harus waspada untuk melakukan P4GN yang signifikan secara komprehensif dan sinergi. Apabila hal ini tidak dilakukan maka laju penyalahgunaan Narkoba akan lebih dari target yang telah ditetapkan dalam RPJMN. Rekomendasi/rencana aksi ke depan sebagai langkah menahan laju prevalensi penyalahgunaan Narkoba adalah: 1. Perlu segera diterbitkan kebijakan pemerintah pengganti Inpres No 12 Tahun 2011 untuk mendukung Kebijakan Pembangunan Nasional berwawasan anti Narkoba guna meningkatan kerjasama antar instansi pemerintah dan komponen masyarakat lainnya berperan aktif dalam upaya P4GN. 2. Penanganan permasalahan Narkoba harus dilakukan secara serentak di seluruh wilayah tanah air, oleh karena itu sangat mendesak pembentukan dan pengembangan kelembagaan BNN pada Kabupaten/Kota yang belum terbentuk, di samping itu juga perlu penambahan sumber daya manusia termasuk sarana dan prasarana. 3. Program dan kegiatan yang telah dilaksanakan perlu didukung dengan data penelitian yang lebih luas, sehingga dampak/hasil dari program dan kegiatan yang telah dilaksanakan dapat memperkuat keyakinan terkait dengan keberhasilan dan kegagalan program dan kegiatan. Sebagai analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam mencapai kebehasilan ini, BNN dengan segala keterbatasan sumber daya telah memanfaatkan peningkatan kerjasama dengan K/L/I menggandeng seluruh lapisan masyarakat untuk berpartisipasi melaksanakan program P4GN. 17

Dengan demikian, keberhasilan menahan laju angka prevalensi bukan hanya semata-mata keberhasilan BNN, akan tetapi kontribusi dari seluruh K/L/I seperti Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta K/L lainnya menggandeng masyarakat dalam mensukseskan program P4GN di Indonesia. 2. Sasaran : Meningkatnya Daya Tangkal Masyarakat Terhadap Bahaya Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Sebagai focal point penanggulangan Narkoba, BNN telah melaksanakan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba secara massive. Langkah pertama dengan melakukan pencegahan dengan target menekan laju angka coba pakai sebagaimana indikator tersebut di bawah ini: No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. Laju Angka Penyalah guna Narkoba Coba Pakai 9,75% 2,12% 178% Secara definisi operasional, Laju angka penyalah guna Narkoba coba pakai adalah upaya meningkatkan ketahanan diri dan organisasi untuk memastikan kelangsungan hidup sehat dari penyalahgunaan Narkoba. Angka target sebesar 9,75% sebagai batas atas laju angka penyalah guna Narkoba coba pakai didapatkan dari data penelitian coba pakai pada 3 (tiga) kelompok sasaran yaitu pelajar/mahasiswa, masyarakat, keluarga, dan pekerja. Keberhasilan program dinilai dari keberhasilan menekan angka laju coba pakai dibawah angka 9,75% dan dikatakan tidak berhasil menekan laju coba pakai apabila angka hasil penelitian menunjukan laju coba pakai diatas angka target 9,75%, sebagaimana tergambar dalam bagan berikut ini: 18

Yang dijadikan baseline adalah data hasil penelitian tahun 2008, dimana terdapat sekitar 892.928 orang masuk dalam kategori sebagai penyalah guna Narkoba coba pakai. Pada tahun 2011 angka ini mengalami peningkatan menjadi 1.159.649 orang, rata-rata kenaikan angka coba pakai pada rentan waktu 2008-2011 adalah +10.95%. Kemudian pada tahun 2014 dengan menggunakan angka proyeksi sebesar 1.624.026, jika dibandingkan dengan hasil penelitian tahun 2011 mengalami kenaikan rata-rata +13.34% pada 3 (tiga) tahun tersebut. Berdasarkan data tersebut angka proyeksi coba pakai pada tahun 2019 adalah sebesar 1.809.138, dengan demikian estimasi coba pakai tahun 2019 adalah 9,75%. Dengan membandingkan angka proyeksi tersebut dengan baseline tahun 2008 sebesar 892.928, lalu hasilnya dibagi 11 tahun diperoleh angka rata-rata kenaikan sebesar +9,75%. Meskipun data yang tersaji tahun 2016 ini tidak bisa dibadingkan secara apple to apple disebabkan target 9,75% adalah untuk 3 (tiga) kelompok sasaran, namun hasil penelitian pada tahun 2016 khusus pada kelompok pelajar dan mahasiswa setidaknya dapat menggambarkan keberhasilan dalam menekan laju angka penyalah guna Narkoba coba pakai. 19

Hasil perhitungan olah data dari hasil penelitian penyalahgunaan Narkoba tahun 2016, diperoleh laju angka coba pakai sebesar 2,12% (lampiran 3) dengan persentase capaian sebesar 178%. Data trend angka coba pakai khusus segmen pelajar dan mahasiswa dari tahun ke tahun, seperti tergambar pada tabel berikut ini: Tabel 3. Angka Penyalah Guna Narkoba Coba Pakai, Teratur, dan Pecandu Menurut Jenis Kelamin, Umur dan Jenjang Sekolah Berdasarkan Survei terhadap Pelajar dan Mahasiswa Tahun 2016 Formula yang digunakan untuk mengukur persentase capaian kinerja pada indikator kinerja utama Laju angka penyalah guna Narkoba coba pakai, adalah sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Formula Hasil Perhitungan Keterangan 1. Laju angka =((TCp =((9.75- - TCp : Target Coba Pakai penyalah guna RCp)+TCp)/TCp)*100% 2.12+9.75)/9.75)*100% - RCp : Realisasi Coba Pakai Narkoba coba =(17.38/9.75)*100% pakai =178% Capain Kinerja 178 % Dari formula atau rumus di atas diperoleh bahwa persentase capaian 178%. Terkait dengan perhitungan capaian keberhasilan menahan laju angka coba pakai penyalahgunaan Narkoba tidak dapat dilakukan perhitungan sebagaimana lazimnya dengan membandingkan realisasi dibagi target lalu dikalikan 100%, akan tetapi dilakukan sebagaimana rumus di atas. laju angka coba pakai penyalahgunaan Narkoba memiliki komposisi perhitungan terbalik, dimana semakin tinggi capaian angka laju akan memperkecil persentase capaian. Begitupun sebaliknya, jika capaian angka laju semakin rendah akan berdampak positif terhadap persentase capaian. 20

Dari penjelasan keberhasilan di atas, diperoleh kesimpulan bahwa hasil evaluasi penelitian tahun 2016 dapat menggambarkan keberhasilan pemerintah pada akhir periode Renstra menahan laju angka coba pakai penyalahgunaan Narkoba sebesar 9,75%. Keberhasilan capaian dalam menahan laju angka penyalah guna coba pakai sangat dipengaruhi tingkat efektivitas informasi P4GN dan dilakukannya intensifikasi penyebarluasan informasi melalui berbagai saluran media, baik media cetak, media elektronik, maupun media sosial lainnya. Peran media massa sangat membantu dalam penyebarluasan informasi P4GN dan berhasil mengingkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang bahaya Narkoba yang mengakibatkan tertahannya laju angka penyalah guna coba pakai. Bagi pecandu coba pakai masih bisa diedukasi melalui pendekatan komunikasi personal dan peningkatan pemahaman untuk tidak menyalahgunakan Narkoba. Rekomendasi/rencana aksi kedepan sebagai langkah optimalisasi kinerja ke depan dalam konteks pencegahan dan dalam rangka menahan laju prevalensi penyalahgunaan Narkoba antara lain: 1. Optimalisasi peran tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan pemuda untuk melakukan intervensi pencegahan penyalahgunaan Narkoba. 2. Optimalisasi penggunaan media informasi baik elektronik maupun non elektronik dengan menambah jumlah informasi atau intensitas/frekuensi informasi yang disebarluaskan. 3. Meningkatkan kualitas perencanaan dan monitoring evaluasi dalam konteks perubahan lingkungan strategis dalam rangka menjawab tantangan-tantangan ke depan. Sebagai analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam mencapai kebehasilan ini, BNN dengan segala keterbatasan sumber daya telah memanfaatkan peningkatan kerjasama dengan K/L dengan menggandeng seluruh lapisan masyarakat untuk berperan dalam kampanye bahaya penyalahgunaan Narkoba. 21

Untuk mengetahui tingkat efektivitas intervensi informasi bahaya penyalahgunaan Narkoba dan implementasi kebijakan P4GN yang selama ini dilakukan oleh BNN, BNNP, dan BNN Kabupaten/Kota, BNN pusat melakukan monitoring dan evaluasi ke 20 (dua puluh) provinsi dengan metode pendekatan survei kuesioner Likert skala 5. Metode survei ini dilakukan karena pengukuran efektivitas bersifat abstrak sehingga tidak dapat dilakukan pengukuran secara kuantitatif. Data kualitatif diukur dengan memperhatikan rentang waktu penerimaan program P4GN dengan waktu evaluasi, minimal 6 (enam) bulan dari penerimaan intervensi P4GN yang diperoleh oleh peserta pada tahun 2016, dengan harapan telah terjadi proses interaksi sosial dalam kurun waktu tersebut. Hasil olah data yang ditujukan kepada kelompok sasaran keluarga, pelajar/mahasiswa, pekerja, dan kelompok masyarakat sebagai berikut: Grafik 3. Hasil Olah Data kepada Kelompok Sasaran Keluarga, Pelajar/Mahasiswa, Pekerja, Kelompok Masyarakat Ketepatan Waktu Penyelenggaraan Materi P4GN Mudah Dipahami Penyampaian Materi Menarik Narasumber Menguasai Materi Materi yang Disampaikan Bermanfaat Menyadari Bahaya Narkoba Setelah Ikut Giat P4GN Menyampaikan Bahaya Narkoba kepada Orang Lain Berkeinginan Menjadi Penyuluh Narkoba Berkeinginan Menjadi Kader Anti Narkoba Efektivitas Intervensi Media Elektronik Efektivitas Intervensi Media Cetak Efektivitas Intervensi Media Online/Media Sosial Efaktivitas Intervensi Media Luar Ruang 80% 89% 83% 85% 81% 93% 91% 88% 91% 90% 96% 99% 97% 0 20 40 60 80 100 22

Rata-rata dari persentase hasil pengukuran tiap kriteria atau poin tersebut di atas menghasilkan nilai capaian efektivitas informasi P4GN sebagai target indikator kinerja kegiatan sebesar 81,08% dari target yang ditetapkan 60%, dengan rincian sebagai berikut: Indikator Kinerja Kegiatan Sasaran Kegiatan Target Realisasi % Tingkat Efektivitas Informasi P4GN yang disampaikan Kriteria Informasi P4GN kepada keluarga, Pelajar/Mahasiswa, Pekerja, Kelompok Masyarakat 60% 81,08% 135,14% Baik Sebagai perbandingan, capaian 2016 ini dapat diperbandingkan dengan capaian 2015 namun demikian tidak semua pengukuran dapat diperbandingkan karena ada beberapa pengukuran yang di tahun 2015 dilakukan namun pada tahun 2016 tidak dilakukan karena adanya perbedaan sasaran kegiatan sehingga perlu adanya penyesuaian. Secara detail perbandingan untuk masingmasing indikator pengukuran dapat dilihat pada tabel berikut: No. Indikator Pengukuran 2015 2016 % 1. Responden menyadari bahaya Narkoba setelah mengikuti kegiatan P4GN 2. Responden merasakan efektivitas intervensi program P4GN melalui media elektronik 3. Responden merasakan efektivitas intervensi program P4GN melalui media cetak 4. Responden merasakan efektivitas intervensi program P4GN melalui media online/media sosial 5. Responden merasakan efektivitas intervensi program P4GN melalui media luar ruang 95,08% 99% 4,13% 83,65% 88% 5,20% 73,43% 81% 10,32% 76,90% 85% 10,53% 72,50% 80% 10,34% 23

Selain efektivitas informasi dari penyelenggaraan diseminasi informasi, keberhasilan menekan angka laju coba pakai penyalah guna Narkoba juga didukung oleh peran serta aktif stakeholder baik dari Instansi Pemerintah, swasta, pendidikan maupun kelompok masyarakat dalam turut serta dalam pencegahan penyalahgunaan bahaya Narkoba di masyarakat. Keterlibatan stakeholder secara nyata dapat dilihat dari respon stakeholder memiliki dan mengimplementasikan kebijkan pembangunan berwawasan anti Narkoba (Bang Wawan) di lingkungannya masing-masing, sebagaimana tergambar dalam grafik berikut ini : Grafik 4. Jumlah Institusi Pemerintah dan Swasta yang Memiliki Kebijakan Pembangunan Berwawasan Anti Narkoba 500 472 400 300 180 200 100 0 Target Realisasi Grafik 5. Jumlah Kelompok Masyarakat dan Institusi Pendidikan yang Memiliki Kebijakan Pembangunan Berwawasan Anti Narkoba 594 600 500 400 300 200 100 0 Target 417 Realisasi 24

3. Sasaran : Terwujudnya Kemandirian Masyarakat dan Stakeholder Berpartisipasi dalam Pelaksanaan P4GN Sasaran strategis di atas, diimplementasikan melalui 2 (dua) indikator kinerja utama sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. Indeks Kemandirian Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan P4GN 2,50 2,39 95,7% Defenisi operasional Indeks kemandirian partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan P4GN adalah akumulasi jumlah indeks (indikator) peran serta masyarakat yang secara mandiri (baik input, output, dan outcome) dalam P4GN. Masyarakat adalah kelompok-kelompok individu yang ada di lingkungan masyarakat (desa, kelurahan, komunitas, orsosmas, LSM, paguyuban, dan lain lain), lingkungan pendidikan (formal dan non formal) dan lingkungan rawan Narkoba di perdesaan (wilayah kultivasi Ganja) dan perkotaan (wilayah peredaran gelap Narkoba). Metode pengukuran Indeks kemandirian partisipasi (IKP) dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata tertimbang masing-masing 5 (lima) kriteria yang terdiri dari: 1. Aspek Manusia yang meliputi tokoh anti Narkoba, penggiat anti Narkoba. 2. Aspek Metode yang meliputi metode 1 (pelatihan ketrampilan dll), metode 2 (penyuluhan dll). 3. Aspek Anggaran yang meliputi mandiri/swadaya dan sponsorship/bantuan. 4. Aspek Sistem yang meliputi aturan mengikat dan tidak mengikat. 5. Aspek Sarana dan Prasarana yang meliputi sarana dan prasarana yang diadakan dan yang telah tersedia. 25

Adapun penilaian Indeks Kemandirian Partisipasi (IKP) Masyarakat ini dihimpun dari berbagai nilai indeks yang ada dalam capaian Program Pemberdayaan Masyarakat Anti Narkoba yang dilaksanakan dari mulai BNNKab/Kota, BNNP dan BNN. Pemberdayaan Masyarakat Anti Narkoba adalah rangkaian kegiatan dari mulai pemetaan sasaran dan kawasan, pengembangan kapasitas melalui TOT, Workshop dan pembinaan kawasan rawan Narkoba, bimbingan teknis dan pelaporan IKP. Pada tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa capaian indikator kinerja sebesar 2,39 atau 95,7% dari perhitungan rata-rata persentase realisasi Indikator Kinerja Utama. Capaian indeks kemandirian partisipasi pada masyarakat masih dalam kategori kurang mandiri, karena masih berada pada skala di bawah 2,51. Artinya sasaran strategis masyarakat dalam P4GN secara nasional belum terwujud atau kurang mandiri antara lain disebabkan masih takutnya masyarakat untuk melaporkan segala bentuk penyalah guna dan peredaran gelap Narkoba, faktor dana, hingga jarak tempuh untuk koordinasi yang jauh antara desa ke kabupaten/kota dan faktor lainnya. Mengingat kriteria dalam Indeks Kemandirian Partisipasi dalam lingkungan masyarakat mempunyai karakteristik yang berbeda-beda pada setiap daerah, maka penilaian IKP didasarkan pada tabel sebagai berikut : JAWABAN KUESIONER NILAI INTERVAL KATEGORI IKP KRITERIA MANDIRI 0 1,00 1,75 D Tidak Mandiri 1 1,76 2,50 C Kurang Mandiri 2 2,51 3,25 B Mandiri 3 3,26 4,00 A Sangat Mandiri Adapun angka indeks tersebut diperoleh dari perhitungan rata-rata setiap peserta yang ikut dalam program pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pembinaan dan ketrampilan dari mulai level paling bawah di tingkat BNNKab/Kota, level menengah di tingkat BNNP dan level tertinggi di BNN (Pusat) dihasilkan rata-rata indeks kemandirian masyarakat pada sasaran desa/kelurahan yang menyelenggarakan program pemberdayaan anti Narkoba, lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pemberdayaan anti Narkoba, mantan petani/penanam ganja yang beralih profesi ke legal produktif dan mantan pengedar/penjual ganja yang beralih profesi (Lampiran 4). 26

Capaian Indeks kemandirian partisipasi masyarakat ini adalah di tahun pertama atau indikator pertama yang belum pernah ada indikator ini pada tahun anggaran sebelumnya, sehingga capaian target ini tidak dapat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Indeks Kemandirian Partisipasi (IKP) baru mulai diperkenalkan pada tahun 2016 dan belum setahun disosialisasikan sehingga tingkat pemahaman satuan kerja dari Pusat hingga daerah baik implementasi Indeks maupun pelaksanaan pengumpulan angketnya belum optimal dilaksanakan termasuk dalam lingkungan masyarakat yang diberdayakan dalam melakukan rencana aksinya. Capaian IKU bidang Pemberdayaan Masyarakat TA 2016 yang terealisasi pada IKP Masyarakat sebesar 2,39 jika dibandingkan dengan target IKU jangka Menengah (TA 2018) sebesar 3,1 maka kinerja IKP Masyarakat harus ditingkatkan 77%. Hingga saat ini belum ditetapkan standar nasional dalam Indeks Kemandirian Partisipasi P4GN, namun jika untuk tahapan mandiri maka diperlukan IKP dengan skala 2,51. Jika dibanding capaian IKU bidang Pemberdayaan Masyarakat tahun 2016 pada IKP Masyarakat sebesar 2,39 maka capaian itu 95,7% di bawah rata-rata kemandirian optimal, yaitu skala yang dianggap sudah masuk kategori mandiri. Berdasarkan analisis terkait dengan capaian dan kegagalan dalam mencapai sasaran didapat faktor-faktor sebagai berikut: 1. Penyebab kurang optimalnya pencapaian IKP Masyarakat, antara lain: a. Kurangnya pemantauan dan pendampingan yang berkelanjutan dari para pelaksana program P4GN baik di BNN, BNNP dan BNNK tentang implementasi dari rencana aksi pada kader, satgas, fasilitator dan penggiat anti Narkoba yang telah dibina, sehingga kurang memberikan dampak (outcome) nyata bagi masyarakat sekitarnya. b. Kuranganya upaya kreatif dari kader, satgas, fasilitator dan penggiat anti Narkoba untuk dapat melibatkan kalangan dunia usaha melalui program CSR untuk berpartisipasi aktif dalam program P4GN. 27

c. Kurangnya antusias masyarakat dalam mengikuti kegiatan pemberdayaan penggiat anti Narkoba yang dilaksanakan oleh BNNP maupun BNNKab/Kota karena berbagai faktor seperti jarak wilayah yang jauh antara desa satu dengan lainnya bahkan dengan kota kabupaten, dukungan anggaran, sumber daya manusia, tingkat pendidikan, dan lain-lain. d. Kurangnya kepedulian dan masih ada rasa takut masyarakat (tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda) dalam upaya bersamasama memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. e. Kurangnya antusiasme masyarakat dalam mengikuti kegiatan pemberdayaan penggiat anti Narkoba yang dilaksanakan oleh BNNP maupun BNNKab/Kota terutama pada kawasan rawan dan rentan penyalah guna dan peredaran gelap Narkoba. f. Masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang bahaya penyalah guna dan peredaran gelap Narkoba. 2. Yang mendukung pencapaian IKP Masyarakat, antara lain: a. Semakin tumbuhnya kepedulian, kesadaran masyarakat, dan memandangbahwa permasalahan Narkoba menjadi persoalan bersama yang harus segera diatasi. b. Tumbuhnya kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk turut serta menjadi penggiat anti Narkoba dalam pelaksanaan P4GN. c. Semakin eratnya koordinasi dan komunikasi masyarakat dan aparatur pemerintahan setempat dalam menanggulangi bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. Berdasarkan analisis hambatan dan langkah antisipasi dalam menindaklanjuti hambatan dan kegagalan, dengan uraian sebagai berikut: 1. Faktor Hambatan tercapaianya IKP Masyarakat, antara lain: a. Kurangnya personil dalam mendukung kegiatan pemberdayaan penggiat anti Narkoba yang dilaksanakan oleh BNNP maupun BNNKab/Kota. 28

b. Anggaran dan sarana prasarana (sarpras) yang kurang dalam mendukung program P4GN. c. Jarak wilayah yang cukup jauh antara wilayah penggiat dengan kabupaten/kota dan provinsi. d. Belum dipahaminya program pemberdayaan masyarakat dan program P4GN baik pada BNNP dan BNNKab/Kota yang hanya melaksanakan kegiatan sebatas output dan penyerapan anggaran untuk mencapai target 100% dibandingkan dengan mengukur dari manfaat (outcome) kegiatan yang telah dilaksanakan sebelumnya. e. Kurangnya komunikasi, sinergitas, kemitraan, dan kerja sama dengan baik antara pelaksana kegiatan (pembina) baik BNN, BNNP dan BNNKab/Kota dengan hasil binaan (kader, satgas, fasilitator, dan penggiat anti Narkoba) sehingga pengembangan kapasitas penggiat anti Narkoba tidak berjalan sesuai harapan. 2. Langkah Antisipasi yang akan ditindaklanjuti dengan hambatan dan kegagalan tersebut, antara lain: a. Memprioritaskan sasaran dan wilayah yang tepat dalam pelaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat sehingga pengembangan kapasitas penggiat anti Narkoba dapat berjalan sesuai harapan. b. Melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi yang dapat dalam menggali persoalan dan masalah kemandirian partisipasi masyarakat dalam P4GN. c. Melakukan kegiatan monitoring dan supervisi program oleh pelaksana kegiatan pemberdayaan masyarakat pada BNNP dan BNNK kepadamasyarakat binaan (kader, satgas, fasilitator, dan penggiat anti Narkoba) melalui kunjungan kerja, advokasi, pendampingan, pendataan, dan lainnya. 29

Analisis efisiensi dan sumber daya, atas capaian Indeks Kemandirian Partisipasi belum mandiri (2,39) disebabkan karena kurang optimalnya pelaksanaan bimbingan teknis dalam program pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat tidak mempunyai rencana aksi yang mandiri dalam rangka menciptakan lingkungan yang bersih dan bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. Bimbingan teknis bagi penggiat anti Narkoba sebagai langkah monitoring terbaik, untuk meningkatkan nilai IKP P4GN di setiap lingkungan dimana penggiat anti Narkoba melakukan aktivitasnya. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengelaborasi hasil-hasil evaluasi capaian IKU dan mengekplorasi hasil-hasil IKP untuk dilakukan penajaman program dalam forum Rapat Teknis BNN, BNNP, dan BNNK tentang pemberdayaan masyarakat dalam waktu dekat. Dalam forum itu didiskusikan berbagai persoalan yang mengevaluasi program dan menajamkan program dan kegiatan yang sesuai dengan kondisi terkini di lapangan. Keberhasilan dalam merealisasikan target IKU terkait Indeks Kemandirian Partisipasi Masyarakat tidak terlepas dari kinerja kegiatan dari masing-masing lingkungan sasaran yang tergambarkan dalam tabel berikut: Tabel 4. Realisasi Sasaran Kegiatan Program Pemberdayaan Anti Narkoba pada Kelompok Masyarakat untuk Tingkat Pusat Tahun 2016 No. Indikator Kinerja Kegiatan Target Realiasi % Capaian Target 1. Jumlah desa/kelurahan yang menyelenggarakan program pemberdayaan anti Narkoba 2. Jumlah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pemberdayaan anti Narkoba 3. Jumlah mantan petani/penanam ganja yang beralih profesi ke legal produktif (orang) 4. Jumlah mantan pengedar/penjual ganja yang beralih profesi (orang) 103 50 48,54% 69 70 101% 120 177 147,4 % 50 72 144 % 30

Capaian di atas merupakan gambaran keberhasilan di tingkat pusat. Hal ini disebabkan target baru hanya ditetapkan di pusat belum diturunkan ke kewilayahan. Hasil evaluasi, target ini harus diturunkan ke wilayah untuk melihat keberhasilan secara komprehensif ke depan. Adapun gambaran keberhasilan pelaksanaan kegiatan di pusat dan daerah adalah seperti grafik di bawah ini: Grafik 6. Realisasi Jumlah Kelompok Masyarakat yang menyelenggarakan Program Pemberdayaan Anti Narkoba pada Tingkat Pusat dan Daerah Tahun 2016 1400 1200 1258 1188 1000 800 600 688 738 495 567 400 200 50 70 177 16 193 72 0 Desa/Kelurahan Lembaga Pendidikan Mantan Petani Ganja yang Beralih Profesi Mantan Pengedar/Penjual Ganja yang Beralih Profesi Pusat Kewilayahan Total Pada tabel di atas ditunjukkan bahwa, pada poin (1) dari target 103 jumlah desa/kelurahan yang menyelenggarakan program pemberdayaan anti Narkoba realisasi untuk tingkat pusat tercapai 50 atau 48,54%, sedangkan sisanya sejumlah 688 desa/kelurahanberasal dari BNNP dan BNNKab/Kota. Selanjutnya pada poin (2) dari target 69 Jumlah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pemberdayaan anti Narkoba realisasi untuk tingkat BNN pusat tercapai 70 atau 101,4% sedangkan sisanya sejumlah 1.188 lembaga pendidikan berasal dari BNNP dan BNNKab/Kota. 31

Jika dibandingkan dengan capaian tahun 2015 terjadi peningkatan capaian sebesar 35% yaitu dari 50 lingkungan pendidikan pada tahun 2015 menjadi 70 lingkungan pendidikan pada tahun 2016. Hal ini menunjukkan bahwa pemberdayaan lingkungan pendidikan dengan membentuk Tim Satgas telah mampu meningkatkan pemahaman, kesadaran dan kepedulian bersama tentang bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba khususnya bagi kalangan generasi muda. Tim satgas ini bertujuan menjadi bagian cegah dini dalam menangkal segala bentuk penyalah guna dan peredaran gelap Narkoba yang terdapat di lingkungan pendidikan serta merupakan kegiatan yang terintegrasi dengan kegiatan lainnya yang berada di lingkungan tersebut. Untuk memperkuat keberadaan penggiat anti narkoba, pada pada tahun 2016 telah ditingkatkan kemampuannya melalui program pengembangan kapasitas lingkungan pendidikan, agar dapat lebih mandiri dan berkelanjutan dalam melaksanakan program P4GN. Peningkatan capaian kinerja digambarkan pada grafik di bawah ini. Grafik 7. Peningkatan Capaian Kinerja Lembaga Pendidkan 70 60 50 40 30 20 10 0 % Peningkatan Capaian 35% 70 50 2015 2016 Selanjutnya pada poin (c) dari target 120 orang jumlah mantan petani/penanam ganja yang beralih profesi ke legal produktif, realisasi untuk tingkat BNN pusat tercapai 177 atau 147.5%, sedangkan sisanya sebanyak 16 orang berasal dari BNNKab Aceh Besar dan Gayo Lues. 32

Akhirnya, pada poin (e) dari target 50 orang jumlah mantan pengedar/penjual ganja yang beralih profesi, realisasi untuk tingkat BNN pusat tercapai 72 orang atau 144 % sedangkan sisanya sebanyak 495 orang berasal dari program pemberdayaan yang telah dilakukan oleh BNNP dan BNNKab/Kota. No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 2. Indeks kemandirian partisipasi (IKP) stakeholder dalam pelaksanaan P4GN 2,50 2,48 99,16% Indeks kemandirian partisipasi (IKP) stakeholder (pemangku kepentingan) dalam P4GN adalah akumulasi jumlah indeks (indikator) peran serta stakeholder yang secara mandiri (baik input, output, dan outcome) dalam P4GN. Stakeholder adalah kelompok-kelompok individu yang ada di lingkungan kerja pemerintah, lingkungan kerja swasta dan lingkungan tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki wibawa/sifat-sifat tertentu mempengaruhi orang lain. Adapun penilaian Indeks Kemandirian Partisipasi (IKP) stakeholder ini dihimpun dari berbagai nilai indeks yang ada dalam capaian Program Pemberdayaan Masyarakat Anti Narkoba yang dilaksanakan dari mulai BNNKab/Kota, BNNP dan BNN Pusat. Program Pemberdayaan Masyarakat Anti Narkoba adalah rangkaian kegiatan dari mulai pemetaan sasaran dan kawasan, pengembangan kapasitas melalui TOT, workshop dan pembinaan kawasan rawan Narkoba, bimbingan teknis, dan pelaporan IKP. Pada tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa capaian indikator kinerja sebesar 2,48 (99,16%) dari perhitungan rata-rata persentase realisasi Indikator Kinerja Utama. Capaian indeks kemandirian partisipasi pada stakeholder masih dalam kategori kurang mandiri, karena masih berada pada skala di bawah 2,5. Artinya sasaran strategis masyarakat dalam P4GN secara nasional belum terwujud atau kurang mandiri antara lain beberapa kalangan dari dunia usaha/swasta masih memprioritaskan kegiatannya untuk menambah laba perusahaannya, dan lain-lain. 33

Mengingat kriteria dalam Indeks Kemandirian Partisipasi Stakeholder mempunyai karakteristik yang berbeda-beda pada setiap daerah, maka penilaian IKP didasarkan pada tabel sebagai berikut: JAWABAN NILAI KATEGORI KRITERIA KUESIONER INTERVAL IKP MANDIRI 0 1.00 1.75 D Tidak Mandiri 1 1.76 2.50 C Kurang Mandiri 2 2.51 3.25 B Mandiri 3 3.26 4.00 A Sangat Mandiri Adapun angka indeks tersebut diperoleh dari perhitungan rata-rata setiap peserta yang ikut dalam program pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pembinaan dan ketrampilan dari mulai level paling bawah di tingkat BNNK, level menengah di tingkat BNNP dan level tertinggi di BNN (Pusat) dihasilkan ratarata indeks kemandirian masyarakat pada sasaran pemberdayaan anti Narkoba di lingkungan pemerintah dan kalangan dunia usaha (tabel IKP terlampir). Capaian Indeks kemandirian partisipasi stakeholder ini adalah di tahun pertama atau indikator pertama yang belum pernah ada indikator ini pada tahun anggaran sebelumnya, sehingga capaian target ini tidak dapat dibandingkan dengan tahun sebelum. Indeks Kemandirian Partisipasi (IKP) pada lingkungan kerja Pemerintah dan kalangan dunia usaha juga mulai diperkenalkan pada tahun 2016 dan pada umumnya belum memahami indikator yang digunakan untuk menilai tingkat partisipasi dalam program P4GN yang ada di lingkungannya, sehingga tingkat pemahaman dan implementasi pelaksanaan belum optimal dalam melakukan rencana aksinya. Capaian IKU bidang Pemberdayaan Masyarakat TA 2016 yang terealisasi pada IKP stakeholder sebesar 2,48 maka kinerja IKP stakeholder pada tahun mendatang harus ditingkatkan hingga mencapai 100%. Berdasarkan analisis keberhasilan dan kegagalan dalam mencapai sasaran didapat faktor-faktor sebagai berikut: 34

1. Faktor pendukung capaian IKP Stakeholder, antara lain: a. Adanya hubungan komunikasi dan koordinasi yang baik dengan instansi pemerintah daerah, swasta dan kalangan dunia usaha. b. Lahirnya Peraturan Daerah (Perda) sebagai implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.21 Tahun 2013 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika). c. Partisipasi aktif dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan instansi vertikal yang mendukung program P4GN. 2. Faktor kegagalan tercapaianya IKP Stakeholder, antara lain: a. Masih kurang berjalannya aturan norma/regulasi yang dipergunakan dalam mendukung atau memperkuat pelaksanaan P4GN dilingkungan atau instansi terkait. b. Rendahnya pemahaman pelaksana teknis bidang pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan analisis hambatan dan langkah antisipasi dalam menindaklanjuti hambatan dan kegagalan, sebagai berikut: 1. Faktor Hambatan tercapaianya IKP Masyarakat, antara lain: a. Dukungan anggaran yang masih kurang. b. Sarpras yang kurang tersedia. c. SDM yang kurang memadai (dari segi kualitas dan kuantitas). d. Masih ada anggapan program P4GN bukan sebagai prioritas yang harus dilaksanakan. 2. Langkah Antisipasi yang akan ditindaklanjuti dengan hambatan dan kegagalan tersebut, antara lain: a. Melakukan sinergi dengan instansi/lembaga/organisasi terkait. b. Menganggarkan dalam kegiatan tahunan. c. Mengadakan pelatihan dan ketrampilan penanganan penyalah guna Narkoba. 35

Analisis atas faktor-faktor keberhasilan capaian tersebut antara lain : faktor kesiapan stakeholder dalam upaya P4GN dibanding masyarakat. Kesiapan ini terkait erat sumber daya atau 5M (man, methods, money, machine & material) dalam upaya di lingkungan kerja pemerintah dan swasta lebih siap dan cukup dibanding masyarakat. Sementara faktor tidak optimalnya pencapaian target disebabkan pelaksanaan program belum dipahami tata cara pelaksanaannya secara baik, sehingga target kemandirian partisipasi P4GN di masyarakat dan stakeholder belum mencapai target yang ditentukan atau diharapkan (masih di bawah skala yang ditentukan). Solusi atas kelemahan dan penurunan kinerja ini dilakukan dengan dua strategi, yaitu melakukan evaluasi dan melakukan penajaman program. Dengan evaluasi yang mendalam akan menemukan kelemahan untuk dikuatkan. Artinya, pelaksanaan perdana pengukuran indeks kemandirian ini menjadi evaluasi, mana dari sumber daya 5M yang dominan dan yang lemah. Kemudian penajaman program dilakukan dengan mengidentifikasi kebutuhan (input program P4GN) yang sesuai dengan kondisi dan fakta terkini lingkungan yang melakukan program dayamas anti Narkoba, sehingga pada lingkungan yang kurang mandiri (dengan skala IKP di bawah 2,51) bisa dimandirikan dengan pendekatan dan penajaman program pada tahun berjalan dan program yang akan datang. Keberhasilan dalam merealisasikan target IKU terkait Indeks Kemandirian Partisipasi Stakeholder tidak terlepas dari kinerja kegiatan dari masing-masing lingkungan sasaran yang tergambarkan dalam tabel berikut: Tabel 5. Realisasi Sasaran Kegiatan Program Pemberdayaan Anti Narkoba pada Kelompok Stakeholder untuk Tingkat Pusat Tahun 2016 % Capaian No. Indikator Kinerja Kegiatan Target Realiasi Target 1. Jumlah instansi pemerintah yang 86 41 47,67% menyelenggarakan program pemberdayaan anti Narkoba 2. Jumlah institusi dunia usaha/swasta yang menyelenggarakan program pemberdayaan anti Narkoba 86 19 22,09% 36

Capaian di atas masih merupakan kinerja tingkat pusat (belum termasuk capaian kewilayahan). Hal ini disebabkan target baru hanya di pusat (belum capaian kewilayahan). Adapun gambaran keberhasilan pelaksanaan kegiatan di pusat dan daerah adalah seperti grafik di bawah ini : Grafik 8. Realisasi Jumlah Kelompok Stakeholder yang menyelenggarakan Program Pemberdayaan Anti Narkoba pada Tingkat Pusat dan daerah Tahun 2016 800 600 692 733 419 438 400 200 41 19 0 Instansi Pemerintah Instansi Swasta Pusat Kewilayahan Total Uraian di atas menunjukkan bahwa, pada poin (1) dari target 86 jumlah instansi pemerintah yang menyelenggarakan program pemberdayaan anti Narkoba, realisasi untuk tingkat BNN pusat tercapai 41atau 47,67% sedangkan sisanya sebanyak 692 instansi pemerintah berasal dari program pemberdayaan yang telah dilakukan oleh BNNP dan BNNKab/Kota. Jika dibandingkan dengan capaian tahun 2015 terjadi peningkatan capaian sebesar 14,2% yaitu dari 35 instansi pemerintah yang diberdayakan pada tahun 2015 menjadi 40 instansi pemerintah yang telah diberdayakan pada tahun 2016. Hal ini menunjukkan bahwa program pemberdayaan pada instansi pemerintah telah mampu memandirikan untuk secara bersama-sama menanggulangi bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba serta telah dapat meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran tentang bahaya penyalahgunaan Narkoba. Peningkatan capaian kinerja digambarkan pada grafik di bawah ini. 37

Grafik 9. Peningkatan Capaian Kinerja Instansi Pemerintah % Peningkatan Capaian 14,2% 40 40 39 38 37 36 35 34 33 32 35 2015 2016 Selanjutnya pada poin (b) daritarget 86 jumlah institusi dunia usaha/swasta yang menyelenggarakan program pemberdayaan anti Narkoba, realisasi untuk tingkat BNN pusat tercapai 19 atau 22,09% sedangkan sisanya sebanyak 419 instusi dunia usaha dan swasta berasal dari program pemberdayaan yang telah dilakukan oleh BNNP dan BNNKab/Kota. 4. Sasaran : Meningkatnya Mantan Penyalah Guna dan Pecandu Narkoba yang tidak Kambuh Kembali Sasaran strategis di atas, diimplementasikan melalui indikator kinerja utama sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. Jumlah mantan penyalah guna dan 16.000 9.423 58,89% pecandu Narkoba yang tidak kambuh Orang Orang kembali setelah menjalani rehabilitasi dan/atau pasca rehabilitasi 38

Jumlah mantan penyalah guna dan pecandu Narkoba yang tidak kambuh kembali setelah menjalani rehabilitasi dan/atau pascarehabilitasi sasarannya adalah mantan penyalah guna dan pecandu Narkoba yang telah selesai mengikuti program rehabilitasi dan/atau pascarehabilitasi di lembaga rehabilitasi dan/atau pascarehabilitasi milik BNN dan lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat. Mantan penyalah guna dan pecandu Narkoba yang tidak kambuh kembali setelah menjalani rehabilitasi dan/atau pascarehabilitasi adalah mereka yang tidak lagi menggunakan Narkoba selama 6 bulan setelah selesai menjalani program rehabilitasi dengan atau tanpa mengikuti program pascarehabilitasi. Yang diukur adalah mereka yang selesai mengikuti program rehabilitasi baik layanan rehabilitasi rawat jalan maupun rawat inap secara tuntas sesuai program dan/atau mereka yang selesai mengikuti rehabilitasi kemudian melanjutkan layanan pascarehabilitasi baik rawat jalan maupun rawat inap dan dilanjutkan dengan layanan rawat lanjut di lembaga rehabilitasi milik BNN dan lembaga rehabilitasi Instansi Pemerintah maupun komponen masyarakat dalam kurun waktu 6 bulan. Metode pengukuran untuk mendapatkan jumlah mantan penyalah guna dan pecandu Narkoba yang tidak kambuh kembali setelah menjalani rehabilitasi dan/atau pascarehabilitasi adalah sebagai berikut: 1. mantan penyalah guna dan pecandu Narkoba yang tidak lagi menggunakan Narkoba selama 6 bulan setelah selesai menjalani program rehabilitasi dan/atau 2. mantan penyalah guna dan pecandu Narkoba yang tidak lagi menggunakan Narkoba selama 6 bulan terhitung dengan menjalani program pascarehabilitasi. 3. selanjutnya yang disebutkan pada poin 1 diverifikasi telah selesai mengikuti program rehabilitasi, kemudian dilakukan pemantauan dan evaluasi selama 6 bulan melalui: telepon, kunjungan rumah dan pendampingan dari konselor. 39

4. selanjutnya untuk poin 2 diverifikasi telah selesai mengikuti program pascarehabilitasi dilanjutkan dengan program rawat lanjut (pemantauan dan pendampingan) melalui berbagai macam metode seperti telepon, undangan on site dan kunjungan klien (home visit). Pengukuran angka kepulihannya dan dinyatakan pulih bila menunjukkan indikator antara lain: a. Hasil tes urin negatif. b. Peningkatan pada skor WHO-QoL yang menunjukkan peningkatan kualitas hidup klien. c. Keikutsertaan mengikuti undangan on site kelompok dukungan sebaya (peer group). d. Peningkatan kondisi fisik dan sosial klien yang didapatkan dari hasil kunjungan klien (home visit). Tabel 6. Jumlah Mantan Penyalah Guna dan Pecandu Narkoba yang Tidak Kambuh Kembali Setelah Menjalani Rehabilitasi dan/atau Pascarehabilitasi Berdasarkan Asal Lembaga No. Indikator Kinerja Utama Realisasi Lembaga Rehab IP Realisasi Lembaga Rehab KM Realisasi Lembaga Pascarehabilitasi Total 1. Jumlah mantan penyalah guna dan 5.710 1.582 2.131 9.423 pecandu Narkoba yang tidak kambuh kembali setelah menjalani rehabilitasi dan/atau pascarehabilitasi Hasil capaian jumlah mantan penyalah guna dan pecandu Narkoba yang tidak kambuh kembali setelah menjalani rehabilitasi dan/atau pasca rehabilitasi adalah sebesar 9.423 orang atau 58,89% dari target yang telah ditetapkan. (Lampiran 6). 40

Grafik 10. Capaian Layanan Rehabilitasi Tahun 2016 50000 45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 45838 28308 17530 Target 22485 10782 Mendapat Layanan 33267 25379 15971 9408 Selesai Program 7292 9423 2131 Tidak Kambuh Rehabilitasi Pascarehabilitasi Total Pada tahun 2016, BNN telah memberikan layanan rehabilitasi terhadap 22.485 pecandu dan penyalah guna narkotika dan layanan pascarehabilitasi terhadap 10.782 mantan pecandu dan penyalah guna narkotika. Dari jumlah tersebut terdapat 15.971 pecandu dan penyalah guna narkotika yang telah selesai program rehabilitasi dan 9.408 mantan pecandu dan penyalah guna narkotika yang telah selesai program pascarehabilitasi. Kemudian dari jumlah tersebut terdata 7.292 mantan pecandu yang tidak kambuh kembali dari lembaga rehabilitasi instansi pemerintah maupun komponen masyarakat dan 2.131 mantan pecandu dari lembaga Pascarehabilitasi. Hasil capaian tahun 2016 tidak dapat dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya karena terdapat perbedaan nomenklatur indikator perjanjian kinerja. Berikut adalah perbandingan sasaran strategis dan indikator kinerja utama tahun 2015 dan 2016. 41

Tabel 7. Perbandingan Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama Tahun 2015 dan 2016 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2015 Tahun 2016 Meningkatnya Meningkatnya Jumlah pecandu Narkoba Jumlah mantan pecandu Narkoba mantan yang selesai mengikuti penyalah guna yang direhabilitasi penyalah guna program rehabilitasi di dan pecandu pada Lembaga dan pecandu Lembaga Rehabilitasi Narkoba yang Rehabilitasi Narkoba yang Instansi Pemerintah tidak kambuh Instansi Pemerintah maupun Komponen Masyarakat dan mantan pecandu Narkoba yang menjalani pasca rehabilitasi tidak kambuh kembali Jumlah pecandu Narkoba yang selesai mengikuti program rehabilitasi di Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat Angka pecandu Narkoba yang telah mendapatkan rehabilitasi dan kembali produktif dalam kehidupan kembali setelah menjalani rehabilitasi dan/atau pascarehabilitasi bermasyarakat Berikut ini adalah Sasaran, Indikator Kinerja Utama dari Deputi Bidang Rehabilitasi berdasarkan Renstra BNN tahun 2015-2019. Tabel 8. Sasaran, Indikator Kinerja Utama BNN Bidang Rehabilitasi berdasarkan Renstra BNN tahun 2015 2019 Sasaran Deputi Bidang Rehabilitasi Indikator Kinerja Utama Target 2015 2016 2017 2018 2019 Meningkatnya mantan Jumlah mantan penyalah - 16.000 18.000 20.000 22.000 penyalah guna dan guna dan pecandu orang orang orang orang pecandu Narkoba Narkoba yang tidak yang tidak kambuh kambuh kembali setelah kembali menjalani rehabilitasi dan/atau pascarehabilitasi 42

Tabel 9. Capaian kinerja BNN Bidang Rehabilitasi tahun 2016 Sasaran Strategis Meningkatnya dibandingkan dengan target Jangka Menengah dalam Renstra BNN tahun 2015 2019 Indikator Kinerja Utama Capaian Tahun 2015 Target 2016 Capaian 2016 Target 2019 % Capaian 2019 1 2 3 4 5 6 7 mantan penyalah guna dan pecandu Narkoba yang tidak kambuh kembali Jumlah mantan penyalah guna dan pecandu Narkoba yang tidak kambuh kembali setelah menjalani rehabilitasi dan/atau pascarehabilitasi - 16.000 9.423 22.000 42,83% Pencapaian kinerja tahun 2016 jika dibandingkan dengan target Jangka Menengah dalam Renstra BNN tahun 2015-2019 masih kurang optimal yaitu sebesar 9.423 orang dari 22.000 orang atau 42,83% dari target tersebut. Tidak tercapainya sasaran kinerja Bidang Rehabilitasi disebabkan oleh beberapa hal. Adapun penyebabnya adalah sebagai berikut : 1. Adanya revisi anggaran sehingga pelaksanaan program di wilayah mengalami kendala dan pelaksanaan layanan rehabilitasi dan pascarehabilitasi mengalami kemunduran jadwal. 2. Belum maksimalnya dukungan dari pimpinan institusi/pemangku kepentingan lembaga yang diberi peningkatan kemampuan untuk menjalankan program rehabilitasi dan pascarehabilitasi di beberapa daerah. 3. Sistem pendataan belum terintegrasi antara BNN, BNNP, BNNK, dan lembaga rehabilitasi dan pascarehabilitasi lainnya yang dapat memonitor penyalah guna dan pecandu yang mengikuti program rehabilitasi dan pascarehabilitasi sampai selesai dan memantau 6 bulan setelah selesai rehabilitasi dengan/tanpa pascarehabilitasi. 43

4. Beberapa lembaga rehabilitasi instansi pemerintah dan komponen masyarakat tidak memiliki mekanisme pemantauan terhadap pecandu dan penyalah guna narkotika yang telah direhabilitasi sehingga tidak dapat mendata mantan pecandu dan penyalah guna narkotika yang tidak kambuh kembali. 5. Terdapat sejumlah pecandu, penyalah guna, dan korban penyalahgunaan Narkoba yang mendapatkan layanan rehabilitasi di lembaga rehabilitasi instansi pemerintah dan komponen masyarakat hingga akhir tahun 2016 masih dalam masa perawatan, masa pemantauan atau baru selesai mengikuti program rehabilitasi, sehingga pada tahun 2016 belum dapat didata ketidakkambuhannya selama 6 (enam) bulan setelah rehabilitasi. 6. Kapasitas dan kualitas lembaga rehabilitasi dan pascarehabilitasi yang ada masih sangat minim, sehingga masih sangat membutuhkan penguatan lembaga agar mampu memberikan layanan rehabilitasi. 7. Jumlah lembaga rehabilitasi dan pascarehabilitasi yang dapat melaksanakan program masih sangat minim jumlahnya, tidak sebanding dengan target capaian kinerja yang menghasilkan pecandu dan penyalah guna Narkoba yang tidak kambuh kembali. Rekomendasi/rencana aksi ke depan sebagai langkah optimalisasi kinerja ke depan adalah sebagai berikut: 1. Sistem pendataan terintegrasi antara BNN, BNNP, dan BNNK sehingga dapat memonitor pecandu yang mengikuti program Rehabilitasi dan pascarehabilitasi baik diselenggarakan oleh instansi pemerintah maupun komponen masyarakat. 2. Mekanisme pemantauan terhadap mantan penyalah guna dan pecandu Narkoba yang tidak kambuh kembali setelah program Rehabilitasi. 3. Peningkatan Kemampuan lembaga sesuai dengan standar pelayanan rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan Narkoba. 44

Dalam rangka pemantauan kepulihan mantan penyalah guna dan pecandu Narkoba yang tidak kambuh kembali diperlukan kerjasama dengan bidang Dayamas khususnya bagian peran serta masyarakat untuk membantu memonitor. Pencapaian kinerja utama tersebut didukung oleh pencapaian kinerja pada level kegiatan sebagai berikut : % No. Indikator Kinerja Kegiatan Target Realiasi Capaian Target a. Jumlah lembaga rehabilitasi medis dan 647 136 21,02 lembaga rehabilitasi sosial milik instansi pemerintah yang menghasilkan mantan pecandu, penyalah guna, dan korban penyalahgunaan Narkoba tidak kambuh kembali b. Jumlah penyalah guna, pecandu, dan/ 5.300 13.026 245,77 korban penyalah guna yang memperoleh layanan rehabilitasi rawat jalan c. Jumlah lembaga rehabilitasi medis dan 246 68 27,64 lembaga rehabilitasi sosial milik komponen masyarakat yang menghasilkan mantan pecandu, penyalah guna, dan korban penyalahgunaan Narkoba tidak kambuh kembali d. Persentase lembaga rehabilitasi pecandu 15 12,5 83,33 dan korban penyalahgunaan Narkoba milik instansi pemerintah dan komponen masyarakat yang menyelenggarakan program pascarehabilitasi (%) e. Jumlah mantan penyalah guna, korban penyalah guna, dan pecandu narkotika yang mengikuti layanan pasca rehabilitasi 17.010 10.782 63,39 45

Program layanan rehabilitasi instansi pemerintah terdiri dari layanan rehabilitasi rawat jalan dan rawat inap. Jumlah penyalah guna, pecandu, dan/korban penyalah guna yang memperoleh layanan rehabilitasi rawat jalan adalah 13.026 orang dari target 5.300 orang atau sekitar 245,77% dari target yang ditetapkan. Selain melaksanakan program rehabilitasi rawat jalan, BNN juga melaksanakan program rehabilitasi rawat inap terhadap 7.379 orang. Sehingga secara keseluruhan jumlah penyalah guna, pecandu, dan/korban penyalah guna yang memperoleh layanan rehabilitasi di instansi pemerintah mencapai 20.223 orang. Grafik 11. Jumlah Lembaga Rehabilitasi yang Mendapatkan Peningkatan kemampuan, Mampu Operasional, dan Menghasilkan Mantan Pecandu Tidak Kambuh Kembali 1000 900 800 700 600 500 931 Mendapat Peningkatan Kemampuan Mampu Operasional Menghasilkan Pecandu Tidak Kambuh Kembali 400 300 272 271 200 100 136 87 112 112 68 61 0 Instansi Pemerintah Komponen Masyarakat Pascarehabilitasi Pada tahun 2016, BNN telah menguatkan 931 lembaga rehabilitasi instansi pemerintah, 271 lembaga rehabilitasi komponen masyarakat dan 112 lembaga pascarehabilitasi agar mampu menghasilkan penyalah guna dan pecandu Narkoba tidak kambuh kembali. 46

Dari 1.314 lembaga rehabilitasi yang diberikan peningkatan kemampuan tersebut telah dievaluasi terdapat 471 lembaga yang mampu atau operasional memberikan layanan rehabilitasi. Kemudian dari jumlah tersebut terdata 265 lembaga rehabilitasi instansi pemerintah dan komponen masyarakat yang menghasilkan mantan pecandu yang tidak kambuh kembali. Peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi komponen masyarakat dilakukan melalui bidang dan seksi rehabilitasi di BNNP dan BNNKab/Kota seluruh Indonesia telah berhasil melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) melebihi target 246 lembaga, yaitu PKS terhadap 271 lembaga (110%). Dari 271 lembaga rehabilitasi komponen masyarakat tersebut terdapat 87 lembaga yang mampu memberikan layanan rehabilitasi (32,10% dari jumlah PKS yang dilakukan) dan 68 lembaga (25,09% dari jumlah PKS yang dilakukan) yang dapat menghasilkan 1.582 mantan pecandu, penyalah guna, dan korban penyalahgunaan Narkoba tidak kambuh kembali. Pada tahun 2016 Layanan pascarehabilitasi diberikan kepada 10.782 orang dari target 17.010 orang atau 63,39% dari target yang ditetapkan. Pascarehabilitasi merupakan layanan lanjutan bagi penyalah guna dan pecandu Narkoba setelah selesai mengikuti layanan rehabilitasi sehingga diharapkan mantan penyalah guna dan pecandu Narkoba dapat terus mempertahankan pemulihannya. Melalui layanan pascarehabilitasi ini didapatkan 2.131 orang yang terukur dapat mempertahankan pemulihannya. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa pencapaian kinerja tahun 2016 tidak tercapai dikarenakan komponen dasar terapi dan rehabilitasi belum dijalankan seutuhnya, dimana monitoring penggunaan zat secara berkala dengan menggunakan metodologi yang berbasis bukti, manajemen klinis dan kasus dan perawatan berkelanjutan di lembaga rehabilitasi dan pascarehabilitasi milik pemerintah maupun masyarakat belum terlaksana dengan baik dan pelaksanaan pemantauan kondisi kepulihan klien belum efektif dimana belum terdapatnya mekanisme yang mendukung untuk pemantauan secara pasti. 47

5. Sasaran : Melemahnya Aktivitas Jaringan Sindikat Peredaran Gelap Narkotika Guna mencapai Sasaran strategis di atas, diimplementasikan melalui 2 (dua) indikator kinerja utama sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. Jumlah jaringan sindikat tindak 22 31 140,91% pidana narkotika yang terungkap Jaringan Jaringan Definisi jaringan sindikat narkotika adalah kejahatan yang terorganisir (Organized Crime) yang dilakukan oleh individu maupun kelompok melakukan perencanaan dan aktivitas illegal yang terjadi di lebih dari satu negara. Salah satu bentuk Organized Crime ini adalah perdagangan Narkoba (National Institute of justice, 2007). Aktivitas perdagangan narkotika terdapat di lebih dari satu negara yang bersifat transnasional. Bentuk dan karakteristik Organized Crime adalah dengan membentuk sebuah jaringan dalam melakukan kejahatannya. Jumlah jaringan sindikat kejahatan narkotika yang terungkap adalah kelompok pelaku tindak pidana peredaran gelap Narkoba yang terorganisir/ terstruktur dengan peran antara lain penyandang dana, pemilik narkotika, produsen, pengendali, bandar besar, bandar, penjual/pengedar dan kurir yang berhasil diungkap. Metode pengukuran jaringan sindikat kejahatan narkotika yang terungkap dengan kriteria yaitu: 1. Jumlah tersangka dalam satu jaringan sindikat yang terungkap. 2. Peran dari masing-masing tersangka yang tertangkap dalam satu jaringan sindikat. 3. Modus operandi yang digunakan oleh jaringan. 4. Alur transaksi keuangan hasil tindak pidana narkotika. 5. Jenis narkotika yang berhasil disita. 48

6. Adanya anatomi jaringan sindikat narkotika. 7. Hasil pengumpulan informasi jaringan sindikat narkotika direalisasikan dalam Laporan Kasus Narkotika (LKN). Formula yang digunakan untuk mengukur persentase capaian kinerja pada indikator kinerja utama adalah Jumlah jaringan sindikat tindak pidana narkotika yang terungkap, adalah sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Formula Hasil Perhitungan Keterangan 1. Jumlah jaringan sindikat kejahatan Narkoba yang terungkap =( RJSKN / TJSKN)*100% =(22/31)*100% =140,91% - RJSKN = Jumlah Realisasi Jaringan Sindikat Kejahatan Narkoba - TJSKN = Jumlah Target Jaringan Sindikat Kejahatan Narkoba Dari formula atau rumus di atas diperoleh bahwa persentase capaian 140,91%. Hasil tersebut diperoleh dengan membandingkan realiasi jaringan sindikat kejahatan narkoba yang berhasil diungkap sejumlah 31 jaringan (lampiran 7) dengan target jaringan sindikat kejahatan narkoba yang akan diungkap sejumlah 22 jaringan dikalikan 100%. Jika dibandingkan dengan capaian tahun 2015 terjadi peningkatan persentase pencapaian target sebesar 40,91% yaitu dari 100% pada tahun 2015 menjadi 140,91% pada tahun 2016. Pencapaian yang melebihi target tersebut karena adanya dukungan dana yang cukup, koordinasi dan komunikasi personel antara pusat dan daerah dalam pemetaan jaringan dan target sudah baik serta personel intelijen tingkat pusat mempunyai motivasi yang tinggi dalam pengungkapan jaringan sindikat narkotika skala internasional dan nasional. Perbandingan capaian kinerja digambarkan pada grafik di bawah ini. 49

Grafik 12. Jumlah Jaringan Sindikat Kejahatan Narkoba yang Terungkap % Peningkatan Capaian 40,91% 160 140 120 100 80 60 40 20 0 100 2015 2016 140,91 Jika dibandingkan dengan target pada akhir periode Renstra tahun 2019, capaian tahun 2015 sebanyak 20 jaringan dan tahun 2016 sebanyak 31 jaringan (total 51 jaringan) telah menunjukkan peningkatan yang signifikan (41,8%) dan diharapkan di akhir periode Renstra capaian tetap dipertahankan bahkan ditingkatkan. Over prestasi pada tahun 2016 disebabkan adanya penambahan dukungan anggaran APBNP tahun 2016, sehingga BNN dapat lebih memaksimalkan kinerja untuk memutus sel jaringan sindikat yang semakin meningkat jumlahnya diwujudkan dengan pengungungkapan jaringan sindikat narkotika. Ini merupakan prestasi yang tetap terus ditingkatkan capaiannya di tahun berikutnya. Adapun faktor pendukung keberhasilan pelaksanaan program adalah sebagai berikut: 1. Adanya dukungan Teknologi Intelijen (TI) yang telah dimiliki oleh BNN. 2. Terjalinnya kerjasama kuat antar penegak hukum baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dalam bentuk sharing informasi jaringan sindikat narkotika. 3. Komitmen yang kuat dalam pemberantasan narkotika dan dilakukan secara profesional. 4. Dukungan data informasi jaringan sindikat narkotika yang ada di daerah. 5. Laporan masyarakat mengenai peredaran narkotika. 50

Sedangkan hambatan dan kendala dalam pelaksanaan program kegiatan adalah: 1. Dalam pemanfaatan peralatan teknologi intelijen, satuan kerja daerah masih tergantung pada BNN Pusat. 2. Terbatasnya personel khususnya BNNP yang berkompeten dalam tugas penyelidikan intelijen untuk pengumpulan informasi jaringan sindikat narkotika di daerah dan masih terbatasnya SDM yang punya kualifikasi analis intelijen dan penyidik. 3. Untuk pelaksanaan kegiatan di wilayah, belum ada persamaan pemahaman dalam pemetaan jaringan sindikat narkotika, sehingga capaian target tidak maksimal, perlu koordinasi antara pusat dan daerah yang lebih intensif. 4. Peralatan Bantuan Teknologi Intelijen sangat terbatas, sehingga tidak dapat mengcover kegiatan pengungkapan jaringan sindikat yang ada di daerah. Langkah antisipatif atau rekomendasi ke depan yang akan diambil adalah: 1. Peningkatan kemampuan tenaga analis intelijen dengan memberikan pengarahan tugas dan pelatihan teknis analis dan pemetaan jaringan secara terbatas. 2. Pengoptimalisasian sarana dan prasarana. 3. Meningkatkan koordinasi antara penyelidik dan penyidik dan antar aparat penegak hukum lainnya di luar BNN. Penggunaan sumber daya yang ada pada bidang pemberantasan cukup mampu untuk menjalankan tupoksi yang tercantum dalam capaian target di dalam Renstra. Dengan memberdayakan dan mengefektifkan personel dan mengoptimalkan teknologi untuk mendukung pemberantasan baik di BNN maupun di BNNP. Bentuk efisiensinya adalah support data hasil analisis jaringan narkotika yang ada di BNNP akan dikembangkan oleh personil di BNN, kemudian jika sudah siap dilanjutkan ke tahap penyelidikan guna pemutusan sel jaringan sindikat narkotika, dengan demikian efesiensi sumber daya tetap mampu mencapai target yang telah ditetapkan dalam Renstra. 51

Dari target yang ditetapkan sebanyak 22 jaringan dapat terealisasi sebanyak 31 jaringan. Hasil pengungkapan tersebut merupakan hasil analisis dan pendalaman berbagai informasi jaringan yang diperoleh dari BNN di kewilayahan di 24 BNN Provinsi, merupakan derivatif (turunan) dari perjanjian kinerja kegiatan eselon II dengan sasaran kegiatan informasi jaringan sindikat kejahatan narkotika. Adapun indikator kinerja jumlah informasi jaringan sindikat tindak pidana narkotika dengan target 106 informasi jaringan sindikat, dengan realisasi sebanyak 99 informasi jaringan dengan persentase 96,27%. No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 2. Persentase penyelesaian penyidikan 100% 86% 86 % asset (TPPU) tersangka tindak pidana narkotika hasil tindak pidana narkotika Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait tindak pidana peredaran gelap narkotika yang diselesaikan (P.21) adalah kasus tindak pidana pencucian uang yang terkait tindak pidana asal (Narkoba) yang terungkap dan dilakukan penyidikan, setelah dinyatakan lengkap kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan. Metode pengukuran persentase penyelesaian penyidikan asset (TPPU) tersangka tindak pidana narkotika hasil tindak pidana narkotika adalah Perbandingan antara jumlah penyidikan asset TPPU tersangka tindak pidana narkoba hasil TP Narkoba yang dinyatakan selesai (P-21) dengan jumlah penyidikan asset TPPU tersangka tindak pidana narkoba hasil TP Narkoba yang sedang ditangani dengan. Adapun hasil pengukuran persentase penyidikan asset TPPU tersangka tindak pidana narkotika hasil tindak pidana narkotika, sebagai berikut: 1. Jumlah kasus TPPU yang ditangani adalah 30 kasus. 2. Kasus TPPU P21 adalah 26 kasus. 3. Maka persentase yang dimaksud adalah persentase keberhasilan rasio P21 dibandingkan dengan jumlah kasus TPPU = 26/30*100=86%. 52

Formula yang digunakan untuk mengukur persentase capaian kinerja pada indikator kinerja persentase penyelesaian penyidikan asset (TPPU) tersangka tindak perdana narkotika hasil tindak pidana narkotika adalah sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Formula Hasil Perhitungan Keterangan 1. Persentase penye- =(%RTPPUP21/%TTPPUP21)* =(86/100)*100% - % RTPPUP21 = lesaian asset penyidikan (TPPU) 100% =86% Persentase Realisasi kasus tersangka tindak TPPU yang sudah pidana narkotika hasil P21 tindak narkotika pidana - % TTPPUP21 = Persentase Target kasus TPPU yang sudah P21 Perbandingan capaian kinerja dengan tahun lalu digambarkan pada grafik di bawah ini. Grafik 13. Persentase Capaian Penyelesaian Penyidikan Asset TPPU % Peningkatan Capaian 30% Target 19 berkas Realisasi 24 berkas P-21 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Target 14 berkas Realisasi 7 berkas P-21 50 2015 2016 86 53

Adapun target jangka menengah dalam perencanaan strategis orgasnisasi jumlah tindak pidana narkotika yang disidik asset terkait tindak pidana narkotika adalah 93 orang, jika dibandingkan dengan capaian kinerja sampai saat sekarang jumlah tersangka narkotika yang telah disidik assetnya dan telah dinyatakan P-21 (tahun 2015 s.d Tahun 2016). Lebih rinci, jumlah asset yang berhasil disita BNN dari tahun 2010 hingga tahun 2016 sebagaimana terlampir dalam lampiran 7. Faktor pendukung keberhasilan pelaksanaan program adalah sebagai berikut: 1. Telah terlaksananya pelatihan penyelidikan dan penyidikan di bidang TPPU, sehingga menambah skill penyidik dalam mengungkap kasus TPPU. 2. Kemampuan menganalisis dan membuktikan alur transasksi keuangan terkait dengan tindak pidana narkotika. 3. Terjalinnya koordinasi yang kuat antara BNN dengan PPATK dan lembaga keuangan lainnya terutama dalam penyelusuran asset. 4. Adanya koordinasi dengan penyidik tindak pidana asal narkotika terkait adanya tindak pidana pencucian uang. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana pencucian uang ada beberapa faktor diantaranya: 1. Masih minimnya kuantitas dan kualitas penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Pencucian Uang. 2. Belum optimalnya pemahaman dan koordinasi antar penegak hukum terkait dengan TPPU. 3. Terlalu lama dan panjangnya birokrasi dalam penelusuran asset tersangka di luar negeri. Dalam melaksanakan capaian kinerja ada beberapa kendala yang masih dihadapi dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana pencucian uang, diantaranya: 54

1. Masih minimnya kuantitas dan kualitas penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Pencucian Uang. 2. Belum adanya kesamaan pemahaman antar penegak hukum dalam kasus tindak pidana pencucian uang. 3. Terlalu lama dan panjangnya birokrasi dalam penelusuran asset tersangka di luar negeri. Sebagai tindak lanjut dalam memaksimalkan dan melemahkan jaringan peredaran gelap narkotika sebagai berikut: 1. Melakukan pelatihan dan pembinaan kepada penyidik baik yang berada di pusat maupun di BNNP tentang TPPU secara berkala. 2. Melakukan Bimtek dan monitoring penyidikan TPPU di BNNP. 3. Penyidikan TPPU diturunkan sampai BNNP. 4. Melakukan koordinasi dengan lembaga perbankan, non perbankan maupun instansi terkait sampai ke BNNP. Adapun keberhasilan pencapaian atas IKU yaiitu persentase penyelesaian penyidikan asset (TPPU) tersangka tindak pidana narkotika hasil tindak pidana narkotika Tahun 2016 sebesar 86% tidak terlepas dari keberhasilan pelaksanaan kegiatan di level eselon II, dimana target capaian indikator kinerja kegiatan juga melampui target yang ditetapkan sebesar 157,9%, yaitu dari target 19 jumlah tersangka tindak pidana narkoba yang disidik assetnya terkait hasil tindak pidana narkoba, berhasil disidik sebanyak 30 tersangka. 6. Sasaran : Meningkatnya Produk dan Layanan Hukum serta Kerjasama Nasional dan Internasional Bidang P4GN Untuk mencapai sasaran strategis di atas, diimplementasikan melalui 2 (dua) indikator kinerja utama sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. Indeks layanan hukum bidang P4GN 4(skala) 3,3 82,5% 55

Indeks layanan hukum bidang P4GN diukur untuk mengidentifikasi aparat penegak hukum terkait pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang Narkotika sehingga diketahui faktor penghambat untuk ditindaklanjuti dengan peraturan perundang-undangan atau kebijakan. Pengukuran pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang Narkotika menjadi penting dilaksanakan karena aparat penegak hukum mempunyai kewenangan terkait permasalahan yang menyangkut penegakan hukum kasus Narkotika. Penilaian dilaksanakan secara acak kepada responden aparat penegak hukum di 2 (dua) tempat yaitu Sulawesi Utara dan Kalimantan Tengah. Hasil penilaian berdasarkan data yang diperoleh diperoleh indeks penilaian sebesar 3,3 yang menunjukan bahwa aparat penegak hukum sudah melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Narkotika namun belum melaksanakan keseluruhan sehingga berpotensi menghambat implementasi peraturan perundang-undangan terkait narkotika. Target Indeks 4 yang ditetapkan pada tahun 2016, dengan pencapaian kinerja sasaran sebesar 3,3 merupakan target dan pencapaian awal dari periode Renstra BNN 2015-2019, sehingga capaian tersebut tidak dapat dibandingkan dengan capaian tahun lalu karena perbedaan nomenklatur indikator kinerja. Di akhir periode Renstra tahun 2019, diharapkan capaian indeks layanan hukum di bidang P4GN dapat mendekati atau sampai mencapai nilai 4. Faktor pendukung keberhasilan layanan hukum bidang P4GN sebagai berikut: 1. Koordinasi dan dukungan dari kementerian/lemabaga terkait pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang narkotika. 2. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang mendukung tugas aparat penegak hukum. 3. Pelaksanaan sosialisasi kepada kementerian/lembaga terkait peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tindak pidana narkotika. 56

Aparat penegak hukum di lapangan sudah memulai proses penegakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan walaupun belum menyeluruh. Adapun kondisi/permasalahan yang ditemukan di lapangan antara lain: 1. Pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika sudah diberikan pasal rehabilitasi tetapi disertai pasal pemidanaan. 2. Pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika yang tertangkap tangan belum sepenuhnya diberikan kepada Tim Asesmen Terpadu untuk dilakukan asesmen medis dan asesmen hukum. Berdasarkan permasalahan yang ditemui oleh aparat penegak hukum, maka rekomendasi upaya peningkatan layanan hukum bidang P4GN yang dilaksanakan sebagai berikut: 1. Koordinasi dengan instansi pusat untuk mendukung peraturan perundangundangan tentang Narkotika agar dapat berjalan. Koordinasi tersebut melibatkan Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kejaksaan, Kepolisian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan lain-lain. 2. Melaksanakan sosialisasi, pemantauan, dan memberikan solusi peraturan perundang-undangan kepada aparat penegak hukum. Efisiensi penggunaan sumber daya yang dilakukan dalam pencapaian indikator Indeks Layanan Hukum di Bidang P4GN didukung antara lain: 1. Adanya kesempatan penambahan rancangan di luar program perencanaan pembentukan Peraturan Kepala BNN berasal dari kebutuhan organisasi sebagai landasan operasional kinerja sesuai peraturan perundang-undangan. 2. Adanya gugatan yang melebihi target dikarenakan kasus yang berasal dari pidana, perdata terutama kasus pra peradilan. Pencapaian Indeks Layanan Hukum bidang P4GN sebesar 82,5% didukung oleh kinerja yang dicapai melalui Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) jumlah produk hukum yang selesai disusun dengan target 6 rancangan terealisasi melebihi target 19 rancangan dan jumlah permasalahan hukum yang diselesaikan dengan target 4 kasus pada tahun 2016 terealisasi melebihi target menjadi 9 kasus. 57

Salah satu dari 19 produk hukum yang terealisasi adalah Peraturan Kepala BNN Nomor 17 Tahun 2016 tentang Tata Cara Peningkatan Kemampuan Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalah Guna Narkotika. Peraturan ini berdampak pada pelayanan yang lebih optimal kepada masyarakat khususnya pecandu dan korban penyalah guna narkotika, yang harus memenuhi standar pelayanan yang ditentukan BNN. Kasus hukum yang mendapatkan perhatian dari tim bantuan hukum salah satunya yaitu kasus Gugatan Pra Peradilan a.n. Daud alias Athiam, dengan hasil ditolaknya pra peradilan oleh hakim. No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 2. Tingkat efektivitas kerjasama dengan instansi pemerintah dan komponen masyarakat baik dalam maupun luar negeri 65% 65,71% 101,09% Definisi dari tingkat efektivitas kerjasama dengan instansi pemerintah dan komponen masyarakat baik dalam maupun luar negeri adalah sejauh mana tingkat efektivitas pencapaian kegiatan yang dilakukan BNN bersama-sama dengan instansi pemerintah dan komponen masyarakat baik dalam negeri maupun luar negeri dalam upaya P4GN. Metode pengukuran tingkat efektivitas kerjasama dengan instansi pemerintah dan komponen masyarakat baik dalam maupun luar negeri dengan kriteria yaitu: 1. terdapat sejumlah kesepakatan atau kerjasama antara BNN dengan instansi pemerintah, komponen masyarakat, maupun kerja sama antar Negara dalam upaya P4GN. 2. adanya kegiatan yang dilakukan oleh BNN bersama-sama dengan instansi pemerintah dan komponen masyarakat baik dalam maupun luar negeri dalam mendukung pelaksanaan program P4GN. 58

3. observasi pelaksanaan kerjasama antara BNN dengan mitra kerjasama. 4. monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan kerjasama (hasil pengukuran efektivitas terlampir pada lampiran 12). Formula yang digunakan untuk mengukur persentase capaian kinerja pada indikator kinerja utama Tingkat efektivitas kerjasama dengan instansi pemerintah dan komponen masyarakat baik dalam maupun luar negeri, adalah sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Formula Hasil Perhitungan Keterangan 2. Tingkat efektivitas kerja =(%REK =(65,71/65)*100% - %REK = sama dengan instansi pemerintah dan /%TEK)*100% =101,09% Persentase Realisasi komponen masyarakat Efektivitas Kerja baik dalam maupun luar sama negeri - %TEK = Persentase Target Efektivitas Kerja sama Hasil perhitungan % efektivitas kerja sama di atas menunjukkan bahwa kerjasama bidang P4GN dengan instansi pemerintah dan komponen masyarakat baik dalam maupun luar negeri yang terpantau berjalan efektif sebesar 65,71%, dengan kata lain hasil ini melebihi target capaian sebesar 65% sehingga tingkat efektivitas kerjasama dengan instansi pemerintah dan komponen masyarakat baik dalam maupun luar negeri adalah 101,09% Hasil capaian tingkat efektivitas kerjasama dengan instansi pemerintah dan komponen masyarakat baik dalam maupun luar negeri tahun 2016 jika dibandingkan dengan hasil capaian tahun 2015, kerjasama mengalami kenaikan sebesar 16,39% dimana pada tahun 2015 hasil capaian tingkat efektivitas kerja sama sebesar 84,7% dan pada tahun 2016 sebesar 101,09% sebagaimana Grafik Capaian Kinerja berikut ini: 59

Grafik 14. Perbandingan Capaian Kinerja Tingkat Efektivitas Kerja Sama Tahun 2015 2016 Capaian Kinerja (%) 100 80 60 40 20 0 101,09 84,7 2015 2016 Capaian Kinerja Target 65% yang ditetapkan pada tahun 2016,dengan pencapaian kinerja sasaran sebesar 65,71% merupakan target dan pencapaian awal dari periode Renstra BNN 2015-2019. Di akhir periode Renstra, diharapkan tingkat efektivitas dapat mencapai 100%. lain: Beberapa kerja sama di bidang P4GN yang efektif dilaksanakan antara 1. Kerja sama BNN dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga melalui pelaksanaan program pembentukan kader pemuda anti narkoba. Program ini menargetkan akan mencetak sebanyak 39.000 kader anti narkoba yang berasal dari 1500 desa di seluruh Indonesia; 2. Kerja sama BNN dengan AKUMANDIRI melalui program pasca rehabilitasi dengan memberikan pelatihan keterampilan bagi korban penyalahgunaan narkotika dan prekursor narkotika, serta mendorong seluruh anggota AKUMANDIRI untuk berperan aktif dalam kampanye anti narkoba; 3. Tersusunnya ASEAN Work Plan on Securing ASEAN Community Against Illicit Drugs 2016 2025 sebagai kerangka kerja penanganan masalah narkotika dan prekursor narkotika di ASEAN hingga tahun 2025; 60

4. Tersusunnya Outcome Document UN General Assembly Special Session yang berisi 7 rekomendasi untuk diimplementasikan pada kegiatan nasional setiap negara dalam bidang P4GN. Faktor pendukung keberhasilan pelaksanaan program kerja sama adalah sebagai berikut: 1. adanya kesadaran masing-masing pihak bahwa permasalahan Narkotika dan Prekursor Narkotika tidak dapat diselesaikan oleh BNN sendiri namun perlu keterlibatan seluruh komponen masyarakat baik dalam negeri maupun luar negeri. 2. meningkatnya kesadaran instansi pemerintah dan komponen masyarakat baik dalam negeri maupun luar negeri untuk ikut berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan bidang P4GN dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. 3. kesadaran masing-masing pihak untuk menindaklanjuti kerja sama dengan berbagai kegiatan P4GN sesuai dengan ruang lingkup yang telah dituangkan dalam Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama. Sasaran tingkat efektivitas kerja sama dengan instansi pemerintah dan komponen masyarakat di bidang P4GN baik dalam dan luar negeri selama tahun 2016 telah berhasil dicapai melebihi target, namun demikian terdapat beberapa kendala/permasalahan dalam pencapaian sasaran tersebut, yaitu sebagai berikut: 1. belum semua mitra kerja sama menyampaikan data kegiatan P4GN kepada BNN. 2. belum lengkapnya data kegiatan P4GN dari mitra kerja sama yang disampaikan kepada BNN. 3. pelaksanaan kegiatan P4GN oleh mitra kerja samabelum seluruhnya sudah mencakup ruang lingkup yang tertuang dalam Nota Kesepahaman. 4. adanya perbedaan regulasi di setiap negara dalam penanganan masalah Narkotika dan Prekursor Narkotika. 61

Rekomendasi/rencana aksi ke depan dalam upaya peningkatan kerja sama di bidang P4GN antara lain: 1. meningkatkan kesadaran berbagai pihak untuk turut serta bekerja sama dalam upaya P4GN; 2. mengoptimalkan kerjasama yang sudah ada; dan 3. melakukan monitoring dan evaluasi serta perbaikan apabila ada ruang lingkup kerja sama yang tidak dapat diimplementasikan. Pencapaian tingkat efektivitas kerjasama dengan instansi pemerintah dan komponen masyarakat baik dalam maupun luar negeri sebesar 101,09% juga merupakan efisiensi atas sumber daya yang dimiliki BNN dalam menyebarluaskan informasi P4GN dan mendorong pemerintah dan masyarakat berperan aktif dalam upaya P4GN. Pencapaian tingkat efektivitas kerjasama dengan instansi pemerintah dan komponen masyarakat baik dalam maupun luar negeri sebesar 101,09% didukung oleh kinerja dari eselon II melalui Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) persentase kerja sama yang dilaksanakan dengan target sebesar 60% pada tahun 2016. Target tersebut dicapai melalui kegiatan yang terkait pelaksanaan kerja sama di bidang P4GN dengan instansi pemerintah dan komponen masyarakat di dalam negeri dan luar negeri, dengan gambaran pencapaian kinerja sebagai berikut: Sasaran Strategis Kegiatan Indikator Kinerja Target Realisasi % Pencapaian target Layanan kerja sama nasional, bilateral, regional, dan internasional Persentase kerja sama yang dilaksanakan 60 % 94,64% 157,73 62

Dari 56 (lima puluh enam) kerja sama yang dilaksanakan pada tahun 2016, ada 53 (lima puluh tiga) buah kerja sama yang terpantau sudah ada implementasinya tindak lanjutnya berupa kegiatan-kegiatan di bidang P4GN yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan komponen masyarakat baik dalam negeri maupun luar negeri dengan capaian sebesar 94,64%. Jika dibandingkan dengan target kinerja sebesar 60%, maka hasil capaian kinerja melebihi target capaian sebesar 94,64%. Keberhasilan tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan pencapaian indikator kinerja program terkait dengan tingkat efektivitas kerja sama dengan instansi pemerintah dan komponen masyarakat baik dalam maupun luar negeri. 7. Sasaran : Meningkatnya Tata Kelola Organisasi yang Profesional Sasaran strategis di atas, diimplementasikan melalui 4 (empat) indikator kinerja utama sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 1. Nilai Indeks Reformasi Birokrasi BNN 55,00 NA NA Pelaksanaan Reformasi Birokrasi sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 sudah memasuki tahun ke 4 (empat) dan sudah dilaksanakan hampir pada seluruh instansi pusat dan sebagian pemerintah daerah. Agar pelaksanaan reformasi birokrasi dapat berjalan sesuai dengan arah yang telah ditetapkan, maka perlu dilakukan monitoring dan evaluasi berkala untuk mengetahui sejauh mana kemajuan dari hasil pelaksanaannya. Di samping itu monitoring dan evaluasi juga dimaksudkan untuk memberikan masukan dalam menyusun rencana aksi perbaikan berkelanjutan bagi pelaksanaan reformasi birokrasi periode atau tahun berikutnya. 63

Hasil penilaian pelaksanaan reformasi birokrasi dilakukan secara mandiri, dan dievaluasi secara eksternal melalui tim Quality Assurance, hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri PAN & RB Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah. Berdasarkan Surat Menteri PAN & RB Nomor B/20/D.I.PANRB- UPRBN/12/2015 tanggal 22 Desember 2015 perihal Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, BNN mendapatkan nilai indeks reformasi birokrasi sebesar 65,70 dengan kategori B. Adapun rincian komponen penilaian sebagai berikut : No. A Komponen Penilaian Pengungkit Nilai Maksimal Nilai Capaian 1. Manajemen Perubahan 5,00 2,88 57,68 2. Penataan Peraturan Perundang- 5,00 2,09 41,75 Undangan 3. Penataan dan Penguatan Organisasi % 6,00 4,01 66,83 4. Penataan Tata Laksana 5,00 3,43 68,50 5. Penataan Sistem Manajemen SDM 15,00 12,33 82,21 6. Penguatan Akuntabilitas 6,00 3,65 60,82 7. Penguatan Pengawasan 12,00 4,51 37,58 8. Peningkatan Kualitas Pelayanan 6,00 4,07 67,88 Publik Sub Total Komponen Pengungkit 60,00 36,97 61,62 No. Komponen Penilaian Nilai Maksimal Nilai Capaian % B Hasil 1. Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Organisasi 20,00 13,55 67,74 2. Pemerintah yang Bersih dan Bebas KKN 10,00 8,18 81,80 3. Kualitas Pelayanan Publik 10,00 7,00 70,00 Sub Total Komponen Hasil 40,00 28,73 71,80 Indeks Reformasi Birokrasi 100,00 65,70 65,70 64

Penilaian tahun 2016 telah dilakukan secara mandiri dengan nilai akhir 68,20 atau mengalami kenaikan capaian dari tahun lalu sebesar 2.5 dan telah dilakukan evaluasi eksternal oleh Kemenpan & RB. Namun hingga laporan kinerja ini disusun, surat resmi dari Menpan terkait hasil evaluasi Nilai Indeks Reformasi Birokrasi BNN belum diterima. Oleh sebab itu capaian kinerja atas indikator kinerja ini kami sajikan dengan capaian NA (Not Available). Capaian kinerja pada tahun 2016 telah berkontribusi mendukung sasaran strategis pada akhir periode Renstra BNN dalam meningkatkan tata kelola organisasi yang profesional dengan capaian akhir nilai indeks reformasi birokrasi sebesar 70 pada tahun 2019. Faktor penyebab keberhasilan pencapaian sasaran. 1. BNN telah melakukan pengorganisasian pelaksanaan RB di lingkungan BNN dengan melakukan perencanaan RB dan penunjukan tim yang bertanggung jawab atas pelaksanaan RB. 2. BNN telah melakukan identifikasi peraturan yang tumpang tindih dan tidak harmonis dengan instansi pemerintah lain (kementerian Hukum dan HAM, Mahkamah Agung, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kejagung, dan Kepolisian Republik Indonesia) terkait upaya pemberantasan dan pencegahan peredaran narkotika ilegal. 3. BNN telah melakukan identifikasi Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pelaksanaan tugasnya sehingga dalam pelaksanaan tugas dan fungsi BNN telah memiliki standar yang diacu oleh setiap pegawai BNN. 4. BNN telah melaksanakan kebijakan pengelolaan manajemen SDM sebagai usaha dalam pencapaian tujuan organisasi. 5. BNN telah melaksanakan usaha pencegahan korupsi dengan menyusun kebijakan pengelolaan gratifikasi, Penguatan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), pengelolaan pengaduan Masyarakat, Whistle Blowing System dan penetapan Wilayah Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi/Wilayah birokrasi bersih melayani (WBK/WBM). 65

6. BNN telah menyusun kebijakan manajemen kinerja sebagai usaha dalam menerapkan anggaran berbasis kinerja walaupun dalam pelaksanaannya masih terdapat kelemahan terutama dalam cascading penjenjangan ukuran kinerja instansi ke dalam ukuran kinerja eselon II sampai individu. 7. BNN telah menetapkan kebijakan secara formal terhadap penangan gratifikasi, SPIP, pengaduan masyarakat, whistle blower system dan penanganan benturan kepentingan dan telah disosialisasikan kepada anggota organisasi; Hambatan atau kendala, dan permasalahan yang dihadapi. Hambatan atau kendala, dan permasalahan yang dihadapi, Badan Narkotika Nasional dalam bidang organisasi, tata laksana, dan reformasi birokrasi, antara lain: 1. SOP yang ada belum seluruhnya diselaraskan dengan proses bisnis; 2. Assesmen belum dilakukan pada seluruh pegawai/pejabat, untuk menilai minat, bakat dan kompetensi pegawai; 3. Penilaian kinerja individu masih terbatas pada SKP, tetapi belum dikaitkan dengan kinerja organisasi; 4. SOP belum dievaluasi dan disesuaikan dengan perkembangan tuntutan efisiensi, dan efektivitas birokrasi, secara berkala. Langkah-langkah antisipatif yang diambil. 1. Menyusun peta proses bisnis yang sesuai dengan tugas dan fungsi BNN. 2. Melakukan assesmen pegawai secara berkala dan rencana pengembangan kompetensi pegawai sesuai dengan rencana dan kebutuhan serta hasil penilaian kinerja dijadikan dasar untuk promosi Jabatan bagi Eselon 3 dan eselon 4. 3. Melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan sistem manajemen kinerja terutama untuk level eselon II sampai dengan individu sehingga dapat mendukung pencapaian kinerja organisasi dan memanfaatkan capaian kinerja pada setiap level sebagai dasar pemberian reward dan punishment. 66

4. Membangun sistem pengukuran kinerja berbasis elektronik yang dapat diakses oleh seluruh sehingga akan meningkatkan percepatan pelaksanaan budaya kinerja. 5. Meningkatkan kualitas penguatan pengawasan dengan melakukan monitoring kebijakan pengelolaan gratifikasi, penerapan SPIP, Whistle Blowing System, dan penanganan benturan kepentingan sehingga dapat diketahui efektivitas dan perbaikan terutama dalam usaha mencegah korupsi dan usaha pencapaian target kinerja organisasi serta membangun unit yang telah ditetapkan sebagai zona integritas menuju WBK/WBBM. 6. Memaklumatkan standar pelayanan dan mengoptimalkan SOP bagi standar pelaksanaan yang kemudian direviu dan diperbaiki secara berkala sebagai dasar peningkatan kualitas pelayanan publik. Sistem Infomasi Manajemen Kepegawaian BNN (SIMPEG BNN) berbasis web base merupakan bentuk nyata efisiensi penggunaan sumber daya dalam mencapai sasaran program dan IKU. SIMPEG BNN telah berperan sebagai pemeran utama dalam mewujudkan reformasi birokrasi yang semakin baik. Hal ini terlihat dari semakin mudahnya pegawai mendapatkan segala informasi dan berinteraksi terkait kepegawaian dan tata kelola organisasi. Kinerja dan manfaat dari SIMPEG BNN terlihat jelas dalam memenuhi target kinerja kegiatan dengan indikator persentase ketepatan waktu penerbitan dokumen pengembangan organisasi dan tata laksana (%) dan indeks kepuasan layanan kepegawaian. Nilai capaian tersebut tidak lagi dilakukan secara manual, melainkan secara online pada SIMPEG BNN, dengan rincian pada tabel berikut ini: No. Indikator Kinerja Kegiatan Target Realiasi a. Persentase ketepatan waktu penerbitan dokumen pengembangan organisasi dan tata laksana (%) b. Indeks kepuasan layanan kepegawaian % Capaian Target 85 100 117 40 72,1 180 67

No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 2. Nilai Akuntabilitas Kinerja BNN B NA NA Berdasarkan penilaian dari Kemenpan & RB, pada tahun 2015 atas kinerja tahun 2014 BNN telah mendapatkan nilai akuntabilitas kinerja 64,21 dengan kategori B. Faktor pendukung keberhasilan pencapaian target adalah sebagai berikut: 1. Semakin solidnya kinerja antara satker tingkat pusat hingga wilayah. 2. Secara konsisten melakukan analisa dan evaluasi kinerja ditindak lanjuti dengan perbaikan. 3. Dilakukannya monitoring dan evaluasi secara langsung kepada stakeholder untuk mengukur kinerja BNN (aspek manfaat) dalam menjalankan program P4GN. 4. Telah tersedianya dukungan sistem aplikasi monevgar BNN sebagai tools kontrol, komunikasi, dan monitoring evaluasi capaian kinerja mulai pusat hingga kewilayahan. Sistem aplikasi monevgar BNN memfasilitasi fitur-fitur monitoring, evaluasi, dan pengendalian kinerja mulai dari level output, indikator kinerja kegiatan, indikator kinerja program, hingga indikator kinerja utama BNN. Hal tersebut terprogram dalam bentuk web base secara sistematis, terstruktur, logical frame analysis dengan cascading kinerja, dikenal dengan e-lkip dan dashboard kinerja BNN. Hasil evaluasi LKIP BNN Tahun 2016 belum di umumkan secara resmi oleh Kemenpan & RB. Adapun perbandingan nilai hasil capaian kinerja tahun 2014 dengan LKIP 2015 sebagaimana tabel di bawah ini. Tabel 10. Perbandingan Nilai Hasil Capaian Kinerja BNN Tahun 2014 dengan Tahun 2015 dan 2016 NO. Komponen yang dinilai Bobot LAKIP 2014 Bobot LAKIP 2015 LAKIP 2016 A. Perencanaan Kinerja 35 20,97 30 21,49 N/A B. Pengukuran Kinerja 20 11,10 25 14,38 N/A C. Pelaporan Kinerja 15 11,29 15 10,56 N/A D. Evaluasi Kinerja 10 5,68 10 6,90 N/A E. Capaian Kinerja 20 14,56 20 10,88 N/A Hasil Nilai Evaluasi 100 63,60 100 64,21 Tingkat Akuntabilitas Kinerja CC - B - 68

Hasil evaluasi LKIP BNN Tahun 2016 belum terlihat untuk nilai hasil capaian dikarenakan belum adanya penilaianoleh Kemenpan & RB. Formula yang digunakan untuk mengukur persentase capaian kinerja pada indikator kinerja utama Nilai Akuntabilitas Kinerja BNN, adalah sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Formula Hasil Perhitungan Keterangan 1. Nilai Akuntabilitas =RNA /TNA*100% =(1/1)*100% - RNA = Realisasi Nilai Kinerja BNN Konversi nilai : =100% Akuntabilitas B = 1 CC = 0.5 - TNA = Target Nilai Akuntabilitas C = 0.25 Rekomendasi/rencana aksi ke depan memelihara dan semakin meningkatkan koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi dari tingkat perencanaan hingga pelaporan dan melakukan perbaikan sesegera mungkin. Sistem monitoring dan evaluasi LKIP berbasis web base (e-lkip) yang dimiliki BNN saat ini merupakan bentuk nyata efisiensi penggunaan sumber daya dalam mencapai sasaran program dan IKU. E-lkip telah berperan sebagai pemeran utama dalam mewujudkan akuntabilitas kinerja yang semakin baik. Hal ini terlihat dari semakin mudahnya satker mendapatkan informasi secara online mengenai cascading kinerja, perjanjian kinerja, hingga monitoring dan evaluasi kinerja kaitannya dengan pengendalian kinerja pada setiap level unit kerja. No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 3. Nilai Kinerja Anggaran BNN 85 87,14 102.52% (Baik) (Baik) Dasar pengukuran Nilai Kinerja Anggaran BNN didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.02/2011 tanggal 28 Desember 2011 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Pelaksanaan RKA-K/L. Hasil yang diperoleh BNN tahun 2016 adalah 84,34 (kriteria Sangat Baik ), dengan detail hasil pengukuran sebagai berikut: 69

a. Aspek Implementasi : Nilai kinerja yang didapatkan dari website www.monev.anggaran.depkeu.go.id atas kinerja pelaksanaan RKA BNN tahun 2016 adalah 94,82 dengan kriteria Sangat Baik dengan gambaran sebagai berikut : b. Nilai Aspek Manfaat diperoleh melalui pelaksanaan monitoring dan evaluasi kinerja BNN dalam melaksanakan program P4GN dengan metode survei di 20 provinsi sebagai pilot project. Secara global indeks capaian kinerja memperoleh nilai 4,2 pada skala 5 metode Likert atau 83,30 jika dikonversi ke dalam persentase (lihat kembali lampiran 1). c. Nilai Kinerja Anggaran BNN No Kategori Ratio Capaian Hasil setelah dikali ratio 1 Aspek Implementasi 33,30% 94,82 31,58 2 Aspek Manfaat 66,70% 83,30 55,56 NILAI AKHIR CAPAIAN KINERJA PMK 249 87,14 KRITERIA HASIL BAIK 70

Jika dibandingkan dengan capaian tahun 2015 terjadi peningkatan capaian sebesar 1,74% yaitu dari 84,34% pada tahun 2015 menjadi 86,08% pada tahun 2016. Grafik 15. % Nilai Kinerja Anggaran BNN Peningkatan Capaian 2,8% 90 85 80 75 70 65 60 55 50 87,14% 84,34% 82,23% 2014 2015 2016 Capaian kinerja pada tahun 2016 telah berkontribusi mendukung sasaran strategis pada akhir periode Renstra BNN dalam meningkatkan tata kelola organisasi yang profesional dengan capaian akhir nilai kinerja anggaran BNN sebesar 88 pada tahun 2019. Peningkatan Nilai Kinerja Anggaran BNN, disebabkan adanya upaya perbaikan kinerja dari seluruh Satker dan telah memanfaatkan hasil evaluasi untuk melakukan perbaikan kinerja. Formula yang digunakan untuk mengukur persentase capaian kinerja pada indikator kinerja utama Nilai Kinerja Anggaran BNN, adalah sebagai berikut: No. Indikator Kinerja Utama Formula Hasil Perhitungan Keterangan 2. Nilai Kinerja Anggaran BNN =RNKA /TNKA*100% =(87,14/85)*100 % =102,52% - RNKA = Realisasi Nilai Kinerja Anggaran - TNA = Target Nilai Kinerja Anggaran 71

Rekomendasi/rencana aksi ke depan: 1. Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi kinerja dengan berpedoman pada kaidah-kaidah perencanaan dan penganggaran. 2. Pemberian penghargaan pada Satker yang berprestasi dan sanksi pada Satker yang tidak melaksanakan peraturan perundangan terkait dengan kinerja dan anggaran. Sistem monitoring dan evaluasi program, anggaran, dan kegiatan BNN berbasis web base (e-monevgar) yang dimiliki BNN saat ini merupakan bentuk nyata efisiensi penggunaan sumber daya dalam mencapai sasaran program dan IKU. E-monevgar telah berperan sebagai pemeran utama dalam mewujudkan akuntabilitasi dan nilai kinerja yang semakin baik. Hal ini terlihat dari semakin mudahnya satker mendapatkan informasi secara online mengenai data pagu dan target output, rencana penarikan dana yang link dengan rencana umum pengadaan barang dan jasa, realisasi anggaran, hingga capaian kinerja output. Saat ini database e-monevgar BNN telah dapat dikoneksikan dengan sistem aplikasi SMART Kementerian Keuangan, sehingga terjadi interkoneksi database antar kedua lembaga. Data realisasi anggaran dapat diinject dari database e-monev Kemenkeu ke dalam database e-monevgar BNN, demikian sebaliknya data capaian output dapat diinject dari database e-monevgar BNN ke dalam database e-monev Kemenkeu. No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % 4. Opini Laporan Keuangan BNN WTP WTP 100% Badan Narkotika Nasional adalah salah satu entitas pelaporan berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dengan menyusun laporan keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas dan Catatan atas Laporan Keuangan. 72

Penyusunan Laporan Keuangan Badan Narkotika Nasional mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan yang sehat dalam Pemerintahan. Laporan Keuangan ini telah disusun dan disajikan dengan basis akrual sehingga yang menyajikan informasi keuangan yang transparan, akurat, dan akuntabel. Badan Narkotika Nasional mulai Tahun Anggaran 2015 untuk pertama kali mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual dalam penyusunan laporan keuangannya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Dalam implementasi pertama ini, perlakuan akuntansi atas penyajian dan pengungkapan laporan keuangan adalah sebagai berikut: 1. Sesuai dengan Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (IPSAP) No 4 tentang Perubahan Kebijakan Akuntansi dan Koreksi Kesalahan Tanpa Penyajian Kembali Laporan Keuangan, Badan Narkotika Nasional tidak melakukan penyajian kembali atas Laporan Keuangan Tahun 2014. 2. Badan Narkotika Nasional menyandingkan Laporan Keuangan untuk periode yang berakhir 31 Desember 2015 berbasis akrual dengan Laporan Keuangan untuk periode yang berakhir 31 Desember 2014 berbasis kas menuju akrual. Laporan Keuangan untuk periode yang berakhir 31 Desember 2015 dan 2014 tersanding adalah bukan laporan keuangan komparatif. Pembaca laporan keuangan diharapkan memahami bahwa penyandingan tersebut bukan perbandingan, sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar analisis Laporan Keuangan lintas tahun. 73

Penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan Tahun 2015 telah mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Kebijakan akuntansi merupakan prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi, aturan-aturan, dan praktikpraktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Kebijakan akuntansi yang diterapkan dalam laporan keuangan ini adalah merupakan kebijakan yang ditetapkan oleh Badan Narkotika Nasional. Di samping itu, dalam penyusunannya telah diterapkan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan yang sehat di lingkungan pemerintahan. Hasil pemeriksaan BPK RI menjadi tolak ukur (indikator) untuk menilai akuntabilitas Badan Narkotika Nasional. Hasil pemeriksaan BPK RI, baik dari sisi akademis dan aplikasi di lapangan, dapat menaikkan atau menurunkan tingkat kepercayaan pemangku kepentingan atas pelaporan yang disajikan oleh pihak yang diperiksa (auditan/auditee), dalam hal ini Badan Narkotika Nasional. Dari hasil pemeriksaan BPK RI diungkapkan dalam bentuk pernyataan profesional/pendapat pemeriksa/auditor mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada empat kriteria yakni kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan (adequatedisclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern. Pernyataan/pendapat professional dari pemeriksa tersebut biasa dikenal dengan istilah Opini. Singkatnya,opini merupakan informasi utama yang dapat diinformasikan kepada pemakai informasi (user) tentang apa yang dilakukan pemeriksa/auditor dan kesimpulan yang diperolehnya. Pernyataan/pendapat auditor bahwa laporan keuangan pemerintah adalah wajar tanpa pengecualian, maka pemangku kepentingan akan memperoleh tingkat keyakinan yang lebih tinggi untuk mempercayai informasi yang tercantum dalam laporan tersebut dari pada terhadap laporan keuangan pemerintah yang diberikan pernyataan/pendapat tidak wajar. Kepercayaan pemangku kepentingan menjadi sangat berkurang atau bahkan hilang terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh pihak yang diaudit tersebut. 74

Tingkatan pernyataan/pendapat BPK yang menjadi target Badan Narkotika Nasional dalam setiap audit adalah Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion). Dengan memperoleh pernyataan/pendapat tersebut, secara umum dapat disimpulkan bahwa Badan Narkotika Nasional sudah melaksanakan prinsip-prinsip akuntansi dengan baik. Reputasi Badan Narkotika Nasional akan meningkat dengan capaian pernyataan/pendapat seperti ini. Hasil Pemeriksaan BPK pada Badan Narkotika Nasional tahun 2015 adalah memperoleh pernyataan/pendapat Wajar Tanpa Pengecualian yang berarti mengalami kenaikan dari sebelumnya 2014 yaitu Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan. Hal tersebut dapat dilihat di dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2015. Tabel 11. Kondisi Pertanggungjawaban Keuangan pada Badan Narkotika Nasional dalam Opini BPK RI NO. TAHUN ANGGARAN OPINI 1. 2008 WTP dengan Paragraf Penjelasan 2. 2009 WTP dengan Paragraf Penjelasan 3. 2010 WTP dengan Paragraf Penjelasan 4. 2011 WTP 5. 2012 WTP 6. 2013 WTP dengan Paragraf Penjelasan 7. 2014 WTP 8. 2015 WTP Faktor penyebab keberhasilan pencapaian sasaran. 1. Penyusunan laporan keuangan sudah sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan yang sehat dalam Pemerintahan, sesaui dengan peraturan perundang-undangan: a. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. b. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. c. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. 75

2. Laporan Keuangan BNN telah tersusun dan disajikan dengan basis akrual (informasi laporan keuangan yang transparan, akurat dan akuntabel). 3. Penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan Tahun 2015 telah mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Hambatan atau kendala, dan permasalahan yang dihadapi. 1. Keterbatasan sumber daya manusia yang terkait dengan bidang tugas pengelolaan keuangan. 2. Keterbatasan dana dalam upaya peningkatan kemampuan personil yang bertugas dalam pengelolaan keuangan. 3. Penambahan Satker BNNK/Kota, yang masih perlu menyesuaikan dengan berbagai peraturan dan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan. Langkah-langkah antisipatif yang diambil. 1. Pelaksanaan kerjasama dengan instansi eksternal terkait (Kementerian Keuangan, BPKP dan BPK RI) dalam rangka peningkatan kemampuan personil dalam pengelolaan dan pelaporan keuangan. 2. Pelaksanaan kerja sama dengan seluruh Satker internal: Settama BNN (Biro Kepegawaian dan Organisasi, Biro Perencanaan, Biro Umum), Inspektorat Utama BNN, dan Deputi Bidang, serta Balai Pendidikan dan Pelatihan BNN dalam rangka pembinaan dan peningkatan kemampuan personil. B. Realisasi Anggaran. Tahun 2016 BNN mendapat alokasi anggaran sebesar Rp.2.545.000.699.000,- (Dua triliun lima ratus empat puluh lima milyar enam ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah) dengan rincian sebagai berikut: JENIS BELANJA PAGU (Rp) REALISASI (Rp) SISA (Rp) % 51 Belanja Pegawai 443.685.155.000 404.261.574.424 39.423.580.576 91% 52 Belanja Barang 950.667.057.000 782.165.926.659 168.501.130.341 82% 53 Belanja Modal 1.150.648.487.000 652.451.638.366 498.196.848.634 57% Total 2.545.000.699.000 1.838.879.139.449 706.121.559.551 72% 76

Persentase penyerapan anggaran BNN Tahun 2016 adalah sebesar 72 %. Sisa anggaran merupakan penghematan dari Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Belanja Modal termasuk penghematan dengan blokir langsung oleh Kementerian Keuangan. Jika realisasi anggaran BNN dikurang dengan anggaran yang di blokir, maka realisasi anggaran BNN tahun 2016 adalah sebesar 88,9%. Anggaran yang di blokir semula direncanakan untuk keperluan belanja barang dan belanja modal yaitu sebesar Rp. 478.341.773.000 (18,7%). Kinerja dan Anggaran BNN, telah berpedoman pada rencana kerja program dan anggaran sesuai dengan fungsi yang ada. Secara umum target kinerja anggaran satker telah terlaksana, hanya bidang rehabilitasi yang kurang optimal, oleh karena adanya evaluasi terhadap pelaksaan rehabilitasi tahun sebelumnya yang berakibat tidak semua kegiatan dapat terlaksana sejak awal tahun. Kendala penyerapan anggaran terkait dengan kebijakan pemerintah melakukan penghematan dengan blokir anggaran, berdampak pada pencapaian target kinerja menjadi kurang optimal. Adapun gambaran realisasi anggaran BNN Tahun 2016 tergambar dalam grafik berikut ini. Grafik 16. Realisasi Anggaran BNN Tahun 2016 Sebelum Pagu Blokir 706.121.589.193 1.838.879.109.807 2.545.000.699.000 Pagu Realisasi Sisa 77

Grafik 17. Realisasi Anggaran BNN Tahun 2016 Setelah Pagu Blokir 227.779.816.193 1.838.879.109.807 2.066.658.926.000 Pagu Realisasi Sisa 78

BAB IV PENUTUP

BAB IV PENUTUP 1. Pencapaian Target Tahun Kedua RPJMN 2015-2019. Pencapaian target BNN tahun 2016 berkaitan dengan menahan laju prevalensi penyalahgunaan Narkoba 0,05% per tahun telah terpenuhi dengan besaran prevalensi -0,3% di bawah target. 2. Pengukuran Kinerja Outcome. Gambaran pencapaian IKU BNN tahun 2016 adalah sebagai berikut : Urutan Jumlah IKU Rentang Capaian % I. 5 Capaian 100% 38,5% II. 4 85% Capaian < 100% 30,8% III. 1 70% Capaian < 85% 7,7% IV. 1 Capaian < 70% 7,7% V. 2 NA (Not Available) 15,3% 3. Pengukuran Kinerja Anggaran. Pencapaian kinerja anggaran BNN tahun anggaran 2016 setelah dilakukan rekonsiliasi dan berdasarkan PMK 249 tahun 2011 adalah sebesar 87,14% dengan rincian sebagai berikut : No. Kategori Ratio Capaian 1. Aspek Implementasi 2. Aspek Manfaat Hasil setelah dikali ratio 33,30% 94,82 31,58 66,70% 83,30 55,56 Nilai Akhir Capaian Kinerja PMK 249 87,14 Kriteria Hasil Baik 79

4. Langkah yang akan dilakukan untuk meningkatkan kinerja. a. Peningkatan koordinasi dan pembinaan teknis ke seluruh satuan kerja sesuai dengan bidang tugas. b. Peningkatan koordinasi dan kerja sama dengan seluruh instansi pemerintah dan suwasta serta organisasi kemasyarakatan lain, agar berperan aktif dalam Narkoba. c. Peningkatan pendidikan personil BNN baik struktural maupun fungsional. d. Peningkatan sarana dan prasarana untuk mendukung operasional. e. Membangun Team Building disetiap Satuan Kerja dilingkunan BNN. f. Optimalisasi penggunaan sistem berbasis web base yang sudah ada mulai dari perencanaan (e-planning), implementasi (e-jaknas P4GN, Sistem Informasi Narkotika, dan SIMPEG BNN), hingga sistem evaluasi, pelaporan, dan pengendalian kinerja (e-monevgar dan e-lkip) sebagai sarana komunikasi, pelaporan kinerja, serta evaluasi kinerja. 80

LAMPIRAN-LAMPIRAN

PERJANJIAN KINERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi kepada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan : Drs. Budi Waseso : Kepala Badan Narkotika Nasional berjanji akan mewujudkan target kinerja yang seharusnya sesuai lampiran perjanjian ini, dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan. Keberhasilan dan kegagalan pencapaian target kinerja tersebut menjadi tanggung jawab kami. Jakarta, 18 November 2016 Kepala Badan Narkotika Nasional TTD Drs. Budi Waseso

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN NARKOTIKA NASIONAL No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target 1 2 3 4 1 Terkendalinya angka prevalensi penyalahgunaan narkoba Laju peningkatan prevalensi penyalahgunaan narkoba 0,05% 2 Meningkatnya daya tangkal masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba 3 Terwujudnya kemandirian masyarakat dan stakeholder berpartisipasi dalam pelaksanaan P4GN 4 Meningkatnya mantan penyalah guna dan pecandu narkoba yang tidak kambuh kembali 5 Melemahnya aktivitas jaringan sindikat peredaran gelap narkotika 6 Meningkatnya kualitas layanan hukum dan kerjasama bidang P4GN Laju angka pengguna narkoba coba pakai Indeks kemandirian partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan P4GN Indeks kemandirian partisipasi stakeholder dalam pelaksanaan P4GN Jumlah mantan penyalah guna dan pecandu narkoba yang tidak kambuh kembali setelah menjalani rehabilitasi dan/atau pasca rehabilitasi Jumlah jaringan sindikat tindak pidana narkotika yang terungkap Persentase penyelesaian penyidikan asset (TPPU) tersangka tindak pidana narkotika hasil tindak pidana narkotika Indeks layanan hukum bidang P4GN Tingkat efektivitas kerjasama dengan instansi pemerintah dan komponen masyarakat baik dalam maupun luar negeri 9,75% 2,5 2,5 16.000 Orang 22 Jaringan 100% 4 65%

7 Meningkatnya tata kelola organisasi yang profesional Nilai Indeks Reformasi Birokrasi BNN Nilai Akuntabilitas Kinerja BNN 55 B Nilai Kinerja Anggaran BNN 85 Opini Laporan Keuangan BNN WTP 1. Program Pencegahan dan Pemberantasan Peyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba 2. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya Badan Narkotika Nasional Rp 1.527.457.266.000,- Rp 1.010.903.263.000,- Jakarta, 18 November 2016 Kepala Badan Narkotika Nasional TTD Drs. Budi Waseso

Lampiran 2. Hasil Pengukuran Aspek Manfaat Program P4GN TA. 2016 No Ref Segmen Pengukuran Kinerja Capaian dalam Prosentase Capaian Likert Skala 5 Kriteria 1 Ketepatan waktu penyelenggaraan acara P4GN 79.7% 4.0 (Cukup) 2 Materi P4GN yang disampaikan mudah dipahami 86.7% 4.3 (Baik) 3 Penyampaian materi P4GN menarik 85.3% 4.3 (Baik) 4 Narasumber menguasai materi yang disampaikan 88.5% 4.4 (Baik) 5 (Sangat Materi yang disampaikan bermanfaat 92.1% 4.6 Baik) 6 Menyadari bahaya narkoba setelah mengikuti (Sangat 94.5% 4.7 kegiatan P4GN Baik) 7 Meyampakan bahaya narkoba kepada orang (Sangat 91.4% 4.6 lain setelah mengikuti kegiatan P4GN Baik) 8 Berkeinginan menjadi penyuluh narkoba setelah mengikuti kegiatan P4GN 85.6% 4.3 (Baik) 9 Berkeinginan menjadi kader anti narkoba setelah mengikuti kegiatan P4GN 87.2% 4.4 (Baik) 10 Efektivitas Intervensi Media Elektronik 82.9% 4.1 (Baik) 11 Efektivitas Intervensi Media Cetak 77.2% 3.9 (Cukup) 12 Efektivitas Intervensi Media Online/Media Sosial 81.1% 4.1 (Baik) 13 Efektivitas Intervensi Media Luar Ruang 76.2% 3.8 (Cukup) 14 BNN/BNNP/BNNK pernah melakukan test urine di lingkungan responden 71.3% 3.6 (Cukup) 15 Hasil test urine yang dilakukan oleh BNN/BNNP/BNNK dilanjutkan ke tahapan rehabilitasi 71.2% 3.6 (Cukup) 16 Hasil test urine mandiri yang dilakukan oleh lembaga/instansi dilanjutkan ke tahapan rehabilitasi 17 Pihak BNN telah bersinergi dengan kelompok sasaran pelaksanaan P4GN 18 Pihak instansi/lembaga merespon upaya BNN/BNNP/BNNK dalam sinergitas program P4GN 19 Pecandu telah melaporkan diri ke BNN/BNNP/BNNK untuk mendapatkan layanan rehabilitasi 20 Pimpinan Lembaga/instansi berinisiatif melaporkan ke BNN/BNNP/BNNK adanya penyalahgunan narkotika untuk direhabilitasi 81.0% 4.1 (Baik) 83.4% 4.2 (Baik) 88.4% 4.4 (Baik) 76.8% 3.8 (Cukup) 80.6% 4.0 (Baik) 84

No Ref Segmen Pengukuran Kinerja 21 Pimpinan lembaga/instansi mengeluarkan peraturan yang tegas dan keras terhadap semua anggota/pegawai yang terlibat penyalahgunaan narkotika 22 Pimpinan lembaga/instansi bersama seluruh anggota/pegawai bekerjasama dengan BNN/BNNP/BNNK berupaya menciptakan lingkungan kerja bersih narkoba 23 Peredaran gelap narkoba telah dilapor untuk proses tindak lanjut Capaian dalam Prosentase Capaian Likert Skala 5 90.3% 4.5 Kriteria (Sangat Baik) 88.7% 4.4 (Baik) 70.3% 3.5 (Cukup) 24 Informasi layanan rehab mudah diakses 79.1% 4.0 (Cukup) 25 Setelah melakukan rehabilitasi. masyarakat mendapat penguatan yang memadai dari BNN/BNNP/BNNK. 80.5% 4.0 (Baik) 26 Kepercayaan bahwa BNN bersama lembaga rehabilitasi bersinergi dalam pelaksanaan rehabilitasi 27 Peningkatan kapasitas (capacity building) oleh BNN/BNNP/BNNK sesuai kebutuhan lembaga rehabilitasi 28 Penguatan yang diberikan oleh BNN/BNNP/BNNK tepat sasaran dalam peningkatan pelayanan rehabilitasi 29 Berkeinginan turut serta mensukseskan Program P4GN 30 Kelompok Sasaran telah membentuk satgas penggiat anti narkoba 31 Kinerja Pemberantasan BNN meningkat dan memuaskan 32 Percaya penuh BNN mampu mewujudkan Indonesia Bebas Penyalahgunaan Narkoba dengan dukungan penuh dari seluruh lapisan masyarakat 33 Mendapatkan pelayanan yang memadai ketika berhubungan dengan petugas BNN 34 Eksistensi BNN sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia 85.8% 4.3 (Baik) 78.2% 3.9 (Cukup) 78.4% 3.9 (Cukup) 91.5% 4.6 (Sangat Baik) 80.9% 4.0 (Baik) 79.7% 4.0 (Cukup) 89.4% 4.5 (Baik) 83.2% 4.2 (Baik) 94.8% 4.7 (Sangat Baik) INDEKS AKUMULATIF CAPAIAN KINERJA BNN 83.3% 4.2 (Baik) 85

Lampiran 3. Rekapitulasi Perhitungan Laju Angka Coba Pakai Penyalahguna Narkoba per Provinsi dan Nasional tahun 2016 NO. Wilayah MEAN % 2008 COBA PAKAI MEAN % 2011 MEAN % 2014 RATA- RATA KENAIK- AN % COBA PAKAI TAHUN 2011-2008 RATA- RATA KENAIKAN % COBA PAKAI TAHUN 2014-2011 TOLOK UKUR KEBER- HASILAN COBA PAKAI 2015-2016 BASE LINE TAHUN MEAN % 2015 COBA PAKAI MEAN % 2016 (REALISASI) PREV 1. Aceh 12,522 22,104 38,037 25.51% 24.03% 23.29 2008 35,113 35,805 1.97 2. Sumut 57,055 89,196 97,935 18.78% 3.27% 11.02 2011 103,702 106,601 2.80 3. Sumbar 11,731 16,495 28,933 13.54% 25.13% 7.74 2008 27,587 28,143 2.02 4. Riau 15.606 22,399 34,933 14.51% 18.65% 12.44 2008 33,781 34,625 2.50 5. Jambi 11,291 9,930 26,310-4.02% 54.98% 25.48 2011 23,156 23,520 1.57 6. Sumsel 24,973 24,849 38,240-0.17% 17.96% 8.90 2011 39,645 40,301 1.65 7. Bengkulu 7,721 5,408 15,649-9.99% 63.12% 26.57 2011 13,481 13,711 1.71 8. Lampung 26,035 15,362 63,543-13.66% 104.55% 0.45 2011 48,403 49,094 1.43 9. Bael 1,854 3,854 9,078 35.96% 45.18% 31.35 2008 8,304 8,533 2.76 10. Kepri 3,188 13,467 20,549 107.48% 17.53% 62.50 2008 19,510 19,910 2.05 11. DKI Jakarta 80,942 156,438 104,446 31.09% -11.08% 10.01 2011 111,618 114,017 2.15 12. Jabar 122,403 227,879 277,244 28.72% 7.22% 0.18 2011 289,913 295,202 1.82 13. Jateg 132,289 132,300 182,801 0.00% 12.72% 6.36 2011 188,265 192,127 2.05 14. DIY 21,526 24,629 26,726 4.81% 2.84% 3.82 2011 23,048 23,672 2.71 15. Jatim 133,894 157,366 212,743 5.84% 11.73% 2.90 2008 214,360 218,838 2.09 16. Banten 36,812 42,738 103,217 5.37% 47.17% 26.27 2008 86,660 88,290 1.88 17. Bali 12,268 16,054 36,545 10.29% 42.55% 26.42 2008 30,542 31,393 2.79 18. NTB 16,668 12,643 21,554-8.05% 23.49% 7.72 2011 22,522 23,101 2.57 19. NTT 13,583 13,724 27,553 0.35% 33.59% 16.97 2011 26,390 26,381-0.03 20. Kalbar 10,179 16,312 36,999 20.08% 42.27% 8.99 2008 34,846 35,479 1.82 21. Kalteng 5,910 8,131 16,357 12.53% 33.72% 1.93 2008 15,887 16,187 1.89 22. Kalsel 8,577 12,499 27,353 15.24% 39.61% 3.06 2008 25,386 25,800 1.63 23. Kaltim 10,278 21,383 21,233 36.02% -0.23% 17.89 2011 22,816 23,393 2.53 24. Kaltara 5,771 6.87 6,284 6,601 5.04 25. Sulut 10,647 11,613 15,348 3.02% 10.72% 6.87 2011 16,825 16,983 0.94 26. Sulteng 10,900 11,049 24,376 0.46% 40.21% 20.33 2011 21,370 21,923 2.59 27. Sulsel 32,526 4,592 10,532 7.05% 2.66% 4.85 2011 46,213 47,083 1.88 28. Sultra 12,306 6,260 14,277-16.38% 42.69% 13.16 2011 13,367 13,689 2.41 29. Gorontalo 4,275 3,325 7,127-7.41% 38.12% 15.35 2011 6,767 6,869 1.51 30. Sulbar 233 39,401 42,544 32.36% 43.12% 26.98 2008 9,500 10,144 6.78 31. Maluku 8,062 6,620 10,838-7.68% 21.24% 6.78 2011 10,786 10,901 1.07 32. Malut 4,650 3,795 6,750-6.13% 25.96% 9.91 2011 5,994 5,999 0.08 33. Papbar 3,139 2,518 4,406-6.59% 24.99% 9.20 2011 4,117 4,101-0.39 34. Papua 6,798 5,326 14,075-7.22% 54.76% 23.77 2011 13,677 14,222 3.98 TOTAL 34 PROP 72.23 RATA-RATA NASIONAL 2.12 86

Lampiran 4. Partisipasi Kemandirian Lingkungan Masyarakat dalam Program Pemberdayaan Anti Narkoba NO. SATKER (BNNP/BNNKAB/KOTA) TARGET REALISASI % 1. Aceh 2,5 2,6 104 2. Sumatera Utara 2,5 2,18 87,2 3. Sumatera Barat 2,5 2,5 100 4. Riau 2,5 2,5 100 5. Kepulauan Riau 2,5 2,18 87,2 6. Jambi 2,5 2,7 108 7. Sumatera Selatan 2,5 2,9 116 8. Bangka Belitung 2,5 2,76 110,4 9. Bengkulu 2,5 2,68 107,2 10. Lampung 2,5 2,47 98,8 11. Banten 2,5 3,1 124 12. DKI Jakarta 2,5 2,12 84,8 13. Jawa Barat 2,5 2,13 85,2 14. Jawa Tengah 2,5 2,58 103,2 15. DI Yogyakarta 2,5 2,13 85,2 16. Jawa Timur 2,5 2,6 104 17. Bali 2,5 2,7 108 18. Nusa Tenggara Barat 2,5 2,55 102 19. Nusa Tenggara Timur 2,5 2,5 100 20. Kalimantan Barat 2,5 2,45 98 21. Kalimantan Tengah 2,5 1,81 72,4 22. Kalimantan Selatan 2,5 2,37 94,8 23. Kalimantan Timur 2,5 2,7 108 24. Sulawesi Utara 2,5 2,4 96 25. Gorontalo 2,5 1,86 74,4 26. Sulawesi Tengah 2,5 2,24 89,6 27. Sulawesi Barat 2,5 2,5 100 28. Sulawesi Tenggara 2,5 2 80 29. Sulawesi Selatan 2,5 2,44 97,6 30. Maluku 2,5 2,4 96 31. Maluku Utara 2,5 2,48 99,2 32. Papua 2,5 2,75 110 33. Papua Barat 2,5 0 0 34. DIT PSM 2,5 3,08 123,2 RATA-RATA 2,5 2,39 95,7 87

Lampiran 5. Partisipasi Kemandirian Lingkungan Masyarakat Dalam Program Pemberdayaan Anti Narkoba NO. SATKER (BNNP/BNNKAB/KOTA) TARGET REALISASI % 1. Aceh 2,5 2,47 98,8 2. Sumatera Utara 2,5 2,6 104 3. Sumatera Barat 2,5 2,8 112 4. Riau 2,5 1,96 78,4 5. Kepulauan Riau 2,5 2,37 94,8 6. Jambi 2,5 2,7 108 7. Sumatera Selatan 2,5 2,89 115,6 8. Bangka Belitung 2,5 2,01 80,4 9. Bengkulu 2,5 2,6 104 10. Lampung 2,5 2,55 102 11. Banten 2,5 2,65 106 12. DKI Jakarta 2,5 1,95 78 13. Jawa Barat 2,5 2,42 96,8 14. Jawa Tengah 2,5 2,6 104 15. DI Yogyakarta 2,5 2,13 85,2 16. Jawa Timur 2,5 2,58 103,2 17. Bali 2,5 2,1 84 18. Nusa Tenggara Barat 2,5 2,7 108 19. Nusa Tenggara Timur 2,5 2,6 104 20. Kalimantan Barat 2,5 1,9 76 21. Kalimantan Tengah 2,5 2,32 92,8 22. Kalimantan Selatan 2,5 2,03 81 23. Kalimantan Timur 2,5 2,8 112 24. Sulawesi Utara 2,5 2,2 88 25. Gorontalo 2,5 1,5 60 26. Sulawesi Tengah 2,5 2,18 87,2 27. Sulawesi Barat 2,5 2,7 108 28. Sulawesi Tenggara 2,5 2,35 94 29. Sulawesi Selatan 2,5 1,58 63,2 30. Maluku 2,5 2,5 100 31. Maluku Utara 2,5 2,5 100,00 32. Papua 2,5 2,48 99,2 33. Papua Barat 2,5 0 0 34. DIT PSM 2,5 3,61 144,4 RATA-RATA 2,5 2,48 99,16 88

Lampiran 6. Rekapitulasi mantan penyalah guna dan pecandu Narkoba yang tidak kambuh kembali setelah menjalani rehabilitasi dan/atau pasca rehabilitasi INSTANSI PEMERINTAH KOMPONEN MASYARAKAT PASCAREHABILITASI DEPUTI REHABILITASI NO PROVINSI TO- TAL TAR- GET TAR GET MEN- DA- PAT LA- YAN- AN SE- LESAI PROG RAM TIDAK KAM- BUH RA- WAT LAN- JUT TIDAK KAM- BUH TAR- GET MEN- DA- PAT LA- YAN- AN SE- LESAI PROG RAM TI- DAK KAM- BUH TAR- GET MEN- DA- PAT LA- YAN- AN SE- LESAI PROG RAM TIDAK KAM- BUH (6 BU- LAN) TARGET RE- HAB. PAS- CA RE- HAB. MENDAPAT LAYANAN RE- HAB. PAS- CA RE- HAB. SELESAI PROGRAM RE- HAB. PAS- CA RE- HAB. TOTAL TIDAK KAMBUH RE- HAB. PASCA- REHAB, 1. BNN 2000 2000 2404 1902 1854 0 1854 0 0 575 420 400 60 2,000 575 2.404 420 1.902 400 1,854 60 2. BNNP Aceh 405 405 373 244 73 23 50 39 25 11 6 540 306 306 58 444 540 398 306 255 306 56 58 3. BNNP Sumut 1490 1490 1405 840 275 95 180 201 89 26 30 650 529 518 129 1,691 650 1,494 529 866 518 210 129 4. BNNP Sumbar 343 343 242 126 52 52 0 117 58 84 0 320 230 153 72 460 320 300 230 210 153 0 72 5. BNNP Sumsel 800 800 1254 1001 326 43 283 100 45 0 0 745 574 322 82 900 745 1,299 574 1,001 322 283 82 6. BNNP Jambi 760 760 803 597 282 26 256 19 0 0 360 312 308 26 779 360 803 312 597 308 256 26 7. BNNP Lampung 370 370 433 410 3 3 0 23 5 2 0 295 248 223 35 393 295 438 248 412 223 0 35 8. BNNP Bengkulu 270 270 238 238 157 35 122 0 0 280 246 246 35 270 280 238 246 238 246 122 35 9. BNNP Riau 468 468 653 509 509 34 475 213 16 59 13 810 419 378 48 681 810 669 419 568 378 488 48 10. BNNP Babel 510 510 498 288 113 13 100 21 9 19 15 370 195 55 13 531 370 507 195 307 55 115 13 11. BNNP Kep,Riau 518 518 418 388 161 37 124 203 58 0 0 375 265 204 37 721 375 476 265 388 204 124 37 12. BNNP Kaltim 625 625 1300 1201 0 0 48 3 0 615 441 402 97 673 615 1,300 441 1,204 402 0 97 13. BNNP Kalsel 905 905 1263 1263 203 46 157 200 31 15 12 400 251 209 92 1,105 400 1,294 251 1,278 209 169 92 14. BNNP Kalteng 545 545 308 204 204 204 8 6 270 83 20 0 545 270 308 83 212 20 210 0 15. BNNP Kalbar 665 665 263 240 93 24 69 222 69 12 0 495 137 122 24 887 495 332 137 252 122 69 24 16. BNNP Sulteng 770 770 961 867 867 35 832 134 137 33 33 255 208 135 35 904 255 1,098 208 900 135 865 35 17. BNNP Sulsel 1015 1015 898 673 136 72 64 18 18 21 8 870 622 613 154 1,033 870 916 622 694 613 72 154 18. BNNP Sulbar 230 230 224 40 10 7 3 45 22 185 108 83 7 230 185 224 108 85 83 25 7 19. BNNP Sulut 625 625 276 17 7 7 0 100 70 65 370 54 39 35 725 370 276 54 87 39 65 35 20. BNNP Gorontalo 200 200 145 114 100 23 77 0 0 210 162 162 50 200 210 145 162 114 162 77 50 21. BNNP Sultra 600 600 574 268 197 31 166 24 13 0 0 305 181 175 31 624 305 587 181 268 175 166 31 22. BNNP Banten 755 755 440 333 0 0 17 0 0 900 513 513 114 772 900 440 513 333 513 0 114 89

NO 23. PROVINSI BNNP DKI Jakarta TO- TAL TAR- GET TAR GET INSTANSI PEMERINTAH KOMPONEN MASYARAKAT PASCAREHABILITASI DEPUTI REHABILITASI MEN- DA- PAT LA- YAN- AN SE- LESAI PROG RAM TIDAK KAM- BUH RA- WAT LAN- JUT TIDAK KAM- BUH TAR- GET MEN- DA- PAT LA- YAN- AN SE- LESAI PROG RAM TI- DAK KAM- BUH TAR- GET MEN- DA- PAT LA- YAN- AN SE- LESAI PROG RAM TIDAK KAM- BUH (6 BU- LAN) TARGET MENDAPAT LAYANAN SELESAI PROGRAM TOTAL TIDAK KAMBUH 1125 1125 1461 1072 222 22 200 167 165 77 1 840 749 691 165 1,292 840 1,626 749 1,149 691 201 165 24. BNNP Jabar 1536 1536 535 440 380 108 272 1150 647 297 1.122 1445 1206 1187 186 2,686 1,445 1,182 1,206 737 1,187 1,394 186 25. BNNP Jateng 1695 1695 200 97 29 29 0 128 113 20 20 1180 490 411 138 1,823 1,180 313 490 117 411 20 138 26. BNNP Jatim 340 340 504 436 229 118 111 1021 711 484 202 1950 835 685 178 1,361 1,950 1,215 835 920 685 313 178 27. BNNP DIY 517 517 148 64 9 1 8 350 38 156 0 480 201 201 53 867 480 186 201 220 201 8 53 28. BNNP Bali 700 700 470 271 86 49 37 73 33 21 420 355 273 49 773 420 470 355 304 273 58 49 29. BNNP NTB 545 545 745 147 64 25 39 16 11 8 0 225 181 165 59 561 225 756 181 155 165 39 59 30. BNNP NTT 130 130 73 43 0 0 200 4 13 6 210 132 132 51 330 210 77 132 56 132 6 51 31. BNNp Maluku 1110 1110 476 0 0 0 0 0 120 35 35 11 1,110 120 476 35 0 35 0 11 32. BNNP Malut 500 500 62 0 0 0 0 0 225 86 42 7 500 225 62 86 0 42 0 7 33. BNNP Papua 197 197 141 114 0 0 0 0 120 8 0 0 197 120 141 8 114 0 0 0 34. BNNP Papbar 240 240 35 28 27 27 0 0 120 0 0 0 240 120 35 0 28 0 27 0 TOTAL 23.504 20.223 14.475 6.668 958 5.710 4.804 2.262 1.496 1.582 17.530 10.782 9.408 2.131 28.308 17.530 22.485 10.782 15.971 9.408 7.292 2.131 45.838 33.267 25.379 9.423 90

Lampiran 7. Data Penanganan Kasus Narkotika Tahun 2010 2016 TAHUN LAPORAN TERSANGKA ASET YANG DISITA 2010 2 LKN 8 Rp. 3.628.442.314 2011 9 LKN 16 Rp. 33.173.753.301 2012 14 LKN 18 Rp. 24.620.666.864 2013 15 LKN 18 Rp. 52.375.590.387 2014 11 LKN 12 Rp. 83.207.159.514 2015 12 LKN 14 Rp. 85.330.158.337 2016 21 LKN 30 Rp. 279.113.413.345 TOTAL 84 LKN 116 Rp. 558.449.184.062 Aset tersangka yang disita penyidik, terdiri dari: 1. Uang tunai, uang dalam rekening, tanah, rumah, apartemen, ranmor (KR 2 + KR 4) dan perhiasan. 2. Dikonversi dengan rupiah sesuai indeks saat disita. 91