BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang
|
|
- Vera Sumadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 62 BAB VII PERENCANAAN 7.1 KONSEP PERENCANAAN Konsep Dasar Perencanaan Penelitian mengenai perencanaan lanskap pasca bencana Situ Gintung ini didasarkan pada tujuan mengembalikan fungsi situ mendekati keadaan semula dan menjaga keberlanjutan situ. Dalam kaitannya dengan fungsinya untuk memanen air hujan maka dilakukan penerapan sistem ekologi-hidraulik. Konsep ini diartikan sebagai upaya memperbaiki dan menyehatkan seluruh komponen ekologi (flora-fauna) dan hidraulik (sistem keairan) penyusun situ yang bersangkutan, sehingga dapat berfungsi menampung air yang dapat digunakan untuk keperluan air bersih masyarakat, meresapkan air hujan untuk pengisian air tanah, dan dapat berkembang menjadi wilayah ekosistem wilayah danau yang hidup dan lestari. Perencanaan lanskap kawasan Situ Gintung ini meliputi (1) rencana tata ruang, (2) rencana vegetasi, (3) rencana sirkulasi, (4) rencana fasilitas, (5) rencana lanskap secara keseluruhan kawasan Situ Gintung dan (5) program perencanaan lanskap Situ Gintung Pengembangan Konsep Konsep ekologi-hidraulik ini kemudian dikembangkan menjadi tiga konsep pengembangan yang terkait dengan tata ruang, vegetasi, sirkulasi yang mendukung perencanaan lanskap Situ Gintung a Konsep Ruang Perencanaan lanskap pasca bencana Situ Gintung ini dibagi menjadi tiga ruang. Pembagian ini didasarkan pada teori Marsh (1991) mengenai pembagian ruang untuk wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu satuan lahan pengelolaan air, satuan lahan penyangga, dan satuan lahan pengembangan. Hal ini bertujuan untuk memperjelas peruntukan
2 63 suatu ruang dan cara-cara penanganannya sehingga diperoleh fungsi ekologis dan fungsi fisik yang optimal. 1) Satuan Lahan Pengelolaan Air 2) Satuan Lahan Penyangga 3) Satuan Lahan Pengembangan Gambar 29 Konsep Ruang 1) Satuan Lahan Pengelolaan Air Merupakan satuan lahan yang diperuntukkan sebagai kawasan dengan nilai ekologis yang tinggi. Ruang ini didominasi oleh badan air, dimana penggunaannya untuk aktivitas manusia dibatasi, sehingga nilai ekologis kawasan ini akan tetap terjaga keberlanjutannya. Satuan lahan pengelolaan air merupakan satuan lahan inti dari perencanaan ruang pasca bencana Situ Gintung ini. Satuan lahan ini berupa sebagian dari wilayah perencanaan Situ Gintung yang peruntukan utamanya adalah untuk melindungi sistem tata air yang secara tidak langsung berhubungan juga dengan perlindungan flora dan fauna di sekitarnya. Perlindungan tersebut diberikan agar kuantitas dan kualitas air dapat terpelihara. Peruntukan satuan lahan ini menjadi sangat penting dan merupakan prioritas utama karena keberhasilan atau kegagalannya akan mempengaruhi keadaan satuan lahan lainnya. Satuan lahan pengelolaan air di sini bisa disebut juga sebagai kawasan lindung karena terdapat sumberdaya alam yang perlu dilindungi, yakni keberadaan air. 2) Satuan Lahan Penyangga Satuan lahan ini merupakan satuan lahan yang berfungsi sebagai pembatas antara kawasan yang dilindungi dengan kawasan yang digunakan untuk aktivitas masyarakat Situ Gintung. Kawasan ini dipenuhi oleh vegetasi yang berfungsi untuk membatasi dan mengkonservasi keadaan tanah dan air di kawasan ini. Sebagai
3 64 kawasan penyangga, satuan lahan ini berfungsi untuk menjaga kondisi ekologis tapak secara keseluruhan dari lingkungan di sekitarnya. Pada satuan lahan ini masih dapat dilakukan pengembangan aktivitas yang bersifat semi aktif misalnya, jalan-jalan, fotografi, melukis, dudukduduk, gathering, bermain, dan lain sebagainya. Fasilitas yang dapat dihadirkan berupa bangku taman, shelter, dan gazebo. Satuan lahan penyangga merupakan kawasan peralihan antara satuan lahan pengelolaan air (inti) dengan satuan lahan pengembangan. Dengan demikian kawasan ini diharapkan dapat berfungsi sebagai penghalang terhadap kemungkinan intervensi kegiatan dari satuan lahan pengembangan ke dalam satuan lahan pengelolaan air. Di dalam satuan lahan ini sebenarnya juga bisa dilakukan kegiatan budidaya atau pemanfaatan sumberdaya alam, namun harus dibatasi. Karena fungsi utama satuan lahan ini adalah sebagai pembatas dan pelindung satuan lahan pengelolaan air.namun kegiatan tersebut harus disertai dengan penyuluhan yang cukup intensif mengingat kemungkinan konsentrasi penduduk di kawasan/ satuan lahan ini. Upaya pembatasan antara satuan lahan pengelolaan air dengan satuan lahan pengembangan dapat dilakukan dengan penanaman vegetasi pembatas yang dalam hal ini diterapkan pada satuan lahan penyangga. Penanaman vegetasi pada satuan lahan ini berfungsi untuk melindungi tanah dari butiran-butiran hujan yang dapat merusak kesuburan tanah, dengan begitu tanah akan tetap terlindung dan daya dukung serta produktifitasnya dapat ditingkatkan. Selain itu, tujuan utama dari penanaman vegetasi di sekitar situ (pada satuan lahan penyangga ini) adalah untuk mencegah terjadinya erosi dan menekan fluktuasi debit yang terjadi pada Daerah Aliran Sungai. 3) Satuan Lahan Pengembangan Merupakan satuan lahan yang digunakan untuk pengembangan kepentingan masyarakat Kawasan Situ Gintung. Satuan lahan ni dapat digunakan untuk permukiman penduduk dan fasilitas. Satuan lahan pengembangan merupakan satuan lahan yang digunakan untuk
4 65 keperluan masyarakat setempat dengan pemanfaatan berbasis sumberdaya alam. Pemanfaatan ruang pada satuan lahan ini dapat berupa permukiman penduduk atau rekreasi alam. Kegiatannya bisa meliputi kegiatan rumah tangga, budidaya pertanian, ataupun pemanfaatan sumberdaya alam sebagai kawasan rekreasi. Pada satuan lahan pengembangan ini konsentrasi penduduk lebih besar dibandingkan dua satuan lahan lainnya. Oleh karena itu jenis kegiatannya pun lebih beragam. Hal ini tentu saja berpengaruh pada kualitas sumberdaya alam b Konsep Vegetasi Penggunaan vegetasi dalam studi perencanaan lanskap pasca bencana ini berkaitan dengan konsep ekologi-hidraulik yang akan dikembangkan. Situ yang memenuhi kondisi ekologi hidraulik yaitu memiliki daerah tangkapan air yang bagus, komposisi dan heterogenitas tanamannya lengkap, belum ada penggundulan hutan dan sistem tata air dan drainasenya masih alamiah, tumbuh vegetasi dan pohon-pohon besar yang melingkari danau pada zona sempadan (vegetasi ini cukup rapat). Konsep vegetasi yang akan diterapkan adalah penggunaan vegetasi yang dapat mengkonservasi air, sehingga dapat menyimpan banyak cadangan air dalam tanah. Vegetasi yang terletak di sekeliling situ secara umum dapat dibedakan menjadi tiga ring. Ring pertama pada umumnya terdiri dari pohon-pohon besar yang biasa ada di daerah yang bersangkutan. Ring kedua dipenuhi dengan pohon-pohon yang lebih kecil dan relatif kurang rapat dibanding dengan ring pertama. Ring ketiga atau ring luar berbatasan dengan daerah luar danau, dengan tingkat kerapatan tanaman yang lebih jarang.
5 66 Gambar 30 Sempadan Danau (Ring pertama, kedua, dan ketiga.) (Sumber : Jika kondisi vegetasi di sekeliling danau sudah punah maka dapat dipastikan bahwa umur danau akan memendek, baik disebabkan oleh tingkat penguapan dan suhu yang tinggi maupun tingkat sedimentasi yang tinggi. Penanaman vegetasi yang sesuai dengan kondisi setempat dapat menurunkan rembesan horizontal secara efektif, menahan longsoran, menurunkan suhu, menahan air dan meningkatkan kualitas ekosistem. Ketika melakukan pengembangan di daerah sekitar situ, maka pengembangan tersebut sebaiknya dilakukan di luar ring ketiga dan mengacu pada konsep ekowisata. Menurut Dahlan, 2004 vegetasi yang digunakan merupakan vegetasi yang dapat menahan dan menurunkan besarnya tenaga energit kinetis air hujan. Perakarannya juga dapat berfungsi untuk menahan tanah dari longsoran dan erosi. Selain itu, humus dan rekahan tanah yang terbentuk akibat tenaga dorongan akar pun akan memungkinkan air hujan dapat masuk ke dalam tanah dengan mudah. Persyaratan vegetasi yang cocok digunakan untuk konservasi tanah dan air adalah sebagai berikut : 1. Terdiri dari berbagai strata yang berbentuk pohon, semak, perdu atau jenis tanaman penutup tanah lainnya. 2. Daya transpirasinya rendah.
6 67 3. Tanaman tersusun dari berbagai strata, dari pohon yang sangat tinggi sampai semak, perdu dan rerumputan. 4. Memiliki sistem perakaran yang kuat dan dalam, sehingga dapat menahan erosi, dan meningkatkan infiltrasi (resapan) air. 5. Serasah yang dhasilkan cukup banyak dan tidak bersifat allelopati, agar tumbuhan lain dapat tumbuh baik sebagai penutup tanah. Karena berfungsi sebagai penyangga, maka bentukan vegetasinya rapat, dengan penataan vegetasi yang bersifat alami c Konsep Sirkulasi Konsep sirkulasi yang direncanakan pada tapak berfungsi untuk mendukung konsep utama yakni konsep ekologi-hidraulik. Untuk itu sirkulasi yang direncanakan bersifat mengurangi tekanan pada tapak akibat adanya perpindahan atau aktivitas yang dilakukan. Oleh karena itu pada satuan lahan pengelolaan air dan satuan lahan penyangga, sirkulasi dibuat terbatas hanya untuk pengelolaan dan konservasi saja. Sedangkan sirkulasi penghubung terdapat pada satuan lahan pengembangan d Rencana Aktivitas, Fasilitas, dan Utilitas Pada satuan lahan pengelolaan air, hanya terdapat aktivitas pengelolaan seperti pengerukan dan pengambilan sampah. Aktivitas manusia pada kawasan lindung ini sangatlah dibatasi. Sedangkan pada satuan lahan penyangga, terdapat aktivitas ringan yang dapat dilakukan misalnya, bermain, duduk-duduk, dan bersantai. Fasilitas yang disediakan seperti tempat duduk dan jalur pedestrian, namun pengguna tapak juga dapat melakukan aktivitasnya di bawah pohon naungan dan hamparan rumput. Satuan lahan pengembangan merupakan area yang difungsikan untuk kegiatan masyarakat pada umumnya sekaligus untuk konservasi.
7 68 Tabel 11. Rencana Aktivitas dan Fasilitas-Utilitas Ruang Aktivitas Fasilitas - Utilitas Satuan lahan pengelolaan air -Pengelolaan Jalan Inspeksi (Pengerukan, pengambilan sampah, Satuan lahan penyangga -Pengelolaan -Konservasi dsb.) -Jalan Inspeksi -Ruang Terbuka Hijau (RTH) Satuan lahan pengembangan -Bermukim -Konservasi - Tempat Ibadah - Sekolah - Rumah Sakit - Sumur Resapan - Lubang Resapan Biopori - Rain Garden Pada satuan lahan pengembangan, permasalahan permukiman padat menjadi kendala utama ketika akan diterapkan porsi tata ruang hijau yang lebih besar. Karena ruang terbuka hijau yang akan dibangun ini akan merelokasi beberapa permukiman yang terlebih dahulu sudah ada di kawasan tersebut. Pengembangan fisik bangunan yang terlalu pesat ke arah horizontal ini akan menyebabkan tidak adanya lagi area terbuka sebagai daerah resapan air, sehingga air yang meresap ke dalam tanah menjadi kecil dan memperbesar volume aliran air permukaan. Terdapat beberapa cara yang dapat diterapkan untuk mengatasi penurunan permukaan air tanah dan upaya konservasi air di kawasan dengan permukiman yang padat. Menurut Maryono (2008), konsep ekodrainase dapat dilakukan dengan beberapa metode. Misalnya sumur resapan, lubang resapan biopori, dan rain garden. 1) Sumur Resapan Sumur resapan air merupakan rekayasa teknik konservasi air yang berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan yang jatuh dari atap rumah dan meresapkannya ke dalam tanah. Sumur Resapan Air (SRA) merupakan salah satu konsep konservasi air yang diterapkan dalam skala rumah
8 69 tangga. Sumur resapan air ini berfungsi untuk menambah atau meninggikan air tanah, mengurangi genangan air banjir, mencegah intrusi air laut, mengurangi gejala amblesan tanah setempat dan melestarikan serta menyelamatkan sumberdaya air untuk jangka panjang (Pasaribu, 1999). Oleh karena itu pembuatan sumur resapan perlu digalakkan terutama pada setiap pembangunan rumah tinggal. Gambar 31 Sistem Sumur Resapan (Sumber : Agus Maryono, 2009) 2) Lubang Resapan Biopori Jika lahan yang dimiliki tidak terlalu luas, konservasi air tetap bisa dilakukan. Salah satunya dengan cara biopori. Lubang resapan biopori adalah metode resapan air yang ditujukan untuk mengatasi banjir dengan cara meningkatkan daya resap air pada tanah. Peningkatan daya resap air pada tanah dilakukan dengan membuat lubang pada tanah dan menimbunnya dengan sampah organik untuk menghasilkan kompos. Sampah organik yang ditimbunkan pada lubang ini kemudian dapat menghidupi fauna tanah, yang seterusnya mampu menciptakan pori-pori di dalam tanah. Sehingga setiap hujan tiba, air hujan tidak langsung hilang ke selokan yang akhirnya mengair ke sungai, air hujan akan terserap oleh biopori dan tertahan lebih lama di dalam tanah di pekarangan rumah.
9 70 Gambar 32 Lubang Resapan Biopori (Sumber : Maryono, 2008) 3) Rain Garden Rain Garden merupakan metode konservasi air dengan membuat sebuah taman berupa cekungan yang berfungsi untuk mengumpulkan air hujan dan limpasan yang dirancang untuk menangkap dan menyaring limpasan air hujan dengan media perantara tanaman. Di bagian cekungan yang dibuat, dapat diisi dengan batu-batu alam ataupun dengan tanaman yang dapat bertahan dalam kondisi basah maupun kering. Keberadaan rain garden ini memiliki manfaat untuk mengurangi jumlah polutan, meningkatkan kualitas air, menarik margasatwa, mengelola air hujan, membantu mengurangi resiko banjir, dan untuk menurunkan dampak limpasan permukaan tanah. Berikut ilustrasi dari sistem rain garden.
10 71 Gambar 33 Alternatif pembuatan sistem rain garden (Sumber : Karen, 2001 melalui RENCANA LANSKAP Rencana lanskap kawasan Situ Gintung pasca bencana ini secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 34 dengan disertai gambar rencana tata hijau (Gambar 35), gambar rencana sirkulasi (Gambar 36), dan gambar rencana bangunan (Gambar 37). Tata ruang dalan perencanaan ini terbagi menjadi tiga ruang dengan fungsi utama untuk mengembalikan fungsi ekologinya. Fungsi ini kemudian diikuti dengan fungsi rekreasi alam yang memanfaatkan semaksimal mungkin potensi sumberdaya alam yang ada. Fasilitas penunjang direncanakan dan ditempatkan pada satuan lahan penyangga yang terdiri dari tegakan-tegakan vegetasi. Keberadaan vegetasi ini
11 72 direncanakan meniru bentukan hutan alam, dengan pola tanam yang alami. Kawasan penyangga yang direncanakan ini memiliki fungsi ekologis untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Kawasan penyangga ini direncanakan dengan ketebalan maksimum sesuai dengan kondisi tapak untuk dapat melindungi dan memperbaiki bada situ yang rawan dan berdaya dukung rendah. Tebal lapisan kawasan penyangga tersebut direncanakan termasuk dalam satuan lahan penyangga. Kawasan penyangga di lokasi penelitian ini meliputi kawasan kanan dan kiri situ gintung sejauh 100 meter mula dari bibir situ. wilayah kiri dan kanan situ gintung yang sebelumnya berupa permukiman dijadikan sebagai kawasan penyangga. Untuk memperbaiki kerusakan kawasan ini, diperlukan adanya upaya perbaikan konstruksi. Kombinasi tumbuhan terdiri dari pepohonan, rumput, tanaman liar ditanam dengan jarak rapat tidak beraturan. Kriteria tanaman dan tumbuhan untuk zona penyangga ini adalah yang dapat : (1) Memperbaiki kualitas air dan udara (2) memperbaiki fungsi hidrologis (3) mencegah erosi (4) memperkaya keragaman hayati. Antara satuan lahan pengelolaan air dengan satuan lahan pengembangan ini ditempatkan vegetasi pembatas dengan keberadaan satuan lahan penyangga yang berfungsi juga sebagai pembatas akses. Sedangkan permukiman penduduk dapat diletakkan pada satuan lahan pengembangan yang sudah ditentukan batas luasannya agar kondisi Situ Gintung tetap terjaga.
12 Gambar 34 Rencana Lanskap Kawasan Situ Gintung 73
13 Gambar 35 Rencana Tata Hijau Kawasan Situ Gintung 74
14 Gambar 36 Rencana Sirkulasi Kawasan Situ Gintung 75
15 Gambar 37 Rencana Fasilitas Kawasan Situ Gintung 76
16 RENCANA PROGRAM Suatu keadaan yang ekologis tidak serta merta dapat tercipta hanya dengan menghadirkan ruang terbuka hijau dalam perencanaan tapaknya. Peran serta berbagai pihak sangat penting dalam menciptakan keadaan yang seimbang. Untuk mendukung terciptanya kawasan Situ Gintung yang ekologis diperlukan kerjasama dari berbagai pihak yang terkait, sehingga dibutuhkan program perencanaan dalam kaitannya dengan perbaikan lingkungan Situ, yang dijabarkan pada Tabel 12. Tabel 12. Rencana Program Kawasan Situ Gintung No. Program Tujuan Sasaran Kegiatan 1 Pelatihan Merumuskan suatu program pelatihan dalam kaitannya dengan pelestarian situ Pengelola Kawasan (pemerintah) 2 Penyuluhan Menyusun suatu program penyuluhan yang tepat sasaran dan informatif 3 Pendidikan lingkungan Mendapatkan pengetahuan tentang pentingnya lingkungan, terutama situ dan cara merawatnya 4 Kerjasama Menjalin kerjasama dengan segala pihak yang terkait dengan keberlanjutan danau 5 Data base Pengelolaan data dan informasi tentang situ Para penyuluh Masyarakat awam Pemerintah, masyarakat, lembagalembaga terkait, LSM Pengelola kawasan (Pemerintah) Pelatihan pengelolaan situ/ danau Melakukan survey dan studi kasus tentang teknik penyuluhan yang tepat Penyuluhan terhadap masyarakat tentang pentingnya menjaga situ agar tetap berkelanjutan Pendidikan luar sekolah, kerja bakti membersihkan sampah, memisahkan sampah organik dan anorganik, susur danau, penanaman massal. Kerjasama dalam pengelolaan situ. Survei/ Penelitian, penanaman vegetasi, penelitian kualitas air, pengukuran kedalaman situ.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Menurut Rachman (1984) perencanaan lanskap ialah suatu perencanaan yang berpijak kuat pada dasar ilmu lingkungan atau ekologi dan pengetahuan alami yang bergerak
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN. temuan dan analisis terhadap area rawa yang direklamasi menjadi kawasan
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN 5.1 Kesimpulan Penelitian Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan analisis terhadap area rawa yang direklamasi menjadi kawasan
Lebih terperinciPenataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian
Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu
Lebih terperinciBAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Genangan merupakan dampak dari ketidakmampuan saluran drainase menampung limpasan hujan. Tingginya limpasan hujan sangat dipengaruhi oleh jenis tutupan lahan pada
Lebih terperinciSOLUSI MENGATASI BANJIR DAN MENURUNNYA PERMUKAAN AIR TANAH PADA KAWASAN PERUMAHAN
SOLUSI MENGATASI BANJIR DAN MENURUNNYA PERMUKAAN AIR TANAH PADA KAWASAN PERUMAHAN Oleh: Rachmat Mulyana P 062030031 E-mail : rachmatm2003@yahoo.com Abstrak Banjir dan menurunnya permukaan air tanah banyak
Lebih terperinciAIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan
AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).
Lebih terperinciKONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik
KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi
Lebih terperinci19 Oktober Ema Umilia
19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung
Lebih terperinci3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi
3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware
Lebih terperinciBab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN
Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN Novitasari,ST.,MT. TIU & TIK TIU Memberikan pengetahuan mengenai berbagai metode dalam penanganan drainase, dan mampu menerapkannya dalam perencanaan drainase kota:
Lebih terperinciKeputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung
Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciKAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN
Spectra Nomor 11 Volume VI Januari 008: 8-1 KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Ibnu Hidayat P.J. Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,
Lebih terperincisumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu
BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI
-157- LAMPIRAN XXII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SINJAI TAHUN 2012-2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI A. KAWASAN
Lebih terperinciPELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV
xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan
Lebih terperinciBAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA
PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan kebutuhan paling mendasar yang sangat diperlukan bagi kehidupan baik di darat, laut, maupun udara. Untuk hidup semua makhluk hidup memerlukan
Lebih terperinciPERENCANAAN LANSKAP SEMPADAN SUNGAI CILIWUNG
40 PERENCANAAN LANSKAP SEMPADAN SUNGAI CILIWUNG Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan lanskap sempadan Sungai Ciliwung yaitu untuk meningkatkan kualitas lingkungan alami dengan memperbaiki dan mengembalikan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang
TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat
Lebih terperincidan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan komponen penting bagi proses kehidupan di bumi karena semua organisme hidup membutuhkan air dan merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN
Lebih terperinciPEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH
Lampiran I Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 2 TAHUN 2011 Tanggal : 4 Pebruari 2011 Tentang : Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciMENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)
Artikel OPINI Harian Joglosemar 1 MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) ŀ Turunnya hujan di beberapa daerah yang mengalami kekeringan hari-hari ini membuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk, terutama manusia. Dua pertiga wilayah bumi terdiri dari lautan
Lebih terperinciBAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa
BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari
Lebih terperinciKETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;
Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa yang mendapat cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim yaitu musim penghujan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang selalu bergerak dan saling menumbuk.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Lahan/Penggunaan Lahan di Kota
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Lahan/Penggunaan Lahan di Kota Adanya aktifitas manusia dalam menjalankan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya sehari-hari berdampak pada perubahan penutup/penggunaan
Lebih terperinciTIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA
TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA 1 OLEH : Kelompok V Muslim Rozaki (A 231 10 034) Melsian (A 231 10 090) Ni Luh Ari Yani (A 231 10 112) Rinanda Mutiaratih (A 231 11 006) Ismi Fisahri Ramadhani (A 231
Lebih terperinciTPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN
TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi tanah, di laut atau badan-
Lebih terperinci2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daur hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut, air tersebut akan tertahan (sementara)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya, mengakibatkan makin berkurangnya daerah resapan air hujan, karena meningkatnya luas daerah yang ditutupi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih
Lebih terperinciPEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR
PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR Oleh : RIAS ASRIATI ASIF L2D 005 394 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciPEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa
Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan manusia seiring dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan manusia seiring dengan perkembangan teknologi saat ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan permukiman sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir dan genangan air dapat mengganggu aktifitas suatu kawasan, sehingga mengurangi tingkat kenyamaan penghuninya. Dalam kondisi yang lebih parah, banjir dan genangan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya
Lebih terperinciBAB II METODOLOGI PENELITIAN
BAB II METODOLOGI PENELITIAN Flow Chart Pengerjaan Tugas Akhir PERMASALAHAN Perlunya kajian mengenai permasalahan terkait dengan perubahan tata guna lahan, berkurangnya volume air tanah dan permasalahan
Lebih terperinciKAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA
KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA (Studi Kasus: Kawasan sekitar Danau Laut Tawar, Aceh Tengah) TUGAS AKHIR Oleh: AGUS SALIM L2D
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang curah hujannya cukup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang curah hujannya cukup tinggi, dengan curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun. Air merupakan sumberdaya alam yang
Lebih terperinciLanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.
Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang berpotensi untuk dikembangkan dan didayagunakan bagi pemenuhan berbagai kepentingan. Danau secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciKata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara
Opini Masyarakat Terhadap Fungsi Hutan di Hulu DAS Kelara OPINI MASYARAKAT TERHADAP FUNGSI HUTAN DI HULU DAS KELARA Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243,
Lebih terperinciPeta Rencana Lanskap (Zonasi) Kawasan Situ Gintung
50 BAB VI SINTESIS Untuk menetapkan zonasi perencanaan tapak diterapkan teori Marsh (2005) tentang penataan ruang pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang membagi tapak menjadi tiga satuan lahan, yaitu Satuan
Lebih terperinciMAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)
MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan menunjukkan bahwa manusia dengan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,
Lebih terperinciTUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN
TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Permukiman Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. Permukiman perlu ditata agar dapat berkelanjutan dan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MELAWI
PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas
Lebih terperinciGambar 27. Ilustrasi Pengembangan Konsep Ruang Pada Tapak
81 Aktivitas yang diakomodasikan pada zona ini adalah jenis aktivitas pasif seperti pemeliharaan sungai, penelitian, pengenalan nama-nama tanaman dan dudukduduk serta belajar. Zona rehabilitasi semi intensif,
Lebih terperinciTANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa
AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada
Lebih terperinci: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN KONSERVASI AIR TANAH MELALUI SUMUR RESAPAN DAN LUBANG RESAPAN BIOPORI Menimbang DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi
TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun
Lebih terperinciHIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3
LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN TABEL-2 KLASIFIKASI ZONA DAN SUB ZONA HIRARKI I fungsi lindung adm fungsi
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.3
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.3 1. Untuk menambah air tanah, usaha yang perlu dilakukan adalah... membuat sumur resapan penggalian sungai-sungai purba tidak
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan
Lebih terperinci6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT
6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki
Lebih terperinciKEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)
Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999) TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap dan Lanskap Kota Lanskap adalah suatu bagian dari muka bumi dengan berbagai karakter lahan/tapak dan dengan segala sesuatu yang ada di atasnya baik bersifat alami maupun
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG
PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan
Lebih terperinciSISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE
SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH DAN DRAINASE TL 4001 Rekayasa Lingkungan 2009 Program Studi Teknik Lingkungan ITB Pendahuluan o Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah
Lebih terperinciSMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2
SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung
Lebih terperinciREKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG
REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG DISAMPAIKAN PADA BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA
Lebih terperinciOleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)
Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM
Lebih terperinci