BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

ANALISIS DAN SINTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber:

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KESESUAIAN FISIK DAN FUNGSI EKOLOGIS RUANG TERBUKA HIJAU LANSKAP CENTRAL BUSINESS DISTRICT (CBD) SENTUL CITY BOGOR MUTTY EBTESSAM

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kota

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor ( 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009)

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Permukiman

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil survey lapangan, running eksisting dan

BAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota

REDESAIN RUMAH SAKIT SLAMET RIYADI DI SURAKARTA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

BAB V KONSEP PERENCANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KULIAH LABTEK IX B JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR ITB

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE)

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HOTEL RESORT DI DAGO GIRI, BANDUNG

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi

BAB V KONSEP PERANCANGAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

BAB IV : KONSEP. 4.1 Konsep Dasar. Permasalahan & Kebutuhan. Laporan Perancangan Arsitektur Akhir

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni.

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

V. ANALISIS DAN SINTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI)

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pemikiran yang melandasi perancangan dari proyek Mixed-use Building

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR. I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat Kerangka Pikir.

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

BAB 1 PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KESIMPULAN UMUM

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial serta kegiatan ekonomi. Salah satu sarana di perkotaan adalah CBD yang terletak di pusat kota dengan berbagai fasilitas kota serta jalur sirkulasi utama yang memudahkan pengguna keluar dan masuk kawasan CBD. Kawasan CBD mempunyai karakteristik sebagai area perdagangan utama yang komersial dengan banyak bangunan-bangunan fasilitas umum seperti tempat beribadah, pertokoan, perkantoran, hotel atau penginapan. Selain itu, dalam kawasan CBD juga terdapat tempat rekreasi, alun-alun kota, pedestrian dan area parkir yang luas. Lanskap sebagai bagian dari kawasan CBD mempunyai keterikatan dan peranan yang besar untuk mendukung segala aktivitas yang berlangsung di dalam kawasan ini. Kehadiran lanskap pada suatu kawasan CBD disamping mendukung aktivitas juga dapat memenuhi kebutuhan rekreasi bagi masyarakat di sekitarnya. Menurut Simonds (1983), lanskap pada kawasan CBD biasanya terdiri dari tiga bagian yaitu: 1) Daerah untuk pejalan kaki, 2) Jalur sirkulasi, dan 3) Ruang terbuka, dimana ruang terbuka dibagi menjadi dua yakni: 1) Ruang terbangun dan 2) Ruang terbuka hijau. 2.2 Fungsi Ekologis Tanaman dalam Lanskap (Soemarwoto, 1994) mengartikan ekologi sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya. Pada penelitian Harti (2004), menjelaskan bahwa secara umum pengaruh komponen vegetasi akan memberikan pengaruh secara signifikan terhadap penurunan suhu udara sekitarnya apabila lingkungan memiliki vegetasi yang rapat dan padat, sedangkan untuk lingkungan dengan dominasi perkerasan dan tanah serta aktivitas kendaraan yang ramai menyebabkan kondisi selang suhu lingkungan memiliki sebaran suhu

5 udara tinggi. Tanaman sebagai salah satu ruang luar yang utama dapat difungsikan untuk merakayasa lingkungan sehingga dapat menyamankan gedung, mereduksi kebisingan di sekitar sumber bunyi, mengurangi pencemaran udara sekitarnya, mengarahkan sirkulasi dan melembutkan lingkungan luar (Nurisjah dan Pramukanto, 1995). Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikatakan tanaman memberikan kenyamanan dengan perbaikan iklim mikro. Menurut Robinette (1993), vegetasi dapat mengontrol pengaruh sinar matahari dengan cara : (1) Menyaring radiasi langsung dari sinar matahari, (2) Permukaan tanah mengalami perbedaan suhu setiap saat tergantung radiasi panas yang diterimanya pada permukaan yang berbeda, (3) Melalui penahan radiasi matahari secara keseluruhan, (4) Melalui radiasi yang dipantulkan. Maka dengan pengaturan sinar matahari yang datang dapat memberikan rasa nyaman bagi pengguna tapak dan tidak memberikan efek silau jika sinar matahari terpantul oleh perkerasan pada area CBD, yang pada umumnya banyak perkerasan dan bangunan. Terdapat suatu perbandingan radiasi yang dipantulkan oleh suatu benda dengan radiasi yang datang pada benda tersebut dalam (%) disebut albedo. Tabel 1 Nilai Albedo untuk Vegetasi dan Perkerasan Vegetasi Albedo (%) Rumput 20-30 Padang Rumput 10-30 Lapangan Hijau 3-15 Vegetasi Berkayu 5-20 Hutan Semak 10-20 Hutan Pohon Berjarum 5-16 Hutan Rawa 12 Perkerasan Aspal 5-15 Beton 10-50 Batubata 20-50 Batu 20-35 Atap Beraspal dan Kerikil 8-18 Genteng Atap 10-35 Atap Batu 10 Atap Ilalang 15-20 Besi Berombak 10-16 Cat Putih 50-90 Cat Merah, Cokelat, Hijau 20-35 Cat Hitam 2-15 Sumber: Brown dan Gillespie (1995) Berdasarkan (Tabel 1) semakin terang warna suatu permukaan, semakin kering dan permukaan halus maka semakin besar nilai albedonya. Hal sebaliknya terjadi bila permukaan banyak mengandung uap air, berwarna gelap dan

6 permukaan kasar atau bergelombang maka makin kecil nilai albedo, yang menandakan indikator radiasi banyak mengalami absorpsi atau penyerapan. Pada permukaan tanaman mempunyai nilai albedo yang rendah. Hal tersebut menandakan bahwa tanaman dapat menyerap radiasi dengan baik. 2.3 Modifikasi Angin dalam Lanskap Angin adalah elemen mikroklimat yang dapat dimodifikasi secara signifikan oleh komponen lanskap dan juga berpengaruh kuat terhadap kenyamanan suhu manusia, pemakaian energi pada bangunan atau gedung serta banyak lagi lainnya dalam lanskap (Brown dan Gillespie, 1995). Angin mempunyai suatu karakteristik diantaranya adalah : (1) Bergerak dari area bertekanan tinggi ke area bertekanan rendah, (2) Hampir semua kandungan dari angin adalah gas, maka normalnya angin tidak dapat dilihat, (3) Jika kelembaban udara lebih kering dari kulit manusia maka sejumlah angin akan berevaporasi dari kulit dan angin akan masuk ke dalam kulit yang akan menimbulkan efek sejuk, (4) Jika suhu udara lebih dingin dari suhu kulit manusia maka panas akan dipindahkan ke udara dan kulit akan terasa lebih dingin. Menurut Geiger dalam Brown dan Gillespie (1995), banyak objek lanskap yang dapat mempengaruhi angin, pengaruhnya berupa : (1) Mengurangi kecepatan angin, (2) mengalihkan arah angin, dan (3) meningkatkan kecepatan angin. Sedangkan menurut Brooks (1988), vegetasi dapat mengontrol atau memodifikasi angin dengan cara menghalangi, memecah, mengalihkan, dan mengarahkan. Gambar 2 Diagram Kecepatan Angin dengan Pohon (Sumber: Geiger dalam Brown dan Gillespie, 1995)

7 Berdasarkan ilustrasi tersebut dapat dikatakan bahwa beberapa molekul angin naik ke atas melewati pohon, lewat diantara daun dan ranting, kemudian terhenti oleh pohon. Menurut Dahlan (1992), agar tanaman dapat berfungsi sebagai penahan angin yang baik diperlukan beberapa syarat, diantaranya: (1) Memiliki dahan yang kuat dan cukup lentur, (2) Daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin, (3) Tajuk tidak terlalu rapat dan terlalu jarang, (4) Kerapatan ideal 75% - 85%, (5) Tinggi tanaman harus cukup, (6) Jalur tanaman yang cukup tebal agar dapat menahan angin dengan baik, (7) Mempunyai perakaran yang kuat, banyak serta masuk ke dalam tanah, (8) Mempunyai daerah cabang yang cukup rendah sehingga angin tidak dapat menerobos dari bawah. Menurut Grey dan Denekke (1978), vegetasi dapat mengontrol angin dengan kriteria sebagai berikut; morfologi daun (tebal, bentuk jarum) dan jarak tanam yang rapat. Karena itu pohon merupakan elemen lanskap yang paling efektif dalam memodifikasi kecepatan dan arah angin dibandingkan elemen lainnya. Elemen lain tersebut dapat diilustrasikan dengan tembok yang berketinggian 2m dari tanah yang disajikan dalam diagram pada Gambar 3. Gambar 3 Diagram Kecepatan Angin dengan Dinding (Sumber: Geiger dalam Brown dan Gillespie, 1995) Berdasarkan ilustrasi di atas, tembok merupakan barrier yang bersifat impermeable. Ketika itu, pola kecepatan angin yang datang membentuk suatu area kecil dari penurunan kecepatan angin tetapi jarak penurunannya terlalu luas (Geiger dalam Brown dan Gillespie, 1995). Pada area perkotaan ketinggian gedung-gedung dapat menahan angin dengan pergerakan angin yang lebih cepat pada level yang tinggi dan mengarahkannya ke permukaan tanah. Angin ini

8 menjadi sangat tidak menyenangkan karena dekat dengan pintu masuk gedung dan mengakibatkan tingginya suhu dingin di pedestrian saat musim dingin. Salah satu solusi yang mungkin dalam masalah ini adalah dengan membelokkan angin sebelum sampai ke permukaan tanah (Geiger dalam Brown dan Gillespie, 1995). 2.4 Modifikasi Radiasi Matahari dalam Lanskap Radiasi merupakan perpindahan energi berupa rambatan gelombang elektromagnetik tanpa membutuhkan medium perantara. Matahari adalah sumber energi utama bagi atmosfer, lautan, dan semua benda hidup yang ada di bumi (Turyanti dan Effendy, 2006). Menurut Brown dan Gillespie (1995), radiasi melintas dalam garis lurus, garis pararel dan tidak bergelombang sampai radiasi tersebut ditangkap atau dipantulkan oleh suatu benda. Radiasi matahari langsung yang melintas dalam garis pararel lurus dan dapat membentuk bayangan yang dapat diprediksi, terlihat dalam Gambar 4. Gambar 4 Radiasi Matahari Membentuk Garis Lurus (Sumber: Brown dan Gillespie, 1995) Terdapat neraca radiasi matahari yang menerangkan bahwa, dari 100% radiasi matahari yang datang hanya 46% yang sampai secara langsung ke permukaan bumi, 6% yang dipantulkan permukaan, 19% diserap udara (uap air, debu, ozon), 4% diserap awan, 17% dipantulkan awan dan 8% dipantulkan oleh

9 udara. (Turyanti dan Effendy, 2006). Neraca radiasi matahari disajikan dalam Gambar 5. Gambar 5 Neraca Radiasi Matahari (Sumber: Turyanti dan Effendy, 2006) Gambar 6 menerangkan mengenai bayangan yang terbentuk dari pohon berdaun lebat yang mengandung sangat sedikit radiasi cahaya tampak dan banyak mengandung radiasi cahaya inframerah yang bermanfaat dalam input energy budget. Hal ini terjadi karena daun banyak menyerap dan menggunakan cahaya tampak untuk pertumbuhannya tetapi banyak memantulkan dan meneruskan cahaya inframerah yang tidak dibutuhkannya (Brown dan Gillespie, 1995). Gambar 6 Radiasi Cahaya Tampak dan Inframerah (Sumber: Brown dan Gillespie, 1995)

10 Menurut Dahlan (1992), suhu udara pada area pepohonan lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi tanaman. Karena daun dapat memantulkan sinar infra merah sebesar 70% dan cahaya tampak sekitar 6% - 12%. Cahaya hijau adalah cahaya tampak yang paling banyak dipantulkan oleh daun yakni sebesar 10% - 20%, tergantung dari warna daun dan morfologi daun. Sedangkan cahaya jingga dan merah adalah cahaya yang paling sedikit dipantulkan oleh daun yaitu 3% - 10%. Terdapat 70% cahaya yang masuk ke dalam jaringan mesofil yang akan diserap oleh kloroplas. Sinar Ultra-Violet paling sedikit dipantulkan oleh daun yakni sebesar 3%. Sinar yang diserap dengan baik oleh daun adalah sinar infra merah yakni sebesar 97%. Terdapat empat strategi dasar untuk mengontrol radiasi matahari dengan menggunakan vegetasi yaitu dengan cara admission, menghalangi, menyerap, dan memantulkan. Vegetasi menghasilkan bayangan, menangkap dan menyerap 60% - 90% radiasi matahari yang datang. Karena itu suhu permukaan tanah yang ternaungi vegetasi dapat dikurangi dengan mudah oleh bayangan vegetasi tersebut (Brooks, 1988). Menurut Grey dan Denekke (1978), daun dapat menangkap, memantulkan, menyerap, dan meneruskan radiasi matahari yang dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Vegetasi Mengontrol Radiasi Matahari dan Memberikan Manfaat Kepada Manusia (Sumber: Grey dan Denekke,1978) 2.5 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Berbagai fungsi yang terkait dengan keberadaan RTH (fungsi ekologis, sosial, ekonomi dan arsitektural) dan nilai estetika yang dimilikinya (obyek lingkungan) tidak hanya dapat meningkatkan kualitas lingkungan untuk

11 kelangsungan kehidupan perkotaan tetapi juga dapat menjadi nilai kebanggaan dan identitas kota. Untuk mendapatkan RTH yang fungsional dan estetik dalam suatu sistem perkotaan maka luas minimal, pola, struktur, bentuk dan distribusinya harus menjadi pertimbangan dalam membangun dan mengembangkan RTH kota (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum). Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruangruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan tidak langsung, yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan. Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu: (1) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung), (2) bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman). Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasifikasi menjadi dua yaitu: (1) bentuk RTH kawasan, (2) bentuk RTH jalur. Berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi lima:(1) RTH kawasan perdagangan, (2) RTH kawasan perindustrian, (3) RTH kawasan permukiman, (4) RTH kawasan pertanian, dan (5) RTH kawasan-kawasan khusus (Direktorat Jendral Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum 2.6 Evaluasi Menurut Napisah (2009), evaluasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk menelaah atau menduga hal-hal yang sudah diputuskan sehingga diketahui kelemahan dan kelebihan keputusan tersebut. Selanjutnya ditentukan langka-langkah alternatif perbaikan untuk mengurangi kelemahan tersebut. Napisah juga menambahkan bahwa kegiatan evaluasi dilakukan berdasarkan suatu standar dengan diikuti pemberian saran untuk perbaikan dalam kegiatan selanjutnya. (Hidayah, 2010) Untuk keberhasilan evaluasi terdapat empat hal yang perlu dilakukan diantaranya desain data, pengumpulan data, analisis data, dan presentasi.

12 1. Desain data adalah pendefinisian dengan jelas mengenai tujuan evaluasi, pertanyaan apa yang harus dijawab, informasi apa yang dibutuhkan, bagaimana cara pengumpulannya, dan bagaimana menggunakan informasi tersebut. 2. Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi yagn benar dan akurat yang mendukung pencapaian hasil evaluasi harus dikumpulkan. Untuk itu, perlu diketahui apakah informasi tersebut memang tersedia dan bagaimana cara memperolehnya, siapa yang bertanggung jawab untuk melakukan wawancara dengan para karyawan kunci, meninjau kebijakan dan prosedur, dan memastikan bahwa data akan tersedia untuk diakses. 3. Informasi yang telah didapat dan dikumpulkan tidak memiliki arti apa-apa sepanjang belum dianalisis dan diinterpretasikan sehingga dapat menjadi bahan pendukung dalam membuat simpulan hasil evaluasi. Dengan analisis, evaluator akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait. 4. Presentasi adalah pengidentifikasian temuan dan rekomendasi yang oleh evaluator perlu didiskusikan dengan pihak lain untuk mendapatkan masukan bagi perbaikan dan penyempurnaan hasil-hasil analisis.