KETERSEDIAN DAN KEMANDIRIAN PANGAN Nuhfil Hanani AR

dokumen-dokumen yang mirip
1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

Subsistem Distribusi (Ketersediaan Pangan) Annis CA Iti R Nadhiroh Dini RA

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

STABILISASI HARGA PANGAN

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

P E N U T U P P E N U T U P

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

EVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014)

PROFIL KONSUMSI MAKANAN INDIVIDU, KECUKUPAN ZAT GIZI DAN STATUS GIZI MASYARAKAT INDONESIA (ANALISIS DATA STUDI DIET TOTAL 2014)

TINJAUAN DISTRIBUSI PANGAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

DATA DINAMIS PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN IV BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2017

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

PELAPORAN DATA STOCK GABAH DAN BERAS DI PENGGILINGAN. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Jakarta, 7 April 2016

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JULI 2016 SEBESAR 104,57

Bab 4 P E T E R N A K A N

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN JAGUNG UNTUK PAKAN DI INDONESIA

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2017 SEBESAR 101,41

4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Rancangan Awal RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2018 Prioritas Nasional Ketahanan Pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN

Pangan Nasional Tahun

BERITA RESMI STATISTIK

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) (Metode Baru)

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROSPEK USAHA PETERNAKAN KAMBING MENUJU 2020

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2014)

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

PENGUATAN KETAHANAN PANGAN DAERAH UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL

BERITA RESMI STATISTIK

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN APRIL 2016 SEBESAR 102,90

PENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN MEI 2016 SEBESAR 103,21

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOPEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

PROSPEK TANAMAN PANGAN

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JUNI 2017 SEBESAR

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Ramalan II 2015)

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2014

20% dari basket IHK, sementara untuk bahan pangan (raw food) total sekitar 23% dari basket IHK.

ROAD MAP PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI KERBAU Kegiatan Pokok

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2015

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2016 SEBESAR 104,23

POTENSI INDUSTRI TEPUNG LOKAL DI JAWA TIMUR BAGIAN SELATAN PENDAHULUAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2012

BERITA RESMI STATISTIK

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN AGUSTUS 2017 SEBESAR

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2016 SEBESAR 105,26

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2015

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JANUARI 2017 SEBESAR 102,22

Transkripsi:

80 KETERSEDIAN DAN KEMANDIRIAN PANGAN Nuhfil Hanani AR Ketersediaan Pangan Ketersediaan Pangan Wilayah Ketersediaan pangan merupakan salah sub sistem ketahanan yang cukup penting. Ketersediaan pangan wilayah untuk suatu komoditas tertentu didefinisikan sebagai : KTSP = PROD + (IP-XP) + SP+ TRNS - SUTP TRP- MAKNAK- INDUSP Dimana : KTSP PROD (IP-XP) SP TRNS SUTP TRP MAKNAK INDUSP = ketersediaan pangan untuk dikonsumsi manusia = produksi pangan domestik = net impor (IP adalah impor, XP adalah ekspor) = stok pangan yang dikeluarkan = transfer pangan /bantuan pangan = susut = tercecer = pangan yang dikonsumsi ternak = pangan yang digunakan untuk kebutuhan industri Perhitungan ketersediaan pangan wilayah ini sangat penting dilakukan untuk melihat melihat surplus tidaknya pangan di suatu daerah tertentu. Dengan diketahuinya ini neraca tersebut maka antisipasi untuk ketahanan pangan dalam aspek ketersediaan dapat dilakukan sejak dini. Sebagai ilustrasi pentingnya analisis ketersediaan pangan wilayah ini disajikan dalam kasus di Jawa Timur sebagaimana terlihat Tabel berikut. Kebutuhan pangan di Jawa Timur memang hampir dapat dipenuhi semua dari potensi domestik, kecuali untuk komoditas kedelai yang masih mengalami defisit sebesar 110.648 ton. Sedangkan untuk beras, jagung, kacang maupun ubi mengalami surplus. Surplus pangan di jawa Timur selain didukung sumberdaya alam yang sesuai, juga potensi sumberdaya manusia dan adanya dukungan

81 infrastruktur ekonomi yang lebih baik. Kemandirian pangan di Jawa Timur dari sisi ketersediaan ini dapat diketahui lebih rinci dari tabel berikut ini. Selain mempertimbangkan ketersediaan dan konsumsi komoditi pangan utama yaitu beras, jagung, kedelai, kacang-kacangan dan umbi-umbian, Jawa Timur juga merupakan sumber bahan pangan lainnya yang bersumber dari ternak dan ikan yaitu beberapa jenis bahan makanan lainnya seperti daging, telur, susu dan ikan. Berdasarkan ilustrasi tersebut, maka analisis ketersediaan wilyah secara tidak langsung juga berguna untuk melihat kemandirian pangan. Tabel 6.1.Perkembangan Ketersediaan dan Konsumsi Bahan Pangan di Jawa Timur tahun 2004 No Komoditas Ketersediaan Konsumsi Surplus/defisit (ton) (ton) (ton) 1. Beras 5,225,372 3,441,232 1,784,140 2. Jagung 3,634,680 293,827 3,340,853 3. Kedelai 291,431 402,079-110,648 4. Kacang Tanah 194,414 28,720 165,694 5. Kacang Hijau 75,467 19,883 55,584 6. Ubi Kayu 3,368,956 771,019 2,597,938 7. Ubi Jalar 145,234 105,674 39,560 8. Daging 199,305 117,089 82,216 9. Telur 261,591 179,720 81,871 10. Susu 200,350 46,025 154,325 11. Ikan 478,574 462,096 16,478 Sumber : Badan ketahanan Pangan jawa Timur, 2005 Ketersediaan Pangan Per Kapita Pengukuran ketersediaan pangan dalam konteks ketahanan pangan saat ini diukur dengan ketersediaan pangan per kapita. FAO (2005) telah mencoba mengembangkan ketersediaan pangan minimum dengan ukuran Kkal/kapita per hari (Tabel ). Dalam rangka menyusun ketersediaan pangan per kapita dalam bentuk kalori diperlukan informasi kandungan kalori setiap komoditas pangan. Di Indonesia pengukuran kandungan kalori dari setiap jenis komoditas disajikan dalam Gambar sebagai berikut:

82 0 900 865 800 700 600 500 400 300 200 0 360 361 Beras Jagung 146 123 143 Ubi kayu Ubi jalar (merah) Umbi-umbian (ubi Jalar) 180 Pangan Hewani 149 Kacang-kacangan 200 Buah biji berminyak Minyak dan lemak 365 Gula 55 Sayuran 132 Buah (Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI,1992; Badan Ketahanan Pangan, 2005, dikembangkan ). Gambar6.1. Kandungan Kalori setiap gram Angka yang ditetapkan oleh FAO merupakan standar minimal untuk ketersediaan pangan dalam kalori. Di Indonesia standar ketersediaan pangan dengan mengacu pada Angka Kecukupan Gizi rekomendasi Widya Karya Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 adalah sebesar 2200 kilo kalori dan protein 57 gram per kapita per hari. Tabel 6.2. Ketersediaan Pangan Minimum di Asia (2200 kilo kal/kapita per hari) Negara 1969-1979- 1995-2001- 2002-1990-1992 1971 1981 1997 2003 2004 Indonesia 1 750 1 770 1 810 1 820 1 840 1 840 Brunei 1 840 1 870 1 890 1 900 1 910 1 910 China 1 850 1 890 1 910 1 920 1 930 1 930 India 1 770 1 780 1 790 1 800 1 820 1 820 Malaysia 1 770 1 810 1 830 1 830 1 850 1 850 Philippines 1 740 1 760 1 770 1 780 1 800 1 810 Saudi Arabia 1 810 1 820 1 850 1 860 1 860 1 860 Korea 1 830 1 870 1 920 1 920 1 930 1 930 Thailand 1 740 1 780 1 840 1 850 1 860 1 870 Viet Nam 1 730 1 750 1 770 1 800 1 840 1 840 Sumber FAO statistic, 2005

83 Angka ketersediaan ini selalu berubah yang disesuaikan dengan perkembangan zaman khususnya menuju hidup sehat dan produktif. Ketersedian pangan Indonesia telah melebihi standar tersebut yakni sebesar 3031 kilo kalori dan protein 76,28 gram per kapita per hari (NBM, 2005). Tabel berikut meyajikan tentang perkembangan ketersediaan pangan di Indoensia. Tabel 6.3. Perkembangan Ketersediaan Pangan di Indonesia Ketersediaan 2000 2001 2002 2003 2004 Energi (Kal/kapita/hari) 2966 2958 2962 3083 3031 Protein Total (gram/kap/hari) 76,72 71,36 74,85 75,52 76,28 Nabati (gram/kap/hari) 65,14 59,52 62,68 63,32 62,78 Hewani (gram/kap/hari) 11,58 11,85 12,17 12,20 13,57 Sumber : Dewan Ketahanan Pangan, 2006 Perkembangan ketersediaan pangan di Indonesia walaupun meningkat namun peningkatannya relatif kecil. Hal ini diakibatkan oleh kenyataan bahwa pemerintah cenderung menyediakan pangan dalam bentuk beras. Tabel 6.4. Ketersediaan pangan menurut Komoditasnya (Kal/kapita/hari), 2004 Komoditas Ketersediaan domestik (000 ton) Penyediaan domestik per kapita (Kal/kapita/hari) Beras 53985 1407,43 Jagung 12014 481,76 Kedelai 797 88,26 Kc. Tanah 835 51,62 Ubi Kayu 19459 324,34 Ubi Jalar 1840 29,52 Sayuran 9200 41,95 Buah-buahan 15104 91,81 Minyak goreng 3545 272,00 Gula 2196 118,23 Daging sapi & kerbau 505 7,58 Daging ayam 1244 24,45 Telur 1149 21,33 Susu 342 16,50 Ikan 6809 54,12 Sumber : Dewan Ketahanan Pangan, 2006

84 Ikan Susu Telur Daging ayam Daging sapi Gula Minyak goreng Buah-buahan Sayuran Ubi Jalar Ubi Kayu Kc. Tanah Kedelai Jagung Beras 54,12 16,5 21,33 24,45 7,58 118,23 91,81 41,95 29,52 51,62 88,26 272 324,34 481,76 1407,43 0 200 300 400 500 600 700 800 900 0 1 1200 1300 1400 Gambar 6.2. Ketersediaan pangan menurut Komoditasnya (Kal/kapita/hari), 2004 Permasalahan yang terjadi pada aspek ketersediaan ini adalah pola peningkatan produksi pangan cenderung melandai dengan rata-rata pertumbuhan kurang satu persen sedangkan pertambahan penduduk sebesar 1,2% setiap tahun (BPS, 2005). Pertambahan penduduk yang cukup besar akan berdampak pada peningkatan kebutuhan konsumsi dan juga peningkatan kebutuhan fasilitas sosial ekonomi yang mengakibatkan peningkatan alih fungsi lahan. Stagnasi produksi disebabkan oleh lambatnya penemuan dan pemasyarakatan inovasi, serta rendahnya insentif finansial untuk menerapkan teknologi secara optimal. Melemahnya sistem penyuluhan juga merupakan kendala lambatnya adopsi teknologi oleh petani. Petni di Indonesia yang umumnya skala kecil (kurang dari 0,5 hektar) yang berjumlah 13,7 juta KK menyebabkan aksesibilitasnya terbatas terhadap sumber permodalan, teknologi dan sarana produksi sehingga sulit meningkatkan efisiensi dan produktifitasnya tanpa difasilitasi oleh pemerintah. Peningkatan kapasitas kelembagaan petani serta peningkatan kualitas penyuluhan merupakan tantangan ke depan. Semakin terbatasnya kapasitas produksi pangan nasional antara lain disebabkan : (a) berlanjutnya konversi lahan pertanian ke non pertanian, (b) menurunnya kualitas dan

85 kesuburan lahan akibat kerusakan lingkungan, (c) rusaknya prasarana pengairan sekitar 30 persen, (d) persaingan pemanfaatan sumberdaya air dengan sektor industri dan pemukiman, (e) kurang terealisasinya harga pupuk bersubsidi, (f) lambatnya penerapan teknologi akibat kurang insentif ekonomi, (f) masih berlanjutnya pemotongan ternak betina produktif, (g) masih tingginya luas areal tanam tebu rakyat dngan pertunasan lama (ratoon), (h) anomali ikllim dan menurunnya kualitas lingkungan. Masih tingginya ptoporsi kehilangan hasil pada proses produksi dan penanganan hasil panen dan pengolahan, menjadi kendala yang menyebabkan menurunnya kemampuan penyediaan pangan dengan proporsi yang cukup tinggi. Pasa padi dan produk hortikultura kehilangan hasil in i mencapai lebih dari 10 persen. Ditinjau dari ketersediaan pangan per kapita pe hari dengan ukuran 2200 kcal/kapita/ per hari dengan data tahun 2002 secara agregat hampir diseseluruh kabupaten sudah melebihi standard yang dianjurkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketersediaan pangan di Jawa Timur tidak menghadapi permasalahan serius. 6000 5000 4000 3000 2000 0 0 Ketersediaan (kkal/kap/hr) NAD Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung DKI Jabar Jateng DIY Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sult Sulteng Sulsel Sultra Maluku Papua INDONESIA Gambar 6.3. Ketersediaan pangan menurut Propinsi (Kal/kapita/hari), 2003

86 Tampaknya masalah ketersediaan pangan di wilayah Indonesia dengan mengambil kasus di Jawa Timur, hampir tidak dijumpai permasalahan yang serius mengenai ketersediaan pangan. Hampir di seluruh kabupaten yang ada di Jawa Timur ketersediaan pangannya telah tercukupi. ketersediaan Kkal/kapita/hari Sumenep Pamekasan Sampang Bangkalan Gresik Lamongan Tuban Bojonegoro Ngaw i Magetan Madiun Nganjuk Jombang Mojokerto Sidoarjo Pasuruan Probolingo Situbondo Bondow oso Bany uw an Jember Lumajang Malang Kediri Blitar Tulungagun Trenggalek Ponorogo Pacitan 0 2000 4000 6000 8000 00 12000 Gambar 6.4. Ketersediaan pangan di Jawa Timur (Kal/kapita/hari), 2003

87 Ditinjau dari peran propinsi dalam menyediakan pangan di Indonesia sebagaimana diuraikan sebagai berikut Tabel 6.5. Ketersediaan pangan Berdasarkan komoditas dan Propinsi Komoditas Wilayah Sentra Produksi 1 Padi Jabar+Banten (20,7%), Jatim (17,8%), Jateng (16,3%), Sulsel (7,1%), Sumut (6,7), dan Sumbar, Sulsel, Lampung (masingmasing > 3%) 2 Jagung Jatim (36,0%), Jateng (17,7%), Lampung (11,6%), Sumut (6,9%), Sulsel (6,5%), dan Jabar, NTT (masing-masing >4%) 3 Kedelai Jatim 37,9%), Jateng (20,1%), NAD 7,0%), Jabar (5,4%), Sulsel (4,2%), dan Lampung (2,2%) 4 Kacang Tanah Jatim (24,4%), Jateng (21,7%), Jabar (14,8%), Sulsel (6,5%), dan Sumut, NTB (masing-masing >3%) 5 Sayuran Jabar (36,6%), Sumut (19,6%), Jateng (15,1%), Jatim (9,6%), dan Sumbar, Bengkulu, Bali, Sulsel (masing-masing >3%) 6 Buah-buahan Jabar (26,9%), Jatim (21,1%), Jateng (12,6%), Sumut (5,9%), Sulsel (5,5%), dan Sumsel+Babel, Lampung, NTT (masingmasing >3%) 7 Minyak Sawit Sumut (39,9%), Riau (21%), Kalbar (6,1%), NAD (6,1%) dan Sumbar (5,4%) 8 Gula Tebu Jatim (44,1%), Lampung (33,3%), Jateng (7,5%), Jabar (4,2%), dan Sumut (3,9%) 9 Daging Jabar (21,1%), Jatim (15,6%), Jateng (12,0%), Bali (8,1%), Jakarta (7,7%), Sumut (6,3%) 10 Telur Jabar (20,8%), Jatim (15,3%), Jateng (14,2%), Sumut (15,0%), Sumbar, Sumsel-Babel, Lampung Sulsel (masingmasing >4%) 11 Hasil Perikanan Sumatera (27%), Jawa (25%), Sulawesi (18%) Tabel diatas menununjukkan bahwa Jawa tampaknya mendominasi untuk ketersediaan pangan khususnya dari tanaman pangan dan peternakan, sedangka di luar Jawa umumnya pensuplai minyak dan hasil-hasil perikanan.

88 Kemandirian Pangan Kemandirian pangan di Indonesia telah menjadi sorotan sejak Kongres XI Perhepi dan Kongres ASAE (Asian Society of Agricultural Economist) di Bali pada tahun 1986 (Handewi et al, 2003). Kebijakan kemandirian pangan dianggap sebagai cara yang paling aman untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan bila dibandingkan dengan pengadan pangan melalui impor. Dalam perkembangannya, kebijakan kemandirian pangan telah mewarnai kebijakan pemerintah Indonesia dalam bidang pertanian dan pangan sejak tahun 1970-an. Hal ini dapat dilihat dari kondisi penyediaan pangan yang sebagian besar berasal dari produksi komoditas pangan domestik. Saat ini terjadi silang pendapat mengenai konsep dan pengertian tentang swa sembada pangan, kemandirian pangan, kedalulatan pangan, bahkan dengan pengertian ketahanan pangan itu sendiri. Berdasarkan pustaka yang ada perbedaan istilah dan konsep tersebut disajikan dalam Tabel sebagai berikut : Tabel 6.6. Perbedaan Swasembada, Kemandirian, Kedaulatan dan Ketahanan Pangan Indikator Swasembada Kemandirian Kedalulatan Ketahanan Pangan Pangan Pangan Pangan Lingkup Nasional Nasional Nasional Rumah tangga dan individu Sasaran Komoditas pangan Komoditas pangan Petani pangan Manusia Strategi Substitusi impor Peningkatan daya Pelarangan Impor Peningkatan saing (promosi ketersediaan pangan, ekspor) akses pangan, dan penyerapan pangan output Peningkatan produksi Peningkatan produksi Peningkatan produksi Status gizi pangan (dengan pangan yang berdaya pangan(dengan (penurunan : perlindungan pada saing perlindungan pada kelaparan, gizi petani) petani) kurang dan gizi buruk) Outcome Ketersediaan Ketersediaan Kesejahteraan petani Manusia sehat dan pangan oleh produk pangan oleh produk produktif (angka domestik (tidak domestik (impor harapan hidup tinggi) impor) hanya pelengkap) Keterangan : Disarikan dari berbagai sumber Swasembada pangan umumnya merupakan capaian peningkatan ketersediaan pangan dengan wilayah nasional, sedangkan ketahanan pangan lebih mengutamakan akses setiap individu untuk memperoleh pangan yang bergizi untuk sehat dan produktif. Kemandirian pangan produk pangan Indonasia sebagaimana disajikan dalam Gambar

89 6.5. Jika diasumsikan kemandirian pangan torelansi impornya adalah 10 %, maka kemandirian pangan di Indonesia tidak mengkhawatirkan karena hanya beberapa komoditas pangan yang impornya lebih dari 10 persen. Komoditas susu, kedelai dan Gula yang masih belum mandiri. Susu Kedelai Gula Jagung Kc. Tanah Sayuran Daging sapi Ikan Beras Buah-buahan Daging ayam Telur Minyak goreng Ubi Jalar Ubi Kayu 7,62 39,02 78,21 90,86 92,13 93,05 95,93 97,65 99,23 99,53 99,79 0 20 40 60 80 Persen Sumber : Dewan Ketahanan Pangan, 2006 (Diolah) Gambar 6.5. Kemandirian Komoditas Pangan Indonesia 2004 Perkembangan kemandirian pangan dari komoditas pangan Indonesia disajikan dalam Gambar 6.6. Secara umum perkembangan kemandirian pangan Indonesia relatif konstan, hal ini disebabkan komoditas pangan di indonesia daya saingnya rendah. Dalam teori ekonomi kemandirian pangan hanya dapat dilakukan jika ada peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran, tanpa kedua efesiensi tersebut maka pencapaian kemandirian pangan adalah semu.

Ketersediaan (kkal/kap/hr) 90 80 60 40 20 0 beras jagung K Tanah Kedele Ubijalar Ubikayu 2003 2004 2005 2006 Gambar 6.6. Perkembangan Kemandirian komoditas pangan Indonesia