HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

METODELOGI PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM II.3 BIOKIMIA (AKKC 223) DENATURASI PROTEIN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

PROTEIN. Yosfi Rahmi Ilmu Bahan Makanan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

R E A K S I U J I P R O T E I N

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial

PRODUKSI TELUR AYAM RAS MENGANDUNG ANTIBODI (IMUNOGLOBULIN Y ) ANTI PROTEASE Eschericia coli. Oleh: Wendry Setiyadi Putranto

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN BIOKIMIA KI 3161 Percobaan 1 REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PROTEIN

PENGARUH PROSES PENGGARAMAN TRADISIONAL TERHADAP RASIO KEKERASAN DAN KEMASIRAN TELUR ASIN

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

TINJAUAN PUSTAKA Diare dan Penyebabnya

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

I. Tujuan Percobaan menentukan kadar protein yang terdapat dalam sampel dengan metode titrasi formol.

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM SEROLOGI IMUNOLOGI IMUNODIFUSI GANDA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

DETEKSI ANTIBODI BAKTERI GRAM NEGATIF (Escherichia coli dan Salmonella sp.) PADA TELUR AYAM KAMPUNG DENGAN Agar Gel Precipitation Test (AGPT)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LISNA UNITA, DRG.M.KES DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

Denaturasi protein dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu oleh panas, tekanan, gaya mekanik, ph, bahan kimia, dan lain-lain.

Melakukan Uji Protein Urin

SISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI DIARE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. energi, menyusun bahan makanan, merombak bahan makanan, memasukkan atau

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari RSUP Dr. Kariadi yang telah diketahui hasil test

HASIL. berjumlah. coli) yang. jantung broiler.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

TINJAUAN PUSTAKA Bakteriofage

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat akan pemenuhan gizi pada masa kini. semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (kutikula), membran kulit telur, kantung udara, chalaza, putih telur (albumen),

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3)

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

BAB I PENDAHULUAN. fosfor, besi atau mineral lain. Protein disusun dari 23 atau lebih unit yang

Transkripsi:

28 HASIL DAN PEMBAHASAN Ayam yang diimunisasi dengan antigen spesifik akan memproduksi antibodi spesifik terhadap antigen tersebut dalam jumlah banyak dan akan ditransfer ke kuning telur (Putranto 2006). Antibodi atau imunoglobulin yang terbentuk dalam darah ayam dan dialirkan ke dalam kuning telur dikenal dengan nama IgY (Immunoglobulin Yolk). Antibodi induk yang ditransfer secara pasif oleh induk kepada anaknya berfungsi sebagai pertahanan terhadap benda asing ketika sistem imun anak belum sempurna. Antibodi ini berguna untuk pertahanan tubuh embrio dan janin hingga 7 10 hari setelah menetas. Zat ini dikenal sebagai maternal antibody (Wibawan 2008). Keberadaan antibodi dalam kuning telur ayam petelur (Isa Brown) diketahui dengan melakukan teknik imunodifusi menggunakan metode Agar Gel Precipitation Test (AGPT) dan Hemaglutinasi Inhibisi (HI) test. Metode ini merupakan suatu uji kualitatif dan uji kuantitatif sederhana serta cepat untuk mengetahui keberadaan antibodi spesifik, dalam hal ini antibodi anti diare (Escherichia coli dan Salmonella Enteritidis) dan anti flu burung (H5N1). Antibodi yang dideteksi menggunakan uji AGPT adalah antibodi terhadap antigen penyebab diare. Uji HI digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen penyebab flu burung. Didapatkan data dari hasil penelitian sebelumnya bahwa, antibodi mulai terdeteksi dalam serum dua minggu setelah vaksinasi pertama. Sedangkan, di dalam telur antibodi mulai terdeteksi pada minggu ke-lima setelah vaksinasi pertama. Ayam yang digunakan untuk memproduksi antibodi diberikan imunisasi booster untuk memastikan titer antibodi yang tetap tinggi. Antibodi didalam kuning telur terdeteksi selama 13 minggu (bertahan hingga minggu ke-18 setelah vaksinasi pertama) (Manggung 2010). Antibodi (IgY) pada penelitian ini terdeteksi tiga minggu setelah antibodi ditemukan dalam serum, hal ini terjadi karena diperlukan waktu dari sirkulasi darah sampai terakumuluasi dalam telur. Carlender (2002) melaporkan antibodi terdeteksi tiga sampai empat hari pada telur setelah pemunculan atibodi dalam serum, sedangkan Davis dan Reeves (2002) melaporkan setelah lima sampai tujuh hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

29 Wibawan (2008), dibutuhkan waktu 7 hari untuk mentransfer antibodi dari dalam darah ke kuning telur. Penelitian ini menggunakan telur koleksi positif yang mengandung antibodi spesifik anti diare (Escherichia coli dan Salmonella Enteritidis) dan anti flu burung (H5N1). Pengujian daya tahan IgY terhadap suhu dilakukan dengan merebus telur pada berbagai tingkatan temperatur (60 o C, 70 o C, 80 o C, 90 o C, dan 100 o C) selama 5 menit. Digunakan dua sampel telur untuk melihat aktivitas ketahanan IgY terhadap proses pemanasan pada masing-masing suhu dengan metode AGPT dan HI. Pengujian antibodi terhadap Escherichia coli dan Salmonella Enteritidis pada telur yang diberi perlakuan pemanasan bertingkat menggunakan metode AGPT menunjukkan hasil sebagai berikut (ditampilkan pada tabel 1). Tabel 1 Data hasil uji AGPT kuning telur yang diberi perlakuan pemanasan bertingkat Sebelum diberi Temperatur (suhu pemanasan) Antigen perlakuan pemanasan 60 o C 70 o C 80 o C 90 o C 100 o C E. coli + + + + - - S. Enteritidis + + + + - - Ket : (+) : Antibodi terdeteksi/terjadi presipitasi (-) : Antibodi tidak terdeteksi/terjadi presipitasi Hasil positif ditandai dengan adanya ikatan kompleks antigen-antibodi yang mengendap membentuk garis presipitasi antara sumur antigen dan sumur antibodi pada media agar. Garis presipitasi yang terbentuk antara antigen Escherichia coli dan Salmonella Enteritidis dengan antibodi spesifik terhadap kedua bakteri tersebut setelah telur diberi perlakuan pemanasan bertingkat ditunjukkan pada gambar 8 dan 9.

30 5 6 Ag 1 2 Ag 7 8 4 3 10 9 Gambar 8 Reaksi presipitasi kuning telur spesifik terhadap antigen Escherichia coli pada uji agar gel presipitasi Ag = Antigen Escherichia coli; 1,2 = kuning telur pemanasan 60 C; 3,4 = kuning telur pemanasan 70 C; 5,6 = kuning telur pemanasan 80 C; 7,8 = kuning telur pemanasan 90 C; 9,10 = kuning telur pemanasan 100 C; ( ) garis presipitasi 6 1 7 5 Ag 2 Ag 8 4 3 10 9 Gambar 9 Reaksi presipitasi kuning telur spesifik terhadap antigen Salmonella Enteritidis pada uji agar gel presipitasi Ag = Antigen Salmonella Enteritidis; 1,2 = kuning telur pemanasan 60 C; 3,4 = kuning telur pemanasan 70 C; 5,6 = kuning telur pemanasan 80 C; 7,8 = kuning telur pemanasan 90 C; 9,10 = kuning telur pemanasan 100 C; ( ) garis presipitasi Garis presipitasi yang terbentuk pada media agar terjadi karena adanya keseimbangan antara jumlah antigen dan antibodi dalam kuning telur. Perbandingan konsentrasi antigen dan antibodi adalah faktor penting dalam reaksi presipitasi. Dalam campuran yang rasio antara antigen dan antibodinya seimbang, akan terbentuk ikatan silang yang ekstensif dan terjadi bentukan kisi-kisi. Kisikisi ini berkembang menjadi lebih besar, tidak larut dan akhirnya mengendap. Ikatan kompleks antigen-antibodi yang mengendap dan terlihat seperti garis berwarna putih ini disebut garis presipitasi (presipitat). Pada campuran yang berisi antibodi dalam jumlah berlebih, setiap molekul antigen ditutupi dengan antibodi sehingga garis presipitasi tidak terbentuk. Sebaliknya pada campuran yang

31 berlebihan antigen, setiap antibodi diikat sepasang molekul antigen dan ikatan silang tidak terjadi, menyebabkan kompleks ini kecil dan larut sehingga tidak terbentuk garis presipitasi (Tizard 1988). Pemanfaatan IgY sebagai bahan imunisasi pasif dalam aplikasi makanan bermanfaat dipengaruhi oleh faktor ph, temperatur, enzim saluran pencernaan, dan dosis. Untuk dapat diberikan secara oral antibodi dalam telur harus melewati beberapa tahapan yang dapat menurunkan aktifitas antibodi seperti denaturasi akibat pemanasan saat telur direbus (Suartini 2007). Uji aktivitas biologi antibodi terhadap Escherichia coli dan Salmonella Enteritidis dilakukan dengan menguji ketahanan IgY terhadap suhu (pemanasan). Pengujian dilakukan dengan merebus telur utuh yang masih lengkap dengan kerabang telur, hal ini dilakukan sebagai bentuk penelitian berdasar aplikasi dari proses pemasakan telur. Umumnya masyarakat Indonesia mengkonsumsi telur dengan cara direbus. Proses pemanasan pada telur dapat mengakibatakan berubahnya bentuk fisik dari putih dan kuning telur. Hasil pengamatan organoleptik menggambarkan bahwa konsistensi kuning telur dan putih telur pada pemanasan 60 C masih cair serupa dengan telur segar yang belum diberi perlakuan apa-apa. Pada pemanasan 70 C dan 80 C konsisten putih telur mulai berubah menjadi kental dan berwarna putih keruh, sedangkan kuning telur mulai mengental. Pada suhu inilah dikatakan pemasakan telur setengah matang. Pemanasan telur pada suhu 90 C dan 100 C konsitensi kuning dan putih telur sudah kental dan mengeras (telur rebus matang). Perubahan fisik dari putih dan kuning telur merupakan proses denaturasi protein. Denaturasi protein menyebabkan terjadinya koagulasi pada telur yang sifatnya tidak dapat kembali. Koagulasi pada telur ditandai dengan kelarutan atau berubahnya bentuk cairan (sol) menjadi padat (gel). Perubahan struktur molekul ini dapat disebabkan oleh pengaruh panas, mekanik, asam, basa, garam, dan perekasi garam lain seperti urea. Koagulasi karena pengaruh panas disebabkan pemanasan pada suhu 60 70 C. Sifat koagulasi ini dimiliki oleh putih dan kuning telur (Wardana 2010). Waktu yang digunakan untuk merebus telur pada penelitian ini adalah 5 menit. Periode waktu yang cukup singkat menyebabkan belum sempurnanya

32 perambatan energi panas (konduksi kalor) dari bagian terluar hingga kebagian tengah telur. Dilakukan pengukuran suhu dibagian tengah kuning telur segera setelah proses perebusan selesai. Didapatkan hasil bahwa suhu rata-rata bagian tengah kuning telur setelah proses pemanasan 60 C selama 5 menit adalah 44 C. Telur yang dipanaskan pada suhu 70 C, terukur bahwa suhu di bagian tengah berkisar pada 54 C. Suhu bagian tengah kuning telur yang dipanaskan pada 80 C adalah 64 C. Sedangkan pada pemanasan telur 90 C dan 100 C didapatkan suhu bagian tengah secara bertutut-turut masing-masing 70 C dan 74 C. Berdasarkan hasil AGPT didapatkan hasil bahwa IgY tahan terhadap proses pemanasan telur secara utuh (lengkap dengan kerabang telur) pada suhu 60 C, 70 C, dan 80 C selama 5 menit, ditandai dengan terjadinya presipitasi. Sedangkan pada pemanasan telur utuh dengan suhu 90 C dan 100 C, aktivitas IgY mulai menurun bahkan hilang yang ditandai dengan tidak terjadinya presipitasi. Roitt dan Delves (2001) menyatakan bahwa presipitasi merupakan reaksi sekunder sebagai akibat dari reaksi primer antara antibodi dan antigen spesifik. Interaksi yang terjadi antara antibodi dan antigen spesifik melibatkan berbagai interaksi nonkovalen antara determinan antigen, epitope antigen, dan regio hipervariabel pada molekul antibodi. Aktivitas IgY pada telur yang dipanaskan suhu 60 C dengan suhu bagian tengah kuning telur berkisar 44 C masih dapat terdeteksi, hal ini terbukti dengan adanya garis reaksi presipitasi antibodi spesifik terhadap antigen E. coli dan S. Enteritidis. Hasil ini serupa dengan pernyataan Horie et al. (2004) bahwa 95% dari aktivitas IgY bertahan pada pemanasan 60 65 C, bahkan dengan proses pemanasan pada kisaran suhu ini selama 60 menit. Pada suhu inilah (63 C) umumnya dilakukan proses pasteurisasi telur. Konsumsi telur mentah memiliki potensi yang tinggi terhadap keracunan akibat bakteri Salmonella (Salmonella Food poisoning). Salmonella dapat diinaktifkan dengan pemanasan. Untuk menghindari terjadinya keracunan oleh Salmonella, Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) mengharuskan melakukan pemanasan (pasteurisasi) selama 3,5 menit pada suhu 56,7 C atau 6,2 menit pada suhu 55,50 C untuk putih telur, atau 6,2 menit pada suhu 60 C untuk telur utuh (campuran putih telur dan kuning telur) (Muchtadi 2005).

33 Hasil positif AGPT juga ditunjukkan oleh telur yang dipanaskan pada suhu 70 C dan 80 C. Suhu pada bagian tengah telur (kuning telur) lebih rendah dibandingkan dengan suhu bagian telur yang lebih luar. Hasil ini dapat menggambarkan bahwa IgY masih dapat bertahan pada proses pemasakan telur setengah matang ketika konsistensi kuning telur masih cair. Hatta (1993) menyatakan bahwa IgY tahan terhadap pemanasan 60 70 C dalam waktu 10 menit. Horie et al. (2004) memaparkan aktivitas IgY secara signifikan akan menurun secara drastis pada pemanasan 80 C. Jika waktu pemanasan 10 menit, hanya tersisa 10% dari aktivitas IgY yang masih bertahan, sedangkan pada pemanasan selama 20 menit aktivitas IgY menghilang. Penurunan aktivitas IgY mulai terjadi jika waktu pemanasan melebihi 15 menit pada suhu 70 C (Shimizu et al. 1988; 1992) dan IgY terdenaturasi bila dipanaskan lebih dari 75 C (Chang et al. 1999). Pemanasan telur utuh pada suhu 90 C dan 100 C menunjukkan hasil negatif dari uji AGPT kuning telur, karena tidak terlihat adanya garis presipitasi antara sumur antigen dan sumur antibodi. Soejoedono (2005) menyatakan bahwa IgY masih dapat bertahan pada pemanasan di bawah suhu 68,9 C. Jika dikonversikan dengan penelitian ini dapat setarakan bahwa aktivitas IgY tidak dapat bertahan pada pemanasan telur utuh pada suhu 90 C dan 100 C selama 5 menit. Atau dapat dikatakan bahwa pada pemanasan telur utuh diatas suhu 90 C dengan suhu bagian kuning telur berkisar diatas 70 C IgY telah rusak akibat proses pemanasan. IgY sebagaimana protein lainnya akan mengalami kerusakan akibat proses pemanasan. Whitaker (1994) menyatakan bahwa jika protein dipanaskan akan terdenaturasi, yaitu terjadi pemutusan ikatan non kovalen yang melibatkan interaksi elektrostatik, interaksi hidrofobik, ikatan hidrogen, dan ikatan van der Walls. Penelitian ini selain menggunakan teknik AGPT untuk melihat keberadaan antibodi digunakan pula uji Hemaglutinasi inhibisi (HI) terhadap virus H5N1. Data titer hasil uji HI terhadap virus H5N1 dengan antibodi dari kuning telur yang diberi perlakuan pemanasan secara bertingkat tersaji dalam tabel 2. Tabel 2 menunjukkan hasil titer rataan dari dua butir telur pada setiap derajat pemanasan yang berbeda.

34 Tabel 2 Data hasil uji HI pada telur yang diberi perlakuan pemanasan bertingkat. Temperatur (suhu pemanasan) Uji HI virus H5N1 Titer (Log 2) Sampel kuning telur Sebelum diberi perlakuan pemanasan 7 + 60 C 6,5 + 70 C 5 + 80 C 4 + 90 C 0-100 C 0 - Ket : (+) : Antibodi H5N1 terdeteksi/nilai titer antibodi H5N1 4 log 2 (-) : Antibodi H5N1 tidak terdeteksi/nilai titer antibodi H5N1 < 4 log 2 Interpretasi hasil titer HI ditunjukkan pada pengenceran kuning telur tertinggi yang masih memberikan hambatan (inhibisi) pada antigen 4 HAU. Inhibisi ditetapkan dengan mengamatan sel darah merah pada lubang-lubang cawan mikro dengan dasar berbentuk V, bila cawan dimiringkan akan terlihat tetesan air mata (Indriani et al. 2004). Uji HI dilakukan dengan metode Duplo, yaitu tiap sampel diujikan sebanyak dua kali kemudian hasil titer yang didapatkan dirata-ratakan. Hemaglutinasi adalah fenomena aglutinasi sel darah merah oleh virus tertentu antara lain virus H5N1. Bagian virus yang mengaglutinasi sel darah merah disebut hemaglutinin. Virus akan menempel pada permukaan sel darah merah melalui hemaglutinin tanpa menembus masuk ke dalam sel tersebut. Tempat virus menempel pada sel darah merah merupakan reseptor yang terdiri dari karbohidrat (mukopolisakarida) bersifat seperti lem dan sifat kimiawinya mirip musin pada saluran pernafasan. Hemaglutinasi terjadi karena banyak virus melekat pada sel darah merah dan bila dua sel darah merah yang mengandung partikel virus pada permukaannya bersentuhan mereka saling menempel melalui jembatan protoplama yang terbentuk antara kedua sel tersebut. Lama kelamaan terbentuk massa yang cukup besar terdiri dari sel darah merah yang saling berdekatan (aglutinasi) dan karena massa tersebut cukup berat secara perlahanlahan akan mengendap ke dasar microplate (Natih et al. 2010). Hemaglutinin oleh virus H5N1 dapat dihambat oleh antibodi spesifik virus tersebut, sehingga uji

35 hambatan hemaglutinasi digunakan untuk mengetahui dan mengukur adanya antibodi dalam kuning telur. Batas akhir penghambatan adalah pengenceran tertinggi dari kuning telur yang masih dapat menghambat secara sempurna penggumpalan sel darah merah oleh virus H5N1 (Natih et al. 2010). Didapatkan hasil titer rata-rata pada telur utuh yang dipanaskan pada suhu 60 C adalah 6,5 log 2 (2 6,5 ), suhu 70 C titernya sebesar 5 log 2 (2 5 ), dan pada suhu 80 C titer yang terbaca yaitu 4 log 2 (2 4 ). Sedangkan pada suhu 90 C dan 100 C titer antibodi sudah tidak terbaca, tidak menimbulkan adanya reaksi hambatan dari proses aglutinasi. Titer antibodi pada telur yang belum diberikan perlakuaan apa-apa menunjukan hasil sebesar 6,5 log 2 (2 6,5 ). Hasil titer antibodi yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan, semakin rendah titer antibodi yang terbaca. Kandungan IgY dari telur utuh yang dipanaskan pada rentang suhu 60 80 C cukup tinggi, ditunjukkan dengan nilai titer berada dalam rentang 2 4 2 7. Tingginya titer ini mengindikasikan adanya kemampuan antibodi yang terkandung dalam kuning telur untuk menghambat proses aglutinasi. Hasil uji HI terhadap virus H5N1 dikatakan positif apabila memiliki titer diatas atau sama dengan 2 4. Standar ini ditetapkan oleh OIE (2009) bahwa pengujian menggunakan metode HI dianggap positif apabila terjadi hambatan pada pengenceran serum 1/16 (2 4 atau 4 log 2) atau lebih dengan menggunakan antigen 4 HAU, sedangkan bila menggunakan antigen 8 HAU dianggap positif 1/8 (2 3 atau 3 log 2). Hasil uji HI sampel telur ayam yang dipanaskan secara utuh pada suhu 60 C dengan perkiraan suhu kuning telur 44 C menunjukkan titer 6,5 log 2 (2 6,5 ). Jika dibandingkan dengan titer telur sebelum diberi perlakuan yaitu sebesar 7 log 2 (2 7 ) terlihat bahwa proses pemanasan menyebabkan terjadinya penurunan titer. Telur yang dipanaskan suhu 70 C dengan suhu bagian tengah telur berkisar 54 C menunjukkan titer 5 log 2 (2 5 ). Sedangkan pada suhu kuning telur 64 C atau setara dengan pemanasan telur utuh 80 C selama 5 menit titer sebesar 4 log 2 (2 4 ). Perlakuan suhu 60 C, 70 C, 80 C, 90 C, dan 100 C selama 5 menit menunjukkan makin tinggi suhu perlakuan maka aktivitas IgY makin rendah. Titer yang terbaca pada telur yang dipanaskan pada suhu 90 C dan 100 C adalah 0, hal ini menggambarkan bahwa tidak adanya kemampuan antibodi untuk

36 menghambat aglutinasi sel darah merah oleh virus H5N1.. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu Soejoedono (2005) yang menyatakan bahwa IgY mulai terdenaturasi pada suhu 68,9 C. Hatta et al. (1992) mempertegas lagi bahwa IgY terdenaturasi pada suhu 73,9 C. IgY akan terdenaturasi seluruhnya pada pemanasan diatas suhu 75 C (Chang et al. 1999). Oleh karena itu pada pemanasan telur suhu 100 C selama 5 menit yang diketahui kisaran suhu pada bagian kuning telur 74 C titer IgY sudah tidak terdeteksi dan sudah tidak memiliki kemampuan untuk berikatan dengan antigen H5N1. Aktivitas imunoglobulin (IgY) mulai menurun secara signifikan pada perlakuan pemanasan suhu 80 C dan kehilangan seluruh aktivitasnya setelah pemanasan 90 C dan 100 C selama 5 menit. Menurunnya daya tahan IgY terhadap suhu berkorelasi positif dengan kenaikan temperatur. Semakin tinggi suhu pemanasan telur maka aktivitas IgY semakin menurun. Proses perebusan telur dapat mengakibatkan terjadinya denaturasi protein yang berdampak pada kerusakan struktur IgY. Hal itu sesuai dengan pernyataan Whittaker (1994) bahwa protein jika dipanaskan akan mengalami denaturasi dan terjadi perubahan konformasi protein yang menutup sisi aktif protein. Shimizu (1992) menyebutkan pula bahwa IgY sebagaimana protein lainnya akan mengalami kerusakan akibat proses pemanasan, terjadi pemutusan ikatan disulfida yang mempersatukan keempat rantai IgY. Menurunnya daya tahan IgY akibat proses pemanasan terjadi karena struktur IgY yang merupakan protein akan terdenaturasi pada suhu yang tinggi. Tizard (1998) mengatahan bahwa molekul antibodi berupa protein globulin sehingga dikenal dengan imunoglobulin (Ig). Imunoglobulin atau antibodi adalah sekelompok glikoprotein yang terdapat dalam serum atau cairan tubuh. Imunoglobulin termasuk dalam famili glikoprotein yang mempunyai struktur dasar sama, terdiri dari 82 96% polipeptida dan 4 18% karbohidrat. Komponen polipeptida membawa sifat biologik molekul antibodi tersebut. Molekul antibodi mempunyai dua fungsi yaitu mengikat antigen secara spesifik dan memulai reaksi fiksasi komplemen serta pelepasan histamin dari sel mast (Brewijaya 2010). Imunoglobulin yang tersusun atas protein globulin memiliki sifat tidak larut dalam air, terkoagulasi oleh panas, larut dalam garam encer, dan mengendap dalam

37 garam konsentrasi tinggi. Sifat fisika dan kimia inilah yang mengakibatkan antibodi yang juga merupakan protein akan mengalami perubahan struktur (denaturasi) ketika dipanaskan. Pemberian panas pada pengolahan protein harus memperhatikan pemanasan yang menyebabkan protein terdenaturasi. Protein yang dipanaskan di atas 80 C umumnya akan mengalami denaturasi. Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier, dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovelen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam, dan terbukanya lipatan molekul protein (Winarno 1992). Pemanasan dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut (Ophart 2003). Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida (Ophart 2003). Berubahnya struktur molekul antibodi akibat proses pemanasan menyebabkan menurunnya kemampuan IgY untuk memberikan perlidungan terhadap infeksi. Penurunan aktivitas IgY terjadi karena ikatan disulfida yang menyatukan keempat rantai struktur antibodi terputus. Proses perebusan atau pengolahan telur dengan cara pemanasan akan menurunkan daya netralisasi IgY aktifnya jika dikonsumsi sebagai pangan (functional food). Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengujian secara in vivo, namun data di atas memberikan indikasi bahwa pemanfaatan kuning telur sebagai functional food masih memerlukan perlakuan khusus (coating) untuk menghindari kerusakan akibat proses pemasakan (Wibawan et al. 2009).